PENERAPAN MODEL TEORI KUALITAS HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV DAN AIDS DI SULAWESI SELATAN TAHUN 2014 THE APPLICATION OF THE THEORETICAL MODEL OF THE QUALITY OF LIFE OF PEOPLE WITH HIV AND AIDS IN SOUTH SULAWESI 2014 MASRIADI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 PENERAPAN MODEL TEORI KUALITAS HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV DAN AIDS DI SULAWESI SELATAN TAHUN 2014 Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister Program Studi Kesehatan Masyarakat Disusun dan diajukan oleh MASRIADI Kepada PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Masriaadi NIM : P1804212014 Program Studi : Kesehatan Masyarakat Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya, agar dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Makassar, 7 Agustus 2014 Yang menyatakan Masriadi iv PRAKATA Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhana Wa Ta’ala karena berkat rahmat dan hidayah-Nya yang merupakan kesehatan, kekuatan, kesempatan, dan waktu luang sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Teori Kualitas Hidup pada Orang Dengan HIV dan AIDS di Sulawesi Selatan Tahun menyelesaikan 2014” guna pendidikan di memenuhi Fakultas persyaratan Kesehatan dalam Masyarakat Universitas Hasanuddin. Dalam penyusunan tesis ini, penulis tidak terlepas dari hambatan dan keterbatasan yang dihadapi. Akan tetapi berkat dorongan dan bantuan serta semangat dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terimakasih yang tulus dari dalam hati penulis kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya dan penghargaan kepada dosen pembimbing, yakni Bapak Prof. Dr. drg. A. Arsunan Arsin, M.Kes selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. dr. Buraerah Abd. Hakim, M.Sc selaku pembimbing II, yang telah v dengan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya sejak awal hingga akhir dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Terselesainya tesis ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Olehnya itu, perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ridwan Amiruddin, SKM, M.Kes, M.ScPH, Ibu Dr. Ida Leida M. Thaha, SKM, MKM, M.ScPH, dan Bapak Prof. Dr. dr. Muh. Syafar, MS selaku penguji yang telah telah memberikan masukan serta saran dalam penulisan tesis ini. 2. Bapak Prof. Dr. drg. H. Andi Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin beserta para dosen dan staff. 3. Terakhir kepada teman-teman seperjuangan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian tesis ini masih terdapat berbagai kekurangan. Akhir kata penulis sangat berharap semoga tesis ini bisa bermanfaat dan menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca. Wassalamu Alaikum warahmatullahi Wabarakatu. Makassar, Agustus 2014 Penulis vi vii viii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii ABSTRAK ................................................................................................ iii KATA PENGANTAR ................................................................................ iv DAFTAR ISI ............................................................................................. vi DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii DAFTAR GRAFIK .................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi DAFTAR ISTILAH .................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1 A. Latar Belakang...................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................ 10 C. Tujuan Penelitian .................................................................. 11 D. Manfaat Penelitian ................................................................ 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 14 A. Tinjauan Umum tentang HIV dan AIDS ................................ 14 B. Tinjauan Umum tentang Kualitas Hidup ............................... 25 C. Tinjauan Umum tentang Stigma ........................................... 31 D. Tinjauan Umum tentang Depresi .......................................... 43 E. Tinjauan Umum tentang Dukungan Sosial ........................... 49 F. Tinjauan Umum tentang Religiusitas .................................... 54 ix G. Tinjauan Umum tentang CD4 ............................................... 63 H. Kerangka Teori ..................................................................... 68 I. Kerangka Konsep ................................................................... 71 J. Hipotesis Penelitian ............................................................... 72 K. Definisi Operasional .............................................................. 73 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 77 A. Desain Penelitian ................................................................. 77 B. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................ 77 C. Populasi dan Sampel ........................................................... 77 D. Cara Penarikan Sampel ....................................................... 79 E. Kontrol Kualitas .................................................................... 80 F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ................................ 83 G. Pengolahan dan Analisis Data ............................................. 83 H. Etika Penelitian .................................................................... 85 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 88 A. Hasil Peneltian ..................................................................... 88 B. Pembahasan........................................................................ 135 BAB V Kesimpulan dan Saran .............................................................. 145 A. Kesimpulan .......................................................................... 160 B. Saran ................................................................................... 161 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x DAFTAR TABEL Distribusi responden berdasarkan karakteristik di Sulawesi Selatan Tahun 2014 89 Tabel 1a Distribusi responden berdasarkan karakteristik di Sulawesi Selatan Tahun 2014 90 Distribusi responden berdasarkan variabel penelitian di Sulawesi Selatan Tahun 2014 91 Tabel 2a Distribusi responden berdasarkan variabel penelitian di Sulawesi Selatan Tahun 2014 92 Tabel 3 Distribusi variabel independen berdasarkan dependen di Sulawesi Selatan Tahun 2014 variabel 94 Tabel 4 Nilai rerata dan SD variabel penelitian berdasarkan penggunaan ARV dan program pendampingan di Sulawesi Selatan Tahun 2014 96 Tabel 5 Evaluasi kriteria goddnes of fit indices stigma 107 Tabel 6 Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel stigma 108 Tabel 7 Evaluasi kriteria goddnes of fit indices dukungan sosial Tabel 8 Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel 112 dukungan sosial Tabel 9 Evaluasi kriteria goddnes of fit indices depresi Tabel 1 Tabel 2 111 114 Tabel 10 Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel depresi 115 xi Tabel 11 Evaluasi kriteria goddnes of fit indices religiusitas 119 Tabel 12 Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel 119 religiusitas Tabel 13 Evaluasi kriteria goddnes of fit indices jumlah CD4 122 Tabel 14 Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel jumlah 123 CD4 Tabel 15 Evaluasi kriteria goddnes of fit indices kualitas hidup 126 Tabel 16 Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel kualitas 127 hidup Tabel 17 Evaluasi kriteria goddnes of fit indices overall model 131 Tabel 18 Evaluasi terhadap koefisien model structural kaitannya dengan hipotesis penelitian (Direct effect) dan 132 Tabel 19 Evaluasi terhadap koefisien model structural dan 133 kaitannya dengan hipotesis penelitian (Inirect effect) Tabel 16 Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel kualitas 127 hidup xii DAFTAR GRAFIK Grafik 1 Korelasi variabel stigma dengan variabel kualitas hidup Grafik 2 Korelasi variabel dukungan sosial dengan variabel kualitas 100 hidup Grafik 3 Korelasi variabel depresi dengan variabel kualitas hidup Grafik 4 Korelasi variabel jumlah CD4 dengan variabel kualitas 102 hidup Grafik 5 Korelasi variabel religiusitas dengan variabel kualitas 103 hidup xiii 99 101 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Pengujian confirmatory factor analysis variabel stigma 106 dengan nilai estimate Gambar 4.2 Pengujian confirmatory factor analysis variabel stigma 106 dengan nilai t Gambar 4.3 Pengujian confirmatory factor analysis variabel dukungan 110 sosial dengan nilai estimate Gambar 4.4 Pengujian confirmatory factor analysis variabel dukungan 110 sosial dengan nilai t Gambar 4.5 Pengujian confirmatory factor analysis variabel depresi 114 dengan nilai estimate Gambar 4.6 Pengujian confirmatory factor analysis variabel depresi 114 dengan nilai t Gambar 4.7 Pengujian confirmatory factor analysis variabel religiusitas 117 dengan nilai estimate Gambar 4.8 Pengujian confirmatory factor analysis variabel religiusitas 118 dengan nilai t Gambar 4.9 Pengujian confirmatory factor analysis variabel jumlah 121 CD4 dengan nilai estimate Gambar 4.10 Pengujian confirmatory factor analysis variabel jumlah 121 CD4 dengan nilai t Gambar 4.11 Pengujian confirmatory factor analysis variabel kualitas 124 hidup dengan nilai estimate Gambar 4.12 Pengujian confirmatory factor analysis variabel kualitas 125 hidup dengan nilai t xiv Gambar 4.13 Pengukuran model hubungan antar variabel dengan nilai 129 estimate Gambar 4.14 Pengukuran model hubungan antar variabel dengan nilai t 130 xv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Lampiran 2 Master Tabel Data Hasil Penelitian Lampiran 3 Output Hasil Analisis Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Lampiran 5 Riwayat Hidup Peneliti xvi DAFTAR SINGKATAN ARV = Anti Retroviral ART = Anti Retroviral Therapy HIV = Human Immunodeficiency Virus AIDS = Acquired Immune Deficiency Syndrome ODHA = Orang dengan HIV dan AIDS SEM = Structural Equation Modelling CD4 = Cell of Differentiation 4 xvii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kualitas hidup merupakan sebuah kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang dirasakan berdasarkan pengalaman yang sifatnya subjektif dan multidimensi. Definisi tentang kualitas hidup telah banyak dikemukakan oleh beberapa ahli, tetapi semua konsep tentang kualitas hidup tersebut tergantung dari persepsi individu masing-masing. Menurut Campbell (1976) dalam O'Connor (1993) memberikan satu definisi dari kualitas hidup yang menurutnya adalah definisi yang diterima secara umum, yakni perasaan subjektif seseorang mengenai kesejahteraan dirinya, berdasarkan pengalaman hidupnya saat ini secara keseluruhan. Sedangkan menurut Shookner (1997) kualitas hidup adalah hasil dari interaksi antara kesehatan, kondisi ekonomi, dan lingkungan sosial yang mempengaruhi perkembangan manusia maupun sosial. Menurut WHO (2004) kualitas hidup adalah sebagai persepsi individu sebagai laki-laki ataupun perempuan dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka. 1 2 Saat ini, kualitas hidup sudah menjadi isu prioritas bagi banyak negara. Kualitas hidup menjadi variabel perkembangan masyarakat yang terpenting dan dianggap sebagai faktor yang dapat menstimulasi perkembangan suatu masyarakat, dengan melihat kualitas hidup suatu masyarakat dapat diketahui posisi masyarakat tersebut dalam hubungannya dengan kondisi masyarakat yang diinginkan/ideal (Molnar, 2009). Negara-negara di dunia, terutama negara-negara berkembang, memantau kualitas hidup masyarakatnya secara berkala. Hasil dari pengukuran kualitas hidup tersebut digunakan oleh pemerintahnya untuk mengevaluasi suatu kebijaksanaan politik ataupun perkembangan kesejahteraan masyarakatnya, atau bagi pemantau di luar negaranya untuk melihat dan mengevaluasi performa masyarakat tertentu, atau dapat juga digunakan oleh para pelajar atau peneliti untuk melihat hubungan antara berbagai aspek dalam masyarakat (Shackman et al., 2005). Kualitas hidup sangat erat kaitannya dengan kehidupan seseorang khususnya pada ODHA (orang dengan HIV & AIDS). Salah satu hasil Konvensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2000 adalah adanya komitmen internasional untuk mencapai Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals/MDG’s) pada tahun 2015, yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk dunia khususnya kualitas hidup ODHA (Stalker, 2008). 3 Tujuan keenam dalam MDG’s adalah menangani penyakit menular yang paling berbahaya. Urutan teratas adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV), yaitu virus penyebab Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Hal ini disebabkan karena penyakit ini dapat menyebabkan dampak yang lebih buruk, bukan hanya terhadap kesehatan masyarakat namun juga terhadap negara secara keseluruhan. Jumlah penduduk Indonesia yang hidup dengan virus HIV diperkirakan antara 172.000 dan 219.000, sebagian besar adalah laki-laki. Jumlah itu merupakan 0.1% dari jumlah penduduk Indonesia (UNAIDS/NAC, 2006). Target MDGs untuk HIV dan AIDS adalah menghentikan laju penyebaran serta membalikkan kecenderungannya pada tahun 2015. Saat ini, kita belum dapat mengatakan telah melakukan dua hal tersebut karena hampir semua daerah di Indonesia keadaannya tidak dapat dikendalikan. Kita bisa saja mencapai target ini, namun untuk itu diperlukan satu upaya besar-besaran dan terkoordinasi dengan baik di tingkat nasional (Stalker, 2008). Masalah utama kita saat ini adalah rendahnya kesadaran tentang isuisu HIV dan AIDS serta terbatasnya layanan untuk menjalankan tes dan pengobatan. Selain itu, kurangnya pengalaman kita untuk menanganinya dan anggapan bahwa ini hanyalah masalah kelompok risiko tinggi ataupun mereka yang sudah tertular. Stigma yang masih kuat menganggap bahwa HIV hanya akan menular pada orang-orang tidak bermoral. Menjadi sebuah tantangan untuk mengajak semua pihak merasakan ini sebagai masalah yang perlu 4 dihadapi bersama. Kondisi ini dapat terlihat secara jelas jika dibandingkan dengan respon terhadap penyakit-penyakit lain seperti malaria dan Tuberculosis (TBC), dimana lebih mudah melibatkan masyarakat karena tidak ada stigma dan diskriminasi terhadap penyakit-penyakit tersebut (Stalker, 2008). Dalam waktu tiap 25 menit di Indonesia, terdapat satu orang baru terinfeksi HIV. Satu dari setiap lima orang yang terinfeksi di bawah usia 25 tahun. Proyeksi Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa tanpa percepatan program penanggulangan HIV, lebih dari setengah juta orang di Indonesia akan positif HIV pada tahun 2014. Epidemic tersebut dipicu terutama oleh penularan seksual dan penggunaan narkoba suntik (UNICEF, 2012). Perkembangan jumlah penderita HIV & AIDS di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Data jumlah penderita HIV & AIDS di Indonesia dapat dilihat pada table di bawah ini : Tabel 1 Jumlah Infeksi HIV & AIDS yang Dilaporkan Menurut Tahun Sampai dengan Maret 2013 di Indonesia No Tahun Jumlah Infeksi HIV Jumlah Infeksi AIDS 1 2010 21.591 6.845 2 2011 21.031 7.004 3 2012 21.511 5.686 4 Sept 2013 20.413 2.763 Sumber : Ditjen PP&PL KEMKES, 2013 Table 1 menunjukkan bawah dari tahun 2010 jumlah kasus infeksi HIV sebanyak 21.591 kasus. Jumlah kasus infeksi HIV tahun 2011, jumlahnya menurun yaitu sebanyak 21.031 kasus dan meningkat lagi pada tahun 2012 5 yaitu sebanyak 21.511 kasus infeksi HIV. Sampai Bulan September tahun 2013 infeksi HIV yang terjadi sebanyak 20.413 kasus (Ditjen_PP&PL_KEMKES, 2013). Table 1 juga menunjukkan bahwa infeksi AIDS pada tahun 2010 jumlahnya sebanyak 6.845 kasus dan meningkat pada tahun 2011 yaitu sebanyak 7.004 kasus infeksi AIDS. Tahun 2012 sebanyak 5.686 dan sampai pada tahun 2013 bulan September jumlah infeksi AIDS sebanyak 2.763 kasus (Ditjen_PP&PL_KEMKES, 2013). Sedangkan untuk wilayah Sulawesi Selatan data penderita dapat dilihat pada table berikut: Tabel 2 Jumlah Infeksi HIV & AIDS yang Dilaporkan Menurut Tahun Sampai dengan September 2013 di Sul-Sel No Tahun Jumlah Infeksi HIV Jumlah Infeksi AIDS 1 2010 548 246 2 2011 607 650 3 2012 629 354 4 Sept 2013 647 361 Sumber : Dinkes Prov Sul-Sel, 2013 Table 2 menunjukkan peningkatan jumlah penderita HIV & AIDS di Sulawesi Selatan. Sejak tahun 2010 jumlah penderita sebesar 548 infeksi HIV dan 246 infeksi AIDS dan meningkat pada tahun 2011 sebesar 607 infeksi HIV dan 650 infeksi AIDS. Sedangkan untuk data terakhir pada bulan September 2013 menunjukkan bahwa infeksi HIV sebesar 647 dan infeksi AIDS sebesar 361 (Dinkes_Prov_Sul-Sel, 2013). 6 Berdasarkan jumlah infeksi HIV & AIDS di Sulawesi Selatan tahun 2005 – 2013, penyumbang terbesar adalah Kota Makassar dengan jumlah 5.817, Kota Pare-Pare dengan jumlah 383 dan Kab. Bulukumba dengan jumlah 113. Dengan melihat situasi ini, maka dapat dikatakan bahwa tidak menutup kemungkinan akan terjadi pertambahan jumlah infeksi di tahun yang akan datang. Setidaknya tujuan dari MDG’s 2015 tercapai yaitu menurunnya angka kematian HIV & AIDS serendah mungkin dan meningkatkan kualitas hidup ODHA (Dinkes_Prov_Sul-Sel, 2013). World Economic Forum (WEF) mengeluarkan The Human Capital Index 2013 yang berisi tentang kualitas hidup penduduk di berbagai Negara. Dari hasil tersebut diketahui bahwa Negara Indonesia berada di urutan ke-53, yang jauh tertinggal dari Negara Malaysia yang berada di urutan 22. Sedangkan wakil dari Asia yang menduduki peringkat ke-3 adalah Negara Singapura (Purnomo, 2013). Kualitas hidup merupakan keadaan seseorang dalam mendapatkan kepuasan atau kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup yang dimaksud adalah kesehatan fisik dan kesehatan mental. Kesehatan fisik itu dapat dinilai dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, Nyeri pada tubuh dan persepsi tentang kesehatan. Kesehatan mental itu sendiri dapat dinilai dari fungsi sosial, dan keterbatasan peran emosional (Hays et al., 1995). Selain masalah kesehatan fisik dan kesehatan mental, masalah lain yang muncul pada orang dengan HIV & AIDS adalah masalah stigma 7 masyarakat terhadap penyakit ini. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap penyakit, laporan media yang tidak bertanggung jawab, penyakit ini tidak dapat disembuhkan, dan penyakit ini identik dengan akibat dari perilaku-perilaku tidak bermoral seperti seks bebas, penyalahgunaan narkoba, dan seks sesama jenis sehingga dianggap pantas untuk mendapatkan hukuman akibat perbuatannya tersebut (Aggleton et al., 2005). Stigma terhadap ODHA tergambar dalam sikap sinis, perasaan ketakutan yang berlebihan dan persepsi negatif tentang ODHA, dapat mempengaruhi dan menurunkan kualitas hidup ODHA. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Macapagal et al. (2012) menunjukkan bahwa stigma menunjukkan kecenderungan mampu mempengaruhi kualitas hidup tetapi tidak bermakna secara signifikan. Penelitian lain yang dilakuakn oleh Li et al. (2011) menunjukkan bahwa ada hubungan antara stigma dengan kualitas hidup dengan variabel perantara self efficacy. Penelitian yang lain yang sejalan dilakukan oleh Herrmann et al. (2013) yang menunjukkan bahwa skor HRQOL berkurang pada sepertiga pasien HIV & AIDS yang mendapatkan stigma buruk dari lingkungan sekitarnya. Selain masalah stigma salah satu masalah yang dihadapi ODHA adalah tekanan sosial yang menyebabkan masalah emosional atau psikososial muncul. Salah satu masalah emosional terbesar yang dihadapi ODHA adalah depresi. Gangguan depresi tidak sesederhana yang diperkirakan atau dipikirkan oleh orang-orang lain. Karena, gangguan ini bisa mengakibatkan 8 beban berat, menurunkan kualitas hidup, dan tentu memengaruhi rasa sejahtera (well-being). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Andrinopoulos et al. (2012) diperoleh bahwa depresi mempunyai pengaruh terhadap kualitas hidup orang dengan HIV & AIDS. Dijelaskan bahwa ODHA yang mengalami depresi melaporkan kualitas hidup yang lebih rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Doyle et al. (2012) yang menyatakan bahwa kelompok umur yang lebih muda mudah untuk mengalami depresi dan mempengaruhi kualitas hidup mereka. Begitupun juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Charles et al. (2012) menyatakan bahwa ODHA yang mengalami depresi berat akan mempengaruhi kualitas hidupnya untuk menjadi lebih buruk yaitu sebesar 2.7 kali dibandingkan dengan ODHA yang tidak mengalami depresi. Masalah lain yang muncul pada ODHA adalah dukungan sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan fisik, sosial dan psikis, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Terlebih jika sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat dan pada saat itu seseorang akan mencari dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya, sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai. Individu dengan penyakit parah seperti HIV & AIDS dengan penyembuhan yang sulit dan terapi yang lama, kualitas hidup menjadi terlihat penting sebagai keluaran perawatan kesehatan yang diharapkan. Dengan 9 melihat kondisi tersebut dukungan sosial sangat berperan penting terhadap kualitas hidup penderita HIV & AIDS. Penelitian yang dilakukan oleh Andrinopoulos et al. (2012) dan Rao et al. (2012) yang menunjukkan bahwa dukungan sosial mampu memberikan efek positif pada kualitas hidup. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tam et al. (2012) menyatakan bahwa dukungan sosial berupa dukungan sebaya tidak mempunyai hubungan dengan peningkatan kualitas hidup. Selain beberapa faktor sebelumnya spiritual/religi juga merupakan faktor penting yang mampu mengubah kualitas hidup seseorang. Spiritualitas berperan dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup dan sebaiknya menjadi dasar tindakan dalam pelayanan kesehatan. Pentingnya spiritualitas dalam pelayanan kesehatan dapat dilihat dari batasan Organisasi Kesehatan Dunia yang menyatakan bahwa aspek spiritual merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya (McBrien, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Vallurupalli et al. (2012) menyatakan bahwa spiritualitas dan agama dikaitkan dengan peningkatan kualitas hidup dalam analisis multivariabel memiliki nilai yang signifikan. Penelitian yang lain juga dilakukan oleh Dalmida et al. (2009) menunjukkan bahwa religi mampu mempengaruhi kualitas hidup (kesehatan fisik dan kesehatan mental). Cluster of Difference 4 (CD4) juga berperan penting dalam kualitas hidup. Beberapa hasil penelitian menunjukkan hasil yang signifikan antara peningkatan CD4 dengan peningkatan kualitas hidup seseorang yang 10 menderita HIV & AIDS. Penelitian yang dilakukan Rajeev et al. (2013) dan Tran (2012) menunjukkan bahwa jumlah CD4 > 200 memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi pada penderita HIV & AIDS. Penelitian yang sama juga diungkapkan oleh Handajani et al. (2012) menunjukkan bahwa ada perbedaan kualitas hidup pada ODHA yang memiliki CD4 yang rerndah dengan CD4 yang tinggi. Memperhatikan kondisi ODHA yang jumlahnya makin meningkat tiap tahunnya baik di seluruh Indonesia maupun khususnya di Sulawesi Selatan, sementara kajian ataupun penelitian tentang kualitas hidup pada ODHA masih sangat minim, maka berdasarkan pertimbangan tersebut peneliti akan melakukan penelitian tentang pengembangan model kualitas hidup pada ODHA di Sulawesi Selatan Tahun 2014. Hasil analisis ini dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan sebagai potret kualitas hidup ODHA dalam menyusun perencanaan kesehatan tingkat nasional, maupun tingkat Provinsi. B. RUMUSAN MASALAH Beberapa tahun yang akan datang, masalah HIV & AIDS mungkin belum akan dapat ditanggulangi, sehingga masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan juga mempunyai implikasi terhadap kehidupan sosial dan ekonomi secara meluas. Penderitaan tidak hanya dialami oleh orang yang HIV & AIDS tetapi juga akan dirasakan oleh anggota keluarga dan masyarakat. Penyebaran HIV & AIDS tidak hanya merupakan masalah 11 kesehatan, tetapi dapat juga mempengaruhi hamper semua asperk kehidupan manusia termasuk politik, ekonomi, sosial, etis, agama, dan hukum. Berdasarkan hal tersebut dan banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyebaran virus HIV maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana penerapan model teori yang mempengaruhi kualitas hidup ODHA di Sulawesi Selatan tahun 2014?” C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui penerapan model teori yang mempengaruhi kualitas hidup pada ODHA di Sulawesi Selatan tahun 2014 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengaruh stigma terhadap kualitas hidup ODHA b. Mengetahui pengaruh depresi terhadap kualitas hidup ODHA c. Mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup ODHA d. Mengetahui pengaruh religiusitas terhadap kualitas hidup ODHA e. Mengetahui pengaruh CD4 terhadap kualitas hidup ODHA f. Mengetahui pengaruh religiusitas terhadap dukungan sosial dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA g. Mengetahui pengaruh religiusitas terhadap stigma dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA 12 h. Mengetahui pengaruh religiusitas terhadap CD4 dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA i. Mengetahui pengaruh religiusitas terhadap depresi dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA j. Mengetahui pengaruh stigma terhadap dukungan sosial dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA k. Mengetahui pengaruh CD4 terhadap depresi dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA l. Mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap depresi dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Ilmiah Sebagai bahan masukan dan sumbangan ilmiah dan sebagai informasi tambahan bagi peneliti-peneliti selanjutnya. 2. Manfaat institusi Sebagai masukan dan informasi dari program kesehatan dalam rangka mencegah penyebaran virus HIV dan meningkatkan kualitas hidup penderita HIV. 3. Manfaat Peneliti Manfaat tehadap pengembangan ilmu pengetahuan dan hubungannya dengan masalah kesehatan lainnya. 13 4. Manfaat bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan memberikan memberikan pengetahuan umum kepada masyarakat tentang dampak dari penyebaran virus HIV. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang HIV & AIDS 1. Definisi AIDS (Acquired Imunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Imunodeficiency Virus) yang termasuk family retrovirus. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Granich and Mermin, 2001). Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah Sindrom akibat defisiensi immunitas selluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi oportunistik keganasan berakibat fatal. Munculnya Sindrom ini erat hubungannya dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi seketika melainkan sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi HIV (Siregar, 2004). 2. Epidemiologi Penularan HIV/AIDS terjadi melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotik, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkan. Oleh karena 14 15 itu, kelompok resiko tinggi terhadap HIV/AIDS adalah pengguna narkotik, pekerja seks komersil dan pelanggannya, serta narapidana. Namun infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua golongan masyarakat, baik kelompok resiko tinggi maupun masyarakat umum (Ditjen_PP&PL_KEMKES, 2013). Surveilens pada donor darah dan ibu hamil biasanya digunakan sebagai indikator untuk menggambarkan infeksi HIV/AIDS pada masyarakat umum. Jika pada tahun 1990 belum ditemukan darah donor di Palang Merah Indonesia (PMI) yang tercemar HIV, maka periode selanjutnya ditemukan infeksi HIV yang jumlahnya makin lama makin meningkat (Ditjen_PP&PL_KEMKES, 2013). 3. Etiologi Penyebab AIDS adalah virus yang tergolong dalam retrovirus disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali ditemukan oleh Barre Sinoussi, Montagnie, dkk pada tahun 1983 dan disebut Lymfadenopati Associated Virus (Bekele et al.). Tahun 1984, Popovic menggambarkan adanya perkembangan sel yang tetap berlangsung dan produktif setelah diinfeksi oleh retrovirus yang dinyatakan sebelumnya sebagai Human T Cell Lymphotropic Virus (HTLV) I, HTLV II, HTLV III yang lebih dikenal sebagai LAV. Virus-virus lain telah diisolasi dari semua penderita AIDS di Amerika Tengah, Eropa, Afrika Tengah semuanya merupakan virus yang kemudian diisebut HIV-1. Namun, pada 16 tahun 1985 ditemukan retrovirus lainnya yang berbeda dengan HIV-1 pada penderita AIDS di Afrika Barat. Virus ini kemudian dikenal denagn HIV-2. HIV-2 lebih mirip dengan monkey virus yang disebut Simian Immunodeficiency Virus (SIV) (Siregar, 2004). Kedua jenis virus ini memiliki banyak persamaan diantaranya menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksiinfeksi oportunistik dan AIDS yang serupa, namun pada HIV-2 kurang virulen dibanding HIV-1 dan jarang menular secara vertikal. HIV-1 ditemukan hampir di seluruh belahan dunia, sedangkan HIV-2 jarang ditemukan di luar Afrika Barat (Amiruddin, 2004). 4. Patogenesis Infeksi HIV terjadi bila virus masuk ke dalam sel. Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul CD4+. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting jadi hilangnya fungsi tersebut akan menyebabkan gangguan respon imun yang progresif (Grant and Cock, 2001). Materi genetik virus masuk ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghacurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya. Sehingga 17 satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan terifeksi (Granich and Mermin, 2001). Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit CD4+ melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun (Grant and Cock, 2001): a. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4+ sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. b. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. c. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi. Perjalanan dari virus ini melalui beberapa rute hingga terjadi penularan AIDS. Virus tersebut menular melalui (UNAIDS, 2013): 18 a. Penularan secara seksual, HIV dapat ditularkan melalui seks penetratif yang tidak terlindungi. Sangat sulit untuk menentukan kemungkinan terjadinya infeksi melalui hubungan seks, kendatipun demikian diketahui bahwa resiko infeksi melalui seks vaginal umumnya tinggi. Penularan melalui seks anal dilaporkan memiliki resiko 10 kali lebih tinggi dari seks vaginal. Seseorang dengan infeksi menular seksual (IMS) yang tidak diobati, khususnya yang berkaitan dengan tukak/luka dan duh (cairan yang keluar dari tubuh) memiliki rata-rata 6-10 kali lebih tinggi kemungkinan untuk menularkan atau terjangkit HIV selama hubungan seksual. Dalam hal penularan HIV, seks oral dipandang sebagai kegiatan yang rendah resiko. Resiko dapat meningkat bila terapat luka atau tukak di sekitar mulut dan jika ejakulasi terjadi di dalam mulut. b. Penularan melalui pemakaian jarum suntik secara bergantian. Mengguanakan kembali atau memakai jarum suntik secara bergantian merupakan cara penularan HIV yang sangat efisien. Resiko penularan dapat diturunkan secara berarti di kalangan pengguna narkoba suntikan dengan penggunaan jarum suntik baru yang sekali pakai, atau dengan melakukan sterilisasi jarum yang tepat sebelum digunakan kembali. Penularan dalam lingkup perawatan kesehatan dapat dikurangi dengan adanya kepatuhan pekerja Kewaspadaan Universal. pelayanan kesehatan terhadap 19 c. Penularan melalui transfusi darah. Kemungkinan resiko terjangkit HIV melalui transfusi darah dan produk-produk darah yang terkontaminasi ternyata lebih tinggi (lebih dari 90%). d. Penularan dari ibu ke anak. HIV dapat ditularkan ke anak selama masa kehamilan, pada proses persalinan, dan saat menyusui. Pada umumnya, terdapat 15-30% resiko penularan dari ibu ke anak sebelum dan sesudah kelahiran. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi resiko infeksi, khususnya jumlah virus (viral load) dari ibu pada saat kelahiran (semakin tinggi jumlah virus, semakin tinggi pula resikonya). Penularan dari ibu ke anak setelah kelahiran dapat juga terjadi melalui pemberian air susu ibu. 5. Manifestasi Klinik Human Immunodeficiency Virus yang menginfeksi seseorang dapat menimbulkan gejala klinis yang berbeda-beda. Lesi-lesi yang muncul mulai dari tahap infeksi hingga gambaran AIDS yang sempurna (full blown AIDS) beberapa tahun kemudian. Secara umum gambaran klinis akan tampak sesuai tahap-tahap sebagai berikut: a. Infeksi akut Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, diantaranya demam, arthralgia, sakit kepala, limfadenopati, ruam kulit, nyeri menelan, mual, muntah, diare, atau batuk yang dapat 20 terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion adalah pembentukan antibodi akibat HIV yang biasanya terjadi antara 6-8 minggu setelah terinfeksi. Gejala-gejala tersebut biasanya sembuh sendiri setelah 8 minggu (Grant and Cock, 2001). b. Asimptomatik Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik. Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula yang perjalanan penyakitnya lambat (non-progressor). Pada fase ini keadaan pasien tampak baik, namun tetap terjadi replikasi HIV yang tinggi yakni 10 partikel setiap hari. Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, sehingga muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran CD4 yang tinggi (Longo et al., 2012). c. Limfadenopati generalis Keadaan ini ditandai dengan pembesaran kelenjar getah bening lebih dari 2 cm di dua tempat atau lebih yang biasanya terjadi paling kurang 3 bulan sebelum onset symptomatic disease (Longo et al., 2012). d. Infeksi simptomatik Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak sehingga pasien yang terinfeksi HIV akan memperlihatkan gejala-gejala seperti: 21 penurunan berat badan,demam yang hilang timbul, diare kronis, kelelahan, infeksi jamur, tuberkulosis, herpes, malignansi, gangguan neurologis, dll (Longo et al., 2012). Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap infeksi HIV yang paling lanjut. Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai berikut (Siregar, 2004): a. Tahap I, penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan sebagai AIDS. b. Tahap II, (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran pernapasan bagian atas yang tak sembuh-sembuh). c. Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru). d. Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran tenggorokan (oesophagus), saluran pernapasan (trachea), batang saluran paru-paru (bronchi), atau paru-paru dan Sarkoma Kaposi). 22 6. Kriteria Diagnosis Diagnosis untuk HIV/AIDS bisa dilakukan dengan melihat kriteria mayor dan minor dan dilanjutkan dengan melakukan test HIV. Untuk Dewasa (>12 tahun) dikatakan mengidap AIDS apabila : Test HIV ( + ) dan ditemukan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor. Ditemukan Sarcoma Kaposi atau Pneumonia pneumocystis cranii (Longo et al., 2012). Untuk anak - anak ( < 12 tahun ) : dikatakan mengidap AIDS apabila: a. Lebih dari 18 bulan : test HIV (+) dan ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor. b. Kurang dari 18 bulan : test HIV ( + ) dan ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor dengan ibu yang HIV (+). Gejala Mayor: a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis e. Demensia/HIV ensefalopati Gejala Minor: a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan b. Dermatitis generalisata c. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang 23 d. Kandidias orofaringeal e. Herpes simpleks kronis progresif f. Limfadenopati generalisata g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita h. Retinitis virus sitomegalo Jika, ada kecurigaan ke arah HIV/AIDS segera ke VCT (Voluntary Counseling Testing ) di rumah sakit terdekat untuk mendapat penanganan yang lebih lanjut. Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Diagnosis AIDS untuk kepentingan surveilans ditegakkan apabila terdapat infeksi oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm3 (Longo et al., 2012). 7. Prognosis Pengobatan dengan regimen ARV telah memberikan kesempatan kepada pasien HIV untuk bertahan hidup lebih lama dibandingkan dengan tidak mendapatkan pengobatan ini (Longo et al., 2012). Penderita HIV/AIDS yang mendapatkan pengobatan ARV bertahan hidup sampai 20 tahun ke depan. Sedangkan penderita HIV/AIDS yang tidak mendapatkan pengobatan ARV bisa bertahan hidup sekitar 2-3 tahun. Regimen ARV juga terbukti mengurangi adanya infeksi Mycobacterium 24 avium dan Pneumocystis carinii. Tetapi kebanyakan penderita HIV/AIDS meninggal karena infeksi oportunistik (Longo et al., 2012). Prognosis tergantung pada kemampuan pasien untuk mematuhi penggunaan regimen ARV, peningkatan kekebalan terhadap HIV dan gambaran dari HIV yang berhubungan dengan keganasan (Longo et al., 2012). 8. Pencegahan Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan di beberapa negara dan amat dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk dilaksanakan secara sekaligus, yaitu (Ditjen_PP&PL_KEMKES, 2013): a. Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda. b. Program penyuluhan sebaya (peer group education) untuk berbagai kelompok sasaran. c. Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik d. Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotik, termasuk program pengadaan jarum suntik steril. e. Program pendidikan agama. f. Program layanan pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS) g. Program promosi kondom di lokalisasi pelacuran dan panti pijat h. Pelatihan keterampilan hidup i. Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling 25 j. Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak. k. Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan dan dukungan untuk ODHA. l. Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV. B. Tinjauan Umum Tentang Kualitas Hidup 1. Definisi Kualitas Hidup Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap keadaan seseorang sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan dan niatnya (Depkes_RI, 2007). Menurut Schipper yang dikutip oleh Ware (2002) mengemukakan kualitas hidup sebagai kemampuan fungsional akibat penyakit dan pengobatan yang diberikan menurut pandangan atau perasaan pasien. Menurut Donald yang dikutip oleh Haan et al. (1993), kualitas hidup berbeda dengan status fungsional, dalam hal kualitas hidup mencakup evaluasi subyektif tentang dampak dari penyakit dan pengobatannya dalam hubungannya dengan tujuan, nilai dan pengharapan seseorang, sedangkan status fungsional memberikan suatu penilaian obyektif dari kemampuan fisik dan emosional pasien. 26 Dikutip dari kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan Harvey Schipper (1999), Kualitas hidup mencakup (Depkes_RI, 2007): a. Gejala fisik b. Kemampuan fungsional (aktivitas) c. Kesejahteraan keluarga d. Fungsi sosial e. Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan) f. Orientasi masa depan g. Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri h. Fungsi dalam bekerja 2. Kuesioner Short Form – 36 (SF 36) sebagai Alat Ukur Kualitas Hidup SF-36 adalah sebuah kuesioner survei kesehatan untuk menilai kualitas hidup, yang terdiri dari 36 butir pertanyaan. Kuesioner ini menghasilkan 8 skala fungsional profil kesehatan dan skor kesejahteraan berbasis psikometri kesehatan fisik dan psikis, serta merupakan kumpulan dari langkah-langkah dan preferensi kesehatan berbasis indeks. Oleh karena itu, SF-36 telah terbukti berguna dalam survei umum dan populasi khusus, membandingkan relatif beban penyakit serta dalam membedakan manfaat kesehatan yang dihasilkan oleh berbagai intervensi yang berbeda (Ware, 2002). 27 SF-36 adalah sebuah kuesioner survei yang mengukur 8 kriteria kesehatan sebagai berikut : (1) fungsi fisik, (2) keterbatasan peran karena kesehatan fisik, (3) tubuh sakit, (4) persepsi kesehatan secara umum, (5) vitalitas, (6) fungsi sosial, (7) peran keterbatasan karena masalah emosional, dan (8) kesehatan psikis. Pengukuran ini menghasilkan nilai skala untuk masing-masing delapan kriteria kesehatan dan dua ukuran ringkasan kesehatan fisik dan psikis. Nilai skor kualitas hidup rata-rata adalah 60, dibawah skor tersebut kualitas hidup dinilai kurang baik dan nilai skor 100 merupakan tingkat kualitas hidup yang sangat baik (Ware, 2002). Gambar 1. SF-36 dengan 36 butir pertanyaan SF-36 pada awalnya diterbitkan pada tahun 1988 dan bentuk akhirnya pada tahun 1990. Pada tahun 1996, SF-36 mulai dievaluasi dengan versi 2.0 (SF-36v2™) dengan bentuk pertanyaan yang lebih 28 sederhana, peningkatan jangkauan serta ketepatan untuk dua fungsi peran skala, dan lebih mudah digunakan. Berdasarkan waktu penggunaannya, SF – 36 dapat digunakan pada 2 periode pengukuran (2-type recall), yaitu pengukuran standar ( > 4-minggu) dan akut (< 1 minggu) (Ware, 2002). Pengukuran kualitas hidup dengan SF-36 telah didokumentasikan pada hampir 5.000 publikasi. Penelitian mereka mulai diterbitkan pada tahun 1988 sampai tahun 2010 yang didokumentasikan dalam suatu bibliografi instrumen SF-36 di SF-36’ user manual. Terjemahan dari SF-36 telah dipublikasi dan melibatkan peneliti di 22 negara. Setiap pertanyaan kuesioner yang dipilih juga mewakili beberapa indikator operasional kesehatan, termasuk: perilaku fungsi dan disfungsi, kesusahan dan kesejahteraan, dimana jawaban objektif dan subjektif dinilai valid dan reliable dalam mengevaluasi diri dari status kesehatan umum. Informasi yang lengkap tentang sejarah dan perkembangan SF-36, psikometri evaluasi, kajian reliabilitas dan validitas, dan data normatif tersedia dalam SF-36 User manual (Ware, 2002). 29 Gambar 2. SF-36 dengan 8 skala fungsional Kegunaan SF-36 dalam memperkirakan kualitas hidup akibat beban penyakit atau pengaruh intervensi tindakan medis/terapi digambarkan dalam artikel-artikel yang menggambarkan lebih dari 200 penyakit dan kondisi intervensi tindakan medis/terapi. Salah satunya pengukuran kualitas hidup pada ODHA (Ware, 2002). 3. Metode Skoring SF 36 Meotde untuk skoring pada tiap item pertanyaan di dalam kuesioner SF 36 terdiri dari dua tahap yaitu: 30 a. Menentukan skor dari jawaban pada tiap item pertanyaan Tabel 3 Recording Item Nomor Pertanyaan Kategori Skor 1, 2, 20, 22, 34, 36 1---------------------------------> 2---------------------------------> 3---------------------------------> 4---------------------------------> 5---------------------------------> 100 75 50 25 0 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 1---------------------------------> 2---------------------------------> 3---------------------------------> 0 50 100 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 1---------------------------------> 2---------------------------------> 0 100 21, 23, 26, 27, 30 1---------------------------------> 2---------------------------------> 3---------------------------------> 4---------------------------------> 5---------------------------------> 6---------------------------------> 100 80 60 40 20 0 24, 25, 28, 29, 31 1---------------------------------> 2---------------------------------> 3---------------------------------> 4---------------------------------> 5---------------------------------> 6---------------------------------> 0 20 40 60 80 100 32, 33, 35 1---------------------------------> 2---------------------------------> 3---------------------------------> 4---------------------------------> 5---------------------------------> 0 25 50 75 100 31 b. Menentukan skor rata-rata dari jawaban pada tiap item pertanyaan Tabel 4 Averaging Items to Form Scales Indikator Physical functioning Role limitations due to physical health Role limitations due to emotional problems Energy/fatigue Emotional well-being Sosial functioning Pain General health Jumlah Pertanyaan 10 4 3 Item Pertanyaan 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 10, 11, 12 13, 14, 15, 16 17, 18, 19 4 5 2 2 5 23, 27, 29, 31 24, 25, 26, 28, 30 20, 32 21, 22 1, 33, 34, 35, 36 C. TINJAUAN UMUM TENTANG STIGMA 1. Pengertian Stigma Stigma adalah fenomena yang sangat kuat yang terjadi di masyarakat, dan terkait erat dengan nilai yang ditempatkan pada beragam identitas sosial (Major and O'Brien, 2004). Menurut Goffman dalam Heatherton et al. (2003) mendefinisikan stigma sebagai suatu isyarat atau pertanda yang dianggap sebagai “ganggguan” dan karenanya dinilai kurang dibanding orang-orang normal. Individuindividu yang diberi stigma dianggap sebagai individu yang cacat, membahayakan, dan agak kurang dibandingkan orang lain pada umumnya. Butt et al. (2010) mendefenisikan stigma sebagai perbedaan-perbedaan yang merendahkan yang secara sosial dianggap mendiskreditkan, dan dikaitkan dengan berbagai stereotip negatif. Diskriminasi sendiri merupakan aksi-aksi spesifik yang didasarkan pada berbagai stereotip 32 negatif ini yakni aksi-aksi yang dimaksudkan untuk mendiskredit dan merugikan orang. Dalam praktek, seseorang yang terkena stigma dianggap sebagai tantangan bagi tatangan moral (stigmatisasi), sehingga orang tersebut mesti dijatuhkan/direndahkan, atau dikucilkan (diskriminasi). Parker dan Aggleton dalam Butt et al. (2010) menekankan bagaimana stigma terjadi pada berbagai tingkat. Keduanya mengidentifikasi 4 tingkat utama terjadinya stigma: a. Diri: berbagai mekanisme internal yang dibuat diri sendiri, yang kita sebut stigmatisasi diri. b. Masyarakat: gosip, pelanggaran dan pengasingan di tingkat budaya dan masyarakat c. Lembaga: perlakuan preferensial atau diskriminasi dalam lembagalembaga d. Struktur: lembaga-lembaga yang lebih luas seperti kemiskinan, rasisme, serta kolonialisme yang terus-menerus mendiskriminasi suatu kelompok tertentu. 2. Stigma Orang dengan HIV/AIDS Stigma adalah label negatif yang diberikan pada orang dengan HIV/ AIDS atau ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Ini akibat persepsi yang keliru. Gambaran negatif pada ODHA dibangun dari informasi yang tidak lengkap, tidak benar dan tidak jelas. Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap pengidap AIDS terdapat dalam 33 berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV; diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya; dan penerapan karantina terhadap orangorang yang terinfeksi HIV. Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan; sehingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi "hukuman mati" dan menjadikan meluasnya penyebaran HIV (Humas_BNN, 2011). Menurut Herek et al. (2002) stigma ODHA lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori: a. Stigma Instrumental ODHA b. Stigma Simbolis ODHA yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut. yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular. c. Stigma Kesopanan ODHA yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan issu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV Stigma ODHA sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama 34 yang berhubungan dengan yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran, dan penggunaan narkoba melalui suntikan. Di banyak negara maju, terdapat penghubungan antara AIDS dengan homoseksualitas atau biseksualitas, yang berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya sikap-sikap anti homoseksual. Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan antara AIDS dengan hubungan seksual antar laki-laki, termasuk bila hubungan terjadi antara pasangan yang belum terinfeksi (Herek et al., 2002). Menurut Yusnita (2012) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi stigma terhadap HIV/AIDS yakni HIV/AIDS adalah penyakit yang mengancam jiwa, orang-orang takut terinfeksi HIV, penyakit dihubungkan dengan perilaku yang telah terstigma dalam masyarakat, ODHA sering dianggap sebagai yang bertanggung jawab bila ada terinfeksi, nilai-nilai moral atau agama membuat orang yakin bahwa HIV/AIDS sebagai hasil dari pelanggaran moral. Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadangkadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) (Yusnita, 2012). 35 Menurut Butt et al. (2010) dari hasil penelitian mereka di pegunungan Papua dengan 28 responden dari latar belakang yang beragam, para responden mengungkapkan mereka mengalami stigma dari berbagai sumber. Diantaranya: a. Pengungkapan status mereka tanpa sepengetahuan mereka oleh orang-orang lain b. Pengungkapan status mereka secara sukarela oleh orang-orang lain c. Pengungkapan status mereka oleh seseorang yang berpengaruh seperti pemimpin gereja atau petugas kesehatan d. Pengungkapan status mereka oleh orang tua e. Kesalahan dalam penyediaan layanan kesehatan f. Kurangnya akses ke obat-obatan ARV atau akses yang diketahui orang lain g. Kurangnya pengetahuan tentang HIV, transmisi dan ARV h. Diskriminasi oleh kerabat jauh dan masyarakat i. Pemahaman-pemahaman budaya dan praktek-praktek seputar penyakit keras j. Nilai-nilai budaya yang berkenaan dengan kematian dan menjelang kematian/sekarat 1) Nilai-nilai budaya tentang pengasingan 2) Kondisi-kondisi politik yang menyebabkan rasisme 3) Tak adanya atau kurangnya layanan kesehatan 36 4) Penundaan dalam penyediaan berbagai layanan dasar 5) Stigmatisasi diri 3. Issu Mengenai Stigma ODHA Berikut beberapa issu mengenai stigma ODHA menurut Kesrepro (2007): a. Dukungan Bagi ODHA dan Keluarga ODHA mengalami proses berduka dalam kehidupannya, sebuah proses yang seharusnya mendorong pada penerimaan terhadap kondisi mereka. Namun, masyarakat dan lembaga terkadang memberikan opini negatif serta memperlakukan ODHA dan keluarganya sebagai warga masyarakat kelas dua. Hal ini menyebabkan melemahnya kualitas hidup ODHA. b. Tempat Layanan Kesehatan Sering terjadi, lembaga yang diharapkan memberikan perawatan dan dukungan, pada kenyataannya merupakan tempat pertama orang mengalami stigma dan diskriminasi. Misalnya, memberikan mutu perawatan medis yang kurang baik, menolak memberikan pengobatan -seringkali sebagai akibat rasa takut tertular yang salah kaprah. Contoh dari stigma dan diskriminasi yang dihadapi ini adalah: alasan dan penjelasan kenapa seseorang tidak diterima di rumah sakit (tanpa didaftar berarti secara langsung telah ditolak), isolasi, pemberian label nama atau metode lain yang mengidentifikasikan seseorang sebagai HIV positif, pelanggaran kerahasiaan, perlakuan yang negatif dari staf, 37 penggunaan kata-kata dan bahasa tubuh yang negatif oleh pekerja kesehatan, juga akses yang terbatas untuk fasilitasfasilitas rumah sakit. c. Akses untuk Perawatan ODHA seringkali tidak menerima akses yang sama seperti masyarakat umum dan kebanyakan dari mereka juga tidak mempunyai akses untuk pengobatan ARV mengingat tingginya harga obat-obatan dan kurangnya infrastruktur medis di banyak negara berkembang untuk memberikan perawatan medis yang berkualitas.Bahkan ketika pengobatan ARV tersedia, beberapa kelompok mungkin tidak bisa mengaksesnya, misalnya karena persyaratan tentang kemampuan mereka untuk mengkonsumsi sebuah zat obat, yang mungkin terjadi pada kelompok pengguna narkoba suntikan. d. Pendidikan Hak untuk mendapat pendidikan bagi ODHA dan kelompok lain yang rentan terkadang diremehkan melalui penolakan untuk memasukkan murid ke sekolah dan universitas, penolakan untuk mengakses fasilitas sekolah, perlakuan yang negatif dari teman sebaya dan lainnya di lingkungan sekolah, pengucilan di kelas, dan tidak adanya keinginan untuk mengajak siswa mengikuti pemeriksaan kesehatan, dll. Lebih jauh lagi, cara mengajar tanpa diskriminasi HIV/AIDS seringkali tidak masuk dalam kurikulum. 38 e. Sistem Peradilan Perilaku negatif atau prasangka terhadap ODHA dapat direfleksikan dengan penolakan atau akses yang lebih sedikit untuk sistem peradilan dan penilaian menyangkut issu-issu seperti kerahasiaan status HIV dan perlindungan dalam kasus perkosaan/penganiayaan. Sistem peradilan juga dapat meningkatkan stigmatisasi, misalnya ketika kelompok yang rentan, misalnya pekerja seks dan pengguna narkoba, dianggap bersalah ketimbang diberi dukungan untuk mencegah penularan HIV. f. Politik Kalangan eksekutif yang tidak berbuat apa-apa di bidang HIV/AIDS dapat melegitimasi stigma dan diskriminasi, khususnya ketika sikap diskriminasi ditujukan kepada AIDS dan orang-orang di sekitarnya, ODHA atau kelompok marjinal lainnya diabaikan dalam proses penegakan hukum, dan mereka yang melakukan diskriminasi dibiarkan saja. g. Organisasi Kepercayan Pada beberapa kejadian, organisasi kepercayaan turut memberikan prasangka buruk terhadap ODHA dan keluarganya. Ini secara khusus terlihat lewat perlakuan terhadap issu seksualitas, seks dan penggunaan narkoba, penggunaan alat kontrasepsi, pasangan seksual lebih dari satu, dan adanya kepercayaan bahwa HIV/AIDS adalah merupakan kutukan dari Tuhan. 39 h. Media Beberapa jurnalis tidak mempunyai pengetahuan yang cukup atau informasi dasar ketika memberitakan situasi yang menyangkut kelompok rentan dan ODHA. Kesalahan informasi bisa mendorong adanya komentar yang tidak pantas, penggunaan istilah yang negatif, sensasionalisasi pelanggaran kerahasiaan dan terus berlangsungnya perlakuan negatif terhadap ODHA dan mereka yang terkena dampaknya, seperti juga terhadap kelompok yang rentan. i. Tempat Kerja Kemampuan untuk membiayai hidup dan untuk dipekerjakan adalah merupakan hak dasar manusia. Issu-issu yang berhubungan dengan HIV/AIDS menyangkut pengangkatan dan pemecatan, keamanan karyawan, pemecatan yang tidak adil, asuransi kesehatan, absen dari kerja untuk tujuan kesehatan, alokasi kerja, lingkungan yang aman, gaji dan tunjangan, perlakuan atasan dan rekan kerja, skining HIV untuk semua karyawan, promosi dan pelatihan.Seringkali pemikiran di balik issu-issu terkait ini adalah adanya kepercayaan bahwa tidak ada gunanya menginvestasi uang pada seseorang yang akhirnya toh akan meninggal. Tidak adanya kebijakan perekrutan adalah kondisi rumit yang seringkali terabaikan. 40 Tabel 3 Sintesa Penelitian Variabel Stigma JUDUL dan Sumber PENELITI (TAHUN) DESAIN PENELITI AN TEMUAN HASIL PENELITIAN Cross sectional Dalam model ini, stigma HIV menunjukkan kecenderungan hubungan dengan kepuasan hidup saat ini, tetapi tidak bermakna secara statistik (p = 0,097). Baik stigma HIV maupun dukungan sosial menunjukkan hubungan signifikan dengan beban penyakit. Xianhong Li, Ph.D., Cross R.N., Sectional Ling Huang, M.S.N., R.N., Honghong Wang, Ph.D., R.N., Kristopher P. Fennie, M.Sc., M.P.H., Ph.D., Sumber : AIDS Patinet Guoping He, M.D., Care and STDs dan (http://www.ncbi.nlm.nih. Ann B. Williams, gov/pmc/articles/PMC32 Ed.D., R.N.C., FAAN 79711/) (2011) Hasil penelitian menunjukkan bahwa, meskipun self-efficacy merupakan prediktor penting untuk kepatuhan pengobatan dan kualitas hidup, stigma HIV sebagai mediator tidak boleh diabaikan. Penyedia layanan kesehatan juga harus mengevaluasi kondisi stigma HIV ketika mencari untuk meningkatkan self-efficacy melalui intervensi. Health related quality of life and psychososial correlates among hivinfected adolescent and young adult women in the us Katherine Andrinopoulos, Gretchen Clum, Debra A. Murphy, Gary Harper, Lori Perez, Jiahong Xu, Shayna Sumber : NIH Public Cunningham, Access dan Jonathan M. (http://www.ncbi.nlm.nih. Ellen, gov/pmc/articles/PMC32 (2012) 87350/) Stigma Mediates the Relationship Between Self-Efficacy, Medication Adherence, and Quality of Life Among People Living with HIV/AIDS in China Peer support and improved quality of life among persons living with HIV on antiretroviral treatment: A randomised controlled trial from north-eastern Vietnam Sumber : Health and Quality of Life Outcomes (http://www.ncbi.nlm.nih. gov/pmc/articles/PMC34 91019/) Vu Van Tam, Mattias Case Larsson, Anastasia Control Pharris, Björn Diedrichs, Hoa Phuong Nguyen, Chuc Thi Kim Nguyen, Phuc Dang Ho, Gaetano Marrone and Anna Thorson (2012) Stigma yang dirasakan lebih rendah berkorelasi secara signifikan tapi lemah dengan peningkatan kualitas hidup, namun, tidak ada hubungan yang signifikan pada dukungan sebaya. 41 Tabel 3a Sintesa Penelitian Variabel Stigma JUDUL dan Sumber Association between stigma, depression and quality of life of people living with HIV/AIDS (PLHA) in South India – a community based cross sectional study Sumber : BMC Public Health DESAIN PENELITI (TAHUN) PENELITI AN Bimal Charles, Cross Lakshmanan Sectional Jeyaseelan, Arvind Kumar Pandian, Asirvatham Edwin Sam, Mani Thenmozhi dan Visalakshi Jayaseelan (2012) Dua puluh tujuh persen dari ODHA telah mengalami bentuk parah dari stigma. Ini adalah bentuk parah dari stigma pribadi (28,8%), citra diri yang negatif (30,3%), persepsi sikap publik (18,2%) dan masalah pengungkapan (26%). ODHA mengalami depresi berat adalah 12% dan mereka yang mengalami kualitas hidup yang buruk adalah 34%. QOL yang buruk dilaporkan dalam fisik, psikologis domain, sosial dan lingkungan adalah masing-masing 42,5%, 40%, 51,2% dan 34%. D. Rao, W.-T. Chen, Cross C.R. Pearson, J.M. Sectional Simoni, K. Fredriksen-Goldsen, K. Nelson, H. Zhao, dan F. Zhang (2012) Peserta melaporkan tingkat rata-rata lebih tinggi dari stigma dan depresi jika mereka tidak saat ini bekerja (t = 3.59, p<0,001; t=2.51, p<0,05). Analisis paralel dengan kualitas hidup menunjukkan stigma signifikan terhadap kualitas hidup (β = -0.22, p <0,05). Ketika sosial dan stigma yang termasuk dalam model yang sama, dukungan sosial tetap menjadi prediktor signifikan dari kualitas hidup (β = 0,25, p <0,05), tetapi stigma menjadi tidak signifikan (β = -0.15, p = 0,15), (http://www.ncbi.nlm.nih. gov/pmc/articles/PMC34 44349/) Sosial Support Mediates the Relationship between HIV Stigma and Depression/Quality of Life among People Living with HIV in Beijing, China Sumber : NIH Public Access (http://www.ncbi.nlm.nih. gov/pmc/articles/PMC34 08622/) TEMUAN HASIL PENELITIAN 42 Tabel 3b Sintesa Penelitian Variabel Stigma JUDUL dan Sumber Associations between Perceived HIV Stigma and Quality of Life at the Dyadic Lvel: The ActorPartner Interdependence Model Sumber : PLOS ONE (http://www.ncbi.nlm.nih. gov/pmc/articles/PMC35 62178/) HIV-related stigma and physical symptoms have a persistent influence on health-related quality of life in Australians with HIV infection PENELITI (TAHUN) Hongjie Liu, Yongfang Xu, Xinjin Lin, Jian Shi, dan Shiyi Chen (2013) DESAIN PENELITI AN Cross Sectional Kami menemukan dalam analisis diad ini bahwa (1) ODHA dibandingkan dengan pengasuh mereka menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari yang dirasakan stigma HIV dan tingkat yang lebih rendah dari kualitas hidup diukur dalam empat domain, (2) yang dirasakan HIV baik ODHA 'dan pengasuh' stigma mempengaruhi kualitas hidup mereka sendiri, (3) Kualitas hidup tidak substansial dipengaruhi oleh stigma yang dirasakan pasangan mereka, dan (4) Kedua aktor dan mitra efek stigma terhadap kualitas hidup yang serupa di antara ODHA dan pengasuh mereka. Cross Sectional Jumlah HRQL berkurang dengan stigma yang dirasakan dengan sepertiga dari pasien yang disurvei melaporkan kekhawatiran terusmenerus dari mengungkapkan kedua status HIV mereka dan menginfeksi orang lain. (Liu et al., 2013) Susan Herrmann, Elizabeth McKinnon, Noel B Hyland, Christophe Lalanne, Simon Malla, David Nolan, Sumber : Health and Quality of Life Outcomes Olivier (http://www.ncbi.nlm.nih. Chassany, dan gov/pmc/articles/PMC36 Martin Duracinsky, MS 23897/) (2013) TEMUAN HASIL PENELITIAN 43 D. TINJAUAN UMUM TENTANG DEPRESI Dalam psikiatri, depresi menunjukkan ke suatu sindroma klinis yang terdiri dari sifat mood yang menurun (perasaan sedih yang menyakitkan), kesulitan dalam berpikir, dan retardasi psikomotor (Campbell, 2009). Depresi dapat terjadi pada berbagai umur. Studi yang disponsori NIMH memperkirakan bahwa di Amerika Serikat 6% berumur 9-17 tahun dan hampir 10% warga Amerika dewasa diusia 18 tahun atau lebih, mengalami depresi setiap tahun. Umur onset untuk gangguan depresif berat sekitar 40 tahun, dengan 50% dari seluruh penderita memiliki onset antara usia 20 hingga 50 tahun. Gangguan depresif berat juga bisa muncul pada masa anak atau usia tua (Cohen and Gorman, 2008). Meskipun usaha yang intensif untuk menegakkan dasar etiologi atau patofisiologis dari gangguan depresif mayor, penyebab pastinya belum diketahui. Terdapat konsensus bahwa faktor etiologinya adalah multipel – genetik, biokimiawi, psikodinamik dan lingkungan sosial – mungkin saling berinteraksi dengan cara yang kompleks dan pemahaman terbaru mengenai gangguan ini menghendaki adanya pemahaman yang pintar terhadap hubungan faktor-faktor ini. Seperti penyakti-penyakit serius lainnya seperti kanker, penyakit jantung atau stroke, bagaimanapun, depresi sering menyertai HIV & AIDS (Angelino, 2002). Hubungan antara depresi dengan HIV/AIDS merupakan hubungan yang sangat kompleks, di satu sisi depresi dapat timbul karena penyakit HIV/AIDS 44 itu sendiri, di sisi lain depresi yang timbul akan lebih memperberat perjalanan penyakit HIV/AIDS itu sendiri. Depresi akan memperberat perjalanan penyakit HIV /AIDS melalui perubahan perilaku seperti perasaan bersalah, kurangnya minat berkomunikasi, berkurangnya kepatuhan memakan obat serta keinginan untuk bunuh diri dan juga gangguan sistim imun. Berbagai gejala pada depresi seperti gangguan neurovegetatif (gangguan tidur, nafsu makan berkurang, disfungsi seksual), gangguan kognitif (pelupa, susah berkonsentrasi) juga akan memperberat perjalanan penyakitnya (Angelino, 2002). Depresi yang timbul pada penderita HIV/AIDS dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti (Angelino, 2002): 1. Invasi virus HIV ke Susunan Saraf Pusat (SSP), dimana menghasilkan perubahan neuropatologis pada basal ganglia, thalamus, nukleus batang otak yang menyebabkan disfungsi dan akhirnya akan menyebabkan gangguan pada mood dan motivasi. 2. Efek samping penggunaaan obat-obat anti retroviral seperti : efavirenz interferon, zidovudin. 3. Komplikasi HIV seperti infeksi oportunistik dan tumor intra kranial. 4. Pengaruh psikologis yang ditimbulkan setelah diketahui menderita penyakit tersebut, biasanya penderita mengalami reaksi penolakan dari pekerjaan, keluarga maupun masyarakat. 45 Gambar 3. Hubungan Antara Depresi dengan HIV Walaupun kejadian depresi pada penderita HIV/AIDS ini sebenarnya cukup tinggi tetapi sering kurang terdiagnosis karena beberapa gejala depresi sering dijumpai sebagai bagian dari gejala penyakit HIV/AIDS itu sendiri. Beberapa hal yang menjadikan diagnosis depresi pada penderita HIV/AIDS menjadi lebih sulit untuk ditegakkan antara lain (Rabkin, 2006): 1. Kemungkinan efek gejala klinis yang timbul akibat infeki virus HIV itu sendiri seperti : fatique, berkurangnya nafsu makan dan tidur, dan penurunan berat badan. 2. Kemungkinan efek gangguan kognitif yang timbul akibat infeksi virus HIV pada otak dengan gejala seperti retardasi psikomotor, pelupa, dan kesulitan untuk berkonsentrasi mungkin gejala-gejala awal dari kerusakan ini. 3. Reaksi emosional dan perilaku yang bersifat sementara, yang sering timbul dalam perjalanan penyakit seperti: hilangnya minat berkomunikasi dengan 46 sesama, perasaan bersalah tentang perilaku berisiko sebelumnya, keinginan bunuh diri. Skrining rutin untuk penyakit psikiatrik pada pasien-pasien klinis HIV/AIDS secara efektif dapat digunakan. Beberapa alat-alat skrining untuk depresi pada setting medis telah diteliti. Beck Depression Inventory (BDI) dikembangkan untuk mengukur manifestasi perilaku depresi pada remaja dan dewasa. Alat ukurnya di desain untuk menstandarisasi penilaian keparahan depresi agar pemonitoran perubahan sepanjang waktu atau untuk menjelaskan gangguannya secara sederhana. Pokok-pokok dalam BDI orisinalnya diperoleh dari observasi penderita-penderita depresi yang dibuat sepanjang perjalanan psikoterapi psikoanalitik. Sikap dan simtom-simtom yang muncul secara spesifik terhadap kelompok penderita ini dijelaskan oleh rentetan pernyataan, dan suatu nilai angka diberikan untuk setiap pernyataan (McDowell, 2006). Dalam bentuk orisinilnya, 21 manifestasi perilaku diungkapkan disini, setiap area diwakili oleh empat hingga lima pernyataan yang menjelaskan keparahan simtom mulai dari ringan hingga berat. Subjek diminta untuk mengidentifikasi pernyataan yang paling tepat yang menjelaskan perasaannya “sekarang”. Pokok-pokoknya kemudian dinilai dan disimpulkan untuk memperoleh suatu nilai total untuk keparahan simtom depresif (McDowell, 2006). 47 BDI terdiri dari kumpulan 21 pokok, masing-masingnya dengan rentetan empat pernyataan. Pernyataannya menjelaskan keparahan simtom sepanjang rangkaian kesatuan nomor urut dari tidak ada atau ringan (nilai 0) ke berat (nilai 3). Walaupun instrumen orisinilnya dimaksudkan untuk dibacakan dengan kuat oleh seorang pewawancara yang mencatat pilihan subjeknya, skalanya kemudian telah digunakan sebagai kuesioner yang dilaporkan sendiri (selfreport questionnaire). Nilai keparahan depresi dibuat dengan menyimpulkan nilai-nilai dari pokok-pokoknya yang disokong dari setiap pokoknya. Panduanpanduan belakangan ini menyarankan interpretasi dari nilai-nilai keparahan : 0-9, tidak depresi; 10-16, ringan; 17-29, sedang; dan 30-63, berat. Nilai subskala bisa dikalkulasikan untuk faktor kognitif-afektif dan faktor hasil somatic (McDowell, 2006). Tabel 4 Sintesa Penelitian Variabel Depresi JUDUL dan Sumber PENELITI (TAHUN) DESAIN PENELITI AN Katherine Cross Andrinopoulos, sectional Gretchen Clum, Debra A. Murphy, Gary Harper, Lori Perez, Jiahong Xu, Shayna Cunningham, Sumber : NIH Public dan Jonathan M. Access Ellen, (http://www.ncbi.nlm (2012) .nih.gov/pmc/articles /PMC3287350/) Health related quality of life and psychososial correlates among hiv-infected adolescent and young adult women in the us Tabel 4a TEMUAN HASIL PENELITIAN Dalam model multivariat dengan HIVHRQOL faktor 1 sebagai variabel hasil, orang-orang yang mengalami depresi (p = 0,006) melaporkan tingkat kepuasan lebih rendah dari hidup saat ini 48 Sintesa Penelitian Variabel Depresi JUDUL dan Sumber Association between stigma, depression and quality of life of people living with HIV/AIDS (PLHA) in South India – a community based cross sectional study Sumber : BMC Public Health PENELITI (TAHUN) DESAIN PENELITI AN Bimal Charles, Cross Lakshmanan Sectional Jeyaseelan, Arvind Kumar Pandian, Asirvatham Edwin Sam, Mani Thenmozhi dan Visalakshi Jayaseelan (2012) ODHA mengalami depresi berat adalah 12% dan mereka yang mengalami kualitas hidup yang buruk adalah 34%. QOL yang buruk dilaporkan dalam fisik, psikologis domain, sosial dan lingkungan adalah masing-masing 42,5%, 40%, 51,2% dan 34%. ODHA yang memiliki stigma pribadi parah dan citra diri yang negatif memiliki 3,4 (1,6-7,0) dan risiko 2,1 (1,0-4,1) kali lebih tinggi dari depresi berat masingmasing (p <.001). ODHA yang mengalami depresi berat mengalami 2,7 (1,1-7,7) kali secara signifikan memiliki kualitas hidup yang lebih buruk. D. Rao, W.-T. Cross Chen, C.R. Sectional Pearson, J.M. Simoni, K. FredriksenGoldsen, K. Nelson, H. Zhao, dan F. Zhang (2012) Peserta melaporkan tingkat rata-rata lebih tinggi dari stigma dan depresi jika mereka tidak saat ini bekerja (t = 3.59, p<0,001; t=2.51, p<0,05). Gejala-gejala depresi lebih sedikit (r=0.28, p<0,01), dan kualitas hidup yang lebih baik (r=0,30, p<0,01). Cross Sectional Pasien menunjukkan HRQL lebih rendah jika mereka: baru didiagnosis (p = 0,001); melaporkan depresi, pengangguran atau frekuensi tinggi dari gejala yang merugikan, (semua p <0,001). Jumlah HRQL berkurang dengan kekhawatiran terus-menerus dari mengungkapkan status HIV mereka dan menginfeksi orang lain. (http://www.ncbi.nlm.nih .gov/pmc/articles/PMC3 444349/) Sosial Support Mediates the Relationship between HIV Stigma and Depression/Quality of Life among People Living with HIV in Beijing, China TEMUAN HASIL PENELITIAN Sumber : NIH Public Access (http://www.ncbi.nlm.nih .gov/pmc/articles/PMC3 408622/) HIV-related stigma and physical symptoms have a persistent influence on health-related quality of life in Australians with HIV infection Susan Herrmann, Elizabeth McKinnon, Noel B Hyland, Christophe Lalanne, Simon Malla, David Nolan, Sumber : Health and Olivier Quality of Life Chassany, dan Outcomes (http://www.ncbi.nlm.nih Martin .gov/pmc/articles/PMC3 Duracinsky, MS (2013) 623897/) 49 Tabel 4b Sintesa Penelitian Variabel Depresi JUDUL dan Sumber Health-Related Quality of Life ‘Well-Being’ In HIV Distal Neuropathic Pain Is More Strongly Associated With Depression Severity Than With Pain Intensity PENELITI (TAHUN) DESAIN PENELITI AN John R. Keltner, Cross MD, PhD, Florin sectional Vaida, PhD, [...], and Igor Grant, MD (2012) TEMUAN HASIL PENELITIAN Untuk sampel ini pasien dengan HIV DNP, keparahan mood depresi lebih tinggi berkorelasi dengan HRQOL kesejahteraan daripada yang intensitas nyeri. (Keltner et al., 2012) Sumber: NIH Public Access (http://www.ncbi.nlm.nih .gov/pmc/articles/PMC3 389373/) E. TINJAUAN UMUM TENTANG DUKUNGAN SOSIAL 1. Pengertian Dukungan Sosial Banyak ahli yang mendefinisikan dukungan sosial, di antaranya adalah Sarafino and Smith (2011) yang menyatakan bahwa adanya dukungan sosial berarti adanya penerimaan dari orang tua atau sekelompok orang terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai dan ditolong. Definisi serupa yang diutarakan oleh Sarason et al. (1987), Ia menekankan adanya orang lain yang dapat diandalkan kemampuan dan kehadirannya jika individu dalam keadaan yang memerlukan bantuan dan orang tersebut menunjukan bahwa ia peduli, menyayangi dan menghargai individu. 50 Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan dukungan sosial adalah pemberian bantuan dalam berbagai bentuk baik verbal maupun non-verbal seperti perhatian, kasih sayang, penilaian, dan nasehat yang berdampak positif bagi individu. Dukungan sosial didapatkan individu dari hubungan dengan orang lain dalam suatu jaringan sosial yang dapat diandalkannya. 2. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial Para ahli selain memberikan definisi, mereka juga menguraikan bentukbentuk dukungan sosial. Pembagian bentuk dukungan sosial dari para ahli ini mirip satu sama lain dan saling melengkapi. Berdasarkan pembagian bentuk-bentuk dukungan sosial yang telah mereka uraikan, ada lima bentuk umum, yaitu (Smet, 1994): a. Dukungan Emosi (emotional support) Dukungan emosi mengacu pada bantuan yang berbentuk dorongan yang membesarkan hati, kehangatan, dan kasih sayang. Dukungan ini dikatakan melibatkan perhatian, rasa percaya dan empati. Beberapa ahli melihatnya sebagai suatu bentuk tingkah laku yang menumbuhkan perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa ia dihormati, dicintai, dan merasa aman. Smet (1994) menyatakan bahwa dukungan emosi mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu. Dapat disimpulkan bahwa dukungan emosi lebih 51 menitikberatkan pada dukungan yang berupa ungkapan perasaan seorang individu terhadap orang lain. b. Dukungan penghargaan (esteem support) House dalam Smet (1994) menyatakan bahwa dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan penghargaan atau penilaian yang positif untuk individu, dorongan maju dan semangat, atau persetujuan dengan gagasan atau perasaaan individu, dan perbandingan positif individu dengan orang lain. Pada dukungan penghargaan dititik-beratkan pada adanya ungkapan penilaian yang positif atas individu dan penerimaaan individu apa adanya. Bentuk dukungan ini membentuk perasaan dalam diri individu bahwa ia berharga, mampu dan berarti. c. Dukungan Instrumental/Material (instumental/material support) Dukungan meterial ini mengacu kepada penyediaan barang dan jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah secara praktis. Contoh dukungan ini seperti pinjaman atau sumbangan uang dari orang lain, penyediaan layanan penitipan anak, penjagaan dan pengawasan rumah yang ditinggal pergi pemiliknya dan lain sebagainya yang merupakan bantuan nyata berupa materi atau jasa. d. Dukungan Informasi (informational support) Menurut House Smet (1994) dukungan informasi memiliki dua bentuk, yaitu dukungan informasi yang berarti memberikan informasi atau mengajarkan suatu keterampilan yang dapat memberikan solusi atas 52 suatu masalah, misalnya berupa petunjuk, nasehat atau penghargaan. Bentuk lainya yaitu dukungan informasi yang berupa dukungan penilaian (appraisal support) yang melibatkan informasi sehingga dapat membantu seseorang dalam menilai kemampuan dirinya seperti dengan memberikan umpan balik atas keterampilan yang dimiliki individu. Jadi dukungan informasi adalah dukungan yang diberikan dengan cara memberikan informasi baik berupa nasehat, saran, umpan balik, atau cara-cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. e. Dukungan Persahabatan (companionship support) Dukungan persahabatan merupakan suatu interksi sosial yang positif dengan orang lain dimana individu dapat menghabiskan waktu dengan individu lain dalam suatu aktivitas sosial dan hiburan. Tabel 5 Sintesa Penelitian Variabel Dukungan Sosial JUDUL dan Sumber PENELITI (TAHUN) DESAIN PENELITI AN Katherine Cross Andrinopoulos, sectional Gretchen Clum, Debra A. Murphy, Gary Harper, Lori Perez, Jiahong Xu, Sumber : NIH Public Shayna Access Cunningham, (http://www.ncbi.nlm.nih dan Jonathan M. .gov/pmc/articles/PMC3 Ellen, 287350/) (2012) Health related quality of life and psychososial correlates among hivinfected adolescent and young adult women in the us TEMUAN HASIL PENELITIAN Dalam model multivariat dengan HIVHRQOL faktor 1 sebagai variabel hasil, dukungan sosial (p = .001) memiliki kepuasan hidup dengan tingkat lebih tinggi saat ini. Dalam model ini, baik stigma HIV maupun dukungan sosial menunjukkan hubungan signifikan dengan beban penyakit. 53 Tabel 5a Sintesa Penelitian Variabel Dukungan Sosial JUDUL dan Sumber PENELITI (TAHUN) DESAIN PENELITI AN TEMUAN HASIL PENELITIAN Vu Van Tam, Case Mattias Larsson, Control Anastasia Pharris, Björn Diedrichs, Hoa Phuong Nguyen, Chuc Thi Kim Nguyen, Phuc Dang Ho, Gaetano Sumber : Health and Marrone and Quality of Life Outcomes Anna Thorson (http://www.ncbi.nlm.nih.go (2012) v/pmc/articles/PMC349101 9/) Secara keseluruhan, kualitas hidup meningkat secara signifikan pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Di antara peserta pada tahap klinis 1 dan 2, tidak ada pengaruh yang signifikan dari dukungan sebaya, sedangkan memiliki anak dikaitkan dengan kualitas hidup meningkat. Sosial Support Mediates the Relationship between HIV Stigma and Depression/Quality of Life among People Living with HIV in Beijing, China D. Rao, W.-T. Cross Chen, C.R. Sectional Pearson, J.M. Simoni, K. FredriksenGoldsen, K. Nelson, H. Zhao, dan F. Zhang (2012) Peserta yang melaporkan tingkat rata-rata lebih tinggi dari dukungan sosial memiliki pasangan tetap (t=-3,24, p<0,01). Dukungan sosial secara bermakna dikaitkan dengan kurang stigma (r=-0.26, p<0,01, gejala-gejala depresi lebih sedikit (r=-0.28, p<0,01), dan kualitas hidup yang lebih baik (r=0,30, p<0,01). Ketika kedua sosial dan stigma yang termasuk dalam model yang sama, dukungan sosial tetap menjadi prediktor signifikan dari kualitas hidup (β = 0,25, p <0,05). Evşen Nazik Cross Sevban Arslan Sectional Hakan Nazik Behice Kurtaran Selçuk Nazik Sumber: Academic Search Aslıhan Ulu Complete, Ipswich, MA Yeşim Taşova (http://web.a.ebscohost.co (2013) m/ehost/detail?sid=25c0c1 e6-7a69-451d-af50(Nazik et al., dfb549ca419b%40session 2013) mgr4004&vid=1&hid=4207 &bdata=JnNpdGU9ZWhvc 3QtbGl2ZQ%3d%3d#db=a 9h&AN=89729240) Hasil ini menunjukkan bahwa kualitas hidup miskin dan dukungan sosial yang dirasakan adalah menengah pada pasien dengan HIV / AIDS. Peer support and improved quality of life among persons living with HIV on antiretroviral treatment: A randomised controlled trial from north-eastern Vietnam Sumber : NIH Public Access (http://www.ncbi.nlm.nih.go v/pmc/articles/PMC340862 2/) Determination of Quality of Life and Their Perceived Sosial Support from Family of Patients with HIV/AIDS. 54 Tabel 5b Sintesa Penelitian Variabel Dukungan Sosial JUDUL dan Sumber PENELITI (TAHUN) DESAIN PENELITI AN Direct and indirect effects of perceived sosial support on health-related quality of life in persons living with HIV/AIDS. Tsegaye Bekele Cross Sean B Rourke Sectional Ruthann Tucker Saara Greene Michael Sobota Jay Koornstra Sumber: Academic Laverne Monette Search Complete, Ipswich, Sergio Rueda MA. Jean Bacon ( James Watson http://web.b.ebscohost.co Stephen m/ehost/detail?sid=d34acb W.Hwang 1a-f512-4bf7-b485James Dunn 31232ffb53c8%40session Dale Guenter mgr111&vid=1&hid=114&b (2013) data=JnNpdGU9ZWhvc3Q tbGl2ZQ%3d%3d#db=a9h (Bekele et al., &AN=85605165) 2013) TEMUAN HASIL PENELITIAN Dukungan sosial yang dirasakan memiliki efek langsung yang signifikan terhadap PHS ( B = 0,04 , p <0,01 ) dan MHS ( B = 0,05 , p <0,01 ) . Hal ini juga memiliki efek tidak langsung yang signifikan pada kedua PHS ( B = 0,04 , p <0,01 ) dan MHS ( B = 0,11 , p <0,01 ) , dimediasi oleh gejala depresi . Intervensi yang meningkatkan dukungan sosial memiliki potensi untuk berkontribusi HRQOL yang lebih baik baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mengurangi efek merusak dari gejala depresi pada HRQOL F. TINJAUAN UMUM TENTANG RELIGIUSITAS 1. Pengertian Religiusitas Pargament (1997) dalam Santrock (2005) mendefinisikan agama sebagai tugas yang terlampau sulit, diperumit oleh berbagai macam agama di dunia, sejarah dan keberadaan mereka yang kompleks, dan makna kebudayaan mereka. Sedangkan menurut Glock dan Stark (1965) dalam Santrock (2005) religiusitas merupakan “Sistem timbul, nilai, keyakinan dan sistem perilaku yang terlembaga yang semuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi”. 55 Menurut Glock dan stark mendefinisikan religiusitas sebagai “Komitmen religius (yang berhubungan dengan agama atau keyakinan iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang dianut”. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa religiusitas adalah ketaatan, kesolehan perilaku dan keyakinan seseorang di dalam menjalankan ajaranajaran agamanya, yang diwujudkan dalam kehidupan manusia sehari-hari yang berkaitan dengan ibadah (Santrock, 2005). 2. Dimensi-Dimensi Religiusitas Religiusitas menurut Glock dan Stark memiliki lima dimensi, yaitu (Santrock, 2005): a. Ideologis atau keyakinan (Religious Belief). Dimensi ideologis menunjuk pada tingkat keyakinan atau keimanan seseorang terhadap kebenaran ajaran agama, terutama terhadap ajaran-ajaran agama yang bersifat fundamental dan dogmatik. Indikatornya antara lain: yakin dengan adanya Tuhan, mengakui kebesaran Tuhan, pasrah pada Tuhan, melakukan sesuatu dengan ikhlas, selalu ingat pada Tuhan, percaya akan takdir Tuhan, terkesan atas ciptaan Tuhan dan mengagungkan nama Tuhan. Keimanan terhadap Tuhan akan mempengaruhi terhadap keseluruhan hidup individu secara batin maupun fisik yang berupa tingkah laku dan perbuatannya. Individu memiliki iman dan kemantapan hati yang dapat 56 dirasakannya sehingga akan menciptakan keseimbangan emosional, sentimen dan akal, serta selalu memelihara hubungan dengan Tuhan karena akan terwujud kedamaian dan ketenangan sehingga ketika mendapat tekanan, individu dapat berpikir logis dan positif dalam memecahkan permasalahan yang sedang dihadapinya. b. Ritualistik atau peribadatan (Religious Practice). Dimensi ritualistik atau peribadatan ini menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual yang diperintahkan oleh agamanya. Kepatuhan ini ditunjukkan dengan meyakini dan melaksanakan kewajiban-kewajiban secara konsisten. Apabila jarang dilakukan maka dengan sendirinya keimanan seseorang akan luntur. Praktek-praktek keagamaan yang dilakukan individu meliputi dua hal, yaitu: 1) Ritual yaitu dimana seseorang yang religius akan melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang diperintahkan oleh agama yang diyakininya dengan melaksanakannya sesuai ajaran yang telah ditetapkan. Indikatornya antara lain: selalu melakukan sembahyang dengan rutin, melakukan kegiatan keagamaan seperti mendengarkan ceramah agama, melakukan dakwah agama, melakukan kegiatan amal, bersedekah, dan berperan serta dalam kegiatan keagamaan 57 seperti ikut berpartisipasi dan bergabung dalam suatu perkumpulan keagamaan. 2) Ketaatan yaitu dimana seseorang yang secara batiniah mempunyai ketetapan untuk selalu menjalankan aturan yang telah ditentukan dalam ajaran agama dengan cara meningkatkan frekuensi dan intensitas dalam beribadah. Indikatornya antara lain: khusuk ketika mengerjakan sembahyang atau kegiatan keagamaan, membaca doa ketika akan melakukan pekerjaan dan selalu mengucapkan syukur pada Tuhan. Individu yang menghayati dan mengerti serta selalu ingat pada Tuhan akan memperoleh manfaat, antara lain: ketenangan hati, perasaan yang tenang, aman dan merasa memperoleh bimbingan serta perlindungan-Nya. Kondisi seperti itu menyebabkan individu selalu melihat sisi positif dari setiap permasalahan yang dihadapi dan berusaha mencari solusi yang tepat dalam memecahkan masalah yang membuat dirinya tertekan. c. Eksperiensial atau pengalaman (Religious Feeling). Dimensi pengalaman menunjukkan seberapa jauh tingkat kepekaan seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaanperasaan atau pengalaman-pengalaman religiusnya. Dimensi ini berkaitan dengan 58 pengalaman yang diperoleh dan dirasakan individu selama menjalankan ajaran agama yang diyakini. Pengalaman spiritual akan memperkaya batin seseorang sehingga mampu menguatkan diri ketika menghadapi berbagai macam cobaan dalam kehidupan. Hal tersebut menyebabkan individu akan lebih berhati-hati dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang membuat dirinya merasa tertekan sehingga dalam pengambilan keputusan, individu akan memikirkan dan mempertimbangkan dengan matang. Indikatornya antara lain: sabar dalam menghadapi cobaan, menganggap kegagalan yang dialami sebagai musibah yang pasti ada hikmahnya, merasa bahwa doa-doanya dikabulkan, takut ketika melanggar aturan, dan merasakan tentang kehadiran Tuhan. d. Intelektual atau pengetahuan (Religious Knowledge). Dimensi ini menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama yang termuat dalam kitab suci atau pedoman ajaran agamanya. Bagi individu yang mengerti, menghayati dan mengamalkan kitab sucinya akan memperoleh manfaat serta kesejahteraaan lahir dan batin. Untuk menambah pemahaman tentang agama yang diyakini, maka seseorang perlu menambah pengetahuan dengan mengikuti ceramah keagamaan 59 atau membaca buku agama sehingga wawasan tentang agama yang diyakini akan semakin luas dan mendalam. Dengan mantapnya pemahaman seseorang tentang ajaran agama yang diyakininya, maka individu cenderung menghadapi tekanan dengan berusaha menyelesaikan masalahnya langsung pada penyebab permasalahan dengan membuat suatu rencana dan membuat keputusan. Indikatornya antara lain: mendalami agama dengan membaca kitab suci, membaca buku-buku agama, perasaan yang tergetar ketika mendengar suara bacaan kitab suci, dan memperhatikan halal dan haramnya makanan. e. Konsekuensial atau penerapan (Religious Effect). Dimensi konsekuensial menunjuk pada tingkatan seseorang dalam berperilaku yang dimotivasi oleh ajaran agamanya atau seberapa jauh seseorang mampu menerapkan ajaran agamanya dalam perilaku hidupnya sehari-hari. Dimensi ini merupakan efek seberapa jauh kebermaknaan spiritual seseorang. Jika keimanan dan ketaqwaan seseorang tinggi, maka akan semakin positif penghayatan keagamaan seseorang dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan mempengaruhi seseorang dalam menghadapi persoalan dirinya dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya. Hal tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan aktualisasi potensi batinnya. Indikatornya Antara lain: perilaku suka menolong, memaafkan, saling menyayangi, saling 60 mengasihi, selalu optimis dalam menghadapi persoalan, tidak mudah putus asa, fleksibel dalam mengahadapi berbagai masalah, bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan dan menjaga kebersihan lingkungan. Berdasarkan pada teori-teori yang telah dikemukakan di atas maka peneliti mengacu pada teori Glock dan Stark sebagai dasar dalam pembuatan skala karena teori tersebut mencakup lima dimensi yang mendasari individu dalam religiusitas. Dimensi tersebut meliputi: ideologis atau keyakinan (religious belief), ritualistik atau peribadatan (religious practice), eksperiensial atau pengalaman (religious feeling), intelektual atau pengetahuan (religious knowledge), dan konsekuensial atau penerapan (religious effect). 3. Fungsi Religiusitas Fungsi religiusitas bagi manusia erat kaitannya dengan fungsi agama. Agama merupakan kebutuhan emosional manusia dan merupakan kebutuhan alamiah. Adapun fungsi agama bagi manusia meliputi (Santrock, 2005): a. Agama sebagai sumber ilmu dan sumber etika ilmu. Manusia mempercayakan fungsi edukatif pada agama yang mencakup tugas mengajar dan membimbing. Pengendali utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya yang mencakup unsur-unsur 61 pengalaman, pendidikan dan keyakinan yang didapat sejak kecil. Keberhasilan pendidikan terletak pada pendayagunaan nilai-nilai rohani yang merupakan pokok-pokok kepercayaan agama. b. Agama sebagai alat justifikasi dan hipotesis Ajaran-ajaran agama dapat dipakai sebagai hipotesis untuk dibuktikan kebenarannya. Salah satu hipotesis ajaran agama Islam adalah dengan mengingat Allah (dzikir), maka hati akan tenang. Maka ajaran agama dipandang sebagai hipotesis yang akan dibuktikan kebenarannya secara empirik, artinya tidaklah salah untuk membuktikan kebenaran ajaran agama dengan metode ilmiah. Pembuktian ajaran agama secara empiric dapat menyebabkan pemeluk agama lebih meyakini ajaran agamanya. c. Agama sebagai motivator. Agama mendorong pemeluknya untuk berpikir, merenung, meneliti segala yang terdapat di bumi, di antara langit dan bumi juga dalam diri manusia sendiri. Agama juga mengajarkan manusia untuk mencari kebenaran suatu berita dan tidak mudah mempercayai suatu berita yang belum terdapat kejelasannya. d. Fungsi pengawasan sosial Agama ikut bertanggungjawab terhadap norma-norma sosial sehingga agama mampu menyeleksi kaidah-kaidah sosial yang ada, mengukuhkan kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk agar 62 ditinggalkan dan dianggap sebagai larangan. Agama memberi sanksi bagi yang melanggar larangan agama dan memberikan imbalan pada individu yang mentaati perintah agama. Hal tersebut membuat individu termotivasi dalam bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga individu akan melakukan perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tabel 6 Sintesa Penelitian Variabel Religiusitas JUDUL dan Sumber The Role of Spirituality and Religious Coping in the Quality of Life of Patients With Advanced Cancer Receiving Palliative Radiation Therapy Sumber: The Journal of Supportive Oncology (http://www.ncbi.nlm.nih.gov PENELITI (TAHUN) DESAIN PENELITI AN TEMUAN HASIL PENELITIAN Ms. Mounica Cross Vallurupalli, BS, sectional Ms. Katharine Lauderdale, [...], and Dr. Tracy A. Balboni, MD, MPH (2012) Spiritualitas dan agama dikaitkan dengan peningkatan kualitas hidup dalam analisis multivariabel memiliki nilai yang signifikan (masing-masing β = 10.57, p <.001 dan β = 1,28, p = .01) Safiya George Cross Dalmida, Marcia Sectional McDonnell Holstad, [...], and Gary Laderman (2011) Spiritualitas merupakan faktor penting dalam kehidupan dan kualitas hidup wanita Amerika Afrika dan perempuan yang hidup dengan HIV / AIDS. /pmc/articles/PMC3391969/) Spiritual Well-Being and Health-Related Quality of Life Among African–American Women with HIV/AIDS Sumber: NIH Public Access (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/p mc/articles/PMC3128373/) Positive and negative religious coping, depressive symptoms, and quality of life in people with HIV. Lee M Nezu AM Nezu CM. (2014) Sumber: J Behav Med (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/p ubmed/24469329) (Lee et al., 2014) Cross Sectional Hasil beberapa analisis hirarkis mengungkapkan bahwa agama coping secara bermakna dikaitkan dengan tingkat tinggi gejala depresi dan rendahnya tingkat kualitas hidup. 63 Tabel 6a Sintesa Penelitian Variabel Religiusitas JUDUL dan Sumber Quality of Life of Zambians Living with HIV & AIDS PENELITI (TAHUN) Zeller (2011) DESAIN PENELITI AN Cross Sectional (Zeller, 2011) Sumber: Medical Journal of Zambia (http://www.mjz.co.zm/content/ quality-life-zambians-living-HIV & AIDS) TEMUAN HASIL PENELITIAN Kualitas hidup memiliki hubungan positif yang signifikan dengan semua domain dan hubungan positif yang signifikan dengan spiritualitas. G. TINJAUAN UMUM TENTANG SEL CLUSTER OF DIFFERENTIATION 4 1. CD4 Sel CD4 adalah semacam sel darah putih atau limfosit dan ini bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Disebut juga sel T-4, sel pembantu atau kadang sel CD4. Ketika manusia terinfeksi HIV sel yang paling sering terinfeksi adalah sel CD4, dan menjadi bagian dari sel tersebut. Ketika sel CD4 menggandakan diri untuk melawan infeksi apa pun, sel tersebut juga membuat banyak duplikasi HIV. Semakin menurunnya sel CD4 berarti sistem kekebalan tubuh kita semakin rusak dan semakin rendahnya jumlah CD4 yang ada dalam tubuh manusia, semakin mungkin kita akan mudah sakit atau mungkin akan mengalami infeksi oportunistik (Deuffic-Burban et al., 2007). 64 Karena jumlah CD4 sering berubah-ubah biasanya dokter lebih menggunakan presentase sel CD4 yaitu perbandingan dengan limfosit total. Jika hasil tes CD4 = 34% berarti 34% dari limfosit kita adalah CD4. Angka normal berkisar 30 - 60%. Di bawah 14% menunjukan kerusakan parah pada sistem kekebalan tubuh. Hal ini adalah tanda AIDS pada orang yang terinfeksi HIV (Deuffic-Burban et al., 2007). Jumlah CD4 normal adalah 410 sel/mm3 – 1590 sel/mm3, bila jumlah CD4 dibawah 350/mm3, atau dibawah 14%, kita dianggap AIDS, (Definisi Depkes). Jumlah CD4 dipakai bersama untuk meramalkan berapa lama kita akan tetap sehat (Deuffic-Burban et al., 2007). 2. Tes CD4 Tes ini adalah tes baku untuk menilai prognosis berlanjut ke AIDS atau kematian, untuk membentuk diagnosis diferensial pada pasien bergejala, dan untuk mengambil keputusan terapeutik mengenai terapi antiretroviral (ART) dan profilaksis untuk patogen oportunistik. Jumlah CD4 adalah indikator yang paling diandalkan untuk prognosis (Chen et al., 2007). a. Teknik Cara baku untuk menentukan jumlah CD4 memakai flow cytometer: Flow cytometri adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik permukaan setiap sel dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi 65 menurut karakteristik masing-masing secara automatis melalui suatu celah yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Metode flow cytometry terus berkembang sejalan dengan perkembangan elektrik komputer dan reagen, termasuk digunakannya monoklonal antibodi. Sampai saat ini, pengukuran dengan flow cytometry menggunakan label flouresensi, selain mengukur jumlah, ukuran sel, juga dapat mendeteksi petanda dinding sel, granula intraseluler, struktur intra sitoplasmik, dan inti sel. Interpretasi Klinik Penggunaan alat BD FACS Calibur dapat memberikan informasi yang penting pada klinisi untuk membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit. Informasi yang dapat diperoleh antara lain aplikasi diagnosa anemia, leukemia, serta beberapa keadaan lain seperti Paroksismal, Nokturnal, Hemoglobin (PNH), memonitor penderita dengan infeksi virus HIV, maupun membedakan tipe leukemia dan limpoma. Monitoring status imunologi pada infeksi HIV bisa diakukan dengan metode flow cytometri. Seperti diketahui bahwa virus HIV menginfeksi limposit T helper atau melalui antigen CD 4. Limposit yang terinfeksi ini kemudian lisis ketika virion baru dilepaskan atau dipindahkan oleh sistem imun selular. Pada infeksi HIV yang progresif, CD 4 T-limposit jumlahnya menurun. Jumlah absolut CD 4 merupakan pengukuran yang penting untuk memprediksi, menentukan derajat, dan memonitoring 66 progresifitas serta respons terhadap pengobatan pada infeksi HIV. Pemeriksaan jumlah virus melengkapi pemeriksaan labolatorium untuk monitoring penyakit. Besarnya berbanding terbalik dengan CD 4, jadi jumlah CD 4 dan jumlah virus secara langsung menunjukkan status imun penderita. Ini berguna untuk menentukan diagnosa, prognosa, dan manajemen pengobatan pada penderita yang terinfeksi HIV. b. Frekuensi Tes Tes CD4 sebaiknya diulang setiap tiga sampai enam bulan untuk pasien yang belum diobati dengan ART dan jangka waktu dua sampai empat bulan pada pasien yang memakai ART. Tes tersebut sebaiknya diulangi bila hasil tidak konsisten dengan kecenderungan sebelumnya. Frekuensi akan berbeda-beda tergantung keadaan individu. Kalau tidak diobati, jumlah CD4 akan menurun rata-rata 4 persen per tahun untuk setiap log viral load. Dengan terapi awal atau perubahan terapi, usulan adalah dilakukan tes CD4 (serta viral load) pada 4, 8 sampai 12, dan 16 sampai 24 minggu. 67 Tabel 7 Sintesa Penelitian Variabel Sel CD4 JUDUL dan Sumber Impact of HIV/AIDS on Quality of Life of People Living with HIV/AIDS in Chitradurga District, Karnataka PENELITI (TAHUN) DESAIN PENELITI TEMUAN HASIL PENELITIAN AN Cross Sectional jumlah CD4 lebih dari 200 memiliki nilai rata-rata yang tinggi pada QOL. Cross Sectional Ada perbedaan yang signifikan dalam kualitas hidup secara keseluruhan (p = 0,000) dan kesehatan umum (p = 0,001) antara tingkat CD4 yang lebih rendah dan lebih tinggi. Bach Xuan Tran Cross (2012) sectional HRQOL yang buruk ditemukan pada pasien yang telah terinfeksi HIV dan memiliki jumlah CD4 200 sel / mL. K. H. Rajeev, B. Y. Yuvaraj, M. R. Nagendra Gowda, S. M. Ravikumar, (2013) Sumber : Indian Journal of Public Health (557X;year=2012;volume=56 ;issue=2;spage=116;epage= 121;aulast=Rajeev;type=2) Quality of Life People Living Yvonne S. with HIV/AIDS: Outpatient in Handajani, Kramat 128 Hospital Jakarta Zubairi Djoerban, Hendry Irawan Sumber : The Indonesian Journal of Internal Medicine (2012) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/23314972) Quality of Life Outcomes of Antiretroviral Treatment for HIV/AIDS Patients in Vietnam Sumber : PLOS ONE (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/PMC3490922/) Comparison of the healthrelated quality of life, CD4 count and viral load of AIDS patients and people with HIV who have been on treatment for 12 months in rural South Africa Sumber: Journal des Aspects Sociaux du VIH/SIDA (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/PMC3914422/) Jude Igumbor, Aimee Stewart, William Holzemer (2013) (Igumbor et al., 2013) Kohort Pengobatan dan perawatan 12 bulan kohort secara konsisten melaporkan kualitas yang jauh lebih rendah dari nilai kehidupan di tingkat ketergantungan domain. Namun, kualitas hidup cenderung meningkat dengan peningkatan jumlah sel CD4. 68 H. KERANGKA TEORI Berdasarkan uraian tinjauan pustaka, maka dapat disusun kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Kualitas hidup dapat didefinisikan sebagai kesejahteraan yang subjektif. Menyadari subjektivitas kualitas hidup adalah kunci untuk memahami konstruksi teori ini. Kualitas hidup mencerminkan perbedaan, kesenjangan antara harapan dan keinginan dari seseorang pada pengalaman mereka saat ini. Banyak faktor yang dapat menentukan kualitas hidup seseorang khususnya pada ODHA, yaitu stigma, depresi, dukungan sosial, spiritual, dan kadar CD4 dalam tubuh. Peningkatan jumlah penderita HIV di Indonesia tergolong cepat. Sehingga Indonesia masuk ke dalam Negara dengan epidemic terkonsentrasi. Tingginya penderita HIV di Indonesia berdampak pada banyaknya aspek yang perlu diperhatikan,salah satunya adalah aspek kualitas hidup pada ODHA karena penyakit ini bersifat kronis dan progresif sehingga akan berdampak luas pada masalah fisik, sosial, dan psikologis. Selain itu, bukti dari sejumlah penyakit lain menunjukkan bahwa kualitas hidup terkait kesehatan dapat berdampak pada kelangsungan hidup. Namun, hanya ada sedikit penelitian yang mengeksplorasi hubungan antara ukuran ini dan prognosis pasien dengan HIV. Engagement Coping Depresi Kesehatan Fisik 69 Religi Pendidikan Faktor Enabling Kesehatan Kesehatan Kualitas Hidup Faktor Reinforcing Masyarakat Culture Kerja Keluarga & Teman Dukungan Sosial Gambar 3. Kerangka Teori Demografi Lingkungan Sekitar Rumah Lingkungan Hambatan ke Layanan Kesehatan & Pelayanan Sosial Kebijakan, Regulasi, Organisasi Sosial Ekonomi Perilaku dan Gaya Hidup Stigma Pendidikan Kesehatan Faktor Predisposisi Sumber : Modifikasi dari Teori PRECEDE-PROCEED (GLANZ et al., 2008), Teori Heckman & Anderson (Emlet, 2004), dan Teori The University of Oklahoma School of Sosial Work (The_University_of_Oklahoma_School_of_Social_Work, 2003) 70 I. KERANGKA KONSEP Kerangka konsep dalam penelitian ini merupakan bagian dari kerangka teori yang dituliskan sebelumnya. Sebagaimana telah digambarkan pada kerangka teori ada banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pada ODHA antara lain stigma, depresi, dukungan sosial, spiritual, dan sel CD4. Kerangka penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari variabel laten yaitu variabel eksogen dan variabel endogen. Variabel laten adalah variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator sebagai proksi. SEM mempunyai dua jenis variabel laten yaitu eksogen dan endogen Variabel eksogen selalu muncul sebagai variabel bebas pada semua persamaan yang ada dalam model. Sedangkan variabel endogen merupakan variabel terikat pada paling sedikit satu persamaan dalam model, meskipun di semua persamaan sisanya variabel tersebut adalah variabel bebas. Kerangka konsep ini menggambarkan keterkaitan antara variabel eksogen (stigma, depresi, dukungan sosial, religiusitas, dan CD4) dengan variabel endogen (kualitas hidup). 71 Instrumental Informational D1 – D21 Esteem Emotional Dukungan Sosial Depresi Physical Function Role Physical Belief Bodily Pain Practice Feeling CD4 General Health Religiusitas Kualitas Hidup Mental Health Knowledge Role Emotional Effect Sosial Function Stigma Vitality Instrumental Simbolis Kesopanan : Variabel Eksogen : Variabel Endogen Gambar 4. Konsep Model Struktural 72 J. HIPOTESIS PENELITIAN 1. Ada pengaruh stigma terhadap kualitas hidup ODHA 2. Ada pengaruh depresi terhadap kualitas hidup ODHA 3. Ada pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup ODHA 4. Ada pengaruh religiusitas terhadap kualitas hidup ODHA 5. Ada pengaruh CD4 terhadap kualitas hidup ODHA 6. Ada pengaruh religiusitas terhadap dukungan sosial dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA 7. Ada pengaruh religiusitas terhadap stigma dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA 8. Ada pengaruh religiusitas terhadap CD4 dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA 9. Ada pengaruh religiusitas terhadap depresi dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA 10. Ada pengaruh stigma terhadap dukungan sosial dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA 11. Ada pengaruh CD4 terhadap depresi dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA 12. Ada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA 73 K. DEFINISI OPERASIONAL 1. Kualitas Hidup Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap keadaan seseorang sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan dan niatnya. Diukur dengan menggunakan SF-36 WHOQOL. kuesioner survei yang mengukur 8 kriteria kesehatan yang terdiri dari 36 butir pertanyaan, meliputi : (1) fungsi fisik, (2) keterbatasan peran karena kesehatan fisik, (3) tubuh sakit, (4) persepsi kesehatan secara umum, (5) vitalitas, (6) fungsi sosial, (7) peran keterbatasan karena masalah emosional, dan (8) kesehatan psikis. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek maka semakin baik kualitas hidupnya, sebaliknya semakin rendah skor totalnya maka semakin buruk kualitas hidupnya. 2. Depresi Depresi adalah suatu keadaan dan perasaan sedih yang berkepanjangan yang terjadi akibat beberapa faktor. Yang diukur menggunakan Beck Depression Inventory terdiri dari kumpulan 21 pokok, masing-masingnya dengan rentetan empat pernyataan. Pernyataannya menjelaskan keparahan simtom sepanjang rangkaian kesatuan nomor urut dari tidak ada atau ringan (nilai 0) ke berat (nilai 3). 74 Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek maka semakin berat tingkat depresinya, sebaliknya semakin rendah skor totalnya maka semakin ringan tingkat depresinya. 3. Stigma Stigma adalah suatu hal yang dipakai seseorang atau kelompok dalam menganggap suatu keadaan yang negatif yang kemudian akan dipakai menjadi suatu norma pada seseorang atau kelompok dalam masyarakat. Aspek pengukuran stigma dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Stigma Instrumental ODHA: Stigma instrumental ODHA diukur dengan item pertanyaan yang bersifat negative. b. Stigma Simbolis ODHA: Stigma Simbolis AIDS diukur dengan item pertanyaan yang bersifat negative. c. Stigma Kesopanan ODHA: Stigma Kesopanan ODHA diukur dengan item pertanyaan yang bersifat negative. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek maka semakin positive stigma yang diterima, sebaliknya semakin rendah skor totalnya maka semakin tinggi stigmanya. 4. Dukungan Sosial Sosial support adalah derajat kepuasan terhadap kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diperoleh dan dirasakan seseorang dari interaksinya dengan orang lain. Pengukuran pada sosial support ini didasarkan pada kualitas sosial support yang diterima, sebagaimana yang 75 dipersepsikan individu penerima dukungan. Sosial support diukur dari keseluruhan bentuk-bentuk dukungan sosial yang terdiri dari emotional or esteem support, tangible/instrumental support, informational support, companionship support. a. Emotional or esteem support Emotional or esteem support adalah persepsi terhadap afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan didengarkan yang diterima dari hasil interaksinya dengan orang lain. Emotional or esteem supporrt meliputi: ungkapan empati, kepedulian dan perhatian, penghargaan terhadap individu yang bersangkutan (misalnya: umpan balik, penegasan). b. Tangible/instrumental Support Tangible/ instrumental support adalah persepsi terhadap bantuan yang diberikan kepada individu secara langsung, dapat berupa jasa, waktu, atau uang. c. Informational Support Informational Support adalah persepsi terhadap nasehat, petunjukpetunjuk, saran-saran, informasi atau umpan balik yang diterima individu dari hasil interaksinya dengan orang lain. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek maka semakin baik dan tepat (mendukung) suatu bentuk sosial support, sebaliknya semakin rendah skor totalnya maka bentuk dukungan sosial semakin tidak mendukung. 76 5. Religiusitas Religiusitas adalah penghayatan keagamaan atau kedalaman kepercayaan/komitmen religious yang berhubungan dengan agama atau keyakinan yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu, komitmen religious ini meliputi belief, practice, feeling, knowledge, dan effect. 6. CD4 Jumlah sel T CD4 diukur dalam kandungan darah dengan satuan sel/ul. Menggunakan uji kualitatif dengan flowcytometry. Diketahui dengan menggunakan data rekam medic. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif menggunakan studi obsevasional analitik dengan desain cross sectional, yang bertujuan untuk mengembangkan model faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data akan dilakukan oleh peneliti yang mewakili daerah Sulawesi Selatan yaitu Kota Makassar, Kota Parepare, dan Kab. Bulukumba. Pemilihan ketiga daerah ini adalah karena ketiga daerah ini merupakan wilayah dengan angka tertinggi infeksi HIV & AIDS. Waktu penelitian direncanakan pada bulan februari-Agustus 2014. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Sumber Populasi pada penelitian ini adalah semua infeksi HIV & AIDS yang berada di tiga wilayah Sulawesi Selatan. 77 78 2. Unit Observasi Unit observasi adalah seluruh ODHA yang ada di tiga wilayah Sulawesi Selatan. 3. Unit Analisis Unit analisis untuk pengembangan model adalah seluruh variabel yang telah disusun dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan penelitian. 4. Besar Sampel Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel minimal size (untuk menentukan batas minimal dari besarnya sampel) sampel dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Lemeshow and Lwanga, 1991): 𝑛= 𝑍1−𝛼⁄2 2 𝑃(1 − 𝑃)𝑁 𝑑2 (𝑁 − 1) + 𝑍1−𝛼⁄2 2 𝑃(1 − 𝑃) 𝑛 = 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑁 = 𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 (634) 𝑑 = 𝑑𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 (0.05) 𝑃 = 𝑃𝑟𝑜𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 (0.7) 𝑛= (1.96)2 0.7(1 − 0.7)634 0.052 (634 − 1) + (1.96)2 0.7(1 − 0.7) 𝑛 = 215 Jadi, sampel penelitian ini berjumlah 215 responden yang harus memenuhi syarat yang telah disebutkan dalam unit analisis. Dengan proporsi masingmasing wilayah adalah sebagai berikut: 79 a. Makassar 𝑛= 586 𝑥 215 = 199 634 𝑛= 33 𝑥 215 = 11 634 𝑛= 15 𝑥 280 = 5 925 b. Parepare c. Bulukumba D. Cara Penarikan Sampel Respondent driven sampling merupakan metode yang secara umum digunakan untuk pengambilan sampel yang sulit dijangkau/diketahui (hidden population) (Heckathron, 1997). Pemilihan sampel survei kuantitatif dilakukan dengan mengadopsi teknis Respondent Driven Sampel (RDS). Dengan metode ini melibatkan sebanyak 3 seeds, yang direkut dari berbagai jenis institusi (pemerintah, swasta, dan LSM), sehingga sampel terwakili dari semua jenis kelompok tersebut. Seed adalah informan yang ada di setiap lokasi/klaster/spot wilayah ditemukannya populasi ODHA dan terpilih sebagai informan untuk menunjuk atau memilih responden (Heckathron, 1997). Rekrutmen seed diperoleh dari petugas kesehatan yang bertugas di setiap institusi. Seorang Seed diberi keleluasaan memilih tiga orang peer-nya sebagai calon reponden. Setelah tiga orang peer yang ditunjuk bersedia diwawancarai 80 selanjutya masing-masing responden yang terpilih menunjuk tiga orang lainnya untuk menjadi responden/berpartisipasi sebagai responden. Proses seterusnya dilakukan hingga 5 gelombang. Untuk menghindari duplikasi responden maka dibuat sistem penomoran responden yang bersifat unik, yaitu dengan mencatumkan sandi yang menginformasikan nomor wilayah, nama dan tanggal lahir responden. Bila ditemukan sandi yang sama maka dipilih salah satu saja. E. Kontrol Kualitas Kontrol kualitas adalah upaya yang dilakukan oleh peneliti pada semua tahapan proses pengukuran untuk mencapai hasil yang valid (sahih), dan reliable (handal), dengan harapan diperolehnya hasil pengukuran yang dianggap mendekati karakteristik populasi penelitian, sehingga dapat diambil kesimpulan yang baik dan tepat untuk menjawab tujuan penelitian. Selain dari pada itu bahwa pada setiap pelaksanaan penelitan, senantiasa diperhadapkan pada kesalahan pengukuran yang terdiri dari kesalahan alpha (α) atau “sampling error” dan kesalahan betha (β) atau “sistematic error”. Dengan demikian maka tujuan pelaksanaan kontrol kualitas pada penelitian ini ialah untuk melakukan minimalisasi atau memperkecil, bahkan kalau memungkinkan menghilangkan sama sekali kesalahankesalahan yang timbul oleh karena kedua jenis kesalahan tersebut. Adapun 81 langkah-langkah pelaksanaan kontrol kualitas pada penilaian ini adalah sebagai berikut: 1. Kesalahan alpha (Sampling error). Jenis kesalahan ini terdiri dari kesalahan yang terjadi pada jumlah sampel (ukuran sampel) yang dianggap mewakili populasinya, dan cara penarikan sampel dari populasinya (sampling technics). 2. Jumlah sampel. Pada penelitian ini jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan sampel dan dari hasil perhitungan diperoleh sampel sebesar 376 responden. Jumlah ini dianggap jumlah minimal sampel yang tidak boleh kurang. 3. Kesalahan betha (sistematic error). Jenis kesalahan ini juga terdiri dari kesalahan yang terjadi Pengukur (peneliti), kesalahan yang terjadi pada alat ukur yang digunakan (instrumen), serta kesalahan yang terjadi pada obyek yang diukur (responden). Ketiga jenis sumber kesalahan tersebut diuraikan sebagai berikut : a. Kesalahan Pengukur Kesalahan pengukur pada umumnya dinilai melalui dua penilaian yakni Kesamaan dan stabilitas, namun kesalahan pengukur ini tidak dilakukan karena penelitian ini dilakukan sendiri oleh peneliti. 82 b. Kesalahan Alat ukur Pada instrumen penelitian akan dilakukan uji coba lapangan untuk memiliki kelayakan instrumen disalah satu tempat yang dianggap mendekati wilayah penelitian. c. Kesalahan obyek yang diukur (responden) Dilaksanakan dengan : 1) Terlebih dahulu minta persetujuan dengan responden secara sukarela untuk diikutkan kedalam penelitian yang dibuktikan dengan penandatanganan informed consent. 2) Memberikan jaminan kerahasiaan terhadap hasil wawancara yang diberikan oleh responden (confidencially). 3) Peneliti tidak mencantumkan nama responden dan hanya menuliskan kode atau inisial nama responden pada lembar pengumpulan data (anonimity). 4) Meminta keluangan waktu dari responden untuk diwawancarai secara bebas tanpa tekanan atau intimidasi. 83 F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Sebelum digunakan untuk pengambilan data, instrumen perlu diujicobakan terlebih dahulu kepada 30 sampel ODHA. Validitas instrumen diuji dengan teknik correlation pearson product moment yaitu melihat nilai korelasi antara skor masing-masing variabel dengan skor totalnya. Berdasarkan tingkat signifikansi 0.05, bila r hitung lebih besar dari nilai r tabel, maka item kuesioner adalah valid, namun bila nilai r hitung lebih kecil dari r tabel maka instrumen tidak valid. Sedangkan reliabilitas instrument akan diuji dengan menggunakan Alpha Cronbach yaitu bila nilai Alpha Cronbach lebih besar dari r tabel maka item kuesioner reliabel, namun bila nilai Alpha Cronbach lebih kecil dari nilai r tabel maka item kuesioner tidak reliabel. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid akan diperbaiki agar lebih mudah dipahami responden pada saat penelitian. G. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data Tahapan pengolahan data adalah sebagai berikut: a. Screening Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan seberapa banyak data yang missing yang ditemukan dalam kuesioner. 84 b. Editing Pada tahap ini semua kesalahan yang telah didapatkan pada tahap screening akan divalidasi dengan cara membuka kembali kuesioner yang datanya tidak sesuai. Ini dilakukan dengan tujuan agar data yang diperoleh merupakan informasi yang benar dan lengkap sesuai dengan variabel yang direncanakan. c. Coding Pada tahap ini variabel yang datanya kualitatif diberikan kode numerik. Pengkodean ini dimaksudkan untuk menyingkat data yang diperoleh untuk mempermudah mengolah dan menganalisis data dengan memberi kode dalam bentuk angka. d. Tabulasi Kegiatan ini dilakukan dengan cara menampilkan nilai minimum, maksimum, mean, dan standar deviasi sesuai dengan tujuan penelitian agar selanjutnya mudah dianalisa. e. Processing Dalam kegiatan ini jawaban dari responden yang telah diterjemahkan menjadi bentuk angka, selanjutnya diproses agar mudah dianalisis. f. Cleaning Kegiatan ini merupakan pembersihan data dengan cara pemeriksaaan kembali data yang sudah dimasukkan dalam master tabel, apakah ada 85 kesalahan atau tidak. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan ulang terhadap data, dan pengkodean. 2. Analisis Data Untuk pengembangan model teori menggunakan analisis Structural Equation Modelling (SEM) dengan menggunakan program Lisrel 8.80. Alasan penggunaan SEM karena SEM merupakan sekumpulan teknikteknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relative rumit secara simultan. Keunggulan lain aplikasi SEM adalah kemampuannya untuk mengkonfirmasi dimensi-dimensi dari sebuah konsep atau faktor, dan pada saat yang sama mengukur pengaruh atau derajat hubungan antar faktor yang telah diidentifikasi dimensinya. H. Etika Penelitian Dalam penelitian ini responden dilindungi dengan memperhatikan aspek-aspek beneficence, self determination, privacy, anonymity, justice, protection from (Polit and Beck, 2008). Peneliti juga membuat informed consent sebelum penelitian dilakukan. Peneliti akan mengusulkan rekomendasi ethical clearance untuk proses pengumpulan tersebut. 86 1. Prinsip Etika a. Benefience Responden dijamin akan terbebas dari resiko yang membahayakan fisik, psikologikal, sosial dan ekonomi. Penelitian ini juga menjamin bahwa tidak ada ekploitasi informasi yang diberikan responden. b. Self determination Responden diberi kebebasan untuk menentukan pilihan bersedia atau tidak bersedia untuk mengikuti kegiatan penelitian setelah semua informasi yang berkaitan dengan penelitian dijelaskan. c. Privacy Kerahasian informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tersebut saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian. Data yang telah dikumpulkan peneliti akan disimpan dengan baik dan jika sudah tidak diperlukan lagi, data responden akan dimusnahkan. d. Anonymity Selama kegiatan penelitian, seluruh responden diberikan kode penomoran tanpa mencantumkan nama. Responden sejak awal diberikan informasi bahwa namanya tidak akan dicantumkan dalam laporan hasil penelitian ini. 87 e. Justice Peneliti tidak melakukan diskriminasi saat memilih responden penelitian. Pada penelitian ini responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi penelitian. f. Protection from discomfort Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk menyampaikan ketidaknyamanan selama penelitian yang dapat menimbulkan masalah psikologis atau fisik. Peneliti menjalain hubungan saling percaya dengan responden dengan menjelaskan lembar informed consent serta bila responden merasa kelelahan memberitahu peneliti sehingga proses pengumpulan data melalui angket akan ditunda dan akan dilanjutkan sesuai keinginan responden. 2. Informed consent Perlindungan hak-hak responden dijamin dan tercantum dalam lembar persetujuan. Sebelum responden setuju berpartisipasi dalam penelitian, responden harus memahami tentang penelitian yang akan dilakukan. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota/Kab di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Kota Makassar, Kab. Bulukumba, dan Kota Parepare dari tanggal 28 April sampai dengan 26 Juli 2014. Unit sampel (unit observasi) adalah orang dengan HIV dan AIDS. Jumlah sampel yang diobservasi adalah 215 responden. Variabel yang dianalisis adalah kualitas hidup, depresi, dukungan sosial, stigma, religiusitas, dan konsentrasi CD4, seperti yang tertuang dalam tujuan khusus penelitian. Penarikan sampel dari populasi penelitian dilakukan dengan cara random sampling, yaitu simple random sampling. Besarnya sampel yang ditarik dari populasi penelitian berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus sampel adalah 215 ODHA. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap kuesioner yang telah diisi, ternyata semuanya memenuhi syarat untuk diikutkan dalam pengolahan dan analisis data. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner berbentuk pilihan ganda, yang disesuaikan dengan tujuan khusus penelitian yang akan dicapai. Hasil pengolahan data yang telah dilakukan kemudian disajikan dalam bentuk tabel deskriptif maupun tabel uji. Hasil analisis pengaruh variabel independen terhadap dependen secara sistematis disajikan sebagai berikut : 88 89 1. Analisis Univariat a. Karakteristik Responden Dengan analisis ini, dimaksudkan untuk menilai beberapa karakteristik umum atau data umum responden di lokasi penelitian yang sedang diamati, yang disajikan sebagai berikut : Tabel 1 Distribusi responden Berdasarkan Karakteristik di Sulawesi Selatan Tahun 2014 Karakteristik n % Kelompok Umur a. 10-19 tahun 8 3.7 b. 20-29 tahun 75 34.9 c. 30-39 tahun 114 53.0 d. 40-49 tahun 16 7.4 e. 50-59 tahun 2 0.9 Jenis Kelamin a. Laki-laki 145 67.4 b. Perempuan 70 32.6 Pendidikan Terakhir a. Tidak tamat SD 6 2.8 b. SD 12 5.6 c. SMP 44 20.5 d. SMA/SMK 118 54.9 e. Akademi/PT 35 16.3 Status Pernikahan a. Belum menikah 93 43.3 b. Menikah 81 37.7 c. Cerai hidup 22 10.2 d. Cerai mati 16 7.4 e. Hidup bersama tanpa nikah 3 1.4 Jumlah 215 100.0 Sumber : Data Primer 90 Tabel 1a Distribusi responden Berdasarkan Karakteristik di Sulawesi Selatan Tahun 2014 Karakteristik n % Pekerjaan a. Tidak bekerja 53 24.7 b. Mahasiswa 5 2.3 c. Pelajar 2 0.9 d. Pegawai swasta 41 19.1 e. Wiraswasta/Pedagang 44 20.5 f. Petani 5 2.3 g. Nelayan 2 0.9 h. Buruh tetap 3 1.4 i. Buruh tidak tetap 11 5.1 j. Sopir 3 1.4 k. Ojek 1 0.5 l. Lainnya 45 20.9 Penggunaan ARV a. Ya 161 74.9 b. Tidak 54 25.1 Program Pendampingan a. Ya 167 77.7 b. Tidak 48 22.3 Lokasi a. Makassar 199 92.6 b. Parepare 11 5.1 c. Bulukumba 5 2.3 Jumlah 215 100.0 Sumber : Data Primer Dari tabel 1 menunjukan bahwa kelompok umur dengan proporsi tertinggi adalah 30-39 tahun (53.0%) sedangkan jumlah proporsi terendah adalah kelompok umur 50-59 tahun (0.9%). Proporsi jenis kelamin laki-laki dalam penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 67.4%. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah yang rata-rata tingkat pendidikannya berada pada 91 jenjang SMA/SMK yaitu sebanyak 118 responden (54.9%). Untuk status pernikahan sebanyak 93 responden (43.3%) menyatakan belum menikah sedangkan yang hidup bersama tanpa nikah adalah sebanyak 3 responden (1.4%). Status pekerjaan responden adalah 53 responden (24.7%) menyatakan tidak bekerja. Yang mengikuti program pendampingan LSM di kalangan responden sebanyak 167 responden (77.7%) dan diantaranya yang aktif mengkomsumsi ARV adalah sebanyak 161 responden (74.9%). Berdasarkan lokasi penelitian jumlah responden di Kota Makassar adalah sebesar 92.6%, Kota Parepare sebesar 5.1%, dan Kab. Bulukumba sebesar 2.3%. b. Variabel Penelitian Bagian ini memperlihatkan distribusi pada tiap variabel yang sedang diamati di lokasi penelitian, yang disajikan sebagai berikut : Tabel 2 Distribusi responden Berdasarkan Variabel Penelitian di Sulawesi Selatan Tahun 2014 Variabel Penelitian n % mean±SD Stigma a. Sangat rendah 63 29.3 b. Rendah 74 34.4 75.96±17.42 c. Sedang 52 24.2 d. Tinggi 17 7.9 e. Sangat tinggi 9 4.2 Sumber : Data Primer 92 Tabel 2a Distribusi responden Berdasarkan Variabel Penelitian di Sulawesi Selatan Tahun 2014 Variabel Penelitian n % mean±SD Dukungan Sosial a. Sangat rendah 15 7.0 b. Rendah 48 22.3 80.73±15.79 c. Sedang 76 35.3 d. Tinggi 54 25.1 e. Sangat tinggi 22 10.2 Depresi a. Sangat rendah 118 54.9 b. Rendah 33 15.3 36.49±12.65 c. Sedang 27 12.6 d. Tinggi 31 14.4 e. Sangat tinggi 6 2.8 Religiusitas a. Sangat rendah 16 7.4 b. Rendah 40 18.6 124.67±21.75 c. Sedang 41 19.1 d. Tinggi 67 31.2 e. Sangat tinggi 51 23.7 Konsentrasi CD4 a. Rendah 74 34.4 302.61±202.19 b. Tinggi 141 65.6 Kualitas Hidup a. Sangat rendah 17 7.9 b. Rendah 58 27.0 2135.88±548.86 c. Sedang 51 23.7 d. Tinggi 62 28.8 e. Sangat tinggi 27 12.6 Jumlah 215 100.0 Sumber : Data Primer Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pada variabel tentang stigma proporsi tertinggi adalah mereka yang mendapatkan stigma dengan kategori rendah yaitu sebesar 34.4% sedangkan yang mendapatkan stigma dengan kategori sangat tinggi adalah sebesar 4.2%. Nilai rerata 93 skor stigma pada penelitian ini adalah 75.96. Jika nilai tersebut dikateogrikan maka termasuk dalam kategori sedang. Dukungan sosial yang diterima pada ODHA, sebagian besar menyatakan bahwa mendapatkan dukungan sosial dengan kategori sedang yaitu sebesar 35.3% sedangkan dukungan sosial yang sangat rendah adalah sebesar 7.0%. Nilai rerata dukungan sosial dari sampel ini adalah 80.73. Nilai ini menunjukkan bahwa dukungan sosial dalam penelitian ini termasuk dalam kategori sedang. Variabel depresi menunjukkan bahwa 54.9% dengan kategori depresi yang sangat rendah dan 2.8% mengalami depresi yang sangat tinggi. Nilai rerata pada variabel depresi adalah 36.49, nilai ini termasuk dalam kategori rendah. Tingkat religiusitas responden termasuk dalam kategori tinggi yaitu sebesar 31.2% sedangkan yang religiusitasnya sangat rendah adalah seebsar 7.4%, dengan nilai rerata adalah sebesar 124.67 yang berarti bahwa religiusitas termasuk dalam kategori tinggi. Jumlah CD4 responden dalam tubuhnya, dimana 65.6% memiliki konsentrasi CD4 yang tinggi sedangkan 34.4% dengan CD4 yang rendah. Dengan nilai rerata pada jumlah CD4 adalah sebesar 302.61, nilai ini termasuk dalam kateogri tinggi. Sedangkan pada variabel kualitas hidup menunjukkan bahwa 28.8% mempunyai kualitas hidup yang tinggi dan 7.9% dengan kualitas 94 hidup yang sangat rendah. Nilai rerata kualitas hidup sebesar 2135.88, dalam artian bahwa termasuk dalam kategori tinggi. Tabel 3 Distribusi Variabel Independen Berdasarkan Variabel Dependen di Sulawesi Selatan Tahun 2014 Kualitas Hidup Variabel Sangat Sangat Rendah Sedang Tinggi Independen Rendah Tinggi n % n % n % n % n % Stigma a. Sangat rendah 2 3.2 9 14.3 17 27.0 26 41.3 9 14.3 b. Rendah 8 10.8 18 24.3 13 17.6 25 33.8 10 13.5 c. Sedang 4 7.7 24 46.2 16 30.8 5 9.6 3 5.8 d. Tinggi 3 17.6 4 23.5 3 17.6 4 23.5 3 17.6 e. Sangat tinggi 0 0.0 3 33.3 2 22.2 2 22.2 2 22.2 Dukungan Sosial a. Sangat rendah 1 6.7 3 20.0 5 33.3 4 26.7 2 13.3 b. Rendah 6 12.5 18 37.5 12 25.0 6 12.5 6 12.5 c. Sedang 7 9.2 21 27.6 21 27.6 19 25.0 8 10.5 d. Tinggi 1 1.9 12 22.2 10 18.5 26 48.1 5 9.3 e. Sangat tinggi 2 9.1 4 18.2 3 13.6 7 31.8 6 27.3 Depresi a. Sangat rendah 5 4.2 15 12.7 24 20.3 47 39.8 27 22.9 b. Rendah 2 6.1 13 29.4 10 30.3 8 24.2 0 0.0 c. Sedang 3 11.1 9 33.3 10 37.0 5 18.5 0 0.0 d. Tinggi 5 16.1 19 61.3 6 19.4 1 3.2 0 0.0 e. Sangat tinggi 2 33.3 2 33.3 1 16.7 1 16.7 0 0.0 Religiusitas a. Sangat rendah 5 31.3 7 43.8 3 18.8 0 0.0 1 6.3 b. Rendah 5 12.5 21 52.5 10 25.0 4 10.0 0 0.0 c. Sedang 4 9.8 13 31.7 13 31.7 10 24.4 1 2.4 d. Tinggi 3 4.5 9 13.4 14 20.9 26 38.8 15 22.4 e. Sangat tinggi 0 0.0 8 15.7 11 21.6 22 43.1 10 19.6 Konsentrasi CD4 a. Rendah 13 17.6 25 33.8 14 18.9 18 24.3 4 5.4 b. Tinggi 4 2.8 33 23.4 37 26.2 44 31.2 23 16.3 Jumlah 17 7.9 58 27.0 51 23.7 62 28.8 27 12.6 Sumber: Data Primer 95 Tabel 3 menunjukkan distribusi variabel independen berdasarkan dependen. Variabel stigma menunjukkan bahwa 41.3% yang mengalami stigma dengan kategori sangat rendah mempunyai kualitas hidup yang tinggi. Berbeda dengan mereka yang mengalami stigma dengan kategori yang sangat tinggi yaitu sebesar 33.3% mempunyai kualitas hidup yang rendah. Variabel dukungan sosial dengan kategori yang rendah sebesar 37.5%, mempunyai kualitas hidup yang rendah pula. Sedangkan pada responden dengan dukungan sosial yang tinggi mempunyai kualitas hidup yang tinggi yaitu sebesar 48.1%. Responden yang mengalami depresi yang sangat rendah sebanyak 39.8% mempunyai kualitas hidup yang tinggi sedangkan bagi mereka dengan tingkat depresi yang tinggi sebanyak 61.3% mempunyai kualitas hidup yang rendah. Responden dengan tingkat religiusitas yang rendah mempunyai kualitas hidup yang rendah yaitu sebanyak 52.5% sedangkan bagi mereka yang kualitas hidupnya sangat tinggi mempunyai kualitas hidup yang tinggi yaitu sebanyak 43.1%. Jumlah CD4 yang rendah sebesar 33.8% mempunyai kualitas hidup yang rendah sedangkan konsentrasi CD4 yang tinggi mempunyai kualitas hidup yang tinggi yaitu seebsar 31.2%. 96 Tabel 4 Nilai Rerata dan SD Variabel Penelitian Berdasarkan Penggunaan ARV dan Program Pendampingan di Sulawesi Selatan Tahun 2014 Variabel Penelitian Dukungan Karakteristik Stigma Depresi Sosial mean±SD mean±SD mean±SD Penggunaan ARV a. Ya 76.41±17.90 82.05±16.73 33.88±11.14 b. Tidak 74.63±16.00 76.80±11.85 44.28±13.75 Program Pendampingan a. Ya 75.75±17.90 82.13±15.98 35.30±11.99 b. Tidak 76.72±15.78 75.74±14.13 40.72±14.11 Pasangan a. Ada 77.88±18.33 85.57±14.91 32.74±12.18 b. Tidak ada 74.73±16.77 77.63±15.60 38.89±12.41 Konsentrasi Religiusitas Kualitas Hidup CD4 Karakteristik mean±SD mean±SD mean±SD Penggunaan ARV a. Ya 128.47±19.45 321.15±212.93 2188.01±551.54 b. Tidak 113.33±24.37 247.35±155.06 1980.46±514.93 Program Pendampingan a. Ya 125.96±20.43 316.67±208.19 2165.77±547.88 b. Tidak 120.06±25.68 252.36±171.84 2029.04±544.76 Pasangan a. Ada 131.82±16.69 318.27±232.70 2191.55±595.25 b. Tidak ada 120.08±23.39 292.57±180.18 2100.19±516.13 Sumber : Data Primer Tabel 4 menunjukkan nilai rerata dari tiap variabel penelitian berdasarkan penggunaan terapi ARV, keterlibatan dalam program pendampingan LSM, dan wilayah responden. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa persepsi terhadap stigma memiliki nilai rerata yang lebih 97 tinggi pada responden yang menjalani terapi ARV yaitu sebesar 76.41 lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden yang tidak menjalani terapi ARV sebesar 74.63. Responden yang mengikuti program pendampingan memiliki nilai rerata stigma yang lebih rendah (75.75) jika dibandingkan dengan responden yang tidak mengikuti program pendampingan (76.72). sedangkan responden yang mempunyai pasangan memiliki nilai rerata stigma 77.88 lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang tidak mempunyai pasangan (74.73). Nilai rerata dukungan sosial yang diperoleh ODHA yang menjalani terapi ARV sebesar 82.05 lebih tinggi jika dibandingkan dengan ODHA yang tidak mengikuti terapi ARV yaitu sebesar 76.80. Sedangkan untuk ODHA yang mengikuti program pendampingan nilai rerata dukungan sosial sebesar 82.13 lebih tinggi jika dibandingkan dengan ODHA yang tidak mengikuti program pendampingan yaitu sebesar 75.74. Sedangkan nilai rerata dukungan sosial pada ODHA yang memiliki pasangan (85.57) lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memiliki pasangan (77.63). Mengikuti terapi ARV dapat menyebabkan ODHA memiliki tingkat depresi yang lebih rendah (33.88) jika dibandingkan dengan ODHA yang tidak mengikuti terapi ARV (44.28). Hal ini juga dapat dilihat pada ODHA yang mengikuti program pendampingan memiliki nilai rerata depresi sebesar 35.30 yang nilainya lebih rendah jika dibandingkan dengan 98 ODHA yang tidak mengikuti program pendampingan yaitu sebesar 40.72. ODHA yang memiliki pasangan memiliki nilai rerata depresi 32.74 sedangkan yang tidak memiliki pasangan nilai reratanya adalah 38.89. ODHA yang mengikuti terapi ARV memiliki nilai rerata religiusitas sebesar 128.47 yang nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan ODHA yang tidak menjalani terapi ARV yaitu sebesar 113.33. Program pendampingan untuk seorang ODHA memberikan dampak terhadap nilai rerata religiusitas seorang ODHA yaitu sebesar 125.96 berbeda dengan ODHA yang tidak mengikuti program pendampingan nilai rerata religiusitasnya lebih rendah yaitu sebesar 120.06. ODHA yang memiliki pasangan rerata religiusitasnya adalah 131.82 sedangkan yang tidak memiliki pasangan reratanya 120.08. Jumlah CD4 ODHA dapat dipengaruhi oleh terapi ARV yang dijalani. ODHA yang mengikuti terapi ARV memiliki nilai rerata jumlah CD4 seebsar 321.15 yang nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan ODHA yang tidak menjalani terapi ARV yaitu sebesar 247.35. Sama halnya dengan ODHA yang mengikuti program pendampingan jumlah CD4nya sebesar 316.67 lebih tinggi jika dibandingkan dengan ODHA yang tidak mengikuti program pendampingan (252.36). Jumlah CD4 pada ODHA yang memiliki pasangan sebesar 318.27 sedangkan yang tidak memiliki pasangan adalah 292.57. 99 ODHA yang menjalani terapi ARV memiliki nilai rerata kualitas hidup sebesar 2188.01 yang nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan ODHA yang tidak menjalani terapi ARV yaitu sebesar 1980.46. Untuk ODHA yang mengikuti program pendampingan nilai rerata kualitas hidupnya adalah sebesar 2165.77 sedangkan ODHA yang tidak mengikuti program pendampingan nilai reratanya adalah seebsar 2029.04. Sedangkan pada ODHA yang memiliki pasangan nilai rerata kualitas hidup (2191.55) lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memiliki pasangan (2100.19). Dari distribusi tersebut di atas maka korelasi antara variabel independen dengan dependen dapat dilihat pada bagian di bawah ini: 1) Korelasi Variabel Stigma berdasarkan Variabel Kualitas Hidup 4000 y = 6,2648x + 1660 R² = 0,0396 3500 Kualitas Hidup 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0 20 40 60 80 100 Stigma Grafik 1. Korelasi Variabel Stigma Dengan Variabel Kualitas Hidup 120 100 Grafik 1 menunjukkan hasil penelitian bahwa semakin rendah stigma yang didapatkan ODHA maka kualitas hidupnya akan semakin tinggi. Besarnya R2 menunjukkan bahwa variabel stigma memberikan kontribusi sebesar 3.96%. Sedangkan nilai koefisiennya adalah sebesar 6.26 artinya bahwa jika stigma mengalami kenaikan satu poin ke arah yang lebih baikmaka kualitas hidup akan naik sebesar 6.26 poin. 2) Korelasi Variabel Dukungan Sosial berdasarkan Variabel Kualitas Hidup 4000 3500 y = 4,7426x + 1753 R² = 0,0186 Kualitas Hidup 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0 20 40 60 80 100 120 140 Dukungan Sosial Grafik 2. Korelasi Variabel Dukungan Sosial Dengan Variabel Kualitas Hidup Grafik 2 menunjukkan hasil penelitian bahwa semakin tinggi nilai dukungan sosial maka semakin tinggi pula kualitas hidup seorang ODHA. Besarnya R2 menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial 101 memberikan kontribusi sebesar 1.86%. Sedangkan nilai koefisiennya adalah sebesar 4.74 artinya bahwa jika dukungan sosial mengalami kenaikan satu poin maka kualitas hidup akan naik sebesar 4.74 poin. 3) Korelasi Variabel Depresi berdasarkan Variabel Kualitas Hidup 4000 y = -23,05x + 2977 R² = 0,2824 3500 Kualitas Hidup 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Depresi Grafik 3. Korelasi Variabel Depresi Dengan Variabel Kualitas Hidup Grafik 3 menunjukkan hasil penelitian bahwa semakin rendah nilai depresi maka nilai kualitas hidup akan semakin tinggi. Besarnya R2 menunjukkan bahwa variabel depresi memberikan kontribusi sebesar 28.24%. Sedangkan nilai koefisiennya adalah sebesar -23.05 artinya bahwa jika depresi mengalami kenaikan satu poin maka kualitas hidup akan turun sebesar 23.05 poin. 102 4) Korelasi Variabel CD4 berdasarkan Variabel Kualitas Hidup 4000 3500 Kualitas Hidup 3000 2500 2000 1500 1000 y = 1,076x + 1810,3 R² = 0,1571 500 0 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 Jumlah CD4 Grafik 4. Korelasi Variabel CD4 Dengan Variabel Kualitas Hidup Grafik 4 menunjukkan hasil penelitian bahwa semakin tinggi jumlah CD4 maka semakin tinggi pula kualitas hidup seorang ODHA. Besarnya R2 menunjukkan bahwa variabel CD4 memberikan kontribusi sebesar 15.71%. Sedangkan nilai koefisiennya adalah sebesar 1.076 artinya bahwa jika CD4 mengalami kenaikan satu poin maka kualitas hidup akan naik sebesar 1.076 poin. 5) Korelasi Variabel Religiusitas berdasarkan Variabel Kualitas Hidup Grafik 5 menunjukkan hasil penelitian bahwa semakin tinggi nilai religiusitas tinggi maka semakin tinggi pula kualitas hidup. Besarnya R2 menunjukkan bahwa variabel religiusitas memberikan kontribusi sebesar 25.62%. Sedangkan nilai koefisiennya adalah 103 sebesar 12.77 artinya bahwa jika religiusitas mengalami kenaikan satu poin maka kualitas hidup akan naik sebesar 12.77 poin. 4000 y = 12,77x + 543,84 R² = 0,2562 3500 Kualitas Hidup 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Religiusitas Grafik 5. Korelasi Variabel Religiusitas Dengan Variabel Kualitas Hidup c. Confirmatory Factor Analysis Confirmatory Factor Analysis (CFA) didasarkan atas alasan bahwa variabel-variabel teramati adalah indikator-indikator yang tidak sempurna dari variabel laten atau konstruk tertentu yang mendasarinya. Dari hasil CFA ini akan diperoleh uji kecocokan keseluruhan model, analisis validitas model dan analisis reliabilitas model. Untuk menilai model fit atau tidaknya, digunakan beberapa pengukuran yaitu (Wijanto, 2007): 104 1) Probabilitas dari nilai chi square, nilai chi square sebesar 0 menunjukkan bahwa model memiliki fit yang sempurna. Probabilitas chi square ini diharapkan tidak signifikan. 2) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) ini mengukur penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan matriks kovarians populasinya. Diharapkan nilai RMSEA ≤ 0.08 3) Goodness of Fit Indices (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI yang > 0.90 menunjukkan fit suatu model yang baik. 4) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) menyesuaikan pengaruh degress of freedom pada suatu model. Nilai GFI yang > 0.90 menunjukkan fit suatu model yang baik. 5) Critical N (CN) adalah ukuran sampel terbesar yang dapat digunakan untuk menerima hipotesis bahwa model tersebut benar. Nilai CN > 200 merupakan indikasi bahwa sebuah kecocokan yang baik. 6) Root Mean Square Residual (RMR) mewakili nilai rerata residual yang diperoleh dengan mencocokkan matrik kovarian dari model yang dihipotesiskan. Nilai RMR yang < 0.08 menunjukkan fit suatu model yang baik 7) Comparative Fit Index (CFI) merupakan hasil yang dapat mengoreksi hasil NFI pada sampel kecil. Nilai CFI yang dianggap fit adalah > 0.90. 105 8) Normed Fit Index (NFI) memiliki tendensi yang merendahkan fit pada sampel yang kecil. Nilai NFI yang dianggap FIT adalah > 0.90. 9) Incremental Fit Index (IFI) dan Relative Fit Index (RFI) untuk mengatasi masalah parsimory dan ukuran sampel. Dikatakan fit jika nilai IFI dan RFI > 0.90. Hasil dari CFA disajikan sebagai berikut : 1) Stigma Stigma merupakan suatu hal yang dipakai seseorang atau kelompok dalam menganggap suatu keadaan yang negative yang kemudian akan dipakai menjadi suatu norma pada seseorang atau kelompok dalam masyarakat. Stigma merupakan variabel/konstruk laten yang diukur melalui 3 indikator, yaitu stigma instrumental (X11), stigma simbolis (X12), dan stigma kesopanan (X13). Untuk pengujian model, digunakan 3 indikator untuk mengukur variabel laten stigma, hasil pengujian variabel laten stigma diperoleh hasil model dengan confirmatory factor analysis sudah memenuhi kriteria goodness of fit, sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini: 106 a) Nilai Estimate Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut adalah nilai estimate dari indikator variabel stigma. Gambar 4.1 Pengujian confirmatory factor analysis variabel stigma dengan nilai estimate b) Nilai t Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap signifikan terhadap variabel utama. Berikut adalah nilai t dari indikator variabel stigma. Gambar 4.2 Pengujian confirmatory factor analysis variabel stigma dengan nilai t hitung 107 Hasil uji konstruk variabel stigma yang dievaluasi berdasarkan kriteria goodness of fit indices pada Tabel 5 berikut dengan disajikan hasil model serta nilai kritisnya (cut-off value). Tabel 5 Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Stigma Goodness of Fit Index Cut off Value Hasil Evaluasi Model Chi Square 0.000 Probability ≥ 0.05 1.00 Baik RMSEA ≤ 0.08 0.000 Baik The Model is Saturated, the Fit is Perfect ! Sumber : Data Primer Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai di atas kritis yang menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data, sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tabel 5 menunjukkan bahwa model pengukuran stigma telah menunjukkan adanya model fit atau kesesuaian antara data dengan model. Hal ini dibuktikan dari criteria fix yang ada, sudah ada dua yang telah memenuhi kriteria. Dengan demikian mengacu pada prinsip parsimony teori maka model di atas menunjukkan tingkat penerimaan yang baik oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima. Selanjutnya untuk mengetahui indikator-indikator yang berkontribusi signifikan terhadap variabel stigma dapat diamati dari nilai loading signifikansinya, faktor yang atau koefisien mencerminkan lambda (λ) dan masing-masing tingkat kontribusi 108 indikator terhadap variabel stigma tampak pada tabel 6, sebagai berikut: Tabel 6 Loading Factor, Nilai t dan R2 Pengukuran Variabel Stigma Loading Indikator Variabel Nilai t R2 Keterangan Factor Stigma Instrumental (X11) 4.98 13.16 0.62 Signifikan Stigma Simbolis (X12) 5.82 17.91 0.84 Signifikan Stigma Kesopanan (X13) 5.69 15.95 0.76 Signifikan Sumber : Data Primer Tabel 6 menunjukkan bahwa indikator stigma instrumental (X11), stigma simbolis (X12), dan stigma kesopanan (X13) mempunyai nilai t > 1.96 yang berarti bahwa semua indikator tersebut adalah signifikan secara statistik. Dari ketiga indikator variabel stigma, stigma simbolis (X12) adalah indikator yang paling baik karena memiliki nilai R2 yang paling besar yaitu 0.84 artinya besarnya kontribusi stigma simbolis adalah sebesar 84.0% (bandingkan dengan stigma instrumental (X11) = 0.62 dan stigma kesopanan (X13) = 0.76). Sedangkan nilai loading factor menunjukkan besar korelasi antara indikator dengan konstruk latennya. Indikator dengan loading factor yang tinggi memiliki korelasi yang lebih tinggi untuk menjelaskan konstruk latennya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga indikator variabel stigma, stigma simbolis (X12) adalah indikator yang memiliki nilai loading factor paling tinggi yaitu 5.82 (bandingkan 109 dengan stigma instrumental (X11) = 4.98 dan stigma kesopanan (X13) = 5.69). 2) Dukungan Sosial Dukungan sosial merupakan derajat kepuasan terhadap kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan orang lain yang dirasakan seseorang dari interaksinya dengan orang lain. Dukungan sosial merupakan variabel/konstruk laten yang diukur melalui 4 indikator, yaitu dukungan emosional (X21), dukungan instrumental (X22), dukungan penilaian (X23) dan dukungan informaasi (X24). Untuk pengujian model, digunakan 4 indikator untuk mengukur variabel laten dukungan sosial, hasil pengujian variabel laten dukungan sosial diperoleh hasil model dengan confirmatory factor analysis sudah memenuhi kriteria goodness of fit, sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini: a) Nilai Estimate Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut adalah nilai estimate dari indikator variabel dukungan sosial. 110 Gambar 4.3 Pengujian confirmatory factor analysis variabel dukungan sosial dengan nilai estimate b) Nilai t Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap signifikan terhadap variabel utama. Berikut adalah nilai t dari indikator variabel dukungan sosial. Gambar 4.4 Pengujian confirmatory factor analysis variabel dukungan sosial dengan nilai t hitung 111 Hasil uji konstruk variabel dukungan sosial yang dievaluasi berdasarkan kriteria goodness of fit indices pada Tabel 7 berikut dengan disajikan hasil model serta nilai kritisnya (cut-off value). Tabel 7 Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Dukungan Sosial Goodness of Fit Index Cut off Value Hasil Evaluasi Model Chi square 4.74 Probability ≥ 0.05 0.094 Baik RMSEA ≤ 0.08 0.080 Baik GFI > 0.90 0.99 Baik AGFI > 0.90 0.94 Baik CN > 200 417.27 Baik RMR < 0.80 0.021 Baik CFI > 0.90 0.99 Baik NFI > 0.90 0.99 Baik IFI > 0.90 0.99 Baik RFI > 0.90 0.97 Baik Sumber : Data Primer Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai di atas kritis yang menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data, sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tabel 7 menunjukkan bahwa model pengukuran dukungan sosial telah menunjukkan adanya model fit atau kesesuaian antara data dengan model. Hal ini dibuktikan dari criteria fix yang ada, sudah > 2 yang telah memenuhi kriteria. Dengan demikian mengacu pada prinsip parsimony teori maka model di atas menunjukkan tingkat penerimaan yang baik oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima. 112 Selanjutnya untuk mengetahui indikator-indikator yang berkontribusi signifikan terhadap variabel dukungan sosial dapat diamati dari nilai loading faktor atau koefisien lambda (λ) dan tingkat signifikansinya, yang mencerminkan masing-masing kontribusi indikator terhadap variabel dukungan sosial tampak pada tabel 8, sebagai berikut: Tabel 8 Loading Factor, Nilai t dan R2 Pengukuran Variabel Dukungan Sosial Loading Indikator Variabel Nilai t R2 Keterangan Factor Dukungan Emosional (X21) 3.50 12.09 0.55 Signifikan Dukungan Instrumental (X22) 3.80 12.03 0.61 Signifikan Dukungan Penilaian (X23) 3.64 12.76 0.66 Signifikan DUkungan Informasi (X24) 3.65 12.24 0.56 Signifikan Sumber : Data Primer Tabel 8 menunjukkan bahwa indikator dukungan emosional (X21), dukungan instrumental (X22), dukungan penilaian (X23) dan dukungan informaasi (X24) mempunyai nilai t > 1.96 yang berarti bahwa semua indikator tersebut adalah signifikan secara statistik. Dari keempat indikator variabel dukungan sosial, dukungan penilaian (X23) adalah indikator yang paling baik karena memiliki nilai R2 yang paling besar yaitu 0.66 (bandingkan dengan dukungan emosional (X21) = 0.55, dukungan instrumental (X22) = 0.61, dan dukungan informasi (X24) = 0.56). Sedangkan nilai loading factor menunjukkan besar korelasi antara indikator dengan konstruk latennya. Indikator dengan loading 113 factor yang tinggi memiliki korelasi yang lebih tinggi untuk menjelaskan konstruk latennya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat indikator variabel dukungan sosial, dukungan instrumental (X22) adalah indikator yang memiliki nilai loading factor paling tinggi yaitu 3.80 (bandingkan dengan dukungan emosional (X21) = 3.50, dukungan penilaian (X23) = 3.64 dan dukungan informasi (X24) = 3.65). 3) Depresi Depresi merupakan suatu keadaan dan perasaan sedih yang berkepanjangan yang terjadi akibat beberapa factor. Depresi merupakan variabel/konstruk laten yang diukur melalui satu indikator. Untuk pengujian model, digunakan satu indikator untuk mengukur variabel laten depresi, hasil pengujian variabel laten depresi diperoleh hasil model dengan confirmatory factor analysis sudah memenuhi kriteria goodness of fit, sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini: a) Nilai Estimate Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut adalah nilai estimate dari indikator variabel depresi. 114 Gambar 4.5 Pengujian confirmatory factor analysis variabel depresi dengan nilai estimate b) Nilai t Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap signifikan terhadap variabel utama. Berikut adalah nilai t dari indikator variabel depresi. Gambar 4.6 Pengujian confirmatory factor analysis variabel depresi dengan nilai t hitung Hasil uji konstruk variabel depresi yang dievaluasi berdasarkan kriteria goodness of fit indices pada Tabel 9 berikut dengan disajikan hasil model serta nilai kritisnya (cut-off value). Tabel 9 Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Depresi Goodness of Fit Index Cut off Value Hasil Evaluasi Model Chi square 0.000 Probability ≥ 0.05 1.000 Baik RMSEA ≤ 0.08 0.000 Baik The Model is Saturated, the Fit is Perfect ! Sumber : Data Primer Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai di atas kritis yang menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data, 115 sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tabel 9 menunjukkan bahwa model pengukuran depresi telah menunjukkan adanya model fit atau kesesuaian antara data dengan model. Hal ini dibuktikan dari criteria fix yang ada, sudah 2 yang telah memenuhi kriteria. Dengan demikian mengacu pada prinsip parsimony teori maka model di atas menunjukkan tingkat penerimaan yang baik oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima. Selanjutnya untuk mengetahui indikator-indikator yang berkontribusi signifikan terhadap variabel dukungan sosial dapat diamati dari nilai loading faktor atau koefisien lambda (λ) dan tingkat signifikansinya, yang mencerminkan masing-masing kontribusi indikator terhadap variabel depresi tampak pada tabel 10, sebagai berikut: Tabel 10 Loading Factor, Nilai t dan R2 Pengukuran Variabel Depresi Loading Indikator Variabel Nilai t R2 Keterangan Factor Depresi (X3) 1.00 1.00 Signifikan Sumber : Data Primer Tabel 8 menunjukkan bahwa indikator depresi (X3) memiliki loading factor 1.00. Faktor Loading 1 menunjukkan bahwa variabel laten memiliki unit pengukuran yang sama dengan variabel observed, variabel tersebut dikenal sebagao variabel reference. Sehingga peneliti mengasumsikan bahwa depresi (X3) adalah ukuran yang 116 sempurna jadi tidak memiliki kesalahan pengukuran (error variance indikator = 0) 4) Religiusitas Religiusitas merupakan penghayatan keagamaan atau kedalaman kepercayaan/komitmen religious yang berhubungan dengan agama atau keyakinan yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu. Religiusitas merupakan variabel/konstruk laten yang diukur melalui 5 indikator, yaitu belief (X41), practice (X42), feeling (X43), knowledge (X44), dan effect (X45). Untuk pengujian model, digunakan 5 indikator untuk mengukur variabel laten religiusitas, hasil pengujian variabel laten religiusitas diperoleh hasil model dengan confirmatory factor analysis sudah memenuhi kriteria goodness of fit, sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini: a) Nilai Estimate Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut adalah nilai estimate dari indikator variabel religiusitas. 117 Gambar 4.7 Pengujian confirmatory factor analysis variabel religiusitas dengan nilai estimate b) Nilai t Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap signifikan terhadap variabel utama. Berikut adalah nilai t dari indikator variabel religiusitas. Hasil uji konstruk variabel religiusitas yang dievaluasi berdasarkan kriteria goodness of fit indices pada Tabel 11 berikut dengan disajikan hasil model serta nilai kritisnya (cut-off value). 118 Gambar 4.8 Pengujian confirmatory factor analysis variabel religiusitas dengan nilai t hitung Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai diatas kritis yang menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data, sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tabel 11 menunjukkan bahwa model pengukuran religiusitas telah menunjukkan adanya model fit atau kesesuaian antara data dengan model. Hal ini dibuktikan dari criteria fix yang ada, sudah > 2 yang telah memenuhi kriteria. Dengan demikian mengacu pada prinsip parsimony teori maka model di atas menunjukkan tingkat penerimaan yang baik oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima. 119 Tabel 11 Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Religiusitas Goodness of Fit Index Cut off Value Hasil Evaluasi Model Chi square 15.28 Probability ≥ 0.05 0.0092 Marginal Fit RMSEA ≤ 0.08 0.098 Marginal Fit GFI > 0.90 0.94 Baik AGFI > 0.90 0.83 Marginal Fit CN > 200 212.27 Baik RMR < 0.80 0.059 Baik CFI > 0.90 0.98 Baik NFI > 0.90 0.97 Baik IFI > 0.90 0.98 Baik RFI > 0.90 0.94 Baik Sumber : Data Primer Selanjutnya untuk mengetahui indikator-indikator yang berkontribusi signifikan terhadap variabel religiusitas dapat diamati dari nilai loading faktor atau koefisien lambda (λ) dan tingkat signifikansinya, yang mencerminkan masing-masing kontribusi indikator terhadap variabel religiusitas tampak pada tabel 12, sebagai berikut: Tabel 12 Loading Factor, Nilai t dan R2 Pengukuran Variabel Religiusitas Loading Indikator Variabel Nilai t R2 Keterangan Factor Belief (X41) 4.03 8.96 0.35 Signifikan Practice (X42) 4.35 8.37 0.33 Signifikan Feeling (X43) 3.92 13.27 0.69 Signifikan Knowledge (X44) 2.88 9.41 0.41 Signifikan Effect (X45) 3.96 12.37 0.55 Signifikan Sumber : Data Primer Tabel 12 menunjukkan bahwa indikator belief (X41), practice (X42), feeling (X43), knowledge (X44), dan effect (X45) mempunyai 120 nilai t > 1.96 yang berarti bahwa semua indikator tersebut adalah signifikan secara statistik. Dari kelima indikator variabel religiusitas, feeling (X43) adalah indikator yang paling baik karena memiliki nilai R2 yang paling besar yaitu 0.69 (bandingkan dengan belief (X41) = 0.35, practice (X42) = 0.33, knowledge (X44) = 0.41, dan effect (X45) = 0.55). Sedangkan nilai loading factor menunjukkan besar korelasi antara indikator dengan konstruk latennya. Indikator dengan loading factor yang tinggi memiliki korelasi yang lebih tinggi untuk menjelaskan konstruk latennya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kelima indikator variabel religiusitas, practice (X42) adalah indikator yang memiliki nilai loading factor paling tinggi yaitu 4.35 (bandingkan dengan belief (X41) = 4.03, feeling (X43) = 3.92, knowledge (X44) = 2.88 dan effect (X45) = 3.96). 5) Konsentrasi CD4 Jumlah sel T CD4 diukur dalam kandungan darah. Konsentrasi CD4 merupakan variabel/konstruk laten yang diukur melalui satu indikator. Untuk pengujian model, digunakan satu indikator untuk mengukur variabel laten konsentasri CD4, hasil pengujian variabel laten depresi diperoleh hasil model dengan confirmatory factor 121 analysis sudah memenuhi kriteria goodness of fit, sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini: a) Nilai Estimate Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut adalah nilai estimate dari indikator variabel jumlah CD4. Gambar 4.9 Pengujian confirmatory factor analysis variabel CD4 dengan nilai estimate b) Nilai t Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap signifikan terhadap variabel utama. Berikut adalah nilai t dari indikator variabel jumlah CD4. Gambar 4.10 Pengujian confirmatory factor analysis variabel Konsentrasi CD4 dengan nilai t hitung Hasil uji konstruk variabel depresi yang dievaluasi berdasarkan kriteria goodness of fit indices pada Tabel 13 berikut dengan disajikan hasil model serta nilai kritisnya (cut-off value). 122 Tabel 13 Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Konsentrasi CD4 Goodness of Fit Index Cut off Value Hasil Evaluasi Model Chi square 0.000 Probability ≥ 0.05 1.000 Baik RMSEA ≤ 0.08 0.000 Baik The Model is Saturated, the Fit is Perfect ! Sumber : Data Primer Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai di atas kritis yang menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data, sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tabel 13 menunjukkan bahwa model pengukuran konsentrasi CD4 telah menunjukkan adanya model fit atau kesesuaian antara data dengan model. Hal ini dibuktikan dari criteria fix yang ada, sudah 2 yang telah memenuhi kriteria. Dengan demikian mengacu pada prinsip parsimony teori maka model di atas menunjukkan tingkat penerimaan yang baik oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima. Selanjutnya untuk mengetahui indikator-indikator yang berkontribusi signifikan terhadap variabel konsentrasi CD4 dapat diamati dari nilai loading faktor atau koefisien lambda (λ) dan tingkat signifikansinya, yang mencerminkan masing-masing kontribusi indikator terhadap variabel konsentrasi CD4 tampak pada tabel 14, sebagai berikut: 123 Tabel 14 Loading Factor, Nilai t dan R2 Pengukuran Variabel Konsentrasi CD4 Loading Indikator Variabel Nilai t R2 Keterangan Factor Konsentrasi CD4 (X5) 1.00 1.00 Signifikan Sumber : Data Primer Tabel 14 menunjukkan bahwa indikator konsentrasi CD4 (X5) memiliki loading factor 1.00. Faktor Loading 1 menunjukkan bahwa variabel laten memiliki unit pengukuran yang sama dengan variabel observed, variabel tersebut dikenal sebagao variabel reference. Sehingga peneliti mengasumsikan bahwa konsentrasi CD4 (X5) adalah ukuran yang sempurna jadi tidak memiliki kesalahan pengukuran (error variance indikator = 0) 6) Kualitas Hidup Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap keadaan seseorang yang sesuai konteks budaya dan system nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan dan niatnya. Kualitas hidup merupakan variabel/konstruk laten yang diukur melalui 8 indikator, yaitu fungsi fisik (Y1), keterbatasan peran (Y2), tubuh sakit karena kesehatan fisik (Y3), persepsi kesehatan secara umum (Y4), vitalitas (Y5), fungsi sosial (Y6), peran keterbatasan karena masalah emosional (Y7), dan kesehatan psikis (Y8). Untuk pengujian model, digunakan 8 indikator untuk mengukur variabel laten kualitas hidup, hasil pengujian variabel laten kualitas hidup diperoleh hasil model dengan confirmatory factor analysis sudah 124 memenuhi kriteria goodness of fit, sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini: a) Nilai Estimate Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut adalah nilai estimate dari indikator variabel kualitas hidup. Gambar 4.11 Pengujian confirmatory factor analysis variabel kualitas hidup dengan nilai estimate 125 b) Nilai t Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap signifikan terhadap variabel utama. Berikut adalah nilai t dari indikator variabel kualitas hidup. Gambar 4.12 Pengujian confirmatory factor analysis variabel kualitas hidup dengan nilai t hitung 126 Hasil uji konstruk variabel kualitas hidup yang dievaluasi berdasarkan kriteria goodness of fit indices pada Tabel 15 berikut dengan disajikan hasil model serta nilai kritisnya (cut-off value). Tabel 15 Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Religiusitas Goodness of Fit Index Cut off Value Hasil Evaluasi Model Chi square 70.11 Probability ≥ 0.05 0.000 Marginal Fit RMSEA ≤ 0.08 0.11 Marginal Fit GFI > 0.90 0.92 Baik AGFI > 0.90 0.85 Marginal Fit CN > 200 115.66 Marginal Fit RMR < 0.80 0.069 Baik CFI > 0.90 0.94 Baik NFI > 0.90 0.92 Baik IFI > 0.90 0.94 Baik RFI > 0.90 0.88 Marginal Fit Sumber : Data Primer Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai di atas kritis yang menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data, sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tabel 15 menunjukkan bahwa model pengukuran kualitas hidup telah menunjukkan adanya model fit atau kesesuaian antara data dengan model. Hal ini dibuktikan dari criteria fix yang ada, sudah > 2 yang telah memenuhi kriteria. Dengan demikian mengacu pada prinsip parsimony teori maka model di atas menunjukkan tingkat penerimaan yang baik oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima. 127 Selanjutnya untuk mengetahui indikator-indikator yang berkontribusi signifikan terhadap variabel kualitas hidup dapat diamati dari nilai loading faktor atau koefisien lambda (λ) dan tingkat signifikansinya, yang mencerminkan masing-masing kontribusi indikator terhadap variabel kualitas hidup tampak pada tabel 16, sebagai berikut: Tabel 16 Loading Factor, Nilai t dan R2 Pengukuran Variabel Kualitas Hidup Loading Indikator Variabel Nilai t R2 Keterangan Factor Fungsi fisik (Y1) 126.66 9.59 0.34 Signifikan Keterbatasan peran (Y2) 59.14 7.33 0.21 Signifikan Kesehatan fisik (Y3) 32.70 4.57 0.11 Signifikan Persepsi kesehatan (Y4) 54.86 12.20 0.51 Signifikan Vitalitas (Y5) 65.97 9.34 0.39 Signifikan Fungsi sosial (Y6) 32.62 11.51 0.47 Signifikan Masalah emosional (Y7) 35.38 12.24 0.47 Signifikan Kesehatan psikis (Y8) 68.43 11.16 0.45 Signifikan Sumber : Data Primer Tabel 16 menunjukkan bahwa indikator fungsi fisik (Y1), keterbatasan peran (Y2), tubuh sakit karena kesehatan fisik (Y3), persepsi kesehatan secara umum (Y4), vitalitas (Y5), fungsi sosial (Y6), peran keterbatasan karena masalah emosional (Y7), dan kesehatan psikis (Y8) mempunyai nilai t > 1.96 yang berarti bahwa semua indikator tersebut adalah signifikan secara statistik. Dari kelima indikator variabel kualitas hidup, persepsi kesehatan (Y4) adalah indikator yang paling baik karena memiliki nilai R2 yang paling besar yaitu 0.51 (bandingkan dengan fungsi fisik (Y1) = 0.34, keterbatasan 128 peran (Y2) = 0.21, tubuh sakit karena kesehatan fisik (Y3) = 0.11, vitalitas (Y5) = 0.39, fungsi sosial (Y6) = 0.47, peran keterbatasan karena masalah emosional (Y7) = 0.47, dan kesehatan psikis (Y8) = 0.45). Sedangkan nilai loading factor menunjukkan besar korelasi antara indikator dengan konstruk latennya. Indikator dengan loading factor yang tinggi memiliki korelasi yang lebih tinggi untuk menjelaskan konstruk latennya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kedelapan indikator variabel kualitas hidup, fungsi fisik (Y1) adalah indikator yang memiliki nilai loading factor paling tinggi yaitu 126.66 (bandingkan dengan keterbatasan peran (Y2) = 59.14, tubuh sakit karena kesehatan fisik (Y3) = 32.70, persepsi kesehatan (Y4) = 54.86, vitalitas (Y5) = 65.97, fungsi sosial (Y6) = 32.62, peran keterbatasan karena masalah emosional (Y7) = 35.38, dan kesehatan psikis (Y8) = 68.43). d. Model Teori Kualitas Hidup Pada bagian ini akan dilakukan pengujian model lengkap yang menjelaskan hubungan kausal antara stigma, dukungan sosial, depresi, religiusitas, jumlah CD4, dan kualitas hidup ODHA di Sulawesi Selatan, tampak seperti gambar dibawah ini: 129 a) Nilai estimate Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut adalah nilai estimate dari model lengkap kualitas hidup. Gambar 4.13 Pengukuran Model Hubungan Antar Variabel dengan Nilai Estimate 130 b) Nilai t Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap signifikan terhadap variabel utama. Berikut adalah nilai t dari model lengkap kualitas hidup. Gambar 4.14 Pengukuran Model Hubungan Antar Variabel dengan Nilai t 131 Hasil uji model disajikan pada gambar 4.14 diatas dievaluasi berdasarkan goodness of fit indices pada tabel 17 berikut dengan menyajikan kriteria model serta nilai kritisnya yang memilki kesesuaian data. Tabel 17 Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Overall Model Goodness of Fit Index Cut off Value Hasil Evaluasi Model Chi square 315.79 Probability ≥ 0.05 0.000 Marginal Fit RMSEA ≤ 0.08 0.052 Baik GFI > 0.90 0.86 Marginal Fit AGFI > 0.90 0.82 Marginal Fit CN > 200 169.28 Marginal Fit RMR < 0.80 0.067 Baik CFI > 0.90 0.97 Baik NFI > 0.90 0.92 Baik IFI > 0.90 0.97 Baik RFI > 0.90 0.91 Baik Sumber : Data Primer Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa evaluasi terhadap model secara keseluruhan menghasilkan nilai di atas kritis yang menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data, sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tabel 18 menunjukkan bahwa model pengukuran teori kualitas hidup telah menunjukkan adanya model fit atau kesesuaian antara data dengan model. Hal ini dibuktikan dari criteria fix yang ada, sudah > 2 yang telah memenuhi kriteria. Dengan demikian mengacu pada prinsip parsimony teori maka model di atas menunjukkan tingkat penerimaan yang baik oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima. 132 d. Pengujian Hipotesis Berdasarkan model empirik yang diajukan dalam penelitian ini dapat dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan melalui pengujian koefisien jalur pada model persamaan struktural. Tabel 19 merupakan pengujian hipotesis dengan melihat nilai p value, jika nilai p value lebih kecil dari 0.05 maka hubungan antara variabel signifikan. Hasil pengujian disajikan pada tabel berikut: Tabel 18 Evaluasi Terhadap Koefisien Model Struktural dan Kaitannya dengan Hipotesis Penelitian (Direct Effect) Direct Effect Hipotesis (Path) Loading Nilai t Kesimpulan Factor Stigma Kualitas Hidup 0.018 0.27 Tidak Signifikan Dukungan Sosial Kualitas Hidup -0.078 -1.01 Tidak Signifikan Depresi Kualitas Hidup -0.028 -3.30 Signifikan Religiusitas Kualitas Hidup 0.36 3.30 Signifikan CD4 Kualitas Hidup 0.00087 2.23 Signifikan Sumber : Data Primer Adapun interpretasi dari table 18 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Stigma tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai t = 0.027 < 1.96 dengan nilai koefisien sebesar 0.018. 2) Dukungan sosial tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai t = -1.01 < 1.96 dengan nilai koefisien sebesar -0.078. 3) Depresi berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai t = -3.30 > 1.96 dengan nilai koefisien sebesar -0.028. 133 4) Religiusitas berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai t = 3.30 > 1.96 dengan nilai koefisien sebesar 0.36. 5) Konsentrasi CD4 berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai t = 2.23 > 1.96 dengan nilai koefisien sebesar 0.00087. Tabel 19 Evaluasi Terhadap Koefisien Model Struktural dan Kaitannya dengan Hipotesis Penelitian (Indirect Effect) Indirect Effect Hipotesis (Path) Loading Total Factor Effect Religiusitas Dukungan Sosial Kualitas Hidup -0.030 0.330 Religiusitas Stigma Kualitas Hidup 0.007 0.367 Religiusitas CD4 Kualitas Hidup 0.059 0.095 Religiusitas Depresi Kualitas Hidup 0.177 0.213 Stigma Dukungan Sosial Kualitas Hidup 0.005 0.023 CD4 Depresi Kualitas Hidup 0.0003 0.00117 Dukungan Sosial Depresi Kualitas Hidup 0.039 -0.039 Sumber : Data Primer Interpretasi efek tak langsung antar variabel konstruk yang diasumsikan pada model penelitian dideskripsikan berikut ini: 1) Efek tidak langsung religiusitas terhadap kualitas hidup melalui dukungan sosial adalah -0.030. Hal ini dimaknai bahwa setiap peningkatan 1 poin religiusitas mampu menurunkan 0.030 poin kualitas hidup secara tidak langsung melalui dukungan sosial. 2) Efek tidak langsung religiusitas terhadap kualitas hidup melalui stigma adalah 0.007. Hal ini dimaknai bahwa setiap peningkatan 1 poin religiusitas mampu menaikkan 0.007 poin kualitas hidup secara tidak langsung melalui stigma. 134 3) Efek tidak langsung religiusitas terhadap kualitas hidup melalui konsentrasi CD4 adalah 0.059. Hal ini dimaknai bahwa setiap peningkatan 1 poin religiusitas mampu menaikkan 0.059 poin kualitas hidup secara tidak langsung melalui konsentrasi CD4. 4) Efek tidak langsung religiusitas terhadap kualitas hidup melalui depresi adalah 0.177. Hal ini dimaknai bahwa setiap peningkatan 1 poin religiusitas mampu menaikkan 0.177 poin kualitas hidup secara tidak langsung melalui depresi. 5) Efek tidak langsung stigma terhadap kualitas hidup melalui dukungan sosial adalah 0.005. Hal ini dimaknai bahwa setiap peningkatan 1 poin stigma mampu menaikkan 0.005 poin kualitas hidup secara tidak langsung melalui dukungan sosial. 6) Efek tidak langsung konsentrasi CD4 terhadap kualitas hidup melalui depresi adalah 0.0003. Hal ini dimaknai bahwa setiap peningkatan 1 poin konsentrasi CD4 mampu menaikkan 0.0003 poin kualitas hidup secara tidak langsung melalui depresi. 7) Efek tidak langsung dukungan sosial terhadap kualitas hidup melalui depresi adalah 0.039. Hal ini dimaknai bahwa setiap peningkatan 1 poin dukungan sosial mampu menaikkan 0.039 poin kualitas hidup secara tidak langsung melalui depresi. 135 B. Pembahasan hasil penelitian 1. Stigma Stigma adalah tindakan memberikan label sosial yang bertujuan untuk memisahkan atau mendeskreditkan seseorang atau sekelompok orang dengan cap atau pandangan buruk (Kementerian_Kesehatan_RI, 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik pengaruh stigma terhadap kualitas hidup ODHA dalam model tidak signifikan (nilai t < 1.96). Tetapi jika dilakukan uji statistik untuk mencari pengaruh dalam konteks bivariate diperoleh nilai p = 0.003 (p < 0.05) yang berarti ada pengaruh stigma terhadap kualitas hidup dengan besar kontribusi sebesar 4%. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Herrmann et al. (2013) menunjukkan bahwa kesulitan untuk hidup bagi ODHA terutama dalam hal hubungan intim, stigma yang dirasakan, dan kesehatan kronis yang buruk akan berdampak terhadap kualitas hidup. Hal yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutabazi-Mwesigire et al. (2014) menyatakan bahwa responden masih banyak menderita stigma, ketakutan pengungkapan dan kemiskinan, yang berdampak negatif terhadap kualitas hidup mereka. Penelitian lain yang dilakukan oleh Liu et al. (2013) menemukan bahwa stigma sangat memperngaruhi kualitas hidup baik bagi ODHA maupun pengasuh mereka. 136 Di Indonesia bahkan mungkin di seluruh dunia stigma merupakan salah satu penghambat dalam program pencegahan penularan HIV/AIDS. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh pihak Badan Pusat Statistik (2009) bahwa stigma yang terhjadi dikalangan ODHA biasanya berasal dari lingkungan keluarga, tempat tinggal, tempat kerja, sekolah, dan pada komunitas lainnya. Yang paling parah adalah mereka yang stigma di tempat layanan kesehatan. Goffman (1963) yang berpendapat terhadap stigma tertarik pada jurang pemisah antara apa yang seharusnya dilakukan seseorang “identitas sosial virtual” dan apa yang sebenarnya dilakukan seseorang “identitas sosial actual”. orang yang mempunyai jurang pemisah antara dua identitas ini distigmatisasikan. Di dalam buku ini memusatkan perhatian pada interaksi dramaturgis antara aktor yang terstigma dan yang normal. Sifat interaksi itu tergantung pada stigma yang mana di antar dua jenis stigma yang terdapat pada diri seorang aktor. Dalam kasus stigma diskredit (discredit stigma), aktor menganggap perbedaan telah diketahui oleh anggota penonton atau jelas bagi mereka (contoh, orang yang tubuh bagian bawahnya lumpuh atau kehilangan anggota badan). Stigma diskreditabel (descriditable stigma) adalah stigma yang perbedaannya tak diketahui oleh anggota penonton atau tak dapat dirasakan oleh mereka (misalnya, seorang homoseksual). Masalah dramaturgis mendasar bagi seseorang yang mempunyai stigma terdiskreditkan adalah pengelolaan 137 ketegangan yang dihasilkan oleh fakta bahwa orang mengetahui masalahnya. Masalah dramaturgis mendasar bagi seseorang yang mempunyai stigma diskreditabel adalah pengelolaan informasi sedemikian rupa sehingga masalahnya tetap tak diketahui oleh orang lain (Goffman, 1963). Menurut Goffman (1963) ada tiga jenis stigma, yaitu stigma yang dibangun berdasarkan aspek fisik penderita (cacat), aspek karakter penderita (sifat yang dianggap negatif seperti orang yang bermotivasi lemah, bernafsu mendominasi orang secara berlebihan, berkeyakinan yang sangat fanatik, sangat tidak jujur), dan aspek tribal: suku-bangsa, ras, dan agama (faktor keturunan dan karena itu dapat “diwariskan” kepada seluruh anggota keluarga). ODHA yang menganggap menerima stigma yang masuk dalam kategori sangat rendah dan rendah adalah sebesar 63.7%. Melihat kontribusi stigma terhadap kualitas hidup memang masih sangat kecil karena beberapa responden masih menutup diri (menyembunyikan status) baik terhadap keluarga, pasangan, maupun lingkungan sekitar. Hal ini akan berdampak pada banyak hal terutama dalam hal pencegahan. Selain itu status yang ditutupi di masyarakat akan menyebabkan ODHA akan kurang bersosialisasi dengan lingkungannya. Kurangnya sosialisasi baik dalam keluarga maupun tetangga akan menyebabkan ODHA tidak mengetahui kondisi jelas yang terjadi, apakah ODHA distigma atau tidak. 138 Alasan inilah yang menjadi landasan peneliti bahwa stigma belum masuk dalam model karena ada beberapa variabel yang lebih berperan penting dibandingkan dengan kontribusi dari stigma. Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Tam et al. (2012) menyatakan bahwa stigma yang dirasakan oleh ODHA memiliki korelasi yang signifikan tetapi lemah untuk meningkatkan kualitas hidup. Sejalan dengan hasil penelitian ini, Tabel 3 menunjukkan bahwa responden yang mengalami stigma dengan kategori sangat tinggi memiliki kualitas hidup rendah (33.3%). Hasil penelitian ini tidak hanya dipengaruhi oleh responden yang menutup diri, tetapi berdasarkan Tabel 4 ODHA yang mengikuti terapi ARV dan memiliki pasangan memiliki nilai rerata yang stigma yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mengikuti terapi ARV dan tidak memiliki pasangan. Berbeda dengan yang mengikuti program pendampingan, responden yang tidak mengikuti program pendampingan memiliki nilai rerata yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena proses pendampingan ODHA sangatlah tertutup karena untuk menjaga kerahasiaan. Menutup diri atau menyembunyikan status bagi para ODHA dikarenakan masyarakat masih menganggap bahwa HIV dan AIDS merupakan sesuatu atau penyakit yang dianggap buruk karena kelakuan dari orang tersebut. ODHA sering diperlakukan berbeda dengan orang lain, baik dalam pergaulan maupun dalam keluarga sendiri. Ketakutan akan 139 perlakuan inipun yang membuat ODHA susah untuk menjembatani diri dengan orang lain. Takut untuk membagi pengalamannya, bahkan untuk menyatakan diri sedang sakit atau butuh pertolongan sangat susah untuk disampaikan. Besarnya rasa khawatir terhadap penerimaan orang lain terhadap dirinya membuat orang-orang disekitarnya menjaga jarak bahkan sampai membuat batasan yang dapat menyebabkan keresahan di masyarakat baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil. Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA tergambar dalam sikap sinis, perasaan ketakutan yang berlebihan dan persepsi negatif tentang ODHA, dapat mempengaruhi dan menurun kankualitas hidup ODHA.Stigma dan diskriminasi dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan menjadi salah satu kendala kualitas pemberian pelayanan kesehatan kepada ODHA yang pada akhirnya dapat menurunkan derajat kesehatan ODHA. Berdasarkan penelitian Syafar et al. (2013), khususnya pada pasangan ODHA. Sebagian besar pasangan ODHA telah pasrah akan kondisi dengan risiko tertular HIV dari pasangannya. Hal ini disebabkan adanya pengalaman berliku yang membuat mereka kehilangan harapan dan semangat hidup. Masalah stigma dan diskriminasi merupakan salah satu permasalahan yang paling banyak ditemui sebagai pasangan ODHA. Menjadi pasangan ODHA, mereka harus menghadapi stigma masyarakat. 140 Perempuan dapat mengalami stigma ganda, yaitu sebagai perempuan makhluk kelas dua yang cenderung disalahkan atas apa yang terjadi terhadap dirinya sendiri. Masyarakat menganggap semestinya perempuan dapat menjaga diri, suami, dan keluargnya sehingga tidak terinfeksi HIV dan AIDS. Stigma kedua adalah sebagai ODHA, perempuan yang dianggap tidak baik perilakunya dan tidak bermoral sehingga bisa terinfeksi penyakit menular sehingga harus dijauhi. Stigma adalah persoalan khas yang masih terjadi pada ODHA terutama stigma sebagai pendosa dan tidak bermoral. Padahal proses pemaparan HIV tidak hanya berlatar belakang pada persoalan tersebut.masalah ODHA tidak sebatas pada proses bagaimana ODHA terinfeksi. Masalah ODHA ini juga semakin kompleks ketika ia harus menjalani kehidupannya sehari-hari. Berbagai masalah terus bermunculan, seperti stigma (Goffman, 1963). Mengalami stigma akan memberikan dampak pada pengalaman yang terjadi ODHA, dari setelah semua apa yang diperoleh dilingkungannya akan membuat ODHA akan semakin nyaman dengan kondisi tersebut. 2. Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah bantuan yang diterima individu dari orang lain atau kelompok di sekitarnya, dengan membuat penerima merasa nyaman, dicintai dan dihargai Sarafino and Smith (2011). Konsep 141 operasional dari dukungan sosial adalah perceived support (dukungan yang dirasakan), yang memiliki dua elemen dasar diantaranya adalah persepsi bahwa ada sejumlah orang lain dimana seseorang dapat mengandalkannya saat dibutuhkan dan derajat kepuasan terhadap dukungan yang ada (Dimatteo, 1991). Hasil penelitian dalam model menunjukkan bahwa dukungan sosial tidak signifikan terhadap kualitas hidup nilai t (-1.01) < 1.96. Tetapi jika hanya mempertimbangkan pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup tanpa mempertimbangkan model yang ada diperleh hasil uji statistik dengan nilai p (0.046) < 0.05 yang berarti bahwa ada pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup dengan besar kontribusi 1.9%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh C et al. (2014) yang menyatakan bahwa dukungan sosial baik dalam keluarga maupun teman terdekat memiliki efek langsung terhadap kualitas hidup ODHA. Dalam penelitian ini diperoleh pengaruh interaksi yang positif. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pentingnya dukungan sosialpsikologis dan lingkungan akan baik untuk meningkatkan kualitas hidup khususnya pada wanita, masih muda, dan belum memiliki akses untuk melakukan perawatan medis (F et al., 2014). Hal ini sama dengan variabel stigma, jika ODHA menutup diri dari lingkungan baik keluarga maupun orang lain. Maka dukungan sosial yang dapat ia terima sangat kurang. Walaupun menerima dukungan sosial dari 142 keluarga atau teman terdekat tetapi dukungan yang diberikan hanyalah sebuah dukungan untuk penyakit yang dideritanya yang dilihat oleh orang lain bukan karena status HIV. Berdasarkan dari hasil penelitian Rao et al. (2012) menyatakan bahwa variabel dukungan sosial dan stigma jika berada dalam model yang sama maka dukungan sosial tetap akan mempengaruhi stigma dan berpengaruh terhadap kualitas hidup yang besarnya pengaruh adalah 0.25 kali. Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diperoleh ODHA pada kategori tinggi dan sangat tinggi adalah seebsar 35.3%. Hal ini berarti sebagian besar ODHA telah menerima dukungan sosial baik dari keluarga maupun dari teman dekat. Tabel 3 menjelaskan bahwa ODHA yang dukungan sosialnya rendah akan berpengaruh terhadap kualitas hidup yang sangat rendah (12.5%) sedangkan ODHA yang dukungan sosialnya tinggi memiliki kualitas hidup yang tinggi (48.1%). Tabel 4 menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat tercipta dari peranan lingkungan. Mulai dari ODHA yang aktif mengikuti terapi ARV, program pendampingan, dan memiliki pasangan memiliki nilai rerata dukungan sosial yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ODHA yang tidak mengikuti ARV, program pendampingan, dan tidak memiliki pasangan. Hasil penelitian Syafar et al. (2013), sebagian besar ODHA yang memiliki pasangan baru mengetahui status pasangannya setelah lama 143 menjalin hubungan yang lama sehingga ikatan emosional yang mendalam telah terjalin diantara keduanya dan disitilahkan oleh informan “terlanjur cinta”. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa ODHA tidak terbuka mengenai statusnya pada pasangan sebelum menjalin hubungan yang serius. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor dukungan sosial kepada ODHA. Jika ODHA menutup diri maka kecenderungan dukungan sosial yang diterimanya juga akan rendah. Hasil penelitian Margiantari et al. (2012) menunjukkan bahwa Stigma memberikan tekanan dengan berbagai cara yang tidak kelihatan terhadap ODHA namun bisa membuat perasaan ODHA terpukul dan malu. Sedangkan diskriminasi memberikan tekanan dengan cara yang kelihatan dengan berbagai cara yang membuat ODHA harus menanggung perasaan malu. Sebagai akibat selanjutnya ODHA menutup diri untuk tidak mau membuka status HIV-nya dan bahkan putus asa. Sebaliknya bagi orang yang belum tahu status HIV-nya tidak akan mau untuk mengikuti tes HIV di Klinik VCT. Disisi lain ODHA yang menutup diri yang tidak mau membuka status HIV-nya kepada pasangannya (suami atau istri) sebagai partner seks akan menularkan HIV kepada pasangannya. Hal yang sama terjadi pada orang yang sudah terinfeksi HIV namun belum mengetahui status HIV-nya apakah positip atau tidak. Fenomena ini tergambar dalam penemuan kasus HIV selalu terjadi setelah orang menderita infeksi oportunistik, dan di lakukan tes HIV ternyata positif. 144 Seorang ODHA harus membangun kualitas hidupnya sendiri berkaitan dengan permasalahan dan perannya dilingkungan karena sudah berbeda dengan yang lainnya. Hal yang sama diungkapkan oleh KH et al. (1999) bahwa kualitas hidup berkaitan dengaan efek fisiologis, kualitas dalam interaksi dengan sosial, prestasi pekerjaan atau aktifitas harian serta distress spiritual, adalah gambaran dari upaya membagun eksistensi diri yang tidak banyak dipengaruhi oleh dukungan sosial yang diperoleh. Dukungan sosial seharusnya sudah dimulai sejak seseorang mengetahui statusnya. Dukungan ini sangat akan berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan mental seseorang. Tetapi cenderung ODHA sering sekali menutup diri karena biasanya dampak dari membuka status adalah sifatnya bisa umum atau bisa juga bersifat pribadi. Mulai dari kesehatan fisik, kesehatan mental, keuangan, hubungan keluarga, hubungan seksual, perkawinan, anak, keamanan, kelansungan hidup, sampai masalah pada saat kematian. Dukungan sosial tidak hanya ditentukan berdasarkan pada banyaknya sumber dukungan diterima tetapi juga lamanya dukungan sosial. Menurut Cohen and Syme (1985) salah satu hal yang mempengaruhi dukungan sosial adalah lamanya pemberian dukungan. Berdasarkan pengamatan penelitian, dukungan sosial yang diberikan oleh tenaga medis dan koordinator LSM tidak terus menerus dalam satu periode tertentu, tetapi dukungan sosial yang diberikan sifatnya hanya sementara yaitu ketika sakit 145 dan ketika mengikuti pertemuan-pertemuan yang diadakan LSM sehingga dukungan sosial yang dirasakan oleh subjek penelitian berada dalam taraf sedang. Untuk mengatasi masalah sosial ini biasanya ada sebuah kelompok khusus untuk ODHA yang disebut dengan kelompok dukungan sebaya. Kelompok dukungan sebaya salah satu dari terapi non medis. Kelompok yang dikelola oleh dan untuk ODHA. Kelompok inilah yang biasanya membuat ODHA memiliki satu-satunya tempat merasa nyaman, bisa keluar dari isolasi, terjaga kerahasiaanya, aman, dan terdukung. Kelompok ini sangat berkembang di Negara-negara berkembang, dimana pelayanan untuk ODHA masih sangat lemah. Tetapi meskipun demikian tidak bisa dipungkiri bahwa ODHA juga memerlukan sebuah dukungan dari keluarga dekat, teman, maupun dari lingkungannya. Hal ini sangat tidak mungkin terjadi karena masalah sosial dalam ODHA sangatlah sensitive sehingga mereka merasa lebih baik menutup diri daripada membuka status yang akan memberikan dampak yang lebih besar. Menderita HIV positif tidak hanya merusak individu namun juga menghancurkan keluarga dan teman. Merawat anggota keluarga yang menderita HIV merupakan hal yang menghancurkan kondisi secara emosi dan keuangan. Diagnose HIV sering membawa tambahan beban rasa 146 bersalah, stigma sosial, konflik gaya hidup dan isolasi yang menyentuh seluruh anggota keluarga (Perry and Potter, 2005). 3. Depresi Depresi adalah kondisi medis yang mempengaruhi pikiran, perasaan, dan kemampuan untuk berperan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun terapi yang bersedia dapat mengurangi gejala HIV lebih dari 80% dari penderita yang dirawat, sebagian penderita dengan depresi kurang memperoleh bantuan dari apa yang mereka butuhkan untuk mengurangi depresinya. Depresi dihasilkan dari fungsi otak yang abnormal (Mental_Health, 2002 #79). Hasil menunjukkan bahwa dalam model depresi berpengaruh terhadap kualitas hidup dengan nilai t (-3.30) > 1.96 dengan besar pengaruh sebesar -0.028 artinya semakin tinggi depresi maka akan mengakibatkan penuruna pada kualitas hidup. Sedangkan pada uji statistik di luar dari model diperoleh nilai p (0.000) < 0.05 dengan besar kontribusi 28.2%. Penelitian ini sejalan dengan WT et al. (2013) yang menyatakan bahwa depresi secara signifikan berkorelasi dengan kualitas hidup di semua domain (dorongan seksual (r = 0.215), ejakulasi (r = 0.297), dan penilaian masalah (r = 0.213). Hasil penelitian yang lain juga menunjukkan bahwa dari hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa suasan hati (depresi) dapat mempengaruhi kualitas hidup ODHA. Penelitian ini menjelaskan 147 bahwa yang menyebabkan depresi adalah efek samping dari terapi ARV (WT et al., 2013). Hasil penelitian dari Tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang mengalami depresi yang masuk kategori tinggi dan sangat tinggi adalah sebesar 17.2%. Yang mengalami depresi tinggi adalah ODHA yang baru mengetahui status. Jika dikaitkan dengan kualitas hidup ODHA pada table 3 menunjukkan bahwa ODHA yang memiliki depresi yang sangat tinggi juga memiliki kualitas hidup yang sangat rendah (33.3%) berbeda dengan ODHA yang depresinya sangat rendah juga akan memiliki kualitas hidup yang tinggi (39.8%). Hasil penelitian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa ODHA yang mengikuti terapi ARV, program pendampingan dan memiliki pasangan cenderung memiliki nilai rerata depresi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan ODHA yang tidak mengikuti terapi ARV, program pendampingan, dan tidak memiliki pasangan. Depresi berdampak negative terhadap kualitas hidup .orang yang mengalami depresi menyatakan kurang puas dengan kehidupannya dan memiliki kualitas hidup yang lebih rendah daripada mereka dengan tingkat depresi yang rendah (Cantero et al., 2007). Depresi dapat menyebabkan ODHA untuk melupakan dosis terapi ART yang dapat mengurangi kepatuhan dalam berobat. Selain itu depresi juga dapat menyebabkan ODHA meningkatkan perilaku berisiko yang 148 menularkan HIV pada orang lain. Beberapa kasus yang terjadi bahwa ODHA yang mengalami depresi cenderung untuk berhenti dari pengobatan dan tidak mencapai viral load yang tidak terdeteksi. Perubahan perilaku ini (terjadinya depresi) akan menyebabkan kualitas hidup seseorang menurun. Secara konsep, keadaan depresi pada individu akan menstimulasi hypothalamus untuk melepaskan neuropeptide yang akan mengaktivasi Automatic Nerve System dan hypofise untuk mengeluarkan kortikosteroid dan katekolamin yang merupakan hormone-hormon yang bereaksi terhadap kondisi depresi. Hal ini juga kaan berdampak pada jumlah CD4 yang akan semakin turun dan akan semakin rentan terkena infeksi dan perburukan kondisi kesehatan (Gunawan and Sumadiono, 2007). Hubungan antara depresi dengan HIV/AIDS merupakan hubungan yang sangat kompleks, di satu sis depresi dapat timbul karena penyakit HIV/AIDS, di sisi lain depresi yang timbul akan lebih memperberat perjalanan penyakit HIV/AIDS (Angelino, 2002). Secara psikis seseorang yang terinfeksi HIV akan merasakan cemas, marah, takut, dan perasaan bersalah. Hal ini dibuktikan dari item kuesioner depresi yang mendapatkan sebanyak 62.3% pasien HIV/AIDS merasa bersalah terhadap hal-hal yang telah dilakukannya. Apabila kondisi tersebut berlangsung dalam jangka waktu lama, maka dapat menimbulkan depresi yang mengarah pada kehampaan hidup serta mengembangkan hidup tidak bermakna (Astuti and Budiyani, 2010). 149 Selain itu depresi juga mempengaruhi self care pasien. Depresi menyebabkan seseorang malas untuk mengikuti regimen pengobatan antiretroviral, nafsu makan yang kurang, keengganan berolahraga, dan kesulitan tidur sehingga dapat memperberat gangguan fisiknya dan pada akhirnya dapat memperburuk derajat kesehatannnya (Kusuma, 2011). Depresi merupakan penyakit yang sangat umum pada ODHA. Depresi yang tidak diobati dapat mengurangi kualitas hidup. Depresi adalah masalah yang berpengaruh pada seluruh tubuh, dengan mengganggu kesehatan fisik, pikiran, rasa dan perilaku. Depresi pada ODHA juga dikaitkan dengan perasaan bahwa kesehatannya buruk, rasa sakit kronis, dan kehilangan daya ingat serta konsentrasi. Namun, depresi, berbeda dengan kesedihan atau kecil hati, bukan merupakan dampak alami dari penyakit. Lamanya suasana hati yang lesu, kegelisahan, atau kemarahan mungkin biasanya menjadi bagian dari penyesuaian terhadap penyakit, tetapi perkembangan depresi yang parah bukanlah sesuatu yang normal (MD and MD, 2014). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengobatan depresi parah pada ODHA adalah aman dan efektif. Dukungan dan konseling yang memungkinkan pasien menghadapi dan menyelesaikan atau menyesuaikan diri terhadap kejadian yang menyebabkan stres dalam hidup seperti masalah keuangan, kekerasan fisik, dan pertentangan dalam keluarga yang dilakukan sendiri mungkin membantu mengendalikan depresi dan 150 memperbaiki mutu hidup. Terapi kelompok telah terbukti berguna untuk depresi ringan sampai menengah, tetapi pengobatan farmakologi tampaknya diperlukan untuk depresi yang lebih parah terkait dengan HIV (MD and MD, 2014). Melihat tingginya prevalensi kasus depresi maka masalah HIV dan AIDS saat ini bukan hanya masalah penyakit menular semata, tetapi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang sangat luas. Oleh karena itu, penanganan tidak hanya dari segi medis tetapi melibatkan aspek psikososial. Agar ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS) mampu beradaptasi akibat kesedihan, kegelisahan dan depresi yang dialaminya (Djoerban, 2000). Selain itu, kondisi depresi pada ODHA dapat mempengaruhi motivasi untuk terlibat aktif dalam pelayanan kesehatan dan mengalami frustasi (Perry and Potter, 2005). Sehingga, depresi dapat menyebabkan penurunan fisik dan mental, karena ketidakpatuhan pasien terhadap terapi anti retrovirus dan obat-obatan lainnya, nafsu makan berkurang, tidak ingin berolahraga, dan kesulitan tidur dapat memperberat penyakit (Kusuma, 2011). Memiliki anggota keluarga yang positif HIV/AIDS mempengaruhi keluarga secara ekonomis, sosial, fungsional, dan mengganggu pengambilan keputusan keluarga. Dampak psikologis pada keluarga berupa marah, sedih, dan respon kehilangan menyebabkan keluarga merasa tidak 151 percaya bahwa ada anggota keluarga yang terinfeksi virus tersebut (Perry and Potter, 2005). Di Negara berkembang masalah ekonomi sangatlah berbeda dengan Negara maju, kesulitan mendapatkan pekerjaan dapat membuat seseorang depresi karena kesulitan ekonomi. Akibatnya, keluarga tidak memberikan dukungan yang efektif terhadap anggota keluarga yang menderita HIV dan AIDS. Akibat kurangnya dukungan inilah dapat juga menyebabkan seseorang mengalami depresi. 4. Jumlah CD4 HIV umumnya menulari sel CD4. Kode genetik HIV menjadi bagian dari sel itu. Waktu sel CD4 menggandakan diri (bereplikasi) untuk melawan infeksi apa pun, sel tersebut juga membuat tiruan HIV (Spiritia, 2014). Setelah kita terinfeksi HIV dan belum mulai terapi antiretroviral (ART), jumlah sel CD4 kita semakin menurun. Ini tanda bahwa sistem kekebalan tubuh kita semakin rusak. Semakin rendah jumlah CD4, semakin mungkin kita akan jatuh sakit (Spiritia, 2014). Ada jutaan keluarga sel CD4. Setiap keluarga dirancang khusus untuk melawan kuman tertentu. Waktu HIV mengurangi jumlah sel CD4, beberapa keluarga dapat diberantas. Kalau itu terjadi, kita kehilangan kemampuan untuk melawan kuman yang seharusnya dihadapi oleh 152 keluarga tersebut. Jika ini terjadi, kita mungkin mengalami infeksi oportunistik (Spiritia, 2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan jumlah CD4 dalam model berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai t (2.23) > 1.96 dengan besar pengaruh 0.00087 artinya semakin tinggi jumlah CD4 maka kualitas hidup ODHA akan semakin meningkat. Dari hasil ujis statistik degan mengeluarkan CD4 dari model diperoleh nilai p (0.000) < 0.05 dengan besar kontribusi adalah 15.7%. Hasil penelitian ini sejalan dengan Tirado et al. (2014) menunjukkan bahwa CD4 < 200 akan menyebabkan kekhawatiran pada kualitas hidupnya tentang obat dan kepercayaan profesional. Dalam hasil penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa ODHA yang menjalani terapi ARV semala 6 bulan atau lebih akan berdampak terhadap CD4 dan meningkatkan HRQOL. Sedangkan bagi mereka yang belum diobati peneliti menemukan hubungan yang lemah tapi signifikan antara jumlah CD4 dengan HRQOL. Hasil penelitian yang lain menunjukkan bahwa CD4 menyebabkan peningkatan LE dan 8% (2.43 QALY) peningkatan QALE. Dalam analisis sensitivitas, meningkatkan tingkat ketersediaan obat baru tidak substansial mengubah hasil. Menurunkan toksisitas obat ART masa depan memiliki potensi yang lebih besar untuk meningkatkan manfaat bagi banyak kelompok pasien, meningkatkan QALE sebanyak 10% (Khademi et al., 2014). 153 Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan penelitian AIDS yang menggunakan tanda-tanda biologis untuk memantau perkembangan penyakit, yang paling banyak adalah HIV Viral Load dan jumlah CD4. Menjalani terapi ARV akan memberikan dampak meningkatnya CD4 dan menurunnya viral load pada saat terapi ARV. Selama menjalani terapi ARV ODHA mengaku bahwa kondisi fisiknya lebih baik dari sebelumnya. Kebugaran yang dirasakan ODHA membuat lebih percaya diri dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ODHA yang menjalani terapi ARV memiliki nilai rerata CD4 yang lebih tinggi jika dibandngkan dengan ODHA yang tidak menjalani terapi ARV. Hasil penelitian Naveet (2006) menunjukkan bahwa terapi ARV dapat meningkatkan CD4 ODHA dan secara tidak langsung juga meningkatkan kualitas hidup dalam jangka waktu yang lama. Hal yang sama pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4 bahwa responden yang menjalani terapi ARV (321.15 sel/mm3) memiliki rerata CD4 lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden yang tidak menjalani terapi ARV (247.35 sel/mm3). Pada penelitian ini perbedaan reratanya adalah 73.80 sel/mm3. Nilai perbedaan yang kecil ini disebabkan karena pengukuran CD4 hanya mengacu pada tes terakhir yang dilakukan oleh responden tanpa mempertimbangkan waktu mulai responden untuk terapi ARV. Peneliti tidak mempertimbangkan lama terapi ARV sehingga hasil penelitian yang diperoleh memberikan hasil perbedaan yang sangat kecil. 154 Table 2 juga menunjukkan bahwa ODHA yang berpartisipasi dalam penelitian ini memiliki Jumlah CD4 yang tinggi yaitu sebanyak 141 responden (65.6%). Berdasarkan Tabel 3 jumlah CD4 yang rendah menyebabkan kualitas hidup ODHA juga rendah (33.8%) sedangkan ODHA yang memiliki jumlah CD4 yang tinggi juga akan memiliki kualitas hidup yang tinggi (28.8%). Selain itu, pada Tabel 4 ODHA yang mengikuti program pendampingan (316.67 sel/mm3) dan memiliki pasangan (318.27 sel/mm 3) nilai rerata CD4nya lebih tinggi jika dibandingkan dengan ODHA yang tidak mengikuti program pendampingan (252.36 sel/mm 3) dan tidak memiliki pasangan (292.57 sel/mm3). Jumlah CD4 pada ODHA berbeda pada tiap tingkatan kualitas hidup. Hal ini berkaitan dengan perasaan bersalah dan kekahwatiran responden terhadap kondisi kesehatannya. Aktivitas seksual menurun pada individu karena takut pasangan terinfeksi dan kurangnya aktivitas seks pada wanita karena banyak yang berstatus janda. Semua hal tersebut akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. 5. Religiusitas Agama merupakan kesadaran dalam beragama dan pengalaman beragama. Religiusitas sebagai sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang terlambangkan dimana semuanya itu 155 berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi. Orang yang religius akan mencoba selalu patuh terhadap ajaran agamanya, berusaha mempelajari pengetahuan tentang agamanya, menjalankan ritual agamanya, meyakini doktrin-doktrin agamanya dan merasakan pengalaman beragama (Risnawati and Ghufron, 2011). Hanya sedikit penelitian yang membahas peranan religiusitas terhadap kualitas hidup ODHA, hal ini disebabkan karena munculnya era pengobatan dengan ARV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa religiusitas dapat masuk ke semua aspek. Hal ini dapat dilihat dalam model bahwa semua variabel yang berhubungan langsung dengan religiusitas dinyatakan signifikan. Pada model teori kualitas hidup, religiusitas berpengaruh sebesar 0.36 dengan nilai t (3.30) > 1.96. Sedangkan jika diuji secara terpisah dengan model diperoleh nilai p (0.000) < 0.05 dengan besar kontribusi 25.6% jika dibandingkan dengan variabel lain terhadap kualitas hidup. Hasil penelitian ini sejalan dengan Hestiningrum (2011) dimana Penerimaan Diri dan Religiusitas secara bersama – sama memberikan sumbangan terhadap Kualitas Hidup adalah sebasar 54,5 %, Penerimaan Diri memberikan sumbangan lebih besar daripada Religiusitas terhadap Kualitas hidup yaitu R² = 552 atau 55,2 %, sedangkan prediktor Religiusitas memberikan sumbangan 52,1 % atau R² = 521. 156 Hasil penelitian lain juga membuktikan bahwa agama coping secara bermakna dikaitkan dengan tingginya gejala depresi dan rendahnya kualitas hidup. Koping agama positif secara signifikan berkorelasi positif dengan beberapa sub-skala dari kualitas hidup seperti positif mempengaruhi, kepuasan hidup, dan penyedia kepercayaan, dan negatif dengan kekhawatiran kesehatan dan kekhawatiran keuangan (Lee, 2012). Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa ODHA memiliki kualitas hidup yang tinggi sebesar 28.8%. Jika dikaitkan dengan kualitas hidup pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ODHA yang tingkat religiusitasnya rendah akan memiliki kualitas hidup yang rendah (52.5%) sedangkan ODHA yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi juga akan memiliki kualitas hidup yang tinggi pula (38.8%). Perbedaan tingkat religiusitas dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil pada Tabel 4 menunjukkan bahwa ODHA yang mengikuti terapi ARV (128.47), program pendampingan (125.96), dan memiliki pasangan (131.82) memiliki nilai rerata religiusitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ODHA yang tidak mengikuti program pendampingan (120.06), terapi ARV (113.33), dan tidak memiliki pasangan (120.08). Dalam kaitannya dengan ketenangan jiwa ODHA, agama memberikan peran yang penting dan proses mempercepat penyembuhan dalam perawatan yang bersifat kejiwaan bagi seorang pasien yang sedang mengalami penyakit fisik. 157 Ada hubungan erat antara agama dan ketenangan jiwa dan betapa besar sumbangan agama dalam mempercepat penyembuhan. Agama mendorong seseorang yang mengalami goncangan jiwa karena penyakit yang dideritanya, karena agama sanggup menolong orang untuk menerima kenyataan dan kekecewaan dengan jalan memohon ridlo Allah, pengobatan kejiwaan itu akan susah dapat dijalankan sebaik-baiknya bila tidak disandarkan kepada agama terutama bila kesusahan kejiwaan mengalami sedikit kesulitan (Dharajat, 1990). Menurut Peterson and Seligman (2004), bahwa religiusitas berkaitan dengan kecendeerungan seseorang untuk menjauhi berbagai kegiatan anti sosial seperti narkoba dan seks bebas. Agama mempunyai peran dalam membentuk konsep seseorang tentang sehat dan sakit. Konsep ini sangat dipengaruhi oleh keyakinannya tentang peran Tuhan dalam menentukan nasib seseorang, termasuk didalamnya adalah dalam hal sehat dan sakit. Peran agama dalam semua aspek kehidupan manusia sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Kepatuhan terhadap nilai-nilai agama para petugas kesehatan dan para pemimpin agama mempunyai peran dalam pencegahan dan pengurangan penularan HIV (Chin et al., 2005). Jika multicondition (depresi, stress, dan stigmatisasi) pada ODHA sering terjadi maka ODHA akansemakin jatuh pada kondisi penurunan daya kekebalan tubuhnya. Diperlukan berbagai penatalaksanaan yang 158 komprehensif bio-psiko-sosio-spiritual. Penatalaksanaan HIV-AIDS dilakukan dengan berbagai pendekatan, diantaranya adalah pendekatan spiritual. Telah banyak ditemukan bukti yang mendukung pada hubungan spiritual dengan peningkatan status kesehatan klien, diantaranya: peneitian yang dilakukan oleh Duggan et al. (2001) Complementary Alternative Medicine (Campbell) antara lain terapi doa (27%) berefek pada kualitas hidup pasien HIV dibanding penggunaan Anti Retroviral Theraphy (ART). Perasaan positif; koping konstruktif dan adaptasi yang efektif akan berkontribusi terhadap kesejahteraan psikospiritual pasien kanker yang akhirnya meningkatkan status kesehatannya, dan kepercayaan dan doa akan menurunkan rasa nyeri (Palmer et al., 2004). Bukti lain mengatakan sebagian besar wanita HIV+ menggunakan pendekatan spiritual untuk mengatasi masalah hidup dengan HIV+ dan berefek pada kemampuan bertahan/kelangsungan hidup dan perbaikan kualitas hidup pasien setelah didiagnosa HIV dipengaruhi oleh nilai spiritual yang tinggi dan nilai positif terhadap agama (Tsevat et al., 2009). Spiritualitas adalah komponen yang sangat penting untuk seseorang merasa sehat dan sejahtera, dan pada penelitian lain, tahajjud dapat memperkuat sistem imun tubuh, salat tahajjud yang dilakukan dengan tepat; khusyuk; ihlas dan kontinyu dapat meningkatkan perubahan respon ketahanan tubuh imunologik (Sholeh, 2013). 159 Terciptanya ketenangan jiwa ini akan membuat seseorang untuk memperoleh kepuasan dalam hidup yang secara tidak langsung meningkatkan kualitas hidup ODHA. Religiusitas merupakan sesuatu yang abstrak dari kualitas hidup manusia. C. Keterbatasan Penelitian 1. Pengukuran CD4 hanya dengan menggunakan data pengukuran terakhir bukan dari pengukuran langsung dan peneliti tidak mempertimbangkan lamanya terapi ARV. 2. Tidak semua ODHA siap dan cukup terbuka menceritakan pengalamannya. 3. Banyak ODHA yang ikut dalam penelitian ini tidak tahu persis berapa populasi ODHA di wilayahnya sendiri. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Tidak ada pengaruh stigma terhadap kualitas hidup ODHA 2. Tidak ada pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup ODHA 3. Ada pengaruh depresi terhadap kualitas hidup ODHA 4. Ada pengaruh jumlah CD4 terhadap kualitas hidup ODHA 5. Ada pengaruh religiusitas terhadap kualitas hidup ODHA 6. Besarnya pengaruh religiusitas terhadap dukungan sosial dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA adalah sebesar 0.330 7. Besarnya pengaruh religiusitas terhadap stigma dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA adalah sebesar 0.367 8. Besarnya pengaruh religiusitas terhadap CD4 dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA adalah sebesar 0.095 9. Besarnya pengaruh religiusitas terhadap depresi dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA adalah sebesar 0.213 10. Besarnya pengaruh stigma terhadap dukungan sosial dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA adalah sebesar 0.023 11. Besarnya pengaruh CD4 terhadap depresi dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA adalah sebesar 0.00117 160 161 12. Besarnya pengaruh dukungan sosial terhadap depresi dan dampaknya pada kualitas hidup ODHA adalah sebesar -0.039 B. Saran 1. Diharapkan kepada pendamping ODHA baik dari LSM maupun pihak dinas kesehatan meningkatkan pemahaman terhadap HIV baik pada perseorangan maupun kepada masyarakat di sekitar ODHA. Sehingga stigma dapat dikurangi. 2. Perlunya memberikan perhatian khusus kepada ODHA dalam hal sosialisasi kepada keluarga maupun teman dekat untuk lebih membuka diri sehingga permasalahan terkait dengan HIV/AIDS dapat langsung diatasi oleh pihak-pihak terdekat. 3. Pendekatan secara komprehensif perlu dikembangkan pihak LSM dan dinas kesehatan serta lembaga yang terkait dukungan moral, mendekatkan diri dengan ODHA, dan memberikan perhatian lebih sehingga masalah depresi dapat diatasi. Bukan hanya melakukan pendekatan pada saat kegiatan Support Group Discussion (SGM) dan pada saat ODHA menjalani perawatan atau membutuhkan pengobatan. 4. ODHA perlu menjaga pola hidup bersih dan sehat, aktif dalam terapi yang berkaitan dengan HIV, menghindari narkoba dan seks bebas untuk meningkatkan jumlah CD4 dalam tubuh. 162 5. Pentingnya pemberian materi bukan hanya mengenai HIV tetapi juga memberikan materi yang terdapat unsur religiusitasnya baik secara personal maupun kelompok. 163 DAFTAR PUSTAKA AGGLETON, P., WOOD, K. & MALCOLM, A. 2005. HIV-Related Stigma, Discrimination and Human Rights Violation: Case Studies on Successful Programmes., Geneva, UNAIDS. AMIRUDDIN 2004. Penyakit Menular Seksual, Makassar, Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin. ANDRINOPOULOS, K., CLUM, G., MURPHY, D. A., HARPER, G., PEREZ, L., XU, J., CUNNINGHAM, S. & ELLEN, J. M. 2012. Health related quality of life and psychosocial correlates among hiv-infected adolescent and young adult women in the us. NIH Public Access. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3287350/ [Accessed 12/26/2013]. ANGELINO. 2002. Depression and Adjustment Disorder in Patients With HIV Disease. International AIDS Society. Available: http://www.iasusa.org/sites/default/files/tam/10-5-31.pdf [Accessed 3/6/2014]. ASTUTI & BUDIYANI. 2010. Hubungan Antara Dukungan Sosial yangDiterima dengan Kebermaknaan Hidup Pada ODHA (Orang denganHIV/AIDS). Available from: http://fpsi.mercubuana-yogya.ac.id. BEKELE, T., ROURKE, S. B., TUCKER, R., GREENE, S., SOBOTA, M., KOORNSTRA, J., MONETTE, L., RUEDA, S., BACON, J., WATSON, J., W.HWANG, S., DUNN, J. & GUENTER, D. 2013. Direct and indirect effects of perceived social support on health-related quality of life in persons living with HIV/AIDS. Academic Search Complete, Ipswich, MA. Available: http://web.b.ebscohost.com/ehost/detail?sid=d34acb1af512-4bf7-b48531232ffb53c8%40sessionmgr111&vid=1&hid=114&bdata=JnNpdGU9 ZWhvc3QtbGl2ZQ%3d%3d#db=a9h&AN=85605165 [Accessed 3/7/2014]. BUTT, L., MORIN, J., NUMBERY, G., PEYON, I. & GOO, A. 2010. Stigma and HIV/AIDS in Highlands Papua, Kanada, University of Victoria. C, M., E, W., D, M. & R, B. F. 2014. Families as catalysts for peer adherence support in enhancing hope for people living with HIV/AIDS in South Africa. J Int AIDS Soc Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24702797 [Accessed 8/11/2014]. 164 CAMPBELL, R. J. 2009. Psychiatric Dictionary [Online]. London: Oxford University. Available: http://books.google.co.id/books?id=76vPu_G2UkgC&pg=PA271&dq=P sychiatric+dictionary+campbell+depress&hl=id&sa=X&ei=_0YYU5aUD 8j_rQfds4HIDg&ved=0CCoQ6AEwAA#v=onepage&q=Psychiatric%20 dictionary%20campbell%20depress&f=false [Accessed 3/6 2014]. CANTERO, POTTER & LEACH 2007. Perceptions of Quality of Life, Sense of Community and Life Satisfaction among Erderly Resident in Schuyler and Crete, Nebraska, Faculty Scholarly and Creative Activity. CHARLES, B., JEYASEELAN, L., PANDIAN, A. K., SAM, A. E., THENMOZHI, M. & JAYASEELAN, V. 2012. Association between stigma, depression and quality of life of people living with HIV/AIDS (PLHA) in South India – a community based cross sectional study. BMC Public Health. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3444349/ [Accessed 12/26/2013]. CHEN, R. Y., WESTFALL, A. O., HARDIN, J. M., MILLER-HARDWICK, C., STRINGER, J. S. A., RAPER, J. L., VERMUND, S. H., GOTUZZO, E., ALLISON, J. & SAAG, M. S. 2007. Complete Blood Cell Count as a Surrogate CD4 Cell Marker for HIV Monitoring in Resource-Limited Settings. J Acquir Immune Defic Syndr. Available: http://journals.lww.com/jaids/pages/articleviewer.aspx?year=2007&issu e=04150&article=00005&type=abstract [Accessed 3/6/2014]. CHIN, J. J., MANTELL, J. & LUO, X. 2005. Chinese and South Asian Religious Institutions and HIV Prevention in New York City. NIH Public Access. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3393035/ [Accessed 18/8/2014]. COHEN, M. A. & GORMAN, J. M. 2008. Comprehensive Textbook of AIDS Psychiatry, London, Oxford University Press. COHEN, S. & SYME, L. 1985. Issues in Study and Application of Social Support, San Francisco, Academic Press. DALMIDA, S. G., HOLSTAD, M. M. & LADERMAN, G. 2009. Spiritual WellBeing, Depressive Symptoms, and Immune Status Among Women Living with HIV/AIDS. Women & Health. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2699019/ [Accessed 3/2/2014]. DEPKES_RI 2007. Profil Kesehatan dan Kualitas Hidup Tahun 2007. Jakarta: Kementerian Kesehatan. 165 DEUFFIC-BURBAN, S., LOSINA, E., WANG, B., GABILLARD, D., MESSOU, E., DIVI, N., FREEDBERG, K. A., ANGLARET, X. & YAZDANPANAH, Y. 2007. Estimates of opportunistic infection incidence or death within specific CD4 strata in HIV-infected patients in Abidjan, Côte d’Ivoire: impact of alternative methods of CD4 count modelling. NIH Public Access. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2365715/ [Accessed 3/6/2014]. DHARAJAT, Z. 1990. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang. DIMATTEO, R. 1991. The psychology ofhealth, illness and medical care: anindividual perspective., California, Pacific Grove. DINKES_PROV_SUL-SEL 2013. Laporan Kasus Hiv/Aids Di IndonesiaTriwulan I, Tahun 2005 sampai dengan Bulan September Tahun 2013. Makassar: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. DITJEN_PP&PL_KEMKES 2013. Laporan Kasus Hiv/Aids Di IndonesiaTriwulan I, Tahun 2005 sampai dengan Bulan September Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. DJOERBAN, Z. 2000. Membidik AIDS: Ikhtiar Memahami HIV dan AIDS, Yogyakarta, Yayasan Galang. DOYLE, K., WEBER, E., ATKINSON, J. H., GRANT, I. & WOODS, S. P. 2012. Aging, Prospective Memory, and Health-Related Quality of Life in HIV Infection. NIH Public Access. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3352996/ [Accessed 12/26/2014]. DUGGAN, WS, P., M, S., S, K. & J, C. 2001. Use of complementary and alternative therapies in HIV-infected patients. AIDS Patient Care and STDs Journal. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11313029 [Accessed 18/8/2014]. EMLET, C. A. 2004. HIV/AIDS and Older Adults: Challenges for Individuals, Families, and Communities, New York, Springer Publishing Company. F, B., L, O., M, S., S, S., PW, G., F, K.-S. & A, R. 2014. Quality of life in people living with HIV: a cross-sectional study in Ouagadougou, Burkina Faso. Springerplus. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25089255 [Accessed 8/11/2014]. 166 GLANZ, K., RIMER, B. K. & VISWANATH, K. 2008. Health Behaviour and Health Education: Theory, Research, and Practice, San Francisco, Jossey-Bass. GOFFMAN, E. 1963. Stigma: Notes on the Management of Spoiled Identity, United State of America, Prentice Hall. GRANICH, R. & MERMIN, J. 2001. HIV, Health, and Your Community, California, The Hesperian Foundation. GRANT, A. D. & COCK, K. M. D. 2001. HIV infection and AIDS in the developing world. BMJ, 322. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1120527/ [Accessed 3/3/2014]. GUNAWAN & SUMADIONO. 2007. Stress dan Sistem Imun Tubuh: Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi. Cermin Dunia Kedokteran. Available: http://www.aidsfond.org [Accessed 8/11/2014]. HAAN, R. D., AARONSON, N., LIMBURG, M., HEWER, R. L. & CREVEL, H. V. 1993. Measuring quality of life in stroke. American Heart Association. Available: https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1 &cad=rja&ved=0CCoQFjAA&url=http%3A%2F%2Fstroke.ahajournals. org%2Fcontent%2F24%2F2%2F320.full.pdf&ei=i8wTU_j9EcewkAWN s4C4CQ&usg=AFQjCNG7Hza_cfJahukfJfKDrtw_2nGVQ&bvm=bv.61965928,d.dGI [Accessed 3/3/2014]. HANDAJANI, Y. S., DJOERBAN, Z. & IRAWAN, H. 2012. Quality of Life People Living with HIV/AIDS: Outpatient in Kramat 128 Hospital Jakarta. The Indonesian Journal of Internal Medicine. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23314972 [Accessed 12/26/2014]. HAYS, R. D., SHERBOURNE, C. D. & MAZEL, R. M. 1995. User's Manual for The Medical Outcomes Study (MOS) Core Measure of Health-Related Quality of Life, Santa Monica, RAND. HEATHERTON, T. F., KLECK, R. E., HEBL, M. R. & HULL, J. G. 2003. The Social Psychology of Stigma, London, The Guildford Press. HECKATHRON, D. D. 1997. Respondent-Driven Sampling: A New Approach to The Study of Hidden populations. Social Problems, University of Connecticut, 44. Available: http://www.respondentdrivensampling.org/reports/RDS1.pdf. 167 HEREK, G. M., CAPITANIO, J. P. & WIDAMAN, K. F. 2002. HIV-Related Stigma and Knowledge in the United States: Prevalence and Trends, 1991–1999. American Journal of Public Health. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1447082/ [Accessed 3/6/2014]. HERRMANN, S., MCKINNON, E., HYLAND, N. B., LALANNE, C., MALLA, S., NOLAN, D., CHASSANY, O. & MARTIN DURACINSKY, M. 2013. HIVrelated stigma and physical symptoms have a persistent influence on health-related quality of life in Australians with HIV infection. Health and Quality of Life Outcomes. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3623897/ [Accessed 12/26/2014]. HESTININGRUM, E. 2011. Hubungan Antara Penerimaan Diri Dan Religiusitas Terhadap Kualitas Hidup Pada Wanita Lanjut Usia. Universitas Gadjah Mada. HUMAS_BNN 2011. AIDS Dalam Belenggu Stigma. Jakarta: Salemba Medika. IGUMBOR, J., STEWART, A. & HOLZEMER, W. 2013. Comparison of the health-related quality of life, CD4 count and viral load of AIDS patients and people with HIV who have been on treatment for 12 months in rural South Africa. Journal des Aspects Sociaux du VIH/SIDA. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3914422/ [Accessed 3/7/2014]. KELTNER, J. R., VAIDA, F. & GRANT, I. 2012. Health-Related Quality of Life ‘Well-Being’ In HIV Distal Neuropathic Pain Is More Strongly Associated With Depression Severity Than With Pain Intensity. NIH Public Access. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3389373/ [Accessed 3/7/2014]. KEMENTERIAN_KESEHATAN_RI 2012. Buku Pedoman Penghapusan Stigma dan Diskriminasi Bagi Pengelola Program, Petugas Layanan Kesehatan dan Kader, Jakarta, Kemenkes RI. KESREPRO. 2007. Lawanlah Stigma dan Diskriminasi Untuk Memenangi Perang Melawan HIV/AIDS! [Online]. Available: http://www.mitrainti.org/?q=node/305 [Accessed 3/6 2014]. KH, D., BR, F., MR, H. & L, E. 1999. The Meaning of Quality of Life in Cancer Survivorship. PubMed Central. Available: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10214594 [Accessed 8/11/2014]. 168 KHADEMI, A., BRAITHWAITE, R. S. & ROBERTS, M. S. 2014. Should Expectations about the Rate of New Antiretroviral Drug Development Impact the Timing of HIV Treatment Initiation and Expectations about Treatment Benefits? PLOS ONE. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4070901/ [Accessed 8/11/2014]. KUSUMA, H. 2011. Hubungan antar Depresi dengan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang Menjalani Perawatan di RSPUN Cipto Mangkusumo Jakarta. Universitas Indonesia. LEE, AM, N. & CM, N. 2014. Positive and negative religious coping, depressive symptoms, and quality of life in people with HIV. J Behav Med. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24469329 [Accessed 3/7/2014]. LEE, M. 2012. Religious Coping, Depression, and Quality of Life in People Living with HIV/AIDS Drexel University LEMESHOW, S. & LWANGA, S. K. 1991. Sample Size Determination in Health Studies, Geneva, WHO. LI, X., HUANG, L., WANG, H., FENNIE, K. P., HE, G. & WILLIAMS, A. B. 2011. Stigma Mediates the Relationship Between Self-Efficacy, Medication Adherence, and Quality of Life Among People Living with HIV/AIDS in China. AIDS Patient Care and STDs, 25. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3279711/ [Accessed 12/26/2014]. LIU, H., XU, Y., LIN, X., SHI, J. & CHEN, S. 2013. Associations between Perceived HIV Stigma and Quality of Life at the Dyadic Lvel: The ActorPartner Interdependence Model. PLOS ONE. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3562178/ [Accessed 3/7/2014]. LONGO, FAUCI, KASPER, HAUSER, JAMESON & LOSCALZO 2012. Principle of Internal Medicine, United State of America, The McGrawHill Companies, Inc. MACAPAGAL, K. R., RINGER, J. M., WOLLER, S. E. & LYSAKER, P. H. 2012. Personal narratives, coping, and quality of life in persons living with HIV. National Institute of Health. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3269525/ [Accessed 12/26/2013]. 169 MAJOR, B. & O'BRIEN, L. T. 2004. The Social Psyhchology of Stigma [Online]. California: University of California. Available: https://labs.psych.ucsb.edu/major/brenda/docs/Major%20&%20O'Brien %202005.pdf [Accessed 3/6 2014]. MARGIANTARI, E. S., BASUKI, A. M. H. & RIYANTO. 2012. Faktor-faktor Yang Memepengaruhi Kesehatan Mental Penderita HIV. Gunadarma. Available: http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2009/ Artikel_10502223.pdf [Accessed 11/8/2014]. MCBRIEN, B. 2006. A concept analysis of spirituality. British Journal of Nursing, 15. Available: http://www.internurse.com/cgibin/go.pl/library/article.cgi?uid=20309 [Accessed 3/2/2014]. MCDOWELL, I. 2006. MEASURING HEALTH: A Guide to Rating Scales and Questionnaires, London, Oxford University Press. MD, D. G. & MD, B. A. B. 2014. HIV dan Psikiatri [Online]. Jakarta: Spiritia. Available: http://www.spiritia.or.id/cst/dok/kesjiwa2.pdf [Accessed 19/8/2014. MOLNAR, P. 2009. Some Aspect of The Inprovement and Measurement of Quality of Life [Online]. Hungary: University of Szeged. Available: http://www.eoq.org/fileadmin/user_upload/Documents/Congress_proce edings/Turkey_2010/Proceedings/C2_Standby_1._Some_aspects_of_ the_improvement_and_measurement_of_quality_of_lifePal_Molnar.pdf [Accessed February 3 2014]. MUTABAZI-MWESIGIRE, D., SEELEY, J., MARTIN, F. & KATAMBA, A. 2014. Perceptions of quality of life among Ugandan patients living with HIV: a qualitative study. BMC Public Health. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3990002/. NAVEET. 2006. The Impact of HIV/AIDS on The Quality of Life: A Cross Sectional Study in North India [Online]. Available: blackwellsiyergy.com. NAZIK, E., ARSLAN, S., NAZIK, H., KURTARAN, B., NAZIK, S., ULU, A. & TAŞOVA, Y. 2013. Determination of Quality of Life and Their Perceived Social Support from Family of Patients with HIV/AIDS. Academic Search Complete, Ipswich, MA. Available: http://web.a.ebscohost.com/ehost/detail?sid=25c0c1e6-7a69-451daf50dfb549ca419b%40sessionmgr4004&vid=1&hid=4207&bdata=JnNpdG 170 U9ZWhvc3QtbGl2ZQ%3d%3d#db=a9h&AN=89729240 3/7/2014]. [Accessed O'CONNOR, R. 1993. Issues in The Measurement of Health-Related Quality of Life, Australia, Monash University. PALMER, KATERNDAHL & J, M.-K. 2004. A randomized trial of the effects of remote intercessory prayer: interactions with personal beliefs on problem-specific outcomes and functional status. J Altern Complement Med. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15253847 [Accessed 18/8/2014]. PERRY, A. & POTTER, P. 2005. Fundamental of Nursing, Pennsylvania, Elsevier Mosby. PETERSON, C. & SELIGMAN, M. E. P. 2004. Character Strengths and Virtues: A Handbook and Classification, America, Oxford University Press. POLIT, D. F. & BECK, C. T. 2008. Resource Manual for Nursing Research: GENERATING AND ASSESSING EVIDENCE FOR NURSING PRACTICE, Philadelphia, J. B. Lippincott Company. PURNOMO, H. 2013. Peringkat Kualitas Hidup Manusia RI Jauh di Bawah Malaysia [Online]. Jakarta: detikfinance. Available: http://finance.detik.com/read/2013/10/03/135437/2376775/4/2/peringka t-kualitas-hidup-masyarakat-ri-jauh-di-bawah-malaysia [Accessed March 2 2014]. RABKIN, J. 2006. HIV and Mood Disorders [Online]. AIDS Community Research Initiative of America. Available: http://www.thebody.com/content/art14251.html [Accessed 3/6 2014]. RAJEEV, K. H., YUVARAJ, B. Y., GOWDA, M. R. N. & S. M. RAVIKUMAR. 2013. Impact of HIV/AIDS on Quality of Life of People Living with HIV/AIDS in Chitradurga District, Karnataka. Indian Journal of Public Health. Available: http://www.ijph.in/article.asp?issn=0019557X;year=2012;volume=56;issue=2;spage=116;epage=121;aulast=R ajeev [Accessed 3/2/2014]. RAO, D., CHEN, W. T., PEARSON, C. R., SIMONI, J. M., FREDRIKSENGOLDSEN, K., K. NELSON, H. Z. & ZHANG, F. 2012. Social Support Mediates the Relationship between HIV Stigma and Depression/Quality of Life among People Living with HIV in Beijing, China. NIH Public Access. Available: 171 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3408622/ 12/26/2013]. [Accessed RISNAWATI & GHUFRON 2011. Teori-teori Psikologi, Yogyakarta, Arruz Media. SANTROCK, J. W. 2005. Psychology of Religion Module, USA, University of Texas. SARAFINO, E. P. & SMITH, T. W. 2011. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions, USA, Wiley & Sons, Inc. SARASON, I. G., SARASON, B. R., SHEARIN, E. N. & PLERCE, G. R. 1987. A Brief Measure of Social Support: Practical and Theoritical Implications. Social and Personal Relationship. Available: http://www.web.psych.washington.edu/research/sarason/files/SocialSu pportQuestionnaireShort.pdf [Accessed 3/6/2014]. SHACKMAN, G., LIU, Y.-L. & WANG, X. 2005. Measuring Quality of Life Using Free and Public Domain Data [Online]. United Kingdom: Departement of Sociology University of Surrey. Available: http://sru.soc.surrey.ac.uk/SRU47.pdf [Accessed February 3 2014]. SHOLEH, M. 2013. tahuj Perkuat Sistem Imun Tubuh [Online]. Khazanah: Republika Online. Available: http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/islam-nusantara/08/12/30/23521-prof-dr-mohammad-sholehtahuj-perkuat-sistem-imun-tubuh [Accessed 18/8/2014. SHOOKNER, M. 1997. The Quality of Life in Ontario 1997, Ontario, Ontario Social Development Council. SIREGAR, F. A. 2004. Pengenalan dan Pencegahan AIDS [Online]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Available: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3684/1/fkmfazidah4.pdf [Accessed 3/3 2014]. SMET, B. 1994. Psikologi Kesehatan, Jakarta, Grasindo. SPIRITIA. 2014. Tes CD4 [Online]. Jakarta: Yayasan Spiritia. Available: http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=124 [Accessed 8/11 2014]. STALKER, P. 2008. Millenium Development Goals, Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 172 SYAFAR, M., NATSIR, S., RISKIYANI, S. & RIDWAN, E. S. 2013. Hambatan Perilaku Pencegahan Hiv Pada Pasangan Serodiskordan Di Kota Makassar Dan Pare-Pare, Sulawesi Selatan Tahun 2013. Makassar: Hasanuddin University. TAM, V. V., LARSSON, M., PHARRIS, A., DIEDRICHS, B., NGUYEN, H. P., NGUYEN, C. T. K., HO, P. D., MARRONE, G. & THORSON, A. 2012. Peer support and improved quality of life among persons living with HIV on antiretroviral treatment: A randomised controlled trial from northeastern Vietnam. Health and Quality of Life Outcomes. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3491019/ [Accessed 12/26/2013]. THE_UNIVERSITY_OF_OKLAHOMA_SCHOOL_OF_SOCIAL_WORK 2003. Quality of Life. TIRADO, M. D. C. B. D. A., BORTOLETTI, F. F., NAKAMURA, M. U., SOUZA, E. D., SOÁREZ, P. C. D., FILHO, A. C. & AMED, A. M. 2014. Quality of life of pregnant women infected with the human immunodeficiency virus (HIV) in the city of São Paulo. Rev. Bras. Ginecol. Obstet. Available: http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S010072032014000500228&lng=en&nrm=iso&tlng=en [Accessed 8/11/2014]. TRAN, B. X. 2012. Quality of Life Outcomes of Antiretroviral Treatment for HIV/AIDS Patients in Vietnam. PLOS ONE. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3490922/ [Accessed 3/2/2014]. TSEVAT, J., LEONARD, A. C. & FEINBERG, J. 2009. Change in Quality of Life after Being Diagnosed with HIV: A Multicenter Longitudinal Study. AIDS Patient Care and STDs. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2832655/ [Accessed 18/8/2014]. UNAIDS 2013. UNAIDS report on the global AIDS epidemic 2013, Switzerland, UNAIDS. UNAIDS/NAC 2006. A review of vulnerable populations to HIV and AIDS in Indonesia, Jakarta, UNAIDS and National AIDS Commision. UNICEF 2012. Respon Terhadap HIV & AIDS. Jakarta: UNICEF. VALLURUPALLI, M., LAUDERDALE, K. & BALBONI, T. A. 2012. The Role of Spirituality and Religious Coping in the Quality of Life of Patients With Advanced Cancer Receiving Palliative Radiation Therapy. The Journal 173 of Supportive Oncology. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3391969/ 3/2/2014]. Available: [Accessed WARE, J. E. 2002. SF 36 Literature [Online]. United Kingdom: Quality Metric. Available: http://www.sf-36.org/tools/SF36.shtml [Accessed 3/3 2014]. WHO 2004. The World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) - Bref, Switzerland, World Health Organozation. WIJANTO, S. H. 2007. Konsep dan Tutorial: Structural Equation Modelling, Jakarta, Universitas Indonesia. WT, C., CS, S., JP, Y., JM, S., KI, F.-G., TS, L. & H., Z. 2013. Antiretroviral Therapy (ART) Side Effect Impacted on Quality of Life, and Depressive Symptomatology: A Mixed-Method Study. J AIDS Clin Res. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24083060 [Accessed 8/11/2014]. YUSNITA, L. E. 2012. Hapus Stigma dan Diskriminasi, Pahami HIV & AIDS [Online]. Dinkes Kebumen. Available: http://dinkeskebumen.wordpress.com/2012/01/ [Accessed 3/6 2014]. ZELLER. 2011. Quality of Life of Zambians Living with HIV & AIDS. Medical Journal of Zambia. Available: http://www.mjz.co.zm/content/quality-lifezambians-living-hiv-aids [Accessed 3/7/2014]. Nomor ID - IR1 IR2 FORM KUESIONER Identitas Responden IR1. Kabupaten/Kota Bulukumba Parepare Makassar 01 02 03 IR2. Nomor urut responden Hasil dan Kelengkapan Wawancara HW.1 Jumlah kunjungan wawancara: _______ kali HW.2 Hasil wawancara: HW.3 kode interviewer SA 1 2 3 Kuesioner terisi lengkap Kuesioner tidak lengkap karena wawancara tidak selesai Kuesioner tidak lengkap karena tidak bisa ditemui saat kunjungan berikutnya Lainnya, ______________ Nama : _______________________ Kode : 4 HW.4 Tanggal wawancara : __ __ /__ __/2014 HW.5 Waktu wawancara : Jam mulai : ____:____ menit Jam selesai : ____:____ menit HW.6 Hasil wawancara ini telah diperiksa kelengkapan dan kebenarannya oleh : Nama Status Interviewer 1 Interviewer 2 Mitra Lokal Korlap Tanggal Pemeriksaan __ __ /__ __/2014 __ __ /__ __/2014 __ __ /__ __/2014 __ __ /__ __/2014 Tanda Tangan Nama dan Nomor ID - IR1 IR2 FORM INFORMED CONSENT Bacakan Selamat pagi/siang/sore. Nama saya ........................................................... (Petugas Lapangan/Interviewer) Saya dari _____________________________________ sedang mengumpulkan data survei kesehatan. Kami sedang mengumpulkan informasi mengenai kualitas hidup ODHA di Sulawesi Selatan. Kami akan menanyakan beberapa pertanyaan yang sifatnya sangat pribadi kepada Anda. Kami tidak akan menanyakan nama atau alamat sehingga tidak dapat dikenali dan apapun yang Anda sampaikan hanya akan dipergunakan untuk keperluan studi. Tujuan studi ini sebagai bahan acuan untuk penyusunan perencanaan kebijakan dan program berkaitan dengan kesehatan ODHA di Sulawesi Selatan. Kami berharap Anda dapat berpartisipasi dalam studi ini dan bersedia menjawab pertanyaan yang kami ajukan. Kalau Anda setuju kami akan melakukan wawancara sekitar 1 jam (60 menit). Bila dalam proses wawancara, Anda merasa keberatan dengan pertanyaan tersebut Anda diperbolehkan untuk tidak menjawabnya. Tidak ada jawaban yang salah atau benar atas semua pertanyaan yang kami ajukan. Kami hanya ingin tahu pendapat Anda. Kami sangat menghargai bila Anda mengatakan apa adanya (sejujurnya). Bila Anda merasa bosan, capek atau ada janji yang harus dipenuhi sementara wawancara belum selesai, maka Anda dapat meminta istirahat atau mengatur temu janji lain hari untuk melanjutkan sisa pertanyaan berikutnya. Apakah Anda setuju, untuk terlibat dalam survei ini? Jika ya, Apakah kita bisa memulai wawancara? Saya memahami isi lembar informasi dan lembar persetujuan ini, tidak terpaksa untuk berpartisipasi dalam survei ini dan saya mengerti bahwa semua informasi yang saya berikan terjamin kerahasiannya. Saya setuju untuk berperan serta dalam survei ini. Tanggal : __ __ / __ __ / 2014 Responden Tanda tangan Pewawancara Tanda tangan Jika responden tidak bersedia ttd tetapi bersedia diwawancarai maka cukup ttd pewawancara (tuliskan inisial responden) Nomor ID - IR1 IR2 FORM Bagian 1 : Karakteristik Responden P1.1 Berapakah usia Anda saat ini? (berdasarkan ulang tahun terakhir) Usia lahir pada bulan : _____________ tahun : _______ Tidak tahu/ tidak ingat Tidak menjawab SA ........... 98 99 P1.2 Jenis P1.3 Apakah sekolah saat ini? kelamin Laki-laki Perempuan SA 1 2 Ya Tidak Tidak Menjawab SA 1 2 9 Anda masih P1.4 Apa pendidikan tertinggi yang pernah Anda tamatkan? Tidak sekolah Tidak tamat SD SD/MI sederajat SMP/MTs sederajat SA 1 2 3 4 SMA/MA/SMK/Sederajat Akademi/Perguruan Tinggi Tidak Menjawab SA 5 6 9 P1.5 Apaah perkawinan Anda saat ini? Belum kawin Kawin Cerai mati Cerai hidup Hidup bersama tanpa nikah Lainnya, sebutkan _________________ Tidak menjawab status SA 1 2 3 4 5 6 9 P1.6 Apa utama Anda? pekerjaan Tidak bekerja Mahasiswa Pelajar Pegawai swasta Wiraswasta/pedagang Petani Nelayan Buruh tetap Buruh tidak tetap (pekerja serabutan) Sopir Ojek Lainnya, sebutkan ________________ Tidak tahu SA 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 97 99 Nomor ID - IR1 IR2 FORM P1.7 Apakah Anda masih menggunakan ARV Ya Tidak SA 1 2 Ya Tidak SA 1 2 P1.8 Apakah dalam program pendampingan? P1.9 CD4 : ____________________ Anda masuk Nomor ID - IR1 IR2 FORM Bagian 2 : Stigma BACAKAN KEPADA RESPONDEN Pada bagian ini, kami akan menanyakan pengalaman dan kebiasaan Anda tentang stigma di masyarakat. Beberapa pertanyaan akan sangat sensitif dan mungkin akan mengganggu kenyamanan Anda. Kami berharap Anda bersedia menjawab pertanyaan secara jujur dan apa adanya. Tidak ada jawaban benar atau salah, apapun jawaban Anda kami sangat hargai. Anda memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan bila Anda keberatan, informasikan ke kami. Apa Anda telah siap? Jika Ya, kami akan mulai mengajukan pertanyaan. A. Stigma Instrumental Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 Masyarakat beranggapan bahwa, HIV/AIDS adalah penyakit menular yang dapat mematikan penderitanya. Masyarakat beranggapan bahwa, HIV /AIDS adalah penyakit menakutkan dan menjijikkan sehingga harus dijauhi Masyarakat beranggapan bahwa, HIV/AIDS menular jika kita berbincang-bincang atau dekat dengan mereka Masyarakat beranggapan bahwa, Orang Dengan HIV/AIDS bisa menularkan penyakitnya dengan berjabat tangan atau makan bersama Masyarakat beranggapan bahwa, Kita tidak boleh tinggal serumah dengan penderita HIV/AIDS karena menderita penyakit menular Masyarakat beranggapan bahwa, ODHA tidak layak tinggal berdekatan atau serumah dengan orang lain karena menderita penyakit yang menjijikkan. Masyarakat beranggapan bahwa, ODHA tidak memerlukan dukungan orang lain untuk menjaga kondisi kesehatannya, baik kesehatan fisik ataupun mentalnya karena akhirnya dia akan mati. Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Sangat Setuju Setuju 1 Nomor ID - IR1 IR2 FORM B. Stigma Simbolis Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 Masyarakat beranggapan bahwa, Memusuhi Orang Dengan HIV/AIDS karena sudah pasti tertular AIDS akibat tingkah lakunya yang tidak baik, misalnya suka bergaul dengan penjaja seks komersial. Masyarakat beranggapan bahwa, Menjauhi Orang Dengan HIV/AIDS karena memakai narkoba . Masyarakat beranggapan bahwa, Melarang keluarga bergaul dengan Orang Dengan HIV/AIDS karena melanggar ajaran agama dan tidak bermoral. Masyarakat beranggapan bahwa, Percaya bahwa Orang Dengan HIV/AIDS memperoleh penyakitnya karena mendapat kutukan atas perbuatannya selama ini Masyarakat beranggapan bahwa, Orang Dengan HIV/AIDS tidak boleh hidup ditengah2 masyarakat karena mempunyai prilaku yang buruk. Masyarakat beranggapan bahwa, Orang Dengan HIV/AIDS harus hidup dengan komunitasnya sesama penderita HIV/AIDS. Masyarakat beranggapan bahwa, Mengkarantina Orang dengan HIV /AIDS karena membawa pengaruh buruk pada masyarakat . Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju Setuju 1 C. Stigma Kesopanan Pertanyaan 1 2 Masyarakat beranggapan bahwa, Orang dengan HIV/AIDS harus dikeluarkan dari kegiatan di masyarakat. Masyarakat beranggapan bahwa, Orang dengan HIV/AIDS dan Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Nomor ID - IR1 IR2 FORM 3 4 5 6 7 keluarga tidak boleh menjadi tokoh masyarakat. Masyarakat beranggapan bahwa, Orang dengan HIV/AIDS tidak boleh diberi pekerjaan karena takut menularkan penyakitnya. Masyarakat beranggapan bahwa, Orang dengan HIV/AIDS harus mendapatkan pelayanan kesehatan tersendiri tidak boleh bergabung dengan masyarakat. Masyarakat beranggapan bahwa, Orang dengan HIV/AIDS tidak boleh bersekolah dengan masyarakat lainnya. Masyarakat beranggapan bahwa, Orang dengan HIV/AIDS dikeluarkan dari pekerjaannya. Masyarakat beranggapan bahwa, Orang dengan HIV/AIDS tidak boleh bergaul dengan masyarakat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Nomor ID - IR1 IR2 FORM Bagian 3 : Dukungan Sosial BACAKAN KEPADA RESPONDEN Pada bagian ini, kami akan menanyakan pengalaman dan kebiasaan Anda tentang dukungan social yang Anda terima. Beberapa pertanyaan akan sangat sensitif dan mungkin akan mengganggu kenyamanan Anda. Kami berharap Anda bersedia menjawab pertanyaan secara jujur dan apa adanya. Tidak ada jawaban benar atau salah, apapun jawaban Anda kami sangat hargai. Anda memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan bila Anda keberatan, informasikan ke kami. Apa Anda telah siap? Jika Ya, kami akan mulai mengajukan pertanyaan. A. Dukungan Emosional Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 Keluarga/Teman mendengarkan keluhan yang anda rasakan akibat trauma? Keluarga/Teman menyadari bahwa anda merasa kecemasan Keluarga/Teman merawat anda dengan cinta dan kasih sayang Keluarga/Teman menghibur anda untuk melupakan trauma yang anda alami Keluarga/Teman menyadari anda butuh dukungan untuk anda sembuh Keluarga/Teman mengikutsertakan anda dalam kegiatan sehari-hari Sangat Sering Sering KadangKadang Jarang Tidak Pernah 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Sangat Sering Sering KadangKadang Jarang Tidak Pernah 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 B. Dukungan Instrumental Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 Keluarga/Teman menanggung biaya pengobatan anda Keluarga/Teman keluaga mencukupi kebutuhan sehari-hari anda Keluarga/Teman memnyediakan waktu untuk membawa anda berobat Keluarga/Teman meluangkan waktu untuk merawat anda Keluarga/Teman menerima dan mengerti terhadap sikap anda dan berusaha membantu anda mengatasi trauma yang terjadi Keluarga/Teman selalu berusaha untuk meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan anda Nomor ID - IR1 IR2 FORM C. Dukungan Penilaian Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 Keluarga/Teman memberikan pujian terhadap pengaobatan yang anda jalani mengalami kemajuan Keluarga/Teman mengikut sertakan anda dalam aktivitas Keluarga/Teman agar anda mempunyai kegiatan Keluarga/Teman mengikut sertakan anda dalam kegiatan sosial di lingkungan rumah Keluarga/Teman membenarkan anda untuk larut dalam kejadian trauma yang anda alami Keluarga/Teman memberikan bimbingan kepada anda berkaitan dengan trauma yang anda alami Keluarga/Teman memberikan kesempatan kepada anda untuk mengambil keputusan Sangat Sering Sering KadangKadang Jarang Tidak Pernah 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Sangat Sering Sering KadangKadang Jarang Tidak Pernah 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 D. Dukungan Informasi Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 Keluarga/Teman menjelaskan kepada anda untuk selalu melakukan kegiatan agar tidak terkenang dengan peristiwa trumatis yang terjadi Keluarga/Teman menjelaskan kepada anda manfaat perawatan yang anda jalani Keluarga/Teman menyarankan kepada anda untuk selalu tenang dan sabar menghadapi trauma Keluarga/Teman menyarankan kepada anda untuk berbagi cerita kepada anggota keluarga lain teman yang anda percaya akibat trauma yang anda alami Keluarga/Teman memberikan nasehat kepada anda bahwa hidup menyendiri akan membuat anda semakin tidak berdaya Keluarga/Teman menjelaskan kepada anda jika anda terus merasakan kecemasan yang terus menerus tanpa mau berusaha menghilangkannya akan mengakibat semakin parah Nomor ID - IR1 IR2 FORM Bagian 4 : Depresi BACAKAN KEPADA RESPONDEN Pada bagian ini, kami akan menanyakan pengalaman dan kebiasaan Anda tentang depresi yang Anda alami. Beberapa pertanyaan akan sangat sensitif dan mungkin akan mengganggu kenyamanan Anda. Kami berharap Anda bersedia menjawab pertanyaan secara jujur dan apa adanya. Tidak ada jawaban benar atau salah, apapun jawaban Anda kami sangat hargai. Anda memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan bila Anda keberatan, informasikan ke kami. Apa Anda telah siap? Jika Ya, kami akan mulai mengajukan pertanyaan. (Pilihlah salah satu penyataan yang anda anggap sesuai dengan diri anda saat ini, dengan memberi tanda silang (x) pada huruf di depan penyataan yang anda pilih) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pernyataan Saya tidak merasa sedih Saya merasa sedih Saya merasa sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat menghilangkannya Saya begitu sedih sehingga saya merasa tidak tahan lagi Saya tidak merasa berkecil hati terhadap masa depan Saya merasa berkecil hati terhadap masa depan Saya merasa tidak ada sesuatu yang saya nantikan Saya merasa bahwa tidak ada harapan di masa depan dan segala sesuatunya tidak dapat diperbaiki Saya tidak merasa gagal Saya merasa lebih banyak mengalami kegagalan daripada rata – rata orang Kalau saya meninjau kembali hidup saya, yang dapat saya lihat hanyalah banyak kegagalan Saya merasa sebagai seorang pribadi yang gagal total Saya memperoleh kepuasan atas segala sesuatu seperti biasanya Saya tidak dapat menikmati segala sesuatu seperti biasanya Saya tidak lagi memperoleh kepuasan yang nyata dari segala sesuatu Saya merasa tidak puas atau bosan terhadap apa saja Saya tidak merasa bersalah Saya cukup sering merasa bersalah Saya sering merasa sangat bersalah Saya merasa bersalah sepanjang waktu Saya tidak merasa bahwa saya sedang dihukum Saya merasa bahwa saya mungkin dihukum Saya mengharapkan agar dihukum Saya merasa bahwa saya sedang dihukum Saya tidak merasa kecewa terhadap diri saya sendiri Saya merasa kecewa terhadap diri saya sendiri Saya merasa jijik terhadap diri saya sendiri Saya membenci diri saya sendiri Saya tidak merasa bahwa saya lebih buruk daripada orang lain Saya selalu mencela diri saya sendiri karena kelemahan atau kekeliruan saya Saya menyalahkan diri saya sendiri sepanjang waktu atas kesalahan – kesalahan saya Saya menyalahkan diri saya sendiri atas semua hal buruk yang terjadi Saya tidak mempunyai pikiran untuk bunuh diri Saya mempunyai pikiran – pikiran untuk bunuh diri, tetapi saya tidak akan melaksanakannya Saya ingin bunuh diri Saya akan bunuh diri kalau ada kesempatan Saya tidak menangis lebih dari biasanya Sekarang saya lebih banyak menangis daripada biasanya Sekarang saya menangis sepanjang waktu SA Nomor ID - IR1 IR2 FORM 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Saya biasanya dapat menangis, tetapi sekarang saya tidak dapat menangis meskipun saya ingin menangis Sekarang saya tidak merasa lebih jengkel daripada sebelumnya Saya lebih mudah jengkel atau marah daripada biasanya Saya sekarang merasa jengkel sepanjang waktu Saya tidak dibuat jengkel oleh hal – hal yang biasanya menjengkelkan saya Saya masih tetap senang bergaul dengan orang lain Saya kurang berminat pada orang lain dibandingkan dengan biasanya Saya tak kehilangan sebagian besar minat saya terhadap orang lain Saya telah kehilangan seluruh minat saya terhadap orang lain Saya mengambil keputusan – keputusan sama baiknya dengan sebelumnya Saya lebih banyak menunda keputusan daripada biasanya Saya mempunyai kesulitan yang lebih besar dalam mengambil keputusan daripada sebelumnya Saya sama sekali tidak dapat mengambil keputusan apa pun Saya tidak merasa bahwa saya kelihatan lebih jelek daripada sebelumnya Saya merasa cemas jangan – jangan saya tua atau tidak menarik Saya merasa bahwa ada perubahan – perubahan tetap pada penampilan saya yang membuat saya kelihatan tidak menarik Saya yakin bahwa saya kelihatan jelek Saya dapat bekerja dengan baik seperti sebelumnya Saya membutuhkan usaha istimewa untuk mulai mengerjakan sesuatu Saya harus memaksa diri saya untuk mengerjakan sesuatu Saya sama sekali tidak dapat mengerjakan apa – apa Saya dapat tidur nyenyak seperti biasanya Saya tidak dapat tidur nyenyak seperti biasanya Saya bangun 2-3 jam lebih awal dari biasanya dan sukar tidur kembali Saya bangun beberapa jam lebih awal daripada biasanya dan tidak dapat tidur kembali Saya tidak lebih lelah dari biasanya Saya lebih mudah lelah dari biasanya Saya hampir selalu merasa lelah dalam mengerjakan segala sesuatu Saya merasa terlalu lelah untuk mengerjakan apa saja Nafsu makan saya masih seperti biasanya Nafsu makan saya tidak sebesar biasanya Sekarang nafsu makan saya jauh lebih berkurang Saya tidak mempunyai nafsu makan sama sekali Saya tidak banyak kehilangan berat badan akhir - akhir ini Saya telah kehilangan berat badan 2,5 kg lebih Saya telah kehilangan berat badan 5 kg lebih Saya telah kehilangan berat badan 7,5 kg lebih. Saya sengaja berusaha mengurangi berat badan dengan makan lebih sedikit :- ya – tidak Saya tidak mencemaskan kesehatan saya melebihi biasanya Saya cemas akan masalah kesehatan fisik saya, seperti sakit dan rasa nyeri; sakit perut; ataupun sembelit Saya sangat cemas akan masalah kesehatan fisik saya dan sulit memikirkan hal – hal lainnya Saya begitu cemas akan kesehatan fisik saya sehingga saya tidak dapat berpikir mengenai hal – hal lainnya Saya tidak merasa ada perubahan dalam minat saya terhadap seks pada akhir–akhir ini Saya kurang berminat terhadap seks kalau dibandingkan dengan biasanya Sekarang saya sangat kurang berminat terhadap seks Saya sama sekali kehilangan minat terhadap seks Nomor ID - IR1 IR2 FORM Bagian 5 : Religiusitas BACAKAN KEPADA RESPONDEN Pada bagian ini, kami akan menanyakan pengalaman dan kebiasaan Anda tentang religiusitas pada kehidupan sehari-hari. Beberapa pertanyaan akan sangat sensitif dan mungkin akan mengganggu kenyamanan Anda. Kami berharap Anda bersedia menjawab pertanyaan secara jujur dan apa adanya. Tidak ada jawaban benar atau salah, apapun jawaban Anda kami sangat hargai. Anda memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan bila Anda keberatan, informasikan ke kami. Apa Anda telah siap? Jika Ya, kami akan mulai mengajukan pertanyaan. (Pilihlah salah satu penyataan yang anda anggap sesuai dengan diri anda saat ini, dengan memberi tanda silang (x) pada huruf di depan penyataan yang anda pilih) A. Belief Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7 Saya yakin dengan Tuhan Yang Maha Kuasa Saya mengakui kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa Saya ikhlas melakukan kegiatan saya sehari-hari Saya selalu ingat pada Tuhan Yang Maha Kuasa Saya akan mendapat perlindungan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, ketika saya mengikuti semua aturan perawatan Saya sangat percaya akan takdir yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa Saya terkesan dan selalu mengagungkan nama Tuhan Yang Maha Kuasa Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Sangat Setuju Setuju 1 B. Practice Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7 8 Saya Selalu beribadah dengan rutin dan tepat waktu Saya selalu berdoa sebelum memulai aktivitas Saya selalu berdoa sesudah menyelesaikan aktivitas Saya selalu melibatkan diri dengan acara keagamaan Saya sering melakukan kegiatan amal Saya rajin bersedekah Saya khusuk ketika beribadah Saya selalu mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 1 2 3 4 5 Sangat Setuju Setuju 1 Nomor ID - IR1 IR2 FORM 9 Saya yakin bahwa dalam setiap aktivitas, Tuhan akan membimbing dan melindungi saya 1 2 3 4 5 C. Feeling Pernyataan 1 2 3 4 5 Saya sabar dalam menghadapi setiap cobaan Mengganggap bahwa penyakit yang dialami sebagai musibah yang pasti ada hikmahnya Saya sangat yakin bahwa doa saya akan dikabulkan Saya takut ketika tidak melakukan perawatan Saya merasakan ketenangan akan kehadiran Tuhan Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Sangat Setuju Setuju 1 D. Knowledge Pernyataan 1 2 3 4 5 Saya selalu mendalami religiusitas dengan membaca kitab suci Saya rajin membaca buku-buku agama Perasaan saya bergetar ketika mendengar suara bacaan kitab suci Saya rajin mendengar ceramah agama Saya rajin menonton acara keagamaan untuk menambah pengetahuan saya Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Sangat Setuju Setuju 1 E. Effect Pernyataan 1 2 3 4 5 6 Tergerak hati untuk menolong pada orang membutuhkan Saya gampang memafkan orang lain Saya mengasihi dan menyayangi sesama Saya selalu optimistis dalam menghadapi persoalan Saya tidak mudah putus asa Saya bertanggung jawab pada setiap perbuatan yang saya telah lakukan Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Nomor ID - IR1 IR2 FORM 7 Senantiasa berbuat jujur dan takut berbuat curang 1 2 3 4 5 Nomor ID - IR1 IR2 FORM Bagian 6 : Kualitas Hidup (SF-36) BACAKAN KEPADA RESPONDEN Berikut ini adalah daftar pertanyaan tntang perasaan Anda terhadap kualitas hidup, kesehatan dan hal lain dalam hidup Anda. Saya akan membacakan setiap pertanyaan kepada Anda, berikut dengan pilhan jawabannya. Jawablah semua pertanyaan tersebut dan pilihlah jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan apa yang Anda pikirkan/rasakan. Jika Anda tidak yakin tentang jawaban yang akan Anda berikan terhadap pertanyaan berikut ini, mohon isi dengan jawaban pertama yang muncul dipikiran Anda. Mohon ingat kembali segala standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian Anda kai akan bertanya apa yang Anda pikirkan tentang kehidupan Anda (pada 4 (empat) minggu terakhir). Pilih dan lingkari kode/angka sesuai jawaban responden (SA) 1 2 Bagaimana anda mengatakan kondisi kesehatan anda saat ini? Bagaimana kesehatan anda saat ini dibandingkan satu tahun yang lalu? Sangat Baik Sekali Sangat Baik Baik Cukup Baik Buruk 1 2 3 4 5 Sangat Lebih Baik Lebih Baik Sama Saja Lebih Buruk Sangat Buruk 1 2 3 4 5 Dalam 4 minggu terakhir apakah keadaan kesehatan anda sangat membatasi aktivitas yang anda lakukan di bawah ini? Sangat Sedikit Membatasi Membatasi 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Aktifitas yang membutuhkan banyak energi, mengangkat benda berat, melakukan olah raga berat. Aktifitas ringan seperti memindahkan meja, menyapu, joging/jalan santai. Mengangkat atau membawa barang ringan (misalnya belanjaan, tas) Menaiki beberapa anak tangga Menaiki satu tangga Menekuk leher/tangan/kaki, bersujud atau membungkuk Berjalan lebih dari 1,5 km Berjalan melewati beberapa gang/1km Berjalan melewati satu gang/0,5 km Mandi atau memakai baju sendiri. Tidak Membatasi 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 1 2 2 3 3 1 2 3 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 Selama 4 minggu terakhir apakah anda mengalami masalah-masalah berikut dibawah ini dengan pekerjaan anda atau aktifitas anda sehari-hari sebagai akibat dari masalah anda? 13 14 15 16 Menghabiskan seluruh waktu anda untuk melakukan pekerjaan atau aktifitas lain. Menyelesaikan pekerjaan tidak tepat pada waktunya. Terbatas pada beberapa pekerjaan atau aktifitas lain. Mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktifitas-aktifitas lain (misalnya yang membutuhkan energi extra seperti mendongkrak/bertukang, mencuci). Ya Tidak 1 2 1 2 1 2 1 2 Nomor ID - IR1 IR2 FORM Selama 4 minggu terakhir apakah pekerjaan atau aktifitas sehari-hari anda mengalami beberapa masalah dibawah ini sebagai akibat dari masalah emosi anda (seperti merasa sedih/tertekan atau cemas). Ya Tidak Menghabiskan seluruh waktu anda untuk 1 melakukan pekerjaan atau aktifitas lain. Menyelesaikan pekerjaan tidak lama dari 18 1 biasanya. Dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan lain 19 1 tidak berhati-hati sebagaimana biasanya. Dalam 4 minggu terakhir seberapa Tidak Mengganggu besar kesehatan fisik anda atau Sedikit Mengganggu masalah emosional mengganggu 20 Cukup Mengganggu aktifitas sosial anda seperti biasa Mengganggu Sekali dengan keluarga, teman, tetangga Sangat Mengganggu Sekali atau perkumpulan anda? Tidak Ada Nyeri Nyrei Sangat Ringan Seberapa besar anda merasakan Nyeri Ringan 21 nyeri pada tubuh anda selama 4 Nyeri Sedang minggu terakhir Nyeri Sekali Sangat Nyeri Sekali Tidak Mengganggu Dalam 4 minggu terakhir, seberapa Sedikitpun besar rasa sakit/nyeri menganggu Sedikit Mengganggu 22 pekerjaan anda sehari-hari (termasuk Cukup Mengganggu pekerjaan diluar rumah dan pekerjaan Sangat Mengganggu didalam rumah)? Sangat Mengganggu Sekali 17 2 2 2 SA Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini adalah tentang bagaimana perasaan anda dalam 4 minggu terakhir, untuk setiap pertanyaan silahkan beri 1 jawaban yang paling sesuai dengan perasaan anda. 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Apakah anda merasa penuh semangat? Apakah anda orang yang sangat gugup? Apakah anda merasa sangat tertekan dan tak ada yang menggembirakan anda? Apakah anda merasa tenang dan damai? Apakah anda memiliki banyak tenaga? Apakah anda merasa putus asa & sedih? Apakah anda merasa bosan? Apakah anda seorang yang periang? Apakah anda merasa cepat lelah? Selalu Hampir Selalu Cukup Sering KadangKadang Jarang Tidak Pernah 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 Nomor ID - IR1 IR2 FORM 32 Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering kesehatan fisik anda atau masalah emosi mempengaruhi kegiatan sosial anda (seperti mengunjungi teman, saudara dan lain-lain)? Selalu Hampir Selalu KadangKadang Jarang Tidak Pernah 1 2 3 4 5 Petunjuk berikut dimaksud untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan no.33-36. Menurut anda, sejauh mana kebenaran pernyataan berikut menggambarkan keadaan kesehatan anda. 33 34 35 36 Saya merasa sepertinya sedikit mudah menderita sakit. Saya sama sehatnya seperti orang lain. Saya merasa kesehatan saya makin memburuk. Kesehatan saya sangat baik. Benar Benar Sekali Tidak Tahu Salah Salah Sekali 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Akhir Wawancara Terima kasih atas kesediaan Anda meluangkan waktu menjawab kuesioner Kami sangat menghargai bantuan yang Anda berikan. DATE: 8/ 7/2014 TIME: 17:01 L I S R E L 8.80 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Religi.spj: Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Odha.psf' Asymptotic Covariance Matirx From File E:\Religi.acm Sample Size = 215 Latent Variables Religi Method: Maximum Likelihood Relationships X41 = Religi X42 = Religi X43 = Religi X44 = Religi X45 = Religi Path Diagram End of Problem Sample Size = 215 Covariance Matrix X41 X42 X43 X44 X45 X41 -------45.84 23.84 15.83 9.89 14.83 X42 -------- X43 -------- X44 -------- X45 -------- 56.98 15.34 17.51 13.79 22.20 10.77 16.56 20.38 11.24 28.68 Number of Iterations = 5 LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood) Measurement Equations X41 = 4.03*Religi, Errorvar.= 29.63, R² = 0.35 (0.45) (4.71) 8.96 6.29 X42 = 4.35*Religi, Errorvar.= 38.04, R² = 0.33 (0.52) (5.55) 8.37 6.85 X43 = 3.92*Religi, Errorvar.= 6.83 , R² = 0.69 (0.30) (1.46) 13.27 4.67 X44 = 2.88*Religi, Errorvar.= 12.10, R² = 0.41 (0.31) (1.69) 9.41 7.17 X45 = 3.96*Religi, Errorvar.= 12.98, R² = 0.55 (0.32) (2.07) 12.37 6.28 Correlation Matrix of Independent Variables Religi -------1.00 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 5 Minimum Fit Function Chi-Square = 33.99 (P = 0.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 32.38 (P = 0.00) Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 15.28 (P = 0.0092) Chi-Square Corrected for Non-Normality = 19.89 (P = 0.0013) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 10.28 90 Percent Confidence Interval for NCP = (2.10 ; 26.05) Minimum Fit Function Value = 0.16 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.048 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0098 ; 0.12) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.098 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.044 ; 0.16) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.067 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.16 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.13 ; 0.24) ECVI for Saturated Model = 0.14 ECVI for Independence Model = 2.25 Chi-Square for Independence Model with 10 Degrees of Freedom = 471.86 Independence AIC = 481.86 Model AIC = 35.28 Saturated AIC = 30.00 Independence CAIC = 503.71 Model CAIC = 78.99 Saturated CAIC = 95.56 Normed Fit Index (NFI) = 0.97 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.96 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.48 Comparative Fit Index (CFI) = 0.98 Incremental Fit Index (IFI) = 0.98 Relative Fit Index (RFI) = 0.94 Critical N (CN) = 212.27 Root Mean Square Residual (RMR) = 2.38 Standardized RMR = 0.059 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.94 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.83 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.31 The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate X42 X41 11.2 9.34 X43 X42 13.1 -9.19 X44 X42 18.1 7.83 X45 X42 11.1 -7.44 Time used: 0.047 Seconds DATE: 8/ 7/2014 TIME: 17:58 L I S R E L 8.80 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Religi.spj: Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Religi.psf' Asymptotic Covariance Matirx From File E:\Religi.acm Sample Size = 215 Latent Variables Stigma Method: Maximum Likelihood Relationships X11 = Stigma X12 = Stigma X13 = Stigma Path Diagram End of Problem Sample Size = 215 Covariance Matrix X11 X12 X13 X11 -------39.98 28.97 28.32 Number of Iterations = X12 -------- X13 -------- 40.34 33.10 42.51 0 LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood) Measurement Equations X11 = 4.98*Stigma, Errorvar.= 15.19, R² = 0.62 (0.38) (2.52) 13.16 6.03 X12 = 5.82*Stigma, Errorvar.= 6.48 , R² = 0.84 (0.32) (1.72) 17.91 3.76 X13 = 5.69*Stigma, Errorvar.= 10.16, R² = 0.76 (0.36) (1.64) 15.95 6.20 Correlation Matrix of Independent Variables Stigma -------1.00 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 0 Minimum Fit Function Chi-Square = 0.0 (P = 1.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 0.00 (P = 1.00) Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 0.0 (P = 1.00) The Model is Saturated, the Fit is Perfect ! Time used: 0.047 Seconds DATE: 8/ 7/2014 TIME: 18:04 L I S R E L 8.80 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Religi.spj: Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Religi.psf' Asymptotic Covariance Matirx From File E:\Religi.acm Sample Size = 215 Latent Variables Sosial Method: Maximum Likelihood Relationships X21 = Sosial X22 = Sosial X23 = Sosial X24 = Sosial Path Diagram End of Problem Sample Size = 215 Covariance Matrix X21 X22 X23 X24 X21 -------22.31 13.36 12.10 13.70 Number of Iterations = X22 -------- X23 -------- X24 -------- 23.73 14.35 13.02 19.96 13.30 23.56 3 LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood) Measurement Equations X21 = 3.50*Sosial, Errorvar.= 10.04, R² = 0.55 (0.29) (1.49) 12.09 6.75 X22 = 3.80*Sosial, Errorvar.= 9.28 , R² = 0.61 (0.32) (1.39) 12.03 6.68 X23 = 3.64*Sosial, Errorvar.= 6.72 , R² = 0.66 (0.29) (1.05) 12.76 6.41 X24 = 3.65*Sosial, Errorvar.= 10.27, R² = 0.56 (0.30) (1.36) 12.24 7.54 Correlation Matrix of Independent Variables Sosial -------1.00 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 2 Minimum Fit Function Chi-Square = 5.75 (P = 0.057) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 5.62 (P = 0.060) Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 4.74 (P = 0.094) Chi-Square Corrected for Non-Normality = 5.55 (P = 0.062) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 2.74 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 13.26) Minimum Fit Function Value = 0.027 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.013 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.062) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.080 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.18) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.22 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.097 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.084 ; 0.15) ECVI for Saturated Model = 0.093 ECVI for Independence Model = 2.18 Chi-Square for Independence Model with 6 Degrees of Freedom = 457.46 Independence AIC = 465.46 Model AIC = 20.74 Saturated AIC = 20.00 Independence CAIC = 482.94 Model CAIC = 55.70 Saturated CAIC = 63.71 Normed Fit Index (NFI) = 0.99 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.98 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.33 Comparative Fit Index (CFI) = 0.99 Incremental Fit Index (IFI) = 0.99 Relative Fit Index (RFI) = 0.97 Critical N (CN) = 417.27 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.47 Standardized RMR = 0.021 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.99 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.94 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.20 The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate X23 X21 8.4 -4.10 Time used: 5.257 Seconds DATE: 8/ 7/2014 TIME: 18:17 L I S R E L 8.80 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Religi.spj: Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Religi.psf' Asymptotic Covariance Matrix From File E:\Religi.acm Sample Size = 215 Latent Variables Depresi Relationships X3 = 1 * Depresi Set the Error Variance of X3 to 0 Path Diagram End of Problem Sample Size = 215 Covariance Matrix X3 -------160.09 Number of Iterations = 0 LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood) Measurement Equations X3 = 1.00*Depresi,, R² = 1.00 Variances of Independent Variables Depresi -------160.09 (14.16) 11.31 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 0 Minimum Fit Function Chi-Square = 0.0 (P = 1.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 0.0 (P = 1.00) Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 0.0 (P = 1.00) The Model is Saturated, the Fit is Perfect ! Time used: 0.031 Seconds DATE: 8/ 7/2014 TIME: 18:22 L I S R E L 8.80 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Religi.spj: Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Religi.psf' Asymptotic Covariance Matrix From File E:\Religi.acm Sample Size = 215 Latent Variables CD4 Relationships X5 = 1.00*CD4 Set the Error Variance of X5 to 0.00 Path Diagram End of Problem Sample Size = 215 Covariance Matrix X5 -------40880.87 Number of Iterations = 0 LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood) Measurement Equations X5 = 1.00*CD4,, R² = 1.00 Variances of Independent Variables CD4 -------40880.87 (3890.59) 10.51 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 0 Minimum Fit Function Chi-Square = 0.0 (P = 1.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 0.0 (P = 1.00) Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 0.0 (P = 1.00) The Model is Saturated, the Fit is Perfect ! Time used: 0.047 Seconds DATE: 8/ 7/2014 TIME: 20:33 L I S R E L 8.80 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Odha.SPJ: Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Odha.psf' Asymptotic Covariance Matirx From File E:\Odha.acm Sample Size = 215 Latent Variables QOL Method: Maximum Likelihood Relationships Y1 = QOL Y2 = QOL Y3 = QOL Y4 = QOL Y5 = QOL Y6 = QOL Y7 = QOL Y8 = QOL Path Diagram End of Problem Sample Size = 215 Covariance Matrix Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y1 -------47721.15 7110.41 4788.09 6954.36 10179.74 4487.20 4194.17 6802.87 Y2 -------- Y3 -------- Y4 -------- Y5 -------- Y6 -------- 16439.90 5575.96 2622.26 2870.68 2406.81 1997.72 3862.48 9931.32 1303.11 2249.21 1306.18 784.60 1479.57 5953.19 4195.36 1531.55 1873.13 4388.23 11268.47 2186.46 1812.99 4353.56 2248.75 1303.72 1880.98 Covariance Matrix Y7 Y8 Y7 -------2652.10 2811.36 Number of Iterations = Y8 -------10406.71 2 LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood) Measurement Equations Y1 = 126.66*QOL, Errorvar.= 31672.97, R² = 0.34 (13.20) (4245.53) 9.59 7.46 Y2 = 59.14*QOL, Errorvar.= 12941.93, R² = 0.21 (8.07) (1231.84) 7.33 10.51 Y3 = 32.70*QOL, Errorvar.= 8862.32, R² = 0.11 (7.16) (676.46) 4.57 13.10 Y4 = 54.86*QOL, Errorvar.= 2942.15, R² = 0.51 (4.50) (423.70) 12.20 6.94 Y5 = 65.97*QOL, Errorvar.= 6915.14, R² = 0.39 (7.07) (911.64) 9.34 7.59 Y6 = 32.62*QOL, Errorvar.= 1184.54, R² = 0.47 (2.83) (157.91) 11.51 7.50 Y7 = 35.38*QOL, Errorvar.= 1397.59, R² = 0.47 (2.89) (162.09) 12.24 8.62 Y8 = 68.43*QOL, Errorvar.= 5722.86, R² = 0.45 (6.13) (694.99) 11.16 8.23 Correlation Matrix of Independent Variables QOL -------1.00 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 20 Minimum Fit Function Chi-Square = 77.95 (P = 0.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 79.68 (P = 0.00) Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 70.11 (P = 0.00) Chi-Square Corrected for Non-Normality = 83.96 (P = 0.00) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 50.11 90 Percent Confidence Interval for NCP = (28.31 ; 79.51) Minimum Fit Function Value = 0.36 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.23 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.13 ; 0.37) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.11 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.081 ; 0.14) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00037 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.48 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.38 ; 0.61) ECVI for Saturated Model = 0.34 ECVI for Independence Model = 3.96 Chi-Square for Independence Model with 28 Degrees of Freedom = 831.28 Independence AIC = 847.28 Model AIC = 102.11 Saturated AIC = 72.00 Independence CAIC = 882.25 Model CAIC = 172.04 Saturated CAIC = 229.34 Normed Fit Index (NFI) = 0.92 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.91 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.65 Comparative Fit Index (CFI) = 0.94 Incremental Fit Index (IFI) = 0.94 Relative Fit Index (RFI) = 0.88 Critical N (CN) = 115.66 Root Mean Square Residual (RMR) = 833.04 Standardized RMR = 0.069 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.92 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.85 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.51 Time used: 0.078 Seconds DATE: 8/ 7/2014 TIME: 20:38 L I S R E L 8.80 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Odha.SPJ: Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Odha.psf' Asymptotic Covariance Matirx From File E:\Odha.acm Sample Size = 215 Latent Variables Sosial Stigma Depresi CD4 QOL Religi Method: Maximum Likelihood Relationships X11 = Stigma X12 = Stigma X13 = Stigma X21 = Sosial X22 = Sosial X23 = Sosial X24 = Sosial X3 = 1 * Depresi X5 = 1 * CD4 Y1 = QOL Y2 = QOL Y3 = QOL Y4 = QOL Y5 = QOL Y6 = QOL Y7 = QOL Y8 = QOL X41 = Religi X42 = Religi X43 = Religi X44 = Religi X45 = Religi Stigma = Religi Sosial = Stigma Religi Depresi = CD4 Religi Sosial CD4 = Religi QOL = Stigma Sosial Depresi CD4 Religi Set the Error Variance of X3 to 0 Set the Error Variance of X5 to 0 Path Diagram End of Problem Sample Size = 215 Covariance Matrix X11 X12 X13 X21 X22 X23 X24 X3 X5 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 X41 X42 X43 X44 X45 X11 -------39.98 28.97 28.32 1.35 -0.75 -1.72 -0.08 -12.23 74.91 135.33 50.95 18.88 96.14 81.59 40.02 49.17 77.58 4.82 13.81 8.28 6.50 8.88 X12 -------- X13 -------- X21 -------- X22 -------- X23 -------- 40.34 33.10 3.66 3.42 1.00 3.07 -13.53 106.89 185.17 61.35 51.64 67.72 82.92 20.50 43.49 109.06 5.69 12.74 7.37 7.04 11.04 42.51 1.98 3.89 0.28 2.42 -12.05 41.13 211.74 44.20 91.51 74.00 125.54 38.07 53.15 92.31 7.51 15.78 7.43 7.52 11.87 22.31 13.36 12.10 13.70 -20.77 69.47 157.05 -22.01 -14.04 63.21 128.43 18.38 24.77 30.35 5.80 4.34 6.03 5.03 9.52 23.73 14.35 13.02 -8.24 84.89 89.02 -5.81 -3.63 3.05 61.49 5.86 14.91 18.24 3.03 3.71 3.18 2.49 6.58 19.96 13.30 -11.50 93.29 39.98 -50.10 -43.68 29.35 80.50 -8.99 6.26 57.08 1.38 1.36 3.62 1.39 6.01 X3 -------- X5 -------- Y1 -------- Y2 -------- Y3 -------- 160.09 -829.30 -1218.72 -326.80 -172.50 -451.45 -535.24 -217.47 -266.51 -501.48 -31.29 -37.42 -26.92 -23.19 -29.08 40880.87 10829.85 7696.92 4795.59 4035.89 6552.94 2371.67 2381.53 5323.81 380.27 445.67 228.56 224.97 206.67 47721.15 7110.41 4788.09 6954.36 10179.74 4487.20 4194.17 6802.87 435.58 438.54 223.15 162.35 320.95 16439.90 5575.96 2622.26 2870.68 2406.81 1997.72 3862.48 239.84 197.35 71.14 39.30 81.86 9931.32 1303.11 2249.21 1306.18 784.60 1479.57 51.45 147.44 31.63 57.12 36.86 Covariance Matrix X24 X3 X5 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 X41 X42 X43 X44 X45 X24 -------23.56 -15.93 34.47 168.43 -19.32 5.73 74.79 125.86 24.63 27.15 95.13 8.12 4.88 6.56 3.73 8.47 Covariance Matrix Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 X41 X42 X43 X44 X45 Y4 -------5953.19 4195.36 1531.55 1873.13 4388.23 183.82 211.16 116.75 115.61 110.08 Y5 -------- Y6 -------- Y7 -------- Y8 -------- X41 -------- 11268.47 2186.46 1812.99 4353.56 207.41 329.59 132.83 156.56 189.84 2248.75 1303.72 1880.98 128.49 98.46 42.33 35.97 42.54 2652.10 2811.36 129.23 169.32 91.83 81.21 86.08 10406.71 204.62 286.99 129.03 69.65 159.74 45.84 23.84 15.83 9.89 14.83 X43 -------- X44 -------- X45 -------- 22.20 10.77 16.56 20.38 11.24 28.68 Covariance Matrix X42 X43 X44 X45 X42 -------56.98 15.34 17.51 13.79 Number of Iterations = 28 LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood) Measurement Equations X11 = 5.00*Stigma, Errorvar.= 15.01, R² = 0.62 (2.54) 5.90 X12 = 5.78*Stigma, Errorvar.= 6.94 , R² = 0.83 (0.40) (1.71) 14.38 4.07 X13 = 5.72*Stigma, Errorvar.= 9.82 , R² = 0.77 (0.37) (1.60) 15.36 6.13 X21 = 3.59*Sosial, Errorvar.= 9.42 , R² = 0.58 (1.42) 6.63 X22 = 3.74*Sosial, Errorvar.= 9.77 , R² = 0.59 (0.34) (1.39) 10.83 7.04 X23 = 3.58*Sosial, Errorvar.= 7.15 , R² = 0.64 (0.31) (1.05) 11.46 6.83 X24 = 3.70*Sosial, Errorvar.= 9.89 , R² = 0.58 (0.37) (1.38) 9.96 7.19 X3 = 1.00*Depresi,, R² = 1.00 X5 = 1.00*CD4,, R² = 1.00 Y1 = 129.31*QOL, Errorvar.= 31010.24, R² = 0.35 (4354.96) 7.12 Y2 = 57.48*QOL, Errorvar.= 13137.96, R² = 0.20 (9.67) (1163.56) 5.94 11.29 Y3 = 31.86*QOL, Errorvar.= 8916.85, R² = 0.10 (8.29) (673.57) 3.85 13.24 Y4 = 55.52*QOL, Errorvar.= 2873.14, R² = 0.52 (6.46) (392.58) 8.59 7.32 Y5 = 67.43*QOL, Errorvar.= 6724.89, R² = 0.40 (8.19) (851.21) 8.23 7.90 Y6 = 31.47*QOL, Errorvar.= 1259.26, R² = 0.44 (4.05) (155.02) 7.77 8.12 Y7 = 35.50*QOL, Errorvar.= 1392.51, R² = 0.48 (4.25) (146.51) 8.36 9.50 Y8 = 67.96*QOL, Errorvar.= 5791.51, R² = 0.44 (8.64) (672.65) 7.87 8.61 X41 = 4.14*Religi, Errorvar.= 28.74, R² = 0.37 (0.41) (4.40) 10.07 6.54 X42 = 4.70*Religi, Errorvar.= 34.87, R² = 0.39 (0.45) (4.91) 10.40 7.10 X43 = 3.71*Religi, Errorvar.= 8.40 , R² = 0.62 (0.26) 14.12 (1.22) 6.90 X44 = 2.94*Religi, Errorvar.= 11.76, R² = 0.42 (0.27) (1.56) 10.73 7.53 X45 = 3.96*Religi, Errorvar.= 13.01, R² = 0.55 (0.30) (2.00) 13.06 6.50 Structural Equations Sosial = - 0.063*Stigma + 0.38*Religi, Errorvar.= 0.87 , R² = 0.13 (0.10) (0.094) (0.16) -0.62 4.03 5.53 Stigma = 0.40*Religi, Errorvar.= 0.84 , R² = 0.16 (0.070) (0.15) 5.79 5.68 Depresi = = 0.37 - 1.41*Sosial - 0.0090*CD4 - 6.33*Religi, Errorvar.= 100.15, R² (0.81) -1.74 (0.0044) -2.04 (0.99) -6.42 (13.48) 7.43 CD4 = 68.08*Religi, Errorvar.= 36246.28, R² = 0.11 (14.90) (3248.64) 4.57 11.16 QOL = - 0.078*Sosial + 0.018*Stigma - 0.028*Depresi + 0.00087*CD4 + 0.36*Religi, Errorvar.= 0.50 , R² = 0.50 (0.077) (0.067) (0.0085) (0.00039) (0.11) (0.12) -1.01 0.27 -3.30 2.23 3.30 4.26 Reduced Form Equations Sosial = 0.35*Religi, Errorvar.= 0.88, R² = 0.12 (0.077) 4.62 Stigma = 0.40*Religi, Errorvar.= 0.84, R² = 0.16 (0.070) 5.79 Depresi = - 7.44*Religi, Errorvar.= 104.85, R² = 0.35 (0.88) -8.46 CD4 = 68.08*Religi, Errorvar.= 36246.28, R² = 0.11 (14.90) 4.57 QOL = 0.61*Religi, Errorvar.= 0.63, R² = 0.37 (0.090) 6.76 Correlation Matrix of Independent Variables Religi -------1.00 Covariance Matrix of Latent Variables Sosial Stigma Depresi CD4 QOL Religi Sosial -------1.00 0.09 -3.86 24.06 0.18 0.35 Stigma -------- Depresi -------- CD4 -------- QOL -------- Religi -------- 1.00 -2.92 27.43 0.26 0.40 160.18 -834.10 -7.66 -7.44 40880.87 82.17 68.08 1.00 0.61 1.00 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 199 Minimum Fit Function Chi-Square = 397.78 (P = 0.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 384.51 (P = 0.00) Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 315.79 (P = 0.00) Chi-Square Corrected for Non-Normality = 7202.21 (P = 0.0) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 116.79 90 Percent Confidence Interval for NCP = (72.33 ; 169.18) Minimum Fit Function Value = 1.86 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.55 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.34 ; 0.79) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.052 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.041 ; 0.063) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.35 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.98 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.77 ; 2.23) ECVI for Saturated Model = 2.36 ECVI for Independence Model = 19.04 Chi-Square for Independence Model with 231 Degrees of Freedom = 4030.50 Independence AIC = 4074.50 Model AIC = 423.79 Saturated AIC = 506.00 Independence CAIC = 4170.66 Model CAIC = 659.80 Saturated CAIC = 1611.77 Normed Fit Index (NFI) = 0.92 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.96 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.79 Comparative Fit Index (CFI) = 0.97 Incremental Fit Index (IFI) = 0.97 Relative Fit Index (RFI) = 0.91 Critical N (CN) = 169.28 Root Mean Square Residual (RMR) = 400.37 Standardized RMR = 0.067 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.86 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.82 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.68 The Modification Indices Suggest to Add the Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate X21 Depresi 10.3 -0.06 The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate X23 X21 10.5 -4.42 X23 X22 13.4 4.46 X41 Y6 12.9 51.90 X44 X42 10.3 5.33 X45 X42 19.7 -8.66 X45 X43 21.9 6.04 Time used: 7.894 Seconds BIODATA PENULIS A. DATA DIRI 1. Nama : Masriadi 2. Tempat/Tanggal Lahir : Sengkang / 29 September 1987 3. Alamat : Jl. Sahabat Raya Kampus Unhas Tamalanrea 4. Jenis Kelamin : Laki-laki 5. Agama : Islam B. PENDIDIKAN 1. SDN 3 Sengkang, Kab. Wajo tahun 1993 – 1999 2. SLTPN 1 Majauleng, Kab. Wajo tahun 1999 – 2002 3. SMAN 3 Sengkang, Kab. Wajo tahun 2002 – 2005 4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar tahun 2007 – 2011 5. Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar tahun 2012 – 2014 Makassar, 7 Agustus 2014 Masriadi