GAMBARAN PEMERIKSAAN VITAMIN D PADA ANAK DI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA TAHUN 2018-2019 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat menyelesaikan Program Diploma III Jurusan Analis Kesehatan Bandung Disusun oleh : Gesti Christiana NIM : P17344119138 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2019 BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Vitamin D merupakan vitamin larut lemak yang dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme di dalam tubuh. Vitamin D bertindak sebagai prohormon pada sebagian besar jaringan manusia yang dipengaruhi oleh hormon paratiroid dan kalsitonin dari kelenjar paratiroid. Vitamin D dibentuk di kulit dengan bantuan sinar matahari yang cukup. Selain itu, Vitamin D juga diperoleh dari berbagai jenis makanan dan suplemen (Holick M., 2018: 45). Fungsi vitamin D dipengaruhi oleh paratiroid hormon dan kalsitonin dari kelenjar paratiroid dalam menjaga homeostasis kalsium dengan meningkatkan absorbansi kalsium di usus halus, mobilisasi kalsium dari tulang dan pengaturan ekskresi kalsium di ginjal. Selain itu, vitamin D mempunyai peran yang berhubungan dengan imunitas, terjadinya berbagai keganasan, penyakit kardiovaskuler inflamasi pada sendi serta diabetes mellitus ( Pusparini, 2015:95). Pemeriksaan vitamin D paling umum dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan terhadap vitamin D3 dan vitamin D 1,25 OH. Konsentrasi vitamin D 1,25 (OH) serum dianggap sebagai penanda biologis status vitamin D. Pemeriksaan vitamin D biasanya dilakukan dengan metode ELISA ( Enzim Linked Immuno Assay). Selain itu bisa juga dilakukan dengan metode CLIA (Chemiluminescen Assay) dan metode RIA (Radio Immuno Assay). Konsentrasi vitamin D 1,25 (OH) digunakan untuk menentukan status klinis apakah defisiensi, insufiensi atau tersufiensi (Bonelli, F.,2018:903). Diperkirakan hampir satu juta penduduk di dunia mengalami defisiensi vitamin D. Penduduk yang menderita defisiensi vitamin D juga beragam, mulai dari balita, anak-anak, orang dewasa hingga mereka yang lanjut usia (Pusparini, 2015:95). Dahulu defisiensi vitamin D tidak dianggap sebagai masalah di negara dengan paparan sinar matahari melimpah namun penelitian di Libanon, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Australia, Turki dan India menunjukkan bahwa tingkat defisiensi vitamin D cukup tinggi yaitu 30%-50%. Negara di asia tenggara seperti Malaysia juga menunjukkan defisiensi yang cukup tinggi yaitu 37,1% dan 35,5 %. Penelitian lain di Jakarta menunjukkan tingkat insufisiensi sebesar 75,9 % dan defisiensi 15 %. Menurut survey Ikatan Dokter Anak Indonesia di Indonesia 40 % anak perkotaan dan 44 % anak pedesaan mengalami defisiensi vitamin D. (Yolanda N : 2016) Menurut penelitian Valentina V., dkk (2014: 25) tentang asupan calcium dan vitamin D pada anak-anak usia 2-12 tahun di Bogor dengsan total responden 276 orang menyimpulkan bahwa terdapat 38,76 % mengalami defisiensi besi yang terdiri dari 16,66 % anak perempuan dan 22,10 % anak laki-laki. Penelitian lain dilakukan oleh Sinantriyana M., dkk.( 2016:2) tentang kadar vitamin D pada pasien dermatitis atopik pada 34 orang dimana terdapat 17 orang (50%) mengalami defisiensi vitamin D dan 10 orang (29,4%) mengalami Insufisiensi vitamin D. Dari ke 34 orang tersebut 18 orang (52,9 %) jarang melakukan aktifitas di luar rumah, berdasarkan hasil survey aktivitas di luar rumah biasanya hanya beberapa menit saja, bahkan terdapat subjek yang tidak pernah keluar rumah sama sekali. Sedangkan menurut penelitian Finny F., (2017:170) menyimpulkan defisiensi vitamin D memiliki hubungan yang erat dengan resiko berbagai penyakit respiratori baik pada dewasa maupun anak-anak. Defisiensi vitamin D ditandai dengan mineralisasi yang tidak memadai atau demineralisasi pada tulang. Pada antara anak-anak, kekurangan vitamin D dapat menyebabkan kelainan bentuk tulang yang dikenal sebagai riketsia. Kekurangan vitamin D pada orang dewasa menyebabkan efek mineralisasi pada tulang, osteomalasia, dan memicu terjadinya hiperparatiroidisme sekunder yang berakibat pada pengeroposan tulang atau osteoporosis (Deluca, H.,2018:3). Selain itu, defisiensi vitamin D juga akan menurunkan massa otot, dan meningkatkan miopati yang mengakibatkan terjadinya instabilitas postural dan membuat usia lanjut mudah jatuh. Belakangan ini diketahui pula bahwa vitamin D berhubungan dengan berbagai penyakit seperti penyakit asma, diabetes melitus, hipertensi, rematik, keganasan pada kolon, payudara, dan prostat (Silver J., 2019: 461). Riketsia terjadi bila pengerasan tulang pada anak-anak terhambat sehingga menjadi lemah, kaki membengkok, ujung-ujung tulang panjang membesar (lutut dan pergelangan), tulang rusuk membengkok, pembesaran kepala karena penutupan fontanel terhambat, gigi terlambat keluar, bentuk gigi tidak teratur dan mudah rusak. Sebelum ditemukan fortifikasi makanan dengan vitamin D, riketsia banyak terdapat di negaranegara dengan empat musim. Sekarang masih terdapat pada anak anak miskin di kota-kota industri yang kurang mendapat sinar matahari (Pusparini, 2015:97). Defisiensi vitamin D dapat disebabkan oleh bermacam-macam factor. Penyebab defisiensi vitamin D antara lain penurunan pembuatannya, asupan yang kurang dan malabsorbsi vitamin D di usus. Dari ketiga faktor tersebut penurun pembuatan vitamin D merupakan yang paling berpengaruh terhadap kejadian defisiensi vitamin D. Penurunan pembutan vitamin D dapat disebabkan oleh warna kulit yang gelap, penggunaan tabir surya, berpakain yang tertutup dan berlindung di tempat teduh. Selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor geografi (Holick F dan Chen T, 2008:87) Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin melakukan penelitian mengenai gambaran kadar vitamin D pada anak-anak di Rumah Sakit Pusat Pertamina. b. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimanakah gambaran kadar vitamin D pada anak-anak di RSPP? 2. Berapa persentase anak-anak yang mengalami defisiensi, insufisiensi dan tersufisiensi vitamin D di RSPP? c. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui gambaran kadar vitamin D pada anak-anak di RSPP. 2. Untuk mengetahui persentase anak-anak yang mengalami defisiensi, insufisiensi dan tersufisiensi vitamin D di RSPP. d. Manfaat Penelitian Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan serta untuk memberikan informasi tentang cara mengatasi defisiensi vitamin D dan cara mencegahnya.