Uploaded by aulthelegend

S1-2017-282802-introduction

advertisement
SEJARAH SOSIAL KEHIDUPAN SIPIR DI NUSAKAMBANGAN 1970an-1990an
AKBAR WALI KEMBARA
1
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pulau Nusakambangan merupakan nama yang tidak asing lagi bagi
sebagian masyarakat Indonesia dikarenakan predikatnya sebagai pulau
bui.1 Julukan tersebut disematkan karena fungsinya yang menjadi tempat
ditahannya narapidana dari berbagai daerah dengan bermacam kasus.
Jarak Nusakambangan dengan kota Cilacap kurang lebih sekitar 1
kilometer yang dapat ditempuh menggunakan kapal melalui dermaga
Wijayapura dengan lama perjalanan 10 menit. Luas pulau Nusakambangan
kurang lebih 210 kilometer persegi atau 21000 hektar.2
Penggunaan tenaga napi dalam pembuatan benteng pertahanan di
Nusakambangan pada tahun 1861 menjadi titik awal masuknya orangorang hukuman atau perantaian ke Pulau Nusakambangan. 3 Keberhasilan
yang dicapai pemerintah Hindia Belanda dalam melakukan pengawasan
dan pengamanan terhadap para napi saat itu dipakai sebagai dasar
penetapan pulau tersebut menjadi pulau penampungan bagi orang
hukuman.
Pada
tahun
1908
Gubernur
Jenderal
Hindia
Belanda
Unggul Wibowo, Nusakambangan Dari Poelaoe Boei menuju Pulau
Wisata. (Jakarta: Mitra Gama Widya, 2001), hlm. 1.
1
Soekarno Brotokoesoemo, Mengenal Pulau Nusakambangan dari
Dekat. (Cilacap: Humas Daerah Pemasyarakatan Nusakambangan, 1970),
hlm. 3.
2
3
Unggul Wibowo op.cit., hlm. 21.
SEJARAH SOSIAL KEHIDUPAN SIPIR DI NUSAKAMBANGAN 1970an-1990an
AKBAR WALI KEMBARA
2
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
mengeluarkan
ketetapan
bahwa
pulau
tersebut
memenuhi
segala
persyaratan sebagai pulau bui atau bijzonderestraf gevangenis. Selanjutnya
status pengawasan dan pemilikan pulau tersebut diserahkan kepada Raad
van Justitie atau Departemen Kehakiman.4
Setelah penetapan tersebut, pada tahun itu juga dibangun rumah
penjara di bagian selatan Nusakambangan yang diberi nama Penjara
Permisan. Bangunan berbentuk permanen dengan daya tampung kurang
lebih 700 orang itu mulai dipergunakan tahun 1910. Para napi yang dikirim
ke Nusakambangan dipekerjakan untuk membuka hutan yang akan
dijadikan perkebunan karet. Ketika perkebunan tersebut sudah jadi, Setiap
napi mendapat tugas berbeda-beda dalam proses pembuatan karet dari
menanam, memelihara, dan
menyadap getah
tergantung pembagian
kerjanya. Seluruh kegiatan tersebut di bawah koordinasi dan pengawasan
para penjaga atau sipir boei. Akibat penanganan napi yang sukses dan
perlunya kebutuhan tenaga kerja di perkebunan karet membuat jumlah
napi yng dikirim ke Nusakambangan bertambah banyak pada tahun-tahun
berikutnya.
Sebagai
daerah
yang
khusus
menampung
narapidana,
Nusakambangan hanya dihuni oleh warga lapas yang terdiri dari sipir
beserta keluarganya dan napi itu sendiri. Hal ini membuat penulis ingin
mengetahui lebih lanjut bagaimana kehidupan sosial para sipir dan
keluarganya selama tinggal serta bekerja di Nusakambangan yang cukup
terisolir dari dunia luar. Di samping itu, penelitian sejarah mengenai
Unggul Wibowo, Nusakambangan Dari Poelaoe Boei menuju Pulau
Wisata. (Jakarta: Mitra Gama Widya, 2001), hlm. 22.
4
SEJARAH SOSIAL KEHIDUPAN SIPIR DI NUSAKAMBANGAN 1970an-1990an
AKBAR WALI KEMBARA
3
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Nusakambangan yang ada baru sekedar dilihat dari segi fisik alamnya dan
lembaga pemasyarakatan sebagai institusi. Oleh karena itu saya mencoba
meneliti sejarah kehidupan sosial para sipir sejak awal 70-an sampai
dengan akhir 90-an.
Supaya dapat menulis sejarah kehidupan sosial tersebut, dibutuhkan
penulisan sejarah yang lebih luas dan lebih manusiawi yaitu yang berbicara
tentang
semua
kegiatan
manusia
serta
kurang
berminat
kepada
penceritaan kejadian dibanding kepada analisis struktur. 5 Sebab itu akan
terlihat dengan sendirinya dinamika dan perkembangan kehidupan sosial
para sipir dari tahun ke tahun.
cara
sipir
bekerja
menangani
narapidana
dan
beradaptasi di
Nusakambangan ketika berada di bawah rezim Presiden Soeharto akan
terlihat ciri khususnya yang berbeda. Hal ini sedikit banyak pasti
berpengaruh terhadap sistem yang mengatur cara kerja sipir. Di samping
itu hambatan dan tantangan apa saja yang dihadapi sipir selama jangka
waktu 20 tahun menarik untuk diteliti. Sipir yang terlihat tegas dihadapan
narapidana akan tetap memiliki sisi lain sebagai manusia yang berkeluarga
dan berinteraksi sosial. Meskipun terlihat mikro, sejarah sosial tetap
memiliki keunggulan tersendiri untuk menggali dari dalam memori kolektif
para sipir di Nusakambangan. Memori kolektif tersebut diharapkan dapat
mengisi kekosongan yang ditimbulkan dalam sejarah makro.
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial. (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2011), hlm. 22.
5
SEJARAH SOSIAL KEHIDUPAN SIPIR DI NUSAKAMBANGAN 1970an-1990an
AKBAR WALI KEMBARA
4
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Sipir sebagai pihak yang menjaga dan mengontrol tidak jarang
mengalami konflik dengan narapidana. Persepsi mengenai perbedaan
kepentingan atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang ada
tidak dapat dicapai secara simultan sering membuat terjadinya konflik. 6 Di
dalam konflik tersebut akan diketahui apakah penanganan terhadap napi
mengunakan pendekatan persuasif atau represif. Karakter sipir yang
berbeda-beda membuat istilah sipir “nakal” sering dipakai dari sudut
pandang narapidana. sifat yang didasari atas bermacam motif ini yang
terkadang luput dari pengawasan pemerintah. Hal lain yang unik yaitu
berbeda dengan daerah lain yang mempunyai masyarakat heterogen,
masyarakat atau penghuni pulau Nusakambangan terdiri dari beberapa
jenis saja yang patut dicari kekhususan dan srtuktur sosialnya.
B.
Batasan Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, permasalahan pokok
yang akan diangkat dalam penelitian ini yaitu seperti apa dinamika
kehidupan yang dialami orang-orang yang bekerja menjadi sipir di
Nusakambangan
permasalahan
pada
pokok
tahun
yang
1970an-1990an.
dijabarkan
dalam
Hal
ini
merupakan
beberapa
pertanyaan
penelitian:
1. Darimanakah
orang-orang
yang
bekerja
sebagai
sipir
Nusakambangan?
Pruitt, Dean G. dan Jeffrey z. Rubin(eds.), Teori Konflik Sosial.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 9-10.
6
di
SEJARAH SOSIAL KEHIDUPAN SIPIR DI NUSAKAMBANGAN 1970an-1990an
AKBAR WALI KEMBARA
5
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2. Bagaimanakah prosedur penempatan sipir di Nusakambangan?
3. Seperti apakah kehidupan sipir ketika bersosialisasi dalam pulau
Nusakambangan yang terisolir?
4. Apa
alasan
para
sipir
membawa
serta
keluarganya
ke
Nusakambangan?
5. Bagaimana
cara
sipir
bekerja
menangani
narapidana
dan
beradaptasi di Nusakambangan ketika dibawah rezim Presiden
Soeharto?
Penulisan sejarah akan terarah jika dilengkapi dengan perangkat
pembatas, baik temporal maupun spasial. Hal ini sangat diperlukan karena
dengan adanya batasan tersebut, penulisan dapat terhindar dari hal-hal
yang tidak ada relevansinya dengan permasalahan yang ditulis.7 Ruang
lingkup penelitian ini adalah Pulau Nusakambangan yang mempunyai
keamanan maksimum sebagai lokasi lembaga pemasyarakatan. Penelitian
ini juga akan membahas tentang perkembangan Lapas di Indonesia dan
sedikit membahas narapidana di samping kehidupan sosial sipir.
Sipir yang saya maksud di sini adalah semua pegawai yang bekerja di
Nusakambangan tanpa terkecuali. Waktu penelitian dimulai dari tahun
1970an-1990an.
Batasan
awal
penelitian
adalah
tahun
1970an
dikarenakan pada tahun-tahun itulah para sipir dan pegawai LP mulai
mendapatkan banyak fasilitas dan tunjangan seperti jatah beras, susu,
pembagian daging ternak ketika lebaran, serta mendapatkan pembantu
Taufik Abdullah dan Abdurrahman Surjomihardjo (ed)., Ilmu Sejarah
dan Historiografi: Arah dan Perspektif. (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. xii.
7
SEJARAH SOSIAL KEHIDUPAN SIPIR DI NUSAKAMBANGAN 1970an-1990an
AKBAR WALI KEMBARA
6
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
rumah tangga untuk meringankan pekerjaan rumah. Batas akhirnya
adalah tahun 1990an karena pada tahun-tahun tersebut fasilitas dan
tunjangan yang diterima sipir dan pegawai LP mulai dihentikan.
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah selain untuk mendokumentasikan
peristiwa tersebut juga untuk mengetahui dinamika sosial kehidupan sipir
dalam kurun waktu 1970an-1990an di Nusakambangan. Di samping itu,
penelitian ini juga diharapkan mampu menambah khasanah sejarah sosial.
Khususnya sejarah mengenai sipir yang belum banyak ditulis.
D.
Tinjauan Pustaka
Kajian pustaka yang sudah digunakan penulis untuk melakukan
penelitian ini kebanyakan masih berupa sumber sekunder yakni buku dan
jurnal berbahasa Belanda. Penulis mengkategorikan buku-buku tersebut ke
dalam dua hal yaitu buku yang membahas Cilacap dan mengenai
Nusakambangan. Perbedaan mendasar dari buku-buku tersebut dengan
skripsi penulis yaitu terletak pada kehidupan sosial sipir pada masa orde
baru beserta dinamikanya. Buku-buku yang membahas tentang Cilacap
antara lain, Cilacap 1830-1942 Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di
SEJARAH SOSIAL KEHIDUPAN SIPIR DI NUSAKAMBANGAN 1970an-1990an
AKBAR WALI KEMBARA
7
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Jawa, yang ditulis oleh Susanto Zuhdi. 8 Buku ini menguraikan tentang
sejarah perkembangan kota Cilacap dari abad ke-19 sampai awal abad ke20. Di dalamnya juga dijelaskan mengenai elemen-elemen yang mendukung
Cilacap bertransformasi dari desa menjadi kota. Elemen tersebut yaitu
pembangunan rel kereta api dan pelabuhan yang berdampak signifikan. Di
samping itu dibahas juga mengenai sosial-ekonomi masyarakat Cilacap.
Buku lainnya adalah
Buku Sejarah Cilacap, yang ditulis oleh
Soedarto, dkk.9 Buku ini membahas tentang sejarah berdirinya kabupaten
Cilacap yang sebelumnya adalah bagian dari kabupaten Banyumas. Di
dalamnya juga dibahas mengenai bupati-bupati yang pernah menjabat dan
perkembangan Cilacap secara umum. Di samping itu dibahas juga
mengenai
pertumbuhan
penduduk
dan
pemanfaatan
Pulau
Nusakambangan sebagai tempat menampung napi.
Kategori kedua yaitu buku-buku yang membahas tentang Pulau
Nusakambangan.
Penulis
menggunakan
buku
Unggul
Wibowo
yang
berjudul Nusakambangan dari Poelaoe Boei Menuju Pulau Wisata.10 Buku
8
Susanto Zuhdi, Cilacap 1830-1942 Bangkit dan Runtuhnya Suatu
Pelabuhan di Jawa. (Jakarta: KPG, 2002).
9
Soedarto,dkk. Buku Sejarah Cilacap. (Cilacap: Pemerintah
Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap, 1975).
10
Unggul Wibowo, Nusakambangan dari Poelaoe Boei Menuju Pulau
Wisata.( Jakarta: Mitra Gama Widya, 2001).
SEJARAH SOSIAL KEHIDUPAN SIPIR DI NUSAKAMBANGAN 1970an-1990an
AKBAR WALI KEMBARA
8
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
tersebut berisi tentang pengalihan fungsi Nusakambangan dari pulau bui
menjadi obyek wisata yang dikembangkan pemerintah Cilacap. Hal ini
terjadi dikarenakan banyaknya bangunan bersejarah dan pemandangan
alam yang eksotis di Nusakambangan. Di dalamnya dijelaskan juga tentang
nilai ekonomis yang dimiliki Nusakambangan sehingga terjadi eksploitasi.
Meski beralih fungsi, namun LP di Nusakambangan tetap berjalan seperti
biasa sehingga menyebabkan dilema dari pemerintah daerah Cilacap.
Buku lainnya yaitu Mengenal Pulau Nusakambangan dari Dekat yang
ditulis
Brotokoesoemo.11
Buku
ini
menguraikan
seluk-beluk
pulau
Nusakambangan dan LP di dalamnya. Berbagai flora dan fauna yang hidup
juga dijelaskan. Buku ini juga berisi mengenai siapa saja yang menghuni
pulau Nusakambangan dan apa kegiatannya. Di samping buku, penulis
juga menggunakan jurnal berbahasa Belanda yang berisi artikel tentang
Nusakambangan. Artikel tersebut ditulis oleh A. Van Aernsbergen dalam
jurnal ST. CLAVERBOND.12 Isi dari artikel tersebut yaitu mengenai
kunjungan Aernsberg di pulau Nusakambangan dalam tugas agama. Artikel
tersebut juga menjelaskan tentang penjara milik pemerintah Hindiabelanda yang berisi napi pribumi. Para napi di Nusakambangan sering
diperintah untuk kerja bakti maupun berkebun serta memanen hasilnya.
Hasil yang paling banyak dari kebun yaitu karet yang dijual ke pasar
11
Soekarno Brotokoesoemo, Mengenal Pulau Nusakambangan dari
Dekat. (Cilacap: Humas Daerah Pemasyarakatan Nusakambangan, 1970).
A. Van Aernsbergen, ”NOESA-KAMBANGAN”, dalam ST.
CLAVERBOND, Nomor 36, Nijmegen: N.V CENTRALE DRUKKERIJ, 1924.
12
SEJARAH SOSIAL KEHIDUPAN SIPIR DI NUSAKAMBANGAN 1970an-1990an
AKBAR WALI KEMBARA
9
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
internasional.
Di
dalam
artikel
tersebut
dijelaskan
juga
mengenai
pemandangan alam Nusakambangan dan obyek wisata seperti gua dan
pantai yang cukup sering dikunjungi warga Belanda.
E.
Metode dan Sumber Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode sejarah. Penelitian
sejarah mempunyai lima langkah yakni pemilihan topik, pengumpulan
sumber,
verifikasi
sumber,
interpretasi,
dan
penulisan. 13
Pertama,
pemilihan topik di dasarkan atas kedekatan emosional. Penulis disini
berangkat dari kedekatan emosional dikarenakan penulis tinggal dan
tumbuh besar di Cilacap yang notabene objek penelitian berada di tempat
tersebut. Pemilihan ini dapat memberi kemudahan dalam mendapatkan
sumber-sumber yang diperlukan. Kedua, pengumpulan sumber primer
seperti laporan harian, foto, surat pengangkatan dan arsip daerah menjadi
prioritas penulis. Sumber penting lainnya yaitu surat resmi instansi LP.
Surat tersebut dapat menggambarkan aktifitas LP dan daftar tugas sipir
yang harus dikerjakan.
Sumber ini diperoleh dari koleksi pribadi sipir
maupun koleksi LP di Nusakambangan.
Sementara itu sumber arsip didapatkan di Arsip Daerah Cilacap.
Pencarian sumber juga akan dilakukan di Arsip propinsi Jawa Tengah guna
mencari data tentang pengelolaan dan fungsi LP di Nusakambangan
13
hlm. 90.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu sejarah, (Yogyakarta:Bentang,2005),
SEJARAH SOSIAL KEHIDUPAN SIPIR DI NUSAKAMBANGAN 1970an-1990an
AKBAR WALI KEMBARA
10
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
maupun pulau Nusakambangan itu sendiri. Apabila diperlukan, pencarian
data primer dilakukan hingga ke Arsip Nasional Republik Indonesia guna
menemukan surat pengalihan LP dari milik pemerintah kolonial ke
pemerintah RI.
Penelitian ini juga didukung dengan sumber sekunder
terkait dengan tema. Sumber yang digunakan seperti buku, laporan
penelitian, artikel, dan liputan media cetak. Sumber tersebut diperoleh dari
perpustakaan FIB UGM, Jurusan Sejarah, Ignatius, perpustakan daerah
Cilacap, dan Perpustakaan Nasional.
Di samping sumber tertulis penelitian ini juga disertai dengan sumber
lisan, wawancara dengan sipir dan keluarganya yang ikut tinggal di
Nusakambangan serta catatan pribadi sipir tentang Nusakambangan.
Pemilihan informan didasarkan pada sipir dan anggota keluarganya atau
orang yang terlibat dalam kajian yang diteliti pada kurun waktu 1970an1990an. Penggunaan sumber lisan berfungsi sebagai pembanding atau juga
dapat menambah informasi yang tidak terekam pada sumber tertulis.14
Langkah
ketiga
yaitu
verifikasi
sumber,
proses
pelaksananya
bertujuan mencari autensitas atau keaslian sumber yang diperoleh melalui
kritik intern dan ekstern. Kritik intern digunakan untuk mencari keaslian
teks di dalam sumber apakah sudah sesuai dengan zaman pembuatannya,
sedangkan kritik ekstern bertujuan mencari keaslian bentuk fisik sumber.
Di samping kedua kritik di atas, terdapat satu kritik lagi yaitu kritik
tentang kredibilitas. prosesnya melakukan pembandingan data yang
14
hlm. 35.
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003),
SEJARAH SOSIAL KEHIDUPAN SIPIR DI NUSAKAMBANGAN 1970an-1990an
AKBAR WALI KEMBARA
11
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
diperoleh dengan data lain baik itu tertulis maupaun wawancara. Misalnya,
hasil wawancara dengan salah satu sipir menyebutkan tentang cara
penanganan napi yang melakukan kerusuhan. Hal itu perlu pembanding
dengan melakukan pengecekan ulang melalui sumber primer seperti
peraturan resmi atau protap penanganan narapidana yang telah dibuat.
Langkah ini untuk mengetahui tentang validnya suatu data. Langkah
keempat yakni interprestasi atau penafsiran terhadap data setelah melalui
kritik intern dan ektern. Penafsiran ini membantu data agar bersuara
menghubungkan dengan data lainnya.15 Proses interpretasi kemudian
menghasilkan fakta sejarah yang kemudian dituangkan dalam langkah
kelima yaitu penulisan.
F.
Sistematika Penulisan
Dalam sebuah penelitian diperlukan sebuah panduan yang berisi hal-
hal yang ingin dijelaskan. Sistematika penulisan mempunyai peranan
untuk menjelaskan secara teratur dan kronologis. Penelitian ini akan terdiri
dari lima bagian. Bagian satu berupa pengantar yang memberikan
gambaran
mengenai
proses
pemilihan
tema,
permasalahan,
tujuan
penelitian, metode, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
Penjelasan tentang lembaga pemasyarakatan di Nusakambangan dan
struktur lembaga pemasyarakatan di Nusakambangan serta peristiwaperistiwa penting yang menyangkut sipir dan narapidana dalam kurun
15
Kuntowijoyo, op. cit., hlm. 101.
SEJARAH SOSIAL KEHIDUPAN SIPIR DI NUSAKAMBANGAN 1970an-1990an
AKBAR WALI KEMBARA
12
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
waktu 1970an-1990an yang terjadi akibat faktor intern maupun ekstern.
menjadi pembahasan dalam bab II.
Bab III dijelaskan mengenai setting
lingkungan kerja sipir, proses rekrutmen, dan tugas kerja para sipir serta
kehidupan sosial Sipir beserta anggota keluarganya di Nusakambangan
Termasuk di dalamnya yaitu hambatan dan tantangan bekerja menjadi sipir
di nusakambangan. Bagian terakhir atau Bab IV keempat berisi tentang
kesimpulan dan jawaban dari salah satu pertanyaan penelitian yang telah
diajukan pada bagian permasalahan.
Download