BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Kecerdasan Majemuk Teori multiple inteligensi atau kecerdasan majemuk ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang psikolog perkembangan dan professor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard Univercity, Amerika Serikat. Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa inteligensi bukanlah kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ dalam ruang tertutup yang terlepas dari lingkungannya. Akan tetapi inteligensi memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-macam. Gardner menekankan pada kemampuan memecahkan persoalan yang nyata, karena seseorang memiliki kemampuan inteligensi yang tinggi bila ia dapat menyelesaikan persoalan hidup yang nyata, bukan hanya dalam teori. Semakin seseorang terampil dan mampu menyelesaikan persoalan kehidupan yang situasinya bermacam-macam dan kompleks, semakin tinggi inteligensinya. Penemuan Gardner tentang intelegensi seseorang telah mengubah konsep kecerdasan. Menurut Gardner, kecerdasan seseorang diukur bukan dengan tes tertulis, tetapi bagaimana seseorang dapat memecahkan problem nyata dalam kehidupan. Intelegensi seseorang dapat dikembangkan melalui pendidikan dan jumlahnya banyak, hal ini berbeda dengan konsep lama yang menyatakan bahwa inteligensi seseorang tetap mulai sejak lahir sampai kelak dewasa, dan tidak dapat diubah secara signifikan. Bagi Gardner suatu kemampuan disebut inteligensi bila menunjukkan suatu kemahiran dan keterampilan seseorang untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ditemukan dalam hidupnya. Hal ini memicu upaya keras dari Howard Gardner untuk melakukan penelitian dengan melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang pada akhirnya melahirkan teori multiple intelligences (kecerdasan jamak). Multipe intelelligences yang telah dikemukakan Gardner diterjemahkan dalam kata yang berbeda pada beberapa buku. 1. Pada Alder (2001) dalam Andi Ichsan Mahardika (2011: 23) diterjemahkan sebagai kecerdasan yang berlipat ganda 2. Uno (2009: 123) dalam Andi Ichsan Mahardika (2011: 23) mengartikan sebagai kecerdasan ganda. 3. Efendi (2005:135) dalam Andi Ichsan Mahardika (2011: 23) diterjemahkan sebagai kecerdasan majemuk, dengan menggunakan serapan diartikan sebagai multi inteligensi. Gardner (2003) mengemukakan kecerdasan majemuk didasari bahwa orang mempunyai kekuatan memahami berbeda dan gaya pemahaman yang kontras. Membawa visi alternatif yang didasarkan pada panganan mengenai pikiran yang berbeda secara radikal, dan visi menghasilkan pandangan mengenai sekolah yang amat berbeda, sekolah yang terpusat pada individual, yang menerima pandangan multi dimensi dari kecerdasan. Pandangan Howard Gardner dituangkan dalam buku Frames of Mind: The theory of multiple intelligences (1983). Dalam buku tersebut Gardner membahas teori multiple intelligences yang mengemukakan tujuh kecerdasan dasar pada diri manusia yang sangat bermanfaat dalam kehidupan (Gage & Berliner, 1991; Amstrong, 1994; Brualdi, 1996). Namun demikian pada tahun 1999, Howard Gardner mengembangkan teorinya dan menambahkan satu kecerdasan lagi yaitu kecerdasan natural yang belum di sebutkan sebelumnya, sehingga teori kecerdasan majemuk menjadi 8 jenis kecerdasan (Christison dan Kennedy, 1999). Ada kemungkinan jumlah jenis kecerdasan ini terus bertambah jumlahnya karena Howard Gardner terus mengeksplorasi kemungkinan adanya tambahan jenis kecerdasan lain (Gardner, 1999). Kecerdasan adalah kemampuan memecahkan masalah dan membuat suatu produk yang bermanfaat bagi kehidupan (Amstrong, 1994; McGrath & Noble, 1996). Kebanyakan orang mengenalnya sebagai prediksi kesuksesan di sekolah bakat bersekolah. Sementara kecerdasan sejati mencakup berbagai keterampilan yang lebih luas pada semua segi kehidupan kecerdasan majemuk/ganda. Kecerdasan majemuk adalah teori kecerdasan yang dikembangkan Howard Gardner 18 tahun silam yang mengemukakan bahwa paling tidak ada delapan jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan verbal-linguistik, logis-matematis, visualspasial, kinestetik, musik, intrapribadi, antarpribadi, dan naturalis. B. Jenis – jenis Kecerdasan Majemuk Jenis – jenis Kecerdasan Menurut Howard Gardner, antaralain: KECERDASAN 1. Linguistic KEMAMPUAN INTI Kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata, dan keragaman fungsi bahasa. 2. Logical –Mathematical Kepekaan dan kemampuan untuk mengamati pola-pola logis dan numerik (bilangan) serta kemampuan untuk berpikir rasional/logis. 3. Musical Kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasikan ritme. Nada (warna nada), dan bentuk-bentuk ekspresi musik. 4. Spatial Kemampuan mempersepsi dunia ruang visual secara akurat dan melakukan transformasi persepsi tersebut. 5. Bodily Kinesthetic Kemampuan mengontrol gerakan tubuh dan menangani objek secara terampil. 6. Interpersonal Kemampuan untuk mengamati dan merespon suasana hati, temperamen, dan motivasi orang lain. 7. Intrapersonal Kemampuan untuk memahami perasaan, kekuatan dan kelemahan serta intelegensi sendiri. 8. Naturalis Kemampuan menggolongkan benda, tumbuhan 1. Kecerdasan verbal-linguistik Kecerdasan verbal-linguistik adalah kemampuan berfikir dalam bentuk kata-kata secara efektif baik secara lisan maupun tulisan dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan mengapresiasikan makna. Mengungkap kalimat dengan menggunakan kata yang tepat. Dengan demikian ada empat komponen dalam kecerdasan ini yakni: fonologis (kepekaan bunyi), sintaksis (struktur dan susunan kalimat), semantik (pemahaman tentang makna), dan pragmatika (kemampuan berbahasa untuk mencapai sasaran praktis). Karakteristik Senang mendengarkan cerita; senang bercerita; bermain peran; permainan kata, seperti tebak kata (teka teki); peka terhadap suara dan arti kata-kata; mampu dan gemar baca-tulis; kaya perbendaharaan kata; dan menyelesaikan tugas verbal lebih cepat. Tanda-tanda kesulitan Sulit dalam ekspresi verbal; sulit dalam menangkap informasi verbal; sulit dalam percakapan; tidak tanggapi pemikiran dengan lengkap (kehilangan kata-kata & ekspresi); tidak efisien menggunakan kalimat perintah; menanggapi dengan pertanyaan yang tidak biasa diajukan; lebih suka tugas yang tidak mengandalkan pendengaran; tidak dapat membedakan ide pokok saat bicara; sulit membedakan bunyi kata yang mirip; tidak dapat cerita ulang atas cerita yang baru didengar; sulit identifikasi & menghasilkan ritme pada kata-kata; mengabaikan awalan & akhiran tertentu; tidak dapat mengulang serangkaian kata atau angka yang disebut secara verbal. Upaya menstimulasi Ajak anak berbicara; bacakan cerita; main huruf dan angka; latih rangkaian cerita; diskusi; bermain peran; perdengarkan lagu anak-anak. 2. Kecerdasan logis-matematis Kemampuan menggunakan angka secara efektif dan penalaran secara baik. Kecerdasan logis-matematis mencakup: perhitungan matematis; berfikir logis; pemecahan masalah; pertimbangan deduktif dan induktif; ketajaman akan polapola dan hubungan. Karakteristik Gemar bereksperimen; pandai mengkategorikan sesuatu; melakukan pengukuran-pengukuran; menganalisa; kuantifikasi; menuntut bukti konkrit dan empiris; memberikan penjelasan logis (terkait linguistik); dapat mengkonstruksikan solusi sebelum diartikulasikan; Tanda-tanda kesulitan Sulit menguasai konsep yang bersifat kuantitatif dan hubungan sebabakibat; sulit menangkap simbol dan konsep abstrak; kurang terampil memecahkan masalah secara logis; sulit memahami pola-pola dan hubungan; tidak mampu mengajukan dan menguji hipotesis; tidak tertarik pada bahan informasi angka dan grafik; kurang tertarik pada operasi kompleks yang melibatkan angka dan komputer; tidak tertarik pada bidang-bidang yang akrab dengan operasi angka dan pengembangan wawasan baru. Upaya menstimulasi Menyelesaikan puzzle sebagai cara melatih menyelesaikan masalah; mengenalkan bentuk geometri; memperkenalkan bilangan sajak berirama dan lagu; eksplorasi; pikiran melalui diskusi dan olah pikir; pengenalan pola; eksperimen di alam; memperkaya pengalaman berinteraksi dengan konsep matematika; menggambar dan membaca; memperkenalkan kerja perancangan; melatih membuat perancangan; menggunakan pendekatan proyek dalam pembelajaran; Lakukan permainan logis-matematis (Go, Clue, domino) dengan teman atau keluarga. Pelajari cara menggunakan sempoa. Siapkan kalkulator untuk menghitung soal matematika yang Anda hadapi dalam hidup sehari-hari. 3. Kecerdasan visual-spasial Kemampuan berpikir secara visual, imajinatif dan kreatif, khususnya terhadap objek tiga dimensi. Karakteristik Tanpa sadar sering mencorat-coret kertas ketika merasa jenuh dan senang melihat film, slide, atau foto.Senang bermain dengan bentuk dan ruang (rancang bangun) seperti puzzle dan balok ; Lebih mudah membaca gambar atau peta daripada teks ; Mampu memperkirakan jarak dengan baik ; Senang membandingkan benda; Mempunyai perhatian yang tinggi terhadap detail; Suka melamun; Suka pada kegiatan seni. Upaya menstimulasi Sering mengajak anak bepergian dan minta mereka untuk memperhatikan lokasi sebuah tempat, letak toko, dan lain-lain. Minta anak menceritakan bagaimana cara mencapai suatu tempat (misalnya ke rumah nenek). Perbanyak kegiatan menggambar, mulai dari gambar dua dimensi, lalu tingkatkan ke tiga dimensi. Sediakan juga fasilitas yang akan dibutuhkan anak untuk kegiatan menggambar ini. Perkenalkan anak dengan alat-alat bantu belajar berupa tiga dimensi, misalnya anatomi tubuh atau kerangka binatang. Kenalkan juga anak pada beberapa nama bangunan/bentuk, warna, dan arah. Lakukan permainan-permainan yang akan mengasah kecerdasan ini, misalnya : a. Bermain warna. Memperkenalkan anak pada warna-warna tertentu dan mencampur berbagai warna untuk mendapatkan warna baru. b. Permainan semacam rubik, juga dapat membantu meningkatkan kecerdasan visual-spasial, selain itu juga dapat mengembangkan kecerdasan logika matematika pada anak. c. Kegiatan mencari jejak kelompok, selain meningkatkan visual spasial, juga bisa meningkatkan beberapa kecerdasan lain seperti kecerdasan naturalis, kecerdasan logika matematika dan interpersonal. d. Permainan merakit. Misalnya permainan balok kayu atau permainan bongkar pasang. Ketika anak benar-benar mengalami kesulitan dalam merakitnya barulah anda membantu dan mengarahkannya. e. Bermain pasir. Dengan membuat istana atau bentuk-bentuk tertentu dengan pasir. Tetap damping dan berikan pengawasan kepada anak saat melakukannya. Berikan buku-buku yang cocok untuknya, yaitu jenis buku bergambar menarik apa saja yang berkaikan dengan ilmu pengetahuan, daerah wisata, bangunanbangunan bersejarah, tempat-tempat terkenal, tofografi, tubuh, peta dunia, dan lain-lain. 4. Kecerdasan kinestetik Kemampuan menggunakan badan untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan dan menyelesaikan problem (Amstrong, 1994; Gardner, 1993; Lazear, 1991). Kemampuan untuk menggerakkan objek dan mengembangkan keterampilan motorik yang halus. Kecerdasan ini mencakup: keseimbangan; kelenturan; kegesitan; ketangkasan; kontrol; keanggunan; dan ketahanan dalam gerak tubuh. Karakteristik Menurut Permendiknas No. 58 tahun 2006, pada anak usia 5-6 tahun kecerdasan kinestetik terdeteksi melalui indikator sebagai berikut : Mengekspresikan berbagai gerakan kepala, tangan/kaki sesuai dengan irama musik/ritmik dan lentur Senam fantasi bentuk meniru misal : mnirukan berbagai gerakan hewan, menirukan gerakan tanaman yang terkena angin dengan lincah Mendemonstrasikan kemampuan motorik kasar seperti melompat dan berlari dengan berbagai variasi Bergerak bebas dengan irama musik Cara Mengembangkan Kecerdasan Kinestetik pada Anak Usia Dini Menurut Sujiono (2010:59-60) Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan kinestetik anak usia dini yaitu dengan cara menstimulasi kecerdsan kinestetik anak antara lain: Menari, menari dapat melatih dan meningkatkan keseimbangan, keselarasan gerak tubuh, kekuatan dan kelenturan otot. Bermain peran atau drama, melalui kegiatan bermain peran kecerdasan kinestetik anak juga dapat berkembang, karena kegiatan ini menuntut anak untuk menggunakan tubuhnya sesuai dengan perannya, bagaimana anak berekspresi, termasuk juga gerakan tangan. Olaraga, berbagai kegiatan olahraga seperti berenang, sepak bola, tenis, bulu tangkis, ataupun senam dapat meningkatkan kesehatan dan gerak olah tubuh anak, artinya olahraga dapat mengembangkan kecerdasan kinestetik anak. Latihan ketrampilan fisik, latihan ketrampilan fisik (seperti berlari, melompat, meloncat dan berguling), pada anak salah satunya dapat dilakukan melalui kegiatan senam irama. Misalnya, aktivitas mengayunkan lengan, membungkuk dan berlari dengan variasi. Aktivitas ini dapat dilakukan saat anak berusia 5-6 tahun. Melalui aktivitas ini akan melatih kekuatan otot dan keseimbangan anak. 5. Kecerdasan musik Stimulasi kecerdasan ini berpengaruh besar terhadap aspek kecerdasan lainnya, terutama logis, linguistik dan spasial (khusus dari musik klasik). Karakteristik: Suka mendengerjan musik kapan saja dan di mana saja ; Dia suka mengoleksi CD atau kaset musik ; Dia juga suka bersenandung lagu di mana saja dan kapan saja, atau ; Dia bahkan bisa memainkan satu atau beberapa alat musik ; Dia bisa dengan mudah membedakan bunyi berbagai alat musik dalam suatu lagu ; Dia suka menonton konser musik atau film musikal ; Dia mengidolakan pemain musik atau penyanyi Kecenderungan lain Suka menyanyi dan memutar lagu-lagu; suka melakukan gerak berirama; suka melakukan kegiatan diiringi musik; menggambar dengan musik; memanipulasi komposisi musik; mencoba-coba membuat alat musik. suka Upaya menstimulasi: Menyanyikan atau memutarkan lagu-lagu; latihan mengenal ritme; belajar bersenandung; melakukan gerak berirama; latihan lagu dan aksi (operet); mendengarkan musik bersama; menggambar dengan musik; aplikasi teknologi musik; membuat alat musik. 6. Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Karakteristik: Memiliki interaksi yang baik dengan orang lain; pandai menjalin hubungan sosial; mampu mengetahui dan menggunakan berbagai cara saat berinteraksi; mampu merasakan perasaan, pikiran dan tingkah laku serta harapan orang lain; mampu bekerjasama dengan orang lain; pandai mempengaruhi orang lain; mau menerima dan memanfaatkan balikan orang lain. Kecenderungan lain Biasanya lebih menonjol dan terpilih menjadi pemimpin kelompok; menikmati suasana kebersamaan; tertarik pada perbedaan budaya dan kegiatan sosial; gemar humor saat berkomunikasi. Upaya menstimulasi: Mengembangkan dukungan kelompok (group supportive); menetapkan aturan tingkah laku yang mendukung; memberikan kesempatan bertanggung jawab; bersama-sama menyelesaikan konflik; melakukan kegiatan sosial di lingkungan sekitar; menumbuhkan sikap ramah dan memahami keragaman budaya dan adat istiadat; mengajak bermain talking stick. Robert Bolton membagi komunikasi antarpribadi dalam 4 hal yakni: keterampilan mendengarkan, menegaskan, menyelesaikan konflik, dan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah. 7. Kecerdasan Intrapersonal Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan untuk membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakannya dalam mengarahkan kehidupan sendiri. Karakteristik: Memiliki kepekaan perasaan dan situasi yang tengah berlangsung; memahami diri dan memiliki citra diri yang positif; mampu berinstrospeksi; mampu mengendalikan diri dalam situasi konflik; mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam lingkungan sosial; tahu kepada siapa harus minta bantuan saat memerlukan. Ciri-ciri lain Umumnya memiliki etika yang baik; terkadang tampak pemalu dan pendiam di lingkungan sosial; mampu menemukan cara untuk mengekspresikan perasaan dan pemikirannya secara tepat; mampu mengungkapkan diri dengan baik; memiliki motivasi untuk mencapai yang diinginkan; kerap penasaran akan makna hidup, relevansi dan tujuan sesuatu; sering membuat catatan dan gambar mengenai perasaannya; mencari dan berusaha memahami pengalaman batinnya; memiliki tanggung jawab kemanusiaan; kadang lebih suka bekerja sendiri (bukan berarti antisosial); merasa bebas untuk berkreasi. Upaya menstimulasi Mengembangkan program (attention/perhatian; 4A atau P3K acceptance/penerimaan; dalam pembimbingan appreciation/penghargaan; affection/kasih sayang); 8. Kecerdasan Naturalis Kecerdasan naturalis adalah mengklasifikasikan tanaman, batu-batuan, kemampuan mengenali dan binatang, dan artefak atau simbol- simbol budaya. Kecerdasan naturalis berkenaan dengan kemampuan mengamati dan merasakan bentuk-bentuk dan menghubungkan elemen-elemen yang ada di alam. Karakteristik: Memiliki ketertarikan yang besar pada dunia luar, sangat berminat pada lingkungan, bumi, dan spesies; gemar mengumpulkan benda-benda alam; pandai menandai kesamaan dan perbedaan yang ada di sekitar, mengingat dan menandai kekhasan suatu benda, tumbuhan atau binatang; selalu ingin mengetahui detail benda dan makhluk di sekitar. Kecenderungan lain Lebih menyukai bermain di luar rumah; suka menyendiri dan mengamati bendabenda atau makhluk di sekitar; suka memandangi benda-benda angkasa, dan perubahan alam; tidak takut dengan binatang yang umumnya dipandang menjijikkan; menikmati benda, cerita, dan tontonan tentang fenomena alam; serta menikmati dan gemar berkemah, hiking dan sejenisnya. Upaya menstimulasi Menyediakan atau bahkan mengajak membuat diorama mini untuk serangga, bebatuan dll; menyediakan atau mengunjungi tempat-tempat pemeliharaan binatang, tanaman, dan koleksi benda-benda alam; berpetualang di hutan; koleksi perangko gambar tumbuhan dan binatang; sediakan gambar, cerita, dan film tentang kehidupan alam; pengamatan terhadap tumbuhan tanpa tanah; penambahan pengetahuan tentang alam, seperti: pengenalan jenis, penjelasan asal mula makhluk, mengantisipasi bahaya alam; rancangan bahan belajar mengenai kehidupan alam; pemberian kesempatan mengeksplorasi isi alam. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan guru berkaitan dengan kecerdasan majemuk. Prinsip-prinsip tersebut menurut Amstrong (1994) sebagai berikut: 1. Setiap individu memiliki semua jenis kecerdasan Teori kecerdasan majemuk mengemukakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan dari kedelapan inteligensi. Kedelapan kecerdasan tersebut berfungsi sacara bersama-sama pada setiap orang secara unik. 2. Kebanyakan individu dapat mengembangkan setiap jenis kecerdasan pada tingkat kemampuan yang memadai. 3. Setiap kecerdasan biasanya bekerja bersama secara kompleks Dalam berfungsinya, kecerdasan berinteraksi antara satu kecerdasan dengan kecerdasan yang lain dalam kehidupan individu. C. Kecerdasan Majemuk dan Kesulitan Belajar Ada beberapa jenis atau macam kesulitan belajar, yaitu: learning disorder, learning difunction, slow learner, dan underachiever. Learning disorder adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan (Ross, 1974 Learning disfunction mengacu kepada gejala dimana proses belajar tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya anak tidak menunjukkan adanya abnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan-gangguan psikologis lainnya. Pengertian underachiever mengacu pada siswa-siswa yang memiliki potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Sedangkan slow learner adalah siswa-siswa yang lambat dalam proses belajarnya, sehingga siswa tersebut memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan tugas-tugasnya bila dibandingkan dengan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama. Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak pada berbagai jenis manifestasi tingkah laku. Gejala ini akan tampak dalam aspek-aspek motorik, konatif, kognitif, dan afektif, baik dalam proses maupun hasil belajar yang dicapainya. Dari antara jenis kesulitan belajar adalah ketidakmampuan belajar. Misalnya: “kesulitan membaca”, “masalah menggambar lukisan”, “ketidakmampuan untuk bergaul dengan rekan di tempat kerja”, “tuli nada”, “rasa takut terhadap matematika”, “canggung bila berolahraga”, dan seterusnya. Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar ialah: a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya. b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang selalu berusaha untuk belajar dengan giat tetapi nilai yang dicapainya selalu rendah. c. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, misalnya membolos datang terlambat, tidak mengerjakan tugas/PR, mengganggu di dalam dan di luar kelas, tidak mau/enggan mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, mengasingkan diri, tersisihkan, dan tidak mau bekerja sama. d. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira menghadapi situasi tertentu, misalnya menghadapi nilai rendah tidak menunjukkan adanya perasaan sedih atau menyesal. Burton mengemukakan bahwa siswa dapat dianggap mengalami kesulitan belajar bila menunjukkan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Selanjutnya Burton mendefinisikan kegagalan belajar sebagai berikut: a. Siswa dikatakan gagal, bila dalam batas waktu tertentu dia tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (mastery level), misal minimal setiap mata pelajaran telah ditetapkan guru (criterion referenced). b. Siswa dikatakan gagal, jika ia tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran tingkat kemampuannya, intelegensi, bakat) dia diramalkan akan dapat mengerjakannya atau mencapai prestasi tersebut. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under-achiever. c. Siswa dikatakan gagal, bila yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugastugas perkembangan termasuk penyesuaian sosial, sesuai dengan pola organismiknya pada fase perkembangan tertentu seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia siswa. Siswa ini dikategorikan dalam kelompok slow-learner. d. Siswa dikatakan gagal, jika dia tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya, siswa ini dapat digolongkan kepada slow-learner atau belum matang (immature) sehingga harus menjadi pengulang (repeater). Dari keempat pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa siswa dapat diduga mengalami kesulitan belajar bila siswa tersebut tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi belajar tertentu (berdasarkan ukuran kriteria keberhasilan seperti yang dinyatakan dalam SKM (Standard Ketuntasan Minimum) atau ukuran tingkat kapasitas atau kemampuan belajarnya dalam batasbatas waktu tertentu (seperti yang ditetapkan dalam silabus dan Satuan Acara Pembelajaran). Patokan Gejala Kesulitan Belajar Berdasarkan hal ini kriteria kesulitan belajar dapat ditetapkan berdasar empat hal, yaitu: (1) tujuan pendidikan, (2) kedudukan dalam kelompok, (3) perbandingan antara potensi dengan prestasi, dan (4) kepribadian D. Aplikasi Kecerdasan Majemuk dalam Pembelajaran 1. Pengembangan Strategi Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk Teori kecerdasan majemuk memberikan kesempatan bagi berbagai strategi pembelajaran yang dapat dengan mudah diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Strategi pembelajaran untuk kecerdasan intrapribadi dalah kegiatan satu menit refleksi, koneksi pribadi, pilihan waktu, saat-saat ekspresi emosi dan belajar mandiri. Adapun beberapa strategi pembelajaran bagi kecerdasan naturalis adalah observasi, klasifikasi dan organisasi, komparasi, pajan tumbuhan dan binatang, dan wisata alam (Amstrong, 1994; Hoerr, 1999). 2. Pengembangan penilaian berbasis kecerdasan majemuk Beberapa teknik penilaian otentik tersebut antara lain portofolio, proyek mandiri, jurnal siswa, penyelesaian tugas kreatif, catatan anekdot, observasi, dan wawancara (Gardner, 1993; Amstrong, 1994). BAB IV PENUTUP Kecerdasan adalah kemampuan memecahkan masalah dan membuat suatu produk yang bermanfaat bagi kehidupan (Amstrong, 1994; McGrath & Noble, 1996). Sementara kecerdasan sejati mencakup berbagai keterampilan yang lebih luas pada semua segi kehidupan—kecerdasan majemuk/ganda. Kecerdasan majemuk adalah teori kecerdasan yang dikembangkan Howard Gardner 18 tahun silam yang mengemukakan bahwa paling tidak ada delapan jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan verbal-linguistik, logis-matematis, visualspasial, kinestetik, musik, intrapribadi, antarpribadi, dan naturalis. Kecerdasan majemuk adalah teori kecerdasan yang dikembangkan Howard Gardner 18 tahun silam yang mengemukakan bahwa paling tidak ada delapan jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan verbal-linguistik, logis-matematis, visualspasial, kinestetik, musik, intrapribadi, antarpribadi, dan naturalis. Prinsip-prinsip kecerdasan majemuk sebagaimana dikemukakan oleh Amstrong (1994) adalah sebagai berikut: 1. Setiap individu memiliki semua jenis kecerdasan 2. Setiap kecerdasan biasanya bekerja bersama secara kompleks Teori kecerdasan majemuk menyajikan suatu model yang memaknai semua ketidakmampuan belajar yang dialami seseorang. 1. Perencanaan Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk Untuk merancang pembelajaran yang memuat kecerdasan majemuk dapat mengikuti tahap-tahap (Amstrong, 1994) sebagai berikut: a. Penetapan suatu sasaran belajar atau topik yang spesifik b. Pengajuan pertanyaan-pertanyaan pokok berkaitan dengan kecerdasan majemuk c. Pembuatan pertimbangan berbagai kemungkinan d. Curah Pendapat e. Pemilihan aktivitas yang layak f. Penetapan rencana pembelajaran g. Implementasi rencana pembelajaran 2. Pengembangan Strategi Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk Teori kecerdasan majemuk memberikan kesempatan kepada para guru mengembangkan strategi pembelajaran yang relatif baru dalam kegiatan pembelajaran. Di antara beberapa strategi pembelajaran pokok untuk setiap kecerdasan adalah sebagai berikut. 3. Pengembangan penilaian (asesmen) berbasis kecerdasan majemuk Pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan bagi setiap siswa mengembangkan semua jenis kecerdasannya berdasarkan kelemahan dan kekuatannya. Dalam keseluruhan sistem pembelajaran mutakhir (Contextual Teachinglearning), asesmen otentik memusatkan pada tujuan, meliputi hands-on learning, menghendaki pembuatan pola kerjasama dan kolaborasi, dan penggunaan higher order thinking. DAFTAR PUSTAKA Amstrong, T. 1994. Multiple intelligences in the classroom. Alexandria, Virginia: ASCD. Amstrong, T, 1999. Seven Kinds of Smart: Alih bahasa T. Hermaya (2002). Jakarta: Gramedia Brualdi, A.C. 1996. Mutiple intelligences: Gardner’s theory. Washington DC: ERIC Clearinghouse and Evaluation. Christison, M.A. dan Kennedy, D. 1999. Multiple intelligences: Theory in adult ESL. Washington DC: National Clearinghouse for ESL Literacy Education. Gage, N. L. & Berliner, D. C. 1991. Educational Psychology. Boston; Hougton Mifflin. Rijal. 2016. Pengertian Multiple Intelligences (Kecerdasan Jamak). https://www.rijal09.com/2016/12/pengertian-multiple-intelligences kecerdasan-jamak.html Bahar, Fitriani. 2012. Kecerdasan Majemuk. https://nananksynarahim.wordpress.com/2012/05/24/kecerdasan-majemukmultiple-inteligences/