AKUNTANSI PERPAJAKAN 1. 2. 3. Konvergensi IFRS dan Pengaruh Perpajakannya a. Abstraksi b. Karakteristik IFRS c. Tax Regime PSAK 30: SEWA a. Ketentuan Umum PSAK dan Perpajakan b. Sewa Menyewa c. Capital Lease d. Sale and Leaseback PSAK 16: AKTIVA TETAP a. Ketentuan Umum PSAK dan Perpajakan b. Revaluasi Aktiva Tetap BAB I International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan standar pencatatan dan pelaporan akuntansi yang berlaku secara internasio nal yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Boards (IASB), sebuah lembaga internasional yang bertujuan untuk mengembangkan suatu standar akuntansi yang tinggi, dapat dimengerti, diterapkan, dan diterima secara internasional Standar Akuntansi International (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasioanl (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC) IFRS dianggap sebagai kumpulan standar "dasar prinsip" yang kemudian menetapkan peraturan badan juga mendikte penerapan-penerapan tertentu Salah satu aturan tentang laporan keuangan: Sebuah laporan keuangan harus menggambarkan pandangan benar dan adil atas usaha sebuah organisasi. Oleh karena laporan-laporan ini digunakan oleh berbagai pihak, laporan tersebut harus menggambarkan pandangan sebenarnya akan keadaan keuangan sebuah organisasi Konvergensi merupakan penggabungan dua hal atau lebih, untuk bertemu dan bersatu dalam suatu titik. Konvergensi standar akuntansi internasional (IFRS) berarti penggabungan atau pengintegrasian standar akuntansi yang ada di setiap negara untuk digunakan dan diarahkan ke dalam satu titik tujuan yaitu IFRS (International Financial Report Standart). Konvergensi standar akuntansi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: 1. harmonisasi (membuat standar sendiri yang tidak berkonflik dgn IFRS) 2. adaptasi (membuat standar sendiri yang disesuaikan dengan IFRS) 3. adopsi (mengambil langsung dari IFRS). Dalam melakukan konvergensi IFRS, terdapat dua macam strategi adopsi, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara –negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara – Negara berkembang seperti Indonesia Tahap Adopsi (2008 – 2011), meliputi aktivitas dimana seluruh IFRS diadopsi ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, dan evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Tahap Persiapan Akhir (2011), dalam tahap ini dilakukan penyelesaian terhadap persiapan infrastruktur yang diperlukan. Selanjutnya, dilakukan penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS. Tahap Implementasi (2012), berhubungan dengan aktivitas penerapan PSAK IFRS secara bertahap. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap dampak penerapan PSAK secara komprehensif 1. 2. 3. 4. Pembukuan mengikuti PSAK kecuali diatur lain Mekanisme Rekonsiliasi Fiskal untuk menyelaraskan dengan ketentuan perpajakan (quasi-dependent regime) Metode pengukuran dalam akuntansi pajak: a. Harga perolehan (historical cost) b. Harga pasar wajar (fair value) c. Nilai buku (book value) Kendala sikap DJP: Fungsi DJP (regulasi & budgeter) 1. 2. Ada ketentuan khusus dalam perpajakan a. Konvergensi IFRS tidak berpengaruh terhadap perpajakan b. Muncul koreksi fiskal saat penyusunan SPT Tahunan c. Munculnya DTA/ DTL jika ada perbedaan temporer Tidak ada ketentuan khusus dalam perpajakan a. Konvergensi IFRS berpengaruh terhadap perpajakan b. Tidak muncul koreksi fiskal saat penyusunan SPT Tahunan c. Tidak munculnya DTA/ DTL karena tidak ada perbedaan temporer istilah "rezim pajak khusus" berkenaan dengan item pendapatan atau laba berarti setiap undang-undang, peraturan atau praktik administrasi yang memberikan tingkat pajak efektif preferensial terhadap pendapatan atau laba tersebut, termasuk melalui pengurangan dalam tarif pajak atau basis pajak. Berkenaan dengan bunga, istilah rezim pajak khusus mencakup pengurangan nosional yang diizinkan sehubungan dengan ekuitas. Namun, istilah ini tidak akan mencakup undang-undang, peraturan atau praktik administrasi apa pun HUBUNGANGAN TAX REGIME TYPE DENGAN REKONSILIASI FISKAL TAX REGIME TYPE Dependent Approach LAPKEU KOMERSIAL Quasi Dependent Approach REKONSILIASI FISKAL Independent Approach LAPKEU FISKAL …TAX REGIME TYPE 1. Independent Approach Penghasilan kena pajak dihitung menggunakan ketentuan perpajakan yang independent terhadap PSAK Konvergensi PSAK tidak berpengaruh signifikan terhadap ketentuan perpajakan 2. Quasi Dependent Approach Penghasilan kena pajak dihitung melalui kombinasi antara ketentuan perpajakan dan PSAK Konvergensi PSAK memerlukan perubahan ketentuan perpajakan 3. Dependent Approach Penghasilan kena pajak dihitung mengikuti ketentuan PSAK Konvergensi PSAK berpengaruh signifikan terhadap ketentuan perpajakan Sumber: PwC (2011) 1 Cenderung bersifat principles-based (bukan rule based) 2 Berfokus pada professional judgment untuk menyimpulkan suatu permasalahan akuntansi 3 Banyak menggunakan konsep fair value untuk dasar pengukuran dengan penekanan pada ukuran yang andal 4 Penilaian pada substansi transaksi dan evaluasi apakah laporan keuangan mencerminkan realitas ekonomi 5 Lebih banyak pengungkapan Karakteristik IFRS pengukuran, yaitu peningkatan penggunaan nilai wajar (fair value) karena standar IFRS banyak menggunakan nilai wajar, terutama untuk properti investasi,beberapa aset tak berujud, aset keuangan dan aset biologis dan Penggunaan estimasi dan “judgement” Persyaratan pengungkapan lebih banyak dan rinci; Laporan keuangan yangt disajikan menjadi lebih banyak, meliputi 1. Pernyataan Posisi Keuangan, 2. Pernyataan Pendapatan Komprehensif atau dua laporan terpisah yang terdiri dari suatu Laporan Laba Rugi dan terpisah Pernyataan Pendapatan Komprehensif, yang menyatukan Laba atau Rugi pada laporan laba rugi terhadap total pendapatan komprehensif 3. Pernyataan Perubahan Ekuitas (SOCE) 4. Pernyataan atau Arus Kas Laporan Arus Kas 5. catatan, termasuk ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan PSAK 30 AKUNTANSI ATAS SEWA PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK Pasal 1A ayat (1) huruf b Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian SEWA BELI dan/atau perjanjian SEWA GUNA USAHA (LEASING) Penjelasan : Yang dimaksud dengan “pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa guna usaha (leasing)” adalah penyerahan Barang Kena Pajak yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, Barang Kena Pajak dianggap diserahkan langsung dari Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) kepada pihak yang membutuhkan barang (lessee). 16 • Perlakuan sewa: ada tidaknya pengalihan substansial seluruh risiko dan manfaat terkait dengan suatu aset, baik yang diikuti atau tidak diikuti dengan pengalihan hak kepemilikan pada akhir masa lease PSAK • Perlakuan sewa: Angsuran + nilai residu LEBIH/KURANG DARI HPP + keuntungan masa sewa-gunausaha perjanjian sewaguna-usaha MEMUAT atau TIDAK memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. PERPAJAKAN • Capital Lease: lessee boleh menyusutkan AT leasing • • PSAK Capital Lease: lessee dan lessor tidak boleh menyusutkan AT leasing penyusutan dilakukan setelah opsi dilakukan/ tidak dilakukan PERPAJAKAN SEWA BELI Menurut Prof. Subekti, sewa beli merupakan pengembangan transaksi jual beli, sementara menurut Prof. Wirjono, sewa beli mirip transaksi sewa-menyewa. Dalam KUH Perdata, dalam transaksi sewa beli belum ada penyerahan hak sampai angsuran lunas sehingga pengalihan barang kepada orang lain sebelum lunas dianggap sebagai penggelapan barang, sementara itu transaksi jual beli telah terjadi penyerahan hak meski angsuran belum lunas. Perbedaan jual beli secara angsuran dan sewa beli terletak pada saat terjadi penyerahan hak. Pada penyerahan atas perjanjian sewa beli saat timbulnya objek pajak bukan ditentukan saat penyerahan hak melainkan pada saat pegalihan BKP. Saat pengalihan BKP adalah saat berpindahnya BKP dari penjual kepada pembeli, yaitu saat pembeli membayar harga sewa tahap pertama dan pada saat bersamaan barang diserahkan oleh penjual (PKP Penjual) kepada pembeli. ARUS FISIK BARANG ANGSURAN + MARGIN PENJUAL / SUPPLIER NASABAH 21 CONTOH SEWA BELI Pada tanggal 1 Desember 2011 terjadi perjanjian sewa beli kendaraan Innova antara PT Alian (pembeli) dan PT Prima Unggul (penjual) dengan nilai sewa beli sebesar Rp200 juta. Harga perolehan kendaraan Rp150 juta. Pembayaran sewa beli dilakukan selama 10 bulan. Pada tanggal 5 Desember 2011 terjadi pembayaran sewa pertama senilai Rp20 juta sekaligus penyerahan kendaraan dan pembayaran sewa selanjutnya dilakukan pada tanggal 5 setiap bulannya. Pada tanggal 5 September 2016 terjadi penyerahan hak atas kendaraan dari PT Prima Unggul kepada PT Alian. Jurnal PT Alian (pembeli) Aktiva Sewa Beli PM Dapat Dikreditkan Utang Sewa Beli Kas 200.000.000 20.000.000 200.000.000 20.000.000 Utang Sewa Beli Kas 20.000.000 20.000.000 Beban Sewa Beli 20.000.000 Akumulasi Penyusutan 20.000.000 Jurnal PT Prima Unggul (penjual) Piutang Sewa Beli Kas Penjualan Pajak Keluaran 200.000.000 20.000.000 200.000.000 20.000.000 HPP Persediaan 150.000.000 150.000.000 Kas 20.000.000 Piutang Sewa Beli 20.000.000 Jurnal PT Alian Utang Sewa Beli Kas 20.000.000 20.000.000 Beban Sewa Beli 20.000.000 Akumulasi Penyusutan 20.000.000 Jurnal PT Prima Unggul Kas Piutang Sewa Beli 20.000.000 20.000.000 Akumulasi Penyusutan Aktiva Sewa Beli 200.000.000 200.000.000 OPERATING LEASE 2 SYARAT: jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor; Misal: Harga perolehan inova Rp250 juta Keuntungan/margin Rp25 juta Angsuran sewa untuk 12 bulan Rp20 juta/bulan perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. 1. Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan. 2. Pembayaran sewa guna usaha yang dibayarkan atau yang terutang adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. 3. Lesse memotong PPh Pasal 23 setiap kali membayar sewa kepada Lessor dengan dasar perhitungan pemotongan PPh Pasal 23 1. Seluruh pembayaran sewa guna usaha yang diterima atau diperoleh merupakan obyek PPh pasal23. 2. Berhak menyusutkan barang yang disewa-gunausahakan dimulai pada tahun pajak barang modal yang bersangkutan disewa-guna-usahakan 3. Lessor tidak diperkenankan membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu. 4. Lessor memungut pajak pertambahan nilai nilai (PPN) jasa sewa yang diberikan CONTOH OPERATING LEASE Pada tanggal 1 Desember 2011 terjadi perjanjian sewa –menyewa 2 kendaraan Innova (harga perolehan Rp250 juta) antara PT Alian (penyewa) dan PT Prima Unggul (pemilik aktiva) dengan nilai sewa sebesar Rp240 juta per tahun. Pembayaran sewa dilakukan selama 12 bulan. Pada tanggal 5 Desember 2011 terjadi pembayaran sewa pertama senilai Rp20 juta sekaligus penyerahan kendaraan dan pembayaran sewa selanjutnya dilakukan pada tanggal 5 setiap bulannya. Jurnal PT Alian (penyewa) Beban Sewa Kendaraan PM Dapat Dikreditkan Utang PPh 23 Kas 20.000.000 2.000.000 400.000 21.600.000 Jurnal PT Prima Unggul (pemilik aktiva) Kas PPh 23 Dipotong PK Pendapatan Sewa 21.600.000 400.000 2.000.000 20.000.000 Beban Penyusutan 31.250.000 Akumulasi Penyusutan 31.250.000 FINANCING LEASE PENJUAL / SUPPLIER ARUS FISIK BRG NASABAH LEMBAGA KEUANGAN Dengan mekanisme passthrough maka penyerahan BKP dianggap diserahkan langsung dari Supplier ke Nasabah 37 PENJUAL / SUPPLIER ARUS FISIK BRG NASABAH BANK SYARIAH Untuk memenuhi ketentuan syariah dlm memberikan pembiayaan syariah kepada nasabah, Bank harus terlibat jual beli barang, tidak hanya memberikan uang (kredit) pada nasabah Bank membeli dari Supplier dan menjualnya pada Nasabah Terdapat dua transaksi penyerahan BKP yg terutang PPN, yaitu dari Supplier ke Bank Syariah dan dari Bank Syariah ke Nasabah Margin merupakan imbalan jasa yang dibebankan Bank kepada nasabah (jasa pembiayaan) Jasa pembiayaan termasuk jasa keuangan yang bukan merupakan Jasa Kena Pajak (ps.4A (3) d) 38 1.jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor; 2.masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurangkurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan; 3.perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. 1) Penghasilan lessor yang dikenakan pajak penghasilan adalah sebagian dari pembayaran sewa guna usaha dengan hak opsi yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha; 2) Lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang disewa-gunausahakan dengan hak opsi; 3) Dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam pasal 3 keputusan ini, direktur jenderal pajak melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor; 4) Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa-guna-usaha dengan hak opsi. 5) Kerugian yang diderita karena piutang sewa-guna-usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan; 6) Dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto. 1) 2) 3) 4) Selama masa sewa-guna-usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewaguna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli; Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan; Pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut memenuhi kriteria sewa guna usaha dengan hak opsi; Dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam kriteria sewa guna usaha dengan hak opsi (pasal 3 KMK no.1169/kmk.01/1991), direktur jenderal pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-gunausaha. SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI SE-129/PJ/2010 BKP berasal dari Pemasok BKP dianggap diserahkan dari Pemasok ke Lessee Lessor melakukan jasa pembiayaan (non objek JKP) Pemasok membuat Faktur Pajak kepada Lessee DPP sebesar harga jual dr Pemasok ke Lessee BKP milik Lessor Lessor melakukan 2 penyerahan: Jasa pembiayaan (non objek JKP) Penyerahan BKP Lessor membuat Faktur Pajak kepada Lessee DPP sebesar harga jual dr Lessor ke Lessee non bunga pembiayaan 42 CONTOH FINANCING LEASE Barang dari pemasok (pihak ketiga) Pada awal Januari 2010, PT ABC menyewa alat berat dari PT XYZ, melalui BAF selaku leasing company, dengan SGU dengan hak opsi dan syarat sebagai berikut. Masa SGU selama 5 tahun (mulai 1 Januari 2010) Alat berat diserahkan dari PT XYZ kepada PT ABC tanggal 1 Januari 2010. Nilai sewa per tahun sebesar Rp 60 juta, namun belum termasuk PPN 10%. Pembayaran dilakukan setiap tanggal 1 Januari Sisa nilai buku akhir periode leasing Rp50 juta. Masa manfaat alat beratnya selama 5 tahun (metode garis lurus dan nilai residu tidak ada) Tingkat suku bunga leasing sebesar 10%. 44 Skema Transaksi (BKP dari pemasok) PT XYZ (PEMASOK) ARUS FISIK BRG FAKTUR PAJAK BAF (LEMBAGA KEUANGAN) PT ABC (NASABAH) Accounting for Capital Leases Tabel Pembayaran SGU Tanggal Deskripsi Pembayaran Angsuran Pokok Pembayaran Bunga Sisa 01 Januari 2005 Saldo awal SGU 250,191,927 01 Januari 2005 Pembayaran 1 60,000,000 60,000,000 0 190,191,927 31 Desember 2005 Pembayaran 2 60,000,000 40,980,807 19,019,193 149,211,120 31 Desember 2006 Pembayaran 3 60,000,000 45,078,888 14,921,112 104,132,232 31 Desember 2007 Pembayaran 4 60,000,000 49,586,777 10,413,223 54,545,455 31 Desember 2008 Pembayaran 5 60,000,000 54,545,455 5,454,545 300,000,000 250,191,927 49,808,073 Total 0 46 Jurnal PT ABC (tahun 1) Aktiva leasing 250.191.927 PM dapat dikreditkan 25.019.193 Utang leasing 250.191.927 Kas 25.019.193 Aktiva leasing PM dapat dikreditkan Utang leasing Kas Beban leasing Kas 250.191.927 25.019.193 250.191.927 25.019.193 60.000.000 60.000.000 Utang leasing Utang leasing 60.000.000 Akumulasi penyusutan 60.000.000 Note: Angsuran leasing dibebankan sebagai biaya karena lessee tidak diperkenankan membebankan depresiasi aktiva Kas Beban penyusutan Akumulasi peny. 60.000.000 60.000.000 50.038.386 50.038.386 Jurnal PT ABC (tahun 2 & 3) Beban leasing Kas 60.000.000 60.000.000 Utang leasing 40.980.807 Beban bunga 19.019.193 Kas Utang leasing 60.000.000 40.980.807 Akumulasi penyusutan 40.980.807 Beban penyusutan 50.038.386 Akumulasi penyusutan 50.038.386 Beban leasing Kas 60.000.000 60.000.000 Utang leasing 45.078.888 Beban leasing 14.921.112 Kas Utang leasing 60.000.000 45.038.888 Akumulasi penyusutan 45.038.888 Beban penyusutan 50.038.386 Akumulasi penyusutan 50.038.386 Aktiva tetap Akumulasi penyusutan Aktiva leasing Kas Akuntansi Keuangan Aktiva tetap Akumulasi depresiasi leasing Aktiva leasing Kas 50.000.000 250.191.927 250.191.927 50.000.000 50.000.000 250.191.927 250.191.927 50.000.000 Kas 275.211.120 Penjualan 250.191.927 Pajak keluaran 25.019.193 Piutang usaha 250.191.927 Kas Kas 60.000.000 Piutang usaha 250.191.927 60.000.000 Kas 60.000.000 Piutang usaha 40.980.807 Pendapatan bunga 19.019.193 Kas 60.000.000 Piutang usaha 45.078.888 Pendapatan bunga 14.921.112 CONTOH FINANCING LEASE Barang dari pemasok (pihak ketiga) Pada awal Januari 2010, PT ABC menyewa alat berat dari PT XYZ selaku leasing company, dengan SGU dengan hak opsi dan syarat sebagai berikut. Masa SGU selama 5 tahun (mulai 1 Januari 2010) Alat berat diserahkan dari PT XYZ kepada PT ABC tanggal 1 Januari 2010. Nilai sewa per tahun sebesar Rp 60 juta, namun belum termasuk PPN 10%. Pembayaran dilakukan setiap tanggal 1 Januari Sisa nilai buku akhir periode leasing Rp50 juta. Masa manfaat alat beratnya selama 5 tahun (metode garis lurus dan nilai residu tidak ada) Tingkat suku bunga leasing sebesar 10%. 54 Skema Transaksi (BKP dari Lessor) FAKTUR PAJAK Rp250 juta PT XYZ (LESSOR & PEMASOK) ARUS FISIK BRG Rp60 juta x 5 thn PT ABC (NASABAH) Accounting for Capital Leases Tabel Pembayaran SGU Tanggal Deskripsi Pembayaran Angsuran Pokok Pembayaran Bunga Sisa 01 Januari 2005 Saldo awal SGU 250,191,927 01 Januari 2005 Pembayaran 1 60,000,000 60,000,000 0 190,191,927 31 Desember 2005 Pembayaran 2 60,000,000 40,980,807 19,019,193 149,211,120 31 Desember 2006 Pembayaran 3 60,000,000 45,078,888 14,921,112 104,132,232 31 Desember 2007 Pembayaran 4 60,000,000 49,586,777 10,413,223 54,545,455 31 Desember 2008 Pembayaran 5 60,000,000 54,545,455 5,454,545 300,000,000 250,191,927 49,808,073 Total 0 56 Jurnal PT ABC (tahun 1) Aktiva leasing 250.191.927 Aktiva leasing 250.191.927 PM dapat dikreditkan PM dapat dikreditkan 25.019.193 Utang leasing 250.191.927 Kas 25.019.193 Utang leasing 250.191.927 Kas 25.019.193 Utang leasing 60.000.000 Beban leasing 60.000.000 Kas 60.000.000 Kas Beban penyusutan Utang leasing 60.000.000 Akumulasi penyusutan 25.019.193 60.000.000 Note: Angsuran leasing dibebankan sebagai biaya karena lessee tidak diperkenankan membebankan depresiasi aktiva Akumulasi penyusutan 60.000.000 50.038.386 50.038.386 Piutang leasing 250.191.927 Kas 25.019.193 Aset dileasingkan 250.191.927 Pajak keluaran 25.019.193 Kas 60.000.000 Piutang leasing 60.000.000 Kas 60.000.000 Piutang leasing 40.980.807 Pendapatan bunga 19.019.193 Kas 60.000.000 Piutang leasing 45.078.888 Pendapatan bunga 14.921.112 Kas Pendapatan lain-lain 50.000.000 50.000.000 SALE AND LEASE BACK TRANSAKSI SALE AND LEASEBACK SE-129/PJ/2010 Dengan Hak Opsi Penyerahan BKP dari Lessee ke Lessor (sale) merupakan bukan Objek BKP Penyerahan jasa pembiayaan dari Lessor ke Lessee (leaseback) bukan Objek JKP Tanpa Hak Opsi Penyerahan BKP dari Lessee ke Lessor (sale) merupakan Objek BKP Penyerahan jasa pembiayaan dari Lessor ke Lessee (leaseback) merupakan Objek JKP 62 CONTOH SALE AND LEASE BACK Skema Transaksi Sale and Lease Back 1. ARUS BARANG (JUAL) PT XYZ (LESSOR) 2. JASA PEMBIAYAAN (LEASING) PT ABC (NASABAH) 3. ARUS BARANG (LEASING) 1. DENGAN HAK OPSI 2. TANPA HAK OPSI 1. 2. 3. Barang Kena Pajak yang menjadi objek pembiayaan berasal dari milik lessee, yang dijual oleh lessee untuk kemudian dipergunakan kembali oleh lessee; lessor pada dasarnya hanya melakukan penyerahan jasa pembiayaan, tanpa bermaksud memiliki dan menggunakan barang yang menjadi objek pembiayaan tersebut; penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari lessee kepada lessor pada dasarnya merupakan penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang; 1. 2. penyerahan Barang Kena Pajak dari lessee kepada lessor (sale) dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; penyerahan jasa sewa guna usaha tanpa hak opsi oleh lessor kepada lessee (leaseback) dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana kegiatan usaha sewa menyewa pada umumnya. Jurnal oleh Lessee Kas xxx Penjualan Pajak Keluaran HPP xxx Persediaan xxx xxx xxx Beban sewa PM DDK Kas Utang PPh 23 xxx xxx xxx xxx Jurnal oleh Lessor Aktiva Tetap xxx PM dapat DK xxx Kas xxx Beban peny Akumulasi peny xxx xxx Kas xxx PPh 23 Dipotong xxx Pajak Keluaran xxx Pendapatan sewa xxx PERATURAN MENTERI KEUANGAN 79/PMK.03/2008 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK 12/PJ/2009 PSAK • • • • Pengkuran: Harga perolehan Revaluasi AT: Dilakukan secara periodik oleh penilai dengan FV Umur ekonomis: Dikaji setiap akhir tahun Metode penyusutan: SL, DB, unit produksi PERPAJAKAN • • • • Pengukuran: Harga perolehan Revaluasi AT: Dilakukan oleh penilai dengan FV Maksimal 1x dalam 5 thn Umur ekonomis: Sesuai kelompok aktiva tetap Metode penyusutan: SL dan DB PSAK • • • Saat mulai penyusutan adalah saat AT siap digunakan Memungkinkan menyusutkan untuk setiap bagian AT yang signifikan Capital/operating expenditures PERPAJAKAN • • • Saat mulai penyusutan: Bulan dilakukannya pengeluaran untuk AT Jika AT dalam WIP maka pada bulan selesainya Tidak mengatur penyusutan setiap bagian AT Tidak mengatur capital/ operating expenditures PSAK • • Surplus revaluasi: Sebagai pendapatan komprehensif Terakumulasi dalam equitas Penurunan revaluasi: Sebagai beban Sebagai pengurang surplus revaluasi PERPAJAKAN • Surplus revaluasi: PPh Final Pasal 19 Surplus revaluasi – PPh Final masuk NERACA Bisa dikonversi ke PIC atau Saham Pengalihan sebelum masa manfaat dikenakan tambahan PPh Final FAKTOR SIKON HITUNG SELISIH PPh FINAL 10% DISETUJUI ? BV BARU REVALUASI PAJAK? REVALUASI: AKTIVA TETAP KEWAJIBAN PAJAK? PERMOHONAN DIALIHKAN ? PPh FINAL 15% 1. 2. 3. 4. 5. 6. Revaluasi tujuan perpajakan harus diajukan permohonan ke Kanwil DJP Revaluasi dapat dilakukan 5 tahun sekali Revaluasi harus dilakukan oleh pihak yang telah mendapat izin dari pemerintah Terhadap selisih lebih revaluasi di atas BV dikenakan PPh Final 10% Pengalihan aktiva sebelum berakhirnya masa manfaat dikenakan tambahan PPh Final 15% (25% - 10%) Kerugian akibat revaluasi dapat dibebankan 6. 7. 8. Dikecualikan dari PPh Final tambahan: force majeur, penggabungan/peleburan/ pemekaran usaha, atau terjadi kerusakan berat Pencantuman dalam neraca: Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal… (Selisih Lebih – PPh Final) Saham bonus/pencatatan PIC tanpa penyetoran s.d. jumlah selisih lebih revaluasi BUKAN objek PPh Hasil revaluasi per 15 Mei 2012: JENIS AKTIVA TETAP Tanah NILAI BUKU NILAI REVALUASI SELISIH 1.000.000.000 1.300.000.000 300.000.000 Gedung 750.000.000 1.000.000.000 250.000.000 Mesin 800.000.000 650.000.000 (150.000.000) Kendaraan 500.000.000 550.000.000 50.000.000 Peralatan 250.000.000 150.000.000 (100.000.000) 3.300.000.000 3.650.000.000 350.000.000 Jumlah Atas selisih lebih revaluasi di atas nilai buku: PPh Final Pasal 19 35.000.000 Utang PPh Final Pasal 19 35.000.000 Jika terjadi pengalihan kendaraan sebelum masa manfaat berkahir: PPh Final Pasal 19 4.500.000 Utang PPh Final Pasal 19 4.500.000 Tanah 300.000.000 Bangunan 250.000.000 Kendaraan 50.000.000 Mesin 150.000.000 Peralatan 100.000.000 Selisih Lebih Revaluasi AT 350.000.000 tanggal 15 Mei 2012 Selisih Lebih Revaluasi AT PPh Final Pasal 19 35.000.000 35.000.000 Sebelum revaluasi: (Jan s.d. April) Beban Penyusutan xxx Akumulasi Penyusutan xxx (Dasar Penyusutan: Nilai Buku/BV Awal) Setelah revaluasi: (Mei s.d. Des) Beban Penyusutan xxx Akumulasi Penyusutan xxx (Dasar Penyusutan: Nilai Buku/BV Revaluasi) 1. 2. 3. 4. PERORANGAN BADAN WARISAN YANG BELUMTERBAGI BUT Perorangan Badan SP LN SP DN JEPANG PEORANGAN BADAN BUT PENGHASILAN INDONESIA 1. 2. 3. 4. 5. 6. Perlakuan sama seperti WP Badan DN Objek Pajak Penghasilan (Pasal 5 ayat (1) UU PPh) Biaya-biaya yang dapat dikurangkan (Pasal 5 ayat (2) dan (3) serta Pasal 6 UU PPh) Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan (Pasal 9 UU PPh) Pengenaan PPh Final atas Laba Bersih dikurangi PPh BUT Tidak mendapat fasilitas Pasal 31E UU PPh a. b. c. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; Penghasilan KP dari usaha/kegiatan, penjualan barang/jasa DI INDONESIA yang sejenis dengan yang jalankan oleh BUT Penghasilan sebagaimana Pasal 26 yang diterima KP sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut. 1. 2. 3. Biaya-biaya yang berkenaan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b dan c; Biaya administrasi KP yang berkaitan dengan usaha/kegiatan BUT; Tidak boleh dikurangkan yaitu pembayaran kepada KP berupa: Royalti/imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak lainnya Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen/lainnya Bunga, kecuali bunga berkenaan usaha perbankan 1. 2. Dikenakan PPh Final 20% atau sesuai P3B Dikecualikan jika ditanamkan kembali: Penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan/berkedudukan di Indonesia Pembelian aktiva tetap yang digunakan BUT Investasi aktiva tidak berwujud Dilakukan paling lama pada akhir tahun selanjutnya Harus melaporkan ke KPP terdaftar PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan, dan pemasok UTAMA dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah/pinjaman LN ditanggung Pemerintah. PKP setelah dikurangi PPh BUT tidak dikenakan PPh 26 ayat (4).