ARTIKEL KOMUNIKASI KEPERAWATAN Di Susun oleh kelompok 6 Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju Jakarta, 2018 DI BALIK JENDELA KEBAHAGIAAN Oleh : Nur Mujahadatun Pagi dini memadati pintu-pintu rumah sakit orang-orang berdesakan mengantri jam besuk yang baru saja dibuka. Tapi tidak untuk ruang flamboyan kamar 1 ,ruang ini di isi satu pasien lama sedang menjalani suatu terapi oleh dokter spesialis dan dengan satu tempat tidur pasien kosong di sebelahnya. kelas 1 di RS ini memamang berisi 2 tempat tidur. Terlihat dua orang perawat keluar dari ruang IGD ditemani oleh orang tua pasien ,mendorong brankar dengan pasien terkulai lemah diatasnya menuju ruang flamboyan kamar 1. “Pak, kita antar ke ruangan tempat bapak di rawat nanti ya? di ruang flamboyan kamar 1”. Kata salah satu orang perawat IGD yang ikut mengantar pasien. Pasien membalas dengan mengangguk . Ya.. kamar yang beberapa hari di isi satu pasien itu kini akan di isi satu orang pasien lagi. Tepat di telinga kirinya memanggil lembut“Galih( panggilan seorang ayah untuk anaknya yang baru memasuki ruang flamboyan kamar 1) , bapak pamit izin pulang dulu ibu mu sementara jaga untuk pagi sampe sore ini, bapak akan ke sini sore nanti. Suster titip anak saya ya?”. “Baiklah pak, silahkan yang lain boleh tunggu di luar, kamar ini hanya di isi oleh satu pasien dan satu penunggu pasien ya? Untuk gilang dan ibu jika membutuhkan kami (baca : perawat) silahkan pencet bel yang ada di sebelah Gilang, kami akan segera merespon ketika bel pasien berbunyi. Saya akan datang kembali satu jam lagi untuk memberikan terapi obat-obatan ya? Permisi..” jawab salah seorang perawat yang telah menjelaskan tentang orientasi ruangan kepada lazimnya pasien baru rawat inap. Perawat dan bapak gilang keluar menjalankan tugasnya masing-masing. Kamar flamboyan 1 ini antara tempat tidur pasien satu dengan yang lain hanya tersekat oleh tirai, seperti umumnya standar RS di Daerah. Hari pertama gilang di rawat,dari balik tirai seorang lelaki tua renta dengan bernada semangat menyapa gilang yang masih tampak terkulai lemah. “Assalamu’alaikum.. perkenalkan nama saya ato, tapi bukan kakeknya upin-ipin he.. he..” dengan tertawa khas ala lelaki tua ( seperti pemeran ato = kakek yang ada di film upin-ipin sekilas terdengar mirip). “selamat datang di rumah sehat” kembali ledekan dari si kakek ato kepada gilang. Kek ato merupakan pasien pertama yang sudah lama di rawat di ruang flamboyan kamar 1 sebelum kedatangan gilang. Kebiasaannya yang selalu bersemangat membuat perawat betah merawatnya meski kek ato sudah menjadi pasien lama. Rupanya tangan gilang berusaha meraih tirai itu hanya penasaran. namun tangan ibunya meraih dan membukakan tirai karena melihat tangan gilang susah meraih tirainya. “wa’alaikumusallam ato”, jawab ibu gilang sambil tersenyum. Gilang hanya membalas senyum kecut kemudian memalingkan wajahnya membelakangi kakek ato dan ibunya. Gilang masih tampak belum mood untuk menerima kehadiran orang lain selain ibu bapaknya dan perawat yang memberikan terapi. Ibunya sudah memahami ketika sikap gilang yang seolah tidak mau berinteraksi dengan ato. “maaf ya kek?”. Berkata lirih ibu gilang sambil kembali menyunggingkan senyum tanda maaf kepada kek ato. “tak apa, anak muda memang begitu kakek kan sudah pernah muda he.he..” kembali kek ato meledek. Memasuki hari kedua gilang yang masih terkulai lemas dengan diagnosa fraktur femur dextra tertutup tampak belum bisa menerima keadaannya sekarang. Datanglah salah satu perawat menuju kamar gilang . “Permisi..selamat pagi gilang, sesuai terapi dari dokter setelah menghubungi kami perawat ruangan, karena beliau sedang berhalangan visit ,gilang akan di pasang traksi dengan beban kurang lebih 5 kg sesuai fraktur yang di alami gilang. Ini akan terasa tidak nyaman memang tapi fungsinya yaitu untuk menjaga tulang yang patah kembali ke tempat seperti struktur tulang normal. Agar nanti memudahkan dokter dalam pemasangan pen, kurang lebih seperti itu, dokter akan menghentikan traksi ketika nanti tulang yang patah sudah sejajar menempel di tulang sesuai patahannya ”. Berkata perawat terhadap gilang. Gilang di pasang traksi karena tulang yang patah di pahanya mengalami pemendekan akibat kontraksi otot yang melekat diatas dan di bawah tempat fraktur serta mengalami deformitas. Keadaan ini bisa terajdi pada pasien fraktur karena lama tidak segera di bawa ke RS untuk di terapi. “ya suster lakukan yang terbaik” jawab gilang. “ saya akan mulai memasang traksi sekarang, jika gilang merasa sakit silahkan tarik nafas dalam kemudian jika berasa ada yang kurang nyaman bilang ya?”, “ iya sus” sembari gilang menghembus nafas. Satu persatu alat traksi sudah terpasang di kaki gilang, kemudian perawat permisi pamit “ sudah selesai ya, nanti seperti biasa jika membutuhkan bantuan silahkan di pencet kembali bel yang ada di samping”. “terimakasih suster” berbarengan kompak menjawab ibu dengan gilang. Perawat meninggalkan kamar tersebut dengan gesit. Hari ke tiga gilang memperlihatkan wajah murungnya ia merasa dunianya hilang karena tidak bisa bebas bergerak yang ia lihat hanya tiang infus tembok dan langit-langit. ia berubah menjadi diam ketika tidak ditanya. dan kek ato yang masih berusaha berinteraksi dengan gilang. “pagi ini rasanya pengen melihat jendela, benar ternyata ramai sekali ada anak-anak SMA naik motor sepertinya mau konfoi kelulusan. Mereka menuju lapangan sambil corat coret jadi teringat masa muda ato. Masa mudamu bagaimana gilang”? terdengar suara menggelegar dari balik tirai. masih murung dengan diamnya gilang enggan menjawab pertanyaan ato. Hari ke empat..gilang masih tampak murung “gilang kenapa kamu selalu murung? Mari pasrahkan saja sama allah nak ..ikuti proses toh kamu kan sudah mulai di terapi” bicara ibu gilang pada gilang. “aku bosan mah di ruangan ini hanya bisa terkulai lemas menatap langit-langit kamar” jawab si gilang.”kenapa semua ini terjadi kepadaku ma.. apa salahku ? apakah akan ada orang yang menerimaku selain ibu bapak? Aku sudah cacat ma? Aku sudah tidak bisa berjalan dan aku akan selalu seperti ini kan? hanya bisa tidur di atas kasur? Aku rindu ingin melihat suasana di luar sedangkan aku tidak bisa apa-apa“ imbuh gilang dengan kembali memperlihatkan wajah murungnya. Obrolan itu sampai pada telinga kakek ato yang hanya tersekat tirai. kek ato terlihat merenung dan berfikir mencari cara agar gilang tertarik dan merespon ketika ia memulai obrolan. Semenjak gilang di rawat tampak hari-harinya terisi dengan kemurungan karena tubuhnya yang hanya bisa terkulai lemah akibat kecelakaan motor tunggal yang dialaminya enam bulan lalu. Gilang merupakan putra tunggal dari pasangan suami istri. umurnya yang masih dewasa muda sekitar 22 tahun, serta karena jarak rumah dengan tempat kerja yang jauh memaksanya untuk menggunakan kendaraan bermotor setiap hari. Naasnya ia mengalami kecelakaan tunggal sebab merasa ngantuk dan lelah bekerja seharian. Sebelum di rawat di sebuah RS khusus bedah tulang daerah Jawa Tengah ini gilang dan keluarganya wara-wiri menjajal pengobatan, dari ramuan jamu, tukang urut hingga spesialis patah tulang ternama cimande yang biasanya di kelola orang sunda. Namum hasilnya nihil, kesembuhan hanya bayang-bayang yang berngiang di kepala gilang membuat hari-harinya kacau dan payah. Hari ke enam , kek ato berusaha memancing kembali pembicaraan agar gilang meresponnya.Kemudian terdengar kembali suara kakek ato dari balik tirai “wah segarnya pemandangan pagi ini , lihat di balik jendela ada ibu-ibu jalan kaki di jalan raya nyangking tas( membawa tas) mau pergi ke pasar, sengaja suara kek ato di buat ngebass. Namun gilang masih tampak diam dan murung bahkan pura-pura tidak mendengar. Ia hanya diam seribu bahasa dan hanya berkata ketika perawat bertanya atau menjawab pertanyaan ibunya saja. “Aku belum berhasil, besok aku akan usaha lagi.”berkata kek ato dalam hatinya. Hari ke tujuh, hari ini gilang telah selesai operasi pemasangan pen. Kek ato yang tau perihal operasi gilang dari ibunya gilang masih berusaha menghibur gilang. Mulailah kek ato memancing pembicaraan dengan gilang. “loh ternyata ada lapangan sepak bola di sebelah jalan raya. Kayaknya mau ada tournamen nih”. Berkata kek ato dari balik tirai yang membatasi tempat tidurnya dengan tempat tidur gilang. Sontak tangan gilang semangat meraih ingin membuka tirai mendengar kakek ato membicarakan tournamen. Gilang memang suka sekali dengan sepak bola bahkan ia acap kali ikut tournamen bola dengan team sepak bolanya sebagai striker. wajar saja ia langsung seperti kesetanan mendengar akan ada tournamen di lapangan dekat RS ia di rawat. Kebetulan, tournamen bisa terlihat di jendela samping kamarnya namun naasnya jendela itu tidak tepat di samping tempat tidurnya melainkan samping tempat tidur kek ato cukup sulit ia melihat keluar jendela karena terbatas jarak pandang dan tubuhnya yang imobilisasi hanya bisa menoleh wajahnya saja. Di raihlah tirai itu kemudian gilang membuka tirai dan membalas obrolan kek ato.“kek tolong ceritakan siapa yang akan tanding minggu ini di lapangan candra buana”. Lapangan candra buana merupakan lapangan terdekat RS untuk tournamen nanti. “ sebentar ato liat agak gak kebaca tulisannya maklum mataku sudah berapa kali tak kunjung mandeg berobat. Sepertinya yang akan tanding minggu ini PERSEKA VS ARAPAT” jawab ato. “wah.. nyesel kalo ngga nonton ARAPAT kan team favoritku pasti Lampard ikut main jadi striker bisa 0:2 nih perkiraan score nanti bakal menang team jagoanku” sahut gilang. “Oh kek ato salah liat ternyata itu hanya laga uji coba. tanding yang sebenarnya kurang lebih 3 sampai 5 bulan lagi baru baca keterangan di bawahnya ,aduh ato emang suka ngga teliti baca “. Jawab kembali si ato. Gilang merenung sambil membayangkan andaikan dirinya bisa sembuh bisa jalan kaki sebelum tournamen bergengsi di daerahnya itu di mulai. Namun ia kembali murung, dan diam. Hari demi hari terlewati sudah memasuki hari ke -5 dimana fraktur tulang gilang sudah siap untuk di lakukan tindakan operasi pasang pen.kakek ato yang setiap harinya menceritakan kehidupan di balik jendela itu membuat semangat dan betah seorang gilang yang tadinya pemurung. Kehadiran seorang kek atok seolah tidak di sadari menjadi motivator dalam kehidupan gilang. Kek ato dengan telatennya menghibur gilang dengan menceritakan peristiwa yang terjadi di balik jendela kamar ruang flamboyan yang mereka tempati.hari ini adalah hari terahir gilang di rawat sebelum besok gilang di bolehkan pulang,namun gilang hanya bisa berdiri tegak belum bisa melangkahkan kaki. Datang salah seorang perawat “permisi.. besok jadwal terkhir fisioterapi gilang. Kami pastikan setelah fisioterapi gilang bisa berjalan nanti akan di bantu dengan tongkat. Pesan dokter setelah fisioterapi gilang di bolehkan pulang untuk melakukan perawatan di rumah, beliau tidak bisa visit besok. Nanti akan bertemu kembali ketika jadwal kontrol. Seperti itu gilang dan ibu.” Perawat menjelaskan kepada gilang yang di temani ibunya. “baiklah suster, terimakasih banayak”. jawab gilang dan ibunya.”apakah ada yang kurang jelas dan mau di tanyakan lagi?” sambung perawat menanyakan. “sudah cukup jelas sus”.jawab gilang. “baik saya permisi” berpamitan perawat untuk kemudian meninggalkan kamar gilang. Besok perawat memastikan gilang bisa berjalan di bantu tongkat,setelah fisioterapi terakhir. Setelah melewati proses panjang tindakan operasi dan perawatan di ruangan. Rupanya sedari tadi kek ato berkhidmat mendengar pembicaraan perawat yang sedang menjelaskan ke gilang dan ibunya. Perasaannya yang bahagia mendengar gilang besok sudah di perbolehkan pulang kembali ia meledek dari balik tirai “sebentar lagi bisa nonton tournamen nih, ato mau minta tiket gratis buat nonton pertandingan. orang tua kan kere gapunya banyak duit kaya anak muda” candaan ato pada gilang. “ashiaaap kek jangankan tiket uang warna merah gambar presiden juga aku kasih, walaupun sekarang yang di dompetku hanya sisa-sisa gambar pattimura karena memang sesuai dengan keadaanku yang masih berjuang ha..ha.. “jawab gilang sambil tertawa. “Iya kan ma?” Tanya gilang berusaha minta dukungan dari ibunya. “iya mas gilang” ledek ibunya. Jam menunjukkan pukul 21.00 malam, ato berpamitan untuk istirahat “ato tidur dulu ya nak gilang sepertinya badan sudah ingin istirahat” tumben malam itu ato memanggil gilang dengan embel-embel nak. “silahkan to, aku juga mau istirahat sampai bertemu besok ya to” balas gilang sambil tersenyum. Ruang flamboyan kamar 1 yang biasanya terdengar candaan dan tawa kini sepi karena semua penghuninya tertidur lelap. Tiba-tiba kek ato terbangun dari tidurnya ia merasa dada kirinya sakit seperti tertimpa beban berat dan nyeri sampai ke punggung serta tangan. Kemudian ato langsung tak sadarkan diri. Malam itu ato yang di temani dengan satu orang keluarganya ,melihat ato pingsan keluarganya memanggil perawat, kemudian datanglah seorang perawat dan dokter jaga kebetulan sedang ada di ruangan setelah memeriksa pasien lain. Melihat kondisi pasien yang tak sadarkan diri dokter dan perawat kemudian memeriksa kek ato. Dokter menyarankan untuk masuk ke ruang ICU. Di bawalah ato ke kamar ICU setelah melewati proses pemeriksaan dan persetujuan dari keluarga. Sampailah pada Ke esokan harinya sepulang dari fisioterapi terakhirnya, gilang sudah mulai bisa berjalan dengan tongkat di sebelah tangan kanannya dan di topang kaki sebelah kirinya berusaha menghampiri tirai yang biasa di baliknya ia berkomunikasi dengan kek ato. Ia merasa rindu sejak bangun pagi ia tidak mendengar suara kek ato yang biasanya menyapa pagi harinya setiap hari. Di bukalah tirai di depannya itu, “loh ma.. kemana kek ato, kok tempat tidurnya rapih dan tidak ada siapa2 biasanya juga ada kursi di sini ,kursi yang biasa ato duduk menghadap jendela sambil bercerita kepadaku peristiwa yang terjadi di balik jendela itu termasuk tournamen yang akan di mulai beberapa bulan mendatang”. Kemudian berjalan lah gilang menghampiri jendela ia semakin penasaran apakah lapangan yang kek ato ceritakan sudah ramai terpasang banner2 dan segala aksesoris pendukung lainnya untuk menyambut perhelatan pertandingan sepak bola bergengsi di daerahnya tsb. Tetiba gilang kembali terkejut “ kenapa di balik jendela hanya ada tembok besar ma, kemana lapangan dan orang-orang yang kek ato ceritakan? Coba tolong jelaskan sama gilang ma apa yang terjadi dan dimana kek ato?” Tanya gilang pada ibunya yang tampak bingung untuk menjawab pertanyaan gilang. Gilang baru menyadari ternyata lapangan yang di ceritakan kek ato bukan berada di samping kamar ia di rawat melainkan berada di seberang kamarnya. “jadi…” sambil merenung dan penuh tanya, gilang tampak kebingungan. Perawat yang mengantar terapi gilang tadi berusaha ikut menjawab “maaf pak gilang, kek ato sudah tidak di sini beliau pulang, beliau sudah tidak merasakan sakit lagi”. “Alhamdulillah…” ucap syukur semangat gilang mendengarnya. “Tapi apa maksud semua ini, kenapa kek ato bohong sama gilang tentang peristiwa yang terjadi di balik jendela orang-orang beraktivitas tiap harinya, lapangan dan turnamen? Semua ngga ada, di balik jendela hanya ada tembok”.gilang kembali bertanya. Kemudian ibu gilang pun angkat bicara “gilang.. sayang… maksud suster kek ato sudah pulang menghadapNya dengan tenang sebelum gilang bangun pagi tadi, keluarga ato hanya berpesan pada ibu, tidak boleh memberitahu kabar ato sebelum kamu selesai terapi dan bisa berjalan, sekarang ibu berani berbicara karena memang kamu sudah bisa berjalan setelah selesai terapi.” “Kek ato sudah lama menderita diabetes mellitus komplikasi glaukoma sehingga dapat menyebabkan kek ato buta kedua matanya dan beliau meninggal karena serangan jantung komplikasi tambahan dari diabetesnya. Beliau meminta merahasiakan ini juga dari mu nak.kek ato sengaja setiap pagi duduk di depan jendela menceritakan segala sesuatu yang terjadi dibalik jendela dengan kepura-puraan kek ato melihat, beliau sebenarnya tidak melihat apa-apa .tapi beliau berbohong mengarang semua cerita supaya kamu tidak terlihat murung dan putus asa terhadap apa yang sedang terjadi pada dirimu sekarang”.“benarkah ma?” sambil menangis sesenggukan gilang merasa sedih dan beruntung di pertemukan dengan lelaki tua renta yang tanpa sadar menjadi salah satu motivator hidupnya untuk kembali sembuh dan berjalan setelah terkapar lemah di atas tempat tidur. “gilang masih belum percaya ma..beliau orang baik.. semoga allah menerima segala amal ibadahnya amiin.. nanti selepas pulang dari RS bantu gilang menemui keluarga kek ato ya ma? Gilang ingin sekali ziarah langsung ke makam kek ato untuk mendo’akannya. Gilang berterimakasih bersyukur ada orang sebaik beliau dengan segala sakit yang di derita tak sebanding yang di derita gilang, tapi beliau dengan semangat seolah-olah seperti biasa layaknya orang sehat hanya ingin melihat gilang sembuh dan tidak menyerah dengan keadaan, gilang sayang kek ato” kembali gilang sesenggukan menangis sembari memeluk ibunya. Datanglah suster yang mengurus administrasi kepulangan gilang “selamat pagi gilang dan ibu, administrasi kepulangan telah selesai silahkan berkemas-kemas jika sudah siap untuk pulang silahkan gilang atau ibu boleh menuju nurse station depan untuk di jelaskan tentang terapi di rumah dan jadwal kontrol”. “selamat pagi suster, baiklah nanti kita mampir ke depan sus, ini saya mau beberes dan menunggu bapak datang, masih boleh kan sus belum game over?hehe ledek gilang pada perawat. Jawab gilang seolah tak ingin terlihat seperti habis menangis.“boleh silahkan, saya permisi dulu”. Perawat pun meninggalkan gilang dan ibunya. Gilang dan ibunya yang sedari tadi menunggu kedatangan bapak. Selang beberapa menit gilang dan ibunya di jemput oleh bapaknya kemudian menuju nurse station bersalaman dengan suster setelah di jelaskan terapi untuk di rumah dan jadwal kontrol. “semoga cepat sembuh ya gilang, jangan lupa untuk selalu berlatih berjalan, minum obat yang rutin, serta jangan lupa jadwal kontrol” kata salah satu orang perawat sambil tersenyum layaknya senyum penuh harap seorang perawat agar pasiennya selalu sehat setelah melakukan perawatan di rumah sakit. “terimakasih banyak untuk semua suster yang sudah membantu perawatan gilang selama di RS, kami permisi” berkata ibu gilang seolah mewakili perasaan gilang dan ayahnya untuk berterimakasih. Sambil meninggalkan nurse station dan ruang perawatan tampak wajah bahagia gilang dan keluarganya “ma ..pa.. ini sungguh pembelajaran yang sangat berharga buat gilang, gilang janji akan seperti kakek ato yang selalu semangat dalam kondisi apapun”.sembari memeluk ayah dan ibunya gilang masih membayangkan seandainya tournamen benar-benar ada dan kek ato akan ia ajak nonton bareng pertandingan ,namun sesaat bayangnya hilang bersama rasa bahagianya masih di beri kesempatan untuk bernafas, berjalan menapaki luasnya bumi yang tuhan ciptakan. “terimakasih kek ato.. semoga di balik jendela kebahagiaanmu memang ada bahagia kek ato di surgaNya”. Langkah kaki gilang bersemangat meninggalkan RS bersama keluarganya walaupun kaki kanan yang di topang tongkat dan kaki kiri membantu menyeimbangkannya. -HAPPY ENDINGPesan yang bisa di petik dari cerita di atas : Berbuat baiklah niscaya orang lain akan mendo’akanmu baik, sesuai firman Allah pada kalamNya yang agung “Hal jazaaul ikhsan illal ikhsan” tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). (QS. Ar-Rahman : 60).