Uploaded by bugisindo01

TESIS QOL (2)

advertisement
PENERAPAN MODEL TEORI KUALITAS HIDUP PADA ORANG DENGAN
HIV DAN AIDS DI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2014
THE APPLICATION OF THE THEORETICAL MODEL OF THE QUALITY OF
LIFE OF PEOPLE WITH HIV AND AIDS IN SOUTH SULAWESI 2014
MASRIADI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PENERAPAN MODEL TEORI KUALITAS HIDUP PADA ORANG DENGAN
HIV DAN AIDS DI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2014
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
MASRIADI
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Masriaadi
NIM
: P1804212014
Program Studi
: Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya, agar dimanfaatkan
sebagaimana mestinya.
Makassar, 7 Agustus 2014
Yang menyatakan
Masriadi
iv
PRAKATA
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhana Wa Ta’ala
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya yang merupakan kesehatan,
kekuatan, kesempatan, dan waktu luang sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Model
Teori Kualitas Hidup pada Orang Dengan HIV dan AIDS di Sulawesi
Selatan
Tahun
menyelesaikan
2014”
guna
pendidikan
di
memenuhi
Fakultas
persyaratan
Kesehatan
dalam
Masyarakat
Universitas Hasanuddin.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis tidak terlepas dari hambatan
dan keterbatasan yang dihadapi. Akan tetapi berkat dorongan dan
bantuan serta semangat dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat
terselesaikan. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan
terimakasih yang tulus dari dalam hati penulis kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Oleh karena itu dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati
penulis
menyampaikan
terima
kasih
sebesar-besarnya
dan
penghargaan kepada dosen pembimbing, yakni Bapak Prof. Dr. drg.
A. Arsunan Arsin, M.Kes selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr.
dr. Buraerah Abd. Hakim, M.Sc selaku pembimbing II, yang telah
v
dengan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya sejak awal
hingga akhir dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan tesis ini.
Terselesainya tesis ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Olehnya itu, perkenankanlah penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ridwan Amiruddin, SKM, M.Kes, M.ScPH, Ibu Dr. Ida
Leida M. Thaha, SKM, MKM, M.ScPH, dan Bapak Prof. Dr. dr. Muh.
Syafar, MS selaku penguji yang telah telah memberikan masukan serta
saran dalam penulisan tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. drg. H. Andi Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku dekan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin beserta para
dosen dan staff.
3. Terakhir kepada teman-teman seperjuangan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian tesis
ini masih terdapat berbagai kekurangan. Akhir kata penulis sangat
berharap semoga tesis ini bisa bermanfaat dan menambah wawasan
ilmu pengetahuan bagi pembaca.
Wassalamu Alaikum warahmatullahi Wabarakatu.
Makassar, Agustus 2014
Penulis
vi
vii
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii
DAFTAR GRAFIK .................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR ISTILAH .................................................................................... xiii
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 10
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 11
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 14
A. Tinjauan Umum tentang HIV dan AIDS ................................ 14
B. Tinjauan Umum tentang Kualitas Hidup ............................... 25
C. Tinjauan Umum tentang Stigma ........................................... 31
D. Tinjauan Umum tentang Depresi .......................................... 43
E. Tinjauan Umum tentang Dukungan Sosial ........................... 49
F. Tinjauan Umum tentang Religiusitas .................................... 54
ix
G. Tinjauan Umum tentang CD4 ............................................... 63
H. Kerangka Teori ..................................................................... 68
I. Kerangka Konsep ................................................................... 71
J. Hipotesis Penelitian ............................................................... 72
K. Definisi Operasional .............................................................. 73
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 77
A. Desain Penelitian ................................................................. 77
B. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................ 77
C. Populasi dan Sampel ........................................................... 77
D. Cara Penarikan Sampel ....................................................... 79
E. Kontrol Kualitas .................................................................... 80
F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ................................ 83
G. Pengolahan dan Analisis Data ............................................. 83
H. Etika Penelitian .................................................................... 85
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 88
A. Hasil Peneltian ..................................................................... 88
B. Pembahasan........................................................................ 135
BAB V
Kesimpulan dan Saran .............................................................. 145
A. Kesimpulan .......................................................................... 160
B. Saran ................................................................................... 161
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Distribusi responden berdasarkan karakteristik di Sulawesi
Selatan Tahun 2014
89
Tabel 1a Distribusi responden berdasarkan karakteristik di Sulawesi
Selatan Tahun 2014
90
Distribusi responden berdasarkan variabel penelitian di
Sulawesi Selatan Tahun 2014
91
Tabel 2a Distribusi responden berdasarkan variabel penelitian di
Sulawesi Selatan Tahun 2014
92
Tabel 3
Distribusi variabel independen berdasarkan
dependen di Sulawesi Selatan Tahun 2014
variabel
94
Tabel 4
Nilai rerata dan SD variabel penelitian berdasarkan
penggunaan ARV dan program pendampingan di Sulawesi
Selatan Tahun 2014
96
Tabel 5
Evaluasi kriteria goddnes of fit indices stigma
107
Tabel 6
Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel stigma
108
Tabel 7
Evaluasi kriteria goddnes of fit indices dukungan sosial
Tabel 8
Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel 112
dukungan sosial
Tabel 9
Evaluasi kriteria goddnes of fit indices depresi
Tabel 1
Tabel 2
111
114
Tabel 10 Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel depresi 115
xi
Tabel 11 Evaluasi kriteria goddnes of fit indices religiusitas
119
Tabel 12 Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel 119
religiusitas
Tabel 13 Evaluasi kriteria goddnes of fit indices jumlah CD4
122
Tabel 14 Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel jumlah 123
CD4
Tabel 15 Evaluasi kriteria goddnes of fit indices kualitas hidup
126
Tabel 16 Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel kualitas 127
hidup
Tabel 17 Evaluasi kriteria goddnes of fit indices overall model
131
Tabel 18 Evaluasi terhadap koefisien model structural
kaitannya dengan hipotesis penelitian (Direct effect)
dan 132
Tabel 19 Evaluasi terhadap koefisien model structural dan 133
kaitannya dengan hipotesis penelitian (Inirect effect)
Tabel 16 Loading factor, nilai t, dan R2 pengukuran variabel kualitas 127
hidup
xii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1
Korelasi variabel stigma dengan variabel kualitas hidup
Grafik 2
Korelasi variabel dukungan sosial dengan variabel kualitas 100
hidup
Grafik 3
Korelasi variabel depresi dengan variabel kualitas hidup
Grafik 4
Korelasi variabel jumlah CD4 dengan variabel kualitas 102
hidup
Grafik 5
Korelasi variabel religiusitas dengan variabel kualitas 103
hidup
xiii
99
101
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1
Pengujian confirmatory factor analysis variabel stigma 106
dengan nilai estimate
Gambar 4.2
Pengujian confirmatory factor analysis variabel stigma 106
dengan nilai t
Gambar 4.3
Pengujian confirmatory factor analysis variabel dukungan 110
sosial dengan nilai estimate
Gambar 4.4
Pengujian confirmatory factor analysis variabel dukungan 110
sosial dengan nilai t
Gambar 4.5
Pengujian confirmatory factor analysis variabel depresi 114
dengan nilai estimate
Gambar 4.6
Pengujian confirmatory factor analysis variabel depresi 114
dengan nilai t
Gambar 4.7
Pengujian confirmatory factor analysis variabel religiusitas 117
dengan nilai estimate
Gambar 4.8
Pengujian confirmatory factor analysis variabel religiusitas 118
dengan nilai t
Gambar 4.9
Pengujian confirmatory factor analysis variabel jumlah 121
CD4 dengan nilai estimate
Gambar 4.10
Pengujian confirmatory factor analysis variabel jumlah 121
CD4 dengan nilai t
Gambar 4.11
Pengujian confirmatory factor analysis variabel kualitas 124
hidup dengan nilai estimate
Gambar 4.12
Pengujian confirmatory factor analysis variabel kualitas 125
hidup dengan nilai t
xiv
Gambar 4.13
Pengukuran model hubungan antar variabel dengan nilai 129
estimate
Gambar 4.14
Pengukuran model hubungan antar variabel dengan nilai t 130
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Kuesioner Penelitian
Lampiran 2
Master Tabel Data Hasil Penelitian
Lampiran 3
Output Hasil Analisis
Lampiran 4
Surat Izin Penelitian
Lampiran 5
Riwayat Hidup Peneliti
xvi
DAFTAR SINGKATAN
ARV
= Anti Retroviral
ART
= Anti Retroviral Therapy
HIV
= Human Immunodeficiency Virus
AIDS
= Acquired Immune Deficiency Syndrome
ODHA
= Orang dengan HIV dan AIDS
SEM
= Structural Equation Modelling
CD4
= Cell of Differentiation 4
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kualitas hidup merupakan sebuah kesenjangan antara apa yang
diinginkan dengan apa yang dirasakan berdasarkan pengalaman yang sifatnya
subjektif dan multidimensi. Definisi tentang kualitas hidup telah banyak
dikemukakan oleh beberapa ahli, tetapi semua konsep tentang kualitas hidup
tersebut tergantung dari persepsi individu masing-masing.
Menurut Campbell (1976) dalam O'Connor (1993) memberikan satu
definisi dari kualitas hidup yang menurutnya adalah definisi yang diterima
secara umum, yakni perasaan subjektif seseorang mengenai kesejahteraan
dirinya, berdasarkan pengalaman hidupnya saat ini secara keseluruhan.
Sedangkan menurut Shookner (1997) kualitas hidup adalah hasil dari interaksi
antara
kesehatan,
kondisi
ekonomi,
dan
lingkungan
sosial
yang
mempengaruhi perkembangan manusia maupun sosial.
Menurut WHO (2004) kualitas hidup adalah sebagai persepsi individu
sebagai laki-laki ataupun perempuan dalam hidup ditinjau dari konteks budaya
dan sistem nilai dimana mereka tinggal, hubungan dengan standar hidup,
harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara
kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan,
hubungan sosial, dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka.
1
2
Saat ini, kualitas hidup sudah menjadi isu prioritas bagi banyak negara.
Kualitas hidup menjadi variabel perkembangan masyarakat yang terpenting
dan dianggap sebagai faktor yang dapat menstimulasi perkembangan suatu
masyarakat, dengan melihat kualitas hidup suatu masyarakat dapat diketahui
posisi masyarakat tersebut dalam hubungannya dengan kondisi masyarakat
yang diinginkan/ideal (Molnar, 2009).
Negara-negara di dunia, terutama negara-negara berkembang,
memantau kualitas hidup masyarakatnya secara berkala. Hasil dari
pengukuran kualitas hidup tersebut digunakan oleh pemerintahnya untuk
mengevaluasi
suatu
kebijaksanaan
politik
ataupun
perkembangan
kesejahteraan masyarakatnya, atau bagi pemantau di luar negaranya untuk
melihat dan mengevaluasi performa masyarakat tertentu, atau dapat juga
digunakan oleh para pelajar atau peneliti untuk melihat hubungan antara
berbagai aspek dalam masyarakat (Shackman et al., 2005).
Kualitas hidup sangat erat kaitannya dengan kehidupan seseorang
khususnya pada ODHA (orang dengan HIV & AIDS). Salah satu hasil Konvensi
Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2000 adalah adanya
komitmen internasional untuk mencapai Tujuan Pembangunan Millenium
(Millenium Development Goals/MDG’s) pada tahun 2015, yaitu untuk
meningkatkan kualitas hidup penduduk dunia khususnya kualitas hidup ODHA
(Stalker, 2008).
3
Tujuan keenam dalam MDG’s adalah menangani penyakit menular
yang paling berbahaya. Urutan teratas adalah Human Immunodeficiency Virus
(HIV), yaitu virus penyebab Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Hal ini
disebabkan karena penyakit ini dapat menyebabkan dampak yang lebih buruk,
bukan hanya terhadap kesehatan masyarakat namun juga terhadap negara
secara keseluruhan. Jumlah penduduk Indonesia yang hidup dengan virus HIV
diperkirakan antara 172.000 dan 219.000, sebagian besar adalah laki-laki.
Jumlah itu merupakan 0.1% dari jumlah penduduk Indonesia (UNAIDS/NAC,
2006).
Target MDGs untuk HIV dan AIDS adalah menghentikan laju
penyebaran serta membalikkan kecenderungannya pada tahun 2015. Saat ini,
kita belum dapat mengatakan telah melakukan dua hal tersebut karena hampir
semua daerah di Indonesia keadaannya tidak dapat dikendalikan. Kita bisa
saja mencapai target ini, namun untuk itu diperlukan satu upaya besar-besaran
dan terkoordinasi dengan baik di tingkat nasional (Stalker, 2008).
Masalah utama kita saat ini adalah rendahnya kesadaran tentang isuisu HIV dan AIDS serta terbatasnya layanan untuk menjalankan tes dan
pengobatan. Selain itu, kurangnya pengalaman kita untuk menanganinya dan
anggapan bahwa ini hanyalah masalah kelompok risiko tinggi ataupun mereka
yang sudah tertular. Stigma yang masih kuat menganggap bahwa HIV hanya
akan menular pada orang-orang tidak bermoral. Menjadi sebuah tantangan
untuk mengajak semua pihak merasakan ini sebagai masalah yang perlu
4
dihadapi bersama. Kondisi ini dapat terlihat secara jelas jika dibandingkan
dengan respon terhadap penyakit-penyakit lain seperti malaria dan
Tuberculosis (TBC), dimana lebih mudah melibatkan masyarakat karena tidak
ada stigma dan diskriminasi terhadap penyakit-penyakit tersebut (Stalker,
2008).
Dalam waktu tiap 25 menit di Indonesia, terdapat satu orang baru
terinfeksi HIV. Satu dari setiap lima orang yang terinfeksi di bawah usia 25
tahun. Proyeksi Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa tanpa
percepatan program penanggulangan HIV, lebih dari setengah juta orang di
Indonesia akan positif HIV pada tahun 2014. Epidemic tersebut dipicu terutama
oleh penularan seksual dan penggunaan narkoba suntik (UNICEF, 2012).
Perkembangan jumlah penderita HIV & AIDS di Indonesia setiap
tahunnya mengalami peningkatan. Data jumlah penderita HIV & AIDS di
Indonesia dapat dilihat pada table di bawah ini :
Tabel 1
Jumlah Infeksi HIV & AIDS yang Dilaporkan Menurut
Tahun Sampai dengan Maret 2013 di Indonesia
No
Tahun
Jumlah Infeksi HIV
Jumlah Infeksi AIDS
1
2010
21.591
6.845
2
2011
21.031
7.004
3
2012
21.511
5.686
4
Sept 2013
20.413
2.763
Sumber : Ditjen PP&PL KEMKES, 2013
Table 1 menunjukkan bawah dari tahun 2010 jumlah kasus infeksi HIV
sebanyak 21.591 kasus. Jumlah kasus infeksi HIV tahun 2011, jumlahnya
menurun yaitu sebanyak 21.031 kasus dan meningkat lagi pada tahun 2012
5
yaitu sebanyak 21.511 kasus infeksi HIV. Sampai Bulan September tahun
2013
infeksi
HIV
yang
terjadi
sebanyak
20.413
kasus
(Ditjen_PP&PL_KEMKES, 2013).
Table 1 juga menunjukkan bahwa infeksi AIDS pada tahun 2010
jumlahnya sebanyak 6.845 kasus dan meningkat pada tahun 2011 yaitu
sebanyak 7.004 kasus infeksi AIDS. Tahun 2012 sebanyak 5.686 dan sampai
pada tahun 2013 bulan September jumlah infeksi AIDS sebanyak 2.763 kasus
(Ditjen_PP&PL_KEMKES, 2013).
Sedangkan untuk wilayah Sulawesi Selatan data penderita dapat
dilihat pada table berikut:
Tabel 2
Jumlah Infeksi HIV & AIDS yang Dilaporkan Menurut
Tahun Sampai dengan September 2013 di Sul-Sel
No
Tahun
Jumlah Infeksi HIV
Jumlah Infeksi AIDS
1
2010
548
246
2
2011
607
650
3
2012
629
354
4
Sept 2013
647
361
Sumber : Dinkes Prov Sul-Sel, 2013
Table 2 menunjukkan peningkatan jumlah penderita HIV & AIDS di
Sulawesi Selatan. Sejak tahun 2010 jumlah penderita sebesar 548 infeksi HIV
dan 246 infeksi AIDS dan meningkat pada tahun 2011 sebesar 607 infeksi HIV
dan 650 infeksi AIDS. Sedangkan untuk data terakhir pada bulan September
2013 menunjukkan bahwa infeksi HIV sebesar 647 dan infeksi AIDS sebesar
361 (Dinkes_Prov_Sul-Sel, 2013).
6
Berdasarkan jumlah infeksi HIV & AIDS di Sulawesi Selatan tahun 2005
– 2013, penyumbang terbesar adalah Kota Makassar dengan jumlah 5.817,
Kota Pare-Pare dengan jumlah 383 dan Kab. Bulukumba dengan jumlah 113.
Dengan melihat situasi ini, maka dapat dikatakan bahwa tidak menutup
kemungkinan akan terjadi pertambahan jumlah infeksi di tahun yang akan
datang. Setidaknya tujuan dari MDG’s 2015 tercapai yaitu menurunnya angka
kematian HIV & AIDS serendah mungkin dan meningkatkan kualitas hidup
ODHA (Dinkes_Prov_Sul-Sel, 2013).
World Economic Forum (WEF) mengeluarkan The Human Capital Index
2013 yang berisi tentang kualitas hidup penduduk di berbagai Negara. Dari
hasil tersebut diketahui bahwa Negara Indonesia berada di urutan ke-53, yang
jauh tertinggal dari Negara Malaysia yang berada di urutan 22. Sedangkan
wakil dari Asia yang menduduki peringkat ke-3 adalah Negara Singapura
(Purnomo, 2013).
Kualitas hidup merupakan keadaan seseorang dalam mendapatkan
kepuasan atau kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup yang
dimaksud adalah kesehatan fisik dan kesehatan mental. Kesehatan fisik itu
dapat dinilai dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, Nyeri pada tubuh dan
persepsi tentang kesehatan. Kesehatan mental itu sendiri dapat dinilai dari
fungsi sosial, dan keterbatasan peran emosional (Hays et al., 1995).
Selain masalah kesehatan fisik dan kesehatan mental, masalah lain
yang muncul pada orang dengan HIV & AIDS adalah masalah stigma
7
masyarakat terhadap penyakit ini. Hal ini disebabkan karena kurangnya
pemahaman terhadap penyakit, laporan media yang tidak bertanggung jawab,
penyakit ini tidak dapat disembuhkan, dan penyakit ini identik dengan akibat
dari perilaku-perilaku tidak bermoral seperti seks bebas, penyalahgunaan
narkoba, dan seks sesama jenis sehingga dianggap pantas untuk
mendapatkan hukuman akibat perbuatannya tersebut (Aggleton et al., 2005).
Stigma terhadap ODHA tergambar dalam sikap sinis, perasaan
ketakutan yang berlebihan dan persepsi negatif tentang ODHA, dapat
mempengaruhi dan menurunkan kualitas hidup ODHA. Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Macapagal et al. (2012) menunjukkan bahwa stigma
menunjukkan kecenderungan mampu mempengaruhi kualitas hidup tetapi
tidak bermakna secara signifikan. Penelitian lain yang dilakuakn oleh Li et al.
(2011) menunjukkan bahwa ada hubungan antara stigma dengan kualitas
hidup dengan variabel perantara self efficacy. Penelitian yang lain yang sejalan
dilakukan oleh Herrmann et al. (2013) yang menunjukkan bahwa skor HRQOL
berkurang pada sepertiga pasien HIV & AIDS yang mendapatkan stigma buruk
dari lingkungan sekitarnya.
Selain masalah stigma salah satu masalah yang dihadapi ODHA
adalah tekanan sosial yang menyebabkan masalah emosional atau psikososial
muncul. Salah satu masalah emosional terbesar yang dihadapi ODHA adalah
depresi. Gangguan depresi tidak sesederhana yang diperkirakan atau
dipikirkan oleh orang-orang lain. Karena, gangguan ini bisa mengakibatkan
8
beban berat, menurunkan kualitas hidup, dan tentu memengaruhi rasa
sejahtera (well-being).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Andrinopoulos et al. (2012)
diperoleh bahwa depresi mempunyai pengaruh terhadap kualitas hidup orang
dengan HIV & AIDS. Dijelaskan bahwa ODHA yang mengalami depresi
melaporkan kualitas hidup yang lebih rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Doyle et al. (2012) yang menyatakan bahwa kelompok
umur yang lebih muda mudah untuk mengalami depresi dan mempengaruhi
kualitas hidup mereka. Begitupun juga dengan penelitian yang dilakukan oleh
Charles et al. (2012) menyatakan bahwa ODHA yang mengalami depresi berat
akan mempengaruhi kualitas hidupnya untuk menjadi lebih buruk yaitu sebesar
2.7 kali dibandingkan dengan ODHA yang tidak mengalami depresi.
Masalah lain yang muncul pada ODHA adalah dukungan sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan
orang lain. Kebutuhan fisik, sosial dan psikis, tidak mungkin terpenuhi tanpa
bantuan orang lain. Terlebih jika sedang menghadapi masalah baik ringan
maupun berat dan pada saat itu seseorang akan mencari dukungan sosial dari
orang-orang di sekitarnya, sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan
dicintai.
Individu dengan penyakit parah seperti HIV & AIDS dengan
penyembuhan yang sulit dan terapi yang lama, kualitas hidup menjadi terlihat
penting sebagai keluaran perawatan kesehatan yang diharapkan. Dengan
9
melihat kondisi tersebut dukungan sosial sangat berperan penting terhadap
kualitas hidup penderita HIV & AIDS. Penelitian yang dilakukan oleh
Andrinopoulos et al. (2012) dan Rao et al. (2012) yang menunjukkan bahwa
dukungan sosial mampu memberikan efek positif pada kualitas hidup. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Tam et al. (2012) menyatakan bahwa
dukungan sosial berupa dukungan sebaya tidak mempunyai hubungan dengan
peningkatan kualitas hidup.
Selain beberapa faktor sebelumnya spiritual/religi juga merupakan
faktor penting yang mampu mengubah kualitas hidup seseorang. Spiritualitas
berperan dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup dan sebaiknya
menjadi dasar tindakan dalam pelayanan kesehatan. Pentingnya spiritualitas
dalam pelayanan kesehatan dapat dilihat dari batasan Organisasi Kesehatan
Dunia yang menyatakan bahwa aspek spiritual merupakan salah satu unsur
dari pengertian kesehatan seutuhnya (McBrien, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Vallurupalli et al. (2012) menyatakan
bahwa spiritualitas dan agama dikaitkan dengan peningkatan kualitas hidup
dalam analisis multivariabel memiliki nilai yang signifikan. Penelitian yang lain
juga dilakukan oleh Dalmida et al. (2009) menunjukkan bahwa religi mampu
mempengaruhi kualitas hidup (kesehatan fisik dan kesehatan mental).
Cluster of Difference 4 (CD4) juga berperan penting dalam kualitas
hidup. Beberapa hasil penelitian menunjukkan hasil yang signifikan antara
peningkatan CD4 dengan peningkatan kualitas hidup seseorang yang
10
menderita HIV & AIDS. Penelitian yang dilakukan Rajeev et al. (2013) dan Tran
(2012) menunjukkan bahwa jumlah CD4 > 200 memiliki kualitas hidup yang
lebih tinggi pada penderita HIV & AIDS. Penelitian yang sama juga
diungkapkan oleh Handajani et al. (2012) menunjukkan bahwa ada perbedaan
kualitas hidup pada ODHA yang memiliki CD4 yang rerndah dengan CD4 yang
tinggi.
Memperhatikan kondisi ODHA yang jumlahnya makin meningkat tiap
tahunnya baik di seluruh Indonesia maupun khususnya di Sulawesi Selatan,
sementara kajian ataupun penelitian tentang kualitas hidup pada ODHA masih
sangat minim, maka berdasarkan pertimbangan tersebut peneliti akan
melakukan penelitian tentang pengembangan model kualitas hidup pada
ODHA di Sulawesi Selatan Tahun 2014. Hasil analisis ini dapat dimanfaatkan
oleh pengambil kebijakan sebagai potret kualitas hidup ODHA dalam
menyusun perencanaan kesehatan tingkat nasional, maupun tingkat Provinsi.
B. RUMUSAN MASALAH
Beberapa tahun yang akan datang, masalah HIV & AIDS mungkin
belum akan dapat ditanggulangi, sehingga masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat dan juga mempunyai implikasi terhadap kehidupan
sosial dan ekonomi secara meluas. Penderitaan tidak hanya dialami oleh orang
yang HIV & AIDS tetapi juga akan dirasakan oleh anggota keluarga dan
masyarakat. Penyebaran HIV & AIDS tidak hanya merupakan masalah
11
kesehatan, tetapi dapat juga mempengaruhi hamper semua asperk kehidupan
manusia termasuk politik, ekonomi, sosial, etis, agama, dan hukum.
Berdasarkan hal tersebut dan banyaknya dampak negatif yang
ditimbulkan oleh penyebaran virus HIV maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Bagaimana penerapan model teori yang mempengaruhi kualitas hidup ODHA
di Sulawesi Selatan tahun 2014?”
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan model teori yang mempengaruhi kualitas
hidup pada ODHA di Sulawesi Selatan tahun 2014
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengaruh stigma terhadap kualitas hidup ODHA
b. Mengetahui pengaruh depresi terhadap kualitas hidup ODHA
c. Mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup ODHA
d. Mengetahui pengaruh religiusitas terhadap kualitas hidup ODHA
e. Mengetahui pengaruh CD4 terhadap kualitas hidup ODHA
f. Mengetahui pengaruh religiusitas terhadap dukungan sosial dan
dampaknya pada kualitas hidup ODHA
g. Mengetahui pengaruh religiusitas terhadap stigma dan dampaknya
pada kualitas hidup ODHA
12
h. Mengetahui pengaruh religiusitas terhadap CD4 dan dampaknya pada
kualitas hidup ODHA
i.
Mengetahui pengaruh religiusitas terhadap depresi dan dampaknya
pada kualitas hidup ODHA
j.
Mengetahui
pengaruh
stigma
terhadap
dukungan
sosial
dan
dampaknya pada kualitas hidup ODHA
k. Mengetahui pengaruh CD4 terhadap depresi dan dampaknya pada
kualitas hidup ODHA
l.
Mengetahui
pengaruh
dukungan
sosial
terhadap
depresi
dan
dampaknya pada kualitas hidup ODHA
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Ilmiah
Sebagai bahan masukan dan sumbangan ilmiah dan sebagai informasi
tambahan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
2. Manfaat institusi
Sebagai masukan dan informasi dari program kesehatan dalam rangka
mencegah penyebaran virus HIV dan meningkatkan kualitas hidup
penderita HIV.
3. Manfaat Peneliti
Manfaat tehadap pengembangan ilmu pengetahuan dan hubungannya
dengan masalah kesehatan lainnya.
13
4. Manfaat bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan memberikan
memberikan pengetahuan umum kepada masyarakat tentang dampak dari
penyebaran virus HIV.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang HIV & AIDS
1. Definisi
AIDS (Acquired Imunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai
kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya
kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Imunodeficiency
Virus) yang termasuk family retrovirus. AIDS merupakan tahap akhir dari
infeksi HIV (Granich and Mermin, 2001).
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah Sindrom
akibat defisiensi immunitas selluler tanpa penyebab lain yang diketahui,
ditandai dengan infeksi oportunistik keganasan berakibat fatal. Munculnya
Sindrom ini erat hubungannya dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh
yang prosesnya tidaklah terjadi seketika melainkan sekitar 5-10 tahun
setelah seseorang terinfeksi HIV (Siregar, 2004).
2. Epidemiologi
Penularan HIV/AIDS terjadi melalui cairan tubuh yang mengandung
virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun
heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotik, transfusi komponen
darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkan. Oleh karena
14
15
itu, kelompok resiko tinggi terhadap HIV/AIDS adalah pengguna narkotik,
pekerja seks komersil dan pelanggannya, serta narapidana. Namun infeksi
HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua golongan masyarakat, baik
kelompok
resiko
tinggi
maupun
masyarakat
umum
(Ditjen_PP&PL_KEMKES, 2013).
Surveilens pada donor darah dan ibu hamil biasanya digunakan
sebagai
indikator
untuk
menggambarkan
infeksi
HIV/AIDS
pada
masyarakat umum. Jika pada tahun 1990 belum ditemukan darah donor di
Palang Merah Indonesia (PMI) yang tercemar HIV, maka periode
selanjutnya ditemukan infeksi HIV yang jumlahnya makin lama makin
meningkat (Ditjen_PP&PL_KEMKES, 2013).
3. Etiologi
Penyebab AIDS adalah virus yang tergolong dalam retrovirus
disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali
ditemukan oleh Barre Sinoussi, Montagnie, dkk pada tahun 1983 dan
disebut Lymfadenopati Associated Virus (Bekele et al.). Tahun 1984,
Popovic
menggambarkan
adanya
perkembangan
sel
yang
tetap
berlangsung dan produktif setelah diinfeksi oleh retrovirus yang dinyatakan
sebelumnya sebagai Human T Cell Lymphotropic Virus (HTLV) I, HTLV II,
HTLV III yang lebih dikenal sebagai LAV. Virus-virus lain telah diisolasi dari
semua penderita AIDS di Amerika Tengah, Eropa, Afrika Tengah
semuanya merupakan virus yang kemudian diisebut HIV-1. Namun, pada
16
tahun 1985 ditemukan retrovirus lainnya yang berbeda dengan HIV-1 pada
penderita AIDS di Afrika Barat. Virus ini kemudian dikenal denagn HIV-2.
HIV-2
lebih
mirip
dengan
monkey
virus
yang
disebut
Simian
Immunodeficiency Virus (SIV) (Siregar, 2004).
Kedua jenis virus ini memiliki banyak persamaan diantaranya
menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksiinfeksi oportunistik dan AIDS yang serupa, namun pada HIV-2 kurang
virulen dibanding HIV-1 dan jarang menular secara vertikal. HIV-1
ditemukan hampir di seluruh belahan dunia, sedangkan HIV-2 jarang
ditemukan di luar Afrika Barat (Amiruddin, 2004).
4. Patogenesis
Infeksi HIV terjadi bila virus masuk ke dalam sel. Limfosit CD4+
merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas
terhadap molekul CD4+. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan
sejumlah fungsi imunologis yang penting jadi hilangnya fungsi tersebut
akan menyebabkan gangguan respon imun yang progresif (Grant and
Cock, 2001).
Materi genetik virus masuk ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di
dalam sel virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghacurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru
kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya. Sehingga
17
satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan terifeksi (Granich
and Mermin, 2001).
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit CD4+
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun (Grant and Cock, 2001):
a. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4+ sebanyak 800-1300
sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV,
jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak
partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha
melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
b. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai
kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel
CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar
partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah
membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi
menderita AIDS.
c. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya
menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka
penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Perjalanan dari virus ini melalui beberapa rute hingga terjadi
penularan AIDS. Virus tersebut menular melalui (UNAIDS, 2013):
18
a. Penularan secara seksual, HIV dapat ditularkan melalui seks penetratif
yang tidak terlindungi. Sangat sulit untuk menentukan kemungkinan
terjadinya infeksi melalui hubungan seks, kendatipun demikian
diketahui bahwa resiko infeksi melalui seks vaginal umumnya tinggi.
Penularan melalui seks anal dilaporkan memiliki resiko 10 kali lebih
tinggi dari seks vaginal. Seseorang dengan infeksi menular seksual
(IMS) yang tidak diobati, khususnya yang berkaitan dengan tukak/luka
dan duh (cairan yang keluar dari tubuh) memiliki rata-rata 6-10 kali lebih
tinggi kemungkinan untuk menularkan atau terjangkit HIV selama
hubungan seksual. Dalam hal penularan HIV, seks oral dipandang
sebagai kegiatan yang rendah resiko. Resiko dapat meningkat bila
terapat luka atau tukak di sekitar mulut dan jika ejakulasi terjadi di dalam
mulut.
b. Penularan melalui pemakaian jarum suntik secara bergantian.
Mengguanakan kembali atau memakai jarum suntik secara bergantian
merupakan cara penularan HIV yang sangat efisien. Resiko penularan
dapat diturunkan secara berarti di kalangan pengguna narkoba suntikan
dengan penggunaan jarum suntik baru yang sekali pakai, atau dengan
melakukan sterilisasi jarum yang tepat sebelum digunakan kembali.
Penularan dalam lingkup perawatan kesehatan dapat dikurangi dengan
adanya
kepatuhan
pekerja
Kewaspadaan Universal.
pelayanan
kesehatan
terhadap
19
c. Penularan melalui transfusi darah. Kemungkinan resiko terjangkit HIV
melalui transfusi darah dan produk-produk darah yang terkontaminasi
ternyata lebih tinggi (lebih dari 90%).
d. Penularan dari ibu ke anak. HIV dapat ditularkan ke anak selama masa
kehamilan, pada proses persalinan, dan saat menyusui. Pada
umumnya, terdapat 15-30% resiko penularan dari ibu ke anak sebelum
dan sesudah kelahiran. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi resiko
infeksi, khususnya jumlah virus (viral load) dari ibu pada saat kelahiran
(semakin tinggi jumlah virus, semakin tinggi pula resikonya). Penularan
dari ibu ke anak setelah kelahiran dapat juga terjadi melalui pemberian
air susu ibu.
5. Manifestasi Klinik
Human Immunodeficiency Virus yang menginfeksi seseorang dapat
menimbulkan gejala klinis yang berbeda-beda. Lesi-lesi yang muncul mulai
dari tahap infeksi hingga gambaran AIDS yang sempurna (full blown AIDS)
beberapa tahun kemudian. Secara umum gambaran klinis akan tampak
sesuai tahap-tahap sebagai berikut:
a. Infeksi akut
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau
gejala tertentu. Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi
HIV akut, diantaranya demam, arthralgia, sakit kepala, limfadenopati,
ruam kulit, nyeri menelan, mual, muntah, diare, atau batuk yang dapat
20
terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion adalah pembentukan
antibodi akibat HIV yang biasanya terjadi antara 6-8 minggu setelah
terinfeksi. Gejala-gejala tersebut biasanya sembuh sendiri setelah 8
minggu (Grant and Cock, 2001).
b. Asimptomatik
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik. Masa
tanpa gejala ini umumnya berlangsung 8-10 tahun. Tetapi ada
sekelompok kecil orang yang perjalan penyakitnya amat cepat, dapat
hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula yang perjalanan penyakitnya
lambat (non-progressor). Pada fase ini keadaan pasien tampak baik,
namun tetap terjadi replikasi HIV yang tinggi yakni 10 partikel setiap
hari. Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi,
sehingga muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV,
terjadi kehancuran CD4 yang tinggi (Longo et al., 2012).
c. Limfadenopati generalis
Keadaan ini ditandai dengan pembesaran kelenjar getah bening
lebih dari 2 cm di dua tempat atau lebih yang biasanya terjadi paling
kurang 3 bulan sebelum onset symptomatic disease (Longo et al.,
2012).
d. Infeksi simptomatik
Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak sehingga
pasien yang terinfeksi HIV akan memperlihatkan gejala-gejala seperti:
21
penurunan berat badan,demam yang hilang timbul, diare kronis,
kelelahan, infeksi jamur, tuberkulosis, herpes, malignansi, gangguan
neurologis, dll (Longo et al., 2012).
Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap infeksi HIV yang paling lanjut.
Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan,
akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS
diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai
berikut (Siregar, 2004):
a. Tahap I, penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak
dikategorikan sebagai AIDS.
b. Tahap II, (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi
saluran pernapasan bagian atas yang tak sembuh-sembuh).
c. Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang
berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC
paru-paru).
d. Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran
tenggorokan (oesophagus), saluran pernapasan (trachea), batang
saluran paru-paru (bronchi), atau paru-paru dan Sarkoma Kaposi).
22
6. Kriteria Diagnosis
Diagnosis untuk HIV/AIDS bisa dilakukan dengan melihat kriteria
mayor dan minor dan dilanjutkan dengan melakukan test HIV. Untuk
Dewasa (>12 tahun) dikatakan mengidap AIDS apabila : Test HIV ( + ) dan
ditemukan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor. Ditemukan Sarcoma Kaposi
atau Pneumonia pneumocystis cranii (Longo et al., 2012).
Untuk anak - anak ( < 12 tahun ) : dikatakan mengidap AIDS apabila:
a. Lebih dari 18 bulan : test HIV (+) dan ditemukan 2 gejala mayor dan 2
gejala minor.
b. Kurang dari 18 bulan : test HIV ( + ) dan ditemukan 2 gejala mayor dan
2 gejala minor dengan ibu yang HIV (+).
Gejala Mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/HIV ensefalopati
Gejala Minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
23
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h. Retinitis virus sitomegalo
Jika, ada kecurigaan ke arah HIV/AIDS segera ke VCT (Voluntary
Counseling Testing ) di rumah sakit terdekat untuk mendapat penanganan
yang lebih lanjut.
Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan
laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan
antibodi atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh.
Diagnosis AIDS untuk kepentingan surveilans ditegakkan apabila
terdapat infeksi oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm3
(Longo et al., 2012).
7. Prognosis
Pengobatan dengan regimen ARV telah memberikan kesempatan
kepada pasien HIV untuk bertahan hidup lebih lama dibandingkan dengan
tidak mendapatkan pengobatan ini (Longo et al., 2012).
Penderita HIV/AIDS yang mendapatkan pengobatan ARV bertahan
hidup sampai 20 tahun ke depan. Sedangkan penderita HIV/AIDS yang
tidak mendapatkan pengobatan ARV bisa bertahan hidup sekitar 2-3 tahun.
Regimen ARV juga terbukti mengurangi adanya infeksi Mycobacterium
24
avium dan Pneumocystis carinii. Tetapi kebanyakan penderita HIV/AIDS
meninggal karena infeksi oportunistik (Longo et al., 2012).
Prognosis tergantung pada kemampuan pasien untuk mematuhi
penggunaan regimen ARV, peningkatan kekebalan terhadap HIV dan
gambaran dari HIV yang berhubungan dengan keganasan (Longo et al.,
2012).
8. Pencegahan
Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan di
beberapa negara dan amat dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia
(WHO)
untuk
dilaksanakan
secara
sekaligus,
yaitu
(Ditjen_PP&PL_KEMKES, 2013):
a. Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda.
b. Program penyuluhan sebaya (peer group education) untuk berbagai
kelompok sasaran.
c. Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik
d. Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotik, termasuk
program pengadaan jarum suntik steril.
e. Program pendidikan agama.
f. Program layanan pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS)
g. Program promosi kondom di lokalisasi pelacuran dan panti pijat
h. Pelatihan keterampilan hidup
i.
Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling
25
j.
Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak.
k. Integrasi
program
pencegahan
dengan
program
pengobatan,
perawatan dan dukungan untuk ODHA.
l.
Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan
pemberian obat ARV.
B. Tinjauan Umum Tentang Kualitas Hidup
1. Definisi Kualitas Hidup
Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap
keadaan seseorang sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang
dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan dan niatnya (Depkes_RI, 2007).
Menurut Schipper yang dikutip oleh Ware (2002) mengemukakan
kualitas hidup sebagai kemampuan fungsional akibat penyakit dan
pengobatan yang diberikan menurut pandangan atau perasaan pasien.
Menurut Donald yang dikutip oleh Haan et al. (1993), kualitas hidup
berbeda dengan status fungsional, dalam hal kualitas hidup mencakup
evaluasi subyektif tentang dampak dari penyakit dan pengobatannya dalam
hubungannya
dengan
tujuan,
nilai
dan
pengharapan
seseorang,
sedangkan status fungsional memberikan suatu penilaian obyektif dari
kemampuan fisik dan emosional pasien.
26
Dikutip dari kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah
Dudgeeon dan Harvey Schipper (1999), Kualitas hidup mencakup
(Depkes_RI, 2007):
a. Gejala fisik
b. Kemampuan fungsional (aktivitas)
c. Kesejahteraan keluarga
d. Fungsi sosial
e. Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan)
f. Orientasi masa depan
g. Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri
h. Fungsi dalam bekerja
2. Kuesioner Short Form – 36 (SF 36) sebagai Alat Ukur Kualitas Hidup
SF-36 adalah sebuah kuesioner survei kesehatan untuk menilai
kualitas hidup, yang terdiri dari 36 butir pertanyaan. Kuesioner ini
menghasilkan 8 skala fungsional profil kesehatan dan skor kesejahteraan
berbasis psikometri kesehatan fisik dan psikis, serta merupakan kumpulan
dari langkah-langkah dan preferensi kesehatan berbasis indeks. Oleh
karena itu, SF-36 telah terbukti berguna dalam survei umum dan populasi
khusus, membandingkan relatif beban penyakit serta dalam membedakan
manfaat kesehatan yang dihasilkan oleh berbagai intervensi yang berbeda
(Ware, 2002).
27
SF-36 adalah sebuah kuesioner survei yang mengukur 8 kriteria
kesehatan sebagai berikut : (1) fungsi fisik, (2) keterbatasan peran karena
kesehatan fisik, (3) tubuh sakit, (4) persepsi kesehatan secara umum, (5)
vitalitas, (6) fungsi sosial, (7) peran keterbatasan karena masalah
emosional, dan (8) kesehatan psikis. Pengukuran ini menghasilkan nilai
skala untuk masing-masing delapan kriteria kesehatan dan dua ukuran
ringkasan kesehatan fisik dan psikis. Nilai skor kualitas hidup rata-rata
adalah 60, dibawah skor tersebut kualitas hidup dinilai kurang baik dan nilai
skor 100 merupakan tingkat kualitas hidup yang sangat baik (Ware, 2002).
Gambar 1. SF-36 dengan 36 butir pertanyaan
SF-36 pada awalnya diterbitkan pada tahun 1988 dan bentuk
akhirnya pada tahun 1990. Pada tahun 1996, SF-36 mulai dievaluasi
dengan versi 2.0 (SF-36v2™) dengan bentuk pertanyaan yang lebih
28
sederhana, peningkatan jangkauan serta ketepatan untuk dua fungsi peran
skala, dan lebih mudah digunakan. Berdasarkan waktu penggunaannya,
SF – 36 dapat digunakan pada 2 periode pengukuran (2-type recall), yaitu
pengukuran standar ( > 4-minggu) dan akut (< 1 minggu) (Ware, 2002).
Pengukuran kualitas hidup dengan SF-36 telah didokumentasikan
pada hampir 5.000 publikasi. Penelitian mereka mulai diterbitkan pada
tahun 1988 sampai tahun 2010 yang didokumentasikan dalam suatu
bibliografi instrumen SF-36 di SF-36’ user manual. Terjemahan dari SF-36
telah dipublikasi dan melibatkan peneliti di 22 negara. Setiap pertanyaan
kuesioner yang dipilih juga mewakili beberapa indikator operasional
kesehatan, termasuk: perilaku fungsi dan disfungsi, kesusahan dan
kesejahteraan, dimana jawaban objektif dan subjektif dinilai valid dan
reliable dalam mengevaluasi diri dari status kesehatan umum. Informasi
yang lengkap tentang sejarah dan perkembangan SF-36, psikometri
evaluasi, kajian reliabilitas dan validitas, dan data normatif tersedia dalam
SF-36 User manual (Ware, 2002).
29
Gambar 2. SF-36 dengan 8 skala fungsional
Kegunaan SF-36 dalam memperkirakan kualitas hidup akibat beban
penyakit atau pengaruh intervensi tindakan medis/terapi digambarkan
dalam artikel-artikel yang menggambarkan lebih dari 200 penyakit dan
kondisi intervensi tindakan medis/terapi. Salah satunya pengukuran
kualitas hidup pada ODHA (Ware, 2002).
3. Metode Skoring SF 36
Meotde untuk skoring pada tiap item pertanyaan di dalam kuesioner
SF 36 terdiri dari dua tahap yaitu:
30
a. Menentukan skor dari jawaban pada tiap item pertanyaan
Tabel 3
Recording Item
Nomor Pertanyaan
Kategori
Skor
1, 2, 20, 22, 34, 36
1--------------------------------->
2--------------------------------->
3--------------------------------->
4--------------------------------->
5--------------------------------->
100
75
50
25
0
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12
1--------------------------------->
2--------------------------------->
3--------------------------------->
0
50
100
13, 14, 15, 16, 17, 18, 19
1--------------------------------->
2--------------------------------->
0
100
21, 23, 26, 27, 30
1--------------------------------->
2--------------------------------->
3--------------------------------->
4--------------------------------->
5--------------------------------->
6--------------------------------->
100
80
60
40
20
0
24, 25, 28, 29, 31
1--------------------------------->
2--------------------------------->
3--------------------------------->
4--------------------------------->
5--------------------------------->
6--------------------------------->
0
20
40
60
80
100
32, 33, 35
1--------------------------------->
2--------------------------------->
3--------------------------------->
4--------------------------------->
5--------------------------------->
0
25
50
75
100
31
b. Menentukan skor rata-rata dari jawaban pada tiap item pertanyaan
Tabel 4
Averaging Items to Form Scales
Indikator
Physical functioning
Role limitations due to physical health
Role limitations due to emotional
problems
Energy/fatigue
Emotional well-being
Sosial functioning
Pain
General health
Jumlah Pertanyaan
10
4
3
Item Pertanyaan
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 10, 11, 12
13, 14, 15, 16
17, 18, 19
4
5
2
2
5
23, 27, 29, 31
24, 25, 26, 28, 30
20, 32
21, 22
1, 33, 34, 35, 36
C. TINJAUAN UMUM TENTANG STIGMA
1. Pengertian Stigma
Stigma adalah fenomena yang sangat kuat yang terjadi di masyarakat, dan
terkait erat dengan nilai yang ditempatkan pada beragam identitas sosial
(Major and O'Brien, 2004).
Menurut Goffman dalam Heatherton et al. (2003) mendefinisikan stigma
sebagai suatu isyarat atau pertanda yang dianggap sebagai “ganggguan”
dan karenanya dinilai kurang dibanding orang-orang normal. Individuindividu yang diberi stigma dianggap sebagai individu yang cacat,
membahayakan, dan agak kurang dibandingkan orang lain pada umumnya.
Butt et al. (2010) mendefenisikan stigma sebagai perbedaan-perbedaan
yang merendahkan yang secara sosial dianggap mendiskreditkan, dan
dikaitkan
dengan
berbagai
stereotip
negatif.
Diskriminasi
sendiri
merupakan aksi-aksi spesifik yang didasarkan pada berbagai stereotip
32
negatif ini yakni aksi-aksi yang dimaksudkan untuk mendiskredit dan
merugikan orang. Dalam praktek, seseorang yang terkena stigma dianggap
sebagai tantangan bagi tatangan moral (stigmatisasi), sehingga orang
tersebut mesti dijatuhkan/direndahkan, atau dikucilkan (diskriminasi).
Parker dan Aggleton dalam Butt et al. (2010) menekankan bagaimana
stigma terjadi pada berbagai tingkat. Keduanya mengidentifikasi 4 tingkat
utama terjadinya stigma:
a. Diri: berbagai mekanisme internal yang dibuat diri sendiri, yang kita
sebut stigmatisasi diri.
b. Masyarakat: gosip, pelanggaran dan pengasingan di tingkat budaya dan
masyarakat
c. Lembaga: perlakuan preferensial atau diskriminasi dalam lembagalembaga
d. Struktur: lembaga-lembaga yang lebih luas seperti kemiskinan, rasisme,
serta
kolonialisme
yang
terus-menerus
mendiskriminasi
suatu
kelompok tertentu.
2. Stigma Orang dengan HIV/AIDS
Stigma adalah label negatif yang diberikan pada orang dengan HIV/ AIDS
atau ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Ini akibat persepsi yang keliru.
Gambaran negatif pada ODHA dibangun dari informasi yang tidak lengkap,
tidak benar dan tidak jelas. Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat
di berbagai belahan dunia terhadap pengidap AIDS terdapat dalam
33
berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan,
diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV;
diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu
atau perlindungan kerahasiaannya; dan penerapan karantina terhadap
orangorang yang terinfeksi HIV. Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan,
telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa
bagaimana hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan;
sehingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan
menjadi "hukuman mati" dan menjadikan meluasnya penyebaran HIV
(Humas_BNN, 2011).
Menurut Herek et al. (2002) stigma ODHA lebih jauh dapat dibagi menjadi
tiga kategori:
a. Stigma Instrumental ODHA
b. Stigma
Simbolis
ODHA
yaitu
penggunaan
HIV/AIDS
untuk
mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup
tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut. yaitu
refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan
dengan penyakit mematikan dan menular.
c. Stigma Kesopanan ODHA yaitu hukuman sosial atas orang yang
berhubungan dengan issu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV
Stigma ODHA sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama
34
yang berhubungan dengan yaitu hukuman sosial atas orang yang
berhubungan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran, dan penggunaan
narkoba melalui suntikan. Di banyak negara maju, terdapat penghubungan
antara AIDS dengan homoseksualitas atau biseksualitas, yang berkorelasi
dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya sikap-sikap
anti homoseksual. Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan
antara AIDS dengan hubungan seksual antar laki-laki, termasuk bila
hubungan terjadi antara pasangan yang belum terinfeksi (Herek et al.,
2002).
Menurut Yusnita (2012) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
stigma terhadap HIV/AIDS yakni HIV/AIDS adalah penyakit yang
mengancam jiwa, orang-orang takut terinfeksi HIV, penyakit dihubungkan
dengan perilaku yang telah terstigma dalam masyarakat, ODHA sering
dianggap sebagai yang bertanggung jawab bila ada terinfeksi, nilai-nilai
moral atau agama membuat orang yakin bahwa HIV/AIDS sebagai hasil
dari pelanggaran moral.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila
dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadangkadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas
kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang
hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) (Yusnita, 2012).
35
Menurut Butt et al. (2010) dari hasil penelitian mereka di pegunungan
Papua dengan 28 responden dari latar belakang yang beragam, para
responden mengungkapkan mereka mengalami stigma dari berbagai
sumber. Diantaranya:
a. Pengungkapan status mereka tanpa sepengetahuan mereka oleh
orang-orang lain
b. Pengungkapan status mereka secara sukarela oleh orang-orang lain
c. Pengungkapan status mereka oleh seseorang yang berpengaruh
seperti pemimpin gereja atau petugas kesehatan
d. Pengungkapan status mereka oleh orang tua
e. Kesalahan dalam penyediaan layanan kesehatan
f. Kurangnya akses ke obat-obatan ARV atau akses yang diketahui orang
lain
g. Kurangnya pengetahuan tentang HIV, transmisi dan ARV
h. Diskriminasi oleh kerabat jauh dan masyarakat
i.
Pemahaman-pemahaman
budaya
dan
praktek-praktek
seputar
penyakit keras
j.
Nilai-nilai budaya yang berkenaan dengan kematian dan menjelang
kematian/sekarat
1) Nilai-nilai budaya tentang pengasingan
2) Kondisi-kondisi politik yang menyebabkan rasisme
3) Tak adanya atau kurangnya layanan kesehatan
36
4) Penundaan dalam penyediaan berbagai layanan dasar
5) Stigmatisasi diri
3. Issu Mengenai Stigma ODHA
Berikut beberapa issu mengenai stigma ODHA menurut Kesrepro (2007):
a. Dukungan Bagi ODHA dan Keluarga
ODHA mengalami proses berduka dalam kehidupannya, sebuah proses
yang seharusnya mendorong pada penerimaan terhadap kondisi
mereka. Namun, masyarakat dan lembaga terkadang memberikan opini
negatif serta memperlakukan ODHA dan keluarganya sebagai warga
masyarakat kelas dua. Hal ini menyebabkan melemahnya kualitas hidup
ODHA.
b. Tempat Layanan Kesehatan
Sering terjadi, lembaga yang diharapkan memberikan perawatan dan
dukungan, pada kenyataannya merupakan tempat pertama orang
mengalami stigma dan diskriminasi. Misalnya, memberikan mutu
perawatan medis yang kurang baik, menolak memberikan pengobatan
-seringkali sebagai akibat rasa takut tertular yang salah kaprah. Contoh
dari stigma dan diskriminasi yang dihadapi ini adalah: alasan dan
penjelasan kenapa seseorang tidak diterima di rumah sakit (tanpa
didaftar berarti secara langsung telah ditolak), isolasi, pemberian label
nama atau metode lain yang mengidentifikasikan seseorang sebagai
HIV positif, pelanggaran kerahasiaan, perlakuan yang negatif dari staf,
37
penggunaan kata-kata dan bahasa tubuh yang negatif oleh pekerja
kesehatan, juga akses yang terbatas untuk fasilitasfasilitas rumah sakit.
c. Akses untuk Perawatan
ODHA seringkali tidak menerima akses yang sama seperti masyarakat
umum dan kebanyakan dari mereka juga tidak mempunyai akses untuk
pengobatan ARV mengingat tingginya harga obat-obatan dan
kurangnya infrastruktur medis di banyak negara berkembang untuk
memberikan
perawatan
medis
yang
berkualitas.Bahkan
ketika
pengobatan ARV tersedia, beberapa kelompok mungkin tidak bisa
mengaksesnya, misalnya karena persyaratan tentang kemampuan
mereka untuk mengkonsumsi sebuah zat obat, yang mungkin terjadi
pada kelompok pengguna narkoba suntikan.
d. Pendidikan
Hak untuk mendapat pendidikan bagi ODHA dan kelompok lain yang
rentan terkadang diremehkan melalui penolakan untuk memasukkan
murid ke sekolah dan universitas, penolakan untuk mengakses fasilitas
sekolah, perlakuan yang negatif dari teman sebaya dan lainnya di
lingkungan sekolah, pengucilan di kelas, dan tidak adanya keinginan
untuk mengajak siswa mengikuti pemeriksaan kesehatan, dll. Lebih
jauh lagi, cara mengajar tanpa diskriminasi HIV/AIDS seringkali tidak
masuk dalam kurikulum.
38
e. Sistem Peradilan
Perilaku negatif atau prasangka terhadap ODHA dapat direfleksikan
dengan penolakan atau akses yang lebih sedikit untuk sistem peradilan
dan penilaian menyangkut issu-issu seperti kerahasiaan status HIV dan
perlindungan dalam kasus perkosaan/penganiayaan. Sistem peradilan
juga dapat meningkatkan stigmatisasi, misalnya ketika kelompok yang
rentan, misalnya pekerja seks dan pengguna narkoba, dianggap
bersalah ketimbang diberi dukungan untuk mencegah penularan HIV.
f. Politik
Kalangan eksekutif yang tidak berbuat apa-apa di bidang HIV/AIDS
dapat melegitimasi stigma dan diskriminasi, khususnya ketika sikap
diskriminasi ditujukan kepada AIDS dan orang-orang di sekitarnya,
ODHA atau kelompok marjinal lainnya diabaikan dalam proses
penegakan hukum, dan mereka yang melakukan diskriminasi dibiarkan
saja.
g. Organisasi Kepercayan
Pada beberapa kejadian, organisasi kepercayaan turut memberikan
prasangka buruk terhadap ODHA dan keluarganya. Ini secara khusus
terlihat
lewat
perlakuan
terhadap
issu
seksualitas,
seks dan
penggunaan narkoba, penggunaan alat kontrasepsi, pasangan seksual
lebih dari satu, dan adanya kepercayaan bahwa HIV/AIDS adalah
merupakan kutukan dari Tuhan.
39
h. Media
Beberapa jurnalis tidak mempunyai pengetahuan yang cukup atau
informasi dasar ketika memberitakan situasi yang menyangkut
kelompok rentan dan ODHA. Kesalahan informasi bisa mendorong
adanya komentar yang tidak pantas, penggunaan istilah yang negatif,
sensasionalisasi pelanggaran kerahasiaan dan terus berlangsungnya
perlakuan negatif terhadap ODHA dan mereka yang terkena
dampaknya, seperti juga terhadap kelompok yang rentan.
i.
Tempat Kerja
Kemampuan untuk membiayai hidup dan untuk dipekerjakan adalah
merupakan hak dasar manusia. Issu-issu yang berhubungan dengan
HIV/AIDS menyangkut pengangkatan dan pemecatan, keamanan
karyawan, pemecatan yang tidak adil, asuransi kesehatan, absen dari
kerja untuk tujuan kesehatan, alokasi kerja, lingkungan yang aman, gaji
dan tunjangan, perlakuan atasan dan rekan kerja, skining HIV untuk
semua karyawan, promosi dan pelatihan.Seringkali pemikiran di balik
issu-issu terkait ini adalah adanya kepercayaan bahwa tidak ada
gunanya menginvestasi uang pada seseorang yang akhirnya toh akan
meninggal. Tidak adanya kebijakan perekrutan adalah kondisi rumit
yang seringkali terabaikan.
40
Tabel 3
Sintesa Penelitian Variabel Stigma
JUDUL dan Sumber
PENELITI (TAHUN)
DESAIN
PENELITI
AN
TEMUAN HASIL PENELITIAN
Cross
sectional
Dalam model ini, stigma HIV
menunjukkan kecenderungan
hubungan dengan kepuasan hidup
saat ini, tetapi tidak bermakna secara
statistik (p = 0,097). Baik stigma HIV
maupun dukungan sosial
menunjukkan hubungan signifikan
dengan beban penyakit.
Xianhong Li, Ph.D., Cross
R.N.,
Sectional
Ling Huang, M.S.N.,
R.N.,
Honghong Wang,
Ph.D., R.N.,
Kristopher P.
Fennie, M.Sc.,
M.P.H., Ph.D.,
Sumber : AIDS Patinet
Guoping He, M.D.,
Care and STDs
dan
(http://www.ncbi.nlm.nih. Ann B. Williams,
gov/pmc/articles/PMC32 Ed.D., R.N.C., FAAN
79711/)
(2011)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa,
meskipun self-efficacy merupakan
prediktor penting untuk kepatuhan
pengobatan dan kualitas hidup,
stigma HIV sebagai mediator tidak
boleh diabaikan. Penyedia layanan
kesehatan juga harus mengevaluasi
kondisi stigma HIV ketika mencari
untuk meningkatkan self-efficacy
melalui intervensi.
Health related quality of
life and psychososial
correlates among hivinfected adolescent and
young adult women in
the us
Katherine
Andrinopoulos,
Gretchen Clum,
Debra A. Murphy,
Gary Harper,
Lori Perez,
Jiahong Xu,
Shayna
Sumber : NIH Public
Cunningham,
Access
dan Jonathan M.
(http://www.ncbi.nlm.nih.
Ellen,
gov/pmc/articles/PMC32
(2012)
87350/)
Stigma Mediates the
Relationship Between
Self-Efficacy,
Medication Adherence,
and Quality of Life
Among People Living
with HIV/AIDS in China
Peer support and
improved quality of life
among
persons living with HIV
on antiretroviral
treatment: A randomised
controlled trial from
north-eastern Vietnam
Sumber : Health and
Quality of Life Outcomes
(http://www.ncbi.nlm.nih.
gov/pmc/articles/PMC34
91019/)
Vu Van Tam, Mattias Case
Larsson, Anastasia Control
Pharris, Björn
Diedrichs, Hoa
Phuong Nguyen,
Chuc Thi Kim
Nguyen, Phuc Dang
Ho, Gaetano
Marrone and Anna
Thorson
(2012)
Stigma yang dirasakan lebih rendah
berkorelasi secara signifikan tapi
lemah dengan peningkatan kualitas
hidup, namun, tidak ada hubungan
yang signifikan pada dukungan
sebaya.
41
Tabel 3a
Sintesa Penelitian Variabel Stigma
JUDUL dan Sumber
Association between
stigma, depression and
quality of life of people
living with HIV/AIDS
(PLHA) in South India –
a community based
cross
sectional study
Sumber : BMC Public
Health
DESAIN
PENELITI (TAHUN) PENELITI
AN
Bimal Charles,
Cross
Lakshmanan
Sectional
Jeyaseelan, Arvind
Kumar Pandian,
Asirvatham Edwin
Sam, Mani
Thenmozhi
dan
Visalakshi
Jayaseelan
(2012)
Dua puluh tujuh persen dari ODHA
telah mengalami bentuk parah dari
stigma. Ini adalah bentuk parah dari
stigma pribadi (28,8%), citra diri yang
negatif (30,3%), persepsi sikap publik
(18,2%) dan masalah pengungkapan
(26%). ODHA mengalami depresi berat
adalah 12% dan mereka yang
mengalami kualitas hidup yang buruk
adalah 34%. QOL yang buruk
dilaporkan dalam fisik, psikologis
domain, sosial dan lingkungan adalah
masing-masing 42,5%, 40%, 51,2%
dan 34%.
D. Rao, W.-T. Chen, Cross
C.R. Pearson, J.M. Sectional
Simoni, K.
Fredriksen-Goldsen,
K. Nelson, H. Zhao,
dan F. Zhang
(2012)
Peserta melaporkan tingkat rata-rata
lebih tinggi dari stigma dan depresi jika
mereka tidak saat ini bekerja (t = 3.59,
p<0,001; t=2.51, p<0,05).
Analisis paralel dengan kualitas hidup
menunjukkan stigma signifikan
terhadap kualitas hidup (β = -0.22, p
<0,05). Ketika sosial dan stigma yang
termasuk dalam model yang sama,
dukungan sosial tetap menjadi
prediktor signifikan dari kualitas hidup
(β = 0,25, p <0,05), tetapi stigma
menjadi tidak signifikan (β = -0.15, p =
0,15),
(http://www.ncbi.nlm.nih.
gov/pmc/articles/PMC34
44349/)
Sosial Support Mediates
the Relationship
between HIV Stigma
and Depression/Quality
of Life among People
Living with HIV in
Beijing, China
Sumber : NIH Public
Access
(http://www.ncbi.nlm.nih.
gov/pmc/articles/PMC34
08622/)
TEMUAN HASIL PENELITIAN
42
Tabel 3b
Sintesa Penelitian Variabel Stigma
JUDUL dan Sumber
Associations
between
Perceived HIV Stigma
and Quality of Life at the
Dyadic Lvel: The ActorPartner Interdependence
Model
Sumber : PLOS ONE
(http://www.ncbi.nlm.nih.
gov/pmc/articles/PMC35
62178/)
HIV-related stigma and
physical symptoms have
a
persistent influence on
health-related quality of
life in Australians with
HIV infection
PENELITI
(TAHUN)
Hongjie Liu,
Yongfang Xu,
Xinjin Lin, Jian
Shi, dan Shiyi
Chen
(2013)
DESAIN
PENELITI
AN
Cross
Sectional
Kami menemukan dalam analisis diad
ini bahwa (1) ODHA dibandingkan
dengan pengasuh mereka
menunjukkan tingkat yang lebih tinggi
dari yang dirasakan stigma HIV dan
tingkat yang lebih rendah dari kualitas
hidup diukur dalam empat domain, (2)
yang dirasakan HIV baik ODHA 'dan
pengasuh' stigma mempengaruhi
kualitas hidup mereka sendiri, (3)
Kualitas hidup tidak substansial
dipengaruhi oleh stigma yang
dirasakan pasangan mereka, dan (4)
Kedua aktor dan mitra efek stigma
terhadap kualitas hidup yang serupa
di antara ODHA dan pengasuh
mereka.
Cross
Sectional
Jumlah HRQL berkurang dengan
stigma yang dirasakan dengan
sepertiga dari pasien yang disurvei
melaporkan kekhawatiran terusmenerus dari mengungkapkan kedua
status HIV mereka dan menginfeksi
orang lain.
(Liu et al., 2013)
Susan
Herrmann,
Elizabeth
McKinnon, Noel
B Hyland,
Christophe
Lalanne, Simon
Malla, David
Nolan,
Sumber : Health and
Quality of Life Outcomes Olivier
(http://www.ncbi.nlm.nih. Chassany, dan
gov/pmc/articles/PMC36 Martin
Duracinsky, MS
23897/)
(2013)
TEMUAN HASIL PENELITIAN
43
D. TINJAUAN UMUM TENTANG DEPRESI
Dalam psikiatri, depresi menunjukkan ke suatu sindroma klinis yang
terdiri dari sifat mood yang menurun (perasaan sedih yang menyakitkan),
kesulitan dalam berpikir, dan retardasi psikomotor (Campbell, 2009).
Depresi dapat terjadi pada berbagai umur. Studi yang disponsori NIMH
memperkirakan bahwa di Amerika Serikat 6% berumur 9-17 tahun dan hampir
10% warga Amerika dewasa diusia 18 tahun atau lebih, mengalami depresi
setiap tahun. Umur onset untuk gangguan depresif berat sekitar 40 tahun,
dengan 50% dari seluruh penderita memiliki onset antara usia 20 hingga 50
tahun. Gangguan depresif berat juga bisa muncul pada masa anak atau usia
tua (Cohen and Gorman, 2008).
Meskipun usaha yang intensif untuk menegakkan dasar etiologi atau
patofisiologis dari gangguan depresif mayor, penyebab pastinya belum
diketahui. Terdapat konsensus bahwa faktor etiologinya adalah multipel –
genetik, biokimiawi, psikodinamik dan lingkungan sosial – mungkin saling
berinteraksi dengan cara yang kompleks dan pemahaman terbaru mengenai
gangguan ini menghendaki adanya pemahaman yang pintar terhadap
hubungan faktor-faktor ini. Seperti penyakti-penyakit serius lainnya seperti
kanker, penyakit jantung atau stroke, bagaimanapun, depresi sering menyertai
HIV & AIDS (Angelino, 2002).
Hubungan antara depresi dengan HIV/AIDS merupakan hubungan yang
sangat kompleks, di satu sisi depresi dapat timbul karena penyakit HIV/AIDS
44
itu sendiri, di sisi lain depresi yang timbul akan lebih memperberat perjalanan
penyakit HIV/AIDS itu sendiri. Depresi akan memperberat perjalanan penyakit
HIV /AIDS melalui perubahan perilaku seperti perasaan bersalah, kurangnya
minat berkomunikasi, berkurangnya kepatuhan memakan obat serta keinginan
untuk bunuh diri dan juga gangguan sistim imun. Berbagai gejala pada depresi
seperti gangguan neurovegetatif (gangguan tidur, nafsu makan berkurang,
disfungsi seksual), gangguan kognitif (pelupa, susah berkonsentrasi) juga
akan memperberat perjalanan penyakitnya (Angelino, 2002).
Depresi yang timbul pada penderita HIV/AIDS dapat disebabkan oleh
beberapa hal seperti (Angelino, 2002):
1. Invasi virus HIV ke Susunan Saraf Pusat (SSP), dimana menghasilkan
perubahan neuropatologis pada basal ganglia, thalamus, nukleus batang
otak yang menyebabkan disfungsi dan akhirnya akan menyebabkan
gangguan pada mood dan motivasi.
2. Efek samping penggunaaan obat-obat anti retroviral seperti : efavirenz
interferon, zidovudin.
3. Komplikasi HIV seperti infeksi oportunistik dan tumor intra kranial.
4. Pengaruh psikologis yang ditimbulkan setelah diketahui menderita penyakit
tersebut, biasanya penderita mengalami reaksi penolakan dari pekerjaan,
keluarga maupun masyarakat.
45
Gambar 3. Hubungan Antara Depresi dengan HIV
Walaupun kejadian depresi pada penderita HIV/AIDS ini sebenarnya
cukup tinggi tetapi sering kurang terdiagnosis karena beberapa gejala depresi
sering dijumpai sebagai bagian dari gejala penyakit HIV/AIDS itu sendiri.
Beberapa hal yang menjadikan diagnosis depresi pada penderita HIV/AIDS
menjadi lebih sulit untuk ditegakkan antara lain (Rabkin, 2006):
1. Kemungkinan efek gejala klinis yang timbul akibat infeki virus HIV itu sendiri
seperti : fatique, berkurangnya nafsu makan dan tidur, dan penurunan berat
badan.
2. Kemungkinan efek gangguan kognitif yang timbul akibat infeksi virus HIV
pada otak dengan gejala seperti retardasi psikomotor, pelupa, dan kesulitan
untuk berkonsentrasi mungkin gejala-gejala awal dari kerusakan ini.
3. Reaksi emosional dan perilaku yang bersifat sementara, yang sering timbul
dalam perjalanan penyakit seperti: hilangnya minat berkomunikasi dengan
46
sesama, perasaan bersalah tentang perilaku berisiko sebelumnya,
keinginan bunuh diri.
Skrining rutin untuk penyakit psikiatrik pada pasien-pasien klinis
HIV/AIDS secara efektif dapat digunakan. Beberapa alat-alat skrining untuk
depresi pada setting medis telah diteliti. Beck Depression Inventory (BDI)
dikembangkan untuk mengukur manifestasi perilaku depresi pada remaja dan
dewasa. Alat ukurnya di desain untuk menstandarisasi penilaian keparahan
depresi
agar
pemonitoran
perubahan
sepanjang
waktu
atau
untuk
menjelaskan gangguannya secara sederhana. Pokok-pokok dalam BDI
orisinalnya diperoleh dari observasi penderita-penderita depresi yang dibuat
sepanjang perjalanan psikoterapi psikoanalitik. Sikap dan simtom-simtom yang
muncul secara spesifik terhadap kelompok penderita ini dijelaskan oleh
rentetan pernyataan, dan suatu nilai angka diberikan untuk setiap pernyataan
(McDowell, 2006).
Dalam bentuk orisinilnya, 21 manifestasi perilaku diungkapkan disini,
setiap area diwakili oleh empat hingga lima pernyataan yang menjelaskan
keparahan simtom mulai dari ringan hingga berat. Subjek diminta untuk
mengidentifikasi pernyataan yang paling tepat yang menjelaskan perasaannya
“sekarang”. Pokok-pokoknya kemudian dinilai dan disimpulkan untuk
memperoleh suatu nilai total untuk keparahan simtom depresif (McDowell,
2006).
47
BDI terdiri dari kumpulan 21 pokok, masing-masingnya dengan rentetan
empat pernyataan. Pernyataannya menjelaskan keparahan simtom sepanjang
rangkaian kesatuan nomor urut dari tidak ada atau ringan (nilai 0) ke berat (nilai
3). Walaupun instrumen orisinilnya dimaksudkan untuk dibacakan dengan kuat
oleh seorang pewawancara yang mencatat pilihan subjeknya, skalanya
kemudian telah digunakan sebagai kuesioner yang dilaporkan sendiri (selfreport questionnaire). Nilai keparahan depresi dibuat dengan menyimpulkan
nilai-nilai dari pokok-pokoknya yang disokong dari setiap pokoknya. Panduanpanduan belakangan ini menyarankan interpretasi dari nilai-nilai keparahan :
0-9, tidak depresi; 10-16, ringan; 17-29, sedang; dan 30-63, berat. Nilai
subskala bisa dikalkulasikan untuk faktor kognitif-afektif dan faktor hasil
somatic (McDowell, 2006).
Tabel 4
Sintesa Penelitian Variabel Depresi
JUDUL dan
Sumber
PENELITI
(TAHUN)
DESAIN
PENELITI
AN
Katherine
Cross
Andrinopoulos, sectional
Gretchen Clum,
Debra A.
Murphy, Gary
Harper,
Lori Perez,
Jiahong Xu,
Shayna
Cunningham,
Sumber : NIH Public dan Jonathan M.
Access
Ellen,
(http://www.ncbi.nlm (2012)
.nih.gov/pmc/articles
/PMC3287350/)
Health related
quality of life and
psychososial
correlates among
hiv-infected
adolescent and
young adult women
in the us
Tabel 4a
TEMUAN HASIL PENELITIAN
Dalam model multivariat dengan HIVHRQOL faktor 1 sebagai variabel hasil,
orang-orang yang mengalami depresi (p =
0,006) melaporkan tingkat kepuasan lebih
rendah dari hidup saat ini
48
Sintesa Penelitian Variabel Depresi
JUDUL dan Sumber
Association between
stigma, depression and
quality of life of people
living with HIV/AIDS
(PLHA) in South India –
a community based
cross
sectional study
Sumber : BMC Public
Health
PENELITI
(TAHUN)
DESAIN
PENELITI
AN
Bimal Charles,
Cross
Lakshmanan
Sectional
Jeyaseelan,
Arvind Kumar
Pandian,
Asirvatham
Edwin Sam,
Mani Thenmozhi
dan Visalakshi
Jayaseelan
(2012)
ODHA mengalami depresi berat adalah
12% dan mereka yang mengalami kualitas
hidup yang buruk adalah 34%. QOL yang
buruk dilaporkan dalam fisik, psikologis
domain, sosial dan lingkungan adalah
masing-masing 42,5%, 40%, 51,2% dan
34%. ODHA yang memiliki stigma pribadi
parah dan citra diri yang negatif memiliki
3,4 (1,6-7,0) dan risiko 2,1 (1,0-4,1) kali
lebih tinggi dari depresi berat masingmasing (p <.001). ODHA yang mengalami
depresi berat mengalami 2,7 (1,1-7,7) kali
secara signifikan memiliki kualitas hidup
yang lebih buruk.
D. Rao, W.-T.
Cross
Chen, C.R.
Sectional
Pearson, J.M.
Simoni, K.
FredriksenGoldsen, K.
Nelson, H. Zhao,
dan F. Zhang
(2012)
Peserta melaporkan tingkat rata-rata lebih
tinggi dari stigma dan depresi jika mereka
tidak saat ini bekerja (t = 3.59, p<0,001;
t=2.51, p<0,05).
Gejala-gejala depresi lebih sedikit (r=0.28, p<0,01), dan kualitas hidup yang
lebih baik (r=0,30, p<0,01).
Cross
Sectional
Pasien menunjukkan HRQL lebih rendah
jika mereka: baru didiagnosis (p = 0,001);
melaporkan depresi, pengangguran atau
frekuensi tinggi dari gejala yang
merugikan, (semua p <0,001). Jumlah
HRQL berkurang dengan kekhawatiran
terus-menerus dari mengungkapkan
status HIV mereka dan menginfeksi orang
lain.
(http://www.ncbi.nlm.nih
.gov/pmc/articles/PMC3
444349/)
Sosial Support
Mediates the
Relationship between
HIV Stigma
and Depression/Quality
of Life among People
Living with HIV in
Beijing, China
TEMUAN HASIL PENELITIAN
Sumber : NIH Public
Access
(http://www.ncbi.nlm.nih
.gov/pmc/articles/PMC3
408622/)
HIV-related stigma and
physical symptoms
have a
persistent influence on
health-related quality of
life in Australians with
HIV infection
Susan
Herrmann,
Elizabeth
McKinnon, Noel
B Hyland,
Christophe
Lalanne, Simon
Malla, David
Nolan,
Sumber : Health and
Olivier
Quality of Life
Chassany, dan
Outcomes
(http://www.ncbi.nlm.nih Martin
.gov/pmc/articles/PMC3 Duracinsky, MS
(2013)
623897/)
49
Tabel 4b
Sintesa Penelitian Variabel Depresi
JUDUL dan Sumber
Health-Related Quality
of Life ‘Well-Being’ In
HIV Distal Neuropathic
Pain Is More Strongly
Associated With
Depression Severity
Than With Pain
Intensity
PENELITI
(TAHUN)
DESAIN
PENELITI
AN
John R. Keltner, Cross
MD, PhD, Florin sectional
Vaida, PhD, [...],
and Igor Grant,
MD
(2012)
TEMUAN HASIL PENELITIAN
Untuk sampel ini pasien dengan HIV DNP,
keparahan mood depresi lebih tinggi
berkorelasi dengan HRQOL kesejahteraan
daripada yang intensitas nyeri.
(Keltner et al.,
2012)
Sumber: NIH Public
Access
(http://www.ncbi.nlm.nih
.gov/pmc/articles/PMC3
389373/)
E. TINJAUAN UMUM TENTANG DUKUNGAN SOSIAL
1. Pengertian Dukungan Sosial
Banyak ahli yang mendefinisikan dukungan sosial, di antaranya adalah
Sarafino and Smith (2011) yang menyatakan bahwa adanya dukungan
sosial berarti adanya penerimaan dari orang tua atau sekelompok orang
terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia
disayangi, diperhatikan, dihargai dan ditolong.
Definisi serupa yang diutarakan oleh Sarason et al. (1987), Ia menekankan
adanya orang lain yang dapat diandalkan kemampuan dan kehadirannya
jika individu dalam keadaan yang memerlukan bantuan dan orang tersebut
menunjukan bahwa ia peduli, menyayangi dan menghargai individu.
50
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan dukungan sosial adalah pemberian bantuan dalam
berbagai bentuk baik verbal maupun non-verbal seperti perhatian, kasih
sayang, penilaian, dan nasehat yang berdampak positif bagi individu.
Dukungan sosial didapatkan individu dari hubungan dengan orang lain
dalam suatu jaringan sosial yang dapat diandalkannya.
2. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial
Para ahli selain memberikan definisi, mereka juga menguraikan bentukbentuk dukungan sosial. Pembagian bentuk dukungan sosial dari para ahli
ini mirip satu sama lain dan saling melengkapi. Berdasarkan pembagian
bentuk-bentuk dukungan sosial yang telah mereka uraikan, ada lima bentuk
umum, yaitu (Smet, 1994):
a. Dukungan Emosi (emotional support)
Dukungan emosi mengacu pada bantuan yang berbentuk dorongan
yang membesarkan hati, kehangatan, dan kasih sayang. Dukungan ini
dikatakan melibatkan perhatian, rasa percaya dan empati. Beberapa
ahli melihatnya sebagai suatu bentuk tingkah laku yang menumbuhkan
perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa ia dihormati,
dicintai, dan merasa aman. Smet (1994) menyatakan bahwa dukungan
emosi mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap
individu.
Dapat
disimpulkan
bahwa
dukungan
emosi
lebih
51
menitikberatkan pada dukungan yang berupa ungkapan perasaan
seorang individu terhadap orang lain.
b. Dukungan penghargaan (esteem support)
House dalam Smet (1994) menyatakan bahwa dukungan penghargaan
terjadi lewat ungkapan penghargaan atau penilaian yang positif untuk
individu, dorongan maju dan semangat, atau persetujuan dengan
gagasan atau perasaaan individu, dan perbandingan positif individu
dengan orang lain. Pada dukungan penghargaan dititik-beratkan pada
adanya ungkapan penilaian yang positif atas individu dan penerimaaan
individu apa adanya. Bentuk dukungan ini membentuk perasaan dalam
diri individu bahwa ia berharga, mampu dan berarti.
c. Dukungan Instrumental/Material (instumental/material support)
Dukungan meterial ini mengacu kepada penyediaan barang dan jasa
yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah secara
praktis. Contoh dukungan ini seperti pinjaman atau sumbangan uang
dari orang lain, penyediaan layanan penitipan anak, penjagaan dan
pengawasan rumah yang ditinggal pergi pemiliknya dan lain sebagainya
yang merupakan bantuan nyata berupa materi atau jasa.
d. Dukungan Informasi (informational support)
Menurut House Smet (1994) dukungan informasi memiliki dua bentuk,
yaitu dukungan informasi yang berarti memberikan informasi atau
mengajarkan suatu keterampilan yang dapat memberikan solusi atas
52
suatu masalah, misalnya berupa petunjuk, nasehat atau penghargaan.
Bentuk lainya yaitu dukungan informasi yang berupa dukungan
penilaian (appraisal support) yang melibatkan informasi sehingga dapat
membantu seseorang dalam menilai kemampuan dirinya seperti
dengan memberikan umpan balik atas keterampilan yang dimiliki
individu. Jadi dukungan informasi adalah dukungan yang diberikan
dengan cara memberikan informasi baik berupa nasehat, saran, umpan
balik, atau cara-cara yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah.
e. Dukungan Persahabatan (companionship support)
Dukungan persahabatan merupakan suatu interksi sosial yang positif
dengan orang lain dimana individu dapat menghabiskan waktu dengan
individu lain dalam suatu aktivitas sosial dan hiburan.
Tabel 5
Sintesa Penelitian Variabel Dukungan Sosial
JUDUL dan Sumber
PENELITI
(TAHUN)
DESAIN
PENELITI
AN
Katherine
Cross
Andrinopoulos, sectional
Gretchen Clum,
Debra A.
Murphy, Gary
Harper,
Lori Perez,
Jiahong Xu,
Sumber : NIH Public
Shayna
Access
Cunningham,
(http://www.ncbi.nlm.nih
dan Jonathan M.
.gov/pmc/articles/PMC3
Ellen,
287350/)
(2012)
Health related quality of
life and psychososial
correlates among hivinfected adolescent and
young adult women in
the us
TEMUAN HASIL PENELITIAN
Dalam model multivariat dengan HIVHRQOL faktor 1 sebagai variabel hasil,
dukungan sosial (p = .001) memiliki
kepuasan hidup dengan tingkat lebih
tinggi saat ini. Dalam model ini, baik
stigma HIV maupun dukungan sosial
menunjukkan hubungan signifikan dengan
beban penyakit.
53
Tabel 5a
Sintesa Penelitian Variabel Dukungan Sosial
JUDUL dan Sumber
PENELITI
(TAHUN)
DESAIN
PENELITI
AN
TEMUAN HASIL PENELITIAN
Vu Van Tam,
Case
Mattias Larsson, Control
Anastasia
Pharris, Björn
Diedrichs, Hoa
Phuong Nguyen,
Chuc Thi Kim
Nguyen, Phuc
Dang Ho,
Gaetano
Sumber : Health and
Marrone and
Quality of Life Outcomes
Anna Thorson
(http://www.ncbi.nlm.nih.go
(2012)
v/pmc/articles/PMC349101
9/)
Secara keseluruhan, kualitas hidup
meningkat
secara
signifikan
pada
kelompok intervensi dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Di antara peserta pada
tahap klinis 1 dan 2, tidak ada pengaruh
yang signifikan dari dukungan sebaya,
sedangkan memiliki anak dikaitkan dengan
kualitas hidup meningkat.
Sosial Support Mediates
the Relationship between
HIV Stigma
and Depression/Quality of
Life among People Living
with HIV in
Beijing, China
D. Rao, W.-T.
Cross
Chen, C.R.
Sectional
Pearson, J.M.
Simoni, K.
FredriksenGoldsen, K.
Nelson, H. Zhao,
dan F. Zhang
(2012)
Peserta yang melaporkan tingkat rata-rata
lebih tinggi dari dukungan sosial memiliki
pasangan tetap (t=-3,24, p<0,01).
Dukungan sosial secara bermakna
dikaitkan dengan kurang stigma (r=-0.26,
p<0,01, gejala-gejala depresi lebih sedikit
(r=-0.28, p<0,01), dan kualitas hidup yang
lebih baik (r=0,30, p<0,01).
Ketika kedua sosial dan stigma yang
termasuk dalam model yang sama,
dukungan sosial tetap menjadi prediktor
signifikan dari kualitas hidup (β = 0,25, p
<0,05).
Evşen Nazik
Cross
Sevban Arslan
Sectional
Hakan Nazik
Behice Kurtaran
Selçuk Nazik
Sumber: Academic Search Aslıhan Ulu
Complete, Ipswich, MA
Yeşim Taşova
(http://web.a.ebscohost.co (2013)
m/ehost/detail?sid=25c0c1
e6-7a69-451d-af50(Nazik et al.,
dfb549ca419b%40session 2013)
mgr4004&vid=1&hid=4207
&bdata=JnNpdGU9ZWhvc
3QtbGl2ZQ%3d%3d#db=a
9h&AN=89729240)
Hasil ini menunjukkan bahwa kualitas
hidup miskin dan dukungan sosial yang
dirasakan adalah menengah pada pasien
dengan HIV / AIDS.
Peer support and
improved quality of life
among
persons living with HIV on
antiretroviral
treatment: A randomised
controlled trial from
north-eastern Vietnam
Sumber : NIH Public
Access
(http://www.ncbi.nlm.nih.go
v/pmc/articles/PMC340862
2/)
Determination of Quality of
Life and Their Perceived
Sosial Support from Family
of Patients with HIV/AIDS.
54
Tabel 5b
Sintesa Penelitian Variabel Dukungan Sosial
JUDUL dan Sumber
PENELITI
(TAHUN)
DESAIN
PENELITI
AN
Direct and indirect effects
of perceived sosial support
on health-related quality of
life in persons living with
HIV/AIDS.
Tsegaye Bekele Cross
Sean B Rourke Sectional
Ruthann Tucker
Saara Greene
Michael Sobota
Jay Koornstra
Sumber: Academic
Laverne Monette
Search Complete, Ipswich, Sergio Rueda
MA.
Jean Bacon
(
James Watson
http://web.b.ebscohost.co Stephen
m/ehost/detail?sid=d34acb W.Hwang
1a-f512-4bf7-b485James Dunn
31232ffb53c8%40session Dale Guenter
mgr111&vid=1&hid=114&b (2013)
data=JnNpdGU9ZWhvc3Q
tbGl2ZQ%3d%3d#db=a9h (Bekele et al.,
&AN=85605165)
2013)
TEMUAN HASIL PENELITIAN
Dukungan sosial yang dirasakan memiliki
efek langsung yang signifikan terhadap
PHS ( B = 0,04 , p <0,01 ) dan MHS ( B =
0,05 , p <0,01 ) . Hal ini juga memiliki efek
tidak langsung yang signifikan pada kedua
PHS ( B = 0,04 , p <0,01 ) dan MHS ( B =
0,11 , p <0,01 ) , dimediasi oleh gejala
depresi . Intervensi yang meningkatkan
dukungan sosial memiliki potensi untuk
berkontribusi HRQOL yang lebih baik baik
secara langsung maupun tidak langsung
dengan mengurangi efek merusak dari
gejala depresi pada HRQOL
F. TINJAUAN UMUM TENTANG RELIGIUSITAS
1. Pengertian Religiusitas
Pargament (1997) dalam Santrock (2005) mendefinisikan agama sebagai
tugas yang terlampau sulit, diperumit oleh berbagai macam agama di dunia,
sejarah dan keberadaan mereka yang kompleks, dan makna kebudayaan
mereka.
Sedangkan menurut Glock dan Stark (1965) dalam Santrock (2005)
religiusitas merupakan “Sistem timbul, nilai, keyakinan dan sistem perilaku
yang terlembaga yang semuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang
dihayati sebagai yang paling maknawi”.
55
Menurut Glock dan stark mendefinisikan religiusitas sebagai “Komitmen
religius (yang berhubungan dengan agama atau keyakinan iman), yang
dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan
dengan agama atau keyakinan iman yang dianut”. Berdasarkan uraian di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa religiusitas adalah ketaatan,
kesolehan perilaku dan keyakinan seseorang di dalam menjalankan ajaranajaran agamanya, yang diwujudkan dalam kehidupan manusia sehari-hari
yang berkaitan dengan ibadah (Santrock, 2005).
2. Dimensi-Dimensi Religiusitas
Religiusitas menurut Glock dan Stark memiliki lima dimensi, yaitu
(Santrock, 2005):
a. Ideologis atau keyakinan (Religious Belief).
Dimensi ideologis menunjuk pada tingkat keyakinan atau keimanan
seseorang terhadap kebenaran ajaran agama, terutama terhadap
ajaran-ajaran agama yang bersifat fundamental dan dogmatik.
Indikatornya antara lain: yakin dengan adanya Tuhan, mengakui
kebesaran Tuhan, pasrah pada Tuhan, melakukan sesuatu dengan
ikhlas, selalu ingat pada Tuhan, percaya akan takdir Tuhan, terkesan
atas ciptaan Tuhan dan mengagungkan nama Tuhan.
Keimanan terhadap Tuhan akan mempengaruhi terhadap keseluruhan
hidup individu secara batin maupun fisik yang berupa tingkah laku dan
perbuatannya. Individu memiliki iman dan kemantapan hati yang dapat
56
dirasakannya sehingga akan menciptakan keseimbangan emosional,
sentimen dan akal, serta selalu memelihara hubungan dengan Tuhan
karena akan terwujud kedamaian dan ketenangan sehingga ketika
mendapat tekanan, individu dapat berpikir logis dan positif dalam
memecahkan permasalahan yang sedang dihadapinya.
b. Ritualistik atau peribadatan (Religious Practice).
Dimensi ritualistik atau peribadatan ini menunjuk pada seberapa tingkat
kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual yang
diperintahkan oleh agamanya.
Kepatuhan ini ditunjukkan dengan meyakini dan melaksanakan
kewajiban-kewajiban secara konsisten. Apabila jarang dilakukan maka
dengan sendirinya keimanan seseorang akan luntur. Praktek-praktek
keagamaan yang dilakukan individu meliputi dua hal, yaitu:
1) Ritual yaitu dimana seseorang yang religius akan melakukan
kegiatan-kegiatan keagamaan yang diperintahkan oleh agama yang
diyakininya dengan melaksanakannya sesuai ajaran yang telah
ditetapkan.
Indikatornya antara lain: selalu melakukan sembahyang dengan
rutin, melakukan kegiatan keagamaan seperti mendengarkan
ceramah agama, melakukan dakwah agama, melakukan kegiatan
amal, bersedekah, dan berperan serta dalam kegiatan keagamaan
57
seperti ikut berpartisipasi dan bergabung dalam suatu perkumpulan
keagamaan.
2) Ketaatan yaitu dimana seseorang yang secara batiniah mempunyai
ketetapan untuk selalu menjalankan aturan yang telah ditentukan
dalam ajaran agama dengan cara meningkatkan frekuensi dan
intensitas dalam beribadah.
Indikatornya antara lain: khusuk ketika mengerjakan sembahyang
atau kegiatan keagamaan, membaca doa ketika akan melakukan
pekerjaan dan selalu mengucapkan syukur pada Tuhan. Individu
yang menghayati dan mengerti serta selalu ingat pada Tuhan akan
memperoleh manfaat, antara lain: ketenangan hati, perasaan yang
tenang,
aman
dan
merasa
memperoleh
bimbingan
serta
perlindungan-Nya.
Kondisi seperti itu menyebabkan individu selalu melihat sisi positif
dari setiap permasalahan yang dihadapi dan berusaha mencari
solusi yang tepat dalam memecahkan masalah yang membuat
dirinya tertekan.
c. Eksperiensial atau pengalaman (Religious Feeling).
Dimensi pengalaman menunjukkan seberapa jauh tingkat kepekaan
seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaanperasaan atau
pengalaman-pengalaman religiusnya. Dimensi ini berkaitan dengan
58
pengalaman
yang
diperoleh
dan
dirasakan
individu
selama
menjalankan ajaran agama yang diyakini.
Pengalaman spiritual akan memperkaya batin seseorang sehingga
mampu menguatkan diri ketika menghadapi berbagai macam cobaan
dalam kehidupan.
Hal tersebut menyebabkan individu akan lebih berhati-hati dalam
menyelesaikan suatu permasalahan yang membuat dirinya merasa
tertekan sehingga dalam pengambilan keputusan, individu akan
memikirkan dan mempertimbangkan dengan matang.
Indikatornya
antara
lain:
sabar
dalam
menghadapi
cobaan,
menganggap kegagalan yang dialami sebagai musibah yang pasti ada
hikmahnya, merasa bahwa doa-doanya dikabulkan, takut ketika
melanggar aturan, dan merasakan tentang kehadiran Tuhan.
d. Intelektual atau pengetahuan (Religious Knowledge).
Dimensi ini menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahaman
seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama yang termuat
dalam kitab suci atau pedoman ajaran agamanya. Bagi individu yang
mengerti,
menghayati
dan
mengamalkan
kitab
sucinya
akan
memperoleh manfaat serta kesejahteraaan lahir dan batin. Untuk
menambah pemahaman tentang agama yang diyakini, maka seseorang
perlu menambah pengetahuan dengan mengikuti ceramah keagamaan
59
atau membaca buku agama sehingga wawasan tentang agama yang
diyakini akan semakin luas dan mendalam.
Dengan mantapnya pemahaman seseorang tentang ajaran agama
yang diyakininya, maka individu cenderung menghadapi tekanan
dengan
berusaha
menyelesaikan
masalahnya
langsung
pada
penyebab permasalahan dengan membuat suatu rencana dan
membuat keputusan. Indikatornya antara lain: mendalami agama
dengan membaca kitab suci, membaca buku-buku agama, perasaan
yang tergetar ketika mendengar suara bacaan kitab suci, dan
memperhatikan halal dan haramnya makanan.
e. Konsekuensial atau penerapan (Religious Effect).
Dimensi konsekuensial menunjuk pada tingkatan seseorang dalam
berperilaku yang dimotivasi oleh ajaran agamanya atau seberapa jauh
seseorang mampu menerapkan ajaran agamanya dalam perilaku
hidupnya sehari-hari. Dimensi ini merupakan efek seberapa jauh
kebermaknaan spiritual seseorang. Jika keimanan dan ketaqwaan
seseorang tinggi, maka akan semakin positif penghayatan keagamaan
seseorang dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan mempengaruhi
seseorang dalam menghadapi persoalan dirinya dengan lingkungan
masyarakat di sekitarnya. Hal tersebut dilakukan berdasarkan
pertimbangan aktualisasi potensi batinnya. Indikatornya Antara lain:
perilaku suka menolong, memaafkan, saling menyayangi, saling
60
mengasihi, selalu optimis dalam menghadapi persoalan, tidak mudah
putus
asa,
fleksibel
dalam
mengahadapi
berbagai
masalah,
bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan dan menjaga
kebersihan lingkungan.
Berdasarkan pada teori-teori yang telah dikemukakan di atas maka peneliti
mengacu pada teori Glock dan Stark sebagai dasar dalam pembuatan
skala karena teori tersebut mencakup lima dimensi yang mendasari individu
dalam religiusitas. Dimensi tersebut meliputi: ideologis atau keyakinan
(religious
belief),
ritualistik
atau
peribadatan
(religious
practice),
eksperiensial atau pengalaman (religious feeling), intelektual atau
pengetahuan (religious knowledge), dan konsekuensial atau penerapan
(religious effect).
3. Fungsi Religiusitas
Fungsi religiusitas bagi manusia erat kaitannya dengan fungsi agama.
Agama merupakan kebutuhan emosional manusia dan merupakan
kebutuhan alamiah. Adapun fungsi agama bagi manusia meliputi
(Santrock, 2005):
a. Agama sebagai sumber ilmu dan sumber etika ilmu.
Manusia mempercayakan fungsi edukatif pada agama yang mencakup
tugas mengajar dan membimbing. Pengendali utama kehidupan
manusia
adalah
kepribadiannya
yang
mencakup
unsur-unsur
61
pengalaman, pendidikan dan keyakinan yang didapat sejak kecil.
Keberhasilan pendidikan terletak pada pendayagunaan nilai-nilai rohani
yang merupakan pokok-pokok kepercayaan agama.
b. Agama sebagai alat justifikasi dan hipotesis
Ajaran-ajaran agama dapat dipakai sebagai hipotesis untuk dibuktikan
kebenarannya. Salah satu hipotesis ajaran agama Islam adalah dengan
mengingat Allah (dzikir), maka hati akan tenang. Maka ajaran agama
dipandang sebagai hipotesis yang akan dibuktikan kebenarannya
secara empirik, artinya tidaklah salah untuk membuktikan kebenaran
ajaran agama dengan metode ilmiah. Pembuktian ajaran agama secara
empiric dapat menyebabkan pemeluk agama lebih meyakini ajaran
agamanya.
c. Agama sebagai motivator.
Agama mendorong pemeluknya untuk berpikir, merenung, meneliti
segala yang terdapat di bumi, di antara langit dan bumi juga dalam diri
manusia sendiri. Agama juga mengajarkan manusia untuk mencari
kebenaran suatu berita dan tidak mudah mempercayai suatu berita
yang belum terdapat kejelasannya.
d. Fungsi pengawasan sosial
Agama ikut bertanggungjawab terhadap norma-norma sosial sehingga
agama
mampu
menyeleksi
kaidah-kaidah
sosial
yang
ada,
mengukuhkan kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk agar
62
ditinggalkan dan dianggap sebagai larangan. Agama memberi sanksi
bagi yang melanggar larangan agama dan memberikan imbalan pada
individu yang mentaati perintah agama. Hal tersebut membuat individu
termotivasi dalam bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang
berlaku di masyarakat, sehingga individu akan melakukan perbuatan
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Tabel 6
Sintesa Penelitian Variabel Religiusitas
JUDUL dan Sumber
The Role of Spirituality and
Religious Coping in the Quality
of Life of Patients With
Advanced Cancer Receiving
Palliative Radiation Therapy
Sumber: The Journal of
Supportive Oncology
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov
PENELITI
(TAHUN)
DESAIN
PENELITI
AN
TEMUAN HASIL PENELITIAN
Ms. Mounica
Cross
Vallurupalli, BS, sectional
Ms. Katharine
Lauderdale, [...],
and Dr. Tracy A.
Balboni, MD,
MPH
(2012)
Spiritualitas dan agama dikaitkan
dengan peningkatan kualitas
hidup dalam analisis multivariabel
memiliki nilai yang signifikan
(masing-masing β = 10.57, p
<.001 dan β = 1,28, p = .01)
Safiya George
Cross
Dalmida, Marcia Sectional
McDonnell
Holstad, [...],
and Gary
Laderman
(2011)
Spiritualitas merupakan faktor
penting dalam kehidupan dan
kualitas hidup wanita Amerika
Afrika dan perempuan yang hidup
dengan HIV / AIDS.
/pmc/articles/PMC3391969/)
Spiritual Well-Being and
Health-Related Quality of Life
Among African–American
Women with HIV/AIDS
Sumber: NIH Public Access
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/p
mc/articles/PMC3128373/)
Positive and negative religious
coping, depressive symptoms,
and quality of life in people
with HIV.
Lee M
Nezu AM
Nezu CM.
(2014)
Sumber: J Behav Med
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/p
ubmed/24469329)
(Lee et al.,
2014)
Cross
Sectional
Hasil beberapa analisis hirarkis
mengungkapkan bahwa agama
coping secara bermakna
dikaitkan dengan tingkat tinggi
gejala depresi dan rendahnya
tingkat kualitas hidup.
63
Tabel 6a
Sintesa Penelitian Variabel Religiusitas
JUDUL dan Sumber
Quality of Life of Zambians
Living with HIV & AIDS
PENELITI
(TAHUN)
Zeller
(2011)
DESAIN
PENELITI
AN
Cross
Sectional
(Zeller, 2011)
Sumber: Medical Journal of
Zambia
(http://www.mjz.co.zm/content/
quality-life-zambians-living-HIV
& AIDS)
TEMUAN HASIL PENELITIAN
Kualitas hidup memiliki hubungan
positif yang signifikan dengan
semua domain dan hubungan
positif yang signifikan dengan
spiritualitas.
G. TINJAUAN UMUM TENTANG SEL CLUSTER OF
DIFFERENTIATION 4
1. CD4
Sel CD4 adalah semacam sel darah putih atau limfosit dan ini bagian yang
penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Disebut juga sel T-4, sel
pembantu atau kadang sel CD4. Ketika manusia terinfeksi HIV sel yang
paling sering terinfeksi adalah sel CD4, dan menjadi bagian dari sel
tersebut. Ketika sel CD4 menggandakan diri untuk melawan infeksi apa
pun, sel tersebut juga membuat banyak duplikasi HIV. Semakin
menurunnya sel CD4 berarti sistem kekebalan tubuh kita semakin rusak
dan semakin rendahnya jumlah CD4 yang ada dalam tubuh manusia,
semakin mungkin kita akan mudah sakit atau mungkin akan mengalami
infeksi oportunistik (Deuffic-Burban et al., 2007).
64
Karena jumlah CD4 sering berubah-ubah biasanya dokter lebih
menggunakan presentase sel CD4 yaitu perbandingan dengan limfosit
total. Jika hasil tes CD4 = 34% berarti 34% dari limfosit kita adalah CD4.
Angka normal berkisar 30 - 60%. Di bawah 14% menunjukan kerusakan
parah pada sistem kekebalan tubuh. Hal ini adalah tanda AIDS pada orang
yang terinfeksi HIV (Deuffic-Burban et al., 2007).
Jumlah CD4 normal adalah 410 sel/mm3 – 1590 sel/mm3, bila jumlah CD4
dibawah 350/mm3, atau dibawah 14%, kita dianggap AIDS, (Definisi
Depkes). Jumlah CD4 dipakai bersama untuk meramalkan berapa lama kita
akan tetap sehat (Deuffic-Burban et al., 2007).
2. Tes CD4
Tes ini adalah tes baku untuk menilai prognosis berlanjut ke AIDS atau
kematian, untuk membentuk diagnosis diferensial pada pasien bergejala,
dan untuk mengambil keputusan terapeutik mengenai terapi antiretroviral
(ART) dan profilaksis untuk patogen oportunistik. Jumlah CD4 adalah
indikator yang paling diandalkan untuk prognosis (Chen et al., 2007).
a. Teknik
Cara baku untuk menentukan jumlah CD4 memakai flow cytometer:
Flow cytometri adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi
karakteristik
permukaan
setiap
sel
dengan
kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi
65
menurut karakteristik masing-masing secara automatis melalui suatu
celah yang ditembus oleh seberkas sinar laser.
Metode
flow
cytometry
terus
berkembang
sejalan
dengan
perkembangan elektrik komputer dan reagen, termasuk digunakannya
monoklonal antibodi. Sampai saat ini, pengukuran dengan flow
cytometry menggunakan label flouresensi, selain mengukur jumlah,
ukuran sel, juga dapat mendeteksi petanda dinding sel, granula
intraseluler, struktur intra sitoplasmik, dan inti sel.
Interpretasi Klinik
Penggunaan alat BD FACS Calibur dapat memberikan informasi yang
penting pada klinisi untuk membantu menegakkan diagnosa suatu
penyakit. Informasi yang dapat diperoleh antara lain aplikasi diagnosa
anemia, leukemia, serta beberapa keadaan lain seperti Paroksismal,
Nokturnal, Hemoglobin (PNH), memonitor penderita dengan infeksi
virus HIV, maupun membedakan tipe leukemia dan limpoma.
Monitoring status imunologi pada infeksi HIV bisa diakukan dengan
metode flow cytometri. Seperti diketahui bahwa virus HIV menginfeksi
limposit T helper atau melalui antigen CD 4. Limposit yang terinfeksi ini
kemudian lisis ketika virion baru dilepaskan atau dipindahkan oleh
sistem imun selular. Pada infeksi HIV yang progresif, CD 4 T-limposit
jumlahnya menurun. Jumlah absolut CD 4 merupakan pengukuran yang
penting untuk memprediksi, menentukan derajat, dan memonitoring
66
progresifitas serta respons terhadap pengobatan pada infeksi HIV.
Pemeriksaan jumlah virus melengkapi pemeriksaan labolatorium untuk
monitoring penyakit. Besarnya berbanding terbalik dengan CD 4, jadi
jumlah CD 4 dan jumlah virus secara langsung menunjukkan status
imun penderita. Ini berguna untuk menentukan diagnosa, prognosa, dan
manajemen pengobatan pada penderita yang terinfeksi HIV.
b. Frekuensi Tes
Tes CD4 sebaiknya diulang setiap tiga sampai enam bulan untuk pasien
yang belum diobati dengan ART dan jangka waktu dua sampai empat
bulan pada pasien yang memakai ART. Tes tersebut sebaiknya diulangi
bila hasil tidak konsisten dengan kecenderungan sebelumnya.
Frekuensi akan berbeda-beda tergantung keadaan individu. Kalau tidak
diobati, jumlah CD4 akan menurun rata-rata 4 persen per tahun untuk
setiap log viral load. Dengan terapi awal atau perubahan terapi, usulan
adalah dilakukan tes CD4 (serta viral load) pada 4, 8 sampai 12, dan 16
sampai 24 minggu.
67
Tabel 7
Sintesa Penelitian Variabel Sel CD4
JUDUL dan Sumber
Impact of HIV/AIDS on
Quality of Life of People
Living with
HIV/AIDS in Chitradurga
District, Karnataka
PENELITI
(TAHUN)
DESAIN
PENELITI TEMUAN HASIL PENELITIAN
AN
Cross
Sectional
jumlah CD4 lebih dari 200
memiliki nilai rata-rata yang
tinggi pada QOL.
Cross
Sectional
Ada perbedaan yang signifikan
dalam kualitas hidup secara
keseluruhan (p = 0,000) dan
kesehatan umum (p = 0,001)
antara tingkat CD4 yang lebih
rendah dan lebih tinggi.
Bach Xuan Tran Cross
(2012)
sectional
HRQOL yang buruk ditemukan
pada pasien yang telah
terinfeksi HIV dan memiliki
jumlah CD4 200 sel / mL.
K. H. Rajeev, B.
Y. Yuvaraj, M.
R. Nagendra
Gowda, S. M.
Ravikumar,
(2013)
Sumber : Indian Journal of
Public Health
(557X;year=2012;volume=56
;issue=2;spage=116;epage=
121;aulast=Rajeev;type=2)
Quality of Life People Living Yvonne S.
with HIV/AIDS: Outpatient in Handajani,
Kramat 128 Hospital Jakarta Zubairi
Djoerban,
Hendry Irawan
Sumber : The Indonesian
Journal of Internal Medicine (2012)
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pubmed/23314972)
Quality of Life Outcomes of
Antiretroviral Treatment for
HIV/AIDS Patients in
Vietnam
Sumber : PLOS ONE
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC3490922/)
Comparison of the healthrelated quality of life, CD4
count and viral load of AIDS
patients and people with HIV
who have been on treatment
for 12 months in rural South
Africa
Sumber: Journal des
Aspects Sociaux du
VIH/SIDA
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC3914422/)
Jude Igumbor,
Aimee Stewart,
William
Holzemer
(2013)
(Igumbor et al.,
2013)
Kohort
Pengobatan dan perawatan 12
bulan kohort secara konsisten
melaporkan kualitas yang jauh
lebih
rendah
dari
nilai
kehidupan
di
tingkat
ketergantungan
domain.
Namun,
kualitas
hidup
cenderung meningkat dengan
peningkatan jumlah sel CD4.
68
H. KERANGKA TEORI
Berdasarkan uraian tinjauan pustaka, maka dapat disusun kerangka
teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kualitas hidup dapat didefinisikan sebagai kesejahteraan yang subjektif.
Menyadari subjektivitas kualitas hidup adalah kunci untuk memahami
konstruksi teori ini. Kualitas hidup mencerminkan perbedaan, kesenjangan
antara harapan dan keinginan dari seseorang pada pengalaman mereka saat
ini. Banyak faktor yang dapat menentukan kualitas hidup seseorang khususnya
pada ODHA, yaitu stigma, depresi, dukungan sosial, spiritual, dan kadar CD4
dalam tubuh.
Peningkatan jumlah penderita HIV di Indonesia tergolong cepat.
Sehingga Indonesia masuk ke dalam Negara dengan epidemic terkonsentrasi.
Tingginya penderita HIV di Indonesia berdampak pada banyaknya aspek yang
perlu diperhatikan,salah satunya adalah aspek kualitas hidup pada ODHA
karena penyakit ini bersifat kronis dan progresif sehingga akan berdampak luas
pada masalah fisik, sosial, dan psikologis.
Selain itu, bukti dari sejumlah penyakit lain menunjukkan bahwa kualitas
hidup terkait kesehatan dapat berdampak pada kelangsungan hidup. Namun,
hanya ada sedikit penelitian yang mengeksplorasi hubungan antara ukuran ini
dan prognosis pasien dengan HIV.
Engagement
Coping
Depresi
Kesehatan
Fisik
69
Religi
Pendidikan
Faktor
Enabling
Kesehatan
Kesehatan
Kualitas Hidup
Faktor
Reinforcing
Masyarakat
Culture
Kerja
Keluarga &
Teman
Dukungan
Sosial
Gambar 3. Kerangka Teori
Demografi
Lingkungan
Sekitar Rumah
Lingkungan
Hambatan ke
Layanan Kesehatan &
Pelayanan Sosial
Kebijakan,
Regulasi,
Organisasi
Sosial
Ekonomi
Perilaku dan
Gaya Hidup
Stigma
Pendidikan
Kesehatan
Faktor
Predisposisi
Sumber : Modifikasi dari Teori PRECEDE-PROCEED (GLANZ et al., 2008), Teori Heckman & Anderson
(Emlet, 2004), dan Teori The University of Oklahoma School of Sosial Work
(The_University_of_Oklahoma_School_of_Social_Work, 2003)
70
I. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep dalam penelitian ini merupakan bagian dari kerangka
teori yang dituliskan sebelumnya. Sebagaimana telah digambarkan pada
kerangka teori ada banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pada
ODHA antara lain stigma, depresi, dukungan sosial, spiritual, dan sel CD4.
Kerangka penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari
variabel laten yaitu variabel eksogen dan variabel endogen.
Variabel laten adalah variabel yang tidak bisa diukur secara langsung
dan memerlukan beberapa indikator sebagai proksi. SEM mempunyai dua
jenis variabel laten yaitu eksogen dan endogen Variabel eksogen selalu
muncul sebagai variabel bebas pada semua persamaan yang ada dalam
model. Sedangkan variabel endogen merupakan variabel terikat pada paling
sedikit satu persamaan dalam model, meskipun di semua persamaan sisanya
variabel tersebut adalah variabel bebas.
Kerangka konsep ini menggambarkan keterkaitan antara variabel
eksogen (stigma, depresi, dukungan sosial, religiusitas, dan CD4)
dengan variabel endogen (kualitas hidup).
71
Instrumental
Informational
D1 – D21
Esteem
Emotional
Dukungan
Sosial
Depresi
Physical Function
Role Physical
Belief
Bodily Pain
Practice
Feeling
CD4
General Health
Religiusitas
Kualitas Hidup
Mental Health
Knowledge
Role Emotional
Effect
Sosial Function
Stigma
Vitality
Instrumental
Simbolis
Kesopanan
: Variabel Eksogen
: Variabel Endogen
Gambar 4. Konsep Model Struktural
72
J. HIPOTESIS PENELITIAN
1. Ada pengaruh stigma terhadap kualitas hidup ODHA
2. Ada pengaruh depresi terhadap kualitas hidup ODHA
3. Ada pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup ODHA
4. Ada pengaruh religiusitas terhadap kualitas hidup ODHA
5. Ada pengaruh CD4 terhadap kualitas hidup ODHA
6. Ada pengaruh religiusitas terhadap dukungan sosial dan dampaknya pada
kualitas hidup ODHA
7. Ada pengaruh religiusitas terhadap stigma dan dampaknya pada kualitas
hidup ODHA
8. Ada pengaruh religiusitas terhadap CD4 dan dampaknya pada kualitas
hidup ODHA
9. Ada pengaruh religiusitas terhadap depresi dan dampaknya pada kualitas
hidup ODHA
10. Ada pengaruh stigma terhadap dukungan sosial dan dampaknya pada
kualitas hidup ODHA
11. Ada pengaruh CD4 terhadap depresi dan dampaknya pada kualitas hidup
ODHA
12. Ada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi dan dampaknya pada
kualitas hidup ODHA
73
K. DEFINISI OPERASIONAL
1. Kualitas Hidup
Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap keadaan
seseorang sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya,
termasuk tujuan hidup, harapan dan niatnya. Diukur dengan menggunakan
SF-36 WHOQOL. kuesioner survei yang mengukur 8 kriteria kesehatan
yang terdiri dari 36 butir pertanyaan, meliputi : (1) fungsi fisik, (2)
keterbatasan peran karena kesehatan fisik, (3) tubuh sakit, (4) persepsi
kesehatan secara umum, (5) vitalitas, (6) fungsi sosial, (7) peran
keterbatasan karena masalah emosional, dan (8) kesehatan psikis.
Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek maka semakin baik kualitas
hidupnya, sebaliknya semakin rendah skor totalnya maka semakin buruk
kualitas hidupnya.
2. Depresi
Depresi adalah suatu keadaan dan perasaan sedih yang berkepanjangan
yang terjadi akibat beberapa faktor. Yang diukur menggunakan Beck
Depression Inventory terdiri dari kumpulan 21 pokok, masing-masingnya
dengan
rentetan
empat
pernyataan.
Pernyataannya
menjelaskan
keparahan simtom sepanjang rangkaian kesatuan nomor urut dari tidak ada
atau ringan (nilai 0) ke berat (nilai 3).
74
Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek maka semakin berat tingkat
depresinya, sebaliknya semakin rendah skor totalnya maka semakin ringan
tingkat depresinya.
3. Stigma
Stigma adalah suatu hal yang dipakai seseorang atau kelompok dalam
menganggap suatu keadaan yang negatif yang kemudian akan dipakai
menjadi suatu norma pada seseorang atau kelompok dalam masyarakat.
Aspek pengukuran stigma dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Stigma Instrumental ODHA: Stigma instrumental ODHA diukur dengan
item pertanyaan yang bersifat negative.
b. Stigma Simbolis ODHA: Stigma Simbolis AIDS diukur dengan item
pertanyaan yang bersifat negative.
c. Stigma Kesopanan ODHA: Stigma Kesopanan ODHA diukur dengan
item pertanyaan yang bersifat negative.
Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek maka semakin positive
stigma yang diterima, sebaliknya semakin rendah skor totalnya maka
semakin tinggi stigmanya.
4. Dukungan Sosial
Sosial support adalah derajat kepuasan terhadap kenyamanan, perhatian,
penghargaan, atau bantuan yang diperoleh dan dirasakan seseorang dari
interaksinya dengan orang lain. Pengukuran pada sosial support ini
didasarkan pada kualitas sosial support yang diterima, sebagaimana yang
75
dipersepsikan individu penerima dukungan. Sosial support diukur dari
keseluruhan bentuk-bentuk dukungan sosial yang terdiri dari emotional or
esteem support, tangible/instrumental support, informational support,
companionship support.
a. Emotional or esteem support
Emotional or esteem support adalah persepsi terhadap afeksi,
kepercayaan, perhatian, dan perasaan didengarkan yang diterima dari
hasil interaksinya dengan orang lain. Emotional or esteem supporrt
meliputi: ungkapan empati, kepedulian dan perhatian, penghargaan
terhadap individu yang bersangkutan (misalnya: umpan balik,
penegasan).
b. Tangible/instrumental Support
Tangible/ instrumental support adalah persepsi terhadap bantuan yang
diberikan kepada individu secara langsung, dapat berupa jasa, waktu,
atau uang.
c. Informational Support
Informational Support adalah persepsi terhadap nasehat, petunjukpetunjuk, saran-saran, informasi atau umpan balik yang diterima
individu dari hasil interaksinya dengan orang lain.
Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek maka semakin baik dan
tepat (mendukung) suatu bentuk sosial support, sebaliknya semakin rendah
skor totalnya maka bentuk dukungan sosial semakin tidak mendukung.
76
5. Religiusitas
Religiusitas
adalah
penghayatan
keagamaan
atau
kedalaman
kepercayaan/komitmen religious yang berhubungan dengan agama atau
keyakinan yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu,
komitmen religious ini meliputi belief, practice, feeling, knowledge, dan
effect.
6. CD4
Jumlah sel T CD4 diukur dalam kandungan darah dengan satuan sel/ul.
Menggunakan uji kualitatif dengan flowcytometry. Diketahui dengan
menggunakan data rekam medic.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif menggunakan studi
obsevasional analitik dengan desain cross sectional, yang bertujuan untuk
mengembangkan model faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data akan dilakukan oleh peneliti yang mewakili daerah
Sulawesi Selatan yaitu Kota Makassar, Kota Parepare, dan Kab. Bulukumba.
Pemilihan ketiga daerah ini adalah karena ketiga daerah ini merupakan wilayah
dengan angka tertinggi infeksi HIV & AIDS. Waktu penelitian direncanakan
pada bulan februari-Agustus 2014.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Sumber
Populasi pada penelitian ini adalah semua infeksi HIV & AIDS yang berada
di tiga wilayah Sulawesi Selatan.
77
78
2. Unit Observasi
Unit observasi adalah seluruh ODHA yang ada di tiga wilayah Sulawesi
Selatan.
3. Unit Analisis
Unit analisis untuk pengembangan model adalah seluruh variabel yang
telah disusun dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan penelitian.
4. Besar Sampel
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel minimal size (untuk
menentukan batas minimal dari besarnya sampel) sampel dapat ditentukan
dengan rumus sebagai berikut (Lemeshow and Lwanga, 1991):
𝑛=
𝑍1−𝛼⁄2 2 𝑃(1 − 𝑃)𝑁
𝑑2 (𝑁 − 1) + 𝑍1−𝛼⁄2 2 𝑃(1 − 𝑃)
𝑛 = 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑁 = 𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 (634)
𝑑 = 𝑑𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 (0.05)
𝑃 = 𝑃𝑟𝑜𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 (0.7)
𝑛=
(1.96)2 0.7(1 − 0.7)634
0.052 (634 − 1) + (1.96)2 0.7(1 − 0.7)
𝑛 = 215
Jadi, sampel penelitian ini berjumlah 215 responden yang harus memenuhi
syarat yang telah disebutkan dalam unit analisis. Dengan proporsi masingmasing wilayah adalah sebagai berikut:
79
a. Makassar
𝑛=
586
𝑥 215 = 199
634
𝑛=
33
𝑥 215 = 11
634
𝑛=
15
𝑥 280 = 5
925
b. Parepare
c. Bulukumba
D. Cara Penarikan Sampel
Respondent driven sampling merupakan metode yang secara umum
digunakan untuk pengambilan sampel yang sulit dijangkau/diketahui (hidden
population) (Heckathron, 1997). Pemilihan sampel survei kuantitatif dilakukan
dengan mengadopsi teknis Respondent Driven Sampel (RDS). Dengan
metode ini melibatkan sebanyak 3 seeds, yang direkut dari berbagai jenis
institusi (pemerintah, swasta, dan LSM), sehingga sampel terwakili dari semua
jenis kelompok tersebut.
Seed adalah informan yang ada di setiap lokasi/klaster/spot wilayah
ditemukannya populasi ODHA dan terpilih sebagai informan untuk menunjuk
atau memilih responden (Heckathron, 1997). Rekrutmen seed diperoleh dari
petugas kesehatan yang bertugas di setiap institusi.
Seorang Seed diberi keleluasaan memilih tiga orang peer-nya sebagai
calon reponden. Setelah tiga orang peer yang ditunjuk bersedia diwawancarai
80
selanjutya masing-masing responden yang terpilih menunjuk tiga orang
lainnya untuk menjadi responden/berpartisipasi sebagai responden. Proses
seterusnya dilakukan hingga 5 gelombang. Untuk menghindari duplikasi
responden maka dibuat sistem penomoran responden yang bersifat unik, yaitu
dengan mencatumkan sandi yang menginformasikan nomor wilayah, nama
dan tanggal lahir responden. Bila ditemukan sandi yang sama maka dipilih
salah satu saja.
E. Kontrol Kualitas
Kontrol kualitas adalah upaya yang dilakukan oleh peneliti pada semua
tahapan proses pengukuran untuk mencapai hasil yang valid (sahih), dan
reliable (handal), dengan harapan diperolehnya hasil pengukuran yang
dianggap mendekati karakteristik populasi penelitian, sehingga dapat diambil
kesimpulan yang baik dan tepat untuk menjawab tujuan penelitian.
Selain dari pada itu bahwa pada setiap pelaksanaan penelitan,
senantiasa diperhadapkan pada kesalahan pengukuran yang terdiri dari
kesalahan alpha (α) atau “sampling error” dan kesalahan betha (β) atau
“sistematic error”. Dengan demikian maka tujuan pelaksanaan kontrol kualitas
pada penelitian ini ialah untuk melakukan minimalisasi atau memperkecil,
bahkan kalau memungkinkan menghilangkan sama sekali kesalahankesalahan yang timbul oleh karena kedua jenis kesalahan tersebut. Adapun
81
langkah-langkah pelaksanaan kontrol kualitas pada penilaian ini adalah
sebagai berikut:
1. Kesalahan alpha (Sampling error). Jenis kesalahan ini terdiri dari kesalahan
yang terjadi pada jumlah sampel (ukuran sampel) yang dianggap mewakili
populasinya, dan cara penarikan sampel dari populasinya (sampling
technics).
2. Jumlah sampel. Pada penelitian ini jumlah sampel dihitung dengan
menggunakan rumus perhitungan sampel dan dari hasil perhitungan
diperoleh sampel sebesar 376 responden. Jumlah ini dianggap jumlah
minimal sampel yang tidak boleh kurang.
3. Kesalahan betha (sistematic error). Jenis kesalahan ini juga terdiri dari
kesalahan yang terjadi Pengukur (peneliti), kesalahan yang terjadi pada
alat ukur yang digunakan (instrumen), serta kesalahan yang terjadi pada
obyek yang diukur (responden). Ketiga jenis sumber kesalahan tersebut
diuraikan sebagai berikut :
a. Kesalahan Pengukur
Kesalahan pengukur pada umumnya dinilai melalui dua penilaian yakni
Kesamaan dan stabilitas, namun kesalahan pengukur ini tidak dilakukan
karena penelitian ini dilakukan sendiri oleh peneliti.
82
b. Kesalahan Alat ukur
Pada instrumen penelitian akan dilakukan uji coba lapangan untuk
memiliki kelayakan instrumen disalah satu tempat yang dianggap
mendekati wilayah penelitian.
c. Kesalahan obyek yang diukur (responden)
Dilaksanakan dengan :
1) Terlebih dahulu minta persetujuan dengan responden secara
sukarela untuk diikutkan kedalam penelitian yang dibuktikan dengan
penandatanganan informed consent.
2) Memberikan jaminan kerahasiaan terhadap hasil wawancara yang
diberikan oleh responden (confidencially).
3) Peneliti tidak mencantumkan nama responden dan hanya
menuliskan kode atau inisial nama responden pada lembar
pengumpulan data (anonimity).
4) Meminta keluangan waktu dari responden untuk diwawancarai
secara bebas tanpa tekanan atau intimidasi.
83
F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Sebelum digunakan untuk pengambilan data, instrumen perlu diujicobakan
terlebih dahulu kepada 30 sampel ODHA. Validitas instrumen diuji dengan
teknik correlation pearson product moment yaitu melihat nilai korelasi antara
skor masing-masing variabel dengan skor totalnya. Berdasarkan tingkat
signifikansi 0.05, bila r hitung lebih besar dari nilai r tabel, maka item kuesioner
adalah valid, namun bila nilai r hitung lebih kecil dari r tabel maka instrumen
tidak valid. Sedangkan reliabilitas instrument akan diuji dengan menggunakan
Alpha Cronbach yaitu bila nilai Alpha Cronbach lebih besar dari r tabel maka
item kuesioner reliabel, namun bila nilai Alpha Cronbach lebih kecil dari nilai r
tabel maka item kuesioner tidak reliabel. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak
valid akan diperbaiki agar lebih mudah dipahami responden pada saat
penelitian.
G. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data adalah sebagai berikut:
a. Screening
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan seberapa banyak data yang
missing yang ditemukan dalam kuesioner.
84
b. Editing
Pada tahap ini semua kesalahan yang telah didapatkan pada tahap
screening akan divalidasi dengan cara membuka kembali kuesioner
yang datanya tidak sesuai. Ini dilakukan dengan tujuan agar data yang
diperoleh merupakan informasi yang benar dan lengkap sesuai dengan
variabel yang direncanakan.
c. Coding
Pada tahap ini variabel yang datanya kualitatif diberikan kode numerik.
Pengkodean ini dimaksudkan untuk menyingkat data yang diperoleh
untuk mempermudah mengolah dan menganalisis data dengan
memberi kode dalam bentuk angka.
d. Tabulasi
Kegiatan ini dilakukan dengan cara menampilkan nilai minimum,
maksimum, mean, dan standar deviasi sesuai dengan tujuan penelitian
agar selanjutnya mudah dianalisa.
e. Processing
Dalam kegiatan ini jawaban dari responden yang telah diterjemahkan
menjadi bentuk angka, selanjutnya diproses agar mudah dianalisis.
f. Cleaning
Kegiatan ini merupakan pembersihan data dengan cara pemeriksaaan
kembali data yang sudah dimasukkan dalam master tabel, apakah ada
85
kesalahan atau tidak. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan ulang
terhadap data, dan pengkodean.
2. Analisis Data
Untuk pengembangan model teori menggunakan analisis Structural
Equation Modelling (SEM) dengan menggunakan program Lisrel 8.80.
Alasan penggunaan SEM karena SEM merupakan sekumpulan teknikteknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian
hubungan yang relative rumit secara simultan. Keunggulan lain aplikasi
SEM adalah kemampuannya untuk mengkonfirmasi dimensi-dimensi dari
sebuah konsep atau faktor, dan pada saat yang sama mengukur pengaruh
atau derajat hubungan antar faktor yang telah diidentifikasi dimensinya.
H. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini responden dilindungi dengan memperhatikan
aspek-aspek beneficence, self determination, privacy, anonymity, justice,
protection from (Polit and Beck, 2008). Peneliti juga membuat informed
consent
sebelum
penelitian
dilakukan.
Peneliti
akan
mengusulkan
rekomendasi ethical clearance untuk proses pengumpulan tersebut.
86
1. Prinsip Etika
a. Benefience
Responden dijamin akan terbebas dari resiko yang membahayakan
fisik, psikologikal, sosial dan ekonomi. Penelitian ini juga menjamin
bahwa tidak ada ekploitasi informasi yang diberikan responden.
b. Self determination
Responden diberi kebebasan untuk menentukan pilihan bersedia atau
tidak bersedia untuk mengikuti kegiatan penelitian setelah semua
informasi yang berkaitan dengan penelitian dijelaskan.
c. Privacy
Kerahasian informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok
data tersebut saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil
penelitian. Data yang telah dikumpulkan peneliti akan disimpan dengan
baik dan jika sudah tidak diperlukan lagi, data responden akan
dimusnahkan.
d. Anonymity
Selama kegiatan penelitian, seluruh responden diberikan kode
penomoran tanpa mencantumkan nama. Responden sejak awal
diberikan informasi bahwa namanya tidak akan dicantumkan dalam
laporan hasil penelitian ini.
87
e. Justice
Peneliti tidak melakukan diskriminasi saat memilih responden
penelitian. Pada penelitian ini responden dipilih berdasarkan kriteria
inklusi dan ekslusi penelitian.
f. Protection from discomfort
Peneliti
memberikan
kesempatan
kepada
responden
untuk
menyampaikan ketidaknyamanan selama penelitian yang dapat
menimbulkan masalah psikologis atau fisik. Peneliti menjalain
hubungan saling percaya dengan responden dengan menjelaskan
lembar informed consent serta bila responden merasa kelelahan
memberitahu peneliti sehingga proses pengumpulan data melalui
angket akan ditunda dan akan dilanjutkan sesuai keinginan responden.
2. Informed consent
Perlindungan hak-hak responden dijamin dan tercantum dalam lembar
persetujuan. Sebelum responden setuju berpartisipasi dalam penelitian,
responden harus memahami tentang penelitian yang akan dilakukan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota/Kab di Provinsi Sulawesi Selatan
yaitu Kota Makassar, Kab. Bulukumba, dan Kota Parepare dari tanggal 28 April
sampai dengan 26 Juli 2014. Unit sampel (unit observasi) adalah orang dengan
HIV dan AIDS. Jumlah sampel yang diobservasi adalah 215 responden.
Variabel yang dianalisis adalah kualitas hidup, depresi, dukungan
sosial, stigma, religiusitas, dan konsentrasi CD4, seperti yang tertuang dalam
tujuan khusus penelitian.
Penarikan sampel dari populasi penelitian dilakukan dengan cara
random sampling, yaitu simple random sampling. Besarnya sampel yang
ditarik dari populasi penelitian berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus
sampel adalah 215 ODHA.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap kuesioner yang telah diisi,
ternyata semuanya memenuhi syarat untuk diikutkan dalam pengolahan dan
analisis data. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner berbentuk pilihan
ganda, yang disesuaikan dengan tujuan khusus penelitian yang akan dicapai.
Hasil pengolahan data yang telah dilakukan kemudian disajikan dalam
bentuk tabel deskriptif maupun tabel uji. Hasil analisis pengaruh variabel
independen terhadap dependen secara sistematis disajikan sebagai berikut :
88
89
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden
Dengan analisis ini, dimaksudkan untuk menilai beberapa
karakteristik umum atau data umum responden di lokasi penelitian yang
sedang diamati, yang disajikan sebagai berikut :
Tabel 1
Distribusi responden Berdasarkan Karakteristik
di Sulawesi Selatan Tahun 2014
Karakteristik
n
%
Kelompok Umur
a. 10-19 tahun
8
3.7
b. 20-29 tahun
75
34.9
c. 30-39 tahun
114
53.0
d. 40-49 tahun
16
7.4
e. 50-59 tahun
2
0.9
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
145
67.4
b. Perempuan
70
32.6
Pendidikan Terakhir
a. Tidak tamat SD
6
2.8
b. SD
12
5.6
c. SMP
44
20.5
d. SMA/SMK
118
54.9
e. Akademi/PT
35
16.3
Status Pernikahan
a. Belum menikah
93
43.3
b. Menikah
81
37.7
c. Cerai hidup
22
10.2
d. Cerai mati
16
7.4
e. Hidup bersama tanpa nikah
3
1.4
Jumlah
215
100.0
Sumber : Data Primer
90
Tabel 1a
Distribusi responden Berdasarkan Karakteristik
di Sulawesi Selatan Tahun 2014
Karakteristik
n
%
Pekerjaan
a. Tidak bekerja
53
24.7
b. Mahasiswa
5
2.3
c. Pelajar
2
0.9
d. Pegawai swasta
41
19.1
e. Wiraswasta/Pedagang
44
20.5
f. Petani
5
2.3
g. Nelayan
2
0.9
h. Buruh tetap
3
1.4
i. Buruh tidak tetap
11
5.1
j. Sopir
3
1.4
k. Ojek
1
0.5
l. Lainnya
45
20.9
Penggunaan ARV
a. Ya
161
74.9
b. Tidak
54
25.1
Program Pendampingan
a. Ya
167
77.7
b. Tidak
48
22.3
Lokasi
a. Makassar
199
92.6
b. Parepare
11
5.1
c. Bulukumba
5
2.3
Jumlah
215
100.0
Sumber : Data Primer
Dari tabel 1 menunjukan bahwa kelompok umur dengan proporsi
tertinggi adalah 30-39 tahun (53.0%) sedangkan jumlah proporsi
terendah adalah kelompok umur 50-59 tahun (0.9%). Proporsi jenis
kelamin laki-laki dalam penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan yang
berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 67.4%.
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa responden yang terlibat dalam
penelitian ini adalah yang rata-rata tingkat pendidikannya berada pada
91
jenjang SMA/SMK yaitu sebanyak 118 responden (54.9%). Untuk status
pernikahan sebanyak 93 responden (43.3%) menyatakan belum menikah
sedangkan yang hidup bersama tanpa nikah adalah sebanyak 3
responden (1.4%).
Status pekerjaan responden adalah 53 responden (24.7%)
menyatakan tidak bekerja. Yang mengikuti program pendampingan LSM
di kalangan responden sebanyak 167 responden (77.7%) dan
diantaranya yang aktif mengkomsumsi ARV adalah sebanyak 161
responden (74.9%).
Berdasarkan lokasi penelitian jumlah responden di Kota
Makassar adalah sebesar 92.6%, Kota Parepare sebesar 5.1%, dan Kab.
Bulukumba sebesar 2.3%.
b. Variabel Penelitian
Bagian ini memperlihatkan distribusi pada tiap variabel yang
sedang diamati di lokasi penelitian, yang disajikan sebagai berikut :
Tabel 2
Distribusi responden Berdasarkan Variabel Penelitian
di Sulawesi Selatan Tahun 2014
Variabel Penelitian
n
%
mean±SD
Stigma
a. Sangat rendah
63
29.3
b. Rendah
74
34.4
75.96±17.42
c. Sedang
52
24.2
d. Tinggi
17
7.9
e. Sangat tinggi
9
4.2
Sumber : Data Primer
92
Tabel 2a
Distribusi responden Berdasarkan Variabel Penelitian
di Sulawesi Selatan Tahun 2014
Variabel Penelitian
n
%
mean±SD
Dukungan Sosial
a. Sangat rendah
15
7.0
b. Rendah
48
22.3
80.73±15.79
c. Sedang
76
35.3
d. Tinggi
54
25.1
e. Sangat tinggi
22
10.2
Depresi
a. Sangat rendah
118
54.9
b. Rendah
33
15.3
36.49±12.65
c. Sedang
27
12.6
d. Tinggi
31
14.4
e. Sangat tinggi
6
2.8
Religiusitas
a. Sangat rendah
16
7.4
b. Rendah
40
18.6
124.67±21.75
c. Sedang
41
19.1
d. Tinggi
67
31.2
e. Sangat tinggi
51
23.7
Konsentrasi CD4
a. Rendah
74
34.4
302.61±202.19
b. Tinggi
141
65.6
Kualitas Hidup
a. Sangat rendah
17
7.9
b. Rendah
58
27.0
2135.88±548.86
c. Sedang
51
23.7
d. Tinggi
62
28.8
e. Sangat tinggi
27
12.6
Jumlah
215
100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pada variabel tentang stigma
proporsi tertinggi adalah mereka yang mendapatkan stigma dengan
kategori rendah yaitu sebesar 34.4% sedangkan yang mendapatkan
stigma dengan kategori sangat tinggi adalah sebesar 4.2%. Nilai rerata
93
skor stigma pada penelitian ini adalah 75.96. Jika nilai tersebut
dikateogrikan maka termasuk dalam kategori sedang.
Dukungan sosial yang diterima pada ODHA, sebagian besar
menyatakan bahwa mendapatkan dukungan sosial dengan kategori
sedang yaitu sebesar 35.3% sedangkan dukungan sosial yang sangat
rendah adalah sebesar 7.0%. Nilai rerata dukungan sosial dari sampel ini
adalah 80.73. Nilai ini menunjukkan bahwa dukungan sosial dalam
penelitian ini termasuk dalam kategori sedang.
Variabel depresi menunjukkan bahwa 54.9% dengan kategori
depresi yang sangat rendah dan 2.8% mengalami depresi yang sangat
tinggi. Nilai rerata pada variabel depresi adalah 36.49, nilai ini termasuk
dalam kategori rendah.
Tingkat religiusitas responden termasuk dalam kategori tinggi
yaitu sebesar 31.2% sedangkan yang religiusitasnya sangat rendah
adalah seebsar 7.4%, dengan nilai rerata adalah sebesar 124.67 yang
berarti bahwa religiusitas termasuk dalam kategori tinggi.
Jumlah CD4 responden dalam tubuhnya, dimana 65.6% memiliki
konsentrasi CD4 yang tinggi sedangkan 34.4% dengan CD4 yang
rendah. Dengan nilai rerata pada jumlah CD4 adalah sebesar 302.61,
nilai ini termasuk dalam kateogri tinggi.
Sedangkan pada variabel kualitas hidup menunjukkan bahwa
28.8% mempunyai kualitas hidup yang tinggi dan 7.9% dengan kualitas
94
hidup yang sangat rendah. Nilai rerata kualitas hidup sebesar 2135.88,
dalam artian bahwa termasuk dalam kategori tinggi.
Tabel 3
Distribusi Variabel Independen Berdasarkan Variabel Dependen
di Sulawesi Selatan Tahun 2014
Kualitas Hidup
Variabel
Sangat
Sangat
Rendah
Sedang
Tinggi
Independen
Rendah
Tinggi
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Stigma
a. Sangat rendah
2
3.2
9
14.3 17 27.0 26 41.3 9 14.3
b. Rendah
8
10.8 18 24.3 13 17.6 25 33.8 10 13.5
c. Sedang
4
7.7
24 46.2 16 30.8
5
9.6
3
5.8
d. Tinggi
3
17.6
4
23.5
3
17.6
4
23.5 3 17.6
e. Sangat tinggi
0
0.0
3
33.3
2
22.2
2
22.2 2 22.2
Dukungan Sosial
a. Sangat rendah
1
6.7
3
20.0
5
33.3
4
26.7 2 13.3
b. Rendah
6
12.5 18 37.5 12 25.0
6
12.5 6 12.5
c. Sedang
7
9.2
21 27.6 21 27.6 19 25.0 8 10.5
d. Tinggi
1
1.9
12 22.2 10 18.5 26 48.1 5
9.3
e. Sangat tinggi
2
9.1
4
18.2
3
13.6
7
31.8 6 27.3
Depresi
a. Sangat rendah
5
4.2
15 12.7 24 20.3 47 39.8 27 22.9
b. Rendah
2
6.1
13 29.4 10 30.3
8
24.2 0
0.0
c. Sedang
3
11.1
9
33.3 10 37.0
5
18.5 0
0.0
d. Tinggi
5
16.1 19 61.3
6
19.4
1
3.2
0
0.0
e. Sangat tinggi
2
33.3
2
33.3
1
16.7
1
16.7 0
0.0
Religiusitas
a. Sangat rendah
5
31.3
7
43.8
3
18.8
0
0.0
1
6.3
b. Rendah
5
12.5 21 52.5 10 25.0
4
10.0 0
0.0
c. Sedang
4
9.8
13 31.7 13 31.7 10 24.4 1
2.4
d. Tinggi
3
4.5
9
13.4 14 20.9 26 38.8 15 22.4
e. Sangat tinggi
0
0.0
8
15.7 11 21.6 22 43.1 10 19.6
Konsentrasi CD4
a. Rendah
13 17.6 25 33.8 14 18.9 18 24.3 4
5.4
b. Tinggi
4
2.8
33 23.4 37 26.2 44 31.2 23 16.3
Jumlah
17
7.9
58 27.0 51 23.7 62 28.8 27 12.6
Sumber: Data Primer
95
Tabel 3 menunjukkan distribusi variabel independen berdasarkan
dependen. Variabel stigma menunjukkan bahwa 41.3% yang mengalami
stigma dengan kategori sangat rendah mempunyai kualitas hidup yang
tinggi. Berbeda dengan mereka yang mengalami stigma dengan kategori
yang sangat tinggi yaitu sebesar 33.3% mempunyai kualitas hidup yang
rendah.
Variabel dukungan sosial dengan kategori yang rendah sebesar
37.5%, mempunyai kualitas hidup yang rendah pula. Sedangkan pada
responden dengan dukungan sosial yang tinggi mempunyai kualitas
hidup yang tinggi yaitu sebesar 48.1%.
Responden yang mengalami depresi yang sangat rendah
sebanyak 39.8% mempunyai kualitas hidup yang tinggi sedangkan bagi
mereka dengan tingkat depresi yang tinggi sebanyak 61.3% mempunyai
kualitas hidup yang rendah.
Responden dengan tingkat religiusitas yang rendah mempunyai
kualitas hidup yang rendah yaitu sebanyak 52.5% sedangkan bagi
mereka yang kualitas hidupnya sangat tinggi mempunyai kualitas hidup
yang tinggi yaitu sebanyak 43.1%.
Jumlah CD4 yang rendah sebesar 33.8% mempunyai kualitas
hidup yang rendah sedangkan konsentrasi CD4 yang tinggi mempunyai
kualitas hidup yang tinggi yaitu seebsar 31.2%.
96
Tabel 4
Nilai Rerata dan SD Variabel Penelitian Berdasarkan
Penggunaan ARV dan Program Pendampingan
di Sulawesi Selatan Tahun 2014
Variabel Penelitian
Dukungan
Karakteristik
Stigma
Depresi
Sosial
mean±SD
mean±SD
mean±SD
Penggunaan
ARV
a. Ya
76.41±17.90
82.05±16.73
33.88±11.14
b. Tidak
74.63±16.00
76.80±11.85
44.28±13.75
Program
Pendampingan
a. Ya
75.75±17.90
82.13±15.98
35.30±11.99
b. Tidak
76.72±15.78
75.74±14.13
40.72±14.11
Pasangan
a. Ada
77.88±18.33
85.57±14.91
32.74±12.18
b. Tidak ada
74.73±16.77
77.63±15.60
38.89±12.41
Konsentrasi
Religiusitas
Kualitas Hidup
CD4
Karakteristik
mean±SD
mean±SD
mean±SD
Penggunaan
ARV
a. Ya
128.47±19.45 321.15±212.93 2188.01±551.54
b. Tidak
113.33±24.37 247.35±155.06 1980.46±514.93
Program
Pendampingan
a. Ya
125.96±20.43 316.67±208.19 2165.77±547.88
b. Tidak
120.06±25.68 252.36±171.84 2029.04±544.76
Pasangan
a. Ada
131.82±16.69 318.27±232.70 2191.55±595.25
b. Tidak ada
120.08±23.39 292.57±180.18 2100.19±516.13
Sumber : Data Primer
Tabel 4 menunjukkan nilai rerata dari tiap variabel penelitian
berdasarkan penggunaan terapi ARV, keterlibatan dalam program
pendampingan LSM, dan wilayah responden. Dari hasil tersebut
diperoleh bahwa persepsi terhadap stigma memiliki nilai rerata yang lebih
97
tinggi pada responden yang menjalani terapi ARV yaitu sebesar 76.41
lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden yang tidak menjalani
terapi ARV sebesar 74.63. Responden yang mengikuti program
pendampingan memiliki nilai rerata stigma yang lebih rendah (75.75) jika
dibandingkan dengan responden yang tidak mengikuti program
pendampingan
(76.72).
sedangkan
responden
yang
mempunyai
pasangan memiliki nilai rerata stigma 77.88 lebih tinggi jika dibandingkan
dengan yang tidak mempunyai pasangan (74.73).
Nilai rerata dukungan sosial yang diperoleh ODHA yang
menjalani terapi ARV sebesar 82.05 lebih tinggi jika dibandingkan dengan
ODHA yang tidak mengikuti terapi ARV yaitu sebesar 76.80. Sedangkan
untuk ODHA yang mengikuti program pendampingan nilai rerata
dukungan sosial sebesar 82.13 lebih tinggi jika dibandingkan dengan
ODHA yang tidak mengikuti program pendampingan yaitu sebesar 75.74.
Sedangkan nilai rerata dukungan sosial pada ODHA yang memiliki
pasangan (85.57) lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memiliki
pasangan (77.63).
Mengikuti terapi ARV dapat menyebabkan ODHA memiliki tingkat
depresi yang lebih rendah (33.88) jika dibandingkan dengan ODHA yang
tidak mengikuti terapi ARV (44.28). Hal ini juga dapat dilihat pada ODHA
yang mengikuti program pendampingan memiliki nilai rerata depresi
sebesar 35.30 yang nilainya lebih rendah jika dibandingkan dengan
98
ODHA yang tidak mengikuti program pendampingan yaitu sebesar 40.72.
ODHA yang memiliki pasangan memiliki nilai rerata depresi 32.74
sedangkan yang tidak memiliki pasangan nilai reratanya adalah 38.89.
ODHA yang mengikuti terapi ARV memiliki nilai rerata religiusitas
sebesar 128.47 yang nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan
ODHA yang tidak menjalani terapi ARV yaitu sebesar 113.33. Program
pendampingan untuk seorang ODHA memberikan dampak terhadap nilai
rerata religiusitas seorang ODHA yaitu sebesar 125.96 berbeda dengan
ODHA yang tidak mengikuti program pendampingan nilai rerata
religiusitasnya lebih rendah yaitu sebesar 120.06. ODHA yang memiliki
pasangan rerata religiusitasnya adalah 131.82 sedangkan yang tidak
memiliki pasangan reratanya 120.08.
Jumlah CD4 ODHA dapat dipengaruhi oleh terapi ARV yang
dijalani. ODHA yang mengikuti terapi ARV memiliki nilai rerata jumlah
CD4 seebsar 321.15 yang nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan
ODHA yang tidak menjalani terapi ARV yaitu sebesar 247.35. Sama
halnya dengan ODHA yang mengikuti program pendampingan jumlah
CD4nya sebesar 316.67 lebih tinggi jika dibandingkan dengan ODHA
yang tidak mengikuti program pendampingan (252.36). Jumlah CD4 pada
ODHA yang memiliki pasangan sebesar 318.27 sedangkan yang tidak
memiliki pasangan adalah 292.57.
99
ODHA yang menjalani terapi ARV memiliki nilai rerata kualitas
hidup sebesar 2188.01 yang nilainya lebih tinggi jika dibandingkan
dengan ODHA yang tidak menjalani terapi ARV yaitu sebesar 1980.46.
Untuk ODHA yang mengikuti program pendampingan nilai rerata kualitas
hidupnya adalah sebesar 2165.77 sedangkan ODHA yang tidak
mengikuti program pendampingan nilai reratanya adalah seebsar
2029.04. Sedangkan pada ODHA yang memiliki pasangan nilai rerata
kualitas hidup (2191.55) lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak
memiliki pasangan (2100.19).
Dari distribusi tersebut di atas maka korelasi antara variabel
independen dengan dependen dapat dilihat pada bagian di bawah ini:
1) Korelasi Variabel Stigma berdasarkan Variabel Kualitas Hidup
4000
y = 6,2648x + 1660
R² = 0,0396
3500
Kualitas Hidup
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0
20
40
60
80
100
Stigma
Grafik 1. Korelasi Variabel Stigma Dengan Variabel Kualitas
Hidup
120
100
Grafik 1 menunjukkan hasil penelitian bahwa semakin rendah
stigma yang didapatkan ODHA maka kualitas hidupnya akan semakin
tinggi. Besarnya R2 menunjukkan bahwa variabel stigma memberikan
kontribusi sebesar 3.96%. Sedangkan nilai koefisiennya adalah
sebesar 6.26 artinya bahwa jika stigma mengalami kenaikan satu poin
ke arah yang lebih baikmaka kualitas hidup akan naik sebesar 6.26
poin.
2) Korelasi Variabel Dukungan Sosial berdasarkan Variabel Kualitas
Hidup
4000
3500
y = 4,7426x + 1753
R² = 0,0186
Kualitas Hidup
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0
20
40
60
80
100
120
140
Dukungan Sosial
Grafik 2. Korelasi Variabel Dukungan Sosial Dengan Variabel
Kualitas Hidup
Grafik 2 menunjukkan hasil penelitian bahwa semakin tinggi
nilai dukungan sosial maka semakin tinggi pula kualitas hidup seorang
ODHA. Besarnya R2 menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial
101
memberikan kontribusi sebesar 1.86%. Sedangkan nilai koefisiennya
adalah sebesar 4.74 artinya bahwa jika dukungan sosial mengalami
kenaikan satu poin maka kualitas hidup akan naik sebesar 4.74 poin.
3) Korelasi Variabel Depresi berdasarkan Variabel Kualitas Hidup
4000
y = -23,05x + 2977
R² = 0,2824
3500
Kualitas Hidup
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Depresi
Grafik 3. Korelasi Variabel Depresi Dengan Variabel Kualitas Hidup
Grafik 3 menunjukkan hasil penelitian bahwa semakin rendah
nilai depresi maka nilai kualitas hidup akan semakin tinggi. Besarnya
R2 menunjukkan bahwa variabel depresi memberikan kontribusi
sebesar 28.24%. Sedangkan nilai koefisiennya adalah sebesar -23.05
artinya bahwa jika depresi mengalami kenaikan satu poin maka
kualitas hidup akan turun sebesar 23.05 poin.
102
4) Korelasi Variabel CD4 berdasarkan Variabel Kualitas Hidup
4000
3500
Kualitas Hidup
3000
2500
2000
1500
1000
y = 1,076x + 1810,3
R² = 0,1571
500
0
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Jumlah CD4
Grafik 4. Korelasi Variabel CD4 Dengan Variabel Kualitas Hidup
Grafik 4 menunjukkan hasil penelitian bahwa semakin tinggi
jumlah CD4 maka semakin tinggi pula kualitas hidup seorang ODHA.
Besarnya R2 menunjukkan bahwa variabel CD4 memberikan
kontribusi sebesar 15.71%. Sedangkan nilai koefisiennya adalah
sebesar 1.076 artinya bahwa jika CD4 mengalami kenaikan satu poin
maka kualitas hidup akan naik sebesar 1.076 poin.
5) Korelasi Variabel Religiusitas berdasarkan Variabel Kualitas Hidup
Grafik 5 menunjukkan hasil penelitian bahwa semakin tinggi
nilai religiusitas tinggi maka semakin tinggi pula kualitas hidup.
Besarnya R2 menunjukkan bahwa variabel religiusitas memberikan
kontribusi sebesar 25.62%. Sedangkan nilai koefisiennya adalah
103
sebesar 12.77 artinya bahwa jika religiusitas mengalami kenaikan satu
poin maka kualitas hidup akan naik sebesar 12.77 poin.
4000
y = 12,77x + 543,84
R² = 0,2562
3500
Kualitas Hidup
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Religiusitas
Grafik 5. Korelasi Variabel Religiusitas Dengan Variabel Kualitas
Hidup
c. Confirmatory Factor Analysis
Confirmatory Factor Analysis (CFA) didasarkan atas alasan
bahwa variabel-variabel teramati adalah indikator-indikator yang tidak
sempurna dari variabel laten atau konstruk tertentu yang mendasarinya.
Dari hasil CFA ini akan diperoleh uji kecocokan keseluruhan model,
analisis validitas model dan analisis reliabilitas model. Untuk menilai
model fit atau tidaknya, digunakan beberapa pengukuran yaitu (Wijanto,
2007):
104
1) Probabilitas dari nilai chi square, nilai chi square sebesar 0
menunjukkan bahwa model memiliki fit yang sempurna. Probabilitas
chi square ini diharapkan tidak signifikan.
2) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) ini mengukur
penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan matriks
kovarians populasinya. Diharapkan nilai RMSEA ≤ 0.08
3) Goodness of Fit Indices (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai
ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians.
Nilai GFI yang > 0.90 menunjukkan fit suatu model yang baik.
4) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) menyesuaikan pengaruh
degress of freedom pada suatu model. Nilai GFI yang > 0.90
menunjukkan fit suatu model yang baik.
5) Critical N (CN) adalah ukuran sampel terbesar yang dapat digunakan
untuk menerima hipotesis bahwa model tersebut benar. Nilai CN >
200 merupakan indikasi bahwa sebuah kecocokan yang baik.
6) Root Mean Square Residual (RMR) mewakili nilai rerata residual yang
diperoleh dengan mencocokkan matrik kovarian dari model yang
dihipotesiskan. Nilai RMR yang < 0.08 menunjukkan fit suatu model
yang baik
7) Comparative Fit Index (CFI) merupakan hasil yang dapat mengoreksi
hasil NFI pada sampel kecil. Nilai CFI yang dianggap fit adalah > 0.90.
105
8) Normed Fit Index (NFI) memiliki tendensi yang merendahkan fit pada
sampel yang kecil. Nilai NFI yang dianggap FIT adalah > 0.90.
9) Incremental Fit Index (IFI) dan Relative Fit Index (RFI) untuk
mengatasi masalah parsimory dan ukuran sampel. Dikatakan fit jika
nilai IFI dan RFI > 0.90.
Hasil dari CFA disajikan sebagai berikut :
1) Stigma
Stigma merupakan suatu hal yang dipakai seseorang atau
kelompok dalam menganggap suatu keadaan yang negative yang
kemudian akan dipakai menjadi suatu norma pada seseorang atau
kelompok dalam masyarakat. Stigma merupakan variabel/konstruk
laten yang diukur melalui 3 indikator, yaitu stigma instrumental (X11),
stigma simbolis (X12), dan stigma kesopanan (X13).
Untuk pengujian model, digunakan 3 indikator untuk mengukur
variabel laten stigma, hasil pengujian variabel laten stigma diperoleh
hasil model dengan confirmatory factor analysis sudah memenuhi
kriteria goodness of fit, sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini:
106
a) Nilai Estimate
Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut
adalah nilai estimate dari indikator variabel stigma.
Gambar 4.1 Pengujian confirmatory factor analysis variabel
stigma dengan nilai estimate
b) Nilai t
Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap signifikan
terhadap variabel utama. Berikut adalah nilai t dari indikator variabel
stigma.
Gambar 4.2 Pengujian confirmatory factor analysis variabel
stigma dengan nilai t hitung
107
Hasil uji konstruk variabel stigma yang dievaluasi berdasarkan
kriteria goodness of fit indices pada Tabel 5 berikut dengan disajikan
hasil model serta nilai kritisnya (cut-off value).
Tabel 5
Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Stigma
Goodness of Fit Index Cut off Value
Hasil
Evaluasi Model
Chi Square
0.000
Probability
≥ 0.05
1.00
Baik
RMSEA
≤ 0.08
0.000
Baik
The Model is Saturated, the Fit is Perfect !
Sumber : Data Primer
Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa
evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai di
atas kritis yang menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data,
sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tabel 5
menunjukkan bahwa model pengukuran stigma telah menunjukkan
adanya model fit atau kesesuaian antara data dengan model. Hal ini
dibuktikan dari criteria fix yang ada, sudah ada dua yang telah
memenuhi kriteria. Dengan demikian mengacu pada prinsip parsimony
teori maka model di atas menunjukkan tingkat penerimaan yang baik
oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima.
Selanjutnya
untuk
mengetahui
indikator-indikator
yang
berkontribusi signifikan terhadap variabel stigma dapat diamati dari
nilai
loading
signifikansinya,
faktor
yang
atau
koefisien
mencerminkan
lambda
(λ)
dan
masing-masing
tingkat
kontribusi
108
indikator terhadap variabel stigma tampak pada tabel 6, sebagai
berikut:
Tabel 6
Loading Factor, Nilai t dan R2 Pengukuran Variabel Stigma
Loading
Indikator Variabel
Nilai t
R2
Keterangan
Factor
Stigma Instrumental (X11)
4.98
13.16
0.62
Signifikan
Stigma Simbolis (X12)
5.82
17.91
0.84
Signifikan
Stigma Kesopanan (X13)
5.69
15.95
0.76
Signifikan
Sumber : Data Primer
Tabel 6 menunjukkan bahwa indikator stigma instrumental
(X11), stigma simbolis (X12), dan stigma kesopanan (X13) mempunyai
nilai t > 1.96 yang berarti bahwa semua indikator tersebut adalah
signifikan secara statistik. Dari ketiga indikator variabel stigma, stigma
simbolis (X12) adalah indikator yang paling baik karena memiliki nilai
R2 yang paling besar yaitu 0.84 artinya besarnya kontribusi stigma
simbolis
adalah
sebesar
84.0%
(bandingkan
dengan
stigma
instrumental (X11) = 0.62 dan stigma kesopanan (X13) = 0.76).
Sedangkan nilai loading factor menunjukkan besar korelasi
antara indikator dengan konstruk latennya. Indikator dengan loading
factor yang tinggi memiliki korelasi yang lebih tinggi untuk menjelaskan
konstruk latennya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga
indikator variabel stigma, stigma simbolis (X12) adalah indikator yang
memiliki nilai loading factor paling tinggi yaitu 5.82 (bandingkan
109
dengan stigma instrumental (X11) = 4.98 dan stigma kesopanan (X13)
= 5.69).
2) Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan derajat kepuasan terhadap
kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan orang lain yang
dirasakan seseorang dari interaksinya dengan orang lain. Dukungan
sosial merupakan variabel/konstruk laten yang diukur melalui 4
indikator, yaitu dukungan emosional (X21), dukungan instrumental
(X22), dukungan penilaian (X23) dan dukungan informaasi (X24).
Untuk pengujian model, digunakan 4 indikator untuk mengukur
variabel laten dukungan sosial, hasil pengujian variabel laten
dukungan sosial diperoleh hasil model dengan confirmatory factor
analysis sudah memenuhi kriteria goodness of fit, sebagaimana terlihat
pada gambar dibawah ini:
a) Nilai Estimate
Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut
adalah nilai estimate dari indikator variabel dukungan sosial.
110
Gambar 4.3 Pengujian confirmatory factor analysis variabel
dukungan sosial dengan nilai estimate
b) Nilai t
Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap signifikan
terhadap variabel utama. Berikut adalah nilai t dari indikator variabel
dukungan sosial.
Gambar 4.4 Pengujian confirmatory factor analysis variabel
dukungan sosial dengan nilai t hitung
111
Hasil uji konstruk variabel dukungan sosial yang dievaluasi
berdasarkan kriteria goodness of fit indices pada Tabel 7 berikut
dengan disajikan hasil model serta nilai kritisnya (cut-off value).
Tabel 7
Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Dukungan Sosial
Goodness of Fit Index Cut off Value
Hasil
Evaluasi Model
Chi square
4.74
Probability
≥ 0.05
0.094
Baik
RMSEA
≤ 0.08
0.080
Baik
GFI
> 0.90
0.99
Baik
AGFI
> 0.90
0.94
Baik
CN
> 200
417.27
Baik
RMR
< 0.80
0.021
Baik
CFI
> 0.90
0.99
Baik
NFI
> 0.90
0.99
Baik
IFI
> 0.90
0.99
Baik
RFI
> 0.90
0.97
Baik
Sumber : Data Primer
Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa
evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai di
atas kritis yang menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data,
sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tabel 7
menunjukkan bahwa model pengukuran dukungan sosial telah
menunjukkan adanya model fit atau kesesuaian antara data dengan
model. Hal ini dibuktikan dari criteria fix yang ada, sudah > 2 yang telah
memenuhi kriteria. Dengan demikian mengacu pada prinsip parsimony
teori maka model di atas menunjukkan tingkat penerimaan yang baik
oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima.
112
Selanjutnya
untuk
mengetahui
indikator-indikator
yang
berkontribusi signifikan terhadap variabel dukungan sosial dapat
diamati dari nilai loading faktor atau koefisien lambda (λ) dan tingkat
signifikansinya,
yang
mencerminkan
masing-masing
kontribusi
indikator terhadap variabel dukungan sosial tampak pada tabel 8,
sebagai berikut:
Tabel 8
Loading Factor, Nilai t dan R2 Pengukuran Variabel Dukungan Sosial
Loading
Indikator Variabel
Nilai t
R2
Keterangan
Factor
Dukungan Emosional (X21)
3.50
12.09
0.55
Signifikan
Dukungan Instrumental (X22)
3.80
12.03
0.61
Signifikan
Dukungan Penilaian (X23)
3.64
12.76
0.66
Signifikan
DUkungan Informasi (X24)
3.65
12.24
0.56
Signifikan
Sumber : Data Primer
Tabel 8 menunjukkan bahwa indikator dukungan emosional
(X21), dukungan instrumental (X22), dukungan penilaian (X23) dan
dukungan informaasi (X24) mempunyai nilai t > 1.96 yang berarti
bahwa semua indikator tersebut adalah signifikan secara statistik. Dari
keempat indikator variabel dukungan sosial, dukungan penilaian (X23)
adalah indikator yang paling baik karena memiliki nilai R2 yang paling
besar yaitu 0.66 (bandingkan dengan dukungan emosional (X21) =
0.55, dukungan instrumental (X22) = 0.61, dan dukungan informasi
(X24) = 0.56).
Sedangkan nilai loading factor menunjukkan besar korelasi
antara indikator dengan konstruk latennya. Indikator dengan loading
113
factor yang tinggi memiliki korelasi yang lebih tinggi untuk menjelaskan
konstruk latennya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat
indikator variabel dukungan sosial, dukungan instrumental (X22)
adalah indikator yang memiliki nilai loading factor paling tinggi yaitu
3.80 (bandingkan dengan dukungan emosional (X21) = 3.50,
dukungan penilaian (X23) = 3.64 dan dukungan informasi (X24) =
3.65).
3) Depresi
Depresi merupakan suatu keadaan dan perasaan sedih yang
berkepanjangan yang terjadi akibat beberapa factor. Depresi
merupakan variabel/konstruk laten yang diukur melalui satu indikator.
Untuk pengujian model, digunakan satu indikator untuk
mengukur variabel laten depresi, hasil pengujian variabel laten depresi
diperoleh hasil model dengan confirmatory factor analysis sudah
memenuhi kriteria goodness of fit, sebagaimana terlihat pada gambar
dibawah ini:
a) Nilai Estimate
Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut
adalah nilai estimate dari indikator variabel depresi.
114
Gambar 4.5 Pengujian confirmatory factor analysis variabel
depresi dengan nilai estimate
b) Nilai t
Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap signifikan
terhadap variabel utama. Berikut adalah nilai t dari indikator variabel
depresi.
Gambar 4.6 Pengujian confirmatory factor analysis variabel
depresi dengan nilai t hitung
Hasil
uji
konstruk
variabel
depresi
yang
dievaluasi
berdasarkan kriteria goodness of fit indices pada Tabel 9 berikut
dengan disajikan hasil model serta nilai kritisnya (cut-off value).
Tabel 9
Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Depresi
Goodness of Fit Index Cut off Value
Hasil
Evaluasi Model
Chi square
0.000
Probability
≥ 0.05
1.000
Baik
RMSEA
≤ 0.08
0.000
Baik
The Model is Saturated, the Fit is Perfect !
Sumber : Data Primer
Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa
evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai di
atas kritis yang menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data,
115
sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tabel 9
menunjukkan bahwa model pengukuran depresi telah menunjukkan
adanya model fit atau kesesuaian antara data dengan model. Hal ini
dibuktikan dari criteria fix yang ada, sudah 2 yang telah memenuhi
kriteria. Dengan demikian mengacu pada prinsip parsimony teori maka
model di atas menunjukkan tingkat penerimaan yang baik oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima.
Selanjutnya
untuk
mengetahui
indikator-indikator
yang
berkontribusi signifikan terhadap variabel dukungan sosial dapat
diamati dari nilai loading faktor atau koefisien lambda (λ) dan tingkat
signifikansinya,
yang
mencerminkan
masing-masing
kontribusi
indikator terhadap variabel depresi tampak pada tabel 10, sebagai
berikut:
Tabel 10
Loading Factor, Nilai t dan R2 Pengukuran Variabel Depresi
Loading
Indikator Variabel
Nilai t
R2
Keterangan
Factor
Depresi (X3)
1.00
1.00
Signifikan
Sumber : Data Primer
Tabel 8 menunjukkan bahwa indikator depresi (X3) memiliki
loading factor 1.00. Faktor Loading 1 menunjukkan bahwa variabel
laten memiliki unit pengukuran yang sama dengan variabel observed,
variabel tersebut dikenal sebagao variabel reference. Sehingga
peneliti mengasumsikan bahwa depresi (X3) adalah ukuran yang
116
sempurna jadi tidak memiliki kesalahan pengukuran (error variance
indikator = 0)
4) Religiusitas
Religiusitas
merupakan
penghayatan
keagamaan
atau
kedalaman kepercayaan/komitmen religious yang berhubungan
dengan agama atau keyakinan yang dapat dilihat melalui aktivitas atau
perilaku individu. Religiusitas merupakan variabel/konstruk laten yang
diukur melalui 5 indikator, yaitu belief (X41), practice (X42), feeling
(X43), knowledge (X44), dan effect (X45).
Untuk pengujian model, digunakan 5 indikator untuk mengukur
variabel laten religiusitas, hasil pengujian variabel laten religiusitas
diperoleh hasil model dengan confirmatory factor analysis sudah
memenuhi kriteria goodness of fit, sebagaimana terlihat pada gambar
dibawah ini:
a) Nilai Estimate
Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut
adalah nilai estimate dari indikator variabel religiusitas.
117
Gambar 4.7 Pengujian confirmatory factor analysis variabel
religiusitas dengan nilai estimate
b) Nilai t
Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap
signifikan terhadap variabel utama. Berikut adalah nilai t dari
indikator variabel religiusitas.
Hasil uji konstruk variabel religiusitas yang dievaluasi
berdasarkan kriteria goodness of fit indices pada Tabel 11 berikut
dengan disajikan hasil model serta nilai kritisnya (cut-off value).
118
Gambar 4.8 Pengujian confirmatory factor analysis variabel
religiusitas dengan nilai t hitung
Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa
evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai
diatas kritis yang menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan
data, sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya.
Tabel 11 menunjukkan bahwa model pengukuran religiusitas telah
menunjukkan adanya model fit atau kesesuaian antara data dengan
model. Hal ini dibuktikan dari criteria fix yang ada, sudah > 2 yang telah
memenuhi kriteria. Dengan demikian mengacu pada prinsip parsimony
teori maka model di atas menunjukkan tingkat penerimaan yang baik
oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima.
119
Tabel 11
Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Religiusitas
Goodness of Fit Index Cut off Value
Hasil
Evaluasi Model
Chi square
15.28
Probability
≥ 0.05
0.0092
Marginal Fit
RMSEA
≤ 0.08
0.098
Marginal Fit
GFI
> 0.90
0.94
Baik
AGFI
> 0.90
0.83
Marginal Fit
CN
> 200
212.27
Baik
RMR
< 0.80
0.059
Baik
CFI
> 0.90
0.98
Baik
NFI
> 0.90
0.97
Baik
IFI
> 0.90
0.98
Baik
RFI
> 0.90
0.94
Baik
Sumber : Data Primer
Selanjutnya
untuk
mengetahui
indikator-indikator
yang
berkontribusi signifikan terhadap variabel religiusitas dapat diamati
dari nilai loading faktor atau koefisien lambda (λ) dan tingkat
signifikansinya,
yang
mencerminkan
masing-masing
kontribusi
indikator terhadap variabel religiusitas tampak pada tabel 12, sebagai
berikut:
Tabel 12
Loading Factor, Nilai t dan R2 Pengukuran Variabel Religiusitas
Loading
Indikator Variabel
Nilai t
R2
Keterangan
Factor
Belief (X41)
4.03
8.96
0.35
Signifikan
Practice (X42)
4.35
8.37
0.33
Signifikan
Feeling (X43)
3.92
13.27
0.69
Signifikan
Knowledge (X44)
2.88
9.41
0.41
Signifikan
Effect (X45)
3.96
12.37
0.55
Signifikan
Sumber : Data Primer
Tabel 12 menunjukkan bahwa indikator belief (X41), practice
(X42), feeling (X43), knowledge (X44), dan effect (X45) mempunyai
120
nilai t > 1.96 yang berarti bahwa semua indikator tersebut adalah
signifikan secara statistik. Dari kelima indikator variabel religiusitas,
feeling (X43) adalah indikator yang paling baik karena memiliki nilai R2
yang paling besar yaitu 0.69 (bandingkan dengan belief (X41) = 0.35,
practice (X42) = 0.33, knowledge (X44) = 0.41, dan effect (X45) =
0.55).
Sedangkan nilai loading factor menunjukkan besar korelasi
antara indikator dengan konstruk latennya. Indikator dengan loading
factor yang tinggi memiliki korelasi yang lebih tinggi untuk menjelaskan
konstruk latennya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kelima
indikator variabel religiusitas, practice (X42) adalah indikator yang
memiliki nilai loading factor paling tinggi yaitu 4.35 (bandingkan
dengan belief (X41) = 4.03, feeling (X43) = 3.92, knowledge (X44) =
2.88 dan effect (X45) = 3.96).
5) Konsentrasi CD4
Jumlah sel T CD4 diukur dalam kandungan darah. Konsentrasi
CD4 merupakan variabel/konstruk laten yang diukur melalui satu
indikator.
Untuk pengujian model, digunakan satu indikator untuk
mengukur variabel laten konsentasri CD4, hasil pengujian variabel
laten depresi diperoleh hasil model dengan confirmatory factor
121
analysis sudah memenuhi kriteria goodness of fit, sebagaimana terlihat
pada gambar dibawah ini:
a) Nilai Estimate
Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut
adalah nilai estimate dari indikator variabel jumlah CD4.
Gambar 4.9 Pengujian confirmatory factor analysis variabel CD4
dengan nilai estimate
b) Nilai t
Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap signifikan
terhadap variabel utama. Berikut adalah nilai t dari indikator variabel
jumlah CD4.
Gambar 4.10 Pengujian confirmatory factor analysis variabel
Konsentrasi CD4 dengan nilai t hitung
Hasil
uji
konstruk
variabel
depresi
yang
dievaluasi
berdasarkan kriteria goodness of fit indices pada Tabel 13 berikut
dengan disajikan hasil model serta nilai kritisnya (cut-off value).
122
Tabel 13
Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Konsentrasi CD4
Goodness of Fit Index Cut off Value
Hasil
Evaluasi Model
Chi square
0.000
Probability
≥ 0.05
1.000
Baik
RMSEA
≤ 0.08
0.000
Baik
The Model is Saturated, the Fit is Perfect !
Sumber : Data Primer
Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa
evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai di
atas kritis yang menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data,
sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tabel 13
menunjukkan bahwa model pengukuran konsentrasi CD4 telah
menunjukkan adanya model fit atau kesesuaian antara data dengan
model. Hal ini dibuktikan dari criteria fix yang ada, sudah 2 yang telah
memenuhi kriteria. Dengan demikian mengacu pada prinsip parsimony
teori maka model di atas menunjukkan tingkat penerimaan yang baik
oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima.
Selanjutnya
untuk
mengetahui
indikator-indikator
yang
berkontribusi signifikan terhadap variabel konsentrasi CD4 dapat
diamati dari nilai loading faktor atau koefisien lambda (λ) dan tingkat
signifikansinya,
yang
mencerminkan
masing-masing
kontribusi
indikator terhadap variabel konsentrasi CD4 tampak pada tabel 14,
sebagai berikut:
123
Tabel 14
Loading Factor, Nilai t dan R2 Pengukuran Variabel Konsentrasi CD4
Loading
Indikator Variabel
Nilai t
R2
Keterangan
Factor
Konsentrasi CD4 (X5)
1.00
1.00
Signifikan
Sumber : Data Primer
Tabel 14 menunjukkan bahwa indikator konsentrasi CD4 (X5)
memiliki loading factor 1.00. Faktor Loading 1 menunjukkan bahwa
variabel laten memiliki unit pengukuran yang sama dengan variabel
observed, variabel tersebut dikenal sebagao variabel reference.
Sehingga peneliti mengasumsikan bahwa konsentrasi CD4 (X5)
adalah ukuran yang sempurna jadi tidak memiliki kesalahan
pengukuran (error variance indikator = 0)
6) Kualitas Hidup
Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap
keadaan seseorang yang sesuai konteks budaya dan system nilai
yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan dan niatnya. Kualitas
hidup merupakan variabel/konstruk laten yang diukur melalui 8
indikator, yaitu fungsi fisik (Y1), keterbatasan peran (Y2), tubuh sakit
karena kesehatan fisik (Y3), persepsi kesehatan secara umum (Y4),
vitalitas (Y5), fungsi sosial (Y6), peran keterbatasan karena masalah
emosional (Y7), dan kesehatan psikis (Y8).
Untuk pengujian model, digunakan 8 indikator untuk mengukur
variabel laten kualitas hidup, hasil pengujian variabel laten kualitas
hidup diperoleh hasil model dengan confirmatory factor analysis sudah
124
memenuhi kriteria goodness of fit, sebagaimana terlihat pada gambar
dibawah ini:
a) Nilai Estimate
Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut
adalah nilai estimate dari indikator variabel kualitas hidup.
Gambar 4.11 Pengujian confirmatory factor analysis variabel
kualitas hidup dengan nilai estimate
125
b) Nilai t
Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap signifikan
terhadap variabel utama. Berikut adalah nilai t dari indikator variabel
kualitas hidup.
Gambar 4.12 Pengujian confirmatory factor analysis variabel
kualitas hidup dengan nilai t hitung
126
Hasil uji konstruk variabel kualitas hidup yang dievaluasi
berdasarkan kriteria goodness of fit indices pada Tabel 15 berikut
dengan disajikan hasil model serta nilai kritisnya (cut-off value).
Tabel 15
Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Religiusitas
Goodness of Fit Index Cut off Value
Hasil
Evaluasi Model
Chi square
70.11
Probability
≥ 0.05
0.000
Marginal Fit
RMSEA
≤ 0.08
0.11
Marginal Fit
GFI
> 0.90
0.92
Baik
AGFI
> 0.90
0.85
Marginal Fit
CN
> 200
115.66
Marginal Fit
RMR
< 0.80
0.069
Baik
CFI
> 0.90
0.94
Baik
NFI
> 0.90
0.92
Baik
IFI
> 0.90
0.94
Baik
RFI
> 0.90
0.88
Marginal Fit
Sumber : Data Primer
Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa
evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai di
atas kritis yang menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data,
sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tabel 15
menunjukkan
bahwa
model pengukuran kualitas hidup
telah
menunjukkan adanya model fit atau kesesuaian antara data dengan
model. Hal ini dibuktikan dari criteria fix yang ada, sudah > 2 yang telah
memenuhi kriteria. Dengan demikian mengacu pada prinsip parsimony
teori maka model di atas menunjukkan tingkat penerimaan yang baik
oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima.
127
Selanjutnya
untuk
mengetahui
indikator-indikator
yang
berkontribusi signifikan terhadap variabel kualitas hidup dapat diamati
dari nilai loading faktor atau koefisien lambda (λ) dan tingkat
signifikansinya,
yang
mencerminkan
masing-masing
kontribusi
indikator terhadap variabel kualitas hidup tampak pada tabel 16,
sebagai berikut:
Tabel 16
Loading Factor, Nilai t dan R2 Pengukuran Variabel Kualitas Hidup
Loading
Indikator Variabel
Nilai t
R2
Keterangan
Factor
Fungsi fisik (Y1)
126.66
9.59
0.34
Signifikan
Keterbatasan peran (Y2)
59.14
7.33
0.21
Signifikan
Kesehatan fisik (Y3)
32.70
4.57
0.11
Signifikan
Persepsi kesehatan (Y4)
54.86
12.20
0.51
Signifikan
Vitalitas (Y5)
65.97
9.34
0.39
Signifikan
Fungsi sosial (Y6)
32.62
11.51
0.47
Signifikan
Masalah emosional (Y7)
35.38
12.24
0.47
Signifikan
Kesehatan psikis (Y8)
68.43
11.16
0.45
Signifikan
Sumber : Data Primer
Tabel 16 menunjukkan bahwa indikator fungsi fisik (Y1),
keterbatasan peran (Y2), tubuh sakit karena kesehatan fisik (Y3),
persepsi kesehatan secara umum (Y4), vitalitas (Y5), fungsi sosial
(Y6), peran keterbatasan karena masalah emosional (Y7), dan
kesehatan psikis (Y8) mempunyai nilai t > 1.96 yang berarti bahwa
semua indikator tersebut adalah signifikan secara statistik. Dari kelima
indikator variabel kualitas hidup, persepsi kesehatan (Y4) adalah
indikator yang paling baik karena memiliki nilai R2 yang paling besar
yaitu 0.51 (bandingkan dengan fungsi fisik (Y1) = 0.34, keterbatasan
128
peran (Y2) = 0.21, tubuh sakit karena kesehatan fisik (Y3) = 0.11,
vitalitas (Y5) = 0.39, fungsi sosial (Y6) = 0.47, peran keterbatasan
karena masalah emosional (Y7) = 0.47, dan kesehatan psikis (Y8) =
0.45).
Sedangkan nilai loading factor menunjukkan besar korelasi
antara indikator dengan konstruk latennya. Indikator dengan loading
factor yang tinggi memiliki korelasi yang lebih tinggi untuk menjelaskan
konstruk latennya.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa
dari
kedelapan indikator variabel kualitas hidup, fungsi fisik (Y1) adalah
indikator yang memiliki nilai loading factor paling tinggi yaitu 126.66
(bandingkan dengan keterbatasan peran (Y2) = 59.14, tubuh sakit
karena kesehatan fisik (Y3) = 32.70, persepsi kesehatan (Y4) = 54.86,
vitalitas (Y5) = 65.97, fungsi sosial (Y6) = 32.62, peran keterbatasan
karena masalah emosional (Y7) = 35.38, dan kesehatan psikis (Y8) =
68.43).
d. Model Teori Kualitas Hidup
Pada bagian ini akan dilakukan pengujian model lengkap yang
menjelaskan hubungan kausal antara stigma, dukungan sosial, depresi,
religiusitas, jumlah CD4, dan kualitas hidup ODHA di Sulawesi Selatan,
tampak seperti gambar dibawah ini:
129
a) Nilai estimate
Nilai estimate memperlihatkan besarnya loading factor. Berikut adalah nilai estimate dari model lengkap
kualitas hidup.
Gambar 4.13 Pengukuran Model Hubungan Antar Variabel dengan Nilai Estimate
130
b) Nilai t
Nilai t menunjukkan nilai-nilai indikator yang dianggap signifikan terhadap variabel utama. Berikut adalah
nilai t dari model lengkap kualitas hidup.
Gambar 4.14 Pengukuran Model Hubungan Antar Variabel dengan Nilai t
131
Hasil uji model disajikan pada gambar 4.14 diatas dievaluasi
berdasarkan goodness of fit indices pada tabel 17 berikut dengan
menyajikan kriteria model serta nilai kritisnya yang memilki kesesuaian
data.
Tabel 17
Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Overall Model
Goodness of Fit Index Cut off Value
Hasil
Evaluasi Model
Chi square
315.79
Probability
≥ 0.05
0.000
Marginal Fit
RMSEA
≤ 0.08
0.052
Baik
GFI
> 0.90
0.86
Marginal Fit
AGFI
> 0.90
0.82
Marginal Fit
CN
> 200
169.28
Marginal Fit
RMR
< 0.80
0.067
Baik
CFI
> 0.90
0.97
Baik
NFI
> 0.90
0.92
Baik
IFI
> 0.90
0.97
Baik
RFI
> 0.90
0.91
Baik
Sumber : Data Primer
Dari evaluasi model yang diajukan menunjukkan bahwa evaluasi
terhadap model secara keseluruhan menghasilkan nilai di atas kritis yang
menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data, sehingga dapat
dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tabel 18 menunjukkan
bahwa model pengukuran teori kualitas hidup telah menunjukkan adanya
model fit atau kesesuaian antara data dengan model. Hal ini dibuktikan
dari criteria fix yang ada, sudah > 2 yang telah memenuhi kriteria. Dengan
demikian mengacu pada prinsip parsimony teori maka model di atas
menunjukkan tingkat penerimaan yang baik oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa model dapat diterima.
132
d. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan model empirik yang diajukan dalam penelitian ini
dapat dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan melalui
pengujian koefisien jalur pada model persamaan struktural. Tabel 19
merupakan pengujian hipotesis dengan melihat nilai p value, jika nilai p
value lebih kecil dari 0.05 maka hubungan antara variabel signifikan.
Hasil pengujian disajikan pada tabel berikut:
Tabel 18
Evaluasi Terhadap Koefisien Model Struktural dan Kaitannya dengan
Hipotesis Penelitian (Direct Effect)
Direct Effect
Hipotesis (Path)
Loading
Nilai t
Kesimpulan
Factor
Stigma  Kualitas Hidup
0.018
0.27
Tidak Signifikan
Dukungan Sosial  Kualitas Hidup
-0.078
-1.01
Tidak Signifikan
Depresi  Kualitas Hidup
-0.028
-3.30
Signifikan
Religiusitas  Kualitas Hidup
0.36
3.30
Signifikan
CD4  Kualitas Hidup
0.00087
2.23
Signifikan
Sumber : Data Primer
Adapun interpretasi dari table 18 dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Stigma tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai t =
0.027 < 1.96 dengan nilai koefisien sebesar 0.018.
2) Dukungan sosial tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup karena
nilai t = -1.01 < 1.96 dengan nilai koefisien sebesar -0.078.
3) Depresi berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai t = -3.30 >
1.96 dengan nilai koefisien sebesar -0.028.
133
4) Religiusitas berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai t = 3.30
> 1.96 dengan nilai koefisien sebesar 0.36.
5) Konsentrasi CD4 berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai t =
2.23 > 1.96 dengan nilai koefisien sebesar 0.00087.
Tabel 19
Evaluasi Terhadap Koefisien Model Struktural dan Kaitannya dengan
Hipotesis Penelitian (Indirect Effect)
Indirect Effect
Hipotesis (Path)
Loading
Total
Factor
Effect
Religiusitas  Dukungan Sosial  Kualitas Hidup
-0.030
0.330
Religiusitas  Stigma  Kualitas Hidup
0.007
0.367
Religiusitas  CD4  Kualitas Hidup
0.059
0.095
Religiusitas  Depresi  Kualitas Hidup
0.177
0.213
Stigma  Dukungan Sosial  Kualitas Hidup
0.005
0.023
CD4  Depresi  Kualitas Hidup
0.0003
0.00117
Dukungan Sosial  Depresi  Kualitas Hidup
0.039
-0.039
Sumber : Data Primer
Interpretasi efek tak langsung antar variabel konstruk yang
diasumsikan pada model penelitian dideskripsikan berikut ini:
1) Efek tidak langsung religiusitas terhadap kualitas hidup melalui
dukungan sosial adalah -0.030. Hal ini dimaknai bahwa setiap
peningkatan 1 poin religiusitas mampu menurunkan 0.030 poin
kualitas hidup secara tidak langsung melalui dukungan sosial.
2) Efek tidak langsung religiusitas terhadap kualitas hidup melalui stigma
adalah 0.007. Hal ini dimaknai bahwa setiap peningkatan 1 poin
religiusitas mampu menaikkan 0.007 poin kualitas hidup secara tidak
langsung melalui stigma.
134
3) Efek tidak langsung religiusitas terhadap kualitas hidup melalui
konsentrasi CD4 adalah 0.059. Hal ini dimaknai bahwa setiap
peningkatan 1 poin religiusitas mampu menaikkan 0.059 poin kualitas
hidup secara tidak langsung melalui konsentrasi CD4.
4) Efek tidak langsung religiusitas terhadap kualitas hidup melalui depresi
adalah 0.177. Hal ini dimaknai bahwa setiap peningkatan 1 poin
religiusitas mampu menaikkan 0.177 poin kualitas hidup secara tidak
langsung melalui depresi.
5) Efek tidak langsung stigma terhadap kualitas hidup melalui dukungan
sosial adalah 0.005. Hal ini dimaknai bahwa setiap peningkatan 1 poin
stigma mampu menaikkan 0.005 poin kualitas hidup secara tidak
langsung melalui dukungan sosial.
6) Efek tidak langsung konsentrasi CD4 terhadap kualitas hidup melalui
depresi adalah 0.0003. Hal ini dimaknai bahwa setiap peningkatan 1
poin konsentrasi CD4 mampu menaikkan 0.0003 poin kualitas hidup
secara tidak langsung melalui depresi.
7) Efek tidak langsung dukungan sosial terhadap kualitas hidup melalui
depresi adalah 0.039. Hal ini dimaknai bahwa setiap peningkatan 1
poin dukungan sosial mampu menaikkan 0.039 poin kualitas hidup
secara tidak langsung melalui depresi.
135
B.
Pembahasan hasil penelitian
1. Stigma
Stigma adalah tindakan memberikan label sosial yang bertujuan
untuk memisahkan atau mendeskreditkan seseorang atau sekelompok
orang dengan cap atau pandangan buruk (Kementerian_Kesehatan_RI,
2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik pengaruh
stigma terhadap kualitas hidup ODHA dalam model tidak signifikan (nilai t <
1.96). Tetapi jika dilakukan uji statistik untuk mencari pengaruh dalam
konteks bivariate diperoleh nilai p = 0.003 (p < 0.05) yang berarti ada
pengaruh stigma terhadap kualitas hidup dengan besar kontribusi sebesar
4%.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Herrmann et
al. (2013) menunjukkan bahwa kesulitan untuk hidup bagi ODHA terutama
dalam hal hubungan intim, stigma yang dirasakan, dan kesehatan kronis
yang buruk akan berdampak terhadap kualitas hidup. Hal yang sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutabazi-Mwesigire et al. (2014)
menyatakan bahwa responden masih banyak menderita stigma, ketakutan
pengungkapan dan kemiskinan, yang berdampak negatif terhadap kualitas
hidup mereka. Penelitian lain yang dilakukan oleh Liu et al. (2013)
menemukan bahwa stigma sangat memperngaruhi kualitas hidup baik bagi
ODHA maupun pengasuh mereka.
136
Di Indonesia bahkan mungkin di seluruh dunia stigma merupakan
salah satu penghambat dalam program pencegahan penularan HIV/AIDS.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh pihak Badan Pusat Statistik
(2009) bahwa stigma yang terhjadi dikalangan ODHA biasanya berasal dari
lingkungan keluarga, tempat tinggal, tempat kerja, sekolah, dan pada
komunitas lainnya. Yang paling parah adalah mereka yang stigma di tempat
layanan kesehatan.
Goffman (1963) yang berpendapat terhadap stigma tertarik pada
jurang pemisah antara apa yang seharusnya dilakukan seseorang “identitas
sosial virtual” dan apa yang sebenarnya dilakukan seseorang “identitas
sosial actual”. orang yang mempunyai jurang pemisah antara dua identitas
ini distigmatisasikan. Di dalam buku ini memusatkan perhatian pada
interaksi dramaturgis antara aktor yang terstigma dan yang normal.
Sifat interaksi itu tergantung pada stigma yang mana di antar dua
jenis stigma yang terdapat pada diri seorang aktor. Dalam kasus stigma
diskredit (discredit stigma), aktor menganggap perbedaan telah diketahui
oleh anggota penonton atau jelas bagi mereka (contoh, orang yang tubuh
bagian bawahnya lumpuh atau kehilangan anggota badan). Stigma
diskreditabel (descriditable stigma) adalah stigma yang perbedaannya tak
diketahui oleh anggota penonton atau tak dapat dirasakan oleh mereka
(misalnya, seorang homoseksual). Masalah dramaturgis mendasar bagi
seseorang yang mempunyai stigma terdiskreditkan adalah pengelolaan
137
ketegangan yang dihasilkan oleh fakta bahwa orang mengetahui
masalahnya. Masalah dramaturgis mendasar bagi seseorang yang
mempunyai stigma diskreditabel adalah pengelolaan informasi sedemikian
rupa sehingga masalahnya tetap tak diketahui oleh orang lain (Goffman,
1963).
Menurut Goffman (1963) ada tiga jenis stigma, yaitu stigma yang
dibangun berdasarkan aspek fisik penderita (cacat), aspek karakter
penderita (sifat yang dianggap negatif seperti orang yang bermotivasi
lemah, bernafsu mendominasi orang secara berlebihan, berkeyakinan yang
sangat fanatik, sangat tidak jujur), dan aspek tribal: suku-bangsa, ras, dan
agama (faktor keturunan dan karena itu dapat “diwariskan” kepada seluruh
anggota keluarga).
ODHA yang menganggap menerima stigma yang masuk dalam
kategori sangat rendah dan rendah adalah sebesar 63.7%. Melihat
kontribusi stigma terhadap kualitas hidup memang masih sangat kecil
karena beberapa responden masih menutup diri (menyembunyikan status)
baik terhadap keluarga, pasangan, maupun lingkungan sekitar. Hal ini akan
berdampak pada banyak hal terutama dalam hal pencegahan. Selain itu
status yang ditutupi di masyarakat akan menyebabkan ODHA akan kurang
bersosialisasi dengan lingkungannya. Kurangnya sosialisasi baik dalam
keluarga maupun tetangga akan menyebabkan ODHA tidak mengetahui
kondisi jelas yang terjadi, apakah ODHA distigma atau tidak.
138
Alasan inilah yang menjadi landasan peneliti bahwa stigma belum
masuk dalam model karena ada beberapa variabel yang lebih berperan
penting dibandingkan dengan kontribusi dari stigma.
Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Tam et al.
(2012) menyatakan bahwa stigma yang dirasakan oleh ODHA memiliki
korelasi yang signifikan tetapi lemah untuk meningkatkan kualitas hidup.
Sejalan dengan hasil penelitian ini, Tabel 3 menunjukkan bahwa responden
yang mengalami stigma dengan kategori sangat tinggi memiliki kualitas
hidup rendah (33.3%).
Hasil penelitian ini tidak hanya dipengaruhi oleh responden yang
menutup diri, tetapi berdasarkan Tabel 4 ODHA yang mengikuti terapi ARV
dan memiliki pasangan memiliki nilai rerata yang stigma yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak mengikuti terapi ARV dan tidak memiliki
pasangan. Berbeda dengan yang mengikuti program pendampingan,
responden yang tidak mengikuti program pendampingan memiliki nilai
rerata yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena proses pendampingan
ODHA sangatlah tertutup karena untuk menjaga kerahasiaan.
Menutup diri atau menyembunyikan status bagi para ODHA
dikarenakan masyarakat masih menganggap bahwa HIV dan AIDS
merupakan sesuatu atau penyakit yang dianggap buruk karena kelakuan
dari orang tersebut. ODHA sering diperlakukan berbeda dengan orang lain,
baik dalam pergaulan maupun dalam keluarga sendiri. Ketakutan akan
139
perlakuan inipun yang membuat ODHA susah untuk menjembatani diri
dengan orang lain. Takut untuk membagi pengalamannya, bahkan untuk
menyatakan diri sedang sakit atau butuh pertolongan sangat susah untuk
disampaikan.
Besarnya rasa khawatir terhadap penerimaan orang lain terhadap
dirinya membuat orang-orang disekitarnya menjaga jarak bahkan sampai
membuat batasan yang dapat menyebabkan keresahan di masyarakat baik
dalam skala besar maupun dalam skala kecil.
Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA tergambar dalam sikap
sinis, perasaan ketakutan yang berlebihan dan persepsi negatif tentang
ODHA, dapat mempengaruhi dan menurun kankualitas hidup ODHA.Stigma
dan diskriminasi dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas
kesehatan menjadi salah satu kendala kualitas pemberian pelayanan
kesehatan kepada ODHA yang pada akhirnya dapat menurunkan derajat
kesehatan ODHA.
Berdasarkan penelitian Syafar et al. (2013), khususnya pada
pasangan ODHA. Sebagian besar pasangan ODHA telah pasrah akan
kondisi dengan risiko tertular HIV dari pasangannya. Hal ini disebabkan
adanya pengalaman berliku yang membuat mereka kehilangan harapan dan
semangat hidup. Masalah stigma dan diskriminasi merupakan salah satu
permasalahan yang paling banyak ditemui sebagai pasangan ODHA.
Menjadi pasangan ODHA, mereka harus menghadapi stigma masyarakat.
140
Perempuan dapat mengalami stigma ganda, yaitu sebagai perempuan
makhluk kelas dua yang cenderung disalahkan atas apa yang terjadi
terhadap dirinya sendiri. Masyarakat menganggap semestinya perempuan
dapat menjaga diri, suami, dan keluargnya sehingga tidak terinfeksi HIV dan
AIDS. Stigma kedua adalah sebagai ODHA, perempuan yang dianggap
tidak baik perilakunya dan tidak bermoral sehingga bisa terinfeksi penyakit
menular sehingga harus dijauhi.
Stigma adalah persoalan khas yang masih terjadi pada ODHA
terutama stigma sebagai pendosa dan tidak bermoral. Padahal proses
pemaparan
HIV
tidak
hanya
berlatar
belakang
pada
persoalan
tersebut.masalah ODHA tidak sebatas pada proses bagaimana ODHA
terinfeksi. Masalah ODHA ini juga semakin kompleks ketika ia harus
menjalani kehidupannya sehari-hari. Berbagai masalah terus bermunculan,
seperti stigma (Goffman, 1963).
Mengalami stigma akan memberikan dampak pada pengalaman
yang terjadi ODHA, dari setelah semua apa yang diperoleh dilingkungannya
akan membuat ODHA akan semakin nyaman dengan kondisi tersebut.
2. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah bantuan yang diterima individu dari orang
lain atau kelompok di sekitarnya, dengan membuat penerima merasa
nyaman, dicintai dan dihargai Sarafino and Smith (2011). Konsep
141
operasional dari dukungan sosial adalah perceived support (dukungan yang
dirasakan), yang memiliki dua elemen dasar diantaranya adalah persepsi
bahwa ada sejumlah orang lain dimana seseorang dapat mengandalkannya
saat dibutuhkan dan derajat kepuasan terhadap dukungan yang ada
(Dimatteo, 1991).
Hasil penelitian dalam model menunjukkan bahwa dukungan sosial
tidak signifikan terhadap kualitas hidup nilai t (-1.01) < 1.96. Tetapi jika
hanya mempertimbangkan pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas
hidup tanpa mempertimbangkan model yang ada diperleh hasil uji statistik
dengan nilai p (0.046) < 0.05 yang berarti bahwa ada pengaruh dukungan
sosial terhadap kualitas hidup dengan besar kontribusi 1.9%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh C
et al. (2014) yang menyatakan bahwa dukungan sosial baik dalam keluarga
maupun teman terdekat memiliki efek langsung terhadap kualitas hidup
ODHA. Dalam penelitian ini diperoleh pengaruh interaksi yang positif.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pentingnya dukungan sosialpsikologis dan lingkungan akan baik untuk meningkatkan kualitas hidup
khususnya pada wanita, masih muda, dan belum memiliki akses untuk
melakukan perawatan medis (F et al., 2014).
Hal ini sama dengan variabel stigma, jika ODHA menutup diri dari
lingkungan baik keluarga maupun orang lain. Maka dukungan sosial yang
dapat ia terima sangat kurang. Walaupun menerima dukungan sosial dari
142
keluarga atau teman terdekat tetapi dukungan yang diberikan hanyalah
sebuah dukungan untuk penyakit yang dideritanya yang dilihat oleh orang
lain bukan karena status HIV.
Berdasarkan dari hasil penelitian Rao et al. (2012) menyatakan
bahwa variabel dukungan sosial dan stigma jika berada dalam model yang
sama maka dukungan sosial tetap akan mempengaruhi stigma dan
berpengaruh terhadap kualitas hidup yang besarnya pengaruh adalah 0.25
kali.
Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa dukungan sosial
yang diperoleh ODHA pada kategori tinggi dan sangat tinggi adalah seebsar
35.3%. Hal ini berarti sebagian besar ODHA telah menerima dukungan
sosial baik dari keluarga maupun dari teman dekat. Tabel 3 menjelaskan
bahwa ODHA yang dukungan sosialnya rendah akan berpengaruh terhadap
kualitas hidup yang sangat rendah (12.5%) sedangkan ODHA yang
dukungan sosialnya tinggi memiliki kualitas hidup yang tinggi (48.1%).
Tabel 4 menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat tercipta dari
peranan lingkungan. Mulai dari ODHA yang aktif mengikuti terapi ARV,
program pendampingan, dan memiliki pasangan memiliki nilai rerata
dukungan sosial yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ODHA yang
tidak mengikuti ARV, program pendampingan, dan tidak memiliki pasangan.
Hasil penelitian Syafar et al. (2013), sebagian besar ODHA yang
memiliki pasangan baru mengetahui status pasangannya setelah lama
143
menjalin hubungan yang lama sehingga ikatan emosional yang mendalam
telah terjalin diantara keduanya dan disitilahkan oleh informan “terlanjur
cinta”. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa ODHA tidak terbuka mengenai
statusnya pada pasangan sebelum menjalin hubungan yang serius. Hal
inilah yang menjadi salah satu faktor dukungan sosial kepada ODHA.
Jika ODHA menutup diri maka kecenderungan dukungan sosial
yang diterimanya juga akan rendah. Hasil penelitian Margiantari et al. (2012)
menunjukkan bahwa Stigma memberikan tekanan dengan berbagai cara
yang tidak kelihatan terhadap ODHA namun bisa membuat perasaan ODHA
terpukul dan malu. Sedangkan diskriminasi memberikan tekanan dengan
cara yang kelihatan dengan berbagai cara yang membuat ODHA harus
menanggung perasaan malu. Sebagai akibat selanjutnya ODHA menutup
diri untuk tidak mau membuka status HIV-nya dan bahkan putus asa.
Sebaliknya bagi orang yang belum tahu status HIV-nya tidak akan
mau untuk mengikuti tes HIV di Klinik VCT. Disisi lain ODHA yang menutup
diri yang tidak mau membuka status HIV-nya kepada pasangannya (suami
atau istri) sebagai partner seks akan menularkan HIV kepada pasangannya.
Hal yang sama terjadi pada orang yang sudah terinfeksi HIV namun belum
mengetahui status HIV-nya apakah positip atau tidak. Fenomena ini
tergambar dalam penemuan kasus HIV selalu terjadi setelah orang
menderita infeksi oportunistik, dan di lakukan tes HIV ternyata positif.
144
Seorang ODHA harus membangun kualitas hidupnya sendiri
berkaitan dengan permasalahan dan perannya dilingkungan karena sudah
berbeda dengan yang lainnya. Hal yang sama diungkapkan oleh KH et al.
(1999) bahwa kualitas hidup berkaitan dengaan efek fisiologis, kualitas
dalam interaksi dengan sosial, prestasi pekerjaan atau aktifitas harian serta
distress spiritual, adalah gambaran dari upaya membagun eksistensi diri
yang tidak banyak dipengaruhi oleh dukungan sosial yang diperoleh.
Dukungan sosial seharusnya sudah dimulai sejak seseorang
mengetahui statusnya. Dukungan ini sangat akan berpengaruh terhadap
kesehatan fisik dan mental seseorang. Tetapi cenderung ODHA sering
sekali menutup diri karena biasanya dampak dari membuka status adalah
sifatnya bisa umum atau bisa juga bersifat pribadi. Mulai dari kesehatan fisik,
kesehatan mental, keuangan, hubungan keluarga, hubungan seksual,
perkawinan, anak, keamanan, kelansungan hidup, sampai masalah pada
saat kematian.
Dukungan sosial tidak hanya ditentukan berdasarkan pada
banyaknya sumber dukungan diterima tetapi juga lamanya dukungan sosial.
Menurut Cohen and Syme (1985) salah satu hal yang mempengaruhi
dukungan sosial adalah lamanya pemberian dukungan. Berdasarkan
pengamatan penelitian, dukungan sosial yang diberikan oleh tenaga medis
dan koordinator LSM tidak terus menerus dalam satu periode tertentu, tetapi
dukungan sosial yang diberikan sifatnya hanya sementara yaitu ketika sakit
145
dan ketika mengikuti pertemuan-pertemuan yang diadakan LSM sehingga
dukungan sosial yang dirasakan oleh subjek penelitian berada dalam taraf
sedang.
Untuk mengatasi masalah sosial ini biasanya ada sebuah kelompok
khusus untuk ODHA yang disebut dengan kelompok dukungan sebaya.
Kelompok dukungan sebaya salah satu dari terapi non medis. Kelompok
yang dikelola oleh dan untuk ODHA. Kelompok inilah yang biasanya
membuat ODHA memiliki satu-satunya tempat merasa nyaman, bisa keluar
dari isolasi, terjaga kerahasiaanya, aman, dan terdukung. Kelompok ini
sangat berkembang di Negara-negara berkembang, dimana pelayanan
untuk ODHA masih sangat lemah.
Tetapi meskipun demikian tidak bisa dipungkiri bahwa ODHA juga
memerlukan sebuah dukungan dari keluarga dekat, teman, maupun dari
lingkungannya. Hal ini sangat tidak mungkin terjadi karena masalah sosial
dalam ODHA sangatlah sensitive sehingga mereka merasa lebih baik
menutup diri daripada membuka status yang akan memberikan dampak
yang lebih besar.
Menderita HIV positif tidak hanya merusak individu namun juga
menghancurkan keluarga dan teman. Merawat anggota keluarga yang
menderita HIV merupakan hal yang menghancurkan kondisi secara emosi
dan keuangan. Diagnose HIV sering membawa tambahan beban rasa
146
bersalah, stigma sosial, konflik gaya hidup dan isolasi yang menyentuh
seluruh anggota keluarga (Perry and Potter, 2005).
3. Depresi
Depresi adalah kondisi medis yang mempengaruhi pikiran,
perasaan, dan kemampuan untuk berperan dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun terapi yang bersedia dapat mengurangi gejala HIV lebih dari 80%
dari penderita yang dirawat, sebagian penderita dengan depresi kurang
memperoleh bantuan dari apa yang mereka butuhkan untuk mengurangi
depresinya.
Depresi
dihasilkan
dari
fungsi
otak
yang
abnormal
(Mental_Health, 2002 #79).
Hasil menunjukkan bahwa dalam model depresi berpengaruh
terhadap kualitas hidup dengan nilai t (-3.30) > 1.96 dengan besar pengaruh
sebesar -0.028 artinya semakin tinggi depresi maka akan mengakibatkan
penuruna pada kualitas hidup. Sedangkan pada uji statistik di luar dari
model diperoleh nilai p (0.000) < 0.05 dengan besar kontribusi 28.2%.
Penelitian ini sejalan dengan WT et al. (2013) yang menyatakan
bahwa depresi secara signifikan berkorelasi dengan kualitas hidup di semua
domain (dorongan seksual (r = 0.215), ejakulasi (r = 0.297), dan penilaian
masalah (r = 0.213). Hasil penelitian yang lain juga menunjukkan bahwa dari
hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa suasan hati (depresi)
dapat mempengaruhi kualitas hidup ODHA. Penelitian ini menjelaskan
147
bahwa yang menyebabkan depresi adalah efek samping dari terapi ARV
(WT et al., 2013).
Hasil penelitian dari Tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang
mengalami depresi yang masuk kategori tinggi dan sangat tinggi adalah
sebesar 17.2%. Yang mengalami depresi tinggi adalah ODHA yang baru
mengetahui status. Jika dikaitkan dengan kualitas hidup ODHA pada table
3 menunjukkan bahwa ODHA yang memiliki depresi yang sangat tinggi juga
memiliki kualitas hidup yang sangat rendah (33.3%) berbeda dengan ODHA
yang depresinya sangat rendah juga akan memiliki kualitas hidup yang
tinggi (39.8%).
Hasil penelitian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa ODHA yang
mengikuti terapi ARV, program pendampingan dan memiliki pasangan
cenderung memiliki nilai rerata depresi yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan ODHA yang tidak mengikuti terapi ARV, program pendampingan,
dan tidak memiliki pasangan.
Depresi berdampak negative terhadap kualitas hidup .orang yang
mengalami depresi menyatakan kurang puas dengan kehidupannya dan
memiliki kualitas hidup yang lebih rendah daripada mereka dengan tingkat
depresi yang rendah (Cantero et al., 2007).
Depresi dapat menyebabkan ODHA untuk melupakan dosis terapi
ART yang dapat mengurangi kepatuhan dalam berobat. Selain itu depresi
juga dapat menyebabkan ODHA meningkatkan perilaku berisiko yang
148
menularkan HIV pada orang lain. Beberapa kasus yang terjadi bahwa ODHA
yang mengalami depresi cenderung untuk berhenti dari pengobatan dan
tidak mencapai viral load yang tidak terdeteksi. Perubahan perilaku ini
(terjadinya depresi) akan menyebabkan kualitas hidup seseorang menurun.
Secara konsep, keadaan depresi pada individu akan menstimulasi
hypothalamus untuk melepaskan neuropeptide yang akan mengaktivasi
Automatic Nerve System dan hypofise untuk mengeluarkan kortikosteroid
dan katekolamin yang merupakan hormone-hormon yang bereaksi terhadap
kondisi depresi. Hal ini juga kaan berdampak pada jumlah CD4 yang akan
semakin turun dan akan semakin rentan terkena infeksi dan perburukan
kondisi kesehatan (Gunawan and Sumadiono, 2007).
Hubungan antara depresi dengan HIV/AIDS merupakan hubungan
yang sangat kompleks, di satu sis depresi dapat timbul karena penyakit
HIV/AIDS, di sisi lain depresi yang timbul akan lebih memperberat
perjalanan penyakit HIV/AIDS (Angelino, 2002).
Secara psikis seseorang yang terinfeksi HIV akan merasakan
cemas, marah, takut, dan perasaan bersalah. Hal ini dibuktikan dari item
kuesioner depresi yang mendapatkan sebanyak 62.3% pasien HIV/AIDS
merasa bersalah terhadap hal-hal yang telah dilakukannya. Apabila kondisi
tersebut berlangsung dalam jangka waktu lama, maka dapat menimbulkan
depresi yang mengarah pada kehampaan hidup serta mengembangkan
hidup tidak bermakna (Astuti and Budiyani, 2010).
149
Selain itu depresi juga mempengaruhi self care pasien. Depresi
menyebabkan seseorang malas untuk mengikuti regimen pengobatan
antiretroviral, nafsu makan yang kurang, keengganan berolahraga, dan
kesulitan tidur sehingga dapat memperberat gangguan fisiknya dan pada
akhirnya dapat memperburuk derajat kesehatannnya (Kusuma, 2011).
Depresi merupakan penyakit yang sangat umum pada ODHA.
Depresi yang tidak diobati dapat mengurangi kualitas hidup. Depresi adalah
masalah yang berpengaruh pada seluruh tubuh, dengan mengganggu
kesehatan fisik, pikiran, rasa dan perilaku.
Depresi pada ODHA juga dikaitkan dengan perasaan bahwa
kesehatannya buruk, rasa sakit kronis, dan kehilangan daya ingat serta
konsentrasi. Namun, depresi, berbeda dengan kesedihan atau kecil hati,
bukan merupakan dampak alami dari penyakit. Lamanya suasana hati yang
lesu, kegelisahan, atau kemarahan mungkin biasanya menjadi bagian dari
penyesuaian terhadap penyakit, tetapi perkembangan depresi yang parah
bukanlah sesuatu yang normal (MD and MD, 2014).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengobatan depresi parah
pada ODHA adalah aman dan efektif. Dukungan dan konseling yang
memungkinkan pasien menghadapi dan menyelesaikan atau menyesuaikan
diri terhadap kejadian yang menyebabkan stres dalam hidup seperti
masalah keuangan, kekerasan fisik, dan pertentangan dalam keluarga yang
dilakukan sendiri mungkin membantu mengendalikan depresi dan
150
memperbaiki mutu hidup. Terapi kelompok telah terbukti berguna untuk
depresi
ringan
sampai
menengah,
tetapi
pengobatan
farmakologi
tampaknya diperlukan untuk depresi yang lebih parah terkait dengan HIV
(MD and MD, 2014).
Melihat tingginya prevalensi kasus depresi maka masalah HIV dan
AIDS saat ini bukan hanya masalah penyakit menular semata, tetapi sudah
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang sangat luas. Oleh karena itu,
penanganan tidak hanya dari segi medis tetapi melibatkan aspek
psikososial. Agar ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS) mampu beradaptasi
akibat kesedihan, kegelisahan dan depresi yang dialaminya (Djoerban,
2000).
Selain itu, kondisi depresi pada ODHA dapat mempengaruhi
motivasi untuk terlibat aktif dalam pelayanan kesehatan dan mengalami
frustasi (Perry and Potter, 2005). Sehingga, depresi dapat menyebabkan
penurunan fisik dan mental, karena ketidakpatuhan pasien terhadap terapi
anti retrovirus dan obat-obatan lainnya, nafsu makan berkurang, tidak ingin
berolahraga, dan kesulitan tidur dapat memperberat penyakit (Kusuma,
2011).
Memiliki anggota keluarga yang positif HIV/AIDS mempengaruhi
keluarga
secara
ekonomis,
sosial,
fungsional,
dan
mengganggu
pengambilan keputusan keluarga. Dampak psikologis pada keluarga berupa
marah, sedih, dan respon kehilangan menyebabkan keluarga merasa tidak
151
percaya bahwa ada anggota keluarga yang terinfeksi virus tersebut (Perry
and Potter, 2005). Di Negara berkembang masalah ekonomi sangatlah
berbeda dengan Negara maju, kesulitan mendapatkan pekerjaan dapat
membuat seseorang depresi karena kesulitan ekonomi.
Akibatnya, keluarga tidak memberikan dukungan yang efektif
terhadap anggota keluarga yang menderita HIV dan AIDS. Akibat
kurangnya dukungan inilah dapat juga menyebabkan seseorang mengalami
depresi.
4. Jumlah CD4
HIV umumnya menulari sel CD4. Kode genetik HIV menjadi bagian
dari sel itu. Waktu sel CD4 menggandakan diri (bereplikasi) untuk melawan
infeksi apa pun, sel tersebut juga membuat tiruan HIV (Spiritia, 2014).
Setelah kita terinfeksi HIV dan belum mulai terapi antiretroviral
(ART), jumlah sel CD4 kita semakin menurun. Ini tanda bahwa sistem
kekebalan tubuh kita semakin rusak. Semakin rendah jumlah CD4, semakin
mungkin kita akan jatuh sakit (Spiritia, 2014).
Ada jutaan keluarga sel CD4. Setiap keluarga dirancang khusus
untuk melawan kuman tertentu. Waktu HIV mengurangi jumlah sel CD4,
beberapa keluarga dapat diberantas. Kalau itu terjadi, kita kehilangan
kemampuan untuk melawan kuman yang seharusnya dihadapi oleh
152
keluarga tersebut. Jika ini terjadi, kita mungkin mengalami infeksi
oportunistik (Spiritia, 2014).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan jumlah CD4 dalam
model berpengaruh terhadap kualitas hidup karena nilai t (2.23) > 1.96
dengan besar pengaruh 0.00087 artinya semakin tinggi jumlah CD4 maka
kualitas hidup ODHA akan semakin meningkat. Dari hasil ujis statistik degan
mengeluarkan CD4 dari model diperoleh nilai p (0.000) < 0.05 dengan besar
kontribusi adalah 15.7%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Tirado et al. (2014) menunjukkan
bahwa CD4 < 200 akan menyebabkan kekhawatiran pada kualitas hidupnya
tentang obat dan kepercayaan profesional. Dalam hasil penelitian ini juga
diperoleh hasil bahwa ODHA yang menjalani terapi ARV semala 6 bulan
atau lebih akan berdampak terhadap CD4 dan meningkatkan HRQOL.
Sedangkan bagi mereka yang belum diobati peneliti menemukan hubungan
yang lemah tapi signifikan antara jumlah CD4 dengan HRQOL.
Hasil penelitian yang lain menunjukkan bahwa CD4 menyebabkan
peningkatan LE dan 8% (2.43 QALY) peningkatan QALE. Dalam analisis
sensitivitas, meningkatkan tingkat ketersediaan obat baru tidak substansial
mengubah hasil. Menurunkan toksisitas obat ART masa depan memiliki
potensi yang lebih besar untuk meningkatkan manfaat bagi banyak
kelompok pasien, meningkatkan QALE sebanyak 10% (Khademi et al.,
2014).
153
Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan penelitian AIDS yang
menggunakan tanda-tanda biologis untuk memantau perkembangan
penyakit, yang paling banyak adalah HIV Viral Load dan jumlah CD4.
Menjalani terapi ARV akan memberikan dampak meningkatnya
CD4 dan menurunnya viral load pada saat terapi ARV. Selama menjalani
terapi ARV ODHA mengaku bahwa kondisi fisiknya lebih baik dari
sebelumnya. Kebugaran yang dirasakan ODHA membuat lebih percaya diri
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa ODHA yang menjalani terapi ARV memiliki nilai rerata CD4 yang
lebih tinggi jika dibandngkan dengan ODHA yang tidak menjalani terapi
ARV. Hasil penelitian Naveet (2006) menunjukkan bahwa terapi ARV dapat
meningkatkan CD4 ODHA dan secara tidak langsung juga meningkatkan
kualitas hidup dalam jangka waktu yang lama.
Hal yang sama pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4 bahwa
responden yang menjalani terapi ARV (321.15 sel/mm3) memiliki rerata CD4
lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden yang tidak menjalani terapi
ARV (247.35 sel/mm3). Pada penelitian ini perbedaan reratanya adalah
73.80 sel/mm3. Nilai perbedaan yang kecil ini disebabkan karena
pengukuran CD4 hanya mengacu pada tes terakhir yang dilakukan oleh
responden tanpa mempertimbangkan waktu mulai responden untuk terapi
ARV. Peneliti tidak mempertimbangkan lama terapi ARV sehingga hasil
penelitian yang diperoleh memberikan hasil perbedaan yang sangat kecil.
154
Table 2 juga menunjukkan bahwa ODHA yang berpartisipasi dalam
penelitian ini memiliki Jumlah CD4 yang tinggi yaitu sebanyak 141
responden (65.6%). Berdasarkan Tabel 3 jumlah CD4 yang rendah
menyebabkan kualitas hidup ODHA juga rendah (33.8%) sedangkan ODHA
yang memiliki jumlah CD4 yang tinggi juga akan memiliki kualitas hidup yang
tinggi (28.8%).
Selain itu, pada Tabel 4 ODHA yang mengikuti program
pendampingan (316.67 sel/mm3) dan memiliki pasangan (318.27 sel/mm 3)
nilai rerata CD4nya lebih tinggi jika dibandingkan dengan ODHA yang tidak
mengikuti program pendampingan (252.36 sel/mm 3) dan tidak memiliki
pasangan (292.57 sel/mm3).
Jumlah CD4 pada ODHA berbeda pada tiap tingkatan kualitas
hidup. Hal ini berkaitan dengan perasaan bersalah dan kekahwatiran
responden terhadap kondisi kesehatannya. Aktivitas seksual menurun pada
individu karena takut pasangan terinfeksi dan kurangnya aktivitas seks pada
wanita karena banyak yang berstatus janda. Semua hal tersebut akan
mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
5. Religiusitas
Agama merupakan kesadaran dalam beragama dan pengalaman
beragama. Religiusitas sebagai sistem simbol, sistem keyakinan, sistem
nilai dan sistem perilaku yang terlambangkan dimana semuanya itu
155
berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling
maknawi. Orang yang religius akan mencoba selalu patuh terhadap ajaran
agamanya, berusaha mempelajari pengetahuan tentang agamanya,
menjalankan ritual agamanya, meyakini doktrin-doktrin agamanya dan
merasakan pengalaman beragama (Risnawati and Ghufron, 2011).
Hanya sedikit penelitian yang membahas peranan religiusitas
terhadap kualitas hidup ODHA, hal ini disebabkan karena munculnya era
pengobatan dengan ARV.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa religiusitas dapat masuk ke
semua aspek. Hal ini dapat dilihat dalam model bahwa semua variabel yang
berhubungan langsung dengan religiusitas dinyatakan signifikan. Pada
model teori kualitas hidup, religiusitas berpengaruh sebesar 0.36 dengan
nilai t (3.30) > 1.96. Sedangkan jika diuji secara terpisah dengan model
diperoleh nilai p (0.000) < 0.05 dengan besar kontribusi 25.6% jika
dibandingkan dengan variabel lain terhadap kualitas hidup.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Hestiningrum (2011) dimana
Penerimaan Diri dan Religiusitas secara bersama – sama memberikan
sumbangan terhadap Kualitas Hidup adalah sebasar 54,5 %, Penerimaan
Diri memberikan sumbangan lebih besar daripada Religiusitas terhadap
Kualitas hidup yaitu R² = 552 atau 55,2 %, sedangkan prediktor Religiusitas
memberikan sumbangan 52,1 % atau R² = 521.
156
Hasil penelitian lain juga membuktikan bahwa agama coping secara
bermakna dikaitkan dengan tingginya gejala depresi dan rendahnya kualitas
hidup. Koping agama positif secara signifikan berkorelasi positif dengan
beberapa sub-skala dari kualitas hidup seperti positif mempengaruhi,
kepuasan hidup, dan penyedia kepercayaan, dan negatif dengan
kekhawatiran kesehatan dan kekhawatiran keuangan (Lee, 2012).
Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa ODHA memiliki
kualitas hidup yang tinggi sebesar 28.8%. Jika dikaitkan dengan kualitas
hidup pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ODHA yang tingkat religiusitasnya
rendah akan memiliki kualitas hidup yang rendah (52.5%) sedangkan ODHA
yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi juga akan memiliki kualitas
hidup yang tinggi pula (38.8%).
Perbedaan tingkat religiusitas dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil pada
Tabel 4 menunjukkan bahwa ODHA yang mengikuti terapi ARV (128.47),
program pendampingan (125.96), dan memiliki pasangan (131.82) memiliki
nilai rerata religiusitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ODHA
yang tidak mengikuti program pendampingan (120.06), terapi ARV (113.33),
dan tidak memiliki pasangan (120.08).
Dalam
kaitannya
dengan
ketenangan
jiwa
ODHA,
agama
memberikan peran yang penting dan proses mempercepat penyembuhan
dalam perawatan yang bersifat kejiwaan bagi seorang pasien yang sedang
mengalami penyakit fisik.
157
Ada hubungan erat antara agama dan ketenangan jiwa dan betapa
besar sumbangan agama dalam mempercepat penyembuhan. Agama
mendorong seseorang yang mengalami goncangan jiwa karena penyakit
yang dideritanya, karena agama sanggup menolong orang untuk menerima
kenyataan dan kekecewaan dengan jalan memohon ridlo Allah, pengobatan
kejiwaan itu akan susah dapat dijalankan sebaik-baiknya bila tidak
disandarkan kepada agama terutama bila kesusahan kejiwaan mengalami
sedikit kesulitan (Dharajat, 1990).
Menurut Peterson and Seligman (2004), bahwa religiusitas
berkaitan dengan kecendeerungan seseorang untuk menjauhi berbagai
kegiatan anti sosial seperti narkoba dan seks bebas. Agama mempunyai
peran dalam membentuk konsep seseorang tentang sehat dan sakit.
Konsep ini sangat dipengaruhi oleh keyakinannya tentang peran Tuhan
dalam menentukan nasib seseorang, termasuk didalamnya adalah dalam
hal sehat dan sakit. Peran agama dalam semua aspek kehidupan manusia
sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Kepatuhan terhadap nilai-nilai
agama para petugas kesehatan dan para pemimpin agama mempunyai
peran dalam pencegahan dan pengurangan penularan HIV (Chin et al.,
2005).
Jika multicondition (depresi, stress, dan stigmatisasi) pada ODHA
sering terjadi maka ODHA akansemakin jatuh pada kondisi penurunan daya
kekebalan
tubuhnya.
Diperlukan
berbagai
penatalaksanaan
yang
158
komprehensif
bio-psiko-sosio-spiritual.
Penatalaksanaan
HIV-AIDS
dilakukan dengan berbagai pendekatan, diantaranya adalah pendekatan
spiritual. Telah banyak ditemukan bukti yang mendukung pada hubungan
spiritual dengan peningkatan status kesehatan klien, diantaranya: peneitian
yang dilakukan oleh Duggan et al. (2001) Complementary Alternative
Medicine (Campbell) antara lain terapi doa (27%) berefek pada kualitas
hidup pasien HIV dibanding penggunaan Anti Retroviral Theraphy (ART).
Perasaan positif; koping konstruktif dan adaptasi yang efektif akan
berkontribusi terhadap kesejahteraan psikospiritual pasien kanker yang
akhirnya meningkatkan status kesehatannya, dan kepercayaan dan doa
akan menurunkan rasa nyeri (Palmer et al., 2004). Bukti lain mengatakan
sebagian besar wanita HIV+ menggunakan pendekatan spiritual untuk
mengatasi masalah hidup dengan HIV+ dan berefek pada kemampuan
bertahan/kelangsungan hidup dan perbaikan kualitas hidup pasien setelah
didiagnosa HIV dipengaruhi oleh nilai spiritual yang tinggi dan nilai positif
terhadap agama (Tsevat et al., 2009).
Spiritualitas adalah komponen
yang sangat
penting untuk
seseorang merasa sehat dan sejahtera, dan pada penelitian lain, tahajjud
dapat memperkuat sistem imun tubuh, salat tahajjud yang dilakukan dengan
tepat; khusyuk; ihlas dan kontinyu dapat meningkatkan perubahan respon
ketahanan tubuh imunologik (Sholeh, 2013).
159
Terciptanya ketenangan jiwa ini akan membuat seseorang untuk
memperoleh kepuasan dalam hidup yang secara tidak langsung
meningkatkan kualitas hidup ODHA. Religiusitas merupakan sesuatu yang
abstrak dari kualitas hidup manusia.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Pengukuran CD4 hanya dengan menggunakan data pengukuran terakhir
bukan dari pengukuran langsung dan peneliti tidak mempertimbangkan
lamanya terapi ARV.
2. Tidak semua ODHA siap dan cukup terbuka menceritakan pengalamannya.
3. Banyak ODHA yang ikut dalam penelitian ini tidak tahu persis berapa
populasi ODHA di wilayahnya sendiri.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tidak ada pengaruh stigma terhadap kualitas hidup ODHA
2. Tidak ada pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup ODHA
3. Ada pengaruh depresi terhadap kualitas hidup ODHA
4. Ada pengaruh jumlah CD4 terhadap kualitas hidup ODHA
5. Ada pengaruh religiusitas terhadap kualitas hidup ODHA
6. Besarnya pengaruh religiusitas terhadap dukungan sosial dan dampaknya
pada kualitas hidup ODHA adalah sebesar 0.330
7. Besarnya pengaruh religiusitas terhadap stigma dan dampaknya pada
kualitas hidup ODHA adalah sebesar 0.367
8. Besarnya pengaruh religiusitas terhadap CD4 dan dampaknya pada
kualitas hidup ODHA adalah sebesar 0.095
9. Besarnya pengaruh religiusitas terhadap depresi dan dampaknya pada
kualitas hidup ODHA adalah sebesar 0.213
10. Besarnya pengaruh stigma terhadap dukungan sosial dan dampaknya
pada kualitas hidup ODHA adalah sebesar 0.023
11. Besarnya pengaruh CD4 terhadap depresi dan dampaknya pada kualitas
hidup ODHA adalah sebesar 0.00117
160
161
12. Besarnya pengaruh dukungan sosial terhadap depresi dan dampaknya
pada kualitas hidup ODHA adalah sebesar -0.039
B. Saran
1. Diharapkan kepada pendamping ODHA baik dari LSM maupun pihak dinas
kesehatan
meningkatkan
pemahaman
terhadap
HIV
baik
pada
perseorangan maupun kepada masyarakat di sekitar ODHA. Sehingga
stigma dapat dikurangi.
2. Perlunya memberikan perhatian khusus kepada ODHA dalam hal
sosialisasi kepada keluarga maupun teman dekat untuk lebih membuka
diri sehingga permasalahan terkait dengan HIV/AIDS dapat langsung
diatasi oleh pihak-pihak terdekat.
3. Pendekatan secara komprehensif perlu dikembangkan pihak LSM dan
dinas
kesehatan
serta
lembaga
yang
terkait
dukungan
moral,
mendekatkan diri dengan ODHA, dan memberikan perhatian lebih
sehingga masalah depresi dapat diatasi. Bukan hanya melakukan
pendekatan pada saat kegiatan Support Group Discussion (SGM) dan
pada saat ODHA menjalani perawatan atau membutuhkan pengobatan.
4. ODHA perlu menjaga pola hidup bersih dan sehat, aktif dalam terapi yang
berkaitan dengan HIV, menghindari narkoba dan seks bebas untuk
meningkatkan jumlah CD4 dalam tubuh.
162
5. Pentingnya pemberian materi bukan hanya mengenai HIV tetapi juga
memberikan materi yang terdapat unsur religiusitasnya baik secara
personal maupun kelompok.
163
DAFTAR PUSTAKA
AGGLETON, P., WOOD, K. & MALCOLM, A. 2005. HIV-Related Stigma,
Discrimination and Human Rights Violation: Case Studies on Successful
Programmes., Geneva, UNAIDS.
AMIRUDDIN 2004. Penyakit Menular Seksual, Makassar, Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas kedokteran Universitas
Hasanuddin.
ANDRINOPOULOS, K., CLUM, G., MURPHY, D. A., HARPER, G., PEREZ, L.,
XU, J., CUNNINGHAM, S. & ELLEN, J. M. 2012. Health related quality
of life and psychosocial correlates among hiv-infected adolescent and
young adult women in the us. NIH Public Access. Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3287350/
[Accessed
12/26/2013].
ANGELINO. 2002. Depression and Adjustment Disorder in Patients With HIV
Disease.
International
AIDS
Society.
Available:
http://www.iasusa.org/sites/default/files/tam/10-5-31.pdf
[Accessed
3/6/2014].
ASTUTI & BUDIYANI. 2010. Hubungan Antara Dukungan Sosial yangDiterima
dengan Kebermaknaan Hidup Pada ODHA (Orang denganHIV/AIDS).
Available from: http://fpsi.mercubuana-yogya.ac.id.
BEKELE, T., ROURKE, S. B., TUCKER, R., GREENE, S., SOBOTA, M.,
KOORNSTRA, J., MONETTE, L., RUEDA, S., BACON, J., WATSON,
J., W.HWANG, S., DUNN, J. & GUENTER, D. 2013. Direct and indirect
effects of perceived social support on health-related quality of life in
persons living with HIV/AIDS. Academic Search Complete, Ipswich, MA.
Available:
http://web.b.ebscohost.com/ehost/detail?sid=d34acb1af512-4bf7-b48531232ffb53c8%40sessionmgr111&vid=1&hid=114&bdata=JnNpdGU9
ZWhvc3QtbGl2ZQ%3d%3d#db=a9h&AN=85605165
[Accessed
3/7/2014].
BUTT, L., MORIN, J., NUMBERY, G., PEYON, I. & GOO, A. 2010. Stigma and
HIV/AIDS in Highlands Papua, Kanada, University of Victoria.
C, M., E, W., D, M. & R, B. F. 2014. Families as catalysts for peer adherence
support in enhancing hope for people living with HIV/AIDS in South
Africa.
J
Int
AIDS
Soc
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24702797 [Accessed 8/11/2014].
164
CAMPBELL, R. J. 2009. Psychiatric Dictionary [Online]. London: Oxford
University.
Available:
http://books.google.co.id/books?id=76vPu_G2UkgC&pg=PA271&dq=P
sychiatric+dictionary+campbell+depress&hl=id&sa=X&ei=_0YYU5aUD
8j_rQfds4HIDg&ved=0CCoQ6AEwAA#v=onepage&q=Psychiatric%20
dictionary%20campbell%20depress&f=false [Accessed 3/6 2014].
CANTERO, POTTER & LEACH 2007. Perceptions of Quality of Life, Sense of
Community and Life Satisfaction among Erderly Resident in Schuyler
and Crete, Nebraska, Faculty Scholarly and Creative Activity.
CHARLES, B., JEYASEELAN, L., PANDIAN, A. K., SAM, A. E., THENMOZHI,
M. & JAYASEELAN, V. 2012. Association between stigma, depression
and quality of life of people living with HIV/AIDS (PLHA) in South India
– a community based cross sectional study. BMC Public Health.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3444349/
[Accessed 12/26/2013].
CHEN, R. Y., WESTFALL, A. O., HARDIN, J. M., MILLER-HARDWICK, C.,
STRINGER, J. S. A., RAPER, J. L., VERMUND, S. H., GOTUZZO, E.,
ALLISON, J. & SAAG, M. S. 2007. Complete Blood Cell Count as a
Surrogate CD4 Cell Marker for HIV Monitoring in Resource-Limited
Settings.
J
Acquir
Immune
Defic
Syndr.
Available:
http://journals.lww.com/jaids/pages/articleviewer.aspx?year=2007&issu
e=04150&article=00005&type=abstract [Accessed 3/6/2014].
CHIN, J. J., MANTELL, J. & LUO, X. 2005. Chinese and South Asian Religious
Institutions and HIV Prevention in New York City. NIH Public Access.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3393035/
[Accessed 18/8/2014].
COHEN, M. A. & GORMAN, J. M. 2008. Comprehensive Textbook of AIDS
Psychiatry, London, Oxford University Press.
COHEN, S. & SYME, L. 1985. Issues in Study and Application of Social
Support, San Francisco, Academic Press.
DALMIDA, S. G., HOLSTAD, M. M. & LADERMAN, G. 2009. Spiritual WellBeing, Depressive Symptoms, and Immune Status Among Women
Living
with
HIV/AIDS.
Women
&
Health.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2699019/
[Accessed
3/2/2014].
DEPKES_RI 2007. Profil Kesehatan dan Kualitas Hidup Tahun 2007. Jakarta:
Kementerian Kesehatan.
165
DEUFFIC-BURBAN, S., LOSINA, E., WANG, B., GABILLARD, D., MESSOU,
E., DIVI, N., FREEDBERG, K. A., ANGLARET, X. & YAZDANPANAH,
Y. 2007. Estimates of opportunistic infection incidence or death within
specific CD4 strata in HIV-infected patients in Abidjan, Côte d’Ivoire:
impact of alternative methods of CD4 count modelling. NIH Public
Access.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2365715/
[Accessed
3/6/2014].
DHARAJAT, Z. 1990. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang.
DIMATTEO, R. 1991. The psychology ofhealth, illness and medical care:
anindividual perspective., California, Pacific Grove.
DINKES_PROV_SUL-SEL
2013.
Laporan
Kasus
Hiv/Aids
Di
IndonesiaTriwulan I, Tahun 2005 sampai dengan Bulan September
Tahun 2013. Makassar: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.
DITJEN_PP&PL_KEMKES
2013.
Laporan
Kasus
Hiv/Aids
Di
IndonesiaTriwulan I, Tahun 2005 sampai dengan Bulan September
Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
DJOERBAN, Z. 2000. Membidik AIDS: Ikhtiar Memahami HIV dan AIDS,
Yogyakarta, Yayasan Galang.
DOYLE, K., WEBER, E., ATKINSON, J. H., GRANT, I. & WOODS, S. P. 2012.
Aging, Prospective Memory, and Health-Related Quality of Life in HIV
Infection.
NIH
Public
Access.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3352996/
[Accessed
12/26/2014].
DUGGAN, WS, P., M, S., S, K. & J, C. 2001. Use of complementary and
alternative therapies in HIV-infected patients. AIDS Patient Care and
STDs
Journal.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11313029 [Accessed 18/8/2014].
EMLET, C. A. 2004. HIV/AIDS and Older Adults: Challenges for Individuals,
Families, and Communities, New York, Springer Publishing Company.
F, B., L, O., M, S., S, S., PW, G., F, K.-S. & A, R. 2014. Quality of life in people
living with HIV: a cross-sectional study in Ouagadougou, Burkina Faso.
Springerplus. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25089255
[Accessed 8/11/2014].
166
GLANZ, K., RIMER, B. K. & VISWANATH, K. 2008. Health Behaviour and
Health Education: Theory, Research, and Practice, San Francisco,
Jossey-Bass.
GOFFMAN, E. 1963. Stigma: Notes on the Management of Spoiled Identity,
United State of America, Prentice Hall.
GRANICH, R. & MERMIN, J. 2001. HIV, Health, and Your Community,
California, The Hesperian Foundation.
GRANT, A. D. & COCK, K. M. D. 2001. HIV infection and AIDS in the
developing
world.
BMJ,
322.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1120527/
[Accessed
3/3/2014].
GUNAWAN & SUMADIONO. 2007. Stress dan Sistem Imun Tubuh: Suatu
Pendekatan Psikoneuroimunologi. Cermin Dunia Kedokteran.
Available: http://www.aidsfond.org [Accessed 8/11/2014].
HAAN, R. D., AARONSON, N., LIMBURG, M., HEWER, R. L. & CREVEL, H.
V. 1993. Measuring quality of life in stroke. American Heart Association.
Available:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
&cad=rja&ved=0CCoQFjAA&url=http%3A%2F%2Fstroke.ahajournals.
org%2Fcontent%2F24%2F2%2F320.full.pdf&ei=i8wTU_j9EcewkAWN
s4C4CQ&usg=AFQjCNG7Hza_cfJahukfJfKDrtw_2nGVQ&bvm=bv.61965928,d.dGI [Accessed 3/3/2014].
HANDAJANI, Y. S., DJOERBAN, Z. & IRAWAN, H. 2012. Quality of Life People
Living with HIV/AIDS: Outpatient in Kramat 128 Hospital Jakarta. The
Indonesian
Journal
of
Internal
Medicine.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23314972 [Accessed 12/26/2014].
HAYS, R. D., SHERBOURNE, C. D. & MAZEL, R. M. 1995. User's Manual for
The Medical Outcomes Study (MOS) Core Measure of Health-Related
Quality of Life, Santa Monica, RAND.
HEATHERTON, T. F., KLECK, R. E., HEBL, M. R. & HULL, J. G. 2003. The
Social Psychology of Stigma, London, The Guildford Press.
HECKATHRON, D. D. 1997. Respondent-Driven Sampling: A New Approach
to The Study of Hidden populations. Social Problems, University of
Connecticut,
44.
Available:
http://www.respondentdrivensampling.org/reports/RDS1.pdf.
167
HEREK, G. M., CAPITANIO, J. P. & WIDAMAN, K. F. 2002. HIV-Related
Stigma and Knowledge in the United States: Prevalence and Trends,
1991–1999. American Journal of Public Health. Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1447082/
[Accessed
3/6/2014].
HERRMANN, S., MCKINNON, E., HYLAND, N. B., LALANNE, C., MALLA, S.,
NOLAN, D., CHASSANY, O. & MARTIN DURACINSKY, M. 2013. HIVrelated stigma and physical symptoms have a persistent influence on
health-related quality of life in Australians with HIV infection. Health and
Quality
of
Life
Outcomes.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3623897/
[Accessed
12/26/2014].
HESTININGRUM, E. 2011. Hubungan Antara Penerimaan Diri Dan
Religiusitas Terhadap Kualitas Hidup Pada Wanita Lanjut Usia.
Universitas Gadjah Mada.
HUMAS_BNN 2011. AIDS Dalam Belenggu Stigma. Jakarta: Salemba Medika.
IGUMBOR, J., STEWART, A. & HOLZEMER, W. 2013. Comparison of the
health-related quality of life, CD4 count and viral load of AIDS patients
and people with HIV who have been on treatment for 12 months in rural
South Africa. Journal des Aspects Sociaux du VIH/SIDA. Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3914422/
[Accessed
3/7/2014].
KELTNER, J. R., VAIDA, F. & GRANT, I. 2012. Health-Related Quality of Life
‘Well-Being’ In HIV Distal Neuropathic Pain Is More Strongly Associated
With Depression Severity Than With Pain Intensity. NIH Public Access.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3389373/
[Accessed 3/7/2014].
KEMENTERIAN_KESEHATAN_RI 2012. Buku Pedoman Penghapusan
Stigma dan Diskriminasi Bagi Pengelola Program, Petugas Layanan
Kesehatan dan Kader, Jakarta, Kemenkes RI.
KESREPRO. 2007. Lawanlah Stigma dan Diskriminasi Untuk Memenangi
Perang
Melawan
HIV/AIDS!
[Online].
Available:
http://www.mitrainti.org/?q=node/305 [Accessed 3/6 2014].
KH, D., BR, F., MR, H. & L, E. 1999. The Meaning of Quality of Life in Cancer
Survivorship.
PubMed
Central.
Available:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10214594 [Accessed 8/11/2014].
168
KHADEMI, A., BRAITHWAITE, R. S. & ROBERTS, M. S. 2014. Should
Expectations about the Rate of New Antiretroviral Drug Development
Impact the Timing of HIV Treatment Initiation and Expectations about
Treatment
Benefits?
PLOS
ONE.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4070901/
[Accessed
8/11/2014].
KUSUMA, H. 2011. Hubungan antar Depresi dengan Dukungan Keluarga
dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang Menjalani Perawatan di
RSPUN Cipto Mangkusumo Jakarta. Universitas Indonesia.
LEE, AM, N. & CM, N. 2014. Positive and negative religious coping, depressive
symptoms, and quality of life in people with HIV. J Behav Med. Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24469329 [Accessed 3/7/2014].
LEE, M. 2012. Religious Coping, Depression, and Quality of Life in People
Living with HIV/AIDS Drexel University
LEMESHOW, S. & LWANGA, S. K. 1991. Sample Size Determination in Health
Studies, Geneva, WHO.
LI, X., HUANG, L., WANG, H., FENNIE, K. P., HE, G. & WILLIAMS, A. B. 2011.
Stigma Mediates the Relationship Between Self-Efficacy, Medication
Adherence, and Quality of Life Among People Living with HIV/AIDS in
China.
AIDS
Patient
Care
and
STDs,
25.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3279711/
[Accessed
12/26/2014].
LIU, H., XU, Y., LIN, X., SHI, J. & CHEN, S. 2013. Associations between
Perceived HIV Stigma and Quality of Life at the Dyadic Lvel: The ActorPartner
Interdependence
Model.
PLOS
ONE.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3562178/
[Accessed
3/7/2014].
LONGO, FAUCI, KASPER, HAUSER, JAMESON & LOSCALZO 2012.
Principle of Internal Medicine, United State of America, The McGrawHill Companies, Inc.
MACAPAGAL, K. R., RINGER, J. M., WOLLER, S. E. & LYSAKER, P. H. 2012.
Personal narratives, coping, and quality of life in persons living with HIV.
National
Institute
of
Health.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3269525/
[Accessed
12/26/2013].
169
MAJOR, B. & O'BRIEN, L. T. 2004. The Social Psyhchology of Stigma [Online].
California:
University
of
California.
Available:
https://labs.psych.ucsb.edu/major/brenda/docs/Major%20&%20O'Brien
%202005.pdf [Accessed 3/6 2014].
MARGIANTARI, E. S., BASUKI, A. M. H. & RIYANTO. 2012. Faktor-faktor
Yang Memepengaruhi Kesehatan Mental Penderita HIV. Gunadarma.
Available:
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2009/
Artikel_10502223.pdf [Accessed 11/8/2014].
MCBRIEN, B. 2006. A concept analysis of spirituality. British Journal of
Nursing,
15.
Available:
http://www.internurse.com/cgibin/go.pl/library/article.cgi?uid=20309 [Accessed 3/2/2014].
MCDOWELL, I. 2006. MEASURING HEALTH: A Guide to Rating Scales and
Questionnaires, London, Oxford University Press.
MD, D. G. & MD, B. A. B. 2014. HIV dan Psikiatri [Online]. Jakarta: Spiritia.
Available:
http://www.spiritia.or.id/cst/dok/kesjiwa2.pdf
[Accessed
19/8/2014.
MOLNAR, P. 2009. Some Aspect of The Inprovement and Measurement of
Quality of Life [Online]. Hungary: University of Szeged. Available:
http://www.eoq.org/fileadmin/user_upload/Documents/Congress_proce
edings/Turkey_2010/Proceedings/C2_Standby_1._Some_aspects_of_
the_improvement_and_measurement_of_quality_of_lifePal_Molnar.pdf [Accessed February 3 2014].
MUTABAZI-MWESIGIRE, D., SEELEY, J., MARTIN, F. & KATAMBA, A. 2014.
Perceptions of quality of life among Ugandan patients living with HIV: a
qualitative
study.
BMC
Public
Health.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3990002/.
NAVEET. 2006. The Impact of HIV/AIDS on The Quality of Life: A Cross
Sectional Study in North India [Online]. Available: blackwellsiyergy.com.
NAZIK, E., ARSLAN, S., NAZIK, H., KURTARAN, B., NAZIK, S., ULU, A. &
TAŞOVA, Y. 2013. Determination of Quality of Life and Their Perceived
Social Support from Family of Patients with HIV/AIDS. Academic Search
Complete,
Ipswich,
MA.
Available:
http://web.a.ebscohost.com/ehost/detail?sid=25c0c1e6-7a69-451daf50dfb549ca419b%40sessionmgr4004&vid=1&hid=4207&bdata=JnNpdG
170
U9ZWhvc3QtbGl2ZQ%3d%3d#db=a9h&AN=89729240
3/7/2014].
[Accessed
O'CONNOR, R. 1993. Issues in The Measurement of Health-Related Quality
of Life, Australia, Monash University.
PALMER, KATERNDAHL & J, M.-K. 2004. A randomized trial of the effects of
remote intercessory prayer: interactions with personal beliefs on
problem-specific outcomes and functional status. J Altern Complement
Med.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15253847
[Accessed 18/8/2014].
PERRY, A. & POTTER, P. 2005. Fundamental of Nursing, Pennsylvania,
Elsevier Mosby.
PETERSON, C. & SELIGMAN, M. E. P. 2004. Character Strengths and Virtues:
A Handbook and Classification, America, Oxford University Press.
POLIT, D. F. & BECK, C. T. 2008. Resource Manual for Nursing Research:
GENERATING AND ASSESSING EVIDENCE FOR NURSING
PRACTICE, Philadelphia, J. B. Lippincott Company.
PURNOMO, H. 2013. Peringkat Kualitas Hidup Manusia RI Jauh di Bawah
Malaysia
[Online].
Jakarta:
detikfinance.
Available:
http://finance.detik.com/read/2013/10/03/135437/2376775/4/2/peringka
t-kualitas-hidup-masyarakat-ri-jauh-di-bawah-malaysia
[Accessed
March 2 2014].
RABKIN, J. 2006. HIV and Mood Disorders [Online]. AIDS Community
Research
Initiative
of
America.
Available:
http://www.thebody.com/content/art14251.html [Accessed 3/6 2014].
RAJEEV, K. H., YUVARAJ, B. Y., GOWDA, M. R. N. & S. M. RAVIKUMAR.
2013. Impact of HIV/AIDS on Quality of Life of People Living with
HIV/AIDS in Chitradurga District, Karnataka. Indian Journal of Public
Health.
Available:
http://www.ijph.in/article.asp?issn=0019557X;year=2012;volume=56;issue=2;spage=116;epage=121;aulast=R
ajeev [Accessed 3/2/2014].
RAO, D., CHEN, W. T., PEARSON, C. R., SIMONI, J. M., FREDRIKSENGOLDSEN, K., K. NELSON, H. Z. & ZHANG, F. 2012. Social Support
Mediates the Relationship between HIV Stigma and Depression/Quality
of Life among People Living with HIV in Beijing, China. NIH Public
Access.
Available:
171
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3408622/
12/26/2013].
[Accessed
RISNAWATI & GHUFRON 2011. Teori-teori Psikologi, Yogyakarta, Arruz
Media.
SANTROCK, J. W. 2005. Psychology of Religion Module, USA, University of
Texas.
SARAFINO, E. P. & SMITH, T. W. 2011. Health Psychology: Biopsychosocial
Interactions, USA, Wiley & Sons, Inc.
SARASON, I. G., SARASON, B. R., SHEARIN, E. N. & PLERCE, G. R. 1987.
A Brief Measure of Social Support: Practical and Theoritical
Implications. Social and Personal Relationship. Available:
http://www.web.psych.washington.edu/research/sarason/files/SocialSu
pportQuestionnaireShort.pdf [Accessed 3/6/2014].
SHACKMAN, G., LIU, Y.-L. & WANG, X. 2005. Measuring Quality of Life Using
Free and Public Domain Data [Online]. United Kingdom: Departement
of
Sociology
University
of
Surrey.
Available:
http://sru.soc.surrey.ac.uk/SRU47.pdf [Accessed February 3 2014].
SHOLEH, M. 2013. tahuj Perkuat Sistem Imun Tubuh [Online]. Khazanah:
Republika Online. Available: http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/islam-nusantara/08/12/30/23521-prof-dr-mohammad-sholehtahuj-perkuat-sistem-imun-tubuh [Accessed 18/8/2014.
SHOOKNER, M. 1997. The Quality of Life in Ontario 1997, Ontario, Ontario
Social Development Council.
SIREGAR, F. A. 2004. Pengenalan dan Pencegahan AIDS [Online]. Medan:
Universitas
Sumatera
Utara.
Available:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3684/1/fkmfazidah4.pdf [Accessed 3/3 2014].
SMET, B. 1994. Psikologi Kesehatan, Jakarta, Grasindo.
SPIRITIA. 2014. Tes CD4 [Online]. Jakarta: Yayasan Spiritia. Available:
http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=124 [Accessed 8/11 2014].
STALKER, P. 2008. Millenium Development Goals, Jakarta, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional.
172
SYAFAR, M., NATSIR, S., RISKIYANI, S. & RIDWAN, E. S. 2013. Hambatan
Perilaku Pencegahan Hiv Pada Pasangan Serodiskordan Di Kota
Makassar Dan Pare-Pare, Sulawesi Selatan Tahun 2013. Makassar:
Hasanuddin University.
TAM, V. V., LARSSON, M., PHARRIS, A., DIEDRICHS, B., NGUYEN, H. P.,
NGUYEN, C. T. K., HO, P. D., MARRONE, G. & THORSON, A. 2012.
Peer support and improved quality of life among persons living with HIV
on antiretroviral treatment: A randomised controlled trial from northeastern Vietnam. Health and Quality of Life Outcomes. Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3491019/
[Accessed
12/26/2013].
THE_UNIVERSITY_OF_OKLAHOMA_SCHOOL_OF_SOCIAL_WORK 2003.
Quality of Life.
TIRADO, M. D. C. B. D. A., BORTOLETTI, F. F., NAKAMURA, M. U., SOUZA,
E. D., SOÁREZ, P. C. D., FILHO, A. C. & AMED, A. M. 2014. Quality of
life of pregnant women infected with the human immunodeficiency virus
(HIV) in the city of São Paulo. Rev. Bras. Ginecol. Obstet. Available:
http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S010072032014000500228&lng=en&nrm=iso&tlng=en [Accessed 8/11/2014].
TRAN, B. X. 2012. Quality of Life Outcomes of Antiretroviral Treatment for
HIV/AIDS
Patients
in
Vietnam.
PLOS
ONE.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3490922/
[Accessed
3/2/2014].
TSEVAT, J., LEONARD, A. C. & FEINBERG, J. 2009. Change in Quality of Life
after Being Diagnosed with HIV: A Multicenter Longitudinal Study. AIDS
Patient
Care
and
STDs.
Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2832655/
[Accessed
18/8/2014].
UNAIDS 2013. UNAIDS report on the global AIDS epidemic 2013, Switzerland,
UNAIDS.
UNAIDS/NAC 2006. A review of vulnerable populations to HIV and AIDS in
Indonesia, Jakarta, UNAIDS and National AIDS Commision.
UNICEF 2012. Respon Terhadap HIV & AIDS. Jakarta: UNICEF.
VALLURUPALLI, M., LAUDERDALE, K. & BALBONI, T. A. 2012. The Role of
Spirituality and Religious Coping in the Quality of Life of Patients With
Advanced Cancer Receiving Palliative Radiation Therapy. The Journal
173
of
Supportive
Oncology.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3391969/
3/2/2014].
Available:
[Accessed
WARE, J. E. 2002. SF 36 Literature [Online]. United Kingdom: Quality Metric.
Available: http://www.sf-36.org/tools/SF36.shtml [Accessed 3/3 2014].
WHO 2004. The World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) - Bref,
Switzerland, World Health Organozation.
WIJANTO, S. H. 2007. Konsep dan Tutorial: Structural Equation Modelling,
Jakarta, Universitas Indonesia.
WT, C., CS, S., JP, Y., JM, S., KI, F.-G., TS, L. & H., Z. 2013. Antiretroviral
Therapy (ART) Side Effect Impacted on Quality of Life, and Depressive
Symptomatology: A Mixed-Method Study. J AIDS Clin Res. Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24083060 [Accessed 8/11/2014].
YUSNITA, L. E. 2012. Hapus Stigma dan Diskriminasi, Pahami HIV & AIDS
[Online].
Dinkes
Kebumen.
Available:
http://dinkeskebumen.wordpress.com/2012/01/ [Accessed 3/6 2014].
ZELLER. 2011. Quality of Life of Zambians Living with HIV & AIDS. Medical
Journal of Zambia. Available: http://www.mjz.co.zm/content/quality-lifezambians-living-hiv-aids [Accessed 3/7/2014].
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
KUESIONER
Identitas Responden
IR1. Kabupaten/Kota
Bulukumba
Parepare
Makassar
01
02
03

IR2. Nomor urut responden
Hasil dan Kelengkapan Wawancara
HW.1 Jumlah kunjungan wawancara: _______ kali
HW.2 Hasil wawancara:
HW.3
kode
interviewer
SA
1
2
3
Kuesioner terisi lengkap
Kuesioner tidak lengkap karena wawancara tidak selesai
Kuesioner tidak lengkap karena tidak bisa ditemui saat kunjungan
berikutnya
Lainnya, ______________
Nama : _______________________
Kode :
4

HW.4 Tanggal wawancara : __ __ /__ __/2014
HW.5 Waktu wawancara :
Jam mulai
: ____:____ menit
Jam selesai
: ____:____ menit
HW.6 Hasil wawancara ini telah diperiksa kelengkapan dan kebenarannya oleh :
Nama
Status
Interviewer 1
Interviewer 2
Mitra Lokal
Korlap
Tanggal Pemeriksaan
__ __ /__ __/2014
__ __ /__ __/2014
__ __ /__ __/2014
__ __ /__ __/2014
Tanda Tangan
Nama dan
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
INFORMED CONSENT
Bacakan
Selamat pagi/siang/sore. Nama saya ........................................................... (Petugas Lapangan/Interviewer)
Saya dari _____________________________________ sedang mengumpulkan data survei kesehatan. Kami
sedang mengumpulkan informasi mengenai kualitas hidup ODHA di Sulawesi Selatan. Kami akan menanyakan beberapa
pertanyaan yang sifatnya sangat pribadi kepada Anda. Kami tidak akan menanyakan nama atau alamat sehingga tidak
dapat dikenali dan apapun yang Anda sampaikan hanya akan dipergunakan untuk keperluan studi. Tujuan studi ini
sebagai bahan acuan untuk penyusunan perencanaan kebijakan dan program berkaitan dengan kesehatan ODHA di
Sulawesi Selatan. Kami berharap Anda dapat berpartisipasi dalam studi ini dan bersedia menjawab pertanyaan yang
kami ajukan. Kalau Anda setuju kami akan melakukan wawancara sekitar 1 jam (60 menit). Bila dalam proses wawancara,
Anda merasa keberatan dengan pertanyaan tersebut Anda diperbolehkan untuk tidak menjawabnya.
Tidak ada jawaban yang salah atau benar atas semua pertanyaan yang kami ajukan. Kami hanya ingin tahu pendapat
Anda. Kami sangat menghargai bila Anda mengatakan apa adanya (sejujurnya). Bila Anda merasa bosan, capek atau ada
janji yang harus dipenuhi sementara wawancara belum selesai, maka Anda dapat meminta istirahat atau mengatur
temu janji lain hari untuk melanjutkan sisa pertanyaan berikutnya. Apakah Anda setuju, untuk terlibat dalam survei
ini? Jika ya, Apakah kita bisa memulai wawancara?
Saya memahami isi lembar informasi dan lembar persetujuan ini, tidak terpaksa untuk berpartisipasi
dalam survei ini dan saya mengerti bahwa semua informasi yang saya berikan terjamin kerahasiannya.
Saya setuju untuk berperan serta dalam survei ini.
Tanggal : __ __ / __ __ / 2014
Responden
Tanda tangan
Pewawancara
Tanda tangan
Jika responden tidak bersedia ttd tetapi bersedia diwawancarai maka cukup ttd pewawancara
(tuliskan inisial responden)
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
Bagian 1 : Karakteristik Responden
P1.1
Berapakah usia Anda saat ini? (berdasarkan ulang tahun terakhir)
Usia  lahir pada bulan : _____________ tahun : _______
Tidak tahu/ tidak ingat
Tidak menjawab
SA
...........
98
99
P1.2 Jenis
P1.3 Apakah
sekolah saat ini?
kelamin
Laki-laki
Perempuan
SA
1
2
Ya
Tidak
Tidak Menjawab
SA
1
2
9
Anda masih
P1.4 Apa pendidikan tertinggi yang pernah Anda tamatkan?
Tidak sekolah
Tidak tamat SD
SD/MI sederajat
SMP/MTs sederajat
SA
1
2
3
4
SMA/MA/SMK/Sederajat
Akademi/Perguruan Tinggi
Tidak Menjawab
SA
5
6
9
P1.5 Apaah
perkawinan Anda saat ini?
Belum kawin
Kawin
Cerai mati
Cerai hidup
Hidup bersama tanpa nikah
Lainnya, sebutkan _________________
Tidak menjawab
status
SA
1
2
3
4
5
6
9
P1.6 Apa
utama Anda?
pekerjaan
Tidak bekerja
Mahasiswa
Pelajar
Pegawai swasta
Wiraswasta/pedagang
Petani
Nelayan
Buruh tetap
Buruh tidak tetap (pekerja serabutan)
Sopir
Ojek
Lainnya, sebutkan ________________
Tidak tahu
SA
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
97
99
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
P1.7 Apakah Anda masih menggunakan ARV
Ya
Tidak
SA
1
2
Ya
Tidak
SA
1
2
P1.8 Apakah
dalam program pendampingan?
P1.9 CD4 : ____________________
Anda masuk
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
Bagian 2 : Stigma
BACAKAN KEPADA RESPONDEN
Pada bagian ini, kami akan menanyakan pengalaman dan kebiasaan Anda tentang stigma di masyarakat. Beberapa pertanyaan akan
sangat sensitif dan mungkin akan mengganggu kenyamanan Anda. Kami berharap Anda bersedia menjawab pertanyaan secara jujur
dan apa adanya. Tidak ada jawaban benar atau salah, apapun jawaban Anda kami sangat hargai. Anda memiliki hak untuk tidak
menjawab pertanyaan bila Anda keberatan, informasikan ke kami. Apa Anda telah siap? Jika Ya, kami akan mulai mengajukan
pertanyaan.
A. Stigma Instrumental
Pertanyaan
1
2
3
4
5
6
7
Masyarakat beranggapan bahwa,
HIV/AIDS adalah penyakit
menular yang dapat mematikan
penderitanya.
Masyarakat beranggapan bahwa,
HIV /AIDS adalah penyakit
menakutkan dan menjijikkan
sehingga harus dijauhi
Masyarakat beranggapan bahwa,
HIV/AIDS menular jika kita
berbincang-bincang atau dekat
dengan mereka
Masyarakat beranggapan bahwa,
Orang Dengan HIV/AIDS bisa
menularkan penyakitnya dengan
berjabat tangan atau makan
bersama
Masyarakat beranggapan bahwa,
Kita tidak boleh tinggal serumah
dengan penderita HIV/AIDS
karena menderita penyakit
menular
Masyarakat beranggapan bahwa,
ODHA tidak layak tinggal
berdekatan atau serumah dengan
orang lain karena menderita
penyakit yang menjijikkan.
Masyarakat beranggapan bahwa,
ODHA tidak memerlukan
dukungan orang lain untuk
menjaga kondisi kesehatannya,
baik kesehatan fisik ataupun
mentalnya karena akhirnya dia
akan mati.
Ragu-ragu
Tidak
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Sangat
Setuju
Setuju
1
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
B. Stigma Simbolis
Pertanyaan
1
2
3
4
5
6
7
Masyarakat beranggapan bahwa,
Memusuhi Orang Dengan
HIV/AIDS karena sudah pasti
tertular AIDS akibat tingkah
lakunya yang tidak baik, misalnya
suka bergaul dengan penjaja seks
komersial.
Masyarakat beranggapan bahwa,
Menjauhi Orang Dengan
HIV/AIDS karena memakai
narkoba .
Masyarakat beranggapan bahwa,
Melarang keluarga bergaul
dengan Orang Dengan HIV/AIDS
karena melanggar ajaran agama
dan tidak bermoral.
Masyarakat beranggapan bahwa,
Percaya bahwa Orang Dengan
HIV/AIDS memperoleh
penyakitnya karena mendapat
kutukan atas perbuatannya
selama ini
Masyarakat beranggapan bahwa,
Orang Dengan HIV/AIDS tidak
boleh hidup ditengah2
masyarakat karena mempunyai
prilaku yang buruk.
Masyarakat beranggapan bahwa,
Orang Dengan HIV/AIDS harus
hidup dengan komunitasnya
sesama penderita HIV/AIDS.
Masyarakat beranggapan bahwa,
Mengkarantina Orang dengan
HIV /AIDS karena membawa
pengaruh buruk pada masyarakat
.
Ragu-ragu
Tidak
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Sangat
Tidak
Setuju
Sangat
Setuju
Setuju
1
C. Stigma Kesopanan
Pertanyaan
1
2
Masyarakat beranggapan bahwa,
Orang dengan HIV/AIDS harus
dikeluarkan dari kegiatan di
masyarakat.
Masyarakat beranggapan bahwa,
Orang dengan HIV/AIDS dan
Sangat
Setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak
Setuju
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
3
4
5
6
7
keluarga tidak boleh menjadi
tokoh masyarakat.
Masyarakat beranggapan bahwa,
Orang dengan HIV/AIDS tidak
boleh diberi pekerjaan karena
takut menularkan penyakitnya.
Masyarakat beranggapan bahwa,
Orang dengan HIV/AIDS harus
mendapatkan pelayanan
kesehatan tersendiri tidak boleh
bergabung dengan masyarakat.
Masyarakat beranggapan bahwa,
Orang dengan HIV/AIDS tidak
boleh bersekolah dengan
masyarakat lainnya.
Masyarakat beranggapan bahwa,
Orang dengan HIV/AIDS
dikeluarkan dari pekerjaannya.
Masyarakat beranggapan bahwa,
Orang dengan HIV/AIDS tidak
boleh bergaul dengan masyarakat
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
Bagian 3 : Dukungan Sosial
BACAKAN KEPADA RESPONDEN
Pada bagian ini, kami akan menanyakan pengalaman dan kebiasaan Anda tentang dukungan social yang Anda terima. Beberapa
pertanyaan akan sangat sensitif dan mungkin akan mengganggu kenyamanan Anda. Kami berharap Anda bersedia menjawab
pertanyaan secara jujur dan apa adanya. Tidak ada jawaban benar atau salah, apapun jawaban Anda kami sangat hargai. Anda
memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan bila Anda keberatan, informasikan ke kami. Apa Anda telah siap? Jika Ya, kami akan
mulai mengajukan pertanyaan.
A. Dukungan Emosional
Pertanyaan
1
2
3
4
5
6
Keluarga/Teman mendengarkan
keluhan yang anda rasakan akibat
trauma?
Keluarga/Teman menyadari
bahwa anda merasa kecemasan
Keluarga/Teman merawat anda
dengan cinta dan kasih sayang
Keluarga/Teman menghibur anda
untuk melupakan trauma yang
anda alami
Keluarga/Teman menyadari anda
butuh dukungan untuk anda
sembuh
Keluarga/Teman
mengikutsertakan anda dalam
kegiatan sehari-hari
Sangat
Sering
Sering
KadangKadang
Jarang
Tidak
Pernah
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Sangat
Sering
Sering
KadangKadang
Jarang
Tidak
Pernah
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
B. Dukungan Instrumental
Pertanyaan
1
2
3
4
5
6
Keluarga/Teman menanggung
biaya pengobatan anda
Keluarga/Teman keluaga
mencukupi kebutuhan sehari-hari
anda
Keluarga/Teman memnyediakan
waktu untuk membawa anda
berobat
Keluarga/Teman meluangkan
waktu untuk merawat anda
Keluarga/Teman menerima dan
mengerti terhadap sikap anda
dan berusaha membantu anda
mengatasi trauma yang terjadi
Keluarga/Teman selalu berusaha
untuk meluangkan waktu untuk
mendengarkan keluhan anda
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
C. Dukungan Penilaian
Pertanyaan
1
2
3
4
5
6
Keluarga/Teman memberikan
pujian terhadap pengaobatan
yang anda jalani mengalami
kemajuan
Keluarga/Teman mengikut
sertakan anda dalam aktivitas
Keluarga/Teman agar anda
mempunyai kegiatan
Keluarga/Teman mengikut
sertakan anda dalam kegiatan
sosial di lingkungan rumah
Keluarga/Teman membenarkan
anda untuk larut dalam kejadian
trauma yang anda alami
Keluarga/Teman memberikan
bimbingan kepada anda berkaitan
dengan trauma yang anda alami
Keluarga/Teman memberikan
kesempatan kepada anda untuk
mengambil keputusan
Sangat
Sering
Sering
KadangKadang
Jarang
Tidak
Pernah
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Sangat
Sering
Sering
KadangKadang
Jarang
Tidak
Pernah
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
D. Dukungan Informasi
Pertanyaan
1
2
3
4
5
6
Keluarga/Teman menjelaskan
kepada anda untuk selalu
melakukan kegiatan agar tidak
terkenang dengan peristiwa
trumatis yang terjadi
Keluarga/Teman menjelaskan
kepada anda manfaat perawatan
yang anda jalani
Keluarga/Teman menyarankan
kepada anda untuk selalu tenang
dan sabar menghadapi trauma
Keluarga/Teman menyarankan
kepada anda untuk berbagi cerita
kepada anggota keluarga lain
teman yang anda percaya akibat
trauma yang anda alami
Keluarga/Teman memberikan
nasehat kepada anda bahwa hidup
menyendiri akan membuat anda
semakin tidak berdaya
Keluarga/Teman menjelaskan
kepada anda jika anda terus
merasakan kecemasan yang terus
menerus tanpa mau berusaha
menghilangkannya akan
mengakibat semakin parah
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
Bagian 4 : Depresi
BACAKAN KEPADA RESPONDEN
Pada bagian ini, kami akan menanyakan pengalaman dan kebiasaan Anda tentang depresi yang Anda alami. Beberapa pertanyaan akan
sangat sensitif dan mungkin akan mengganggu kenyamanan Anda. Kami berharap Anda bersedia menjawab pertanyaan secara jujur
dan apa adanya. Tidak ada jawaban benar atau salah, apapun jawaban Anda kami sangat hargai. Anda memiliki hak untuk tidak
menjawab pertanyaan bila Anda keberatan, informasikan ke kami. Apa Anda telah siap? Jika Ya, kami akan mulai mengajukan
pertanyaan.
(Pilihlah salah satu penyataan yang anda anggap sesuai dengan diri anda saat ini, dengan memberi tanda silang (x) pada huruf di
depan penyataan yang anda pilih)
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pernyataan
Saya tidak merasa sedih
Saya merasa sedih
Saya merasa sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat menghilangkannya
Saya begitu sedih sehingga saya merasa tidak tahan lagi
Saya tidak merasa berkecil hati terhadap masa depan
Saya merasa berkecil hati terhadap masa depan
Saya merasa tidak ada sesuatu yang saya nantikan
Saya merasa bahwa tidak ada harapan di masa depan dan segala sesuatunya
tidak dapat diperbaiki
Saya tidak merasa gagal
Saya merasa lebih banyak mengalami kegagalan daripada rata – rata orang
Kalau saya meninjau kembali hidup saya, yang dapat saya lihat hanyalah
banyak kegagalan
Saya merasa sebagai seorang pribadi yang gagal total
Saya memperoleh kepuasan atas segala sesuatu seperti biasanya
Saya tidak dapat menikmati segala sesuatu seperti biasanya
Saya tidak lagi memperoleh kepuasan yang nyata dari segala sesuatu
Saya merasa tidak puas atau bosan terhadap apa saja
Saya tidak merasa bersalah
Saya cukup sering merasa bersalah
Saya sering merasa sangat bersalah
Saya merasa bersalah sepanjang waktu
Saya tidak merasa bahwa saya sedang dihukum
Saya merasa bahwa saya mungkin dihukum
Saya mengharapkan agar dihukum
Saya merasa bahwa saya sedang dihukum
Saya tidak merasa kecewa terhadap diri saya sendiri
Saya merasa kecewa terhadap diri saya sendiri
Saya merasa jijik terhadap diri saya sendiri
Saya membenci diri saya sendiri
Saya tidak merasa bahwa saya lebih buruk daripada orang lain
Saya selalu mencela diri saya sendiri karena kelemahan atau kekeliruan saya
Saya menyalahkan diri saya sendiri sepanjang waktu atas kesalahan –
kesalahan saya
Saya menyalahkan diri saya sendiri atas semua hal buruk yang terjadi
Saya tidak mempunyai pikiran untuk bunuh diri
Saya mempunyai pikiran – pikiran untuk bunuh diri, tetapi saya tidak akan
melaksanakannya
Saya ingin bunuh diri
Saya akan bunuh diri kalau ada kesempatan
Saya tidak menangis lebih dari biasanya
Sekarang saya lebih banyak menangis daripada biasanya
Sekarang saya menangis sepanjang waktu
SA










































Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Saya biasanya dapat menangis, tetapi sekarang saya tidak dapat menangis
meskipun saya ingin menangis
Sekarang saya tidak merasa lebih jengkel daripada sebelumnya
Saya lebih mudah jengkel atau marah daripada biasanya
Saya sekarang merasa jengkel sepanjang waktu
Saya tidak dibuat jengkel oleh hal – hal yang biasanya menjengkelkan saya
Saya masih tetap senang bergaul dengan orang lain
Saya kurang berminat pada orang lain dibandingkan dengan biasanya
Saya tak kehilangan sebagian besar minat saya terhadap orang lain
Saya telah kehilangan seluruh minat saya terhadap orang lain
Saya mengambil keputusan – keputusan sama baiknya dengan sebelumnya
Saya lebih banyak menunda keputusan daripada biasanya
Saya mempunyai kesulitan yang lebih besar dalam mengambil keputusan
daripada sebelumnya
Saya sama sekali tidak dapat mengambil keputusan apa pun
Saya tidak merasa bahwa saya kelihatan lebih jelek daripada sebelumnya
Saya merasa cemas jangan – jangan saya tua atau tidak menarik
Saya merasa bahwa ada perubahan – perubahan tetap pada penampilan saya
yang membuat saya kelihatan tidak menarik
Saya yakin bahwa saya kelihatan jelek
Saya dapat bekerja dengan baik seperti sebelumnya
Saya membutuhkan usaha istimewa untuk mulai mengerjakan sesuatu
Saya harus memaksa diri saya untuk mengerjakan sesuatu
Saya sama sekali tidak dapat mengerjakan apa – apa
Saya dapat tidur nyenyak seperti biasanya
Saya tidak dapat tidur nyenyak seperti biasanya
Saya bangun 2-3 jam lebih awal dari biasanya dan sukar tidur kembali
Saya bangun beberapa jam lebih awal daripada biasanya dan tidak dapat
tidur kembali
Saya tidak lebih lelah dari biasanya
Saya lebih mudah lelah dari biasanya
Saya hampir selalu merasa lelah dalam mengerjakan segala sesuatu
Saya merasa terlalu lelah untuk mengerjakan apa saja
Nafsu makan saya masih seperti biasanya
Nafsu makan saya tidak sebesar biasanya
Sekarang nafsu makan saya jauh lebih berkurang
Saya tidak mempunyai nafsu makan sama sekali
Saya tidak banyak kehilangan berat badan akhir - akhir ini
Saya telah kehilangan berat badan 2,5 kg lebih
Saya telah kehilangan berat badan 5 kg lebih
Saya telah kehilangan berat badan 7,5 kg lebih. Saya sengaja berusaha
mengurangi berat badan dengan makan lebih sedikit :- ya – tidak
Saya tidak mencemaskan kesehatan saya melebihi biasanya
Saya cemas akan masalah kesehatan fisik saya, seperti sakit dan rasa nyeri;
sakit perut; ataupun sembelit
Saya sangat cemas akan masalah kesehatan fisik saya dan sulit memikirkan
hal – hal lainnya
Saya begitu cemas akan kesehatan fisik saya sehingga saya tidak dapat
berpikir mengenai hal – hal lainnya
Saya tidak merasa ada perubahan dalam minat saya terhadap seks pada
akhir–akhir ini
Saya kurang berminat terhadap seks kalau dibandingkan dengan biasanya
Sekarang saya sangat kurang berminat terhadap seks
Saya sama sekali kehilangan minat terhadap seks


















































Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
Bagian 5 : Religiusitas
BACAKAN KEPADA RESPONDEN
Pada bagian ini, kami akan menanyakan pengalaman dan kebiasaan Anda tentang religiusitas pada kehidupan sehari-hari. Beberapa
pertanyaan akan sangat sensitif dan mungkin akan mengganggu kenyamanan Anda. Kami berharap Anda bersedia menjawab
pertanyaan secara jujur dan apa adanya. Tidak ada jawaban benar atau salah, apapun jawaban Anda kami sangat hargai. Anda
memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan bila Anda keberatan, informasikan ke kami. Apa Anda telah siap? Jika Ya, kami akan
mulai mengajukan pertanyaan.
(Pilihlah salah satu penyataan yang anda anggap sesuai dengan diri anda saat ini, dengan memberi tanda silang (x) pada huruf di
depan penyataan yang anda pilih)
A. Belief
Pernyataan
1
2
3
4
5
6
7
Saya yakin dengan Tuhan Yang
Maha Kuasa
Saya mengakui kebesaran Tuhan
Yang Maha Kuasa
Saya ikhlas melakukan kegiatan
saya sehari-hari
Saya selalu ingat pada Tuhan
Yang Maha Kuasa
Saya akan mendapat perlindungan
dari Tuhan Yang Maha Kuasa,
ketika saya mengikuti semua
aturan perawatan
Saya sangat percaya akan takdir
yang diberikan oleh Tuhan Yang
Maha Kuasa
Saya terkesan dan selalu
mengagungkan nama Tuhan Yang
Maha Kuasa
Ragu-Ragu
Tidak
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Sangat
Setuju
Setuju
1
B. Practice
Pernyataan
1
2
3
4
5
6
7
8
Saya Selalu beribadah dengan
rutin dan tepat waktu
Saya selalu berdoa sebelum
memulai aktivitas
Saya selalu berdoa sesudah
menyelesaikan aktivitas
Saya selalu melibatkan diri
dengan acara keagamaan
Saya sering melakukan kegiatan
amal
Saya rajin bersedekah
Saya khusuk ketika beribadah
Saya selalu mengucapkan puji
syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa
Ragu-Ragu
Tidak
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
1
2
3
4
5
Sangat
Setuju
Setuju
1
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
9
Saya yakin bahwa dalam setiap
aktivitas, Tuhan akan
membimbing dan melindungi saya
1
2
3
4
5
C. Feeling
Pernyataan
1
2
3
4
5
Saya sabar dalam menghadapi
setiap cobaan
Mengganggap bahwa penyakit yang
dialami sebagai musibah yang pasti
ada hikmahnya
Saya sangat yakin bahwa doa saya
akan dikabulkan
Saya takut ketika tidak melakukan
perawatan
Saya merasakan ketenangan akan
kehadiran Tuhan
Ragu-Ragu
Tidak
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Sangat
Setuju
Setuju
1
D. Knowledge
Pernyataan
1
2
3
4
5
Saya selalu mendalami religiusitas
dengan membaca kitab suci
Saya rajin membaca buku-buku
agama
Perasaan saya bergetar ketika
mendengar suara bacaan kitab suci
Saya rajin mendengar ceramah
agama
Saya rajin menonton acara
keagamaan untuk menambah
pengetahuan saya
Ragu-Ragu
Tidak
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Sangat
Setuju
Setuju
1
E. Effect
Pernyataan
1
2
3
4
5
6
Tergerak hati untuk menolong pada
orang membutuhkan
Saya gampang memafkan orang lain
Saya mengasihi dan menyayangi
sesama
Saya selalu optimistis dalam
menghadapi persoalan
Saya tidak mudah putus asa
Saya bertanggung jawab pada
setiap perbuatan yang saya telah
lakukan
Sangat
Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
7
Senantiasa berbuat jujur dan takut
berbuat curang
1
2
3
4
5
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
Bagian 6 : Kualitas Hidup (SF-36)
BACAKAN KEPADA RESPONDEN
Berikut ini adalah daftar pertanyaan tntang perasaan Anda terhadap kualitas hidup, kesehatan dan hal lain dalam hidup Anda. Saya
akan membacakan setiap pertanyaan kepada Anda, berikut dengan pilhan jawabannya. Jawablah semua pertanyaan tersebut dan
pilihlah jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan apa yang Anda pikirkan/rasakan. Jika Anda tidak yakin tentang jawaban
yang akan Anda berikan terhadap pertanyaan berikut ini, mohon isi dengan jawaban pertama yang muncul dipikiran Anda.
Mohon ingat kembali segala standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian Anda kai akan bertanya apa yang Anda pikirkan
tentang kehidupan Anda (pada 4 (empat) minggu terakhir).
Pilih dan lingkari kode/angka sesuai jawaban responden (SA)
1
2
Bagaimana anda mengatakan
kondisi kesehatan anda saat ini?
Bagaimana kesehatan anda saat
ini dibandingkan satu tahun yang
lalu?
Sangat
Baik
Sekali
Sangat
Baik
Baik
Cukup
Baik
Buruk
1
2
3
4
5
Sangat
Lebih Baik
Lebih
Baik
Sama Saja
Lebih
Buruk
Sangat
Buruk
1
2
3
4
5
Dalam 4 minggu terakhir apakah keadaan kesehatan anda sangat membatasi aktivitas yang anda lakukan di bawah ini?
Sangat
Sedikit
Membatasi Membatasi
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Aktifitas yang membutuhkan banyak energi,
mengangkat benda berat, melakukan olah
raga berat.
Aktifitas ringan seperti memindahkan meja,
menyapu, joging/jalan santai.
Mengangkat atau membawa barang ringan
(misalnya belanjaan, tas)
Menaiki beberapa anak tangga
Menaiki satu tangga
Menekuk leher/tangan/kaki, bersujud atau
membungkuk
Berjalan lebih dari 1,5 km
Berjalan melewati beberapa gang/1km
Berjalan melewati satu gang/0,5 km
Mandi atau memakai baju sendiri.
Tidak
Membatasi
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
1
2
2
3
3
1
2
3
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
Selama 4 minggu terakhir apakah anda mengalami masalah-masalah berikut dibawah ini dengan pekerjaan anda atau aktifitas anda
sehari-hari sebagai akibat dari masalah anda?
13
14
15
16
Menghabiskan seluruh waktu anda
untuk melakukan pekerjaan atau
aktifitas lain.
Menyelesaikan pekerjaan tidak tepat
pada waktunya.
Terbatas pada beberapa pekerjaan
atau aktifitas lain.
Mengalami kesulitan dalam melakukan
pekerjaan atau aktifitas-aktifitas lain
(misalnya yang membutuhkan energi
extra seperti mendongkrak/bertukang,
mencuci).
Ya
Tidak
1
2
1
2
1
2
1
2
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
Selama 4 minggu terakhir apakah pekerjaan atau aktifitas sehari-hari anda mengalami beberapa masalah dibawah ini sebagai
akibat dari masalah emosi anda (seperti merasa sedih/tertekan atau cemas).
Ya
Tidak
Menghabiskan seluruh waktu anda untuk
1
melakukan pekerjaan atau aktifitas lain.
Menyelesaikan pekerjaan tidak lama dari
18
1
biasanya.
Dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan lain
19
1
tidak berhati-hati sebagaimana biasanya.
Dalam 4 minggu terakhir seberapa
Tidak Mengganggu
besar kesehatan fisik anda atau
Sedikit Mengganggu
masalah emosional mengganggu
20
Cukup Mengganggu
aktifitas sosial anda seperti biasa
Mengganggu Sekali
dengan keluarga, teman, tetangga
Sangat Mengganggu Sekali
atau perkumpulan anda?
Tidak Ada Nyeri
Nyrei Sangat Ringan
Seberapa besar anda merasakan
Nyeri Ringan
21 nyeri pada tubuh anda selama 4
Nyeri Sedang
minggu terakhir
Nyeri Sekali
Sangat Nyeri Sekali
Tidak Mengganggu
Dalam 4 minggu terakhir, seberapa
Sedikitpun
besar rasa sakit/nyeri menganggu
Sedikit Mengganggu
22 pekerjaan anda sehari-hari (termasuk
Cukup Mengganggu
pekerjaan diluar rumah dan pekerjaan
Sangat Mengganggu
didalam rumah)?
Sangat Mengganggu Sekali
17
2
2
2 SA
















Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini adalah tentang bagaimana perasaan anda dalam 4 minggu terakhir, untuk setiap pertanyaan
silahkan beri 1 jawaban yang paling sesuai dengan perasaan anda.
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Apakah anda merasa penuh
semangat?
Apakah anda orang yang sangat
gugup?
Apakah anda merasa sangat
tertekan dan tak ada yang
menggembirakan anda?
Apakah anda merasa tenang dan
damai?
Apakah anda memiliki banyak
tenaga?
Apakah anda merasa putus asa &
sedih?
Apakah anda merasa bosan?
Apakah anda seorang yang
periang?
Apakah anda merasa cepat lelah?
Selalu
Hampir
Selalu
Cukup
Sering
KadangKadang
Jarang
Tidak
Pernah
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
Nomor ID
-
IR1
IR2 
FORM
32
Dalam 4 minggu terakhir
seberapa sering kesehatan fisik
anda atau masalah emosi
mempengaruhi kegiatan sosial
anda (seperti mengunjungi teman,
saudara dan lain-lain)?
Selalu
Hampir
Selalu
KadangKadang
Jarang
Tidak
Pernah
1
2
3
4
5
Petunjuk berikut dimaksud untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan no.33-36.
Menurut anda, sejauh mana kebenaran pernyataan berikut menggambarkan keadaan kesehatan anda.
33
34
35
36
Saya merasa sepertinya sedikit
mudah menderita sakit.
Saya sama sehatnya seperti
orang lain.
Saya merasa kesehatan saya
makin memburuk.
Kesehatan saya sangat baik.
Benar
Benar
Sekali
Tidak Tahu
Salah
Salah
Sekali
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Akhir Wawancara
Terima kasih atas kesediaan Anda meluangkan waktu menjawab kuesioner
Kami sangat menghargai bantuan yang Anda berikan.
DATE: 8/ 7/2014
TIME: 17:01
L I S R E L
8.80
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by
Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Religi.spj:
Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Odha.psf'
Asymptotic Covariance Matirx From File E:\Religi.acm
Sample Size = 215
Latent Variables Religi
Method: Maximum Likelihood
Relationships
X41 = Religi
X42 = Religi
X43 = Religi
X44 = Religi
X45 = Religi
Path Diagram
End of Problem
Sample Size =
215
Covariance Matrix
X41
X42
X43
X44
X45
X41
-------45.84
23.84
15.83
9.89
14.83
X42
--------
X43
--------
X44
--------
X45
--------
56.98
15.34
17.51
13.79
22.20
10.77
16.56
20.38
11.24
28.68
Number of Iterations =
5
LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood)
Measurement Equations
X41 = 4.03*Religi, Errorvar.= 29.63, R² = 0.35
(0.45)
(4.71)
8.96
6.29
X42 = 4.35*Religi, Errorvar.= 38.04, R² = 0.33
(0.52)
(5.55)
8.37
6.85
X43 = 3.92*Religi, Errorvar.= 6.83 , R² = 0.69
(0.30)
(1.46)
13.27
4.67
X44 = 2.88*Religi, Errorvar.= 12.10, R² = 0.41
(0.31)
(1.69)
9.41
7.17
X45 = 3.96*Religi, Errorvar.= 12.98, R² = 0.55
(0.32)
(2.07)
12.37
6.28
Correlation Matrix of Independent Variables
Religi
-------1.00
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 5
Minimum Fit Function Chi-Square = 33.99 (P = 0.00)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 32.38 (P = 0.00)
Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 15.28 (P = 0.0092)
Chi-Square Corrected for Non-Normality = 19.89 (P = 0.0013)
Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 10.28
90 Percent Confidence Interval for NCP = (2.10 ; 26.05)
Minimum Fit Function Value = 0.16
Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.048
90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0098 ; 0.12)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.098
90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.044 ; 0.16)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.067
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.16
90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.13 ; 0.24)
ECVI for Saturated Model = 0.14
ECVI for Independence Model = 2.25
Chi-Square for Independence Model with 10 Degrees of Freedom = 471.86
Independence AIC = 481.86
Model AIC = 35.28
Saturated AIC = 30.00
Independence CAIC = 503.71
Model CAIC = 78.99
Saturated CAIC = 95.56
Normed Fit Index (NFI) = 0.97
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.96
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.48
Comparative Fit Index (CFI) = 0.98
Incremental Fit Index (IFI) = 0.98
Relative Fit Index (RFI) = 0.94
Critical N (CN) = 212.27
Root Mean Square Residual (RMR) = 2.38
Standardized RMR = 0.059
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.94
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.83
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.31
The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance
Between
and
Decrease in Chi-Square
New Estimate
X42
X41
11.2
9.34
X43
X42
13.1
-9.19
X44
X42
18.1
7.83
X45
X42
11.1
-7.44
Time used:
0.047 Seconds
DATE: 8/ 7/2014
TIME: 17:58
L I S R E L
8.80
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by
Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Religi.spj:
Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Religi.psf'
Asymptotic Covariance Matirx From File E:\Religi.acm
Sample Size = 215
Latent Variables Stigma
Method: Maximum Likelihood
Relationships
X11 = Stigma
X12 = Stigma
X13 = Stigma
Path Diagram
End of Problem
Sample Size =
215
Covariance Matrix
X11
X12
X13
X11
-------39.98
28.97
28.32
Number of Iterations =
X12
--------
X13
--------
40.34
33.10
42.51
0
LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood)
Measurement Equations
X11 = 4.98*Stigma, Errorvar.= 15.19, R² = 0.62
(0.38)
(2.52)
13.16
6.03
X12 = 5.82*Stigma, Errorvar.= 6.48 , R² = 0.84
(0.32)
(1.72)
17.91
3.76
X13 = 5.69*Stigma, Errorvar.= 10.16, R² = 0.76
(0.36)
(1.64)
15.95
6.20
Correlation Matrix of Independent Variables
Stigma
-------1.00
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 0
Minimum Fit Function Chi-Square = 0.0 (P = 1.00)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 0.00 (P = 1.00)
Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 0.0 (P = 1.00)
The Model is Saturated, the Fit is Perfect !
Time used:
0.047 Seconds
DATE: 8/ 7/2014
TIME: 18:04
L I S R E L
8.80
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by
Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Religi.spj:
Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Religi.psf'
Asymptotic Covariance Matirx From File E:\Religi.acm
Sample Size = 215
Latent Variables Sosial
Method: Maximum Likelihood
Relationships
X21 = Sosial
X22 = Sosial
X23 = Sosial
X24 = Sosial
Path Diagram
End of Problem
Sample Size =
215
Covariance Matrix
X21
X22
X23
X24
X21
-------22.31
13.36
12.10
13.70
Number of Iterations =
X22
--------
X23
--------
X24
--------
23.73
14.35
13.02
19.96
13.30
23.56
3
LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood)
Measurement Equations
X21 = 3.50*Sosial, Errorvar.= 10.04, R² = 0.55
(0.29)
(1.49)
12.09
6.75
X22 = 3.80*Sosial, Errorvar.= 9.28 , R² = 0.61
(0.32)
(1.39)
12.03
6.68
X23 = 3.64*Sosial, Errorvar.= 6.72 , R² = 0.66
(0.29)
(1.05)
12.76
6.41
X24 = 3.65*Sosial, Errorvar.= 10.27, R² = 0.56
(0.30)
(1.36)
12.24
7.54
Correlation Matrix of Independent Variables
Sosial
-------1.00
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 2
Minimum Fit Function Chi-Square = 5.75 (P = 0.057)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 5.62 (P = 0.060)
Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 4.74 (P = 0.094)
Chi-Square Corrected for Non-Normality = 5.55 (P = 0.062)
Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 2.74
90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 13.26)
Minimum Fit Function Value = 0.027
Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.013
90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.062)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.080
90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.18)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.22
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.097
90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.084 ; 0.15)
ECVI for Saturated Model = 0.093
ECVI for Independence Model = 2.18
Chi-Square for Independence Model with 6 Degrees of Freedom = 457.46
Independence AIC = 465.46
Model AIC = 20.74
Saturated AIC = 20.00
Independence CAIC = 482.94
Model CAIC = 55.70
Saturated CAIC = 63.71
Normed Fit Index (NFI) = 0.99
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.98
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.33
Comparative Fit Index (CFI) = 0.99
Incremental Fit Index (IFI) = 0.99
Relative Fit Index (RFI) = 0.97
Critical N (CN) = 417.27
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.47
Standardized RMR = 0.021
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.99
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.94
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.20
The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance
Between
and
Decrease in Chi-Square
New Estimate
X23
X21
8.4
-4.10
Time used:
5.257 Seconds
DATE: 8/ 7/2014
TIME: 18:17
L I S R E L
8.80
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by
Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Religi.spj:
Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Religi.psf'
Asymptotic Covariance Matrix From File E:\Religi.acm
Sample Size = 215
Latent Variables Depresi
Relationships
X3 = 1 * Depresi
Set the Error Variance of X3 to 0
Path Diagram
End of Problem
Sample Size =
215
Covariance Matrix
X3
-------160.09
Number of Iterations =
0
LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood)
Measurement Equations
X3 = 1.00*Depresi,, R² = 1.00
Variances of Independent Variables
Depresi
-------160.09
(14.16)
11.31
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 0
Minimum Fit Function Chi-Square = 0.0 (P = 1.00)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 0.0 (P = 1.00)
Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 0.0 (P = 1.00)
The Model is Saturated, the Fit is Perfect !
Time used:
0.031 Seconds
DATE: 8/ 7/2014
TIME: 18:22
L I S R E L
8.80
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by
Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Religi.spj:
Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Religi.psf'
Asymptotic Covariance Matrix From File E:\Religi.acm
Sample Size = 215
Latent Variables CD4
Relationships
X5 = 1.00*CD4
Set the Error Variance of X5 to 0.00
Path Diagram
End of Problem
Sample Size =
215
Covariance Matrix
X5
-------40880.87
Number of Iterations =
0
LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood)
Measurement Equations
X5 = 1.00*CD4,, R² = 1.00
Variances of Independent Variables
CD4
-------40880.87
(3890.59)
10.51
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 0
Minimum Fit Function Chi-Square = 0.0 (P = 1.00)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 0.0 (P = 1.00)
Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 0.0 (P = 1.00)
The Model is Saturated, the Fit is Perfect !
Time used:
0.047 Seconds
DATE: 8/ 7/2014
TIME: 20:33
L I S R E L
8.80
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by
Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Odha.SPJ:
Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Odha.psf'
Asymptotic Covariance Matirx From File E:\Odha.acm
Sample Size = 215
Latent Variables QOL
Method: Maximum Likelihood
Relationships
Y1 = QOL
Y2 = QOL
Y3 = QOL
Y4 = QOL
Y5 = QOL
Y6 = QOL
Y7 = QOL
Y8 = QOL
Path Diagram
End of Problem
Sample Size =
215
Covariance Matrix
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6
Y7
Y8
Y1
-------47721.15
7110.41
4788.09
6954.36
10179.74
4487.20
4194.17
6802.87
Y2
--------
Y3
--------
Y4
--------
Y5
--------
Y6
--------
16439.90
5575.96
2622.26
2870.68
2406.81
1997.72
3862.48
9931.32
1303.11
2249.21
1306.18
784.60
1479.57
5953.19
4195.36
1531.55
1873.13
4388.23
11268.47
2186.46
1812.99
4353.56
2248.75
1303.72
1880.98
Covariance Matrix
Y7
Y8
Y7
-------2652.10
2811.36
Number of Iterations =
Y8
-------10406.71
2
LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood)
Measurement Equations
Y1 = 126.66*QOL, Errorvar.= 31672.97, R² = 0.34
(13.20)
(4245.53)
9.59
7.46
Y2 = 59.14*QOL, Errorvar.= 12941.93, R² = 0.21
(8.07)
(1231.84)
7.33
10.51
Y3 = 32.70*QOL, Errorvar.= 8862.32, R² = 0.11
(7.16)
(676.46)
4.57
13.10
Y4 = 54.86*QOL, Errorvar.= 2942.15, R² = 0.51
(4.50)
(423.70)
12.20
6.94
Y5 = 65.97*QOL, Errorvar.= 6915.14, R² = 0.39
(7.07)
(911.64)
9.34
7.59
Y6 = 32.62*QOL, Errorvar.= 1184.54, R² = 0.47
(2.83)
(157.91)
11.51
7.50
Y7 = 35.38*QOL, Errorvar.= 1397.59, R² = 0.47
(2.89)
(162.09)
12.24
8.62
Y8 = 68.43*QOL, Errorvar.= 5722.86, R² = 0.45
(6.13)
(694.99)
11.16
8.23
Correlation Matrix of Independent Variables
QOL
-------1.00
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 20
Minimum Fit Function Chi-Square = 77.95 (P = 0.00)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 79.68 (P = 0.00)
Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 70.11 (P = 0.00)
Chi-Square Corrected for Non-Normality = 83.96 (P = 0.00)
Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 50.11
90 Percent Confidence Interval for NCP = (28.31 ; 79.51)
Minimum Fit Function Value = 0.36
Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.23
90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.13 ; 0.37)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.11
90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.081 ; 0.14)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00037
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.48
90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.38 ; 0.61)
ECVI for Saturated Model = 0.34
ECVI for Independence Model = 3.96
Chi-Square for Independence Model with 28 Degrees of Freedom = 831.28
Independence AIC = 847.28
Model AIC = 102.11
Saturated AIC = 72.00
Independence CAIC = 882.25
Model CAIC = 172.04
Saturated CAIC = 229.34
Normed Fit Index (NFI) = 0.92
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.91
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.65
Comparative Fit Index (CFI) = 0.94
Incremental Fit Index (IFI) = 0.94
Relative Fit Index (RFI) = 0.88
Critical N (CN) = 115.66
Root Mean Square Residual (RMR) = 833.04
Standardized RMR = 0.069
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.92
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.85
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.51
Time used:
0.078 Seconds
DATE: 8/ 7/2014
TIME: 20:38
L I S R E L
8.80
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by
Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file E:\ODHA Lisrel\Odha.SPJ:
Raw Data from file 'E:\ODHA Lisrel\Odha.psf'
Asymptotic Covariance Matirx From File E:\Odha.acm
Sample Size = 215
Latent Variables Sosial Stigma Depresi CD4 QOL Religi
Method: Maximum Likelihood
Relationships
X11 = Stigma
X12 = Stigma
X13 = Stigma
X21 = Sosial
X22 = Sosial
X23 = Sosial
X24 = Sosial
X3 = 1 * Depresi
X5 = 1 * CD4
Y1 = QOL
Y2 = QOL
Y3 = QOL
Y4 = QOL
Y5 = QOL
Y6 = QOL
Y7 = QOL
Y8 = QOL
X41 = Religi
X42 = Religi
X43 = Religi
X44 = Religi
X45 = Religi
Stigma = Religi
Sosial = Stigma Religi
Depresi = CD4 Religi Sosial
CD4 = Religi
QOL = Stigma Sosial Depresi CD4 Religi
Set the Error Variance of X3 to 0
Set the Error Variance of X5 to 0
Path Diagram
End of Problem
Sample Size =
215
Covariance Matrix
X11
X12
X13
X21
X22
X23
X24
X3
X5
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6
Y7
Y8
X41
X42
X43
X44
X45
X11
-------39.98
28.97
28.32
1.35
-0.75
-1.72
-0.08
-12.23
74.91
135.33
50.95
18.88
96.14
81.59
40.02
49.17
77.58
4.82
13.81
8.28
6.50
8.88
X12
--------
X13
--------
X21
--------
X22
--------
X23
--------
40.34
33.10
3.66
3.42
1.00
3.07
-13.53
106.89
185.17
61.35
51.64
67.72
82.92
20.50
43.49
109.06
5.69
12.74
7.37
7.04
11.04
42.51
1.98
3.89
0.28
2.42
-12.05
41.13
211.74
44.20
91.51
74.00
125.54
38.07
53.15
92.31
7.51
15.78
7.43
7.52
11.87
22.31
13.36
12.10
13.70
-20.77
69.47
157.05
-22.01
-14.04
63.21
128.43
18.38
24.77
30.35
5.80
4.34
6.03
5.03
9.52
23.73
14.35
13.02
-8.24
84.89
89.02
-5.81
-3.63
3.05
61.49
5.86
14.91
18.24
3.03
3.71
3.18
2.49
6.58
19.96
13.30
-11.50
93.29
39.98
-50.10
-43.68
29.35
80.50
-8.99
6.26
57.08
1.38
1.36
3.62
1.39
6.01
X3
--------
X5
--------
Y1
--------
Y2
--------
Y3
--------
160.09
-829.30
-1218.72
-326.80
-172.50
-451.45
-535.24
-217.47
-266.51
-501.48
-31.29
-37.42
-26.92
-23.19
-29.08
40880.87
10829.85
7696.92
4795.59
4035.89
6552.94
2371.67
2381.53
5323.81
380.27
445.67
228.56
224.97
206.67
47721.15
7110.41
4788.09
6954.36
10179.74
4487.20
4194.17
6802.87
435.58
438.54
223.15
162.35
320.95
16439.90
5575.96
2622.26
2870.68
2406.81
1997.72
3862.48
239.84
197.35
71.14
39.30
81.86
9931.32
1303.11
2249.21
1306.18
784.60
1479.57
51.45
147.44
31.63
57.12
36.86
Covariance Matrix
X24
X3
X5
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6
Y7
Y8
X41
X42
X43
X44
X45
X24
-------23.56
-15.93
34.47
168.43
-19.32
5.73
74.79
125.86
24.63
27.15
95.13
8.12
4.88
6.56
3.73
8.47
Covariance Matrix
Y4
Y5
Y6
Y7
Y8
X41
X42
X43
X44
X45
Y4
-------5953.19
4195.36
1531.55
1873.13
4388.23
183.82
211.16
116.75
115.61
110.08
Y5
--------
Y6
--------
Y7
--------
Y8
--------
X41
--------
11268.47
2186.46
1812.99
4353.56
207.41
329.59
132.83
156.56
189.84
2248.75
1303.72
1880.98
128.49
98.46
42.33
35.97
42.54
2652.10
2811.36
129.23
169.32
91.83
81.21
86.08
10406.71
204.62
286.99
129.03
69.65
159.74
45.84
23.84
15.83
9.89
14.83
X43
--------
X44
--------
X45
--------
22.20
10.77
16.56
20.38
11.24
28.68
Covariance Matrix
X42
X43
X44
X45
X42
-------56.98
15.34
17.51
13.79
Number of Iterations = 28
LISREL Estimates (Robust Maximum Likelihood)
Measurement Equations
X11 = 5.00*Stigma, Errorvar.= 15.01, R² = 0.62
(2.54)
5.90
X12 = 5.78*Stigma, Errorvar.= 6.94 , R² = 0.83
(0.40)
(1.71)
14.38
4.07
X13 = 5.72*Stigma, Errorvar.= 9.82 , R² = 0.77
(0.37)
(1.60)
15.36
6.13
X21 = 3.59*Sosial, Errorvar.= 9.42 , R² = 0.58
(1.42)
6.63
X22 = 3.74*Sosial, Errorvar.= 9.77 , R² = 0.59
(0.34)
(1.39)
10.83
7.04
X23 = 3.58*Sosial, Errorvar.= 7.15 , R² = 0.64
(0.31)
(1.05)
11.46
6.83
X24 = 3.70*Sosial, Errorvar.= 9.89 , R² = 0.58
(0.37)
(1.38)
9.96
7.19
X3 = 1.00*Depresi,, R² = 1.00
X5 = 1.00*CD4,, R² = 1.00
Y1 = 129.31*QOL, Errorvar.= 31010.24, R² = 0.35
(4354.96)
7.12
Y2 = 57.48*QOL, Errorvar.= 13137.96, R² = 0.20
(9.67)
(1163.56)
5.94
11.29
Y3 = 31.86*QOL, Errorvar.= 8916.85, R² = 0.10
(8.29)
(673.57)
3.85
13.24
Y4 = 55.52*QOL, Errorvar.= 2873.14, R² = 0.52
(6.46)
(392.58)
8.59
7.32
Y5 = 67.43*QOL, Errorvar.= 6724.89, R² = 0.40
(8.19)
(851.21)
8.23
7.90
Y6 = 31.47*QOL, Errorvar.= 1259.26, R² = 0.44
(4.05)
(155.02)
7.77
8.12
Y7 = 35.50*QOL, Errorvar.= 1392.51, R² = 0.48
(4.25)
(146.51)
8.36
9.50
Y8 = 67.96*QOL, Errorvar.= 5791.51, R² = 0.44
(8.64)
(672.65)
7.87
8.61
X41 = 4.14*Religi, Errorvar.= 28.74, R² = 0.37
(0.41)
(4.40)
10.07
6.54
X42 = 4.70*Religi, Errorvar.= 34.87, R² = 0.39
(0.45)
(4.91)
10.40
7.10
X43 = 3.71*Religi, Errorvar.= 8.40 , R² = 0.62
(0.26)
14.12
(1.22)
6.90
X44 = 2.94*Religi, Errorvar.= 11.76, R² = 0.42
(0.27)
(1.56)
10.73
7.53
X45 = 3.96*Religi, Errorvar.= 13.01, R² = 0.55
(0.30)
(2.00)
13.06
6.50
Structural Equations
Sosial =
- 0.063*Stigma + 0.38*Religi, Errorvar.= 0.87 , R² = 0.13
(0.10)
(0.094)
(0.16)
-0.62
4.03
5.53
Stigma = 0.40*Religi, Errorvar.= 0.84 , R² = 0.16
(0.070)
(0.15)
5.79
5.68
Depresi =
= 0.37
- 1.41*Sosial - 0.0090*CD4 - 6.33*Religi, Errorvar.= 100.15, R²
(0.81)
-1.74
(0.0044)
-2.04
(0.99)
-6.42
(13.48)
7.43
CD4 = 68.08*Religi, Errorvar.= 36246.28, R² = 0.11
(14.90)
(3248.64)
4.57
11.16
QOL = - 0.078*Sosial + 0.018*Stigma - 0.028*Depresi + 0.00087*CD4 +
0.36*Religi, Errorvar.= 0.50 , R² = 0.50
(0.077)
(0.067)
(0.0085)
(0.00039)
(0.11)
(0.12)
-1.01
0.27
-3.30
2.23
3.30
4.26
Reduced Form Equations
Sosial = 0.35*Religi, Errorvar.= 0.88, R² = 0.12
(0.077)
4.62
Stigma = 0.40*Religi, Errorvar.= 0.84, R² = 0.16
(0.070)
5.79
Depresi =
- 7.44*Religi, Errorvar.= 104.85, R² = 0.35
(0.88)
-8.46
CD4 = 68.08*Religi, Errorvar.= 36246.28, R² = 0.11
(14.90)
4.57
QOL = 0.61*Religi, Errorvar.= 0.63, R² = 0.37
(0.090)
6.76
Correlation Matrix of Independent Variables
Religi
-------1.00
Covariance Matrix of Latent Variables
Sosial
Stigma
Depresi
CD4
QOL
Religi
Sosial
-------1.00
0.09
-3.86
24.06
0.18
0.35
Stigma
--------
Depresi
--------
CD4
--------
QOL
--------
Religi
--------
1.00
-2.92
27.43
0.26
0.40
160.18
-834.10
-7.66
-7.44
40880.87
82.17
68.08
1.00
0.61
1.00
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 199
Minimum Fit Function Chi-Square = 397.78 (P = 0.00)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 384.51 (P = 0.00)
Satorra-Bentler Scaled Chi-Square = 315.79 (P = 0.00)
Chi-Square Corrected for Non-Normality = 7202.21 (P = 0.0)
Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 116.79
90 Percent Confidence Interval for NCP = (72.33 ; 169.18)
Minimum Fit Function Value = 1.86
Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.55
90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.34 ; 0.79)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.052
90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.041 ; 0.063)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.35
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.98
90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.77 ; 2.23)
ECVI for Saturated Model = 2.36
ECVI for Independence Model = 19.04
Chi-Square for Independence Model with 231 Degrees of Freedom = 4030.50
Independence AIC = 4074.50
Model AIC = 423.79
Saturated AIC = 506.00
Independence CAIC = 4170.66
Model CAIC = 659.80
Saturated CAIC = 1611.77
Normed Fit Index (NFI) = 0.92
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.96
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.79
Comparative Fit Index (CFI) = 0.97
Incremental Fit Index (IFI) = 0.97
Relative Fit Index (RFI) = 0.91
Critical N (CN) = 169.28
Root Mean Square Residual (RMR) = 400.37
Standardized RMR = 0.067
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.86
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.82
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.68
The Modification Indices Suggest to Add the
Path to from
Decrease in Chi-Square
New Estimate
X21
Depresi
10.3
-0.06
The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance
Between
and
Decrease in Chi-Square
New Estimate
X23
X21
10.5
-4.42
X23
X22
13.4
4.46
X41
Y6
12.9
51.90
X44
X42
10.3
5.33
X45
X42
19.7
-8.66
X45
X43
21.9
6.04
Time used:
7.894 Seconds
BIODATA PENULIS
A. DATA DIRI
1. Nama
: Masriadi
2. Tempat/Tanggal Lahir
: Sengkang / 29 September 1987
3. Alamat
: Jl. Sahabat Raya Kampus Unhas Tamalanrea
4. Jenis Kelamin
: Laki-laki
5. Agama
: Islam
B. PENDIDIKAN
1. SDN 3 Sengkang, Kab. Wajo tahun 1993 – 1999
2. SLTPN 1 Majauleng, Kab. Wajo tahun 1999 – 2002
3. SMAN 3 Sengkang, Kab. Wajo tahun 2002 – 2005
4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar tahun 2007 – 2011
5. Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar tahun
2012 – 2014
Makassar, 7 Agustus 2014
Masriadi
Download