Panggilan Religius di Era Globalisasi Posted by Gregorius Sandy pada 9 Desember 2010 Pendahuluan Panggilan untuk menjadi kaum rohaniwan di zaman sekarang ini mulai menurun. Di mata kaum muda saat ini, menjadi kaum rohaniwan, dalam hal ini, pastor, bruder, dan suster, kurang diminati dan kurang mendapat tempat, karena karena sosok pastor, bruder, dan suster dipandang sebagai orang-orang yang hidupnya suci, selalu berdoa, kuno, dan selalu berkaitan dengan hal-hal yang berbau rohani, sehingga gaya hidupnya monoton dan tidak menarik. Hal ini tidak sejalan dengan gaya hidup kaum muda yang aktif, dinamis, dan mengikuti perkembangan zaman yang selalu berubah dan bervariasi. Perkembangan zaman saat ini atau yang lebih dikenal dengan istilah globalisasi, telah membuat perubahan yang cukup signifikan di dalam kehidupan manusia. Menurut Malcom Waters, globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berakibat bahwa pembatasan geografis pada keadaan sosial budaya menjadi kurang penting, yang menjelma di dalam kesadaran manusia. Lebih lanjut, Thomas L. Friedman mengatakan bahwa globalisasi memiliki dimensi ideologi dan teknologi. Dimensi ideologi, yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyetukan dunia (http://sobatbaru.blogspot.com/2008/05/pengertianglobaliasi.html). Proses globalisasi yang sangat cepat telah mempengaruhi dan mengubah perilaku, pola pikir, sikap, gaya hidup, dan kebebasan manusia, serta mempunyai beberapa dampak, baik dampak positif, yaitu mempermudah manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya, maupun damapak negatif, yaitu munculnya krisi iman dan krisis moral, perubahan nilai dan budaya setempat, dan menguatnya budaya-budaya baru yang kurang baik, seperti: hedonisme, konsumerisme, materialisme, individualisme, dan budaya instan. Dampak-dampak globalisasi tersebut paling tampak di dalam diri kaum muda. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh I Basis Susilo, yang mengatakan bahwa kaum muda saat ini merupakan generasi yang kelihatannya santai dan memilih “nongkrong” di kafe atau pinggir jalan daripada serius memikirkan bangsa (http://www.mailarchive.com/[email protected]/msg57872.html). Lebih lanjut Blasius Baene yang menyoroti kaum muda Katolik secara khusus, mengatakan bahwa kaum muda Katolik kurang melibatkan diri di dalam kegiatan-kegiatan liturgi Gereja. Mereka lebih tertarik untuk mengikuti mode yang semakin berkembang daripada aktif dalam kegiatan-kegiatan yang berbau kerohanian (http://sapereaudenias.blogspot.com /2008/08/kaum-muda-harapan-masa-depan-gereja.html). Globalisasi dengan segala aspeknya telah menjadikan kaum muda terlena dan hanyut di dalamnya, sehingga daya pikatnya telah mempengaruhi kaum muda dalam segala hal, termasuk dalam menentukan pilihan hidup. Situasi Kaum Muda Saat Ini Kaum muda merupakan generasi penerus suatu kehidupan. Menurut Psikiater Amerika dalam buku Psychiatic Glosory, kaum muda adalah suatu periode kronologis yang dimulai dengan proses psikis dan emosional yang membawanya ke kematangan seksual dan psikososial, diakhiri dengan terbentuknya seorang individu yang telah mencapai kebebasan dan produktivitas sosial. Sedangkan Menurut Komisi Kepemudaan KWI, dalam buku Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda, kaum muda adalah mereka yang berusia antara 12-24 tahun (http://retarigan.blog.friendster.com/category/religion/). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa kaum muda adalah mereka yang berusia antara 12-24 tahun yang masih berada dalam masa pencarian identitas diri, sehingga kaum muda merupakan sekelompok orang yang mempunyai segudang rasa ingin tahu dan menyukai hal-hal yang baru yang akan berdampak kepada perkembangan kepribadian dan fisik. Situasi kaum muda saat ini sangat dipengaruhi oleh globalisasi. Menurut Hasil Pertemuan Nasional Orang Muda Katolik Indonesia Tahun 2005 menyatakan bahwa Globalisasi dan kemajuan teknologi komunikasi memberikan berbagai kemudahan, namun dampak negatifnya justru jauh lebih besar. Orang Muda Katolik menjadi individualis, konsumtif dan kehilangan daya kritis. Bahkan Orang Muda Katolik mengalami krisis moral dan iman. Situasi ini semakin diperparah oleh lemahnya pendampingan dari keluarga dan masyarakat. Sementara, strategi pastoral Gereja dalam pendampingan kaum muda belum memberikan dukungan secara memadahi. Menjawab Panggilan Tuhan Menjawab panggilan Tuhan untuk menjadi biarawan/biarawati di era globalisasi dapat dikatakan tidak mudah, karena daya tarik dunia saat ini telah memikat kaum muda. Hal ini seperti yang dikisahkan di dalam Injil Matius 19: 16-26, mengenai orang muda yang kaya. Dalam perikop tersebut, Yesus berkata kepada orang muda yang kaya itu: “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikankah itu kepada orangorang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudia datanglah kemari dan ikutlah Aku.” Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih sebab banyak hartanya (Matius 19: 21-22). Sedangkan di dalam perikop yang lain, Yesus mengatakan: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengkut Aku” (Lukas 9: 23). Dan di dalam kesempatan lain, Yesus berkata: “Setiap orang yang siap membajak, tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk kerajaan Allah” (Lukas 9: 62). Dari beberapa kutipan perikop Kitab Suci tersebut menegaskan bahwa kaum muda yang mau menjawab panggilan Tuhan, harus bersedia mengikuti Yesus secara radikal untuk menghayati dan melaksanakan nasehat-nasehat Injili. Dalam Dokumen Pastores Dabo Vobis artikel 19, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa Roh Kudus mewahyukan dan menyalurkan kepada kita panggilan dasar, yang sejak kekal ditujukan oleh Bapa kepada setiap orang, yakni: Panggilan untuk menjadi “kudus dan tak bercela di hadirat-Nya dalam cinta kasih”, karena kita telah ditetapkan sejak semula untuk menjadi putera-puteri angkat-Nya melalui Yesus Kristus. Dari uraian tersebut dapat menjelaskan bahwa setiap orang beriman diberi karunia panggilan, dan Roh Kuduslah yang memampukan manusia untuk mengenali daya tarik pilihan. Dalam hal ini, Roh Kudus membangkitkan keinginan untuk menanggapi panggilan Bapa dan membimbing pertumbuhan keinginan itu, dengan membantunya supaya matang dan menjadi jawaban yang positif, serta mendukungnya dengan setia untuk mewujudkan dalam tindakan (Dokumen Vita Consecrata, art. 19). Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana upaya kaum muda untuk menanggapi panggilan Bapa ini? Menurut Romo J. Darminta, SJ., saat ini kaum muda mengalami kebingungan dalam menanggapi panggilan Bapa, hal ini disebabkan kaum muda menghadapi banyak pergulatan dalam menentukan pilihan hidup. Adapun pergulatan yang dihadapi oleh kaum muda adalah (Darminta, 2006: 110-112): 1. Pergulatan antara kemerdekaan dan komitmen atau mengikatkan diri. Generasi muda sedemikian terpana oleh wacana kemerdekaan dan otonomi, sehingga komitmen dalam hidup panggilan merupakan hal yang tidak masuk akal. 2. Pergulatan sosial serta mentalitas antara sakralitas dan sekuleritas, yang diakibatkan oleh mentalitas serta gaya hidup yang disebarkan demi keuntungan pihak tertentu, dan membawa dampak permisif, konsumeristik, dan lembaga-lembaga dunia sama sekali terputus dari aspek sakralitas, sehingga iman dan hidup religius menjadi urusan batin masing-masing orang, sehingga membawa dampak bahwa bahasa religius keagaman, seperti ketaatan, kemurnian, dan lain sebagainya, sering tidak dimengerti oleh generasi muda. 3. Pergulatan yang diakibatkan oleh situasi keluarga, yang semakin tidak kokoh, sehingga menimbulkan pergulatan antara landasan hidup yang baik – di atas pasir atau di atas batu karang yang kokoh. 4. Dari segi kejiwaan, generasi muda menghadapi tawaran yang keras dan memikat, sehingga mereka mengalami pergulatan antara kerapuhan-ketidakberdayaan serta daya hidup yang kuat dari dalam. 5. Banyak dari antara orang muda berada dalam pergulatan antara kebingungan dan ketegasan dalam membangun komitmen hidup. Karena itu mereka cenderung melihat kenyataan hidup secara parsial dan instan, sehingga mereka kehilangan wawasan ke dapan, juga dalam hal makna hidup beriman. 6. Banyak orang muda mengalami proses kedewaan yang semakin lama atau lambat, sehingga membawa dampak memberi kesan bahwa mereka suka menunda-nunda. Dari sini ada pergulatan penataan hidup berdasarkan nilai hidup berdasarkan roh atau semangat. 7. Dengan adanya gerak perubahan dan media komunikasi yang semakin cepat, generasi muda mengalami pesatnya perubahan bahsa kehidupan, sehingga mudah kehilangan keteladanan hidup. Maka ada pergulatan pemahaman dari kesadaran yang sempit ke kesadaran yang luas. 8. Generasi muda menerima gaya hidup yang lebih bersifat maskulin dengan menekankan ratio atau pikiran, namun ada pula kerinduan untuk menciptakan gaya hidup feminin, yang menekankan kekuatan hati, sebagaimana tampak dalam gerakan sharing, persaudaraan, dan persahabatan. Dari pergulatan-pergulatan di atas, maka perlu untuk segera disikapi dan dicari jalan pemecahannya. Adapun upaya sederhana yang dapat dilakukan adalah hendaknya kita tetap berdoa tiada hentinya kepada Tuhan yang empunya tuaian. Hal ini seperti yang tertulis dalam Injil Matius 9: 37-38: “Maka kata-Nya kepada murid-muridNya: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” Di bagian penutup dokumen Pastores Dabo Vobis artikel 82, Paus Yohanes Paulus II menuliskan pesannya kepada kaum muda: “Hendaklah Anda lebih terbuka mendengarkan suara Roh. Hendaklah harapan-harapan besar Gereja, bahkan umat manusia, menggema di lubuk hati Anda. Jangan takut membuka budi Anda bagi Kristus Tuhan yang memanggil. Nikmatilah pandangan-Nya penuh kasih atas diri Anda, dan berilah jawaban Anda penuh semangat kepada Yesus, bila Ia mengundang Anda untuk mengikuti-Nya tanpa syarat. Penutup Hingga saat ini, Gereja masih membutuhkan banyak biarawan/biarawati untuk melayani umat yang terus bertambah di berbagai penjuru bumi. Untuk itu, berbagai pihak khususnya kaum religius dan orang tua hendaknya dapat memberikan teladan dan dorongan bagi kaum muda untuk tertarik dan berani menjawab panggilan dan undangan dari Tuhan Yesus sendiri. Seperti halnya yang diserukan oleh Paus Benediktus XVI dalam kothbahnya pada Misa Penutupan Hari Kaum Muda Sedunia di Sydney, 20 Juli 2008. Paus menyerukan kepada seluruh kaum muda Katolik untuk makin mendewasakan imannya dan Paus juga mengingatkan agar kaum muda mampu menjadi pewarta Sabda Tuhan dalam lingkup seluas-luasnya. Salah satu caranya, dengan menjawab panggilan Tuhan untuk menjadi biarawan atau biarawati. “Jangan takut berkata “YA” kepada Yesus. Ia memanggil kita untuk menjadi nabi, pembawa pesan cinta kasih-Nya pada abad ini” (HIDUP, 31, 2008: 9). Daftar Rujukan: Baene, Blasius. Kaum Muda Harapan masa depan Gereja: Antara Harapan dan Kecemasan. http://sapereaudenias.blogspot.com/2008/08/kaum-muda-harapan-masa-depangereja.html, diakses pada 23 Nopember 2010 Darminta, J., SJ., Penegasan Panggilan, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2006. Hasil Pertemuan Nasional Orang Muda Katolik Indonesia 2005, dimuat dalam Jurnal Spektrum KWI no. 1 tahun XXXIV, 2006, Lampiran I Susilo, I Basis. Menunggu Sumpah Genereasi Nongkrong. http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg57872.html, diakses pada 25 Nopember 2010 Yohanes Paulus II, Pastores Dabo Vobis, Seri Dokumen Gerejawi No 28. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1992. Yohanes Paulus II, Vita Consecrata, Seri Dokumen Gerejawi No 51. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1996. http://sobatbaru.blogspot.com/2008/05/pengertian-globalisasi.html, diakses pada Nopember 2010 Hidup, No. 31 Tahun ke-62, 3 Agustus 2008 23