KERJA SAMA INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA

advertisement
KERJA SAMA INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA
ORGANISASI KERJASAMA ISLAM (OKI)
Sukarna Wiranta
Abstract. Indonesia’s participation in the Organisation of the Islamic Conference (OIC) in 1970
has always been cautious and dualistic. On the one hand, Indonesia has taken part in this Islamic
organisation’s meetings thus responding to the reality that the majority of its population are
Muslims, and on the other it has been doing so on its own terms. Indonesia has not become its fully
fledged member as it is prescribed in the organisation’s initial Charter because the country did not
sign the Charter and has continuously insisted on its own non-Islamic nature. So, Indonesia has
secured a unique place in the OIC by basing its participation within the organisation on the
principles of the UNCharter and its own Constitution of 1945. By the same time, Indonesia’s
involvement in the Developing-8 grouping (D-8), which is a smaller organisation established by
eight OIC member-states, has never been driven by religion. This economic organisation does not
have Islam as the basis of its activities, although it is aims strengthening the economic cooperation
and therefore political standing of its member-states vis-à-vis developed countries. Developing
nations here are not presented against the developed world through the principle of the Muslim
faith.
Keywords: Indonesian Economic Cooperation, Organization of Islam Countries (OIC), D8 in OIC
Abstrak. Partisipasi Indonesia dalam Organisasai Kerjasama Islam (OKI) terjadi pada tahun 1970
yang bersifat dualistik berarti; di satu sisi sebagai negara terbesar Islam di dunia, dan di sisi lain,
dalam konstitusinya (UUD 1945) Indonesia bukan sebagai negara Islam. Dengan demikian posisi
Indonesia bersifat unik di forum OKI. Begitu juga dalam waktu yang sama, Indonesia bergabung
dalam D8, perkumpulan atau asosiasi Negara-negara Islam (OKI) yang relatif maju sehingga
perdagangan antarmereka (intratrade) D8 cenderung berdagang dengan negara-negara barat yang
maju.
Kata Kunci: Kerja sama Ekonomi Indonesia, Organisasi Kerjasama Islam (OKI), D8 negara-negara
OKI
Organisasi Kerjasama Islam (OKI, OIC, the
Organization of Islamic Countries) yang
semula bernama Organisasi Konferensi Islam
dibentuk berdasarkan keputusan pertemuan
tingkat tinggi yang diadakan di Rabat, Maroko,
pada 25 September 1967 sebagai hasil
munculnya aksi yang terjadi di Mesjid AlAqsa–Jerussalem. OKI merupakan satu-satunya
organisasi antar pemerintah yang mewakili
umat Islam dunia. Organisasi ini beranggotakan
57 negara, termasuk Indonesia, yang mencakup
tiga kawasan yaitu Asia, Timur Tengah atau
Arab dan Afrika.
Untuk menjawab berbagai tantangan yang
mengemuka, baik dalam bidang politik,
ekonomi maupun sosial budaya, struktur dan
kinerja organisasi OKI dinilai belum efisien dan
efektif. Selain itu, OKI dipandang sebagai
organisasi internasional yang lebih banyak
menekankan pada masalah politik, terutama
masalah Palestina. Kenyataan lemahnya
koordinasi dan daya tawar (leverage) negaranegara Muslim dalam berbagai isu global,
termasuk penanganan konflik yang sebagian
besar justru berada di negara-negara anggota
OKI sendiri melatarbelakangi pembahasan isu
restrukturisasi dan revitalisasi OKI. Selain itu,
OKI dipandang hanya menjadi organisasi yang
menyuarakan kepentingan sekelompok negara.
Pada KTT ke-10 OKI di Putrajaya,
Malaysia, 11-17 Oktober 2003, OKI sepakat
untuk membentuk OKI yang siap dalam
menjawab tantangan abad ke-21, terutama
untuk aspek-aspek perampingan struktur,
metodologi, peningkatan kemampuan keuangan
dan sumber daya manusia. Menindaklanjuti
KTT tersebut, pada KTT Luar Biasa OKI ke-3
yang diadakan di Mekkah, Arab Saudi,
tertanggal 7–8 Desember 2005 telah disepakati
Mecca Declaration dan OIC Ten Years
Program of Actions (TYPOA) yang meliputi
restrukturisasi dan reformasi, termasuk
revitalisasi OKI, dalam perumusan Piagam OKI
baru.
Pada KTT ke-11 OKI di Senegal pada
tanggal 13-14 Maret 2008 dengan tema “The
Islamic Ummah in the 21st Century” telah
dihasilkan Piagam Baru OKI dengan harapan
dapat diperoleh suatu kesepakatan politik dalam
menghasilkan suatu organisasi internasional
yang dapat mewadahi kepentingan umat Islam
dan dapat memperjuangkannya di tengah
tantangan globalisasi. Hasil KTT ini merupakan
awal perubahan OKI yang tidak hanya
memfokuskan pada masalah politik tetapi juga
ekonomi dan perdagangan. Program Aksi 10
tahun OKI mencakup isu-isu politik dan
intelektual, ekonomi, ilmu pengetahuan, isu-isu
pembangunan, serta isu sosial yang mencakup
fokus pada isu perempuan, yang diharapkan
dapat menjawab kesenjangan kesejahteraan
umat.
Pada KTT Luar Biasa ke-3 OKI di Mekah,
Desember 2005, sebagai langkah implementasi
TYPOA dan juga resolusi OKI mengenai
“Muslim Women and their Role in the
Development of Islamic Society” yang telah
disahkan pada Konferensi Tingkat Menteri
(KTM) ke-32 OKI, diputuskan perlunya
pertemuan tingkat Menteri Perempuan guna
memberikan lebih banyak kesempatan kepada
perempuan dalam berbagai aspek kehidupan
sosial guna merancang sebuah plan of action
untuk meningkatkan peran wanita dalam
pembangunan masyarakat muslim. KTM
Perempuan dibentuk sebagai forum bagi
negara-negara
anggota
OKI
untuk
mendiskusikan langkah dan cara untuk
mempersiapkan strategi bersama, standar,
program dan tujuan guna meningkatkan status
perempuan.
Untuk itu, KTM Pertama mengenai Peran
Perempuan dalam Pembangunan OKI diadakan
di Istambul, Turki pada 20–21 November 2006.
Beberapa hal yang dibahas pada pertemuan
tersebut adalah (1) kebijakan nasional dan
strategi dalam peningkatan pemberdayaan
perempuan dan pengentasan kemiskinan antar
wanita; (2) partisipasi perempuan dalam
mekanisme pengambilan keputusan baik lokal
maupun nasional; (3) masa depan perempuan
dalam peningkatan partisipasi dan akses pada
pendidikan; (4) pemusnahan segala bentuk
kekerasan terhadap wanita.
Langkah dan Pengembangan OKI
Sebagai langkah mempersiapkan sebuah
program untuk dapat meningkatkan peran
perempuan, pada KTM ke-2 mengenai peran
perempuan dalam pembangunan OKI yang
diselenggarakan di Kairo, Mesir, pada 24–25
November 2008, telah disahkan OIC Plan of
Action for the Advancement of Women
(OPAAW)/Cairo Plan of Action for Women.
Pengesahan
OPAAW
ini
berdasarkan
rekomendasi KTM ke-1 Perempuan OKI di
Istanbul. OPAAW memuat komitmen negaranegara anggota OKI dalam menghadapi
berbagai kesulitan yang dihadapi peremuan
serta sebagai langkah tindak lanjut untuk
menghapuskan
segala
bentuk
tindakan
diskriminasi terhadap perempuan guna
mewujudkan kesetaraan antara perempuan dan
laki-laki dalam bentuk visi dan strategi
komprehensif untuk meningkatkan status
perempuan.
Pada 19–21 Desember 2010 telah diadakan
KTM ke-3 mengenai Peran Perempuan dalam
Pembangunan OKI di Iran. Beberapa hal yang
merupakan pencapaian dari pertemuan tersebut,
yaitu:
(1).
Pengesahan
mekanisme
implementasi Rencana Aksi Kairo mengenai
Pemajuan Perempuan OIC Plan of Action for
the Advancement of Women (OPAAW). (2).
Kesepakatan
mengenai
pembentukan
Governmental Group of Experts untuk
merancang “Covenant on the Rights of Women
in Islam” untuk direkomendasikan kepada
KTM mendatang.
Dapat digarisbawahi bahwa mekanisme
implementasi OPAAW merupakan dokumen
yang menjadi instrumen penting sebagai acuan
langkah-langkah
konkrit
untuk
mengimplementasikan
OPAAW
serta
merupakan mekanisme yang mencakup
langkah-langkah yang cukup progresif dalam
Tabel 1. Integrasi Regional Utama Negara-Negara Anggota OKI
Organisasi
Jumlah Jumlah
anggota anggota
OKI
African Economic Community
52
25
Central African Custom and
6
3
Organisasi
regional
Central African Custom and
Bentuk integrasi regional
Tahap 1= FTA
Tahap 2= Costum Union
Tahap 3= Pasar Bersama
Tahap 4= Serikat Ekonomi &
Moneter
Tahap 1= FTA
Jumlah anggota Jumlah anggota OKI
6
3
Bentuk integrasi
Tahap 1= FTA
Tahap
2=
Costum Union
Tahap 3= Pasar Bersama
Tahap 1=FTA
Common Market for Eastern and Southtrn Africa
(COMESA) ………………………..
21
Tahap
Costum Union
………………………………………… ………………
Bersama
Cross Border Initiative (CBI)
14
Economi Community of
11
Costum Union
Central Africa State
Bersama
Economic Community of
15
Bersama
Wet African States (ECOWAS)
Moneter
Indian Ocean Commission (IOC)
5
Trade Area
Mano River Union (MRU)
3
West African Economic &
7
Monetary Union (WAEMU
Moneter
Association of South East
10
Asian Nations (ASEAN)
11
Costum Union
2=
Tahap 3= Pasar
2
3
………..Free Trade Area
Tahap
1=
Tahap
12
2=
Pasar
Tahap 1= Pasar
Tahap 2= Serikat Ekonomi dan
1
6
Preferential
2
Costum Union
……… Tahap1=Pasar Bersama
Tahap 2=Serikat Ekonomi dan
3
3
Tahap 1= FTA
Tahap 2=
Black Sea Economic Cooperation (BSEC)
Operation (BSEC)
Commonwealth of
Union
East Asian Economic Caucus (EAEC)
Cooperation
Preferential Trade Area
Sumber: SEASRCIC. 2000
11
12 ……
3
6
10
7
pemajuan perempuan yang dengan mudah tanpa
pembahasan yang mendalam dapat disahkan
dalam Konferensi Tingkat Menteri Perempuan
ke-3 OKI.
Pada KTM ke-38 OKI di Astana,
Kazkhstan, Juni 2011, Indonesia telah
menyampaikan tawarannya untuk menjadi tuan
rumah penyelenggaraan pertemuan Menteri
Perempuan OKI pada tahun 2012, setelah
sebelumnya tiga negara lainnya (Kazakhstan,
Azerbaijan dan Kuwait) menarik tawarannya
menjadi tuan rumah. Tawaran Indonesia ini
kemudian dimuat di dalam Resolusi KTM ke-38
OKI No. 4/38-C mengenai Social and Family
Issues, yang disahkan sebagai salah satu hasil
KTM dimaksud. (kemlu)..
Untuk menjawab berbagai tantangan yang
mengemuka, negara-negara
anggota OKI
memandang
revitalisasi
OKI
sebagai
permasalahan yang mendesak. Semangat dan
dukungan terhadap perlunya revitalisasi OKI
dilatarbelakangi
oleh
kenyataan
bahwa
struktur dan kinerja organisasi OKI dinilai
belum efisien dan efektif. Pada KTT luar biasa
OKI ke-3, Mekah, 2005 telah disepakati Mecca
Declaration dan OIC 10-years Program of
Actions yang meliputi restrukturisasi dan
reformasi OKI, termasuk perumusan Statuta
OKI
baru
yang
diharapkan
dapat
dilaksanakan sebelum tahun 2015. OIC 10years Program of Actions merupakan awal
perubahan OKI yang tidak hanya menfokuskan
pada masalah politik tetapi juga ekonomi
perdagangan. Program Aksi 10 tahun OKI
mencakup isu-isu politik dan intelektual, isuisu pembangunan, sosial, ekonomi dan ilmu
pengetahuan yang diharapkan dapat menjawab
kesenjangan kesejahteraan umat. Berdasarkan
laporan tahunan OKI 2011, hanya 38 negara
Preferential Trade Area
……………Tahap 1 F
Tahap
2=
Costum
3
Regional
3
anggota OKI yang tergabung dalam WTO, 9
lainnya masih dalam proses. Kondisi ini yang
menyebabkan perdagangan intra OKI tidak
menguntungkan dibandingkan jika mereka
berdagang dengan negara
di luar
OKI.
Lemahnya fasilitas perdagangan, kurangnya
informasi, besarnya hambatan tarif dan nontarif, serta struktur perdagangan yang ada
saat ini, tidak mendukung bagi kerjasama
regional yang kuat.
Dalam kaitan ini Indonesia yang cukup aktif
dalam OKI dapat memainkan peranan yang
penting bagi terselenggaranya perdagangan
internsional dan kerjasama ekono yang lebih
kuat dengan negara-negara OKI. Kadin dan
Kementrian
Perdagangan pun
mulai
menyepakati bahwa pasar negara OKI di masa
mendatang
akan menjadi
pasar ekspor
potensial bagi produk Indonesia dengan
semakin melemahnya pasar Eropa dan Amerika
yang diterpa krisis berkepanjangan. Pada tahun
2009, Indonesia ditunjuk selaku Ketua
Peace Committee for the Southern
Philippines (OIC-PCSP) untuk Periode 20092011.
Posisi ini cukup strategis bagi Indonesia
selaku pemimpin perdamaian di kawasan
ASEAN dan OKI. Di tahun 2014, Kongress
OKI akan di gelar di Jakarta dan Indonesia
kembali masuk dalam bursa ketua OKI.
Pemerintah Indonesia memiliki modal dasar
yang kuat terkait peranan-peranan di dunia
internasional: Pertama, sebagai negara muslim
terbesar di dunia Indonesia menjadi kekuatan
penting pada abad ke-21 terkait dengan
pembangunan demokrasi.
Di dunia Islam–selain Malaysia dan Turki-,
pertama, konsep demokrasi dan toleransi sulit
diterapkan secara penuh oleh negara-negara
anggota OKI. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan munculnya konflik kekerasan hingga
memakan korban jiwa yang tidak sedikit dalam
pelaksanaan demokrasi di kawasan Timur
Tengah. Kedua, sebagai ketua ASEAN, posisi
Indonesia
semakin
diperhitungkan.
Permasalahannya adalah mampu tidaknya
pemerintah
mengelola
potensi
strategis
sebagai
ketua
ASEAN tersebut. Jika
momentum ini dapat terwujud, maka kerjasama
baik dari sisi ekonomi, politik dan sosial budaya
antara Indonesia dengan negara-negara Islam
akan semakin kuat. Kajian ini bertujuan untuk
menjajagi berbagai aspek perkembangan
kerjasama ekonomi baik yang bersifat
perdagangan maupun non perdagangan (bantuan
luar negeri, pembiayaan
bersama
dan
seterusnya)
dalam
kerangka
kerjasama
negara-negara
OKI.
Diharapkan dalam
penelitian ini menghasilkan rekomendasi
kebijakan yang menempatkan posisi Indonesia
untuk memegang peranan vital dalam
revitalisasi dan restruktrisasi OKI yang masih
terkesan lambat.
Tujuan dan Sasaran
Untuk menganalisis
perkembangan
dan
dinamika
kerja sama
ekonomi
antara
Indonesia dengan negara-negara anggota OKI.
Menganalisis dampak liberalisasi perdagangan
kerja sama investasi antara Indonesia dengan
negara-negara anggota OKI. Menganalisis
kemungkinan kerja sama moneter dan keuangan
antara anggota OKI untuk meminimalisir
dampak krisis keuangan global. Menganalisis
peran vital Indonesia dalam kerangka
kerjasama ekonomi dan non ekonomi dengan
negara-negara anggota OKI.
Adapun sasaran umum dari penelitian ini
adalah sebagai berikut: Terwujudnya kerja
sama ekonomi yang solid antara Indonesia
dengan negara-negara anggota OKI melalui
peningkatan
volume
perdagangan
dan
stabilitas keuangan antar negara anggota.
LANDASAN TEORI DAN ALUR PIKIR
Literatur klasik yang menjelaskan tentang
preferensi perdagangan, dikemukakan oleh
Viner (1950).
Menurutnya, pengaturan
perdagangan regional akan menguntungkan bagi
perbaikan kesejahteraan masyarakat jika: 1)
mencakup area spesialisasi produksi yang luas
dalam
sebuah
blok
perdagangan;
2)
hambatan tarif maupun non tarif untuk
perdagangan intra
harus berkurang;
3)
hambatan tarif dan non tarif dengan negara
ketiga harus
lebih
rendah
setelah
pembentukan perjanjian perdagangan; (4)
untuk memperluas cakupan keuntungan
kesejahteraan bersih, perjanjian perdagangan
harus memberikan akses kepada setiap negara
yang berkepentingan, terlepas dari lokasi
geografis; 5) perjanjian perdagangan  harus
mendukung negara-negara anggota untuk
meliberalisasi perdagangannya dan akhirnya; 6)
perjanjian perdagangan harus membatasi
penggunaan kebijakan perdagangan yang tidak
adil, dan meminimalkan efek proteksi dari
ketentuan asal barang dan kebijakan apapaun
yang melemahkan persaingan perdaganganan.
Sedangkan
tahapan/tingkatan
integrasi
ekonomi yang merupakan dmapak ikutan dari
blok-blok perdagangan internasional dapat
diklasifikasikan ke dalam enam kelompok
sebagaimana yang disampaikan oleh Balassa
(1966), yaitu : (1). Preferential
Trade
Agreement(Kesepakatan
Preferensi
Perdagangan), bentuk paling
lemah dari
integrasi ekonomi. (2). Free
Trade
Area(Kawasan
Perdagangan
Bebas)
bertujuan untuk
memperluas kegiatan
perdagangan antar anggota blok. (3).
Common Union (Serikat Kepabeanan),
sepakat untuk menghapuskan atau mengurangi
tarif antara mereka sendiri, juga menetapkan
kebijakan tarif eksternal umum terhadap pihak
ketiga. (4). Common Market (Pasar
Bersama),
Sebuah
pasar
bersama
memungkinkan arus bebas tidak hanya untuk
barang tetapi juga pelayanan dan faktor-faktor
produksi seperti modal, tenaga kerja,
kewirausahaan dan lain-lain. (5). Monetary
Union (Serikat
Moneter),
menetapkan
pusatotoritas
moneter,
yang
akan
menentukan kebijakan moneter untuk semua
negara anggota. (6). Economic Union(Serikat
Ekonomi),
para
anggota
akan
mempertahankanperdagangan bebasbarang dan
jasa, menetapkan tarif eksternal umum di
antara anggota, memungkinkan mobilitas modal
yang bebas dan tenaga kerja.
Krisis Politik yang Melanda Negara-Negara
Anggota OKI sejak Awal Januari 2011
Krisis ini menunjukkan bahwa dunia Islam
saat ini membutuhkan  role of model 
dalam proses transisi dan demokrasi. Sebagai
salah satu anggota OKI dengan jumlah
penduduk mayoritas beragama Islam terbesar
di
dunia,
Indonesia
dituntut untuk
memberikan kontribusi nyata dalam upaya
mencapai perdamaian di kawasan Timur
Tengah. Indonesia dipandang mampu untuk
berperan sebagai teladan (role of model )bagi
keserasian antara Islam, modernitas dan
demokrasi damai, serta sebagai bridge
build hubungan Barat dan Islam.
Untuk itu, ide untuk membentuk Islamic
Common Market kian mendesak, beberapa
alasan kuat untuk pembentukan ICM
didukung oleh bukti
empiris tentang
hancurnya pembangunan ekonomi di 56 negara
mayoritas Islam selama kurun waktu yang lama,
meskipun fakta menunjukkan bahwa dunia
islam kontemporer memiliki keseluruhan
prasyarat bagi perkembangan ekonomi yang
maju (Ahmed dan Urugel, 1996; Anjum, 1996).
Mendukung
temuan
ini,
buruknya
perdagangan internasional sebagai mesin
pertumbuhan
bagi
negara-negara
Islam
dikarenakan oleh faktor-faktor berikut: (1).
Kebijakan ekonomi yang tidak konsisten dari
pemerintah negara-negara Islam; (2). Negaranegara
Islam
kontemporer
memiliki
ketergantungan pada beberapa ekspor; (3).
Produk primer (Produk pertanian misalnya,
bahan baku, bahan bakar dan lain-lain) untuk
mendapatkan devisa guna membiayai proyek
pembangunan
mereka;
(4).
Elastisitas
permintaan pendapatan rendah terutama pada
produk primer; (5). Harga produk terus
memburuk utamanyajika dibandingkan dengan
harga
barang-barang
manufaktur
di
internasional pasar; (6). Ekspor negara-negara
Islam yang efektif didukung oleh negara
maju yang sekuler melalui penerapan kebijakan
diskriminatif tarif, kuota dan hambatan non-tarif
lainnya pada impor mereka cukup tinggi
terutama untuk barang manufaktur, sehingga
membuat negara-negara Islam sangat rentan
di bidang perdagangan internasional dan
karenanya merusak proses industrialisasi
mereka; (7). Arus modal negatif negaranegara Islam karena ketergantungan mereka
atas ekspor- impor; (8). Ekspor inelastis, Islamic
Common Market  memiliki potensi menjadi
pasar terbesar dari diversifikasi kontemporer
dunia. Hal
ini
mampu
memberikan
kesempatan yang memadai untuk perusahaan
konstituen
untuk
sepenuhnya
mengembangkan serta memanfaatkan link
budaya Islam mereka dalam rangka untuk
mencapai solidaritas sosial-ekonomi dan untuk
menghasilkan permintaan agregat besar.
Kerjasama Indonesia-OKI
Pada KTT OKI di Istanbul Turki pada tahun
1990 diadopsi the Standard Committee for
Economic and Commercial Cooperation of the
OIC (COMPSEC) ditetapkan tujuan dari
perdagangan intra OKI. Hal ini merupakan
prinsip
umum
mengenai
pembentukan
preferensi perdagangan (preferiantial trade).
Pertemuan
ini
pada
intinya
adalah
mempromosikan perdagangan antar negara
OKI, terutama D8 (Bangladesh, Mesir,
Indonesia, Malaysia, Pakistan, Iran, Turki dan
Nigeria). Sejak itu dibentuk 1) the Protocol on
the Preferential Tarrrif Scheme for TPS-OIC
rule of origin di mana persetujuan ini
melengkapi the Framework Agreement dengan
mereduksi tarif yang berkaitan dengan time
table untuk diimplementasikan. 2) PRETAS:
Rules of Origin (ketentuan asal barang) di mana
setelah tahap ini digunakan asal barang untuk
dipreferensi dan dikonsesi berdasarkan TPS dan
PRETAS. PRETAS disahkan pada 5 Februari
2010 oleh 10 negara OKI, sementara ketentuan
tentang asal barang masih menunggu ratifikasi
dari negara- negara anggota OKI.
Perdagangan Intra OKI
Terdapat 8 negara utama dalam OKI yang
disebut 8D yaitu: Bangladesh, Indonesia,
Malaysia, Pakistan, Iran, Turki, Mesir, dan
Nigeria. Malaysia merupakan negara terbesar
dalam perdagangan regional (intra trade).
Perdagangan 8D ini mencapai US$3,4 triliun
pada tahun 2008 turun menjadi US$2,5 tiliun
pada tahun 2009. Ini berarti 3 kali level 10
tahun lalu atau 5 kali level 20 tahun yang lalu.
Tabel 1. Kinerja Ekspor D8 OKI, 2010 (USD juta)
Tahun
1990 1995 2000 2005 2006 2007 2008 2009
2010
Malaysia
1334 3843 5367 10931 12573 15916 19577 16814 25613
Indonesia
1390 4889 4998 9088 10406 16920 21695 17699 24770
Turkey
1502 2245 2503 8034 11136 14077 17964 13363 19818
Iran,.
1550 1741 1835 5469 7712 9013 13246 8616 14551
Pakistan
857
2050 1585 3120 3273 4328 5382 4980
6419
Egypt
345
641
1159 1636 1447 1457 4166 4645
5761
Bangladesh 260
389
586
1056 1298 1389 2000 2536
3562
Nigeria
25
282
697
1695
808
1645 2067 1993
2564
Total
7263 16079 18730 41028 48653 64746 86096 70646 103057
Sumber: International Monetary Fund (2011).
(%)
25
24
19
14
6
6
4
3
1
Tabel 2, Dekomposisi Perdagangan intra D8-OKI
N e g a r a p a r t n e r (%)
Negara
Banglade Mesi Indonesi Iran Malaysi Nigeri Pakist Turk
ekspor
sh
r
a
a
a
an
i
Banglade
0
0,01
0,08
0,0
0,05
0,00
0,02
0,04
sh
2
Mesir
0,00
0
0,05
0,0
0,02
0,02
0,10
0,79
0
Indonesia
0,06
0,06
0
0,0
0,59
0,02
0,11
0,10
4
Iran
0,03
0,10
0,07
0
0,04
0,01
0,35
0,10
Malaysia
0,06
0,05
0,60
0,0
0
0,01
0,12
0,09
6
Nigeria
0,01
0,00
0,01
0,0
0,21
0
0,12
0,43
0
Pakistan
0,26
0,07
0,06
0,1
0,06
0,03
0
0,33
7
Turki
0,04
0,31
0,04
0,4
0,02
0,03
0,06
0
8
Sumber: Yaghoob Jafari et al adapted dari United Nation, 2010, Journal of Trade Economic
Operation and Development, 32, 2011
Dalam kaitannya dengan perdagangan
dunia, perdagangan dunia mencapai US$25,1
triliun pada tahun 2009, naik siginifikan
dibandingkan tahun 1990 yang berjumlah
US$6,9 triliun, dan mencapai puncaknya pada
tahun 2008 yang berjumlah US$32,5 triliun.
Dengan adaanya resesi global, diperkirakan
nilai perdagangan global akan turun secara
signifikan, yaitu sekitar 23 % pada tahun 2009.
Penurunan drastis ini lebih besar dibandingkan
dengan penurunan sebelumnya selama krisis
2001 (3,6 %), 1998 (1,8 %). dan 1993 (1,6 %).
Sementara itu, perdagangan negara-negara
Total
0,22
0,98
0,98
0,70
0,99
0,78
0,92
0,95
anggota OKI juga mengalami penurunan, yaitu
turun dari $3,4 triliun pada 2008 menjadi $2,5
triliun pada 2009. Penurunan ini akan terus
berlangsung selama 1 dekade mendatang atau
sekitar 5 kali dibandingkan 20 tahun yang lalu
(Lihat tabel 1).
Arus perdagangan antarnegara tergantung
banyak faktor. Perdagangan bilateral antara 2
negara diasumsikan proporsional dalam level
PDB masing-masing Negara. PDB berperang
penting sebab dalam kenytaannya besarnya
PDB menunjukkan besar pula perbedaan
produk (product differential) dan spesialisasi
sehingga
negara
tersebut
besar
perdagangannya. (Fujimore & Edmond, 2006).
Teori keunggulan komparatif (theory of
comparative advantage) merupakan teori yang
dikemukakan oleh David Ricardo. Menurutnya,
perdagangan internasional terjadi bila ada
perbedaan keunggulan komparatif antar negara.
Ia berpendapat bahwa keunggulan komparatif
akan tercapai jika suatu negara mampu
memproduksi barang dan jasa lebih banyak
dengan biaya yang lebih murah daripada negara
lainnya. Sebagai contoh, Indonesia dan
Malaysia sama-sama memproduksi kopi dan
timah. Indonesia mampu memproduksi kopi
secara efisien dan dengan biaya yang murah,
tetapi tidak mampu memproduksi timah secara
efisien dan murah. Sebaliknya, Malaysia
mampu dalam memproduksi timah secara
efisien dan dengan biaya yang murah, tetapi
tidak mampu memproduksi kopi secara efisien
dan murah. Dengan demikian, Indonesia
memiliki keunggulan komparatif dalam
memproduksi kopi dan Malaysia memiliki
keunggulan komparatif dalam memproduksi
timah.
Perdagangan
akan
saling
menguntungkan jika kedua negara bersedia
bertukar kopi dan timah.
Dalam teori keunggulan komparatif, suatu
bangsa dapat meningkatkan standar kehidupan
dan pendapatannya jika negara-negara tersebut
melakukan spesialisasi produksi barang atau
jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi
tinggi.. Kedua, Model Adam Smith ini
memfokuskan pada keuntungan mutlak yang
menyatakan bahwa suatu negara akan
memperoleh keuntungan mutlak dikarenakan
negara tersebut mampu memproduksi barang
dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan
negara lain. Menurut teori ini, jika harga barang
dengan jenis sama, tidak memiliki perbedaan di
berbagai negara maka tidak ada alasan untuk
melakukan perdagangan internasional.
Kemudian, terdapat Model Ricardian yang
memfokuskan pada kelebihan komparatif dan
mungkin merupakan konsep paling penting
dalam teori pedagangan internasional. Dalam
sebuah
model
Ricardian,
negara
mengkhususkan dalam memproduksi apa yang
mereka paling baik atau efisien diproduksi.
Tidak seperti model lainnya, kerangka kerja
model ini memprediksi negara-negara akan
menjadi spesialis secara penuh dibandingkan
memproduksi bermacam barang komoditas.
Model Ricardo juga tidak secara langsung
memasukan faktor pendukung, seperti jumlah
relatif dari buruh dan modal dalam negara.
Selanjutnya, dalam teori perdagangan
tradisional,
model
Heckscher-Ohlin
menunjukkan bahwa pola dari perdagangan
internasional ditentukan oleh perbedaan dalam
faktor pendukung. Model ini memperkirakan
kalau negara-negara akan mengekspor barang
yang membuat penggunaan intensif dari faktor
pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor
barang yang akan menggunakan faktor lokal
yang langka secara intensif. Masalah empiris
dengan model H-O, dikenal sebagai Pradoks
Leotief, yang diuji secara empiris oleh Wassily
Leontief yang menemukan bahwa Amerika
Serikat lebih cenderung untuk mengekspor
barang buruh intensif dibandingkan memiliki
kecukupan modal dan sebagainya.
Akhirnya, faktor spesifik dalam model ini,
mobilitas buruh antara industri satu dan yang
lain sangat mungkin ketika modal tidak
bergerak antar-industri pada jangka pendek.
Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu
dalam faktor spesifik jangka pendek dari
produksi, seperti modal fisik, tidak secara
mudah dipindahkan antar-industri. Teori ini
memperkirakan jika ada peningkatan dalam
harga sebuah barang, pemilik dari faktor
produksi spesifik ke barang tersebut pada term
sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari
faktor produksi spesifik berlawanan (seperti
buruh dan modal) yang artinya cenderung
memiliki agenda bertolak belakang ketika
melobi untuk pengendalian atas imigrasi buruh.
Hubungan sebaliknya terjadi, kedua pemilik
mempunyai keuntungan bagi pemodal dan
buruh dalam kenyataannya membentuk sebuah
peningkatan dalam pemenuhan modal. Model
ini ideal untuk industri tertentu. Model ini
cocok pula untuk memahami distribusi
pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola
pedagangan.
Selain itu, OKI juga bergiat pada isu-isu
non-ekonomi seperti isu sosial, budaya dan isu
lainnya. Salah satu yang sedang dilakukan oleh
OKI di Indonesia adalah konferensi OKI
tentang HAM (hak asasi manusia) yang
diselenggarakan di Jakarta pada Februari 2012.
Isu tentang HAM di Negara-negara OKI adalah
sebagai berikut: (1). Organisasi Kerja Sama
Islam (OKI) kini mulai serius menggarap isu
Hak Asasi Manusia (HAM). Keseriusan ini
tampak dalam pertemuan pertama Komisi
Permanen dan Independen Hak Asasi Manusia
Organisasi Kerja Sama Islam (OIC-Independent
Pemanent Human Rights Commission/IPHRC),
atau biasa disebut Komisi HAM OKI, di Jakarta
tanggal 20-24 Februari 2012. Sebanyak 17
Komisioner dari 18 anggota Komisi, wakil dari
24 negara OKI, dan 2 wakil dari negara
observer hadir dan aktif dalam kesempatan
tersebut. Bahkan, pakar-pakar internasional di
bidang HAM dan anggota-anggota organisasi
masyarakat sipil turut meramaikan pertemuan
tersebut.OKI yang bermarkas di Jeddah, Arab
Saudi, dengan 57 negara anggota ini merupakan
organisasi internasional terbesar kedua setelah
PBB. Semula organisasi ini bernama Organisasi
Konferensi Islam (Organization of Islamic
Conference/OIC), namun pada 28 Juni 2011
berganti nama menjadi Organisasi Kerja Sama
Islam(Organization of Islamic Cooperation/OIC
). (2). Komisi HAM OKI dibentuk pada
Pertemuan Tingkat Menteri (Council of
Foreign Ministers/CFM) ke-38 di Astana,
Karzhkastan pada Juni 2011. Di awal kiprahnya
ini, Komisi HAM OKI mulai menggodok
secara komprehensif draft rule of procedure
(tata kerja) dan mandat mereka. Para
Komisioner
juga
membahas
hak-hak
sipil,politik, ekonomi, sosial, dan budaya di
negara-negara anggota OKI serta situasi dan isu
HAM pada Agenda OKI. Situasi di Palestina
dan wilayah okupasi Arab lainnya pun
ditetapkan juga menjadi agenda permanen
Komisi. Tentunya hal ini tidak terlepas dari
alotnya pembahasan untuk isu-isu yang sulit
disepakati, misalnya tentang hubungan antara
standar dan prinsip HAM universal dengan
nilai-nilai Islam. Wakil Menteri Luar Negeri
RI, Wardana menyampaikan harapan Indonesia,
agar Komisi HAM OKI dapat menjadi salah
satu kekuatan pendorong reformasi proses
transformasi OKI untuk menjadi organisasi
yang efektif. Komisi ini juga diharapkan
mampu memberikan pemahaman yang benar
tentang kompatibilitas nilai-nilai Islam, HAM,
dan demokrasi. Indonesia pun siap memberikan
dukungan penuh terhadap Komisi ini agar dapat
bekerja secara efektif dan kredibel. Sementara
Sekjen OKI Ekmeleddin Ihsanoglu turut
menggarisbawahi bahwa pembentukan Komisi
HAM OKI merupakan suatu tonggak capaian
penting dalam sejarah kerja sama OKI selama
40 tahun terakhir. Untuk pertama kalinya, OKI
membentuk badan permanen yang juga
merupakan organ utama OKI yang berisikan
pakar-pakar di bidang HAM. Ini merefleksikan
proses
modernisasi
organisasi
sedang
berlangsung. Harapannya, dengan organ baru
ini bisa mengatasi berbagai persoalan dan
kesalahpahaman yang kerap berujung pada
Islamofobia. (3). Peranan Indonesia cukup
menonjol dalam Komisi HAM OKI. Sebabnya,
pertama, Indonesia menjadi tuan rumah untuk
Pertemuan Pertama. Kedua, komisioner
perempuan dari Indonesia, Dr. Siti Ruhaini
Dzuhayatin, pakar HAM, didaulat sebagai
chairperson interim dalam pertemuan tersebut.
Hal ini memberikan warna sendiri bagi
Indonesia
sebagai
negara
berpenduduk
mayoritas
Muslim
yang
menerapkan
demokrasi, dan mampu melahirkan tokoh
perempuan yang sanggup berkontribusi di level
global dan berperan dalam memimpin negaranegara Islam lainnya untuk mencari terobosan
dalam suatu isu yang dipandang sangat krusial
di dunia internasional. Terlebih lagi, dengan
berbagai fasilitas yang dimiliki, serta
keberhasilan memadukan demokrasi, HAM,
dan Islam, Indonesia dinilai paling tepat
sebagai markas tetap bagi Kantor Komisi HAM
OKI. Beberapa komisioner bahkan secara
informal sempat menyampaikan harapan agar
Pertemuan Tingkat Menteri OKI ke-39
mendatang dapat menetapkan Indonesia sebagai
tuan rumah Kantor Komisi HAM OKI.
Sebabnya, dari aspek nilai taktisnya, pertemuan
pertama ini telah dapat memberikan landasan
awal bagi kerja Komisi HAM OKI di masa
mendatang serta membangun interaksi yang
intensif dan saling percaya intra negara-negara
anggota Komisi HAM OKI. Komisi ini pun
telah menetapkan agenda rutin dan prioritas
agenda berikutnya, antara lain: ‘hak-hak wanita
dan anak-anak, hak atas pembangunan, hak atas
pendidikan, isu-isu HAM pada agenda OKI,
dan kerja sama dengan negara anggota OKI
dalam pemajuan dan perlindungan HAM’. (4).
Sedangkan, dari aspek nilai strateginya,
pertemuan tersebut telah mampu menyedot
perhatian besar dari civil society serta media
nasional
dan
internasional.
Berbagai
pemberitaan media massa banyak menyorot
keberhasilan Komisi HAM OKI dalam
menampilkan komisioner perempuan.
Menteri Luar Negeri Indonesia Marty
Natalegawa mengatakan pihaknya menggalang
dukungan negara-negara yang tergabung dalam
Gerakan Non-Blok dan Organisasi Konferensi
Islam untuk membantu Palestina menjadi
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Posisi Indonesia jelas sangat mendukung
upaya Palestina tersebut, baik sebagai suatu
negara maupun bahkan kita menggalang posisi
negara-negara anggota Gerakan Non-Blok
misalnya dan juga dengan negara anggota OKI
untuk menyuarakan hal yang sama. Namun
dukungan yang sangat diperlukan Palestina
untuk menjadi anggota penuh PBB adalah di
tingkat Dewan Keamanan. Palestina harus
didukung setidaknya sembilan negara anggota
tidak tetap Dewan Keamanan dan tidak ada satu
pun anggota tetap yang memveto.
Sejauh ini Presiden Amerika Serikat Barack
Obama telah menegaskan negaranya yang
menjadi salah satu anggota tetap Dewan
Keamanan dan menjadi sekutu dekat Israel,
akan memveto permohonan Palestina menjadi
anggota tetap PBB.Meski begitu, dukungan
negara-negara lain tetap diperlukan untuk
menjajaki kemungkinan lain yang bisa
ditempuh Palestina.Indonesia perlu memastikan
bahwa negara-negara anggota Gerakan NonBlok di Dewan Keamanan PBB menunjukkan
sikap yang tegas dan konsisten. Oleh karena itu,
Gerakan Non-Blok dan Komite Palestina
mengadakan pertemuan di sela-sela sidang PBB
di New York untuk membahas hal tersebut.
Negara-negara anggota Non-Blok yang saat
ini duduk di Dewan Keamanan PBB adalah
India, Kolombia, Lebanon, Nigeria, Gabon, dan
Afrika Selatan. Anggota tidak tetap lainnya
adalah Brasil, Portugal, dan BosniaHerzegovina. Hingga saat ini, belum ada
jaminan bahwa keenam anggota Non-Blok
yang duduk di Dewan Keamanan akan
memberikan suara bagi Palestina terutama di
tengah tekanan dan lobi berbagai pihak.Secara
formal,
negara-negara
anggota
dalam
pertemuan Gerakan Non-Blok di Bali Mei lalu
telah diarahkan untuk memberikan pengakuan
kepada Palestina dan mendukung upaya
Palestina.
"Sekarang waktunya bagi negara-negara
NAM CAUCUS (kaukus Non-Blok di Dewan
Keamanan) perlu ada koordinasi dan
komunikasi antara mereka secara tegas dan
konsisten. Dalam kaitan ini, sangat janggal
ketika sebagian besar negara di Timur Tengah
ada perubahan ke arah perbaikan justru bangsa
Palestina yang telah berpuluhan tahun tidak ada
kemajuan, sebab tetap dalam kondisi demikian"
Menurut
Marty
Natalegawa,
bila
permohonan keanggotaan Palestina benar-benar
mendapat veto Amerika, masih terbuka opsiopsi lain, misalnya membawa persoalan ini ke
Sidang Majelis Umum PBB. Bila jalur ini
ditempuh tentu saja Palestina tidak bisa menjadi
anggota penuh karena masalah keanggotaan
suatu entitas sebagai negara di PBB
mengharuskan adanya rekomendasi dari Dewan
Keamanan PBB sehingga langkah yang
ditempuh di Sidang Majelis Umum PBB itu
sifatnya tidak untuk menjadi anggota PBB
melainkan mungkin sebagai negara peninjau
PBB.
Marty menggambarkan masalah Palestina
ini menjadi agenda pembahasan intensif dalam
pertemuan-pertemuan
formal
maupun
pertemuan di koridor markas besar PBB dan
acapkali diwarnai pendekatan bahkan tekanan
untuk meyakinkan pihak lain.Namun, pada
umumnya anggota PBB sependapat masalah
prinsip tidak bisa dikompromikan. Apalagi
sekarang di kawasan Timur Tengah dan Afrika
utara yang semakin berubah dengan adanya apa
yang
dinamakan
Arab
Spring,
demokratisasi."Presiden Palestina Mahmoud
Abbas secara resmi mengajukan permohonan
Palestina menjadi anggota tetap PBB.
Indonesia Siap Menjadi Tuan Rumah
Pertemuan Menkes OKI Keempat Tahun 2013
January 31, 2012 | 1:19 pm
Menkes RI, Dr. Endang Rahayu
Sedyaningsih, MPH, Dr.PH selaku Ketua
Delegasi RI bersama anggota delegasi
menghadiri Pembukaan Pertemuan Panitia
Pengarah Bidang Kesehatan Organisasi
Konferensi Islam (OKI) ke 5, di Markas Besar
OKI yang berlokasi di Jeddah, Arab Saudi
(31/1). Pertemuan diketuai Menteri Kesehatan
Kazastan, Kairbekoba dan dihadiri oleh para
Menteri Kesehatan dari 8 anggota OKI antara
lain Republik Khazakhstan, Iran, Djibouti,
Tajikistan, Senegal, Kerajaan Saudi Arabia dan
perwakilan organisasi seperti WHO, UNFPA,
dan GF ATM.
Menkes mendapat kesempatan pertama
untuk memberikan statement di depan
perwakilan 7 negara dan 9 organisasi Islam dan
dunia.
Dalam
pernyataannya
Menkes
menyampaikan tiga hal penting yaitu Apresiasi
kepada penyelenggara, Sekretariat OKI dan
Panitia Pengarah karena memasukan unsur
Kesehatan Masyarakat dan Kesejahteraan
Sosial pada Deklarasi ASTANA; Perlunya
implementasi dari hasil kespakatan yang ada;
dan Kesiapan Indonesia untuk menjadi tuan
rumah Pertemuan Menteri Kesehatan Islam
yang ke-4 pada tahun 2013.
Kerja sama kesehatan dalam kerangka OKI
berada dalam forum Islamic Conference of
Health Ministers (ICHM) yang diselenggarakan
setiap 2 tahun sekali. Host Conference secara
otomatis ditunjuk sebagai Ketua ICHM yang
sekaligus juga menjadi anggota Steering
Committee. ICHM ke-1 diselenggarakan di
Malaysia
tahun
2007,
ICHM
ke-2
diselenggarakan di Iran tahun 2009, ICHM ke-3
diselenggarakan di Astana, Kazakhstan pada 29
September – 1 Oktober 2011.
Konferensi ICHM menghasilkan resolusi
dan deklarasi. Resolusi merupakan hasil
kesepakatan anggota OKI atas isu-isu yang
dibicarakan dalam konferensi. Resolusi bisa
merupakan pengembangan resolusi konferensi
sebelumnya atau dibuat sebagai bentuk adopsi
terhadap resolusi WHO yang disesuaikan
dengan konsep Islami. Untuk memonitor,
mengevaluasi, dan menindaklanjuti deklarasi
dan resolusi yang dihasilkan ICHM,
dibentuklah suatu komite yang disebut Steering
Committee on Health. Selanjutnya, dengan
terpilihnya Indonesia menjadi Host Conference
Pertemuan Menteri Kesehatan OKI tahun 2013,
maka Menkes RI akan menjadi Ketua Penitia
Pengarah Bidang Kesehatan OKI tahun 2013 –
2014. Dalam hubungan ini, Dirjen PP-PL,
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama yang
mendampingi Menkes RI dalam pertemuan
tersebut melakukan pembicaraan dengan
beberapa pihak seperti Assistant Secretary
General Organization of Islamico Cooperatin
(OIC), Director General Department of Science
and Technology, The OIC General Secretariat,
dan
perwakilan
SESRIC.
Mereka
mendiskusikan terkait Persiapan Indonesia
menjadi tuan rumah pertemuan Menteri
Kesehatan negara anggota OKI tahun 2013 di
mana akan dilakukan konferensi membahas
mengenai Rencana Persiapan Pandemi, Gizi
dan Kerjasama Konkrit OKI di Bidang
Kesehatan di Indonesia.
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) ini
bertujuan untuk menjaga dan melindungi
kepentingan dunia Islam dalam semangat
mempromosikan perdamaian internasional dan
harmoni di antara berbagai umat di seluruh
dunia. Kemudian, Indonesia menjadi tuan
rumah pertemuan kedua Pembuat Vaksin dan
Obat-Obatan
Negara-negara
Organisasi
Kerjasama Islam (OKI), 16-19 Juni 2013 di
mana sebagai perusahaan vaksin satu-satunya
di Indonesia, PT Bio Farma (Persero) siap
untuk menyelenggarakan gelaran besar
tersebut.
Menurut Corporate Secretary Bio Farma,
pertemuan yang akan berlangsung di Bandung,
Jawa Barat itu merupakan tindak lanjut dari
keputusan Pertemuan Kelompok Penasehat
Negara Islam di Ankara Turki serta pada
Pertemuan Komite Pengarah ke-6 tentang
Kesehatan Negara-negara OKI di Jakarta.
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga
menyampaikan kesediaan untuk menjadi tuan
rumah pertemuan final Rencana Implementasi
Program Aksi Kesehatan Strategis 2013-2022.
Dalam rangkaian pertemuan tersebut, PT Bio
Farma juga menjadi narasumber. Dalam
workshop Pembuat Vaksin (Workshop on
Vaccine Manufacturers) pada 16 Juni 2013.
BPPOM
juga
akan
menyelenggarakan
workshop mengenai Pengalaman Indonesia dan
Negara-negara OKI dalam Memperkuat Fungsi
Badan POM dalam pembuatan vaksin di lokasi
yang sama," ujar dia. Di antara negara-negara
Islam, baru Indonesia yang telah memproduksi
dan mensuplai produksi vaksin untuk program
imunisasi di sejumlah negara, termasuk negara
Islam. Kemampuan Bio Farma dalam
kemandirian vaksin itu telah menjadi referensi
atau dijadikan contoh oleh pembuat vaksin di
negara-negara Islam
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mohammed. 1998 Proliferation of
Regional Groupings: Policy Options for the
OIC,Journal of Economic Coperation, 1530.
Balasa, Bela 1965 “Trade Loiberalization and
Revealed Comparative Advantage.” The
Manchester School of Economic and Social
Studies. 33: 99-124.
Hassan, M. Kabir and Faridul Islam, (2001)
Prospect and Problems of a Common
Market: An Empirical Examination of the
OIC Countries, American Journal of Islamic
Social Sciences, 19 -46
Irwin, A. 2001. “Further Integration of
Developing Countries, Including Least
Developed Countries in the Multilateral
Trading System.” In
Trade,
Development
and Environtment. New
York: Kluwer International.
Krugman, P. R., & Obsfeld, M. 1999.
International Economic, Theory and
Polic (Second Ed.). New York: Harper
Collin.
L. Raimi, H.I. Mobolaji, (2008) "Imperative
of economic integration among Muslim
countries:
Lessons
from
European
globalisation", Humanomics, Vol. 24 Iss: 2,
pp.130 – 144.
Manohar, Ponnusamy and Subba Rao, Pulapa.
2006, “South Pacific Economic Union:
could it be viable?”, the Univesity of Papua
New Guinea, Development Bulletin, 70:203
Naisbit, J. (1995). Megatrend Asia: the Eight
Asian Megatrend that are Changing the
World. Helsinki: Werner Sonderstrom.
Salvatore,
D.
(2004).
International
Economics(8th ed)
. New York: John
Wiley.
SESRTCIC. (2000) Regional Economic
Grouping of the OIC Countries, Vol. 21,
Number 2000: 67-114
Suhodo, Diah Setiari, (2005), Integrasi
Ekonomi dalam Islam, dalam
Sistem
Perdagangan dalam Islam penyunting:
Mashyuri, Pusat Penelitian Ekonomi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Jakarta.
Yaghoob Jafari et al adapted from United
Nation, 2010, Journal of Trade Economic
Operation and Development, 32, 2011
The Nation, (2011) Economic integration of
OIC countries need of the hour.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
(Kemenlu), [2013] Indonesia siap menjadi
tuan rumah OKI 2013, Jakarta
Mark Skounsen (2005);Sejarah Pemikiran
Ekonomi: Sang Maestro Teori-teori
Ekonomi Modern; Sebuh narasi Kritis
Menyikapi Pergumulan Intelektual dan
Kepedihan Sosial di dalam Menyelesaikan
Masalah-masalah Ekonomi, Jakarta
Download