Uploaded by rayhanhakim4

BAB I V

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kabupaten Aceh Barat merupakan kabupaten yang berbatasan dengan
Samudera Hindia (WPP 572) yang memiliki potensi besar terhadap pemanfaatan
sumberdaya ikan (SDI) baik ikan pelagis maupun ikan demersal. Luas wilayah
daratan Kabupaten Aceh Barat mencapai 2.927,95 km2 atau seluas 292.795 ha,
sedangkan panjang garis pantai diperhitungkan 50,55 km dengan luas laut 12 mil
atau 233 km2 daratan (DKP, 2007 diacu dalam Hafinuddin, 2010).
Aktivitas penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Barat dilakukan dengan
menggunakan berbagai jenis alat tangkap, di antaranya alat tangkap payang, pukat
pantai, pukat cincin, jaring hanyut, jaring klitik, jaring insang tetap, jaring tiga
lapis (trammel net), rawai hanyut lain selain rawai tuna, rawai dasar, rawai tetap,
pancing tonda, pancing ulur dan pancing lainnya (DKP Provinsi Aceh, 2013).
Pancing tonda merupakan salah satu alat tangkap yang dominan untuk jenis alat
tangkap pancing yang digunakan nelayan di Kabupaten Aceh Barat dalam
melakukan aktivitas penangkapan ikan. Pada tahun 2014 jumlah alat tangkap
pancing tonda di Kabupaten Aceh Barat mencapai 82 unit atau 12,56% dari total
jenis alat tangkap pancing yaitu 588 unit (DKP Provinsi Aceh, 2013).
Pancing tonda (troll line) merupakan alat tangkap yang dikelompokkan ke
dalam alat tangkap pancing (hook and lines). Secara umum, pancing tonda
diarahkan kepada penangkapan ikan pelagis dengan cara ditarik oleh kapal atau
perahu dan menggunakan mata pancing yang bersatu dalam umpan buatan
(Artificial bait) (Diniah, 2008).
Kegiatan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Barat didukung
dengan adanya pelabuhan perikanan tipe D yaitu PPI Ujong Baroh dan PPI Kuala
Bubon. Berdasarkan hasil pengamatan, alat tangkap pancing tonda cenderung
terkonsentrasi di PPI Ujong Baroh. Hal ini dikarenakan fasilitas-fasilitas di PPI
Ujong Baroh lebih lengkap sehingga mendukung aktivitas UPI pancing tonda di
PPI Ujong Baroh.
1
Operasional penangkapan ikan suatu unit penangkapan ikan (UPI) terdiri
atas aktivitas di fishing base (pelabuhan perikanan) seperti persiapan pembekalan
melaut (BBM, es, air bersih dan lain-lain), persiapan kapal, alat tangkap dan
nelayan. Setelah aktivitas di pelabuhan perikanan, dilanjutkan dengan aktivitas di
fishing ground (daerah penangkapan ikan) dan terakhir adalah kembali ke
pelabuhan perikanan (pembongkaran hasil tangkapan, penambatan kapal di
pelabuhan perikanan dan perawatan kapal serta perawatan alat tangkap). Hanya
saja, aktivitas operasional UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroh belum banyak
diketahui. Oleh karena itu, penelitian tingkat operasional UPI pancing tonda di
PPI Ujong Baroh sangat penting untuk dilakukan. Hasil dari penelitian
operasional UPI pancing tonda ini akan dilanjutkan kepada aspek pengembangan
UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroh. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini
nantinya dapat menjadi informasi dasar dalam pengambilan keputusan oleh
stakeholder dalam pengembangan UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroh.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan permaslahan dari penelitian ini adalah :
1.
Bagaimana kondisi operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda
di PPI Ujong Baroeh selama 5 tahun terakhir?
2.
Bagaimana sistem pengembangan operasional pancing tonda yang tepat di
PPI Ujong Baroeh Kabupaten Aceh Barat?
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui kondisi operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda
di PPI Ujong Baroeh Kabupaten Aceh Barat selama 5 tahun terakhir.
2.
Mengetahui alternatif pengembangan operasional unit penangkapan ikan
(UPI) pancing tonda di PPI Ujong Baroeh Kabupaten Aceh Barat
2
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan solusi dalam upaya peningkatan produksi operasional unit
penangkapan ikan pancing di PPI Ujong Baroeh Kabupaten Aceh Barat.
2. Memperoleh alternatif terbaik dalam pengembangan operasi unit penangkapan
ikan (UPI) pancing tonda dalam usaha perbaikan penangkapan ikan berbasis
ramah lingkungan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Operasional Unit Penangkapan Ikan Pancing Tonda
Aspek teknis dari suatu usaha penangkapan yang perlu diperhatikan
adalah jenis alat dan ukurannya, jenis perahu/kapal, kualifikasi tenaga kerja yang
diperlukan, metode penangkapan, lama trip, jumlah trip per bulan, jumlah trip
tahun, penanganan hasil tangkapan selama operasi, daerah penangkapan, waktu
penangkapan dan kapasitas tangkap dari unit yang diusahakan. Pancing Tonda
merupakan alat tangkap ikan tradisional yang bertujuan untuk menangkap ikanikan jenis pelagis.Pancing Tonda dikelompokan ke dalam alat tangkap pancing
(Hook and Line) (Monintja,1986).
Menurut Monintja (1986) alat penangkapan pancing mempunyai segi-segi
positif, yaitu:
1.
Alat-alat pancing tidak susah dan mudah dalam pengoperasiannya.
2.
Organisasi usahanya kecil, dengan modal sedikit usaha pancing, sudah dapat
berjalan.
3.
Syarat-syarat fishing groundnya relatif sedikit dan dapat dengan bebas
memilih.
4.
Pengaruh cuaca, suasana laut relatif kecil.
5.
Ikan-ikan yang ditangkap satu per satu sehingga kesegaran dapat terjamin.
Menurut Monintja(1986) dari segi-segi positif di atas, teknik penangkapan
ikan ini mempunyai beberapa kelemahannya, yaitu :
1.
Jumlah ikan yang ditangkap relatif sedikit.
2.
Umpan sangat berpengaruh terhadap jumlah kali operasi yang dapat
dilakukan.
3.
Keahlian pemancing sangat menonjol walaupun tempat, waktu dan
persyaratan lainnya sama, hasil tangkapnya akan berbeda beda satu sama
lainnya.
4.
Pancing terhadap ikan adalah pasif, pancing akan di tarik setelah ikan
memakan umpannya.
4
2.2 Pelabuhan perikanan
2.2.1Fasilitas dan fungsi pelabuhan
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.
02/MEN/2006 tentang organisasi dan tata kerja pelabuhan perikanan, fasilitasfasilitas pelabuhan perikanan umumnya terdiri atas:
1) Fasilitas pokok ialah fasilitas yang diperlukan kapal ikan untuk berlayar keluar
masuk pelabuhan secara aman dan tempat berlabuh bagi kapal-kapal tersebut.
Fasilitas pokok ini terdiri dari penahan gelombang, dermaga, slipway/shipyard,
alur pelayaran, dan turap penahan.
2) Fasilitas fungsional ialah fasilitas pelengkap dari fasilitas pokok untuk
memperlancar pemberian jasa-jasa pelabuhan. Fasilitas ini mencakup rambu
rambu navigasi menara mercusuar, perbengkelan, tempat memperbaiki dan
menjemur alat-alat perikanan, tempat parkir kendaraan, fasilitas penyediaan air
tawar dan bahan bakar, tempat bongkar muat ikan, tempat pelelangan ikan,
fasilitas pengawet, fasilitas pengolahan, fasilitas komunikasi, klinik, rumah
obat, fasilitas perkantoran, tempat rekreasi, fasilitas olahraga, rumah penjaga
dan lain-lain.
3) Fasilitas tambahan yaitu fasilitas yang secara tidak langsung dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan memberikan kemudahan
bagi masyarakat umum serta tidak dapat dimasukkan dalam 2 fasilitas di atas.
Fasilitas tersebut antara lain penginapan nelayan, mess operator, perkantoran
pengusaha perikanan, kantor, poliklinik, dan tempat ibadah.
Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER. 02/MEN/2006 adalah sebagai sarana penunjang untuk
meningkatkan produksi yang meliputi berbagai kegiatan, yaitu:
1) Pelaksanaan perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pemanfaatan
sarana pelabuhan perikanan.
2) Pelaksanaan pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran pelabuhan
Perikanan.
3) Pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan kebersihan kawasan pelabuhan
Perikanan.
4) Pelaksanaan pengembangan dan fasilitas pemberdayaan masyarakat perikanan
5
5) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan
produksi, distribusi, dan pemasaran hasil perikanan.
6) Pelaksanaan fasilitasi pengawasan, penanganan, pengolahan, serta pemasaran
hasil dan mutu hasil perikanan.
7) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan statistik
Perikanan.
8) Pelaksanaan fasilitasi pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan
publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan di wilayahnya.
9)
Pelaksanaan fasilitasi pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan
10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
2.2.2 Klasifikasi pelabuhan perikanan
Klasifikasi pelabuhan perikanan menurut SK Menteri Kelautan dan
Perikanan No. 10 tahun 2004 memiliki kriteria sebagai berikut:
1
Kelas A, Pelabuhan Perikanan Samudera dengan kriteria:

Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di
wilayah laut teritorial, ZEEI, dan perairan internasional;

Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang
kurangnya 60 GT;

Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya minus 3 m;

Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah
keseluruhan sekurang-kurangnya 6000 GT kapal perikanan sekaligus;

Jumlah ikan yang didaratkan rata-rata 60 ton/hari;

Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor;

Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 30 ha;

Memiliki laboratorium pengujian mutu hasil perikanan; dan Terdapat
industri perikanan.
2
Kelas B, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) dengan kriteria:

Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di
wilayah laut teritorial dan ZEEI;
6

Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran
sekurangkurangnya 30 GT;

Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya minus 3 m;

Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah
keseluruhan sekurang-kurangnya 2250 GT kapal perikanan sekaligus;

Jumlah ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor;

Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 15 ha;

Memiliki laboratorium pengujian mutu hasil perikanan; dan Terdapat
industri perikanan.
3
Kelas C, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dengan kriteria:

Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di
wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dan
wilayah ZEEI;

Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang
kurangnya 10 GT;

Panjang Dermaga sekurang-kurangnya 100 dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya minus 2 m;

Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah
keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus; dan
memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 5 ha.
4
Kelas D Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dengan kriteria:

Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di
wilayah perairan pedalaman dan perairan kepulauan;

Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran
sekurangkurangnya 3 GT;

Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya minus 2 m;

Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah
keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus; dan
Memiliki lahan sekurang-kurangnya 2 ha.
7
2.2.3 Pangkalan pendaratan ikan Ujong Baroeh
Pangkalan pendaran ikan Ujong Baroeh terletak administratif di Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat. Pelabuhan ini cukup berhasil pengelolaannya dilihat dari
besaran angka produksi hasil tangkapan yang didaratkan, dibandingkan dengan
pangkalan pendaratan ikan Kuala Bubon.
Pelabuhan pendaratan ikan Ujong Baroeh mempunyai fasilitas pokok dan
fasilitas penunjang. Fasilitas pokok yang terdapat di PPI Ujong Baroeh terdiri atas
dermaga, kolam pelabuhan, jalan kompleks PPI, drainase dan lahan pelabuhan.
Fasilitas fungsional terdiri atas tempat pelelangan ikan (TPI), perkantoran dan
pabrik es. Fasilitas penunjang yang terdapat di PPI Ujong Baroeh meliputi semua
fasilitas yang menunjang aktivitas / memberi kemudahan bagi pelaku dunia usaha
(nelayan, pedagang, pengolah), misalnya balai pertemuan nelayan, musholla,dan
kios. Transportasi untuk mencapai PPI ini cukup mudah dengan kondisi jalan
yang lebar dan beraspal serta dilengkapi dengan lapangan parkir yang luas
(Hafinuddin,2010).
Pangkalan pendaratan ikan Ujong Baroeh dikelola oleh pemerintah daerah
melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat. Dalam pengelolaan
aktivitas, Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Barat telah mempunyai struktur
organisasi yang tertuang dalam keputusan Bupati Aceh Barat nomor : 205 tahun
2005 tentang uraian tugas dan fungsi dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Aceh Barat (Hafinuddin,2010).
Pelaksana pelelangan di pelabuhan ini dilakukan oleh Toke Bangku. Hal
ini terjadi karena umumnya ikan sudah ada pemiliknya yaitu pemberi modal atau
Toke Bangku. Adapun kegiatan yang ada umumnya hanya penimbangan
ikan(Hafinuddin,2010).
2.3 Unit penangkapan pancing tonda
2.3.1 Kapal pancing tonda
Pancing tonda umumnya dioperasikan dengan perahu kecil. Panjangnya
15-20 m dengan mesin diesel dalam berkekuatan 33 HP yang menggunakan 15
pancing. Secara rinci spesifikasi perahu pancing tonda adalah sebagai berikut :1)
Jenis perahu inboard engine; 2) dimensi 11,5 x 2,8 x 1,2 m. 3) bahan kayu
8
bungur; 4) mesin utama (yanmar 22 PK) dan mesin cadangan (jiondang 18 PK);
5) bahan bakar solar; 6) tanki BBM sebanyak 2 buah dengan kapasitas tiap tangki
250 liter; 7) palkah sebanyak 3 buah, bagian luar dan penutupnya dari kayu,
bagian dalamnya dari alumunium. Penangkapan pancing tonda dilakukan di siang
hari, kegiatan penangkapan bisa menggunakan perahu layar, atau kapal motor
(Subani dan Barus, 1989).
Gambar 1. Kapal pancing tonda
2.3.2 Alat tangkap ikan pancing tonda
Pancing tonda merupakan pancing yang diberi umpan buatan dan ujung
tali pancingnya dikaitkan pada kapal motor atau perahu. Pancing tonda
dikelompokan ke dalam alat tangkap pancing. Pancing tonda atau pancing tarik
merupakan
alat penangkap ikan yang
masih tradisonal.
Nelayan
yang
menggunakan pancing tonda biasanya menangkap ikan agak jauh ke tengah laut.
Pancing tonda biasa digunakan pada siang hari karena biasanya umpan yang
digunakan adalah umpan tiruan untuk mengelabuhi penglihatan ikan. Pancing
tonda dalam pengoperasiannya dibantu dengan menggunakan kapal motor
atau perahu.
Kapal
tangkapan. Hasil
berfungsi
penangkapan
menarik pancing dan
pancing
tonda
biasanya
membawa
yaitu
hasil
ikan-ikan
pelagis. Pancing tonda terdiri dari beberapa bagian yaitu pelampung, tali utama,
pemberat dan mata pancing. Tali utama yang dipakai para nelayan pada pancing
tonda biasanya terbuat dari tali nilon. Pancing tonda dikenal juga dengan sebutan
troll line (Supardi, 2011). Gambar alat tangkap pancing tonda dapat dilihat pada
gambar 2.
9
Gambar 2. Alat tangkap pancing tonda
2.3.3
Hasil tangkapan pancing tonda
Menurut subani dan barus (1989), salah satu alat tangkap rawai atau
pancing tonda dapat menangkap beberapa ikan pelagis besar, antara lain : tuna
sirip kuning (Thunnus albacares), cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna mata
besar (Thunnus obesus), albacora (Thunnus alalunga). Adapun hasil tangkapan
sampingan (by catch) adalah : ikan layaran (Istophorus orientalis), setuhuk putih
(Makaira mazara), ikan pedang (xiphias gladius), setuhuk hitam (Makaira
indica), setuhuk loreng (Tetrapturus mitsukurii), berbagai jenis cucut (cucut
mako, cucut martil dan sejenisnya).
2.3.4
Nelayan
Nelayan
adalah
aktor
utama
dalam
melakukan
kegiatan
usaha
penangkapan ikan di laut. Nelayan menurut aktifitasnya dikelompokkan menjadi:
(1) nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk
menangkap ikan; (2) nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar
waktunya digunakan untuk menangkap ikan; dan (3) nelayan sambilan tambahan,
yaitu nelayan yang hanya sebagian kecil waktunya digunakan untuk menangkap
ikan. Jumlah nelayan yang dibutuhkan untuk pengoperasian setiap unit
penangkapan ikan tergantung dari ukuran kapal/perahu yang digunakan, jenis alat
tangkap, dan tingkat teknologi yang digunakan (Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap, 2010)
10
2.4 Analisis strength weakness opportunity threat(SWOT)
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunity), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan
misi, tujuan, strategi, dan kebijakan. Maka, perencana strategis harus menganalisis
faktor-faktor strategis (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam
kondisi saat ini. Hal ini disebut analisis situasi. Model yang paling populer untuk
analisis situasi adalah Analisis SWOT (Rangkuti, 1997).
Data yang sudah didapat kemudian dianalisis untuk memperoleh faktorfaktor internal dan eksternal. Analisis internal terdiri dari kekuatan dan
kelemahan, sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman.Analisis
SWOT juga disebut sebagai analisa situasi dan juga kondisi yang bersifat
deskriptif (memberi suatu gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan juga
kondisi sebagai sebagai faktor masukan, lalu kemudian dikelompokkan menurut
kontribusinya masing-masing (Rangkuti,1997).
SWOT adalah singkatan dari:S = Strength (kekuatan),W = Weaknesses
(kelemahan),O = Opportunities (Peluang), T = Threats (ancaman). Adapun
penjelasan adalah sebagai berikut (Rangkuti,2004) :
1. Strenght (S) yaitu analisis kekuatan, situasi ataupun kondisi yang merupakan
kekuatan dari suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini. Yang perlu di
lakukan di dalam analisis ini adalah setiap perusahaan atau organisasi perlu
menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan di bandingkan dengan para
pesaingnya. Misalnya jika kekuatan perusahaan tersebut unggul di dalam
teknologinya, maka keunggulan itu dapat di manfaatkan untuk mengisi segmen
pasar yang membutuhkan tingkat teknologi dan juga kualitas yang lebih maju.
2. Weaknesses (W) yaitu analisi kelemahan, situasi ataupun kondisi yang
merupakan kelemahan dari suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini.
Merupakan cara menganalisis kelemahan di dalam sebuah perusahaan ataupun
organisasi yang menjadi kendala yang serius dalam kemajuan suatu perusahaan
atau organisasi.
11
3. Opportunity (O) yaitu analisis peluang, situasi atau kondisi yang merupakan
peluang diluar suatu organisasi atau perusahaan dan memberikan peluang
berkembang bagi organisasi dimasa depan. Cara ini adalah untuk mencari
peluang ataupun terobosan yang memungkinkan suatu perusahaan ataupun
organisasi bisa berkembang di masa yang akan depan atau masa yang akan
datang.
4. Threats (T) yaitu analisis ancaman, cara menganalisis tantangan atau ancaman
yang harus dihadapi oleh suatu perusahaan ataupun organisasi untuk
menghadapi berbagai macam faktor lingkungan yang tidak menguntungkan
pada suatu perusahaan atau organisasi yang menyebabkan kemunduran. Jika
tidak segera di atasi, ancaman tersebut akan menjadi penghalang bagi suatu
usaha yang bersangkutan baik di masa sekarang maupun masa yang akan
datang.
Tabel 1.Diagram matrik SWOT
STRENGTHS (S)
IFAS
EFAS
OPPORTUNITIES
(O)
WEAKNESSES (W)
Tentukan 5-10 faktor-faktor Tentukan 5-10 faktorkekuatan internal
faktor
kelemahan
internal
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Ciptakan
strategi
yang Ciptakan strategi yang
Tentukan
5-10 menggunakan kekuatan untuk meminimalkan
faktor-faktor
memamfaatan peluang
kelemahan
untuk
peluang eksternal
memamfaatkan
peluang
TREATHS (T)
STRATEGI ST
STRATEGI WT
Tentukan
5-10 Ciptakan
strategi
yang Ciptakan strategi yang
faktor-faktor
menggunakan kekuatan untuk meminimalkan
ancaman eksternal mengatasi ancaman
kelemahan
dan
menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti 2004
12
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penyusunan matrik SWOT
adalah :
1. Tentukan faktor-faktor strategis peluang eksternal perusahaan
2. Tentuan faktor-faktor strategis ancaman eksternal perusahaan
3. Tentukan faktor-faktor strategis kekuatan internal perusahaan
4. Tentukan faktor-faktor strategis kelemahan internal perusahaan
5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan
strategi S-O
6. Sesuaikan kelemahan internal dengan dengan peluang eksternal untuk
mendapatkan strategi W-O
7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan
strategi S-T
8. Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan
strategi W-T
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat penelitian
Pengumpulan data di lapangan telah dilaksanakan pada bulan November
tahun 2015. Tempat penelitian di Pangkalan Pendaratan Ikan Ujong Baroeh
Kabupaten Aceh Barat.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.
Metode survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Survei dilakukan dengan
wawancara dan pengisian kuesioner kepada responden (Effendi, 2012). Diagram
alir metode penelitian bisa di lihat pada gambar 3.
Operasional UPI Pancing Tonda
Metode Penelitian
Survei
Data Primer
Data Sekunder
Analisis Data
Analisis Deskriptif
Operasional
Analisis SWOT
Alternatif Pengembangan
Kesimpulan
Gambar 3. Diagram alir penelitian
14
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini adalah
purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel
dengan wawancara langsung kepada sumber informasi yang diperlukan bagi
penelitiannya (Arikunto,2002). Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer
dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer akan diperoleh secara langsung dengan melakukan wawancara
kepada nelayan di PPI Ujong Baroh. Berdasarkan panduan dan pertanyaan
(kuisoner). Wawancara dilakukan untuk mendapat informasi tentang operasional
unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda.
Pengumpulan data primer berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh
dapat dilihat pada tabel 2:
Tabel 2: Data primer berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh
No
1
Sumber
Data
Nelayan
Informasi
Jumlah
Responden
Operasional unit penangkapan ikan (UPI) 20 orang
pancing tonda dan pengembangannya di berdasarkan
PPI Ujong Baroeh.
jumlah armada
penangkapan
Adapun jumlah responden nelayan yang diambil dalam penelitian ini
menggunakan rumus Pengambilan sampling dalam (Arikunto, 2002).
𝒏 = 𝟐𝟓 % 𝒙𝑵
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N= Jumlah Populasi
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari catatan dan laporan dari
Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) Ujong Baroeh dan Dinas Perikanan & Kelautan Aceh
Barat. Adapun data sekunder yang dikumpulkan pada penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 3:
15
Tabel 3: Data sekunder berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh
No
1
2
3
Sumber
Data
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
Provinsi
Aceh
Bappeda
BPS
Kabupaten
Aceh Barat
Informasi
a. Jumlah armada penangkapan ikan Kabupaten Aceh
Barattahun 2010-2014
b. Jumlah alat tangkap Kabupaten Aceh Barattahun 20102014
c. Jumlah nelayan Kabupaten Aceh Barat tahun 2010-2014
d. Produksi dan nilai produksi yang didaratkan di
Kabupaten Aceh Barat tahun 2010-2014
Peta lokasi penelitian (Peta posisi PPI Ujong Baroeh)
Letak geografis Kabupaten Aceh Barat
3.4 Tahapan Penelitian
Penelitian ini menggunakan 2 tahap. Tahap pertama penelitian tentang
operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda di PPI Ujong Baroeh.
Hasil dari penelitian tahap pertama dijadikan acuan untuk menyusun kuesioner
pengembangan SWOT. Kemudian data dianalisis menggunakan analisis SWOT.
Barulah didapatkan alternatif pengembangan unit penangkapan ikan (UPI)
pancing tonda. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4
Analisis operasional UPI pancing
tonda di PPI Ujong Baroeh
Acuan pengembangan SWOT
program pengembnagan UPI
pancing tonda
Tahap I
Tahap II
Analisis data SWOT
Alternatif pengembangan
UPI Pancing tonda
Gambar 4. Tahapan penelitian
16
3.5 Metode Analisis Data
3.5.1
Analisis operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda
Penelitian
ini
menggunakan analisis deskriptif
untuk menjelaskan
operasional unit panangkapan ikan (UPI) pancing tonda
penentuan
daerah penangkapan
dari persiapan,
ikan, perjalanan, proses penangkapan,
pengangkutan dan pengelolaan hasil tangkapan di atas kapal, dan pendaratan.
Analisis deskriptif adalah bagian dari statistika yang mempelajari alat, teknik, atau
prosedur yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan kumpulan
data atau hasil pengamatan yang telah dilakukan. Kegiatan – kegiatan tersebut
antara lain adalah kegiatan pengumpulan data, pengelompokkan data, penentuan
nilai dan fungsi statistik, serta pembuatan grafik, diagram dan gambar
(Erfan,2007).
3.5.2
Analisis pengembangan kegiatan unit penangkapan ikan (UPI)
pancing tonda
Analisis yang di gunakan dalam kegiatan pengembangan unit penangkapn
ikan (UPI) pancing tonda menggunakan analisis SWOT. Menurut Rangkuti
(2004) analisis SWOT merupakan cara sistematis untuk mengidentifikasi faktorfaktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi dan strategi
yang menggambarkan kecocokan yang paling baik di antaranya. Analisis ini
didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan
kekuatan
dan
peluang
serta
meminimalkan
kelemahan
dan
ancaman
(Rangkuti,2004).
3.5.3
1.
Kriteria Penilaian dalam SWOT
Bobot : adalah faktor persentasi seberapa pentingnya variabel atau indikator
di dalam perusahaan yang sejenis pada umumnya. Total dari bobot untuk
masing-masing analisa adalah 100.
2.
Skala : adalah penilaian yang diberikan untuk kondisi atau keadaan yang
sudah berjalan selama ini di dalam perusahaan.
• Skala 1 : untuk kondisi yang sangat lemah
• Skala 2 : untuk kondisi lemah
• Skala 3 : untuk kondisi sedang atau normal
• Skala 4 : untuk kondisi kuat atau unggul
17
• Skala 5 : untuk kondisi sangat kuat atau sangat unggul
3.
Nilai : adalah perkalian antara bobot dan skala yang akan menjadi ukuran untuk
menentukan posisi perusahaan secara umum.

100

101-200 : untuk kondisi lemah

201-300 : untuk kondisi sedang atau normal

301-400 : untuk kondisi kuat atau unggul

401-500 : untuk kondisi sangat kuat atau sangat unggul.
: untuk kondisi yang sangat lemah
18
BAB IV
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1. Letak geografis lokasi penelitian
Secara geografis KabupatenAceh Barat terletak antara
04°06'-04°47'
Lintang Utara dan 95°52'- 96°30' Bujur Timur. Wilayah KabupatenAceh Barat
berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya dan Pidie jaya di sebelah utara, dan
sebelah timur Kabupaten Aceh Tengah dan sebelah barat Samudra Indonesia
Kabupaten Nagan Raya di sebelah barat dan selatan (BPS Aceh Barat, 2014).
Kabupaten Aceh Barat terletak dibagian ujung pulau sumatera dipesisir
Barat, luas wilayah Kabupaten Aceh Barat mencapai 2.927,95 Km2 atau seluas
292,795 Ha sedangkan panjang garis pantai diperhitungkan 50.55 Km dengan luas
laut 12 mil atau 233 Km2 daratan (DKP, 2007 diacu dalam Hafinuddin, 2010)
Kabupaten ini memiliki empat kecamatan yang berbatasan lansung dengan
Samudera Indonesia dan empat diantaranya merupakan Kecamatan pesisir yaitu
Kecamatan Johan Pahlawan, Meureubo, Samatiga dan Kecamatan Arongan
Lambalek. Sedangkan kecamatan daratan ada 8 yaitu Kaway XVI, Sungai Mas,
Pantee Ceureumen, Panton Ree, Bubon, Woyla, Woyla Barat dan Woyla Timur.
PPI Meulaboh berlokasi di Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan
Pahlawan. Luas Wilayah Kecamatan Johan Pahlawan adalah 44,91 Km2 atau 1,53
% dari luas kabupaten (BPS Aceh Barat, 2014).
4.2. Keadaan umum Perikanan laut Aceh Barat
Kabupaten Aceh Barat memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang
cukup besar dan memiliki peluang yang cukup menjanjikan untuk pengembangan
sub sektor perikanan khususnya perikanan tangkap. Diperkirakan potensi
perikanan laut di perairan Aceh Barat pada tahun 2013 mencapai 12.556,5 ton,
dengan nilai Rp. 246.794.334 (DKP Provinsi Aceh,2013).
19
4.2.1 Alat tangkap
Berdasarkan data DKP Provinsi Aceh tahun 2014, di Kabupaten Aceh
Barat jumlah alat tangkap ikan pada tahun 2014mencapai 849 unit, yang
didominasi oleh pancing (Hook and lines )653 unit, pukat kantong (Seine Nets) 20
unit, jaring insang (Gill Nets) 155 unit dan perangkap (Traps) 3 unit. Jenis dan
jumlah alat tangkap dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Jenis dan jumlah alat tangkap tahun 2010 -2014
No
1
2
3
4
Alat tangkap
2011
0
0
0
0
0
0
15
0
7
22
21
0
15
0
5
20
21
0
15
0
5
20
21
0
15
0
5
20
21
0
15
0
5
20
21
21
21
21
21
21
27
27
27
27
65
27
30
27
30
0
30
0
30
0
30
26
26
26
26
26
34
34
34
34
34
144
144
117
117
155
Jaring angkat
70
0
0
0
0
Rawai tuna
0
65
0
0
0
45
137
45
127
45
127
45
127
45
127
0
35
35
35
35
82
32
82
32
82
32
82
32
82
97
374
267
267
267
267
740
3
3
930
653
3
3
841
588
17
17
763
588
3
3
749
653
3
3
849
Pukat
Udang
Sub Total
Pukat Payang
Pukat
kantong/sei- Dogol
ne net
Pukat pantai
Sub Total
Pukat Cincin
Sub Total
Jaring Insang
hanyut
Jaring lingkar
Jaring
Jaring Klitik
Insang
Jaring insang
tetap
Jaring tiga lapis
Sub Total
5
6
Tahun
2012
2013
2010
Rawai hanyut
Rawai tetap
Rawai tetap
Pancing / hook
dasar
Pancing tonda
Pancing ulur
Pancing
lainnya
Sub Total
Perangkap
Bubu
Sub total
Total Alat Tangkap
2014
20
Lanjutan tabel 4. Jenis dan jumlah alat tangkap tahun 2010 – 2014
Pertumbuhan alat tangkap per
tahun
0 -9,57 -9,27
Rata rata pertumbuhan per tahun
Sumber: DKP Provinsi Aceh, 2010 – 2014
-1,83
13,35
-1,47
Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata pertumbuhan pertahun jumlah
alat tangkap pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar -9.57% per tahun,
pada tahun 2012 jumlah alat tangkap tidak mengalami pertumbuhan dari tahun
sebelumnya -9,27% per tahun dan pada tahun 2013 jumlah alat tangkap
mengalami penurunan sebesar -1,83% per tahun, sedangkan pada tahun 2014
jumlah alat tangkap mengalami kenaikan sebesar 13,35% per tahun. Dan untuk
rata-rata pertumbuhan pertahun jumlah alat tangkap ikan di Kabupaten Aceh
Alat Tangkap Unit)
Barat sebesar -1,47% tahun.
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
930
849
841
2010
2011
763
749
2012
2013
2014
Tahun
Gambar 5. Grafik perkembangan alat tangkap tahun 2010 - 2014
Berdasarkan gambar diatas jumlah alat tangkap, maka dapat diketahui
jumlah alat tangkap pada tahun 2010 merupakan jumlah alat tangkap tertinggi
yang mencapai 930 unit, pada tahun 2011 mencapai 841 unit, sedangkan pada
tahun 2012 merupakan jumlah alat tangkap terendah yang mencapai 763 unit,
pada tahun 2013 mencapai 749 unit dan pada tahun 2014 mencapai 849 unit.
21
Jaring
insang
18%
Pukat
kantong/sei
n
2%
Perangkap
0%
Pukat
cicncin
3%
Pancing
/hook
77%
Gambar 6. Persentase jumlah alat tangkap tahun 2014
Persentase jumlah alat tangkap pada tahun 2014 diantaranya meliputi
pukat kantong 2%, pukat cincin 3%, jaring insang 18% dan pancing mencapai
79%, perangkap 0%.
4.2.2 Armada penangkapan ikan
Berdasarkan dataDKP Provinsi Aceh 2014 jumlah armada penangkapan
ikan di Kabupaten Aceh Barat mencapai 848 unit, yang didominasi oleh armada
perahu kapal motor 559 unit. Rincian data jumlah armada penangkapan dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah armada penangkapan pada tahun 2010 – 2014
Armada
Perahu tanpa motor
2010
2011
2012
2013
2014
Jukung
74
74
74
74
74
Kecil
93
93
93
93
93
Sedang
41
41
41
41
41
Besar
7
7
7
7
7
215
215
215
215
215
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
74
74
74
74
74
565
565
565
559
559
639
639
639
633
633
Sub Total
Pertumbuhan per tahun Perahu tanpa
motor
Rata rata pertumbuhan per tahun perahu
tanpa motor
Motor
perahu motor
tempel
Kapal Motor
Sub Total
22
Lanjutan tabel 5. Jumlah armada penangkapan tahun 2010 - 2014
0,00
0,00
0,00
Pertumbuhan per tahun Perahu Motor
Rata rata pertumbuhan per tahun
-0,19
perahu motor
Total
854
854
854
Pertumbuhan per tahun Armada
Penangkapan Ikan
0,00
0,00
0,00
Rata rata pertumbuhan per tahun
-0,14
Sumber: DKP Provinsi Aceh, 2010 - 2014; diolah kembali
-0,94
0,00
848
848
-0,70
0,00
Adapun rata-rata pertumbuhan per tahun armada perahu tanpa motor tidak
mengalami pertumbuhan per tahunnya selama periode tahun 2010-2014,
sedangkan untuk armada perahu motor rata-rata pertumbuhan per tahunnya
mengalami penurunan sebesar -.0,19% , dan untuk armada penangkapan ikan dari
tahun 2010-2014 rata-rata pertumbuhan pertahun mengalami penurunan yaitu
sekitar -0.14 % per tahun.
Armada (Unit)
856
854
854
854
854
852
850
848
848
2013
2014
848
846
844
2010
2011
2012
Tahun
Gambar 7. Grafik Pertumbuhan armada penangkapan tahun 2010 - 2014
Berdasarkan gambar diatas maka dapat diketahui, jumlah armada
penangkapan tahun 2010-2012 mencapai 854 unit, dan tidak mengalami
penurunan maupun kenaikan dari tahun sebelunya, sedangkan pada tahun 20132014 jumlah armada penangkapan mengalami penurunan yaitu mencapai 848 unit.
23
Perahu
tanpa
motor
25%
Perahu
motor
75%
Gambar 8. Persentase jumlah armada tahun 2014
Persentase jumlah armada penangkapan ikan pada tahun 2014 untuk
perahu tanpa motor jumlah persentasenya sekitar 25%, persentase ini lebih rendah
dibandingkan dengan perahu motor mencapai jumlah persentase sekitar 75%.
4.2.3Volume produksi dan nilai produksi perikanan laut
Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut selama periode
2010-2014 di PPI Ujong Baroeh mengalami kenaikan yang cukup baik dengan
didukung oleh tingginya nilai jual ikan. Nilai produksi tertinggi dalam lima tahun
terakhir ini terjadi pada tahun 2014 dengan produksi perikanan sebesar 12.767
ton/tahun dengan nilai produksi Rp. 250.988.543. Nilai produksi yang terendah
dalam lima tahun terakhir ini terjadi pada tahun 2010 dengan produksi perikanan
sebesar
11.217
ton/tahun
dengan
nilai
produksi
Rp.155.903.166,50.
Perkembangan produksi perikanan laut periode 2010-2014 di PPI Ujong Baroeh
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Perkembangan produksi perikanan laut Kabupaten Aceh Barat selama
periode tahun 2010 – 2014.
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Volume produksi (Ton)
11.217,00
10.715,60
12.400,60
12.557
12.767
Pertumbuhan rata-rata per tahun
Sumber : DKP Provinsi Aceh,2013; diolah kembali
Pertumbuhan per tahun
0,00
-4,47
15,72
1,257
1,677
2,84
24
Volume produksi (ton)
14 000
12 000
10 000
8 000
6 000
4 000
2 000
000
11 217
10 716
2010
2011
12 401
12 557
12 767
2012
2013
2014
Tahun
Gambar 9. Grafik volume produksi tahun 2010 – 2014
Dari data yang diperoleh volume produksi tertinggi terjadi pada tahun
2014 yaitu sebesar 12.767 ton. Sedangkan volume produksi terendah terjadi
pada tahun 2011 yaitu sebesar 10.715.60 ton.
Dan rata-rata pertumbuhan
pertahun volume produksi sebesar 2.84%. Nilai produksi dari 2010-2014 dapat
dilihat di tabel 7.
Tabel 7. Nilai produksi Kabupaten Aceh Barat tahun 2010 – 2014
Tahun
Pertumbuhan per
tahun
Nilai produksi (x Rp 1000)
155.903.166,50
199.635.418,40
249.697.905,80
246.794.334
250.988.543
Pertumbuhan rata-rata per tahun
Sumber: DKP Provinsi Aceh, 2010 - 2014; diolah kembali
Nilai produksi (x Rp 1000)
2010
2011
2012
2013
2014
0,00
28,05
25,08
-1,163
1,699
10,73
300 000 000
250 000 000
200 000 000
150 000 000
100 000 000
50 000 000
000
2010
2011
2012
2013
2014
Tahun
Gambar 10. Grafik nilai produksi tahun 2010 - 2014
25
Dari data yang diperoleh nilai produksi tertinggi terjadi pada tahun 2014
yaitu Rp.250.988.543 . Sedangkan nilai produksi terendah terjadi pada tahun 2010
sebesar Rp. 155.903.166,50. Dan untuk rata-rata pertumbuhan per tahun berkisar
10,73%.
4.2.4 Nelayan
Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang
peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Peranan tersebut
didasarkan pada kemampuan nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan
alat tangkap serta pengalaman dalam menentukan fishing ground (daerah
penangkapan ikan). Nelayan di Kabupaten Aceh Barat di bagi ke dalam tiga
kategori yaitu nelayan penuh, nelayan sambilan utama, dan nelayan sambilan
tambahan. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktunya untuk menangkap
ikan. Nelayan sambilan utama nelayan yang sebagian besar waktunya untuk
menangkap ikan, dan nelayan sambilan tambahan nelayan yang hanya sebagian
kecil waktunya digunakan untuk menangkap ikan. Nelayan berdasarkan kategori
dapat di lihat pada tabel 8.
Tabel 8. Nelayan berdasarkan kategori tahun 2010 – 2014
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Nelayan
Penuh
1.134
1.134
1.134
1.987
1.987
Kategori Nelayan
Nelayan Sambilan
Nelayan Sambilan
Utama
Tambahan
582
33
582
33
582
33
608
61
608
61
Rata-rata pertumbuhan per tahun
Sumber : DKP Provinsi Aceh tahun 2010 - 2014; diolah kembali
Total
1.749
1.749
1.749
2.656
2.656
Pertumbuhan
per tahun
0,00
0
0
51,86
0,00
10,37
26
Nelayan (Jiwa)
3 000
2 656
2 656
2013
2014
2 500
2 000
1 749
1 749
1 749
2010
2011
2012
1 500
1 000
500
0
Tahun
Gambar 11. Diagram kategori nelayan tahun 2010 - 2014
Berdasarkan data Statistik Perikanan Provinsi Aceh 2010-2014, jumlah
nelayan tertinggi terjadi pada tahun 2013-2014
yaitu mencapai 2.656 jiwa
sedangkan jumlah nelayan terendah terjadi pada tahun 2010-2012. Rata-rata
pertumbuhan per tahun jumlah nelayan Kabupaten Aceh Barat yaitu sebesar
10,37% per tahun.
Nelayan
sambilan
tambahan
2%
Nelayan
sambilan
utama
23%
Nelayan
penuh
75%
Gambar 12. Persentase nelayan berdasarkan kategori tahun 2014
Persentase nelayan berdasarkan kategori pada tahun 2014. Nelayan penuh
sebesar 75%, nelayan sambilan utama sebesar 23% dan nelayan sambilan
tambahan sebesar 2%.
4.2.5 Musim dan daerah penangkapan
Aceh Barat mengenal adanya dua musim yang berpengaruh terhadap
aktivitas penangkapan ikan, yaitu musim barat dan musim timur. Musim timur
biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai April, musim ini adalah musim
27
melaut bagi nelayan dalam menangkap ikan. Sedangkan musim barat adalah
sebaliknya yaitu kondisi di mana nelayan tidak melaut yang ditandai dengan
kondisi cuaca yang buruk, angin bertiup kencang disertai badai musim barat
terjadi sekitar bulan Mei - September
Armada penangkapan ikan yang ada di Kabupaten ini didominasi oleh
armada kapal motor dengan ukuran grosstonase yang besar (5 – 10 GT), yaitu
sebanyak 534 unit (DKP Provinsi Aceh,2013) maka diduga jarak tempuh armada
tersebut jauh dari perairan Aceh Barat atau diprediksikan nelayan Kabupaten ini
melaut dengan radius 150 mil ke arah laut lepas.
28
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Unit Penangkapan Ikan (UPI) Pancing Tonda
Pancing tonda merupakan salah satu alat tangkap yang dominan untuk
jenis alat tangkap pancing yang digunakan nelayan di Kabupaten Aceh Barat
dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan. Pada tahun 2014 jumlah alat
tangkap pancing tonda di Kabupaten Aceh Barat mencapai 82 unit atau 12,56%
dari total jenis alat tangkap pancing yaitu 588 unit (DKP Provinsi Aceh, 2013).
Unit pancing tonda merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan
ikan yang terdiri dari kapal, alat tangkap, daerah penangkapan ikan dan nelayan.
Dalam operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda terdiri atas tiga
aktivitas yaitu persiapan pembekalan melaut, kegiatan penangkapan dan kegiatan
paska penangkapan.
5.1.1.1 Kapal pancing tonda
Armada penangkapan Pancing tonda di PPI Ujong Baroeh pada umumnya
berupa kapal motor. Kapal pancing tonda yang ada di PPI Ujong Baroeh memiliki
ukuran GT yang bervariasi, dengan kisaran 5 - 12 GT. Hasil wawancara dengan
nelayan pancing tonda mengatakan bahwa jumlah palkah pada kapal pancing
tonda adalah 3 buah, 2 buah diantaranya terdapat dibagian depan kapal dan 1 buah
terdapat dibagian belakang. Kapasitas palkah pada pancing tonda dapat
menampung hasil tangkapan sebesar 5 ton. Gambar kapal pancing tonda dapat
dilihat pada gambar 13.
29
Gambar 13. Kapal pancing tonda
Kasko kapal pada kapal pancing tonda yang terdapat di PPI Ujong Baroeh
adalah round flat bottom yaitu tipe kasko kapal dengan bentuk bulat yang rata
bagian bawahnya.
Sumber : Rouf, 2004
5.1.1.2 Alat tangkap pancing tonda
Alat tangkap pancing tonda atau yang lebih dikenal nelayan dengan
sebutan pancing tuna atau pancing tongkol sudah lama digunakan oleh nelayan
Ujong Baroeh. Alat tangkap ikan pelagis ini terdiri dari beberapa bagian yaitu tali
utama, pemberat, mata pancing dan roll pengulung. Komponen alat tangkap
pancing tonda dapat dilihat pada tabel 9 dan gambar 14.
30
Tabel 9. Komponen alat tangkap pancing tonda
No
Komponen alat tangkap
Ukuran
Jumlah
1
Tali utama
120
1
2
Tali cabang
70
21
3
4
Pemberat
Mata pancing
12 kg
no 9
2
21
5
Roll penggulung
_
5
Gambar 14. Alat tangkap pancing tonda
5.1.1.3 Nelayan
Kegiatan penangkapan unit penangkapan ikan pancing tonda di Ujong
Baroeh menggunakan tenaga kerja sebanyak 3 orang yaitu terdiri dari nahkoda,
pawang dan ABK merangkap juru masak. Pada umumnya nelayan pancing tonda
PPI Ujong Baroeh tinggal di Padang Serahet Kecamatan Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat.
5.1.1.4 Volume dan nilai produksi pancing tonda
Berdasarkan tabel 10 volume produksi pancing tonda tertinggi terjadi pada
tahun 2012 mencapai 2449,9 ton dengan nilai produksi Rp. 49.313,29. Pancing
tonda menyumbang sebesar 17,16% dari total produksi Kabupaten Aceh Barat.
31
Tabel 10. Volume dan nilai produksi pancing tonda
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Volume produksi
560,7
543,6
2449,9
2177,5
2191,5
Nilai produksi (x Rp 1000)
7.793,07
10.127,46
49.313,29
42.798.125,46
43.082.719.80
Sumber :DKP Provinsi Aceh 2010-2014; data diolah kembali
5.1.1.5 Penentuan daerah penangkapan
Penentuan daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan salah satu
faktor yang menentukan keberhasilan operasi penangkapan ikan. Pada umumnya
nelayan Ujong Baroeh melakukan penangkapan ke Pantai Murami (Sabang),
Pantai Kausar (Sinabang) dan garis merah (perbatasan laut Hindia). kegiatan
penentuan daerah penangkapan oleh nelayan pancing tonda dilakukan dengan
memanfaatkan informasi dari nelayan lainnya. Selain itu, nelayan juga
menggunakan teknologi berupa GPS (Global Positioning System) untuk
menyimpan titik koordinat daerah penangkapan sebelumnya yang dinilai
potensial. GPS (Global Positioning System) juga berfungsi untuk menuju lokasi
penangkapan yang dinilai potensial yang diperoleh dari informasi sesama nelayan.
5.1.2 Operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda
5.1.2.1 Kegiatan pembekalan melaut
Pembekalan melaut UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroeh terdiri atas
kebutuhan BBM, air bersih, es balok dan kebutuhan logistik. Kebutuhan
pembekalan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan operasi penangkapan ikan,
baik untuk kapal, mesin kapal, maupun nelayan. Nilai total perbekalan dalam satu
trip adalah berkisar antara Rp 8.000.000 - Rp 12.000.000-, tergantung ukuran
kapal, jumlah ABK yang melaut, dan lama operasi.
1. Bahan bakar minyak (BBM)
BBM merupakan kebutuhan pokok dalam unit penangkapan ikan (UPI)
pancing tonda. Dalam satu trip penangkapan ikan, nelayan membawa BBM
32
sekitar 600 - 1000 liter. Untuk memenuhi kebutuhan BBM, nelayan mendapatkan
BBM ke luar area PPI, dimana nelayan harus memperlihatkan dokumen yang
menujukkan bahwa BBM tersebut digunakan untuk kebutuhan melaut.
Adapun kendala yang dihadapi saat aktivitas persediaan BBM adalah
nelayan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pengangkutan BBM dari
SPBU terdekat ke area PPI dengan menggunakan becak. Satu trip lama melaut
unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda 7 – 15 hari. Persediaan BBM yang
dibawa kapal pancing tonda dapat dilihat pada tabel 11 dan gambar 15.
Tabel 11. Estimasi kebutuhan BBM UPI pancing tonda
No
Lama melaut (hari)
Kebutuhan BBM
1
15
1000 liter
2
12
800 liter
3
7
600 liter
Sumber : Hasil wawancara dengan 10 orang nelayan pancing tonda
Gambar 15. BBM yang disimpan dalam bak penampung
2. Air bersih
Air bersih digunakan untuk mendukung kegiatan sehari-hari para nelayan,
seperti memasak, mencuci, dan berwudhu. Dalam satu trip nelayan membawa air
bersih 9 – 15 jirigen (1 jirigen = 35 liter). Persedian air bersih dapat dilihat pada
tabel 12 dan gambar 16.
Tabel 12. Estimasi kebutuhan air bersih
No
1
2
3
Lama melaut (hari)
15
12
7
Air bersih (liter)
525 liter
420 liter
245liter
33
Gambar 16. Persediaan air bersih yang disimpan dalam jirigen
3.
Es balok
Es balok memegang peranan penting untuk menjaga kualitas hasil
tangkapan (lihat gambar 16). Harga es balok yang terdapat di area PPI ujong
baroeh Rp.12.000 / batang. Dalam satu trip melaut nelayan membawa es balok
sebanyak 50 - 60 batang. Dengan persediaan es yang cukup, maka kualitas hasil
tangkapan dapat terjaga sehingga dapat dijual dengan harga yang baik. Estimasi
kebutuhan es dapat dilihat pada tabel 13 dan gambar 16.
Tabel 13. Estimasi kebutuhan es
No
1
2
3
Lama melaut (hari)
15
12
7
Kebutuhan Es (batang)
60 batang
50 batang
50 batang
Gambar 17. Persediaan es balok yang dibawa kapal pancing tonda
34
4.
Kebutuhan logistik
Kebutuhan logistik merupakan faktor yang cukup penting untuk
mendukung kinerja nelayan. Makanan yang cukup akan membuat nelayan dapat
bekerja dengan baik. Bahan makanan yang disiapkan diantaranya beras, telur,
sayur - sayuran, camilan, minyak goreng dan rokok. Untuk menyiapkan
kebutuhan makanan nelayan mengeluarkan biaya Rp 2.000.000 – Rp 6.000.000.
Persediaan bahan makanan dapat diliht pada gambar 17.
Gambar 18. Persedian bahan makanan untuk nelayan
5.1.2.2 Kegiatan penangkapan ikan
Kegiatan operasi penangkapan menggunakan pancing tonda dapat
dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan dimana nelayan
memasangkan rumbai – rumbai ke pancing. Tahap penurunan yaitu penurunan
pancing ke dalam air setelah pancing di turunkan baru dilakukan pemasangan tali
utama. Tahap terakhir adalah tahap penarikan pancing menggunakan kapal.
Kecepatan kapal saat kegiatan penangkapan 5 – 6 knot. Operasi penangkapan
umumnya dilakukan pada pagi hari sampai dengan sore hari, sekitar pukul 06.00 18.00 atau selama 12 jam.
Umumnya kegiatan penurunan pancing hanya
dilakukan satu kali dalam satu hari.
1. Jenis umpan
Pancing tonda atau troll line yang digunakan nelayan Ujong Baroeh dalam
proses penangkapan menggunakan umpan palsu. Yaitu rumbai – rumbai tali rafia
yang terbuat dari tali plastik warna warni, penggunaan rumbai – rumbai
dimaksudkan agar umpan terlihat lebih atraktif oleh ikan (lihat gambar 18).
35
Gambar 19. Umpan palsu
2. Jenis ikan hasil tangkapan
Jenis - jenis ikan pelagis yang banyak ditangkap oleh nelayan dengan
pancing tonda di PPI Ujong Baroeh adalah cakalang (Katsuwonus pelamis),
madidihang (Thunnus albacares), tongkol (Euthynnus affinis) dan salam (Elagatis
bipinnulata). Jenis ikan hasil tangkapan dapat dilihat pada gambar 20.
Gambar 20. Jenis dan ikan hasil tangkapan
3. Perjalanan
Jarak tempuh kapal pancing tonda ke daerah penangkapan ikan (fishing
ground) rata- rata 300 mil lebih atau sekitar 3 hari perjalanan dengan kecepatan
kapal 8 – 10 knot. Selama perjalanan, para nelayan biasa memanfaatkan waktu
untuk istirahat, makan, ibadah atau menikmati hiburan (menonton vcd atau
televisi) untuk mengisi tenaga, menjaga stamina dan kesegaran.
36
5.1.2.3 Kegiatan paska penangkapan
1.
Cara penanganan diatas kapal
Cara penanganan hasil tangkapan yang dilakukan ikan yang tertangkap
dilepas dari mata pancing dan dilakukan pembuangan insang dan isi perut.
Pembuangan insang dan isi perut hanya dilakukan untuk ikan yang berukuran
dibawah 2 kg di karenakan ikan yang yang berukuran di bawah 2 kg akan cepat
mengalami pembusukan. Ikan yang sudah di buang insang dan isi perut langsung
dimasukkan ke dalam palkah yang sebelumnya sudah berisi es balok. Peranan es
untuk menjaga kesegaran ikan dan merupakan langkah penanganan ikan di atas
kapal. Selain menggunakan es, pengawetan ikan juga dapat diproses dengan
melakukan penggaraman. Untuk lebih menghemat biaya nelayan pancing tonda
tidak menggunakan garam tapi air laut yang langsung dicampurkan dengan es
balok. Kemudian setelah hasil tangkapan ikan dianggap cukup penuh maka kapal
kembali ke Pelabuhan Perikanan PPI Ujong Baroeh (fishing base).
2. Pendaratan hasil tangkapan
Pendaratan hasil tangkapan UPI pancing tonda terdiri atas beberapa
aktivitas yaitu tambat labuh kapal, dimana kapal merapat ke dermaga setelah
sampai di pelabuhan. Pembongkaran hasil tangkapan, Setelah kapal berlabuh
hasil tangkapan dikeluarkan dari dalam palkah. Setelah itu, dilakukan Penyortiran
untuk memisahkan ikan yang berbeda jenis maupun ukuran. Pengangkutan,
setelah penyortiran selesai
hasil
tangkapan
langsung
diangkut
dengan
menggunakan becak menuju ke tempat pelelangan ikan (TPI). Untuk kegiatan
penimbangan dan pelelangan di lakukan oleh Toke Bangku. Hasil tangkapan yang
didaratkan oleh kapal pancing tonda mencapai 2 – 5 ton per trip. Proses
penyortiran dapat dilihat pada gambar 20.
37
Gambar 21. Penyortiran ikan menurut jenis dan ukuran
3.
Paska pendaratan ikan di PPI
Aktifitas nelayan pancing tonda di pelabuhan perikanan (fishing base)
setelah kegiatan bongkar muat adalah perawatan kapal perikanan dan perawatan
alat tangkap. Perawatan kapal perikanan terdiri atas pencucian kapal oleh buruh
dengan biaya Rp 400.000 – Rp 800.000-. Perawatan kapal dilakukan selama 6
bulan sekali (dua kali setahun) biaya Rp. 6.000.000 /tahun. Pengecatan ulang
pada badan kapal juga biasa dilakukan jika dirasa perlu. Sedangkan perawatan alat
tangkap tidak ada perlakuan khusus yang dilakukan nelayan hanya mengganti
yang rusak seperti pergantian tali pancing, mata pancing dan umpan buatan yang
rusak karna kegiatan penangkapan. Perawatan alat tangkap dilakukan selama 6
bulan sekali (dua kali setahun) dengan total biaya Rp 1.500.000 - Rp 2.000.000
/tahun.
5.1.3 Alternatif pengembangan UPI pancing tonda
Dalam menyusun alternatif pengembangan UPI pancing tonda digunakan
analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT= Strengths,
Weaknesses, Opportunities, Threats), yaitu analisis alternatif yang digunakan
untuk
mengindentifikasi
berbagai
faktor
secara
sistematis
untuk
memformulasikan suatu kebijakan pengembangan. Analisis SWOT merupakan
penelitian tentang hubungan atau interaksi unsur-unsur internal, yaitu kekuatan
dan kelemahan terhadap unsur-unsur eksternal, yaitu peluang dan ancaman.
38
5.1.3.1 Matriks faktor strategi internal (IFAS)
Berdasarkan keadaan perikanan tangkap di PPI Ujong Baroeh dan kondisi
daerah, dapat diketahui faktor-faktor pendukung yang dapat dijadikan sebagai
kekuatan dan kelemahan dalam menyusun alternatif pengembangan . Faktorfaktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan sebagai berikut:
Kekuatan:
1. Volume dan nilai produksi hasil tangkapan relatif tinggi
2. Hasil tangkapan ikan bernilai ekonomis tinggi
3. Armada penangkapan cukup tersedia
Kelemahan :
1. Sarana dan prasarana untuk bongkar muat belum memadai
2. SPDN di area PPI belum beroperasi secara efektif
Faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan yang telah
diidentifikasi, kemudian ditabulasikan ke dalam matriks internal strategic factor
analysissummary (IFAS). Matriks IFAS ini menggambarkan secara kuantitatif
nilai dari kekuatan dan kelemahan yang ada dalam kondisi perikanan tangkap di
PPI Ujong Baroeh. Berdasarkan hasil matriks IFAS didapat skor terbobot sebesar
yang berarti bahwa kondisi internal perikanan Pancing tonda di PPI Ujong Baroeh
didominasi oleh kekuatan yang dapat mendorong perkembangan perikanan
Pancing tonda. Matriks IFAS dapat dilihat pada Tabel 14.
39
Tabel 14. Matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) Alternatif
pengembangan unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda
Bobot
X
Alternatif
Faktor - faktor internal
Bobot Skor skor
pengembangan
Kekuatan
1. Volume dan nilai
produksi hasil tangkapan
1.Sarana dan prasarana
relatif tinggi
40
2
80
yang memadai
2.Penangkapan
ikan
2. Hasil tangkapan ikan
layak tangkap dengan
ekonomis tinggi
30
3
90
kontruksi alat tangkap
3.Mendukung
3. Armada penangkapan
peningkatan produksi
cukup tersedia
30
3
90
ikan pelagis
Total
100
8
260
Kelemahan
1. Prasarana untuk kegiatan
1.Memperbaiki
dan
bongkar muat belum
melengkapi sarana dan
memadai
50
3
150
prasarana
2. SPDN diarea PPI belum
2.Pengoperasian SPDN
beroperasi secara efektif
50
3
150
secara efektif
Total
100
6
300
Sumber : Data olahan 2016
Berdasarkan tabel 14 penilaian untuk faktor internal kekuatan berada pada
nilai 260 dan kelemahan pada nilai 300 yaitu termasuk ke dalam kondisi sedang
atau normal.
5.1.2.2 Matriks faktor strategi eksternal (EFAS)
Faktor eksternal terdiri dari peluang yang harus dimanfaatkan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan, sedangkan ancaman merupakan faktor-faktor
yang harus dihindari dalam alternatif pengembangan . Faktor-faktor yang menjadi
peluang dan ancaman adalah sebagai berikut:
Peluang:
1. Akses jalan, transportasi menuju PPI relatif baik.
2. Sumberdaya ikan pelagis cukup tersedia.
3. Ikan target tangkapan bernilai ekonomis tinggi.
Ancaman:
1 . Kenaikan Harga BBM
2 . Fishing ground relatif jauh
40
3 . Kegiatan ilegal fishing
Faktor-faktor eksternal berupa peluang dan ancaman yang telah
diidentifikasi, kemudian ditabulasikan ke dalam matriks external strategic factor
analysis summary (EFAS). Matriks EFAS ini menggambarkan secara kuantitatif
nilai dari peluang dan ancaman yang ada kaitannya dengan pengembangan
perikanan Pancing tonda di PPI Ujong Baroeh Matriks EFAS dapat dilihat pada
Tabel 15.
Tabel 15. Matriks External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) Alternatif
pengembangan unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda.
Faktor -faktor
Bobot
eksternal
Bobot Skor X skor Alternatif pengembangan
Ancaman
1. Peningkatan hasil
1. Kenaikan harga BBM
40
3
120
tangkapan
2. Pemanfaatan teknologi
2. Fishing ground relatif
dan alat bantu
jauh
40
3
120
penangkapan
3. Kegiatan ilegal
3. Peningkatan keamanan
fishing
20
3
60
dilaut
Total
100
9
280
Peluang
1. Akses jalan,
transportasi menuju
1. Peningkatan produksi
PPI relatif baik
30
3
90
perikanan
2. Sumberdaya ikan
2. Pemanfatan sumberdaya
pelagis cukup tersedia
30
2
60
perikanan secara rasional
3. Ikan target tangkapan
bernilai ekonomis
3. Peningkatan pemasaran
tinggi
40
3
120
keluar daerah
Total
100
8
270
Sumber : Data olahan 2016
Berdasarkan tabel 15 penilaian untuk faktor eksternal ancaman berada
pada nilai 280 dan peluang pada nilai 270 yaitu termasuk ke dalam kondisi sedang
atau normal.
5.1.2.3 Matriks SWOT
Matriks SWOT digunakan untuk menentukan beberapa alternatif strategi
dalam pengembangan perikanan tangkap. Alternatif strategi diperoleh berdasarkan
kondisi internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap kegiatan operasi kapal
pancing tonda di PPI Ujong Baroeh. Adanya alternatif strategi pengembangan
41
untuk penangkapan pancing tonda diharapkan dapat meningkatkan potensi
perikanan ujong baroeh dan mampu meningkatkan produksi serta mutu hasil
tangkapan yang lebih baik. Alternatif strategi pengembangan unit penangkapan
pancing tonda bisa dilihat pada tabel 16 diagram matriks SWOT.
Tabel 16.Diagram matrik SWOT
IFAS
STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
1. Volume dan nilai
1. Prasarana untuk
produksi hasil tangkapan
kegiatan bongkar muat
relatif tinggi
belum memadai
2. Hasil tangkapan ikan
2. SPDN di area PPI
ekonomis tinggi
belum beroperasi
3. Armada penangkapan
secara efektif
cukup tersedia
EFAS
OPPORTUNITIES (O)
1. Akses
transportasi
STRATEGI SO
jalan, 1. Peningkatan
menuju
PPI relatif baik
STRATEGI WO
produksi
perikanan (S2, O1, O3)
2. Memanfaatkan
2. Sumberdaya
sumberdaya ikan yang
pelagis masih cukup
ada secaraoptimal dan
tersedia
menjaga
target
sarana
dan prasarana (seperti
trolly) (W1, O1)
ikan
3. Ikan
1. Meningkatkan
kelestariannya
(S1, S2, S3,O3)
penangkapan bernilai 3. Modifikasi alat tangkap
ekonomis tinggi
pancing tonda (S3, O2,
O3)
TREATHS (T)
1. Kenaikan harga BBM
STRATEGI ST
1.
Peningkatan
tangkapan (S1, T1)
STRATEGI WT
hasil 1.
Keterlibatan
stake
holder
untuk
2. Jarak fishing ground
42
relatif jauh
2.
3.Kegiatan Ilegal fishing
3.
Pemanfaatan teknologi
mendukung aktifitas
dan
bantu
UPI pancing tonda
penangkapan ikan (S2,
dalam menyediakan
S3, T2)
fasilitas lengkap di
Meningkatkan
PPI Ujong Baroeh.
keamanan di laut (S1,
(W1, T3)
alat
S2, S3,T3)
2.
Penggunaan Mesin
yang
ramah
lingkungan (W2, T1)
5.2 Pembahasan
5.2.1 Operasional Unit Penangkapan Ikan (UPI) Pancing Tonda
Menurut monintja (1986) Aspek teknis dari suatu usaha penangkapan yang
perlu diperhatikan adalah jenis alat dan ukurannya, jenis perahu/kapal, kualifikasi
tenaga kerja yang diperlukan, metode penangkapan, lama trip, jumlah trip per
bulan, jumlah trip tahun, penanganan hasil tangkapan selama operasi, daerah
penangkapan, waktu penangkapan dan kapasitas tangkap dari unit yang
diusahakan. Pancing Tonda merupakan alat tangkap ikan tradisional yang
bertujuan untuk menangkap ikan-ikan jenis pelagis. Pancing Tonda dikelompokan
ke dalam alat tangkap pancing (Hook and Line).
5.2.1.1 Kapal pancing tonda
Kapal pancing tonda yang terdapat di PPI Ujong Baroeh memiliki ukuran
GT yang bervariasi dengan kisaran 5-12 GT. Menurut hasil penelitian Wijaya
(2012) menyatakan bahwa nelayan pancing tonda di PPN Pelabuhan Ratu
Sukabumi menggunakan kapal 4-6 GT.
5.2.1.2 Alat tangkap kapal pancing tonda
Alat tangkap pancing tonda yang digunakan nelayan Ujong Baroeh terdiri
dari beberapa bagian yaitu tali utama, pemberat, mata pancing dan roll pengulung.
Alat tangkap pancing tonda di PPI Ujong Baroeh tidak menggunakan kili – kili
akan tetapi langsung di simpulkan ke tali utama. Dalam satu kapal terdapat dua
43
unit pancing tonda dalam setiap beroperasi dan saat melakukan operasi
penangkapan pancing diletakkan pada belakang (buritan) kapal.
Menurut Sudirman dan Mallawa (2004) diacu dalam Wijaya (2012), tonda
adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh perahu atau kapal.
Pancing diberi umpan segar atau umpan buatan, karena pengaruh tarikan dalam
air akan merangsang ikan buas untuk menyambarnya. Alat tangkap pancing tonda
ini sangat dikenal oleh nelayan Indonesia karena harganya relatif murah dan
mudah dijangkau oleh nelayan kecil.
Secara garis besar kontruksi pancing tonda yang dimiliki nelayan terdiri
dari tali pancing yang terdiri dari dua jenis yaitu tali utama (main line) dan tali
cabang (branch line), kili – kili (swivel), mata pancing (hook), roll penggulung
tali. Gambaran umum dari bentuk pancing tonda sebagai berikut tali utama
diikatkan pada ujung kili – kili. Kemudian ujung kili – kili yang belum terikat,
diikatkan pada tali cabang. Selanjutnya, tali cabang diikatkan pada mata pancing.
Ditengah – tengah tali cabang diberi pemberat.Umpan yang digunakan adalah dari
jenis umpan buatan. Umpan dipasang di bagian atas mata pancing yaitu dengan
mengikatkan umpan pada lubang mata pancing yang merupakan tempat
mengaitkan tali cabang. Pemasangan umpan dibagian atas mata pancing berfungsi
untuk menutupi mata pancing agar tidak terlihat ikan sehingga dapat mengelabuhi
pandangan ikan (Wijaya, 2012).
Dalam satu kapal terdapat enam unit pancing tonda dalam setiap
beroperasi. Dua pancing berada disamping kapal dan empat buah pancing terdapat
pada belakang (buritan) kapal. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan hasil
tangkapan (Wijaya, 2012).
5.2.1.3 Nelayan
Nelayan pancing tonda di PPI Ujong Baroeh dalam satu unit penangkapan
sebanyak 2 - 3 orang ABK. Hal ini sesuai dengan wijaya (2012) yang menyatakan
bahwa dalam satu unit penangkapan pancing tonda di PPN Pelabuhan Ratu
Sukabumi menggunakan 2 orang ABK.
5.2.1.4 Daerah penangkapan
Nelayan pancing tonda di PPI Ujong Baroeh melakukan penangkapan ke
daerah ke Pantai Murami (Sabang), Pantai kausar (Sinabang), dan garis merah
44
(perbatasan laut Hindia). Titik kordinat daerah penangkapan tentukan dengan
bantuan GPS (Global Positioning System) dan informasi dari sesama nelayan.
Lama perjalanan dari pelabuhan perikanan (Fishing base) ke daerah penangkapan
(Fishing ground) tiga hari tiga malam dengan kecepatan kapal 8 -10 knot.
Putra dan Manan (2014) menyebutkan pada operasi alat tangkap pancing
tonda yang dilakukan nelayan prigi pada umumnya dilakukan di daerah sekitar
rumpon laut dalam. Titik koordinat daerah penangkapan ikan ditentukan dengan
Global Positioning System (GPS). Lama perjalanan untuk menuju letak rumpon
tersebut 12 jam dengan kecepatan 9 knot.
5.2.1.5 Kegiatan penangkapan
Kegiatan operasi penangkapan yang dilakukan nelayan pancing tonda di
PPI Ujong Baroeh yaitu persiapan, penurunan, dan penarikan. Kecepatan kapal
saat melakukan penarikan pancing (trolling) 5 – 6 knot. Penangkapan dilakukan
pada jam 06.00 – 18.00 atau selama 12 jam. Penurunan pancing hanya dilakukan
satu kali dalam sehari. Hal ini sesuai dengan Wijaya (2012) yang menyebutkan
kecepatan kapal pada saat penarikan (trolling) berkisar antara 2 – 6 knot. Selain
itu, Putra dan Manan (2014) juga menyatakan saat setting kapal tetap berjalan
mengelilingi posisi rumpon dengan kecepatan 4-5 knot, sambil mengamati arus
dengan posisi menebar jaring. Dalam operasi penangkapan ini kapal menurunkan
6 set pancing tonda, dan membutuhkan 3 orang dimana 1 ABK nya
mengoperasikan 2 set pancing. Posisi setiap ABK saat mengoperasikan pancing
tersebut yaitu dua orang di bagian belakang samping kapal setelah sebelah kanan
dan kiri, serta satu orang lainnya di bagian belakang kapal.
Putra dan Manan (2014) juga menyebutkan Proses trolling merupakan
proses penarikan alat tangkap pancing tonda oleh kapal pada kecepatan 3-4 knot,
dengan jarak kapal kurang lebih 40 m dari posisi rumpon agar tali pancing tidak
tersangkut dengan bagian – bagian rumpon. Kapal mengitari rumpon ini
berlangsung secara terus menerus ampai kegiatan pengoperasian istirahat, dalam
mengitari rumpon, kapal berjalan dengan posisi berlawanan arus. Karena dalam
posisi ini kapal membelakangi ikan dengan posisi alat tangkap berada di depan
ikan. Ketika posisi kapal berjalan yang dilakukan yaitu menyentakkan pancing
tonda turun naik. Perlakuan ini berfungsi agar posisi pancing dan umpan seolah –
45
olah dapat bergerak aktif naik turun atau melayang - layang sehingga ikan – ikan
yang bersifat pemangsa akan tertarik atau terangsang oleh gerakan ikan tersebut.
5.2.1.6 Jenis umpan
Umpan yang digunakan nelayan pancing tonda di PPI Ujong Baroeh
berupa rumbai – rumbai tali rafia yang berwarna cerah. Penelitian ini sesuai
dengan penelitian Putra dan Manan (2014) yang menyebutkan bahwa jenis umpan
yang sering digunakan oleh nelayan pancing tonda di daerah prigi biasanya
terbuat dari rumbaian benang yang berwarna emas atau perak dan tali pita
berwarna merah dan biru, tali rafia, kain sutera, bulu ayam serta plastik warna
perak. Proses pembuatan masing – masing umpan buatan dari benang emas /
perak dengan panjang 5-7 cm. Untuk benang pita panjang dengan panjang 4-6 cm,
dimana kesemua bahan tersebut dibuat merumbai.55 Selanjutnya masing – masing
bahan dipasangkan pada mata pancing dan diikat menggunakan benang sampai
menutupi bagian atas mata pancing.
Umpan yang terpasang pada pancing tonda memiliki posisi di atas simpul
mata pancing. Pemasangan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan pipa
cotton bud yang sudah digabungkan dengan benang emas/perak atau tali pita yang
terubai sedemikian rupa. Pipa cotton bud dimasuki senar yang digunakan untuk
mengait mata pancing. Untuk memasukkan senar, terlebih dahulu senar tidak
dikaitkan dengan mata pancing. Apabila senar masuk ke dalam pipa cotton bud,
maka mata pancing baru dikaitkan pada senar (Putra dan Manan, 2014).
5.2.1.7 Jenis ikan hasil tangkapan
Jenis ikan pelagis yang sering tertangkap oleh nelayan pancing tonda di
PPI Ujong Baroeh yaitu cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Thunnus
albacares), tongkol (Euthynnus affinis) dan salem (Elagatis bipinnulata). Menurut
Subani dan Barus (1989), salah satu alat tangkap rawai atau pancing tonda dapat
menangkap beberapa ikan pelagis besar, antara lain : tuna sirip kuning (Thunnus
albacares), cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna mata besar (Thunnus obesus),
albacora (Thunnus alalunga). Adapun hasil tangkapan sampingan (by catch)
adalah : ikan layaran (Istophorus orientalis), setuhuk putih (Makaira mazara),
ikan pedang (xiphias gladius), setuhuk hitam (Makaira indica), setuhuk loreng
46
(tetrapturus mitsukurii), berbagai jenis cucut (cucut mako, cucut martil dan
sejenisnya).
Selain itu, hasil penelitian Putra dan Manan (2014) menyebutkan bahwa
ikan hasil tangkapan pancing tonda adalah ikan tuna jenis kecil (baby tuna)
(Thunnus albacares), cakalang (Katsuwonus pelamis) dan tongkol (Euthynnus
affinis). Jenis ikan tuna yang sering tertangkap adalah jenis tuna sirip kuning
(yellow fin).
5.1.2.8 Penanganan hasil tangkapan diatas kapal
Kecepatan kapal pada saat pengangkatan hasil tangkapan ke atas kapal 1,5
– 2,5 knot. Putra dan Manan (2014) menyebutkan proses hauling merupakan
proses pengangkatan hasil tangkapan ke atas kapal kecepatan kapal saat hauling
ditambah menjadi 3,5 - 4,5 knot. Proses ini dilakukan dengan cara menarik
pancing secara cepat setelah ikan memakan umpan. Penarikan dilakukan oleh
ABK secara cepat yang bertujuan agar pancing berikutnya bisa diturunkan lagi ke
perairan. Ikan hasil tangkapan tadi dilepaskan dari mata pancing dan langkah
selanjutnya dilakukan penanganan paska tangkap.
Cara penanganan hasil tangkapan yang dilakukan nelayan pancing tonda
di PPI Ujong Baroeh yaitu ikan yang tertangkap dilepas dari mata pancing dan
dilakukan pembuangan insang dan isi perut. Pembuangan insang dan isi perut
hanya dilakukan untuk ikan yang berukuran dibawah 2 kg di karenakan ikan yang
berukuran di bawah 2 kg akan cepat mengalami pembusukan. Ikan yang sudah di
buang insang dan isi perut langsung dimasukkan ke dalam palkah yang
sebelumnya sudah berisi es balok.
Putra dan Manan (2014) menyebutkan Ikan yang tertangkap dilepas dari
kail dan langsung dimasukkan ke dalam cool box yang berisi balok es dan serutan
es (es balok yang dihaluskan) dengan maksud untuk menjaga mutu kesegaran
ikan. Kapal dengan palkah (cool box) terisi penuh menuju pelabuhan untuk segera
melakukan bongkar muatan. Bongkar muatan dilakukan oleh ABK yang dibantu
oleh kuli angkut keranjang yang menunggu di pelabuhan. ABK membuka palkah
dan mengeluarkan ikan hasil tangkapan untuk dimasukkan ke dalam keranjang
dengan melakukan sortir berdasarkan jenis dan ukuran ikan. Hasil penelitian di
PPI Ujong Baroeh nelayan pancing tonda tidak menggunakan serutan serutan es.
47
Namun hanya menggunakan es balok. Nelayan tidak menggunakan serutan es
diduga untuk menghemat biaya melaut dan palkah belum sesuai dengan standar
palkah, sehingga ditakutkan jika menggunakan es serutan tersebut akan cepat
mencair.
Anonim (2010) menyatakan teknik penanganan pasca penangkapan dan
pemanenan berkolerasi positif dengan kualitas ikan dan hasil perikanan yang
diperoleh. Semakin baik teknik penanganannya maka semakin bagus kualitas
ikan, dan semakin tinggi nilai jual ikan tersebut.
5.2.2 Alternatif pengembangan UPI pancing tonda
1. Strategi Strengths-Opportunity (SO)
Strategi SO adalah strategi menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
memanfaatkan peluang yang ada. Berdasarkan dari kekuatan dan peluang yang
diperoleh, maka strategi yang sebaiknya dilakukan yaitu para nelayan yang ada di
Kabupaten Aceh Barat memanfaatkan sumber daya ikan yang ada secara optimal
dan menjaga kelestariannya dengan cara mengawasi kegiatan penangkapan ikan.
Sumberdaya ikan yang masih melimpah harus dimanfaatkan secara bijaksana.
Pemerintah dalam hal ini harus mengawasi pemanfaatan yang dilakukan
masyarakat agar pemanfaatannya tidak berlebihan sehingga sumberdaya ikan akan
tetap lestari. Selain itu, pemerintah juga harus membuat kebijakan-kebijakan yang
mendukung aktivitas perikanan tangkap supaya pemanfaatan sumberdaya ikan
yang ada bisa optimal sehingga target peningkatan produksi bisa tercapai.
2. Strategi Weakness-Opportunity (WO)
Strategi WO adalah Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk
memanfaatkan peluang. Strategi WO yang dapat digunakan yaitu melengkapi
fasilitas yang belum tersedia seperti trolli. Pengadaan trolli dimaksudkan untuk
menunjang aktifitas nelayan di PPI Ujong Baroeh. Pengadaan trolli harus segera
dilakukan karena ketika musim puncak para pemilik ikan harus mengeluarkan
biaya yang cukup banyak dalam proses pengangkutan hasil tangkapan.
48
3. Strategi Strengths-Threats (ST)
Strategi ST yaitu strategi memanfaatkan kekuatan untuk menghindari
ancaman. Strategi ST petama yang dapat dilakukan adalah nelayan harus
meningkatkan hasil tangkapan dengan pengeluaran modal yang bertambah besar
diharapkan nelayan juga dapat meningkatkan produksi tangkapan.
Strategi yang kedua dapat dilakukan dengan pemanfaatan teknologi dan
alat bantu penangkapan seperti rumpon hal ini diharapkan dapat meningkatkan
hasil tangkapan nelayan.
Strategi yang ketiga yang dapat dilakukan adalah diharapkan kepada
pemerintah untuk terus meningkatkan keamanan di laut supaya pelaku ilegal
fishing tidak masuk ke daerah penangkapan nelayan PPI Ujong Baroeh.
4. Strategi Weakness-Threats (WT)
Strategi WT merupakan strategi untuk mengurangi kelemahan dan
menghindari ancaman. Strategi yang bisa diambil yaitu Keterlibatan stakeholder
untuk mendukung aktifitas UPI pancing tonda dalam menyediakan fasilitas
lengkap di PPI Ujong Baroeh.
49
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan kesimpulan sebagai berikut :
1.
Kondisi operasional UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroeh terdiri atas
kegiatan pembekalan melaut (BBM, air bersih, es, logistik), kegiatan
penangkapan ikan dan kegiatan paska penangkapan ikan.
2.
Alternatif pengembangan operasional UPI terdiri dari peningkatan produksi
perikanan di PPI Ujong Baroeh, pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal
dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan, meningkatkan sarana dan
prasarana PPI Ujong Baroeh, pemanfaatan teknologi dan alat bantu
penangkapan ikan dan keterlibatan stakeholder untuk mendukung aktivitas
UPI pancing tonda seperti persediaan fasilitas yang lebih lengkap di PPI
Ujong Baroeh.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalaah sebagai berikut :
1.
Diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai aspek Biologi, sosial dan
ekonomi UPI pancing tonda yang berada di kawasan PPI Ujong Baroeh. Hal
ini sangat penting untuk dilakukan dalam upaya melihat integrasi tiga aspek
yang dapat mendukung kelestarian SDI, kondisi sosial masyarakat (terutama
komunitas sosial nelayan) dan tingkat ekonomi nelayan pancing tonda.
2.
Pemamfaatan rumpon untuk nelayan pancing tonda agar jarak penangkapan
relatif lebih dekat.
50
Download