PELATIHAN ROAD DESIGN ENGINEER (AHLI TEKNIK DESAIN JALAN) MODUL RDE - 12: BAHAN PERKERASAN JALAN 2005 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI (PUSBIN-KPK) MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Kata Pengantar CS KATA PENGANTAR Modul ini disusun sebagai pegangan bagi peserta dalam mengikuti Pelatihan Road design Engineer. Sehubungan dengan ringkas dan padatnya materi yang disajikan guna menyesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia, maka untuk memperkaya materi yang disampaikan, Peserta Pelatihan perlu memanfaatkan waktu pembekalan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang kritis berkenaan dengan bahan jalan. Demikian mudah-mudahan buku ini dapat dimanfaatkan oleh peserta pelatihan. Dan kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan modul ini. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) -ii- Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Kata Pengantar CS LEMBAR TUJUAN JUDUL PELATIHAN : Pelatihan Ahli Teknik Desain Jalan (Road Design Engineer) MODEL PELATIHAN : Lokakarya terstruktur TUJUAN UMUM PELATIHAN : Membekali peserta dengan pengetahuan tentang sumber daya bahan dan persyaratan bahan sehingga dapat memahami bagaimana memperoleh produk yang efisien dengan mutu hasil pekerjaan jalan yang memenuhi standar. TUJUAN KHUSUS PELATIHAN : Pada akhir pelatihan ini peserta diharapkan mampu: 1. Melaksanakan Etika Profesi, Etos Kerja, UUJK dan UU Jalan 2. Melaksanakan Manjemen K3, RKL dan RPL 3. Mengenal dan membaca Peta 4. Melaksanakan Survai Penentuan Trase Jalan 5. Melaksanakan Dasar-dasar Pengukuran Topografi 6. Melaksanakan Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik 7. Melaksanakan Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan 8. Melaksanakan Rekayasa Lalu Lintas 9. Melaksanakan Dasar-dasar Perencanaan Bangunan Pelengkap 10. Melaksanakan Perencanaan Geometrik 11. Melaksanakan Perencanaan Perkerasan Jalan 12. Memilih / mendisain Bahan Perkerasan Jalan Pelatihan Road Design Engineer (RDE) -iii- Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Kata Pengantar CS NOMOR DAN JUDUL MODUL : RDE – 12 , BAHAN JALAN TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) : Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu memanfaatkan sumber daya bahan yang tersedia di sekitarnya dan menggunakan bahan yang memenuhi syarat sehingga dapat diperoleh produk yang efisien dengan mutu yang standar. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Pada akhir pelatihan peserta mampu : 1. Menjelaskan tinjauan bahan jalan dari segi engineering, ekonomi dan lingkungan hidup 2. Menjelaskan tujuan aplikasi perkerasan jalan 3. Menjelaskan jenis-jenis bahan jalan 4. Menjelaskan jenis-jenis bahan beton 5. Menjelaskan sifat-sifat bahan jalan Pelatihan Road Design Engineer (RDE) -iv- Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Kata Pengantar CS DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i LEMBAR TUJUAN ii DAFTAR ISI iii DAFTAR MODUL v PANDUAN INSTRUKTUR vi BAB I : BAB II : BAB III : BAB IV : BAB V : PENDAHULUAN ....................................................................... I-1 1.1 Engineering........................................................................ I-1 1.2 Ekonomi .................................................................................. I-1 1.3 Lingkungan Hidup ................................................................... I-2 PERKERASAN ........................................................................ II-1 2.1 Perkerasan Lentur ............................................................. II-1 2.2 Perkerasan Kaku .............................................................. II-6 BAHAN JALAN ....................................................................... III-1 3.1 Klasifikasi Tanah ................................................................... III-1 3.2 Agregat ................................................................................. III-3 3.3 Bitumen ......................................................................... III-6 3.4 Bahan Pengisi (Filler)......................................................... III-10 3.5 Bahan Tambah (Additive)............................................... III-10 BAHAN PEKERJAAN BETON .................................................... V-1 4.1 Agregat............................................................................ IV-1 4.2 Semen Portland.............................................................. IV-2 4.3 Baja Tulangan................................................................. IV-2 4.4 Baja Struktur................................................................... IV-3 4.5. Bahan Tambah (Additive)………………………………… IV-3 SIFAT-SIFAT BAHAN ................................................................... V-1 5.1 Spesifikasi.................................................................. V-1 5.2 Rujukan Lain Yang Disebutkan Dalam Spesifikasi V-8 5.3 Rujukan Tambahan................................................... V-9 RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN HAND OUT Pelatihan Road Design Engineer (RDE) -v- Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Kata Pengantar CS DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN AHLI TEKNIK DESAIN JALAN (Road Design Engineer) 1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Teknik Desain Jalan (Road Design Engineer) dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kerja sehingga dalam Pelatihan Ahli Teknik Desain Jalan (Road Design Engineer) unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan. 2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masingmasing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut. 3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Ahli Teknik Desain Jalan (Road Design Engineer). Pelatihan Road Design Engineer (RDE) -vi- Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Kata Pengantar CS DAFTAR MODUL Jabatan Kerja : Road Design Engineer (RDE) Nomor Modul Kode 1 RDE – 01 Etika Profesi, Etos Kerja, UUJK, dan UU Jalan 2 RDE – 02 Manjemen K3, RKL dan RPL 3 RDE – 03 Pengenalan dan Pembacaan Peta 4 RDE – 04 Survai Penentuan Trase jalan 5 RDE – 05 Dasar-dasar Pengukuran Topografi 6 RDE – 06 Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik 7 RDE – 07 Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan 8 RDE – 08 Rekayasa Lalu Lintas 9 RDE – 09 Dasar-dasar Perencanaan Bangunan Pelengkap 10 RDE – 10 Perencanaan Geometrik 11 RDE – 11 Perencanaan Perkerasan Jalan 12 Judul Modul RDE – 12 Bahan Perkerasan Jalan Pelatihan Road Design Engineer (RDE) -vii- Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Kata Pengantar CS PANDUAN INSTRUKTUR A. BATASAN NAMA PELATIHAN : AHLI TEKNIK DESAIN JALAN (Road Design Engineer ) KODE MODUL : RDE - 12 JUDUL MODUL : BAHAN PERKERASAN JALAN DESKRIPSI : Modul ini membicarakan Modul ini membicarakan mengenai bahan jalan menyangkut semua jenis dan karakteristik bahan yang digunakan dalam pelaksaanaan konstruksi jalan, perkerasan lentur, perkerasan kaku. TEMPAT KEGIATAN : Ruangan Kelas lengkap dengan fasilitasnya. WAKTU PEMBELAJARAN : 2 (dua) Jam Pelajaran (JP) (1 JP = 45 Menit) Pelatihan Road Design Engineer (RDE) -viii- Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Kata Pengantar CS B. KEGIATAN PEMBELAJARAN Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung 1. Ceramah : Pembukaan Menjelaskan tujuan instruksional (TIU Mengikuti penjelasan TIU OHT. dan TIK) dan TIK dengan tekun dan Merangsang motivasi peserta deaktif ngan pertanyaan ataupun penga- Mengajukan pertanyaan alamannya dalam melakukan pepabila ada yang kurang jelas kerjaan jalan Waktu : 5 menit 2. Ceramah : Bab I, Pendahuluan Memberikan bahasan ataupun Mengikuti penjelasan atau OHT. ulasan singkat mengenai bahasan instruktur dengan engineering atau re-kayasa, tekun dan aktif bahan konstruksi, serta Mengajukan pertanyaan dampak lingkungan, dikaitkan apabila ada yang kurang dengan kebutuhan ataupun jelas penggunaan bahan jalan Waktu : 10 menit 3. Ceramah : Bab II, Perkerasan Memberikan penjelasan, uraian atau-pun Mengikuti penjelasan, uraian OHT. bahasan mengenai : atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif Perkerasan lentur, tujuan dasar apli Mengajukan pertanyaan akasi pabila ada yang kurang jelas Perkerasan kaku, perbedaan prisip dengan perkerasan lentur Waktu : 20 menit 4. Ceramah : Bab III, Bahan Jalan Memberikan penjelasan Mengikuti penjelasan, uraian ataupun ba-hasan atau bahasan instruktur OHT. mengenai bahan-bahan dengan tekun dan aktif yang di-pergunakan untuk pembuatan jalan Mengajukan pertanyaan ame-nyangkut : pabila ada yang kurang jelas Klasifikasi tanah Agregat Bitumen Pelatihan Road Design Engineer (RDE) -ix- Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Kegiatan Instruktur Kata Pengantar CS Kegiatan Peserta Pendukung Bahan pengisi (filler) Waktu : 20 menit 5. Ceramah : Bab IV, Bahan Pekerjaan Beton Mengikuti penjelasan, uraian OHT. Memberi penjelasan atau atau bahasan instruktur bahasan me-ngenai bahan dengan tekun dan aktif jembatan : Mengajukan pertanyaan aAgregat, penggolongan jenis agrepabila ada yang kurang jelas gat : - pasir - kerikil - batu pecah. Sement portland, jenis-jenis semen portland Baja tulangan Baja struktur Bahan tambah (additive) Waktu : 20 menit 6. Ceramah : Bab V, Sifat-sifat bahan Memberikan penjelasan, Mengikuti penjelasan, uraian OHT. uraian ataupun bahasan atau bahasan instruktur mengenai sifat-sifat bahan, dengan tekun dan aktif mencakup : Mengajukan pertanyaan aSpesifikasi pabila ada yang kurang jelas Peranan spesifikasi Jenis spesifikasi Persyaratan bahan baku, kaitannya dengan perkerasan pada oprit jembatan dan lantai jembatan - Timbunan - Lapis pondasi agregat - Lapis pondasi tanah semen - Campuran aspal - Beton semen Rujukan lain yang disebutkan dalam spesifikasi Rujukan tambahan Waktu : 15 menit. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) -x- Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 ENGINEERING Engineering atau disebut Rekayasa adalah ilmu aplikasi yang membahas bagaimana memanfaatkan sumber daya alam yang ada menjadi suatu produk yang bermanfaat untuk orang banyak. Ilmu aplikasi sangat berbeda dengan ilmu-ilmu murni seperti fisika, kimia dan matematika. Karena engineering adalah ilmu aplikasi maka bidang yang termasuk engineering sangat luas, tidak terbatas pada Civil Engineering saja. Civil Engineering masih terbagi lagi dalam berbagai bidang seperti Soil Engineering, Hidrological Engineering, Structure Engineering, Highway Engineering, Traffic Engineering, dan sebagainya. Bahkan sudah lama berkembang Chemical Engineering, tetapi bukan ilmu kimia murni sebagaimana yang disebutkan diatas. Demikian pula dengan pesatnya perkembangan Physically Engineering yang produknya nampak dalam kehidupan sehari-hari seperti produk-produk wireless (tanpa kabel) dan sebagainya. 1.2 EKONOMI Harga bahan konstruksi selalu mengikuti hukum ekonomi yaitu permintaan dan penawaran. Jika permintaan tinggi dan penawaran rendah (bahan tidak tersedia cukup di pasar bebas) maka harga bahan konstruksi semakin tinggi dan sebaliknya. Agar diperoleh bahan konstruksi yang murah maka sumber alam suatu daerah harus disurvey depositnya. Jika depositnya sangat banyak maka bahan konstruksi tersebut merupakan salah satu pilihan utama.. Karena bahan konstruksi yang dipergunakan di dalam Pekerjaan secara teknis harus: Memenuhi spesifikasi dan standar yang berlaku. Memenuhi ukuran, pembuatan, jenis dan mutu yang disyaratkan dalam Gambar dan Spesifikasi ini, atau sebagaimana secara khusus disetujui tertulis oleh Engineer. Semua produk harus baru. dan secara ekonomis harus : Murah Jumlah banyak Mudah diperoleh Pelatihan Road Design Engineer (RDE) I-1 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab I Pendahuluan serta tidak menimbulkan dampak lingkungan dalam eksploitasinya, maka pemilihan bahan konstruksi selalu dihubungkan dengan sumber alam yang tersedia dan lingkungan sekitarnya. Desainer selalu harus memilih bahan konstruksi yang paling ekonomis. Jika tidak sangat terpaksa misalnya alasan teknis maka disarankan untuk tidak menggunakan bahan konstruksi yang berasal luar daerah tersebut. Kontraktor harus menentukan sendiri jumlah serta jenis peralatan dan pekerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan bahan yang memenuhi Spesifikasi. Dengan demikian, kontraktor harus menggunakan metode eksploitasi yang paling ekonomis. Kontraktor harus menyadari bahwa contoh-contoh bahan tersebut tidak mungkin dapat menentukan batas-batas mutu bahan dengan tepat pada seluruh deposit, dan variasi mutu bahan harus dipandang sebagai hal yang biasa dan sudah diperkirakan. Dengan demikian, harga bahan konstruksi akan menjadi lebih mahal jika banyak lokasi deposit yang tidak memenuhi batas-batas mutu bahan konstruksi. 1.3 LINGKUNGAN HIDUP Kontraktor harus memahami dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat pelaksanaan kegiatan konstruksi, serta cara penanganannya sesuai dengan petunjuk Engineer. Sebelum melaksanakan kegiatan fisik di lapangan, Kontraktor harus menyusun program pelaksanaan manajemen lingkungan yang harus mendapat persetujuan dari Engineer. Upaya Pengelolaaan Lingkungan berkaitan dengan eksploitasi sumber bahan jalan dan jembatan : 1. Dalam pemilihan lokasi sumber bahan (quarry), beberapa arahan di bawah ini harus diperhatikan : a. Prioritas harus diberikan pada lokasi sumber bahan yang sudah dibuka, bilamana jumlah dan mutunya memenuhi. b. Lokasi sumber bahan harus dipilih harus memberikan rasio tertinggi antara kapasitas bahan yang digali (baik kuantitas maupun kualitas) dan kehilangan sumber daya negara. c. Lokasi sumber bahan yang berdekatan dengan alinyemen jalan, yang sangat mudah diambil dan mempunyai tebing yang tidak curam lebih disarankan. d. Eksploitasi sumber bahan di daerah sumber daya alam yang vital harus dihindari, seperti hutan tanaman berkayu dan hutan lebat lainnya maupun daerah-daerah penghasil bahan makanan dan hutan lindung untuk burung dan hewan lainnya. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) I-2 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab I Pendahuluan e. Disarankan untuk menghindari atau setidaknya mengurangi pemilihan lokasi sumber bahan di dasar sungai. Meskipun pemilihan lokasi sumber bahan di luar dasar sungai tidak memungkinkan, sumber bahan yang terletak di sungai atau saluran kecil tetap tidak boleh diambil. Disarankan untuk memilih lokasi sumber bahan di petak-petak atau endapan alluvial yang terletak di dasar sungai tetapi tidak dialiri air pada kondisi air normal. 2. Bilamana sumber bahan terletak di daerah bergunung atau berbukit, atau bilamana kondisi talud sangatlah mempengaruhi stabilitas lereng, maka penggalian bertangga harus dilaksanakan. Lereng setiap sumber bahan yang telah dibentuk kembali harus mempunyai kelandaian yang tidak kurang dari nilai rata-rata 1,3. Setelah pelaksanaan lereng bertangga dan pembaharuan sistem drainase harus dilakukan dalam suatu kondisi yang rata dan rapi dengan tepi dan lereng yang stabil dan saluran drainase yang memadai. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) I-3 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab II Perkerasan BAB II PERKERASAN 2.1 PERKERASAN LENTUR Terdapat 6 tujuan dasar dari aplikasi perkerasan lentur : 1. Mendukung beban lalu lintas Secara umum, suatu jalan harus mampu mendukung beban lalu lintas tanpa adanya perubahan bentuk pada permukaan, lapis pondasi atas dan bawah. Hal ini sering disebut sebagai stabilitas, kadang-kadang disebut kekuatan mekanik. Stabilitas ini tidak hanya mencakup ketahanan langsung terhadap beban roda seberapa kg/cm2 tekanan roda, tetapi juga ketahanan terhadap kerusakan internal dan pergerakan butiran oleh aksi peremasan oleh lalu lintas. Selama musim kemarau, jalan tanah mempunyai stabilitas yang baik untuk lalu lintas ringan. Akan tetapi, peremasan oleh lalu lintas yang agak tinggi menyebabkan kerusakan internal terhadap butiran tanah sampai kubangan debu yang cukup dalam terbentuk dalam waktu singkat. Suatu lapisan berbutir akan meningkatkan stablilitas jalan dan akan dapat mendukung lalu lintas yang lebih berat. Hal ini dapat digambarkan bahwa penyebaran beban lalu lintas melalui suatu lapisan berbutir akan memberikan distribusi pembebanan yang melebar sehingga lapisan tanah dasar dapat memberikan daya dukung yang lebih besar. Akan tetapi, peremasan oleh lalu lintas akan menghasilkan penggesekan antar butiran dalam lapisan berbutir. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan internal butiran dan perubahan bentuk yang cepat atau timbulnya alur (rutting). Tebal lapisan berbutir, bentuk dan gradasi butiran adalah faktor penting dalam menentukan tingkat kestabilan. Dalam pembahasan ini, diasumsikan bahwa kekuatan mekanik yang cukup akan mampu mendukung beban lalu lintas. 2. Melindungi tanah dasar dari air Kelebihan air dalam material konstruksi jalan akan menyebabkan pelumasan butiran sehingga menghilangkan stabilitas alami. Pengendalian air permukaan dan air bawah permukaan harus diperhatikan dalam perencanaan suatu jalan. Hujan dan rembesan bawah permukaan pada jalan tanah akan mengakibat-kan tanah menjadi lumpur dengan cepat. Lapisan berbutir akan menyediakan semacam perlindungan terhadap aliran permukaan. Kelebihan air tidak akan menurunkan kekuatan mekanik lapisan berbutir tersebut, tetapi Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-1 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab II Perkerasan akan sangat mempengaruhi daya dukung tanah, sehingga jika kondisi dalam basah lapisan berbutir yang lebih tebal harus disediakan untuk memperkecil beban pada tanah dasar. 3. Memperkecil kemungkinan pelepasan butir pada permukaan Lintasan kendaraan akan menyebabkan keausan yang bervariasi pada permukaan jalan. Keausan ini bervariasi mulai dari abrasi langsung pada permukaan yang keras, sampai pada pelepasan butiran debu, and pelepasan butiran yang lebih besar. Jalan tanah dalam kondisi kering dapat mendukung beban lalu lintas, tetapi kondisi ini meniadakan daya ikat antar butiran dan lalu lintas akan membawa butiran debu ini. Pelepasan butir pada jalan dengan material berbutir oleh lalu lintas menjadi masalah serius. Material berbutir mudah terangkat oleh roda dan terbuang ke luar jalan. Dengan demikian, kehilangan biaya yang besar akan terjadi, juga munculnya bahaya dan gangguan pada pengemudi. Bitumen yang cukup pada lapis permukaan dapat mengikat butiran sede-mikian hingga lapis permukaan dapat tahan terhadap aksi pelepasan butir oleh lalu lintas, juga tahan terhadap aksi pengausan. 4. Memberikan texture permukaan yang memadai Texture permukaan harus aman untuk kendaraan pada umumnya dan harus cukup mulus untuk kenyamanan maupun umur roda. Jalan tanah tidak pernah memberikan texture permukaan yang memadai pada setiap saat. Permukaan jalan menjadi licin jika basah dan kelebihan air akan segera membentuk alur dan lubang yang membahayakan dan merusak kendaraan. Permukaan jalan dengan material berbutir umumnya belum dapat memberikan texture yang baik. Pelepasan material dapat menyebabkan tergelincir pada kecepatan tinggi. Permukaan yang mulus sulit untuk dipertahankan, dan lubang, alur dan ketidakrataan berkembang selama periode waktu tertentu. 5. Lentur terhadap lapis tanah dasar Jalan tanah umumnya menyesuaikan kelenturan terhadap lendutan tanah dasar karena semua material jalan adalah sejenis. Adlaha hal yang mudah untuk mempertahankan kemulusan permukaan dengan pisau grader pada cuaca yang cocok. Permukaan berbutir dapat menyesuaikan kelenturan terhadap lendutan tanah dasar. Permukaan agaknya dapat dibentuk kembali ke bentuk semula. Permukaan beraspal adalah relatif lentur dan akan menyesuaikan kelenturan terhadap berbagai pondasi. Permukaannya tidak mudah dibentuk kembali seperti halnya jalan tanah atau jalan dengan material berbutir tetapi jalan beraspal dapat ditambal atau dilapis ulang agar kembali ke bentuk semula. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-2 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab II Perkerasan 6. Tahan terhadap cuaca Matahari, hujan, angin, panas, dan dingin adalah faktor yang berpengaruh terus menerus pada permukaan. Beberapa material atau kombinasinya akan tahan terhadap daya rusaknya dibandingkan dengan material lainnya dan tentu akan memperpanjang umur permukaan. Air dan angin pada jalan tanah adalah perusak terbesar dibandingkan pengaruh cuaca lainnya. Pengaruh cuaca pada jalan dengan material berbutir sangat kecil. Pengaruh lalu lintaslah yang terbesar sehingga pemeliharaan dengan frekwensi tinggi dan penambahan material baru diperlukan. Matahari, angin dan variasi temperatur akan berpengaruh pada material ber-aspal dan pengaruh ini harus dipertimbangkan. Material beraspal dapat mempertahankan daktilitas dan ikatan antar material sehingga dapat memberikan umur yang permukaan yang lebih panjang. Secara umum, komponen perkerasan lentur adalah berikut ini : LAPIS PERMUKAAN (Surface Course) terdiri dari lapisan beraspal LAPIS PONDASI ATAS (Base Course) dapat terbuat dari lapisan beraspal, bahan berbutir, bahan yang distabilisasi dengan semi/kapur. LAPIS PONDASI BAWAH (Subbase Course) dapat terbuat dari lapisan beraspal, bahan berbutir, bahan yang distabilisasi dengan semen/kapur LAPIS TANAH DASAR (Subgrade) tebal tak terhingga Berbagai jenis Lapis Aus adalah sebagai berikut : 1. Lapis Aus (Wearing Course) : SMA; BMA; HSMA-WC; AC-WC konventional; AC-WC Superpave; AC-WC Modofied; HRS-WC; DGEM; Microasbuton A, Lasbutag, Penetrasi Macadam, Burtu, Burda; dsb. 2. Lapis Pengikat (Binder Course) HSMA-BC; AC-BC konvensional; AC-BC Superpave; AC-BC Modified; HRS-Base; OGEM; Microasbuton B; dsb. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-3 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab II Perkerasan Berbagai jenis Lapis Pondasi Atas adalah sebagai berikut : 1. Tanpa Pengikat : Lapis Pondasi Agregat Kelas A; Dry Bound Macadam 2. Dengan Pengikat : a. Pengikat Air : Water Bound Macadam b. Pengikat Semen : PCC (Portland Cement Concrete); CTB; Soil Cement Base c. Pengikat Aspal : ATB Konvensional; AC-Base: dsb Berbagai jenis Lapis Pondasi Bawah adalah sebagai berikut : 1. Tanpa Pengikat : Lapis Pondasi Agregat Kelas B 2. Dengan Pengikat : a. Pengikat Aspal : ATSB Konvensional; CTSB: dsb Parameter yang paling sering digunakan untuk perkerasan lentur adalah California Bearing Ratio disingkat CBR karena metode CBR merupakan cara perhitungan perkerasan yang paling awal digunakan. CBR adalah perbandingan beban untuk penetrasi piston seluas 3 inch persegi sedalam 0,1 inch terhadap beban 3000 lbs, atau 0,2 inch terhadap beban 4500 lbs. Biasanya diambil yang penetrasi 0,1 inch. Jika yang 0,2 inch memberikan CBR yang lebih besar dari yang 0,1 inch maka pengujian harus diulang. Jika pengujian ulang memberikan hasil yang masih tetap sama, maka diambil CBR dengan penetrasi 0,2 inch. Beban Piston Penekan Penetrasi Luas Alas 3 inch2 Secara umum, CBR yang ekonomis untuk tanah dasar adalah sama dengan atau diatas 6. Bilamana CBR tanah dasar agak kecil maka tanah dasar tersebut harus ditingkatkan dengan Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-4 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab II Perkerasan cara yang ekonomis yaitu pemasangan capping layer yang terdiri dari “Timbunan Pilihan“ (CBR > 10) : 1. Jika CBR antara 3 sampai 5 maka digunakan capping layer sekitar 20 cm 2. Jika CBR dibawah 3 maka digunakan capping layer sekitar 35 cm Pemasangan capping layer ini dimaksudkan untuk memperoleh CBR gabungan antar capping layer dengan CBR tanah di bawahnya yang mendekati 6. Capping Layer CBR gabungan 6 100 cm Tanah Asli Perlu digarisbawahi bahwa : Tebal komponen perkerasan boleh disubstitusi hanya dengan material yang lebih tinggi mutunya bukan sebaliknya. Jika dieqivalentkan dengan bahan yang lebih rendah maka akan terjadi Fatique Cracking terlebih dahulu sebelum terjadinya rutting. Hal ini sering dilakukan di proyek tanpa disadari. Bandingkan dengan Under Reinforced pada Beton Bertulang. Jika mutu material tidak memenuhi syarat maka : 1. Campuran Aspal : a. Stabilitas rendah, maka corrugation (keriting) atau shoving (sungkur) akan terjadi. b. Marshall Quotient tinggi, campuran mudah retak karena agak kaku. c. Rongga udara tinggi, mudah teroksidasi sehingga mudah getas. d. Rongga udara kecil, bleeding (kegemukan). e. Kelekatan batuan terhadap aspal kurang, kekuatan rendah. 2. Lapis Pondasi Agregat : a. CBR rendah, lapisan beraspal diatasnya cepat retak maka umur berkurang b. Abrasi agregat tinggi atau pipih, agregat mudah pecah maka interlocking hilang sehingga kekuatan menurun. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-5 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab II Perkerasan Jika mutu pelaksanaan tidak memenuhi syarat maka : 1. Campuran Aspal : a. Suhu campuran > 165°C , terjadi perubahan sifat-sifat kimia aspal sehingga cepat getas. b. Pemadatan kurang, kepadatan yang diperoleh kurang maka stabilitas kurang dan rongga udara besar sehingga kekuatan menurun dan cepat getas. 2. Lapis Pondasi Agregat : a. Pemadatan kurang, kepadatan yang diperoleh kurang maka CBR akan turun drastis (tidak linear) sehingga daya dukung menurun drastis yang mengakibatkan lapisan berasapal diatasnya mudah retak. 2.2 PERKERASAN KAKU Perbedaan prinsip antara perkerasan lentur dan kaku adalah Modulusnya (E) : 1. Modulus perkerasan kaku tinggi, deformasi yang terjadi kecil maka distribusi beban melebar sehingga tebal yang diperlukan tidak terlalu tebal. 2. Modulus perkerasan lentur rendah, deformasi yang terjadi besar maka distri-busi beban mengkerucut kecil sehingga tebal yang diperlukan besar. Lagipula, modulus perkerasan lentur sangat sensitif terhadap perubahan temperatur dan waktu pembebanan. Beban Beban PERKERASAN KAKU PERKERASAN LENTUR L L Secara umum, komponen perkerasan kaku adalah berikut ini : BETON SEMEN SUBBASE SUBGRADE Pelatihan Road Design Engineer (RDE) > K400 (yang dibutuhkan sebenarnya Flexural Strength, > 45 kg/cm2), tebal beton semen sangat bergantung pada flexural strength tidak harus ada, biasanya digunakan Cement Treated Sub-base (CTSB) atau Lean Concrete CBR tidak terlalu berpengaruh terhadap tebal beton semen II-6 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab II Perkerasan Jika mutu material tidak memenuhi syarat maka : 1. Perkerasan Beton : a. Kekuatan lentur (flexural strength) rendah, maka regangan tarik yang terjadi besar sehingga umur berkurang. b. Agregat agak lunak atau kotor, permukaan akan lepas-lepas sehingga umur menjadi berkurang. Jika mutu pelaksanaan tidak memenuhi syarat maka : 1. Perkerasan Beton : a. Kerataan tidak memenuhi toleransi, kenyamanan pengendara ber-kurang dan umur akan menurun. b. Pemadatan yang kurang sempurna akan menimbulkan keropos dalam beton sehingga mudah retak dan umur akan berkurang. c. Air yang digunakan terlalu banyak, mutu beton menurun sehingga umur akan berkurang. 2. Cement Treated Sub-Base (CTSB) : a. Permukaan kasar dan tidak rata, bidang antara CTSB dan perkerasan beton tidak diberi plastik atau membran, maka perkerasan beton akan retak di sembarang tempat bukan di daerah dowel. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-7 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab III Bahan Jalan BAB III BAHAN JALAN 3.1 KLASIFIKASI TANAH Dalam mekanika tanah, istilah tanah menacakup semua bahan konstruksi yang berasal dari quarry atau pits seperti : lempung; lanau; psir; kerikil; kerakal; berangkal; dsb. Cara menggolongkan jenis tanah atau disebut klasifikasi tanah adalah : 1. Primer : ASTM Committee on Soils for Engineering Purpose mendefinisikan pasir sebagai butiran antara 0,05 mm (No.270) sampai 2,0 mm (No.10). Sebaliknya berbagai sumber mendefinisikan pasir sebagai butiran yang lolos No.4 atau ¼”. Banyak Kontraktor, Engineer dan Desainer berpikir serupa. Beberapa rujukan memberikan batasan berikut di bawah ini : Berdasarkan ukuran butirannya Jenis Rentang Ukuran Butir Berangkal (Boulder) > 8 inch atau > 20 cm Kerakal (Cobble) 3 – 8 inch (7,5 – 20 cm) Kerikil (Gravel) No.8 – 3 inch (2,36 mm – 7,5 cm) Pasir (Sand) No.200 – No.8 (0,075 mm – 2,36 mm) Lanau (Silt) 0,005 – 0,075 mm Lempung (Clay) < 0,005 mm 2. Sekunder : Butiran > Pasir Pemeriksaan Gradasi Butiran < Pasir Pemeriksaan Sifat-sifat (Properties) Standar rujukan yang digunakan dalam Klasifikasi Tanah : 1. USCS (Unified Soil Classification System) : a. Butiran > Pasir : Memakai simbol menurut Ukuran Butir dan Gradasinya. Contoh : GW (Gravel – well graded); SP (Sand – poor graded) b. Butiran < Pasir : Memakai simbol menurut Ukuran Butir dan Tingi Rendahnya Batas Cair (Liquid Limit, disingkat “LL”). Untuk LL > 50 disebut “high” dan LL < 50 disebut “low”. Contoh : ML (Silt – low liquid limit); OL (Organic – low liquid limit); CH (Clay – high liquid limit) Pelatihan Road Design Engineer (RDE) III-1 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab III Bahan Jalan 2. AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials) : a. Kelompok menurut Ukuran Butir : i. Material Berbutir (Granular Material) : A1, A2 dan A3 : butiran lolos No.40 (600 µm) < 35% ii. Material Lempung-Lanau (Silt-Clay Material) : A4, A5, A6 dan A7 : butiran lolos No.40 (600 µm) > 35% b. Kelompok menurut ATTERBERG dari material : Plastisitas Index = Liquid Limit – Plastic Limit CONTOH : A1 (fraksi batu : kerikil & pasir) : A1-a & A1-b A3 (pasir halus) A2 (kerikil-pasir kelanauan/kelempungan) : A2-4, A2-5, A2-6 dan A2-7 A4 dan A5 (tanah-tanah lanau) A6 (tanah lempung) A7 (tanah lempung) : A7-5 dan A7-6 A7-5 jika PI < (LL - 30) & A7-6 jika PI > (LL - 30) 3. Klasifikasi sistem lainnya, kecuali SNI (Standard Nasional Indonesia). Cara membedakan jenis tanah dengan cepat : 1. Berangkal, kerakal, kerikil dan pasir mudah dibedakan Menurut ukuran butir dengan visual. 2. Pasir halus dan lanau sulit dibedakan dengan visual Lama pengendapan dalam gelas yang diberi air yang sudah dikocok, pasir akan mengendap dalam waktu < 1,5 menit dan lanau akan membutuhkan waktu sekitar 10 menit (sampai air jernih). 3. Lanau dan lempung dapat dibedakan dengan : a. Indera peraba, diremas dengan ibu jari dan telunjuk. b. Lama pengendapan, lanau > 10 menit dan < 1 jam. c. Menggerakkan bola tanah di telapak tangan, lanau akan mengkilap permukaannya dan lempung tidak. d. Memecah gumpalan lempung kering sulit, sedangkan lanau lebih mudah. e. Lempung mudah dilinting (dipilin) sedangkan lanau sulit. Cara singkat memperkirakan CBR tanah : 1. Cara visual atau pengalaman Cara visual sangat membantu proses pengawasan, untuk memastikan mutu material diperlukan cara laboratorium sebagaimana disyaratkan dalam Spesifikasi. 2. Klasifikasi Tanah Pelatihan Road Design Engineer (RDE) III-2 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan AASHTO Bab III Bahan Jalan CBR (%) Casagrande atau USCS CBR (%) A1 > 20 GW > 50 A2 >8 GC > 40 A3 > 10 GP 25 – 60 A4 3 – 25 GF 20 A5 <7 SW & SC 20 – 60 A6 & A7 < 15 SP 10 – 30 SF 8 – 30 ML 6 – 25 CL 4 – 15 OL 3–8 MH <7 CH <6 OH <4 Catatan : GC dan SC : gradasi menerus dengan sedikit lempung GF dan SF : gradasi jelek dengan kadar lanau/lempung tinggi 3.2 AGREGAT Secara umum jenis agregat digolongkan sebagai berikut : 1. Pasir Pasir adalah material berbutir yang dihasilkan oleh pelapukan alami batuan atau pemecahan batuan pasir-batu. Terdapat beberapa jenis pasir dengan masing-masing gradasi tertentu. a. Pasir Angin Pasir yang dibawa angin dan mengumpul di suatu tempat. Umumnya berbutir halus dengan ukuran antara No.40 sampai No.100. b. Pasir Danau atau Pantai Pasir berbutir halus dan bulat umumnya dicampur dengan pasir kasar. Umunya berukuran antara No.40 sampai No.200 c. Pasir Sungai Pasir yang dibawa oleh air dan menggelinding antar butiran sehingga tidak bersudut tajam. Umumnya bebas dari lumpur dan berbutir halus dengan ukuran butiran antara No.4 sampai No.100. d. Pasir dari Pasir-Batu (Sirtu) Pasir yang diperoleh dari pengayakan pasir-batu lolos No.4. Kadang-kadang mengandung tanah dan berukuran antara No.4 sampai No.200 Pelatihan Road Design Engineer (RDE) III-3 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab III Bahan Jalan e. Pasir Gunung Pasir yang berasal dari deposit alami dengan sedikit atau tanpa kerikil. Umumnya berukuran antara ⅜“ sampai No.200 f. Pasir Buatan Pasir yang diperoleh dari pengayakan batu pecah mesin lolos No.4 2. Kerikil Kerikil diperoleh dari pelapukan alami batuan, berukuran lebih besar dari pasir yang dianggap tertahan No.4 atau ¼“. a. Kerikil Kacang Polong (Pea Gravel) Kerikil yang bersih, berasal dari kerikil sungai dengan ukuran antara ¼“ sampai ½“ b. Kerikil Sungai Kerikil yang dapat dijumpai pada hulu maupun hilir, terdiri dari butiran bulat berukuran diatas ¼“ dengan permukaan yang halus bercampur dengan pasir sungai, umumnya bebas dari tanah dan lanau. Material yang lolos ¼“ ini termasuk paisr sungai. c. Kerikil Gunung Kerikil yang berasal dari deposit alami, umumnya berbutir, terkadang bercampur dengan pasir halus dan tanah. Tergantung bercampur dengan material apa, maka disebut Tanah Berkerikil, Pasir Berkerikil, Kerikil berlempung, Kerikil berpasir. 3. Batu Pecah Batu pecah dihasilkan dari pemecahan mekanik dari berbagai jenis batuan atau berangkal. Contoh : batu kapur, granite, batuan singkapan, quartzite, dsb a. Batu Pecah Bergradasi Batu pecah yang diproduksi pada gradasi yang diinginkan dengan pengayakan. Batu pecah yang lebih disukai adalah berbentuk cubical (persegi), akan tetapi beberapa jenis batuan berlapis mungkin akan memberikan bentuk yang agak pipih. b. Batu Pecah Campuran Batu pecah tanpa pengayakan, umumnya hanya digunakan ayakan 2” sebagai scalping screen (diayak sebelum masuk secondary crusher) c. Crusher Screenings Crusher screening adalah bagian dari batu pecah yang lolos ¼” atau No.4. Umumnya berukuran dari ¼” ke bawah termasuk 0 sampai 6% lolos No.200. Umunya bergradasi baik meskipun terdapat kekurangan pada No.40 sampai No.100. d. Terak (Slag) Terak adalah bahan bukan logam yang diperoleh dari tungku pemanasan logam, mengandung silikat dan alumino silikat serta bahan dasar lainnya. Terak dengan mutu yang baik akan memberikan perkerasan yang baik meskipun seringkali terdapat terak yang porous dan menyerap banyak aspal. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) III-4 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab III Bahan Jalan Gradasi agregat yang digunakan dalam campuran aspal : Butiran agregat dalam berbagai ukuran dinyatakan sebagai gradasi agregat. Grafik gradasi dengan absis (sumbu x) untuk ukuran butiran yang berskala logaritma dan ordinat (sumbu y) untuk persen lolos terhadap berat yang berskala biasa, agar ukuran butir agregat mudah dibaca. Amplop gradasi adalah batas-batas gradasi yang boleh diambil dalam menentukan suatu rancangan campuran (mix design). Sedangkan toleransi gradasi adalah batas-batas fluktuasi yang diijinkan terhadap suatu mix design yang disetujui, koridor toleransi ini akan membentuk semacam amplop kecil yang disebut job grading. 1. Gradasi Menerus (Continous Graded) Gradasi menerus adalah ukuran butir agregat dimana rongga antar butiran besar diisi oleh butiran yang lebih kecil dan rongga antar butiran yang lebih kecil ini diisi oleh butiran yang lebih kecil lagi demikian seterusnya. Disebut juga gradasi padat (dense graded) karena memadat akibat saling mengisi dan saling mengunci (interlocking). Rentang toleransi gradasi menerus harus sempit sehingga interlockingnya dapat dipertahankan. Pengendalian toleransi dapat dilakukan dengan : a. Sumber dari masing-masing agregat dipilih dengan cermat. b. Proses masing-masing agregat pada sumbernya diatur cermat. c. Pencampuran berbagai agregat yang berbeda dilakukan di tempat pencampuran denagn cara mekanik. d. Agregat yang sudah dicampur diayak ulang dan diatur kembali pro-porsinya setelah dikeringkan dan sebelum dicampur dengan aspal. AMP modern telah dilengkapi perlengkapan untuk memenuhi kebutuhan pengendalian di atas. Ukuran agregat pada campuran akhir umumnya berada dalam toleransi dengan perbedaan ± 5% untuk agregat kasar dan rentang toleransi yang lebih rapat untuk agregat halus. Seringkali 3 atau 4 jenis agregat yang terpisah dicampur bersama untuk mencapai gradasi akhir yang mendekati gradasi yang diinginkan. Umumnya, agregat pecah mesin diayak dalam 3 atau 4 ukuran agar segregasi selama transportasi dan penanganan dapat dihindari, kemudian 3 atau 4 ukuran agregat tersebut dicampur kembali di tempat pencampuran. 2. Gradasi Senjang (Gap Graded) Gradasi senjang adalah ukuran butir agregat yang sedemikian hingga tidak ada atau hampir tidak ada suatu rentang ukuran “menengah”. Perbedaan material lolos untuk ukuran butir menengah yang berurutan, jika diatas 10% disebut gradasi menerus, jika dibawah 10% baru disebut gradasi senjang. Terdapat Spesifikasi yang menyebutkan bahwa persen lolos terhadap berat untuk No.30 minimum harus 80% dari No.8. Dari No.8 sampai No.30 terdapat No.16 di antaranya, Pelatihan Road Design Engineer (RDE) III-5 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab III Bahan Jalan sehingga aplikasi dari ketentuan yang disebutkan diatas masih relevan karena dari No.8 sampai No.16 sebesar 10% dan dari No.16 sampai No.30 sebesar 10%, jika dijumlah maka sebesar 20%. 3. Gradasi Tunggal (Single Graded) Gradasi tunggal adalah butiran agregat yang mayoritas satu ukuran, biasanya masih terdapat sedikit butiran halus yang ikut terbawa. Gradasi ini tidak rawan terhadap segregasi dan umumnya merupakan produk crusher yang dapat dengan mudah diatur proporsinya untuk mencapai gradasi yang diinginkan. Gradasi ini sering disebut gradasi terbuka (open graded), digunakan untuk Burtu (SST) atau Burda (DBST) dalam rangka memberikan texture baru pada permukaan aspal. 3.3 BITUMEN Bitumen sering diartikan sebagai aspal, sebenarnya tidak demikian karena Tar juga mengandung bitumen. Selanjutnya hanya dibahas Aspal sebagai bahan bitumen. Semua aspal diperoleh dari destilasi minyak mentah bumi (crude oil) baik secara mekanik mapun secara alami. Berdasarkan sumbernya, terdapat : 1. Aspal Alam Aspal alam terbentuk bilamana minyak mentah bumi naik ke permukaan bumi melalui celah-celah kulit bumi. Akibat sinar matahari dan angin maka minyak ringan dan gas menguap dan meningglkan residu yang plastis dan hitam disebut aspal. Kebanyakan aspal alam bercampur-baur dengan mineral seperti lempung tanah, pasir sampai kerikil yang terbawa saat minyak bumi mengalir ke cekungan permukaan bumi. Aspal alam terdapat di Trinidad, Venezuela dan pulau Buton. 2. Aspal Minyak (Petroleum Asphalt) Dari hasil destilasi minyak mentah bumi akan diperoleh berbagai jenis minyak seperti : bensin, solar, minyak tanah, dsb. Residu dari hasil destilasi ini adalah aspal, namun aspal ini masih lunak yaitu mempunyai Penetrasi sekitar 300. Setelah melalui proses semi blown baru diperoleh aspal Penetrasi 60/70 dan aspal keras (asphalt cement) jenis lainnya. Berdasarkan jenisnya, terdapat : 1. Aspal Keras Aspal keras adalah aspal yang dalam temperatur kamar berbentuk padat dan keras. Aspal jenis ini dirancang dengan memilih penetrasi, kekerasan yang sesuai untuk Pelatihan Road Design Engineer (RDE) III-6 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab III Bahan Jalan pelaksanaan, iklim dan jenis lalu lintas, dari suatu perkerasan. Penetrasi adalah masuknya jarum standar dengan beban 100 gram (termasuk berat jarum), dalam temperatur 25 °C selama 5 detik. Contoh : Pen.40/50; Pen.60/70. Semakin rendah nilai penetrasinya semakin keras aspalnya. Aspal minyak diperoleh dari penyulingan minyak mentah bumi dengan peng-uapan dan destilasi dalam berbagai tahap kondensasi. Aspal keras berbeda dengan aspal cair dimana aspal keras harus dipanaskan untuk mencapai kondisi mencair sedangkan aspal cair sudah dalam kondisi cair pada temperatur kamar sehingga diperlukan bahan pelarut untuk aspal cair. 2. Aspal Cair Terdapat 3 jenis aspal cair yaitu : a. Aspal Cair Penguapan Lambat (Slow Curing Liquid Asphalt) Aspal cair jenis ini dapat berupa residu yang mengandung sedikit minyak berat atau campuran antara aspal keras dengan minyak residu. Untuk mencapai kelecakan (workability) yang lebih baik maka aspal jenis ini harus dipanaskan dan umumnya digunakan untuk campuran dingin. Contoh : SC-800. b. Aspal Cair Penguapan Sedang (Medium Curing Liquid Asphalt) Aspal cair jenis ini diperoleh dengan mencairkan aspal keras dengan minyak tanah. Aspal jenis ini sudah berbentuk cair dalam temperatur kamar dan umumnya digunakan untuk prime coat. Contoh : MC-250 c. Aspal Cair Penguapan Cepat (Rapid Curing Liquid Asphalt) Aspal cair jenis ini diperoleh dengan mencairkan aspal keras dengan bensin. Karena penguapan bensin jauh lebih cepat dari minyak tanah maka aspal cair ini dikenal dengan nama aspal cair penguapan cepat. Umumnya digunakan untuk tack coat. Contoh : RC70. Angka yang lebih tinggi menunjukkan aspal cair yang lebih kental, misalnya RC-250 lebih kental dari RC-70, angka ini menunjukkan syarat viskositas kenematik minimum dari aspal cair tersebut. 3. Aspal Emulsi Jika air dicampur dengan minyak maka keduanya akan memisah. Agar ter- campur dalam suspensi maka diperlukan bahan ketiga seperti sabun yang ditambahakan untuk memperlambat pemisahan. Dalam hal yang sama, aspal keras dan air dicampur dengan menggunakan bahan pengemulsi untuk memperlambat pemisahan. Terdapat banyak bahan pengemulsi baik organik maupun inorganik seperti lempung koloidal, silika yang dapat maupun yang tidak dapat dilarutkan, sabun, minyak sayur sulfonat. Jika aspal emulsi breaks up atau sets up, maka air mengalir atau menguap meninggalkan aspal. Penanganan aspal emulsi harus diperhatikan khusus agar reaksi dini akibat tekanan, panas atau dingin yang berlebihan, tidak terjadi. Kecepatan reaksi Pelatihan Road Design Engineer (RDE) III-7 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab III Bahan Jalan sangat ditentukan oleh jumlah dan jenis bahan pengemulsi yang digunakan. Jika aspal emulsi breaks up maka warna aspal yang semula coklat berubah menjadi hitam. Aspal emulsi menurut muatan listrik bahan pengemulsinya terdiri dari : a. Aspal Emulsi Kationik Aspal emulsi jenis kationik (ion positif) cocok untuk jenis batuan yang mengandung ion negatif. Meskipun demikian, aspal kationaik dapat digunakan untuk semua jenis batu. b. Aspal Emulsi Anionik Aspal emulsi jenis anionik (ion negatif) cocok untuk jenis batu yang mengandung ion positif. Aspal emulsi menurut kecepatan reaksinya terdiri dari : a. Reaksi Cepat (Rapid Setting) Memerlukan beberapa menit untuk breaks up. Contoh : RS b. Reaksi Sedang (Medium Setting) Memerlukan puluhan menit untuk breaks up. Contoh : MS c. Reaksi Lambat (Slow Setting) Memerlukan waktu berjam-jam untuk breaks up. Contoh : SS Secara umum aspal emulsi lebih menguntungkan dari aspal cair karena : a. Dapat beradaptasi untuk agregat basah b. Mengurangi bahaya kebakaran dan bahaya keracunan. 3.4 BAHAN PENGISI (FILLER) 1. Loess Loess adalah deposit material halus dan porous akibat angin. Butirannya lebih kecil dari pasir tetapi lebih besar dari tanah. Karena butirannya bersudut dan dapat dipadatkan maka loess mempunyai karakteristik tersendiri dimana loess dapat digali vertikal. 2. Debu Berbutir Debu berbutir adalah debu dari batuan (misalnya dari batu marmer), Portland cement, atau debu buatan atau alami lainnya. Umumnya 80 sampai 100% lolos No.200. Debu berbutir ditambahkan ke dalam campuran aspal untuk mengisi rongga dalam campuran dan meningkatkan stabilitas campuran. Kapur tohor termasuk jenis debu berbutir, namun pemakaian filler jenis ini harus dibatasi malsimum 1% karena efek ekspansifnya. Pemakaian debu marmer lebih aman karen atidak ekspansif. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) III-8 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab III Bahan Jalan 3. Abu Terbang (Flyash) Filler buatan yang diperoleh dari pembakaran batu bara. Umumnya 80% lolos No.200. Semula material dianggap limbah yang sangat mengganggu industri pembangkit tenaga listrik dan jumlahnya memakan tempat yang cukup besar. Belakangan material ini dapat digunakan sebagai filler added untuk campuran aspal. 3.4 BAHAN TAMBAH (ADDITIVE) Bahan tambah (additive) digunakan untuk meningkatkan : 1. Daya Lekat Umumnya disebut stripping agent, digunakan untuk meningkatkan daya lekat batuan jenis silikat dimana kelekatan agregat terhadap aspal tidak memenuhi syarat (< 95%). 2. Titik Lembek Banyak jenis additive yang dapat menaikkan titik lembek. Seringkali disebut modifier, karena mengubah sifat-sifat (properties) aspal ke tingkat yang lebih baik. 3. Modulus Dewasa ini banyak jenis modifier yang dipasarkan untuk meningkatkan sifat-sifat campuran aspal sehingga dapat lebih tahan terhadap beban berat dan lebih awet karena umurnya lebih panjang. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) III-9 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab IV Bahan Pekerjaan Beton BAB IV BAHAN PEKERJAAN BETON 4.1 AGREGAT Agregat yang dapat digunakan untuk campuran aspal belum tentu dapat digunakan untuk beton, karena kebersihan agregat untuk beton semen dituntut lebih tinggi dan pasir alam yang digunakan umumnya haruslah pasir kasar (di lapangan disebut pasir cor, bukan pasir plesteran atau pasir urug). Secara umum jenis agregat digolongkan sebagai berikut : 1. Pasir Pasir adalah material berbutir yang dihasilkan oleh pelapukan alami batuan atau pemecahan batuan pasir-batu. Kehalusan pasir untuk beton dinyatakan dalam “Fineness Modulus“ (FM), merupakan jumlah persen tertahan ayakan berikut : 1½“; ¾“; ⅜“; No.4; No.8; No.16; No.30; No.50 dan No.100, dibagi dengan 100. Pasir kasar akan mempunyai FM yang besar dan sebaliknya. Terdapat beberapa jenis pasir yang dapat digunakan untuk beton semen. a. Pasir Sungai Pasir yang dibawa oleh air dan menggelinding antar butiran sehingga tidak bersudut tajam. Umumnya bebas dari lumpur dan berbutir halus dengan ukuran butiran antara No.4 sampai No.100. b. Pasir Gunung Pasir yang berasal dari deposit alami dengan sedikit atau tanpa kerikil. Umumnya berukuran antara ⅜“ sampai No.200 c. Pasir Buatan Pasir yang diperoleh dari pengayakan batu pecah mesin lolos No.4 2. Kerikil Kerikil diperoleh dari pelapukan alami batuan, berukuran lebih besar dari pasir yang dianggap tertahan No.4 atau ¼“. a. Kerikil Kacang Polong (Pea Gravel) Kerikil yang bersih, berasal dari kerikil sungai dengan ukuran antara ¼“ sampai ½“ b. Kerikil Sungai Kerikil yang dapat dijumpai pada hulu maupun hilir, terdiri dari butiran bulat berukuran diatas ¼“ dengan permukaan yang halus bercampur dengan pasir sungai, umumnya bebas dari tanah dan lanau. Material yang lolos ¼“ ini termasuk pasir sungai. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) IV-1 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab IV Bahan Pekerjaan Beton 3. Batu Pecah Batu pecah dihasilkan dari pemecahan mekanik dari berbagai jenis batuan atau berangkal. Contoh : batu kapur, granite, batuan singkapan, quartzite, dsb a. Batu Pecah Bergradasi Batu pecah yang diproduksi pada gradasi yang diinginkan dengan pengayakan. Batu pecah yang lebih disukai adalah berbentuk cubical (persegi), akan tetapi beberapa jenis batuan berlapis mungkin akan memberikan bentuk yang agak pipih. b. Terak (Slag) Terak adalah bahan bukan logam yang diperoleh dari tungku pemanasan logam, mengandung silikat dan alumino silikat serta bahan dasar lainnya. Terak dengan mutu yang baik akan memberikan perkerasan yang baik meskipun seringkali terdapat terak yang porous dan menyerap banyak aspal. 4.2 SEMEN PORTLAND Terdapat 8 jenis Semen Portland berikut ini : 1. Tipe I : jika sifat-sifat khusus yang disebutkan tipe lainnya tidak diperlukan. 2. Tipe IA : sama dengan tipe I, jika air entraining diperlukan. 3. Tipe II : jika ketahanan sedang terhadap sulfat dan hidrasi panas diperlukan. 4. Tipe IIA : sama seperti tipe II, jika air entraining diperlukan. 5. Tipe III : jika kekuatan yang tinggi diperlukan 6. Tipe IIIA : sama seperti tipe III, jika air entraining diperlukan. 7. Tipe IV : jika hidrasi panas rendah diperlukan 8. Tipe V : jika ketahanan tinggi terhadap sulfat diperlukan Umumnya tipe I banyak dijumpai di pasaran, sedangkan tipe lainnya dapat diperoleh hanya dengan pemesanan terlebih dahulu. Sedangkan Semen Putih (warna putih) dan Semen Adukan (lebih rendah dari tipe I) tidak dibahas di sini. 4.2 BAJA TULANGAN Baja tulangan terdiri dari : a. Ulir (deform) dengan kode D untuk tegangan tariknya, contoh : D32 b. Polos (plain) dengan kode U untuk tegangan tariknya, contoh : U24 Tegangan tarik yang digunakan untuk kode mutu baja diatas adalah tegangan leleh. Terdapat kode mutu baja lain seperti BJ40, sdb. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) IV-2 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan 4.3 Bab IV Bahan Pekerjaan Beton BAJA STRUKTUR Syarat-syarat baja struktur sangat tergantung jenis dan proses pembuatannya : Material Rujukan ASTM Pelat yang dilengkung dan dibentuk secara dingin A 283/A 283M. Grade C* Paku Keling Baja A 502 Grade I* Baut A307*. Grade A atau F 568. Class 4.6 Baut tegangan tinggi A 325 atau A 325M Moer Baja A 563 atau A563M Baja Cor A 27/A 27M. Grade 65-35* [450-240]* Penempaan (Baja Karbon) A 668, Class D Pelat atau strip yang dirol secara panas A 570/A 570M. Grade 36 Pipa dengan dibentuk dingin A 500. Grade B Pipa yang dibentuk panas A 501 Catatan : * : mempunyai tegangan leleh lebih rendah dari Baja A 36/A 36M Tegangan leleh minimum yang disyaratkan umumnya adalah 2.520 kg/cm2. Syarat-syarat komposisi kimia tiap jenis bahan baja berlainan, antara lain : karbon; mangan; phosphor; sulfur; silikon dan tembaga. 4.4 BAHAN TAMBAH (ADDITIVE) Terdapat beberapa macam bahan additive untuk beton, antara lain : 1. Retarder : bahan untuk memperlambat setting time. Bahan ini digunakan jika jarak antara pusat pencampuran beton (batch plant) dan lokasi pengecoran cukup jauh sehingga dikhawatirkan setting timenya terlampaui. 2. Accelerator : bahan untuk mempercepat kenaikan kekuatan. Bahan ini digunakan jika kenaikan kekuatan beton ingin dipercepat sehingga penyangga (scalfoding) dapat segera dilepas. 3. Plasticizer : bahan untuk memperbaiki kelecakan (workability). Bahan ini digunakan untuk menghemat pemakaian Semen Portland. Secara umum, kelecakan dapat ditingkatkan bilamana kadar air ditambahkan, tetapi penambahan air ini akan menurunkan kekuatan beton sehingga kadar Semen Portland harus juga ditambahkan. 4. dan sebagainya Pelatihan Road Design Engineer (RDE) IV-3 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab V Sifat-sifat Bahan BAB V SIFAT-SIFAT BAHAN 5.1 SPESIFIKASI Spesifikasi merupakan salah satu bagian penting dari Dokumen Lelang/ Kontrak atau bestek yang memuat segala peraturan dan ketentuan tentang bagaimana pekerjaan harus dikerjakan dan berhasil “akhir”, dikenal juga dengan nama Spesifikasi Umum. Untuk jenis pekerjaan yang bersifat khusus maka seringkali Spesifikasi Umum masih dilengkapi dengan Spesifikasi Khusus atau Addendum. Terdapat 2 jenis Spesifikasi yaitu Spesifikasi Hasil Akhir (End Result Specifi-cations) dan Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap (Multi Steps Specifications). Spesifikasi Hasil Akhir secara umum hanya mengatur hasil akhir yang harus dicapai dari suatu pekerjaaan, misalnya CBR minimum harus > 90%. Sedang-kan Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap mengatur semua hal dan tahap (dari awal sampai akhir). Spesifikasi yang digunakan di Indonesia, khususnya untuk bidang jalan dan jembatan adalah Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap. Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap yang baik harus mempunyai pola 3 – 2 – 5 yaitu bertahap 3, berlingkup 2 dan berstruktur 5. 3 tahap pengujian yaitu bahan baku, bahan olahan dan bahan jadi. 2 lingkup yaitu pengendalian dimensi dan pengendalian mutu. 5 struktur yaitu jenis pengujian, metoda pengujian, frekwensi pengujian, persyaratan (minimum dan/atau maksimum) dan toleransi yang diijinkan. Pengaturan lingkup dalam Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap adalah : Lingkup Pekerjaan Cuaca yang diijinkan untuk bekerja Bahan Pelaksanaan Peralatan Pengendalian Mutu Cara Pengukuran Hasil Kerja Pembayaran Persyaratan Bahan ditentukan dalam Spesifikasi dalam Seksi “Bahan” dan Seksi “Pengendalian Mutu”. Persyaratan Bahan yang dibahas berikut ini adalah Bahan Baku dan Olahan. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) V-1 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab V Sifat-sifat Bahan 1. Timbunan a. Timbunan Biasa Sifat-sifat Klasifikasi Tanah s/d 30 cm dibawah subgrad e > 30 cm dibawah subgrad e Bukan A-7-6 atau CH - CBR (SNI 03-1744-1989) pada kepadatan ringan 100% (SNI 03-1742-1989) > 6% - Nilai Keaktifan = Indeks Plastisitas / % lolos No.200 < 1,25 < 1,25 Kepadatan (SNI 03-2828-1992) > 100% > 95% bukan rawa daerah rawa > 10% - - < 6% b. Timbunan Pilihan Sifat-sifat CBR (SNI 03-1744-1989) pada kepadatan ringan 100% (SNI 03-1742-1989) Indeks Plastisitas = Batas Cair – Batas Plastis (SNI 03-1966-1990 & SNI 03-1967-1990) Koreksi kepadatan (SNI 03-1976-1990) dilakukan jika material tertahan ayakan ¾” > 10%. Sampai dengan 15 cm di bawah Subgrade, material bekas galian batu tidak boleh digunakan dan ukuran butir maksimum untuk 15 cm di bawah subgrade adalah < 10 cm. 2. Lapis Pondasi Agregat a. Agregat Kasar Sifat-sifat Kelas A Kelas B Kelas C Abrasi dengan mesin Los Angeles (SNI 03-2417-1991) < 40% < 40% < 50% Bagian yang lunak (SNI 03-4141-1996) < 5% < 5% - Tertahan ayakan No.4 (4,75 mm) min. 1 bida ng pec ah - - Kelas A Kelas B Kelas C Indeks Plastisitas = Bats Cair – Batas Plastis (SNI 03-1966-1990 untuk Batas Plastis) < 6% < 10% 6–20% Batas Cair (SNI 03-1967-1990) < 25% < 35% < 40% < 25 - - b. Agregat Halus Harus mempunyai sifat-sifat berikut ini : Sifat-sifat Indeks Plastisitas x % lolos No.200 Pelatihan Road Design Engineer (RDE) V-2 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab V Sifat-sifat Bahan % lolos No.200 (0,075 mm) < 2/3 lolos No.40 - c. Lapis Pondasi Agregat Harus mempunyai sifat-sifat berikut ini : Sifat-sifat Kelas A Kelas B Kelas C CBR (SNI 03-1744-1989) pada kepadatan berat 100% (SNI 03-1743-1989) > 90% > 35% - Kepadatan (SNI 03-2828-1992) > 100% > 100% - Harus mempunyai gradasi berikut ini : Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos ASTM (mm) Kelas A Kelas B Kelas C 2” 50,0 1½” 37,5 100 88 – 95 1” 25,0 79 – 85 70 – 85 ¾” 19,0 - - 3/8” 9,5 44 – 58 30 – 65 No.4 4,75 29 – 44 25 – 55 No.10 2,0 17 – 30 15 – 40 No.40 0,425 7 – 17 8 – 20 18 – 36 No.200 0,075 2–8 2–8 10 – 22 100 100 51 – 74 3. Lapis Pondasi Tanah Semen a. Tanah Ukuran butir maksimim < 75 mm dan material lolos No.200 (SNI 03-4142-1996) < 50%. b. Semen Portland Cement Type I sesuai SNI 15-2049-1994 c. Air pH yang diuji dengan elektrometer (SNI 06-1140-1989) atau metode lainnya 4,5 ~ 8,5 Jika mengandung benda padat dan inorganik maka kuat tekan kubus mortar (SK SNI M-111-1990-03) dengan air tersebut > 90% kuat tekan kubus mortar dengan air suling. d. Lapis Pondasi Tanah Semen Harus mempunyai sifat-sifat berikut ini : Setelah Perawatan 7 hari Sifat-sifat Min. Target Maks. Unconfined Compressive Strength (UCS) 2 kg/cm 20 24 35 CBR (SNI 03-1744-1989) pada kepadatan ringan 100% (SNI 03-1742-1989) 100* 120* 200* Rata-rata Scala Penetration Resistance (SPR) lebih dari 2/3 tebal (pukulan/cm) 1,0* 1,3* 2,5* Pelatihan Road Design Engineer (RDE) V-3 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab V Sifat-sifat Bahan Setelah Perawatan 7 hari Sifat-sifat Scala Penetration Resistance (SPR) yang menentukan batas minimum tebal efektif (pukulan/cm) Pengujian Wetting & Drying (AASHTO T135) : % kehilangan berat % perubahan volume Min. Target Maks. 0,8* - - - - 7 2 Catatan : * : harus dikalibrasi terhadap UCS “Target” digunakan untuk Mix Design dan “Minimum” untuk pengujian lapangan. 4. Campuran Aspal a. Aspal Keras Harus mempunyai ketentuan berikut : Pengujian Standar Nilai Penetrasi, 25°C, 100 gr, 5 detik, 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60-70 Titik Lembek, °C SNI 06-2434-1991 48-58 Titik Nyala, °C SNI 06-2433-1991 > 200 Daktilitas, 25°C, cm SNI 06-2432-1991 > 100 Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, % berat AASHTO T44 > 99 Penurunan Berat (dengan TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 < 0,8 Penetrasi setelah penurunan berat, % asli SNI 06-2456-1991 > 54 Daktilitas setelah penurunan berat, 5 asli SNI 06-2432-1991 > 50 Uji bintik (spot test) AASHTO T102 - Standar Naptha Neg. - Naptha Xylene Neg. - Hephtane Xelene Neg, b. Agregat Kasar Pengujian Standar Nilai Abrasi dng mesin Los Angeles SNI 03-4217-1991 < 40% Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat SNI 03-3407-1994 < 12% Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 > 95% DoT’s Pensylvania Test Method, PTM No.621 95/90 Indeks Kepipihan BS 812 < 25% Partikel Lonjong ASTM D-4721 < 10% SNI-03-4142-1996 < 1% Angularitas untuk kedalaman < 10 cm dari permukaan > 10 cm dari permukaan Material lolos ayakan No.200 80/75 Catatan : 80/75 menunjukkan bahwa 80% mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 75% mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) V-4 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab V Sifat-sifat Bahan c. Agregat Halus Jika digunakan pasir alam maka Pengujian Standar Nilai Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 < 40% Material lolos ayakan No.200 SNI 03-4142-1996 < 8% d. Filler Material lolos ayakan No.200 (SNI 03-4142-1996) minimum 75%. e. Campuran Aspal Mempunyai gradasi berikut : % Berat Yang Lolos Ukuran ayakan Lataston (HRS) ASTM (mm) WC 1½” 37,5 1” 25 ¾” 19 100 100 ½” 12,5 90 - 100 3/8” 9,5 LASTON (AC) Base WC BC Base 100 100 90 - 100 100 90 - 100 Maks.90 90 - 100 90 - 100 Maks.90 75 - 85 65 - 100 Maks.90 1 50 - 72 1 35 - 55 No.8 2,36 No.16 1,18 No.30 0,600 35 - 60 15 - 35 No.200 0,075 6 - 12 2-9 28 - 58 23 - 39 19 - 45 4 - 10 4-8 3-7 DAERAH LARANGAN No.4 4,75 - - 39,5 No.8 2,36 39,1 34,6 26,8 - 30,8 No.16 1,18 25,6 - 31,6 22,3 - 28,3 18,1 - 24,1 No.30 0,600 19,1 - 23,1 16,7 - 20,7 13,6 - 17,6 No.50 0,300 15,5 13,7 11,4 Catatan : 1. Untuk HRS-WC dan HRS-Base, paling sedikit 80 % agregat lolos ayakan No.8 (2,36 mm) harus juga loloas ayakan No.30 (0,600 mm). Lihat contoh batas-batas “bahan bergradasi senjang” yang lolos ayakan No.8 (2,36 mm) dan tertahan ayakan No.30 (0,600 mm) dalam Tabel di bawah ini. 2. % lolos No.8 50 60 70 % lolos No.30 Paling sedikit 40 Paling sedikit 48 Paling sedikit 56 % kesenjangan 10 atau kurang 12 atau kurang 14 atau kurang Untuk AC, digunakan titik kontrol gradasi agregat, berfungsi sebagai batas-batas rentang utama yang harus ditempati oleh gradasi-gradasi tersebut. Batas-batas gradasi ditentukan pada ayakan ukuran nominal maksimum, ayakan menengah (2,36 mm) dan ayakan terkecil (0,075 mm). Pelatihan Road Design Engineer (RDE) V-5 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab V Sifat-sifat Bahan Mempunyai sifat-sifat campuran aspal berikut : Lataston Sifat-sifat Campuran WC Penyerapan kadar aspal Maks. Base WC 1,7 BC 75 (3) (1) 112 Min. 3,0 3,5 Maks. 6,0 5,5 18 Base 1,2 Jumlah tumbukan per bidang Rongga dalam campuran (%) Laston Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 17 Rongga terisi aspal (%) Min. Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1500 Kelelehan (mm) Min. 3 4,5 Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250 Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama (4) 24 jam, 60 ºC Min. 68 15 14 13 65 63 60 (1) (1) 300 75 Rongga dlm campuran (%) pada kepadatan membal (refusal) Min. 2 2,5 Kepadatan Lapangan / Kepadatan Standar Kerja (%) Min. 98 97 (2) Catatan : 1). Lihat prosedur pengujian Modifikasi Marshall Untuk Agregat Besar (> 1” & < 2”) 2). Untuk menentukan kepadatan membal (refusal), penumbuk bergetar (vibratory hammer) disaran-kan digunakan untuk menghindari pecahnya butiran agregat dalam campuran. Jika digunakan penumbukan manual jumlah tumbukan per bidang harus 600 untuk cetakan berdiamater 6 in dan 400 untuk cetakan berdiamater 4 in 3) Berat jenis efektif agregat akan dihitung berdasarkan pengujian Berat Jenis Maksimum Agregat (Gmm test, AASHTO T-209). 4) Direksi Pekerjaan dapat menyetujui prosedur pengujian AASHTO T283 sebagai alternatif pengu-jian kepekaan kadar air. Pengondisian beku cair (freeze thaw conditioning) tidak diperlukan. Standar minimum untuk diterimannya prosedur T283 harus 75% Kuat Tarik Sisa. Bilamana rasio kepadatan maksimum dan minimum yang ditentukan dalam serangkaian benda uji inti pertama yang mewakili setiap lokasi yang diukur, lebih besar dari 1,08 : 1 maka benda uji inti tersebut harus dibuang dan serangkaian benda uji inti baru harus diambil dengan ketentuan berikut ini. Syarat Kepadatan (% JSD) Jumlah benda uji / pengujian Kepadatan Min. Rata-rata (% JSD) Nilai min. setiap pengujian tunggal (% JSD) 98 3-4 98,1 95 5 98,3 94,9 6 98,5 94,8 3-4 97,1 94 5 97,3 93,9 6 97,5 93,8 97 Pelatihan Road Design Engineer (RDE) V-6 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Bab V Sifat-sifat Bahan 5. Beton Semen a. Agregat Harus mempunyai ketentuan berikut : Agregat Pengujian Halus Kasar - < 40% Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat (SNI 03-3407-1994) < 10% < 12% Gumpalan Lempung dan Partikel Mudah Pecah (SNI 03-4141-1996) < 0,5% < 0,25% < 3% < 1% Abrasi Agregat dengan mesin Los Angeles (SNI 03-4217-1991) Material lolos ayakan No.200 (SNI 03-4142-1996) b. Gradasi Harus memenuhi gradasi berikut ini Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos Untuk Agregat ASTM (mm) Halus 2” 50,8 - 100 - - - 1 1/2” 38,1 - 95 -100 100 - - 1” 25,4 - - 95 - 100 100 - 3/4” 19 - 35 - 70 - 90 - 100 100 1/2” 12,7 - - 25 - 60 - 90 - 100 3/8” 9,5 100 10 - 30 - 20 - 55 40 - 70 No.4 4,75 95 - 100 0-5 0 -10 0 - 10 0 - 15 - - 0-5 0-5 0-5 1,18 45 - 80 - - - - No.50 0,300 10 - 30 - - - - No.100 0,150 2 - 10 - - - - No.8 No.16 2,36 Kasar c. Semen Portland Harus memenuhi ketentuan SNI 15-2049-1994 d. Air pH yang diuji dengan elektrometer (SNI 06-1140-1989) 4,5 ~ 8,5 Jika mengandung benda padat dan inorganik maka kuat tekan kubus mortar (SK SNI M-111-1990-03) dengan air tersebut > 90% kuat tekan kubus mortar dengan air suling. e. Rasio Air / Semen (W/C) Mempunyai rasio air – semen dan kadar semen minimum berikut ini Pelatihan Road Design Engineer (RDE) V-7 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Mutu Be ton Bab V Sifat-sifat Bahan Ukuran Agregat Maks.(mm) Rasio Air / Semen Maks. (terhadap berat) Kadar Semen Min. 3 (kg/m dari campuran) - 0,400 450 37 0,425 356 25 0,425 370 19 0.425 400 37 0,450 315 25 0,450 335 19 0,450 365 37 0,500 300 25 0,500 320 19 0,500 350 37 0,550 290 25 0,550 310 19 0,550 340 K175 - 0,600 300 K125 - 0,700 250 K500 K400 K350 K300 K250 f. Perkerasan Beton Semen Kuat lentur (flexural strength) minimum tidak boleh kurang dari 45 kg/cm2 pada umur 28 hari, bila diuji dengan third point method menurut SNI 03-4431-1997 atau setara dengan kuat tekan karak-teristik beton mutu K400. 5.2 RUJUKAN LAIN YANG DISEBUTKAN DALAM SPESIFIKASI Standar-standar yang seringkali dicantumkan dalam Spesifikasi Jalan dan Jembatan adalah AASHTO dan SNI (Standar Nasional Inonesia), disamping itu masih terdapat standarstandar lain seperti ASTM, BS, dsb. Persamaan AASHTO dan SNI untuk Bahan Jalan dan Jembatan terdapat dalam tabel berikut AASHTO M6-87 SK SNI S-02-199403 Spesifikasi Agregat Halus Untuk Pekerjaan Adukan Dan Plesteran Dengan Bahan Dasar Semen. AASHTO M29-90 SK SNI S-02-199303 Spesifikasi Agregat Halus Untuk Campuran Perkerasan Aspal. AASHTO M81-90 SNI 03-4800-1998 Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Cepat. AASHTO M82-75 SNI 03-4799-1998 Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Sedang. AASHTO M85-89 SNI 15-2049-1994 Semen Portland AASHTO M208-87 SNI 03-4798-1998 Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) V-8 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan 5.3 Bab V Sifat-sifat Bahan RUJUKAN TAMBAHAN Penggunaan rujukan (standar) yang tercantum dalam Spesifikasi mencakup, tetapi tidak terbatas, standar yang dirumuskan oleh badan-badan dan organisasi-organisasi berikut : SII = Standar Industri Indonesia SNI = Standar Nasional Indonesia AASHTO = American Association of State Highway and Transportation Officials ACI = American Concrete Institute AISC = American Institute of Steel Construction. ANSI = American National Standard Institute ASTM = American Society for Testing and Materials AWS = American Welding Society Inc. CRSI = Concrete Reinforcing Steel Institute NEC = National Electrical Code BS = British Standards Pelatihan Road Design Engineer (RDE) V-9 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Rangkuman RANGKUMAN Bahan konstruksi yang dipergunakan di dalam pekerjaan jalan secara teknis harus: Memenuhi spesifikasi dan standar yang berlaku. Memenuhi ukuran, pembuatan, jenis dan mutu yang disyaratkan dalam Gambar dan Spesifikasi ini, atau sebagaimana secara khusus disetujui tertulis oleh Engineer. Semua produk harus baru. dan secara ekonomis harus : Murah Jumlah banyak Mudah diperoleh Upaya pengelolaaan lingkungan berkaitan dengan eksploitasi sumber bahan jalan dan jembatan : 1. Dalam pemilihan lokasi sumber bahan (quarry), beberapa arahan di bawah ini harus diperhatikan : a. Prioritas harus diberikan pada lokasi sumber bahan yang sudah dibuka, bilamana jumlah dan mutunya memenuhi. b. Lokasi sumber bahan harus dipilih harus memberikan rasio tertinggi antara kapasitas bahan yang digali (baik kuantitas maupun kualitas) dan kehilangan sumber daya negara. c. Lokasi sumber bahan yang berdekatan dengan alinyemen jalan, yang sangat mudah diambil dan mempunyai tebing yang tidak curam lebih disarankan. d. Eksploitasi sumber bahan di daerah sumber daya alam yang vital harus dihindari, seperti hutan tanaman berkayu dan hutan lebat lainnya maupun daerah-daerah penghasil bahan makanan dan hutan lindung untuk burung dan hewan lainnya. e. Disarankan untuk menghindari atau setidaknya mengurangi pemilihan lokasi sumber bahan di dasar sungai. Meskipun pemilihan lokasi sumber bahan di luar dasar sungai tidak memungkinkan, sumber bahan yang terletak di sungai atau saluran kecil tetap tidak boleh diambil. Disarankan untuk memilih lokasi sumber bahan di petak-petak atau endapan alluvial yang terletak di dasar sungai tetapi tidak dialiri air pada kondisi air normal. 2. Bilamana sumber bahan terletak di daerah bergunung atau berbukit, atau bilamana kondisi talud sangatlah mempengaruhi stabilitas lereng, maka penggalian bertangga harus dilaksanakan. Lereng setiap sumber bahan yang telah dibentuk kembali harus mempunyai kelandaian yang tidak kurang dari nilai rata-rata 1,3. Setelah pelaksanaan lereng bertangga dan pembaharuan sistem drainase harus dilakukan dalam suatu kondisi yang rata dan rapi dengan tepi dan lereng yang stabil dan saluran drainase yang memadai. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) R-1 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Rangkuman Terdapat 6 tujuan dasar dari aplikasi perkerasan lentur : 1. Mendukung beban lalu lintas 2. Melindungi tanah dasar dari air 3. Memperkecil kemungkinan pelepasan butir pada permukaan 4. Memberikan texture permukaan yang memadai 5. Lentur terhadap lapis tanah dasar 6. Tahan terhadap cuaca Standar rujukan yang digunakan dalam Klasifikasi Tanah : 1. USCS (Unified Soil Classification System) : 2. AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials) : 3. Klasifikasi sistem lainnya, kecuali SNI (Standard Nasional Indonesia). Secara umum jenis agregat digolongkan sebagai berikut : 1. Pasir 2. Kerikil 3. Batu Pecah Gradasi agregat yang digunakan dalam campuran aspal : 1. Gradasi Menerus (Continous Graded) 2. Gradasi Senjang (Gap Graded) 3. Gradasi Tunggal (Single Graded) Berdasarkan sumbernya, bitumen dibedakan atas: 1. Aspal Alam Aspal alam terbentuk bilamana minyak mentah bumi naik ke permukaan bumi melalui celah-celah kulit bumi. Akibat sinar matahari dan angin maka minyak ringan dan gas menguap dan meningglkan residu yang plastis dan hitam disebut aspal. Kebanyakan aspal alam bercampur-baur dengan mineral seperti lempung tanah, pasir sampai kerikil yang terbawa saat minyak bumi mengalir ke cekungan permukaan bumi. Aspal alam terdapat di Trinidad, Venezuela dan pulau Buton. 2. Aspal Minyak (Petroleum Asphalt) Dari hasil destilasi minyak mentah bumi akan diperoleh berbagai jenis minyak seperti : bensin, solar, minyak tanah, dsb. Residu dari hasil destilasi ini adalah aspal, namun aspal ini masih lunak yaitu mempunyai Penetrasi sekitar 300. Setelah melalui proses semi blown baru diperoleh aspal Penetrasi 60/70 dan aspal keras (asphalt cement) jenis lainnya. Berdasarkan jenisnya, jenis bitumen dibedakan atas : 1. Aspal Keras 2. Aspal Cair Pelatihan Road Design Engineer (RDE) R-2 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Rangkuman 3. Aspal Emulsi Bahan pengisi (filler) terdiri atas: 1. Loess 2. Debu Berbutir 3. Abu Terbang (Flyash) Bahan tambah (additive) digunakan untuk meningkatkan : 1. Daya Lekat Umumnya disebut stripping agent, digunakan untuk meningkatkan daya lekat batuan jenis silikat dimana kelekatan agregat terhadap aspal tidak memenuhi syarat (< 95%). 2. Titik Lembek Banyak jenis additive yang dapat menaikkan titik lembek. Seringkali disebut modifier, karena mengubah sifat-sifat (properties) aspal ke tingkat yang lebih baik. 3. Modulus Dewasa ini banyak jenis modifier yang dipasarkan untuk meningkatkan sifat-sifat campuran aspal sehingga dapat lebih tahan terhadap beban berat dan lebih awet karena umurnya lebih panjang. Bahan beton mencakup: agregat, semen portland, dan baja tulangan. Secara umum jenis agregat digolongkan sebagai berikut : 1. Pasir a. Pasir Sungai b. Pasir Gunung c. Pasir Buatan 2. Kerikil Kerikil diperoleh dari pelapukan alami batuan, berukuran lebih besar dari pasir yang dianggap tertahan No.4 atau ¼“. a. Kerikil Kacang Polong (Pea Gravel) b. Kerikil Sungai 3. Batu Pecah Batu pecah dihasilkan dari pemecahan mekanik dari berbagai jenis batuan atau berangkal. Contoh : batu kapur, granite, batuan singkapan, quartzite, dsb a. Batu Pecah Bergradasi b. Terak (Slag) Terdapat 8 jenis Semen Portland berikut ini : 1. Tipe I : jika sifat-sifat khusus yang disebutkan tipe lainnya tidak diperlukan. 2. Tipe IA : sama dengan tipe I, jika air entraining diperlukan. 3. Tipe II : jika ketahanan sedang terhadap sulfat dan hidrasi panas diperlukan. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) R-3 Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Rangkuman 4. Tipe IIA : sama seperti tipe II, jika air entraining diperlukan. 5. Tipe III : jika kekuatan yang tinggi diperlukan 6. Tipe IIIA : sama seperti tipe III, jika air entraining diperlukan. 7. Tipe IV : jika hidrasi panas rendah diperlukan 8. Tipe V : jika ketahanan tinggi terhadap sulfat diperlukan Baja tulangan terdiri dari : a. Ulir (deform) dengan kode D untuk tegangan tariknya, contoh : D32 b. Polos (plain) dengan kode U untuk tegangan tariknya, contoh : U24 Pelatihan Road Design Engineer (RDE) R-4 Modul SIR-03 : Bahan Jalan Daftar Pustaka DAFTAR PUSTAKA 1. American Association of State Highway and Transportation Officials, Standard Specifications for Transportation Materials and Methods of Sampling and Testing, Washington DC, 1994 2. Asphalt Institute, The Asphalt Handbook, Manual Series No. 4, Maryland, 1989 3. Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifikasi Umum Jalan, Jakarta, 2005. 4. Krebs, Robert D., Walker Richard D, Highway Materials, MC Graw-Hill, 1971 5. Oglesby, Clarkson H, Highway Engineering, John Wiley and Sons, New York, 1982. 6. Road Research Laboratory, Bituminious Materials in Road Construction, London, 1962 Pelatihan Site Inspector of Roads (SIR) DP-1