Pengertian Alang-alang Agoes (2010:1) berpendapat, “Alang-alang adalah jenis rumput menahun dengan tunas panjang, bersisik, dan merayap dibawah tanah liat. Tanaman ini memiliki ujung (pucuk) tunas runcing dan tajam seperti ranjau duri yang muncul di tanah. Alang-alang berbatang pendek, menjulang naik ke atas tanah, dan tingginya berkisar 0,2 - 1,5 m. Bunganya terkadang memiliki rambut di bawah buku yang berwarna (merah) keunguan.” Latief (2012:17) berpendapat,“...Tinggi 30 - 180 cm. Batang padat dan daun seperti rumput. Dalimartha (2006:2) berpendapat,“...Tanaman yang mudah menjadi banyak ini bisa ditemukan pada ketinggian 1 - 2.700 m di atas permukaan laut(dpl.). Terna setahun ini tumbuh tegak dengan tinggi 30 -1 80 cm, berbatang padat, dan berbuku-buku yang berambut jarang. Daun berbentuk pipa, tegak, berujung runcing, tepi rata, berambut kasar dan jarang. Warna daun hijau, panjang 12 - 80 cm, dan lebar 5-18 mm. Perbungaan berupa bulir majemuk dengan panjang tangkai bulir 6 - 30 cm. Panjang bulir sekitar 3 mm, berwarna putih, agak menguncup, dan mudah diterbangkan angin. Pada satu tangkai terdapat dua bulir bersusun. Yang terletak di atas adalah bunga sempurna, sedang yang di bawah adalah bunga mandul. Pada pangkal bulir terdapat rambut halus yang panjang dan padat berwarna putih. Biji jorong dengan panjang sekitar satu mm berwarna cokelat tua. Akar kaku, berbuku-buku, dan menjalar”. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa alang-alang berbentuk seperti rumput dengan tinggi 30-180 cm. Alang-alang (Imperata cylindrica) adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome) yang menyebar luas di bawah permukaan tanah. Alang-alang dapat berkembang biak melalui biji dan akar rimpang, namun pertumbuhannya terhambat bila ternaungi. Oleh karena itu salah satu mengatasinya adalah dengan jalan menanam tanaman lain yang tumbuh lebih cepat dan dapat menaungi. Morfologi Tumbuhan Alang-Alang Alang-Alang pada umumnya tumbuh liar di hutan, ladang, lapangan berumput, dan pada tepi jalan pada daerah kering yang mendapat sinar matahari. a. Ciri Bunga Alang-Alang Bunga tanaman alang-alang mempunyai susunan bulir yang majemuk serta agak memguncup, panjang daun bisa tumbuh dari 6 – 28 cm. Di dalam setiap cabangnya terdiri dari 2 bulir, Panjang bulir sekitar 3 mm, Pada pangkal bulir terdapat rambut halus yang panjang dan padat berwarna putih, agak menguncup, dan mudah diterbangkan oleh angin. b. Ciri Daun Alang-Alang Daun tanaman alang-alang memiliki bentuk memanjang seperti pita dan berjenis tunggal, pangkalnya saling menutup. Daun alang-alang memiliki warana hijau ada juga yang kemerah-merahan jika umurnya sudah tua, ujung daun runcing dan tajam serta berdiri tegak dan kasar, harus hati-hati jika kita mendekat dan bersentuhan dengan tanaman ini karena daunnya bisa melukai kulit kita dan timbul rasa gatal. c. Ciri Tangkai Alang-Alang Tangkai bunga alang-alang biasanya mempunyai diameter tangkai 1 – 3 mm, pada bagian kepala putik memiliki bentuk menyerupai bulu ayam, Pada satu tangkai terdapat dua bulir bersusun, yang terletak diatas adalah bunga sempurna, sedang yang dibawah adalah bunga mandul. Klasifikasi Tumbuhan Alang-alang Kingdom (Dunia/Kerajaan) : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisio (Pembagian) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Classis (Kelas) : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas : Commelinidae Ordo (Bangsa) : Poales Familia (Suku) : Poaceae (suku rumput-rumputan) Genus (Marga) : Imperata Species (Jenis) : Imperata cylindrica (L.) Beauv. Pengendalian Gulma Alang-alang (Imperata cylindrica) (pembuatan peraturan/perundangan, karantina, sanitasi dan peniadaan sumber invasi). Tindakan paling dini dalam upaya menghindari kerugian akibat invasi gulma adalah pencegahan (preventif). Pencegahan dimaksud untuk mengurangi pertumbuhan gulma agar usaha pengendalian sedapat mungkin dikurangi atau ditiadakan. Pencegahan sebenarnya merupakan langkah yang paling tepat karena kerugian yang sesungguhnya pada tanaman budidaya belum terjadi. Pencegahan biasanya lebih murah, namun demikian tidak selalu lebih mudah. Pengetahuan tentang cara-cara penyebaran gulma sangat penting jika hendak melakukan dengan tepat. a. Peniadaan Sumber Invasi dan Sanitasi Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk meniadakan sumber invasi adalah : 1. Menggunakan biji tanaman yang bersih dan tidak tercampur biji lain terutama biji-biji gulma. 2. Menghindari penggunaan pupuk kandang yang belum matang. 3. Membersihkan tanah-tanah yang berasal dari tempat lain, tubuh dan kaki ternak dari biji-biji gulma. 4. Mencegah pengangkutan tanaman beserta tanahnya dari tempat-tempat lain, karena pada bongkahan tanah tersebut kemungkinan mengandung biji-biji gulma. 5. Pembersihan gulma dipinggir-pinggir sungai dan saluran air. 6. Menyaring air pengairan agar tidak membawa biji-biji gulma ke petakpetak pertanaman yang diairi. b. Karantina Tumbuhan Karantina tumbuhan bertujuan mencegah masuknya organisme pengganggu tumbuhan lewat perantaraan lalu-lintas/perdagangan. Karantina tumbuhan merupakan cara pengendalian tidak langsung dan relatif paling murah Implementasi kultur teknis dilakukan dengan penanganan kacangan untuk menyaingi pertumbuhan gulma pada tanaman kelapa sawit fase Tanaman Belum Menghasilkan (TBM). Pengendalian kultur teknis merupakan cara pengendalian gulma dengan menggunakan praktek-praktek budidaya, antara lain : 1. Penanaman jenis tanaman yang cocok dengan kondisi tanah. 2. Penanaman rapat agar tajuk tanaman segera menutup ruang kosong. 3. Pemupukan yang tepat untuk mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga mempertinggi daya saing tanaman terhadap gulma. 4. Pengaturaan waktu tanam dengan membiarkan gulma tumbuh terlebih dahulu kemudian dikendalikan dengan praktek budidaya tertentu. 5. Penggunaan tanaman pesaing (competitive crops) yang tumbuh cepat dan berkanopi lebar sehingga memberi naungan dengan cepat pada daerah di bawahnya. 6. Modifikasi lingkungan yang melibatkan pertumbuhan tanaman menjadi baik dan pertumbuhan gulma tertekan. a. Rotasi Tanaman (Crop Rotation) Rotasi tanaman atau pergiliran tanaman sebenarnya bertujuan memanfaatkan tanah, air, sinar matahari dan waktu secara optimum sehingga diperoleh hasil yang memadai. Dengan pergiliran tanaman maka pada umumnya permukaan tanah akan selalu tertutup oleh naungan daun tanaman, sehingga gulma tertekan. b. Sistem Bertanam (Croping System) Perubahan cara bertanam dari monokultur ke polikultur (intercropping atau multiple croping) dapat mempengaruhi species gulma yang tumbuh sehingga menimbulkan perbedaan interaksi dalam kompetisi. Cara penanaman tumpang sari, tumpang gilir, tanaman sela atau lainnya ternyata dapat menekan pertumbuhan gulma, karena gulma tidak sempat tumbuh dan berkembang biak akibat sinar matahari serta tempat tumbuhnya selalu terganggu. c. Pengaturan Jarak Tanam (Crop Density) Peningkatan kepadatan tanaman meningkatkan efek naungan terhadap gulma sehingga mengurangi pertumbuhan dan reproduksinya. Meskipun demikian pada jarak tanam yang sempit mungkin tanaman budidaya memberikan hasil relatif kurang. Oleh sebab itu sebaiknya penanaman dilakukan pada jarak tanam yang optimal. d. Pemulsaan (Mulching) Mulsa akan mempengaruhi cahaya yang akan sampai ke permukaan tanah dan menyebabkan kecambah-kecambah gulma serta berbagai jenis gulma dewasa mati. Disamping mempertahankan kelembaban tanah, mulsa akan mempengaruhi temperatur tanah e. Tanaman Penutup Tanah (Legum Cover Crop-LCC) Sering disebut tanaman pelengkap (smother crops) atau tanaman pesaing (competitive crops). Sebagai tanaman penutup tanah biasa digunakan tanaman kacang-kacangan (leguminosae) karena selain dapat tumbuh secara cepat sehingga cepat menutup tanah tetapi dapat juga digunakan sebagai pupuk hijau. Pengendalian secara biologi dilakukan dengan mengembangkan tumbuhan liar berguna serta introduksi dan eksplorasi musuh alami gulma. Tumbuhan liar berperan sebagai inang dari predator/parasitoid terhadap ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS). Pengendalian gulma terpadu dilakukan untuk menghindari ketergantungan dari bahan kimia yaitu melalui eksplorasi musuh alami gulma. Pengendalian hayati (biological control) adalah penggunaan biota untuk melawan biota. Pengendalian hayati dalam arti luas mencakup setiap usaha pengendalian organisme pengganggu dengan tindakan yang didasarkan ilmu hayat (biologi). Berdasarkan hal ini maka penggunaan Legum Cover Crops (LCC) kadang-kadang juga dimasukkan sebagai pengendalian hayati. Pengendalian hayati pada gulma adalah suatu cara pengendalian dengan menggunakan musuh-musuh alami baik hama (insekta), penyakit (patogen), jamur dan sebagainya guna menekan pertumbuhan gulma. Hal ini biasa ditujukan terhadap suatu species gulma asing yang telah menyebar secara luas di suatu daerah. Pemberantasan gulma secara total bukanlah tujuan pengendalian hayati karena dapat memusnahkan agen-agen hayati yang lain. a. Pengendalian Alami dan Hayati Berdasarkan campur tangan yang terjadi maka dibedakan antara pengendalian alami dan pengendalian hayati. Perbedaan utama terletak pada ada atau tidaknya campur tangan manusia dalam ekosistem. Dalam pengendalian alami disamping musuh alami sebagai pengendali hayati masih ada iklim dan habitat sebagai faktor pengendali non hayati. Sedang pada pengendalian hayati ada campur tangan manusia yang mengelola gulma dengan memanipulasi musuh alaminya. Pengendalian hayati merupakan metode yang paling layak dan sekaligus paling sulit dipraktikkan karena memerlukan derajat ketelitian tinggi dan serangkaian test dalam jangka waktu panjang (bertahun-tahun) sebelum suatu organ pengendali hayati dilepas untuk pengendalian suatu species gulma. Dasar pengendalian hayati adalah kenyataan bahwa di alam ada musuh-musuh alami yang mampu menekan beberapa species gulma. b. Musuh-musuh Alami Gulma Ada beberapa syarat utama yang dibutuhkan agar suatu makhluk dapat digunakan sebagai pengendali alami : 1. Makhluk tersebut tidak merusak tanaman budidaya atau jenis tanaman pertanian lainnya, meskipun tanaman inangnya tidak ada. 2. Siklus hidupnya menyerupai tumbuhan inangnya, misalnya populasi makhluk ini akan meningkat jika populasi gulmanya juga meningkat. 3. Harus mampu mematikan gulma atau paling tidak mencegah gulma membentuk biji/berkembang biak. 4. Mampu berkembang biak dan menyebar ke daerah-daerah lain yang ditumbuhi inangnya. 5. Mempunyai adaptasi baik terhadap gulma inang dan lingkungan yang ditumbuhinya. Pengendalian gulma dengan menggunakan senyawa kimia tanpa mengganggu tanaman pokok dikenal dengan nama “Herbisida“. Kelebihan dan keuntungan penggunaan herbisida dalam pengendalian gulma antara lain: 1. Herbisida dapat mengendalikan gulma yang tumbuh bersama tanaman budidaya yang sulit disaingi. 2. Herbisida pre-emergence mampu mengendalikan gulma sejak awal. 3. Pemakaian herbisida dapat mengurangi kerusakan akar dibandingkan pengerjaan tanah waktu menyiangi secara mekanis. 4. Erosi dapat dikurangi dengan membiarkan gulma (rumput) tumbuh secara terbatas dengan pemakaian herbisida. 5. Banyak gulma yang bersifat pohon lebih mudah dibasmi dengan herbisida. 6. Lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar. 7. Dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan perlakuan penyiangan biasa. Disamping kelebihan dan keuntungan, herbisida mempunyai keurangankekurangan yang dapat merugikan, antara lain dapat menimbulkan : 1. Efek samping 2. Species gulma yang resisten 3. Polusi 4. Residu dapat meracuni tanaman. Penggunaan herbisida yang berhasil sangat tergantung akan kemampuannya untuk membasmi beberapa jenis gulma dan tidak membasmi jenis-jenis lainnya (tanaman budidaya). Cara kerja yang selektif ini merupakan faktor yang paling penting bagi keberhasilan suatu herbisida.