1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak di bagian selatan garis khatulistiwa memanjang dari Utara ke Selatan di antara 04o 96’ – 06o25’ Lintang Selatan dan 120o00’ – 123o34’ Bujur Timur, dan dari segi oseanografi posisi wilayah Kabupaten Buton berhubungan langsung dengan Laut Banda di bagian timur, Laut Flores di bagian selatan dan Teluk Bone di bagian barat. Posisi yang demikian, membuat perairan ini menjadi daerah yang cukup potensial akan sumberdaya perikanan seperti ikan pelagis besar, pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang, moluska, kerang mutiara dan rumput laut. Potensi sumberdaya perikanan yang dapat dimanfaatkan secara lestari yakni meliputi: ikan pelagis besar 19.590 ton/tahun, ikan pelagis kecil 88.800 ton/tahun, ikan demersal 2.610 ton/tahun, udang 39 ton/tahun, cumi-cumi 50 ton/tahun, kerang-kerangan 10.000 ton/tahun, dan rumput laut 25.000 ton/tahun (DJPT 2004). Jenis-jenis ikan pelagis besar yang menjadi komoditi unggulan sub-sektor perikanan tangkap Kabupaten Buton antara lain adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan madidihang (Thunnus albacares). Hal ini dapat terlihat dari data volume produksi hasil tangkapan ikan cakalang dan madidihang yang menempati urutan teratas, yakni cakalang 3.470 ton dan madidihang 2.197 ton, dibanding jenis ikan tenggiri, paruh panjang dan lain-lain. Sebagian besar produksi perikanan tersebut merupakan hasil usaha perikanan tradisional yang umumnya menggunakan kapal berukuran kecil dengan alat tangkap pancing tonda (BPS 2008). Walaupun memiliki ukuran yang relatif kecil dibanding kapal penangkap tuna lainnya, kapal pancing tonda mempunyai daerah jelajah yang cukup luas karena dalam operasi penangkapan, kapal ini bersifat aktif tergantung pada pergerakan ikan, daerah penangkapan, musim dan perpindahan daerah penangkapan. Dengan demikian kemungkinan besar kapal tersebut akan berpapasan dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seperti gelombang besar maupun peristiwa lainnya yang 2 dapat mengancam keselamatan nelayan. Berdasarkan informasi yang diterima dari nelayan pancing tonda bahwa kecelakaan di laut banyak disebabkan oleh kondisi alam dibanding penyebab lain. Oleh karena itu, kapal pancing tonda tidak hanya dibangun dengan material yang kuat, tetapi juga harus memiliki kelayakan desain yang dapat memberikan unjuk kerja atau keragaan teknis kapal sesuai kondisi lingkungan dan fungsi peruntukannya. Bhattacharyya (1978) mengatakan bahwa kelayakan desain sebuah kapal akan mempengaruhi keragaan teknis kapal pada saat berlayar di laut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi, salah satunya adalah jenis material yang dipakai membangun kapal. Berbeda jenis material yang dipakai, akan berbeda pula keragaan teknis kapal yang dihasilkan. Kapal pancing tonda yang dibangun para pengrajin di sejumlah galangan tradisional di Kabupaten Buton umumnya masih menggunakan kayu sebagai material konstruksi kapal. Hal ini selain didasarkan pada kebiasaan pendahulu, material kayu juga dianggap murah dan mudah diperoleh di sekitar lokasi pembuatan kapal. Namun dengan maraknya eksploitasi kayu yang berlebihan akhir-akhir ini maka kondisi tersebut tidak dapat dipertahankan. Kenyataan membuktikan bahwa kebanyakan pengrajin kapal kesulitan mendapatkan kayu dengan harga murah terutama dari jenis dan ukuran yang sesuai untuk bahan baku kapal pancing tonda. Kondisi demikian turut berpengaruh terhadap tingginya harga kapal yang diproduksi para pengrajin, dan hal ini tentu menjadi kendala bagi pengembangan armada kapal pancing tonda dalam upaya memanfaatkan sumberdaya ikan tuna dan cakalang ke arah yang lebih optimal. Berdasarkan kenyataan di atas maka upaya untuk mengkonversi penggunaan material kayu dengan material lain perlu dilakukan. Upaya tersebut kiranya harus dijadikan sebagai suatu kebijakan nasional karena hal ini dapat memberikan manfaat ganda, selain untuk kelangsungan pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya ikan tuna dan cakalang dalam rangka meningkatkan taraf hidup sebagian besar nelayan, juga untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan sumberdaya hutan yang berdampak luas pada perubahan iklim global seperti yang terjadi di berbagai belahan dunia saat ini. 3 Salah satu jenis material yang dapat digunakan sebagai pengganti material kayu adalah fiberglass. Material ini sudah lama dikenal, namun belum banyak digunakan terutama pada galangan-galangan kapal ikan tradisional. Di Indonesia, penggunaan material fiberglass lebih banyak dipakai untuk konstruksi kapal yang lebih spesifik seperti kapal-kapal pesiar atau kapal penumpang yang membutuhkan karakteristik dan keistimewaan tersendiri, sedangkan untuk kapal perikanan diakui masih terbatas pada jenis kapal tertentu dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Di Sulawesi Tenggara, pengadaan kapal pancing tonda dari material fiberglass pernah dilakukan Pemda Kabupaten Buton melalui program pemberdayaan nelayan, namun hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan sebelumnya, diperoleh informasi bahwa sebagian besar nelayan pengguna tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan angsuran harga kapal yang terlalu tinggi. Selain boros dalam penggunaan bahan bakar, keragaan teknis kapal juga tidak sesuai dengan tujuan penggunaannya sebagai kapal penangkap ikan tuna dan cakalang dengan alat pancing tonda. Hal ini menjadi penyebab mengapa nelayan lebih memilih tidak melaut atau mengalihkan fungsi kapal tersebut untuk kegiatan-kegiatan lain yang lebih menguntungkan. Permasalahan di atas menggambarkan sebuah contoh desain kapal fiberglass yang dibangun secara konvensional dengan mengandalkan keterampilan pengrajin tanpa didasari dengan pemahaman tentang filosofi desain kapal ikan serta kelengkapan dan perhitungan dari segi perencanaan, desain dan konstruksi. Kapal yang dibangun dengan cara seperti ini bukan berarti tidak dapat dipakai, tetapi memungkinkan terjadinya ketidaksesuaian antara desain kapal dengan peruntukannya. Kelemahankelemahan dari metode tersebut adalah: pertama, sering terjadi pemborosan material yang merupakan salah satu sebab utama harga kapal fiberglass menjadi mahal; kedua, pembuat kapal hanya berpatokan pada ukuran kapal yang diminta pemesan tanpa mempertimbangkan besarnya tenaga penggerak, hal ini dapat menyebabkan pemakaian bahan bakar relatif tinggi; dan ketiga, dimensi utama, rasio dimensi utama dan bentuk lambung kapal, seringkali tidak diperhitungkan secara tepat sehingga keragaan teknis kapal yang dihasilkan tidak sesuai dengan metode operasi penangkapan ikan yang menjadi tujuan penangkapan. 4 Bertolak dari beberapa permasalahan dalam program sebelumnya maka upaya untuk memenuhi kebutuhan nelayan sekaligus meningkatkan kualitas armada kapal pancing tonda, Pemda Kabupaten Buton belum lama ini mengadakan pembangunan kembali ratusan unit kapal fiberglass yang dikerjakan oleh salah satu perusahaan dari Jakarta bekerjasama dengan galangan kapal fiberglass lokal. Kapalkapal ini dibangun melalui proses konversi material kapal nelayan dari material kayu menjadi fiberglass, tanpa merubah desain bentuk dan dimensi utamanya. Melalui program ini diharapkan nelayan mampu beroperasi lebih jauh di lepas pantai. Ujicoba untuk melihat jangkauan operasional dan kemampuan unjuk kerja kapal telah dilakukan hingga ke perairan Maluku Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Hasilnya dilaporkan bahwa kapal fiberglass ternyata memiliki banyak keunggulan dibanding kapal kayu tetapi untuk beberapa hal masih membutuhkan penyempurnaan. Mengingat pentingnya kesempurnaan suatu desain kapal dalam menjamin keberhasilan operasional dan keselamatan kerja di laut, maka diperlukan suatu kajian yang sistematik dan kompleks bukan saja terhadap kapal fiberglass melainkan juga terhadap kapal kayu secara komparatif. Dengan demikian, berbagai karakteristik teknis yang diperlihatkan kedua kapal pancing tonda yang berbeda material tersebut dapat diperbandingkan. Hal ini perlu dilakukan karena sejak kapal fiberglass dioperasikan hingga sekarang belum pernah dikaji tentang perbedaan, kelebihan dan kekurangannya dibanding kapal kayu. Pengembangan desain kapal tidak hanya dilihat dari aspek teknis tetapi juga harus diperhatikan dari aspek sosial dan aspek finansial. Mahalnya harga kapal yang diproduksi galangan, ditambah dengan tingginya biaya operasional, menjadi hambatan tersendiri untuk diterima dari aspek sosial. Pelaku perikanan tangkap umumnya berharap untuk mendapatkan kapal dengan harga jual yang murah tetapi memiliki efektivitas kerja yang tangguh, tidak boros dalam penggunaan bahan bakar serta cepat kembali ke pangkalan dengan membawa hasil tangkapan dalam keadaan segar dan bernilai jual yang tinggi. Introduksi terhadap perbaikan desain dan sistem pengoperasian kapal pancing tonda dengan berbagai metode diharapkan dapat meningkatkan jaminan keselamatan dan keberhasilan operasi penangkapan. Target utama dari penelitian ini adalah untuk menemukan desain kapal pancing tonda dengan material fiberglass yang memiliki karakteristik sesuai dengan fungsinya. 5 1.2 Perumusan Masalah Kebutuhan kayu yang selama ini digunakan sebagai material untuk membuat kapal terutama pada galangan-galangan kapal rakyat, ternyata telah menghadapi masalah dalam penyediaannya. Hal ini bukan saja disebabkan karena harga kayu yang semakin tinggi melainkan ketersediaannya di alam juga semakin menipis. Apabila kondisi di atas tidak dicarikan alternatif pengganti dengan material lain maka dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap kelangsungan sumberdaya hutan maupun upaya pengembangan sarana tangkap khususnya armada perikanan rakyat yang hingga saat ini masih bergantung pada ketersediaan bahan bakul kayu. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk mengatasi kekhawatiran ini adalah dengan jalan mengkonversi penggunaan material kayu dengan fiberglass. Pembangunan kapal pancing tonda dengan material fiberglass yang telah dilakukan Pemda Kabupaten Buton, hingga sekarang efektivitas pemenuhan standar kelayakan pengoperasian belum diketahui. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian untuk mengkaji kelayakan desain kapal tersebut baik dari aspek teknis, aspek sosial, maupun dari aspek finansialnya sehingga kelemahan-kelemahan desain yang ada dapat diidentifikasi untuk disempurnakan. Penelitian ini dilakukan dengan jalan mengujioperasikan pasangan kapal pancing tonda yang berbeda material. Perbedaan material akan menghasilkan karakteristik kapal yang berbeda, dengan demikian kelemahan dan keunggulan masing-masing kapal dapat diidentifikasi. Jika hasil identifikasi ditemukan adanya kelemahan pada kapal fiberglass selanjutnya dimodifikasi dan diredesain dengan perhitungan-perhitungan seperti layaknya desain kapal moderen. Dengan demikian akan diperoleh desain kapal pancing tonda yang memiliki keunggulan tidak hanya laik laut tetapi juga laik tangkap dan diterima secara luas oleh nelayan. Berikut ini dikemukakan beberapa rumusan masalah yang diidentifikasi terkait pengembangan desain kapal pancing tonda dengan material fiberglass : 1) Minimnya pemahaman tentang filosofi desain kapal ikan. Kapal yang dibangun seringkali tidak sesuai dengan peruntukannya. 6 2) Kapal yang dibangun dengan material yang berbeda mempunyai karakteristik yang berbeda. Dengan kata lain, berbeda jenis material yang dipakai membangun kapal, akan berbeda pula keragaan teknis kapal yang dihasilkan. 3) Kapal fiberglass yang dibangun secara konvensional tanpa perhitungan kekuatan struktur konstruksi dan ketebalan plat, dapat menjadi penyebab tingginya biaya pembuatan kapal akibat pemborosan material atau sebaliknya. 4) Pembangunan kapal yang tidak didasari dengan perhitungan arsitek perkapalan (naval architecture) melainkan hanya berpatokan pada keterampilan turuntemurun, akan menghasilkan kualitas unjuk kerja kapal yang tidak akurat. 5) Data/informasi tentang kelayakan desain kapal ikan yang sesuai dengan alat dan metode penangkapan, serta kondisi perairan dan jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan, belum tersedia. 6) Desain kapal fiberglass yang diadopsi langsung dari rancangan kapal tradisional tanpa dilakukan penyempurnaan, bentuknya seringkali tidak simetris. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk: 1) Mengkaji kesesuaian desain kapal pancing tonda dilihat dari rasio dimensi utama dan coefficient of fineness kapal dengan metode pengoperasian alat tangkap. 2) Mengkaji kualitas stabilitas dan kecepatan kapal pancing tonda dalam berbagai kondisi distribusi muatan. 3) Menemukan desain (bentuk dan tata ruang) kapal fiberglass yang ideal sebagai kapal pancing tonda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengembangan armada perikanan pancing tonda di Kabupaten Buton dan daerah lain yang mempunyai masalah perikanan yang sama, dan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 1.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa karakteristik desain kapal-kapal fiberglass modifikasi dapat meningkatkan kualitas unjuk kerja kapal penangkap tuna dan cakalang dengan alat tangkap pancing tonda. 7 1.5 Kerangka Pemikiran Potensi sumberdaya tuna dan cakalang di perairan Kabupaten Buton belum dimanfaatkan secara optimal. Belum optimalnya pemanfaatan ini disebabkan karena armada penangkapan ikan masih didominasi oleh kapal-kapal atau perahu motor berukuran kecil dengan jangkauan operasional yang terbatas. Hal ini menyebabkan terjadinya ketimpangan pemanfaatan sumberdaya ikan antara pesisir dan lepas pantai yang selanjutnya berdampak pada rendahnya hasil tangkapan nelayan. Pemanfaatan yang optimal dapat dilakukan apabila kemampuan armada penangkap ikan lebih ditingkatkan melalui penyempurnaan desain kapal, termasuk di antaranya pemilihan material konstruksi yang tepat. Konstruksi kapal pancing tonda yang dibangun para pengrajin di Kabupaten Buton umumnya terbuat dari kayu. Pemilihan material ini dianggap lebih murah dan mudah dikerjakan berdasarkan pengalaman turun-temurun. Kayu yang diambil untuk konstruksi kapal pancing tonda terdiri dari jenis-jenis yang berdiameter besar sesuai ukuran kapal yang dibangun. Permintaan kapal pancing tonda yang semakin meningkat maka ekploitasi terhadap jenis kayu ukuran tertentu juga akan semakin meningkat. Jika kondisi ini terjadi dalam kurun waktu yang lama dan tidak dicarikan alternatif pengganti dengan material lain dapat dipastikan akan mengancam kelangsungan sumberdaya hutan maupun upaya pengembangan sarana tangkap khususnya armada perikanan skala kecil di daerah ini. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah dengan jalan mengkonversi penggunaan material kayu dengan fiberglass. Material ini diakui lebih mahal dibanding kayu, namun bila dilihat dari beberapa keunggulan yang dimiliki kapal fiberglass seperti kekuatan material, umur pakai, bobot kapal dan lain-lain, maka secara finansial akan lebih menguntungkan nelayan. Permasalahan yang sering dihadapi dalam pembangunan kapal fiberglass ini adalah minimnya pengetahuan pengrajin dalam mendesain konstruksi kapal yang sesuai dengan peruntukannya. Kebanyakan pengrajin tidak menguasai perhitungan tentang ketebalan plat dan struktur konstruksi yang memadai sehubungan dengan penggunaan material dan kekuatan kapal yang dibangun. Hal ini dapat mempengaruhi efisiensi penggunaan material, bahkan terhadap efektivitas unjuk kerja kapal di laut. 8 Desain kapal dengan material yang kuat, bentuk lambung memanjang bebas, plat yang kedap dan licin, tahanan bentuk di bawah air minimum, olah gerak dengan radius putaran yang kecil, stabilitas yang baik, kecepatan dan daya apung yang tinggi, hemat dalam pemakaian bahan bakar, dan sanggup menghadapi kondisi alam yang kurang bersahabat, sangat diharapkan para pengguna agar operasi penangkapan ikan dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan desain kapal fiberglass yang layak untuk dikembangkan sebagai kapal pancing tonda menggantikan generasi kapal kayu. Secara garis besar rangkaian penelitian ini terdiri dari lima tahapan utama yaitu: tahap identifikasi, tahap konversi material, tahap kaji banding dan evaluasi, tahap modifikasi dan redesain, dan tahap konstruksi dan aplikasi. 1) Tahap identifikasi; dilakukan melalui survei lapangan untuk mendapatkan data dan informasi sehubungan dengan pengembangan teknis desain kapal pancing tonda khususnya material fiberglass. 2) Tahap konversi material; dilakukan untuk mendapatkan kapal fiberglass yang mempunyai bentuk dan ukuran yang sama dengan kapal kayu, untuk dijadikan pasangan kapal pancing tonda sampel yang sepadan dalam setiap pengkajian. 3) Tahap kaji banding dan evaluasi; tahap ini dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan keunggulan kapal baik kayu maupun fiberglass. Bila hasil kaji banding ternyata kapal fiberglass memiliki kelemahan dibanding kapal kayu, maka tahap berikutnya dilakukan modifikasi dan redesain. 4) Tahap modifikasi dan redesain; tahap ini merupakan tahap penyempurnaan terhadap kapal fiberglass agar memiliki karakteristik yang lebih unggul atau minimal sama dengan kapal kayu. Modifikasi dilakukan dengan merubah bentuk lambung dan meredesain rancangan umum. Hasil modifikasi tersebut kemudian dievaluasi untuk mengetahui keunggulannya sebelum dikonstruksikan. 5) Tahap konstruksi dan aplikasi; merupakan tahap akhir yang dilakukan setelah evaluasi kapal modifikasi menunjukkan perubahan karakteristik yang lebih baik dibanding sebelum dimodifikasi dan diredesain. Pekerjaan konstruksi dilakukan dengan membuat gambar lines plan berdasarkan nilai tabel offset kapal modifikasi, kemudian ditransfer ke dalam bentuk mould untuk mencetak kapal fiberglass, untuk selanjutnya diaplikasikan kepada nelayan pengguna. 9 Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap beberapa karakteristik seperti stabilitas dan kecepatan yang dimiliki pasangan kapal kayu dan kapal fiberglass untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan masing-masing kapal. Hal ini penting dilakukan untuk menemukan desain kapal pancing tonda yang bukan saja laik laut tetapi juga laik tangkap. Secara sederhana kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. IDENTIFIKASI Desain tradisional kapal pancing tonda Kabupaten Buton Pengumpulan data dimensi utama, bentuk lambung, rancangan umum, jenis dan daya mesin penggerak Pengelompokkan data kapal berdasarkan jenis dan daya mesin (inboard dan outboard) Pemilihan bentuk dan dimensi kapal yang dominan pada kapal inboard dan outboard KONVERSI MATERIAL Kapal kayu Kapal FRP Cetakan (moulded) KAJI BANDING DAN EVALUASI (Stabilitas dan kecepatan) MODIFIKASI & REDESAIN Kapal FRP lebih unggul dari kayu ? tidak ya KONSTRUKSI DAN APLIKASI Gambar 1 Diagram alir kerangka pikir penelitian