Uploaded by ulfapulungan

tugas k3 1

advertisement
BAB I
1.1 Latar Belakang
Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa
(limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta
konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan
manusia.
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:
 Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada
pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik
yang stabil dan mudah menguap.

Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan
flokulasi.

Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses
pengolahan dengan lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan
organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut.

Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi
dengan digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur
yang dihasilkan cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik.
Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter yaitu
total solids residue (TSR), kandungan fixed residue (FR), kandungan volatile
solids (VR), kadar air (sludge moisture content), volume padatan, serta karakter
atau sifat B3 (toksisitas, sifat korosif, sifat mudah terbakar, sifat mudah meledak,
beracun, serta sifat kimia dan kandungan senyawa kimia).
Contoh limbah B3 berikut ini sudah diklasifikasikan berdasarkan
sumbernya, yang mengacu pada PP No.101 Tahun 2014. Limbah B3 dari
sumber spesifik umum: Pabrik pupuk dan bahan senyawa nitrogen (contohnya:
limbah karbon aktif, katalis bekas, sludge IPAL, dll), pabrik pestisida
(contohnya: residu proses produksi, abu insinerator, sludge IPAL, dll), kilang
minyak bumi (contohnya: sludge dari proses produksi, residu dasar tanki, dll),
pabrik petrokimia (katalis bekas, sludge IPAL, dll).
1
Makalah ini mengangkat isu limbah B3 dari Limbah Pestisida. Pestisida
telah digunakan secara luas dalam meningkatkan produksi pertanian dan
perkebunan, kebutuhannya juga selalu meningkat. Kebutuhan pangan di dunia
selalu meningkat dengan bertambahnya penduduk dunia.
Banyak orang yang kekurangan pangan, maka peningkatan produksi
pangan adalah suatu hal yang penting. Tetapi penggunaan pestisida dan kontak
dengan zat-zat ini akan mengundang bahaya pada manusia dan kehidupan yang
lain. Untuk mengatasi persoalan ini WHO menganjurkan peningkatan riset
toksikologi, seminar-seminar yang membahas proteksi dan toksikologi dari
pestisida.
Banyak jenis pestisida yang bila dipergunakan cepat dirusak, terutama bila
digunakan di daerah tropis. Organochlorin insektisida merupakan preparat yang
stabil, murah, efektip dan rc-latip toksisitas akutnya rendah, 2aying preparat ini
mempunyai sifat akumulasi dan residu yang lama sehingga dapat membahayakan.
Preparat ini sudah banyak digantikan dengan organofosfat yang lebih efektip dan
bermanfaat, tetapi toksisitas akutnya pada manusia ternyata jauh lebih tinggi dari
organochlorin insektisida.Untuk mendapatkan
preparat
yang
ideal
perlu
penyelidikan dari obat-obat yang baru dan efektip tetapi toksisitasnya pada
manusia rendah.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Untuk Mengetahui jenis-jenis limbah B3 yang berasal dari limbah pestisida
1.2.2 Untuk mengetahui penanganan dan pengolahan limbah B3 yang berasal dari
limbah pestisida
1.2.3 Untuk mempelajari cara penyimpanan limbah pestisida
1.2.4 Untuk mengetahui dampak limbah pabrik pestisida pada lingkungan
2
1.3 Manfaat Penulisan
Dengan adanya penulisan ini pembaca dapat mengetahui jenis-jenis,
penenganan, pengolahan, penyimpanan serta dampak limbah B3 yang berasal dari
pabrik pestisida terhadap lingkungan.
3
BAB II
2.1 Pestisida
Pestisida atau
pembasmi
hama adalah
bahan
yang
digunakan
untuk
mengendalikan, menolak, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal
dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacammacam,
seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan,
atau mikrobia yang
dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tetapi tak selalu, beracun.
Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan
kesehatan
manusia
dan
lingkungan,
serta
juga
dapat
merusak ekosistem.
Berdasarkan Konvensi Stockholm mengenai Polutan Organik Persisten, 9 dari 12
senyawa kimia organik berbahaya adalah pestisida.
FAO mendefinisi pestisida sebagai "zat atau campuran zat yang bertujuan untuk
mencegah, membunuh, atau mengendalikan hama tertentu, termasuk vektor penyakit bagi
manusia dan hewan, spesies tanaman atau hewan yang tidak diinginkan yang dapat
menyebabkan kerusakan selama produksi, pemrosesan, penyimpanan, transportasi, atau
pemasaran
bahan
pertanian
(termasuk hasil
hutan,
hasil perikanan,
dan hasil
peternakan).Istilah ini juga mencakup zat yang mengendalikan pertumbuhan tanaman,
merontokkan daun, mengeringkan tanaman, mencegah kerontokkan buah, dan sebagainya
yang berguna untuk mengendalikan hama dan memitigasi efek dari keberadaan hama,
baik sebelum maupun setelah panen."
Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan target organisme yang menjadi
sasarannya, struktur
senyawanya
bahan
bakunya
(misal
organik,
inorganik,
sintetis, biopestisida), dan wujud fisiknya serta cara penerapannya (misal fumigasi pada
pestisida
berwujud gas). Biopestisida mencakup
biokimia. Pestisida
berbahan
dasar
tumbuhan
pestisida
mikrobiologi
saat
telah
ini
dan
berkembang,
yaitu piretrum, rotenon, nikotin, strychnine, dan scillirosida.[12]:15
Berbagai pestisida dapat dikelompokan menjadi famili senyawa kimianya. Famili
senyawa kimia pestisida yang terkenal yaitu organoklorin, organofosfat, dan karbamat.
Famili hidrokarbon organoklorin dapat dibagi menjadi diklorodifeniletana (DDT),
senyawa siklodiena, dan lainnya.
4
2. 2 Klasisfikasi pestisida
Klasifikasi pestisida dibagi menurut :
A.
Toksisitasnya
B.
Jenis kegunaannya
C.
Kimianya.
A. 1. Berdasarkan toksisitas oral :
 Highly active poisonous substances : LD 50 kurang dari 50 mg/kg bb
 Highly toxic substances : LD 50 : 50-200 mg/kg bb
 Moderately toxic substances : LD 50 : 200-1000 mg/kg bb
 Slightly toxic substances : LD 50 lebih dari 1000 mg/kg bb
A. 2. Berdasarkan toksisitas dermal :
 Highly toxic : LD 50 kurang dari 300 mg/kg bb
 Toxic : LD 50 = 300-1000 mg/kg bb
 Slightly toxic : LD 50 lebih dari 1000 mg/kg bb
A. 3. Berdasarkan toksisitas pada embrio :
B.

Selective toxicity : Toksik pada embrio pada dosis non toksik pada ibu.

General toxicity : Toksik pada embrio dan ibu.

Non toxic : Non toksik pada embrio, tetapi toksik pada ibu.
Pembagian menurut jenis kegunaannya :
 Insektisida : membunuh serangga
 Larvisida : membunuh larva serangga
 Fungisida : membunuh jamur (mould)
 Rodentisida: membunuh tikus dan binatang pengerat lainnya
 Mitisida : membunuh “mites”
 Molusida : membunuh keong
 Herbisida : membunuh semak-semak dan tanaman pengganggu.
C. Pembagian berdasarkan kimianya :
 Organochlorin misalnya : Endrin, Aldrin, Dieldrin, Toxaphene,
Chlordane, Lindane, DDT, Methoxychlor.
5
 Organofosfat : misalnya Dematon, Parathion, Methylparathion, Fenthion,
Diazinon, Fenitrothion, Trichlorphon, Dimethoate, Malathion.
 Carbamate misalnya : Methomyl (Landrin, Nudrin), Propoxur, Carbaryl
(Sevin).
 Bipyridyl : misalnya paraquat, diquat.
 Chlorniro misalnya : Dinitrophenol, Sodium pentachlorphenate, DNOC.
 Rodentisida : dengan berbagai bentuk kimia, misalnya : Thallium,
Sodium fluoracetate, Zinc phoshide, garam barium, Warfarin
2.3 Jenis – jenis kandungan limbah B3 Pestisida:
a. Organofosfat
Pestisida organofosfat mempengaruhi sistem saraf dengan mengganggu
enzim yang mengatur asetilkolin, zat penghantar sinyal saraf. Ditemukan pada
awal abad ke 19, tetapi efeknya pada serangga dan manusia baru diketahui pada
tahun 1932: organofosfat sama berbahayanya bagi serangga dan manusia.
Beberapa sangat beracun dan digunakan di Perang Dunia II sebagai senjata.
Namun biasanya tidak bersifat persisten di alam.
b. Karbamat
Sama
seperti
organofosfat,
tetapi
efeknya
bersifat reversible dan
dapat
disembuhkan.
c. Organoklorin
Organoklorin bekerja dengan mengganggu keseimbangan ion kaliumnatrium di dalam jaringan saraf. Organoklorin telah dilarang penggunaannya di
berbagai negara karena membahayakan lingkungan dan kesehatan serta bersifat
sangat persisten.
d. Piretroid
Dikembangkan sebagai versi sintetik dari senyawa alami piretrin yang
ditemukan di bunga krisan. Namun senyawa piretroid sintetik berbahaya bagi
kesehatan sistem saraf.
e. Sulfonilurea
Pestisida ini membunuh tanaman dengan menghambat enzim asetolaktat sintase.
6
2.4. Alternatif Limbah Pestisida
Berbagai metode dapat digunakan untuk mengendalikan hama, termasuk
modifikasi metode budi daya, penggunaan pengendalian hama biologis seperti
feromon dan protein mikroba, rekayasa genetika, dan metode penghalangan
perkembang biakan serangga. Penerapan kompos dari sampah kebun juga dapat
digunakan untuk mengendalikan nematoda. Metode ini menjadi semakin populer
karena lebih aman dibandingkan penggunaan bahan kimia konvensional.
Modifikasi praktik budi daya mencakup praktik polikultur, rotasi tanaman,
penanaman di lahan yang tidak dapat ditumbuhi hama, penanaman berdasarkan
musim di mana hama tidak banyak muncul, dan penggunaan tanaman jebakan yang
memikat hama dari tanaman yang diproduksi. Penyiraman air panas juga sama
efektifnya dengan pestisida dengan biaya yang sama dengan penyemprotan pestisida.
Pelepasan organisme yang melawan hama juga dapat menjadi alternatif dari
penanggulangan hama. Organisme tersebut adalah predator atau parasit dari hama
target.
Intervensi siklus reproduksi serangga dapat dicapai dengan sterilisasi serangga jantan
sehingga betina tidak menghasilkan telur. Metode ini pertama digunakan pada
serangga Cochliomyia hominivorax pada tahun 1958. Namun metode ini dapat
memakan banyak biaya dan waktu, serta hanya efektif pada serangga jenis tertentu.
Alternatif lainnya adalah perlakuan panas pada tanah (sterilisasi) menggunakan
uap untuk membunuh hama yang hidup atau dorman di dalam tanah.
Alternatif lain yaitu menggunakan Biopestisida
Biopestisida dikembangkan dari bahan alami, dari hewan, tumbuhan, bakteri,
dan
bahan
tambang
mineral.
Contohnya
adalah minyak
kanola dan baking
soda memiliki kemampuan sebagai pestisida. Klasifikasi biopestisida yaitu:

Biopestisida mikroba yang merupakan sekumpulan mikroba (bakteri, fungi, virus)
sebagai bahan aktifnya. Biopestisida ini bersifat selektif dan mengincar target
tertentu saja. Telah terdapat fungi yang didayagunakan sebagai penghambat
pertumbuhan gulma tertentu. Beberapa jenis fungi juga menjadi parasit bagi
serangga dan dapat digunakan untuk membunuh serangga tersebut.
7
Bacillus thuringiensis adalah contoh bakteri biopestisida. Bakteri ini memproduksi
protein yang membunuh larva serangga. Protein ini mengganggu saluran
pencernaan sehingga menyebabkan larva serangga kelaparan.

Tanaman juga dapat dimodifikasi secara genetika untuk menghasilkan senyawa
yang mampu melindungi tanaman.

Pestisida biokimia yang secara alami terdapat di alam dapat mengendalikan hama
secara non-toksik. Contohnya adalah feromon yang mempengaruhi siklus
perkembang biakan serangga sehingga rantai keturunan serangga terputus.
Feromon juga bisa berfungsi sebagai pemikat serangga untuk menuju ke jebakan
serangga.
Efektivitas
Berbagai bukti menunjukan bahwa metode pengendalian hama alternatif
memiliki efektivitas yang setara dengan pestisida kimia. Swedia telah mengurangi
setengah pestisida berbahaya tanpa mengurangi hasil pertaniannya. Di Indonesia,
petani telah mengurangi pestisida pada sawah sebanyak 65% dan hanya
mengalami penurunan prduksi 15%. Di Florida penanaman jagung yang diikuti
dengan penerapan kompos sampah kebun dengan rasio C/N yang tinggi dapat
mengurangi parasit nematoda dan meningkatkan hasil produksi.
Resistansi
pestisida secara
umum
meningkat
sehingga
peningkatan
penggunaan pestisida kimia cenderung tidak berarti. Pada tahun 1940an di
Amerika Serikat, petani kehilangan 7% dari hasil pertanian akibat hama.
Peningkatan penggunaan pestisida meningkat, tetapi pada tahun 1980an petani
kehilangan 13% hasil pertanian akibat hama. Sejak tahun 1945, diperkirakan
antara 500 hingga 1000 spesies serangga dan gulma telah mengembangkan
ketahanan terhadap pestisida.
2.5 Cara Penyimpana Limbah Pestisida
1. Simpan sesedikit mungkin pestisida di tempat penyimpanan Anda.
2. Simpan pestisida saja di tempat penyimpanan tersebut.
8
3. Simpan pestisida di dalam kemasan asli dari produsen dengan label yang utuh.
4. Jaga tempat penyimpanan tetap bersih dan rapi.
5. Periksa kondisi pestisida Anda secara teratur.
6. Selalu perbarui dan lengkapi catatan tempat penyimpanan untuk semua
pestisida tersebut.
7. Jangan merokok, makan atau minum di ruang penyimpanan atau di dekat
kotak penyimpanan pestisida.
8. Pastikan Anda telah menyimpan pestisida yang tidak digunakan di tempat
yang aman sampai Anda memerlukannya.
9. Kemasan pestisida yang kosong dan bersih harus disimpan dengan aman
sampai waktu pembuangan.
10. Jumlah kemasan yang lebih kecil dapat disimpan di drum atau kantung
plastic yang hanya digunakan untuk menyimpan sisa pestisida.
11. Jumlah kemasan yang lebih besar harus disimpan di lokasi yang memiliki
penampung tumpahan untuk menampung tetesan pestisida yang bocor.
12. Ikuti saran yang ada pada label pestisida tentang cara menyimpan pestisida.
2.6 Kerugian atau dampak limbah pestisida
Limbah Pestisida secara umum membawa kerugian bagi lingkungan dan
kesehatan manusia.
2.6.1 Bahaya bagi kesehatan
Limbah pestisida dapat menyebabkan efek akut dan jangka panjang bagi
pekerja pertanian yang terpapar. Paparan pestisida dapat menyebabkan efek yang
bervariasi, mulai dari iritasi pada kulit dan mata hingga efek yang lebih
mematikan yang mempengaruhi kerja saraf, mengganggu sistem hormon
reproduksi,
dan
menyebabkan
kanker. Sebuah
studi
pada
tahun
2007
pada limfoma non-Hodgkin dan leukimia menunjukan hubungan positif dengan
paparan pestisida. Bukti yang kuat juga menunjukan bahwa dampak negatif dari
paparan pestisida mencakup kerusakan saraf, kelainan bawaan, kematian janin,
dan gangguan
perkembangan
Association merekomendasikan
sistem
pembatasan
saraf. American
paparan
pestisida
Medical
dan
mulai
menggunakan alternatif yang lebih aman.
9
WHO dan UNEP memperkirakan bahwa setiap tahunnya 3 juta pekerja
pertanian mengalami keracunan pestisida, dan 18000 diantaranya meninggal. Dan
kemungkinan 25 juta orang mengalami gejala keracunan pestisida ringan setiap
tahunnya. Bunuh diri dengan meracuni diri sendiri dengan pestisida merupakan
cara bunuh diri paling populer ketiga di dunia. Wanita pada usia kehamilan 8
minggu yang hidup dekat dengan ladang yang disemprot pestisida organoklorin
jenis dikofol dan endosulfan memiliki kemungkinan mendapatkan anak yang lahir
dalam kondisi autis.
2.6.2 Dampak bagi lingkungan
Penggunaan pestisida meningkatkan jumlah permasalahan pada lingkungan.
Lebih dari 90% insektisida dan 95% herbisida yang disemprotkan menuju ke
tempat yang bukan merupakan target. Arus pestisida terjadi ketika pestisida yang
tersuspensi di udara sebagai partikel terbawa oleh angin ke wilayah lain, sehingga
berpotensi menimbulkan pencemaran. Pestisida merupakan masalah utama polusi
air dan
beberapa
pestisida
merupakan polutan
organik
persisten yang
menyebabkan kontaminasi tanah.
Pestisida juga mengurangi keanekaragaman hayati pertanian di tanah sehingga
mengurangi laju pengikatan nitrogen. hilangnya polinator, menghancurkan habitat
(terutama habitat burung), dan membahayakan satwa terancam. Seiring waktu,
spesies hama dapat mengembangkan ketahanan terhadap pestisida sehingga
dibutuhkan penelitian untuk mengembangkan pestisida jenis baru.
Karena pestisida hidrokarbon terklorinasi larut di dalam jaringan lemak dan
tidak diekskresikan, organisme yang terpapar akan mempertahankan senyawa
tersebut sepanjang hidupnya. Akumulasi akan terjadi pada rantai makanan, di
mana pestisida akan terkonsentrasi pada pemuncak rantai makanan. Di habitat
laut, konsentrasi pestisida ada pada ikan karnivora, terutama ikan pemangsa
burung dan mamalia. Distilasi global adalah proses di mana pestisida yang
menguap mengalir dari lingkungan yang lebih panas ke lingkungan yang lebih
dingin, terutama kutub dan puncak gunung. Pestisida ini dapat terbawa oleh angin
dan terkondensasi, kembali ke tanah sebagai hujan atau salju.
Dalam mengurangi dampak negatif ini, pestisida diharapkan mampu
terdegradasi atau setidaknya tidak menjadi aktif setelah masuk ke lingkungan di
10
luar
lahan
target
penyemprotan.
Inaktivasi
dapat
dilakukan
dengan
mendayagunakan sifat kimia dari senyawa atau memanfaatkan proses yang terjadi
di lingkungan. Adsorpsi pestisida oleh tanah juga dapat menghambat pergerakan
pestisida, tetapi membahayakan keanekaragaman hayati di dalam tanah.
2.6.3 Dampak limbah Pestisida pada perekonomian
Di Amerika Serikat, kerugian biaya akibat dampak pestisida bagi kesehatan
dan lingkungan diperkirakan mencapai US$ 9.6 miliar. Biaya tambahan mencakup
proses registrasi dan pembelian pestisida. Proses registrasi zat atau produk
pestisida baru membutuhkan waktu beberapa tahun hingga selesai karena
membutuhkan lebih dari 70 jenis uji lapang dan memakan biaya sebesar US$ 50 70 juta untuk satu pestisida.
Harm
Annual US Cost
Public Health
$1.1 billion
Pesticide Resistance in Pest
$1.5 billion
Crop Losses Caused by Pesticides
$1.4 billion
Bird Losses due to Pesticides
$2.2 billion
Groundwater Contamination
$2.0 billion
Other Costs
$1.4 billion
Total Costs
$9.6 billion
11
DAFTAR PUSTAKA
Gilden RC, Huffling K, Sattler B (2010). "Pesticides and health risks". J Obstet Gynecol
Neonatal
Nurs. 39 (1):
103–10. doi:10.1111/j.1552-6909.
2009.
01092.x.
PMID 20409108.
https://docplayer.info/37584819-Penyimpanan-dan-transportasipestisida.html#download_tab_content
http://www.pops.int/documents/guidance/beg_guide.pdf
IUPAC, Compendium of Chemical Terminology, 2nd ed. (the "Gold Book") (1997).
Online corrected version: (2006–) "pesticide residue
"Pesticide Residue". Environmental Protection Agency.
Rao GVR, Rupela OP, Rao VR and Reddy YVR (2007) "Role of biopesticides in crop
protection: present status and future prospects" Indian Journal of Plant
Protection, 35 (1): 1–9.
Stephen W.C. Chung, Benedict L.S. Chen. (2011). "Determination of organochlorine
pesticide residues in fatty foods: A critical review on the analytical methods and
their testing capabilities". Journal of Chromatography A. 1218 (33): 55555567. doi:10. 1016/j.chroma. 2011.06.066. PMID 21742333.
US Environmental (July 24, 2007), What is a pesticide? epa.gov. Diakses 15 September
2007.
Walter J Crinnion. (2009). "Chlorinated Pesticides: Threats to Health and Importance of
Detection". Environmental Medicine. 14 (4): 347–59. PMID 20030461.
12
Download