Uploaded by User24464

Lembar Latihan Policy Brief

advertisement
Lembar Latihan
Policy Brief Outline
Peningkatan Produksi Komoditas Sayuran Bebas Residu Pestisida
Ringkasan Eksekutif:
(Dua-empat kalimat yang meringkas seluruh isi policy brief, terutama tujuan dan pesan utama (key
messages). Gunakan bahasa yang mudah dikenali; tekankan pentingnya (hasil) penelitian bagi
kebijakan untuk menarik perhatian pengambil kebijakan untuk membaca) Biasanya ditulis terakhir.
Pendahuluan
- Target pencapaian swasembada pangan dan ketahanan pangan
- Data WHO tahun 2000 meninggal akibat keracunan pestisida, 5-10ribu per tahun dampak penyakit
kanker, dll.
Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan dibangunnya ketahanan
pangan yang mandiri dan berdaulat, dengan sasaran meningkatkan kemampuan produksi dan
kecukupan penyediaan pangan secara mandiri; menyediakan pangan yang beraneka ragam dan
memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat; serta meningkatkan
nilai tambah dan daya saing komoditas pangan di pasar dalam dan luar negeri.
Hak atas pangan, termasuk pangan segar yang aman merupakan salah satu hak asasi manusia. Hal ini
telah disepakati dalam FAO/WHO International Conference on Nutrition di Roma pada tahun 1992.
Gambaran kondisi keamanan pangan segar dapat diketahui dari hasil pengujian keamanan pangan
segar yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP). Pengujian tersebut meliputi pengujian
residu pestisida, mikroba, dan logam berat. Berdasarkan pengujian residu pestisida di laboratorium
yang dilakukan oleh BKP, diperoleh informasi bahwa kandungan residu pestisida yang tidak
memenuhi syarat pada pangan segar mengalami tren yang meningkat. Pangan segar yang tidak
memenuhi syarat sejak tahun 2005 sampai dengan 2012 adalah 38,89 persen, 5,56 persen, 12,50
persen, 13,89 persen, 15,91 persen, 33,33 persen, 55,0 persen dan 22,50 persen. (Renstra BKP
Tahun 2014-2019).
Pangan segar yang tidak memenuhi syarat ini disebabkan karena mengandung residu pestisida yang
dilarang atau di atas ambang batas. Standar yang digunakan dalam menentukan apakah contoh
memenuhi syarat atau tidak adalah SNI 7313 : 2008, Codex Alimentarius dan Permentan Nomor
01/Permentan/OT.140/1/2007 tentang Daftar Bahan Aktif Pestisida yang Dilarang dan Pestisida
Terbatas.
Penggunaan pestisida adalah salah satu yang paling memberikan kontribusi terhadap peningkatan
produksi pertanian sejak tahun 1970. Dari tahun ke tahun, jumlah pestisida yang beredar di
Indonesia semakin meningkat. Pada tahun 2008 jumlah pestisida yang beredar sebanyak 1702
formulasi, sedangkan pada tahun 2006 terdaftar sebanyak 1336 formulasi, dimana insektisida
menduduki ranking terbanyak (517 merek), disusul kemudian herbisida (366 merek) dan fungisida
(236 merek) (PPI 2008). Tahun 2012 formulasi pestisida di Indonesia mencapai 2475 formulasi
(Direktorat Pupuk dan Pestisida 2012) seperti terlihat pada Gambar 1. Menurut FAO (1998)
penggunaan herbisida di Indonesia pada tahun 1996 sebesar 26.570 ton meningkat 395% dibanding
tahun 1991 (6.739 ton). Di Asia, Indonesia termasuk negara yang banyak menggunakan pestisida
setelah Cina dan India (Soerjani 1990).
Penggunaan pestisida yang makin intensif dan cenderung tidak terkontrol, mengakibatkan
agroekologi pertanian dan kesehatan manusia sebagai konsumen menjadi terabaikan. Pengendalian
hama sebelum program pengendalian hama terpadu (PHT) lebih banyak mengandalkan pestisida
jenis organoklorin yang memilki toksisitas tinggi dan persistensi lama dalam tanah sehingga
berpotensi mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia. Meskipun perlindungan
tanaman dengan sistem PHT telah digalakan, namun masih banyak petani yang menggunakan
pestisida secara tidak bijaksana. Di beberapa daerah, sebagian petani taaman pangan dan sayuran
masih menggunakan insektisida yang sudah dilarang (Soejitno dan Ardiwinata 1999).
Pesan Utama:
(box, optional; biasanya maksimum tiga, satu kalimat untuk setiap pesan) biasanya ditulis di akhir
Metodologi:
(tidak selalu perlu; perlu jika ada hal yang unik dalam penelitian atau dipandang perlu untuk
menunjukkan dasar yang kredibel bagi hasil penelitian yang menjadi basis rekomendasi)
Hasil dan Kesimpulan penelitian:
Upaya meningkatkan kualitas lingkungan pertanian
Telah terjadinya penurunan kualitas lahan pertanian sebagai dampak penggunaan bahan
agrokimia seperti pupuk dan pestisida memerlukan penanggulangan yang menyeluruh sehingga
dampak negative lingkungan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan agar keamanan pangan dapat
terjamin. Beberapa upaya dapat dilakukan antara lain (1) Melakukan remediasi lahan tercemar
residu pestisida, (2) Melakukan praktek pertanian secara baik Good Agricultural Practices, (3)
Implementasi konsep Pertanian Ramah Lingkungan Berkelanjutan.
Remediasi lahan pertanian tercemar pestisida
Remediasi adalah upaya penanggulangan terhadap residu pestisida yang telah mencemari
lahan pertanian dengan tujuan untuk menurunkan konsentrasinya sehingga tidak berdampak
negative terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Beberapa teknologi hasil penelitian yang
dapat dilakukan antara lain penggunaan biochar ataupun arang aktif untuk remediasi lahan
pertanian (Tabel 1).
Tabel 1. Beberapa teknologi berpotensi dalam penanggulangan residu pestisida di lahan pertanian
Teknologi
Teknologi arang aktif untuk
menurunkan konsentrasi
residu insektisida
organoklorin dan
organofosfat di lahan kubis
Hasil Penelitian
Perlakuan urea coating memiliki nilai efisiensi agronomi
tertinggi disbanding dengan perlakuan ameliorant lainnya
dengan nilai 21,66 pada tanaman kubis. Pemberian arang
aktif termasuk urea coating dapat menurunkan residu
klorpirifos pada saat 1 hari setelah aplikasi (HSA) dan 30
(HSA) (Ardiwinata et al., 2009)
Pupuk urea berlapis arang
aktif yang meningkatkan
efisiensi pupuk N, dan
imobilisasi residu insektisida
pada lahan padi
UAA dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N sekitar
13,50% terhadap urea pril dan mampu menurunkan
residu linden dan klorpirifos dalam tanahmasing-masing
berkisar 89,43 - 97,44% dan 88,01 – 97,2% (Sri Wahyuni
et al., 2010)
Teknologi bioremediasi untuk
mendegradasi residu pestisida
senyawa POPs untuk tanaman
sayuran melalui pemanfaatan
bakteri dan jamur
Remediasi dengan mikroba konsorsia (Azotobacter
chroococcum, Bacillus aryabhattai, Pseudomonas mallei,
Trichodermasp) dapat menurunkan residu 4 POPs
(endosulfan, dieldrin, DDT, dan heptaklor) sebanyak
45,8%-91,9% dengan indek penurunan sekitar 2731%.(Harsanti et al, 2012)
Teknologi arang aktif yang
diperkaya dengan mikroba
pendegradasi senyawa pops
di lahan sayuran.
Penurunan Residual drin pada lahan pertanaman sawi
terbesar pada perlakuan urea arang aktif tongkol jagung
diperkaya mikroba konsorsia mencapai 49,35% dan diikuti
urea arang aktif tempurung kelapayang diperkaya
mikroba konsorsia sebesar 40,76%. Residu insektisida
aldrin, heptaklor, dieldrin, dan DDT pada tanaman sawi
saat panen semua masih terdeteksi, hasil terendah pada
perlakuan Urea berlapis arang aktif tempurung kelapa
diperkaya mikroba dan Urea berlapis arang aktif tongkol
jagung diperkaya mikroba diikuti yaitu sebesar 0,03-0,05
ppm untuk DDT dan 0,02-0,03 ppm untuk dieldrin dan
efisiensi pupuk N berdasarkan N tanah sebesar 40,6%
pada perlakuan Urea berlapis arang aktif tongkol jagung
diperkaya mikroba dan N air 35,6% perlakuan Urea
berlapis arang aktif tongkol jagung tanpa diperkaya (Sri
Wahyuni et al., 2012)
Teknologi arang aktif yang
diperkaya dengan mikroba
pendegradasi senyawa POPs
di lahan padi
Penurunan residu insektisida POPs pada lahan sawah
untuk aldrin 36,17% perlakuan urea berlapis arang aktif
tempurung kelapa diperkaya mikroba, Heptaklor 36,3%
pada perlakuan urea berlapis arang aktif tongkol jagung
diperkaya mikroba, dieldrin 32,94% perlakuan urea
berlapis arang aktif tempurung kelapa diperkaya mikroba,
DDT 22,46% perlakuan. Urea berlapis arang aktif tongkol
jagung diperkaya mikroba (Sri Wahyuniet al., 2012)
Sumber: Hasil penelitian Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Tahun 2009-2012
Data dari Dirjen Pupuk dan Pestisida (2016) melaporkan 3207 merek dagang pestisida yang telah
terdaftar.
Gambar 1. Jumlah formulasi pestisida 2006-2016
(Sumber: Komisi Pestisida, 2006; PPI, 2008; 2010, 2011; Direktorat Pupuk dan Pestisida Kementerian
Pertanian, 2012, 2013, 2014, 2015, 2016)
Meningkatnya formulasi pestisida di Indonesia tersebut disebabkan lemahnya pengawasan
pemerintah, oleh karena itu pemerintah menerbitkan Permentan No. 107 Tahun 2014 tentang
pengawasan pestisida. Pelaksanaan Pengawasan Pestisida dilakukan secara terpadu dan
terkoordinasi baik antarinstansi terkait maupun antarpusat, provinsi dan kabupaten/kota. Koordinasi
pengawasan di pusat dilakukan oleh Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida pusat yang dibentuk
dengan Keputusan Menteri Pertanian. Koordinasi pengawasan di provinsi dilakukan oleh Komisi
Pengawasan Pupuk dan Pestisida provinsi yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur.
Hasil penelitian Balingtan tahun 2013 dan 2014 ditemukan beberapa sentra padi dan
sayuran telah terkontaminasi residu endosulfan dengan kisaran 0,0032-0,2196 ppm (Kabupaten
Jombang) dan 0,01-0,021 ppm (Kota Batu), (Balingtan, 2013; 2014). Endosulfan pada kubis sebesar
0,0017 ppm dan diakumulasi pada daging kelinci sebesar 0.00043 ppm yang diberi makan kubis
tersebut di Bumi aji, Kota Batu diteliti oleh Sulistyaningsih et al (2014).
Rekomendasi kebijakan:
(Upayakan hanya satu rekomendasi yang jelas, jika diperlukan maksimum tiga rekomendasi; jelas
dan implementabel; tunjukkan kelebihan dari alternatif yang ada; dapat berupa revisi terhadap
kebijakan yang ada; jelaskan pula dampak dari revisi kebijakan)
Kebijakan pemerintah terkait komoditas sayuran yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas secara
seimbang demi tercapainya ketahanan dan keamanan pangan.
Teknologi pestisida ramah lingkungan dan teknologi mitigasi residu pestisida di lahan pertanian.
Edukasi perilaku petani dalam pengelolaan pestisida di lahan pertanian.
Referensi:
Renstra BKP Tahun 2015-2019
Penulis:
Kelompok X
(Ketua, juru bicara dan anggota)
Download