DANAU DENDAM TAK SUDAH Danau Dendam Tak Sudah (DDTS) adalah sebuah danau yang terletak di Provinsi Bengkulu. Danau ini berlokasi di Kelurahan Dusun Besar, Kecamatan Singaran Pati, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Danau Dendam Tak Sudah memiliki luas keseluruhan 557 dan luas permukaan 67 hektare. Danau Dendam Tak Sudah diperkirakan terbentuk dari aktivitas gunung berapi di daerah tersebut. Kawasan Danau Dendam Tak Sudah pertama kali ditetapkan sebagai cagar alam oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda di tahun 1936 dengan luas 11,5 ha. Kemudian di tahun 1981 kawasan cagar alam ini diperluas hingga menjadi 441,50 ha. Setelah mengalami beberapa kali perubahan maka luas definitif ditetapkan berdasarkan Surat Kuputusan Menteri Kehutanan tahun 1999 seluas 577 ha dan diberi nama Cagar Alam Danau Dusun Besar, namun oleh masyarakat lebih dikenal sebagai kawasan Cagar Alam Danau Dendam Tak Sudah. Danau Dendam Tak Sudah memiliki beberapa jenis flora khas, di antaranya anggrek matahari, plawi, bunga bakung, gelam, terentang, sikeduduk, brosong, ambacang rawa, dan pakis. Selain flora, terpdapat pula beberapa fauna khas, seperti kera ekor panjang, lutung, burung kutilang, babi hutan, ular phyton, siamang, siput dan berbagai jenis ikan. Ada 12 jenis spesies ikan yang hidup di danau ini. Dari 12 jenis ikan ini hanya 1 jenis ikan yang mungkin tidak ditemukan di tempat lain, masyarakat setempat (suku lembak/bulang) menyebutnya ikan Tebakang. Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar (Dendam Tak Sudah) memiliki dua tipe ekosistem yaitu: (1) ekosistem perairan dengan luas ± 90 ha (15,60 %) terbagi atas genangan perairan danau seluas ± 69 ha dan habitat tumbuhan bakung (Crinium asiaticum) seluas ± 21 ha, dan (2) ekosistem hutan rawa dengan luas ± 487 ha (84,49 %) yang didominasi oleh pohon - pohon hutan rawa. Zona ekosistem kawasan perairan Danau Dendam Tak Sudah umumnya merupakan hamparan danau yang relatif tak ada tumbuh-tumbuhan di permukaan airnya. Di sempadan sekeliling danau yang berbatasan dengan daratan tumbuh bakung, sagu dan rumbia, dan ada pula pulau-pulau yang ditumbuhi bakung. Kelompok tumbuhan bakung (Crinum asiaticum) merupakan inang dan habitat tempat tumbuhnya anggrek pensil (Vanda hookeriana) yang endemik di kawasan ini. Disebut anggrek pensil karena daunnya bulat panjang seperti pensil. Jenis anggrek ini kini sudah sangat jarang di jumpai. Selain itu, di dalam zona perairan Danau Dendam Tak Sudah pun masih banyak ditemui jenis-jenis ikan tawar seperti gabus, lele, gurami, sepat siam, dan jenis setempat berupa ikan tebakang, ikan palau. Selain itu juga ada labi-labi atau kura-kura bertempurung lunak, dan ular air. Kawasan cagar alam saat ini menghadapi masalah pada fungsinya, terutama karena tekanan penduduk kota terhdap kelestarian kawasan. Berdasarkan keadaan yang terjadi di kawasan Cagar Alam Danau Dendam Tak Sudah, permasalahan lingkungan yang ada dapat dikelompokkan sebagai berikut: (a) Penggarapan kawasan hutan Cagar Alam secara ilegal, (b) pengambilan hasil hutan, (c) pencemaran lingkungan, dan (d) pembangunan pemukiman. Penangnan masalah lingkungan ini cukup rumit dan perlu melibatkan para pemangku kepentingan baik dari kalangan pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Danau Dendam Tak Sudah juga berfungsi sebagai catchment area atau daerah tangkapan air untuk memasok sebagian besar pasokan air ke persawahan yang luasnya ratusan hektar . Kondisi Sekarang Kondisi Dulu DANAU LAU KAWAR Danau Lau Kawar, adalah satu danau yang berada di berada di Desa Kutagugung, Kecamatan Naman Teran (dulu Kecamatan Simpang Empat), di bawah kaki gunung berapi Sinabung, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Danau Lau Kawar merupakan jenis danau vulkanik karena letaknya berada di kawasan gunung berapi. Danau ini mempunyai bentuk seperti kuali dan di kelilingi hutan. Danau ini mempunyai luas sekitar 4 hektar dan memiliki kedalaman berkisar antara 40-50 m. Akan tetapi, pada tahun 2010 terjadi erupsi Gunung Sinabung yang mengakibatkan 35 ribu masyarakat di sekitar gunung sinabung di evakuasi jauh dari kawasan tersebut. Akibatnya Danau Lau Kawar tidak terurus dan tidak terawat. Hal ini diperparah oleh erupsi Gunung Sinabung pada 2013 dan 2014 menyebabkan fasilitas sarana dan prasarana yang ada disana terbengkalai dan rusak tanpa ada perbaikan dan perawatan. Setelah terjadinya erupsi, Danau Lau Kawar masuk Zona Merah sebab tidak ada lagi tanda tanda kehidupan.Kini yang bisa dilihat dari danau hanya anak kayu tumbuh menjulang dan rumput menutupi jalan dan fasilitas air, rumah warga yang rusak . Tetapi masih ada saja warga yang sembunyi - sembunyi menyelinap masuk ke Danau Lau Kawar. Kondisi Sekarang Kondisi Dulu