BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidroksi Lapis Ganda Hidroksi lapis ganda atau lempung anionik juga diketahui sebagai komposisi lapisan dua dimensi yang memiliki sifat pertukaran anion dan mendapat banyak perhatian karena memiliki sifat interkalasi khusus. Di alam hidroksi lapis ganda terbentuk dari pelapukan basal dengan presipitasi sumber air garam (Rives, 2001). Hidroksi lapis ganda juga bisa disintesis di dalam laboratorium dengan metode kopresipitasi dengan nilai pH yang bervariasi atau tetap. Hidroksi lapis ganda telah dipelajari karena potensinya di berbagai bidang penting seperti katalisis, fotokimia, elektrokimia, polimerisasi, magnetisasi, kimia biomedikal dan aplikasi pada lingkungan. Materi hidroksi lapis ganda adalah bahan yang kelasnya berasal dari substitusi isoformik dari kation divalen seperti Mg2+ dengan salah satunya trivalen seperti Al3+ dengan struktur planar seperti brucite (Baikousi et.al, 2013). Dalam beberapa tahun, mineral lempung telah mendapat banyak perhatian sebagai bahan pendukung untuk sintesis materi nanohibrid baru untuk organik ataupun anorganik. Di antara berbagai jenis mineral lempung, hidroksi lapis ganda dianggap sangat bermanfaat karena pembuatan awalnya yang mudah dan manfaatnya begitu banyak sebagai adsorben atau penyerap. Karena sifat interkalasi dari hidroksi lapis ganda banyak komposit hidroksi lapis ganda interkalasi dengan anion organik yang kuat, seperti DNA, pestisida dan obatobatan yang telah dilakukan. Diantaranya nukleotida, asam deoksiribonukleat dan asam amino yang terinterkalasi hidroksi lapis ganda dapat menjadi katalis yang baik dan sangat baik untuk selektifitas. Baru-baru ini (Nakayama et.al) telah melakukan penelitian interkalasi asam amino dan oligopeptida pada hidroksi lapis ganda dengan metode rekontruksi yang membuktikan kemampuan hidroksi lapis ganda untuk meregenerasi struktur berlapis saat terkena air dan anion (Subramanian et.al, 2013). Bahan berlapis seperti lempung anionik dan kationik termasuk dalam kelas bahan yang terstruktur dari nano sintesis yang mendapat perhatian dalam beberapa tahun terakhir karena kapasitas pertukaran ioniknya yang tinggi dan stabilitas 5 Universitas Sriwijaya 6 termal yang baik. Material berlapis adalah kandidat yang menjanjikan dalam aplikasinya sebagai katalisis, sensor kimia, bio-sensor, elektronik, obat – obatan dan sebagai bahan bioaktif. Dikenal juga sebagai hidrotalsit, bahan hidroksi lapis ganda (LDHs) terdiri dari logam divalen dan trivalen (Birjega et.al, 2015). Hidroksi lapis ganda Mg/Al memiliki kemampuan untuk pertukaran anion dan memiliki kemampuan untuk menarik perhatian sebagai bahan fungsional yang menjanjikan untuk sejumlah aplikasi, termasuk pemurnian air (Cavani et.al, 1991). Hidroksi lapis ganda Mg/Al biasanya diwakili dengan rumus [Mg2+1xAl 3+ nx(OH)2](A )x/n.mH2O, dimana Mg2+ dan Al3+ adalah divalen dan trivalen ion logam, masing – masing x adalah rasio molar Al3+/(Mg2+ + Al3+) (0.20 ≤ x ≤ 2- 0.33), dan An- adalah anion seperti Cl- atau CO3 . Hidroksi lapis ganda Mg/Al terdiri dari tumpukan brucite seperti lapisan oktahedral di mana beberapa Mg2+ telah diganti dengan Al3+. Muatan positif dari lapisan yang timbul dari substitusi ini nantinya akan dinetralisir oleh anion antar lapisan (Mills et.al, 2012). 2.1.1 Struktur Hidroksi Lapis Ganda Hidrotalsit secara alami terbentuk dari lapisan lempung dengan komposisi Mg6Al2(OH)16CO3.4H2O. Hidrotalsit dapat digambarkan sebagai hidroksi lapis ganda, dimana strukturnya terdiri dari brucite bermuatan positif seperti lapisan oktahedral dan anion bermuatan negative dalam ruang antar lapisan. Pada umumnya, komposisi hidrotalsit memiliki rumus umum yaitu 2+ 𝑀1−𝑋 𝑀𝑋3+ (OH)2(An-)x/n.yH2O, dibentuk sebagai hidroksi lapis ganda (LDH) dan dipersiapkan dengan kopresipitasi dari dua garam logam. Pada rumus ini, M2+ dan M3+ adalah logam divalen dan trivalen, masing – masing dimana An-, x, dan y adalah anion antar lapisan, rasio dari logam trivalen, dan angka dari lapisan antar air. Awalnya, struktur berlapis dari hidroksi lapis ganda terdiri dari Mg(OH)2 (brucite), yang tersusun dari Mg(OH)6 oktahedral yang terhubung di bagian ujungnya. Kemudian, lapisan hidroksi lapis ganda dapat direalisasikan dengan pertukaran dari beberapa ion Mg2+ dengan ion M3+ sebagai contoh Al3+ dan Fe3+, pada brucite. Untuk menjaga netralitas listrik dari hidroksi lapis ganda, subtitusi dari ion M2+ dengan ion M3+ harus disertai pengenalan antar lapisan anion. Akibat Universitas Sriwijaya 7 pertukaran anion antar lapisan dengan anion lainnya dengan ukuran yang lebih besar membuat jarak antar lapisan menjadi lebih besar (Nakayama et.al, 2007). Gambar 1. Skema Struktur Hidroksi Lapis Ganda (Valente et.al, 2012). 2.1.2 Aplikasi Hidroksi Lapis Ganda Senyawa hidrotalsit atau lempung anionik banyak digunakan dalam berbagai aplikasi. Senyawa hidrotalsit banyak digunakan setelah dilakukan proses kalsinasi. Sifat paling menarik dari oksida yang telah dikalsinasi adalah sebagai berikut : 1. Luas permukaan yang tinggi 2. Memiliki sifat kebasaan 3. Pembentukan campuran homogen, dari oksida dengan ukuran kristal yang sangat kecil, stabil pada perlakuan panas 4. Adanya “Efek Memori” yang memperbolehkan adanya pembangunan ulang, dengan kondisi yang ringan dari struktur asli hidrotalsit ketika bersentuhan dengan produk dari perlakuan panas dengan larutan air yang mengandung banyak anion (Cavani et.al, 1991). Berikut adalah aplikasi dari material hidroksi lapis ganda : 1. Aplikasi dalam Pertukaran Ion dan Adsorpsi Banyak minat yang cukup besar dalam penggunaan LDH untuk menghilangkan spesies bermuatan negatif baik oleh adsorpsi permukaan dan pertukaran anion. Keuntungan utama LDH dari senyawa alam lainnya karena nilai kapasitas pertukaran anion yang besar yang lebih tinggi dan LDH tahan pada suhu Universitas Sriwijaya 8 tinggi. Kesimpulannya, kontaminan yang dapat teradsorpsi oleh LDH adalah karakter anionik, anorganik dan organik. Kemampuan hidroksi lapis ganda untuk bertukar anion dapat dimanfaatkan untuk keuntungan yang baik dengan cara menginterkalasi dengan anion organik besar, seperti surfaktan dalam antar lapisan. Perubahan sifat dari permukaan hidroksi lapis ganda dari hidrofilik ke hidrofobik dan kemampuan mengakses pada daerah antar lapisan yang menghasilan Organo-LDH yang dapat meningkatkan kapasitas penyerapan untuk beragam polutan organik, gas dan bahkan bahan organik non-ionik (Li and Duan, 2006). 2.2 Senyawa Polioksometalat Polioksometalat (POM) termasuk kelompok besar gugus logam-oksigen anionik yang mengandung logam transisi awal. Polioksometalat telah mendorong untuk dilakukannya banyak kegiatan penelitian saat ini dalam bidang ilmu yang luas, seperti di bidang katalisis, bahan, obat-obatan karena polioksometalat yang memiliki sifat potensial redoks, keasaman, dan kelarutan dalam berbagai media dapat diatur dengan baik pada pemilihan bahan penyusun yang tepat dan adanya kontra kation (Kamata and Sugahara, 2017). Polioksometalat (POM) termasuk dalam kelas diskrit, oksida logam transisi awal yang terdeskripsikan dengan jelas (sering digunakan Mo-, W-, V-oksida) memiliki potensial yang besar dalam aplikasi pada berbagai bidang seperti katalisis, fotokimia, elektrokimia, optik dan obat-obatan (Sun et.al, 2018). Desain struktur polioksometalat telah menarik minat penelitian dalam jangka waktu yang panjang tidak hanya karena struktur yang terbarukan dan topologi polioksometalat yang menarik tetapi juga karena sifat optik, elektronik, magnetik dan katalitik yang tidak biasa, serta aplikasinya yang potensial dalam bidang medis karena aktivitas antivirus polioksometalat. Salah satu hal menarik terbarukan dari polioksometalat adalah untuk menghubungkan subunit yang diketahui atau baru (seperti PMo12O403-, PW12O403-, SiW11O398-, P2W18O626-) dapat membentuk kelompok yang lebih besar satu, dua atau bahkan tiga dimensi. Karena komposisinya yang kaya oksigen, yang banyak diketahui dari logam transisi sekunder dan kation alkali, serangkaian senyawa mengandung jembatan Universitas Sriwijaya 9 M-L (M=logam transisi, L=ligan organik) atau kerangka oksida logam (Zhang et.al, 2009). 2.2.1 Struktur Polioksometalat Berdasarkan sisi lainnya, sifat dasar dari polioksometalat dapat didiskusikan pada atom dan tingkat molekuler karena strukturnya yang kaku dan sifat serbaguna yang unik. Pada bagian dasar polioksometalat biasanya penyusunnya atom oksigen dan kebasaannya berkorelasi dengan muatan anion, ukuran, struktur molekul dan elemen penyusunnya. Atom oksigen polioksometalat memiliki permukaan dengan muatan negatif yang tinggi dan dapat menjadi situs aktif untuk reaksi katalisis dasar. Kepadatan muatan negatif dari atom oksigen biasanya tidak dapat diukur secara eksperimental biasanya dianalisa dengan XRD (Kamata and Sugahara, 2017). POM di bentuk dari kondensasi polihedra oksida logam (MOX, M=WVI, Movi, VV, Nbv, Tav dll, x=4-7) satu sama lain melalui sudut tepi atau antar wajah. Atom-atom logam tersebut disebut sebagai atom adendum, atom-atom yang dapat berfungsi sebagai addenda adalah atom-atom yang dapat mengubah koordinasi mereka dengan oksigen dari 4 menjadi 6 sebagai kondesasi dari polihedra MOx dalam larutan saat pengasaman. Ketika kerangka POM menunjukkan elemen tambahan selain dari penambahan logam dan oksigen, POM dikenal sebagai kompleks heteropoli yang dibentuk oleh kondensasi MOx polihedra disekitar heteroatom pusat sebagai larutan yang diasamkan. Banyakan elemen berbeda dapat bertindak sebagai heteroatom di kompleks heteropoli dengan berbagai nomor koordinasi (yang ditunjukkan pada Gambar 5 : 4-koordinat (tetrahedral) di struktur Keggin dan Wells-Dawson (mis., PO43-, SiO44-, AsO43-), 6-koordinat (octahedral) dalam struktur Anderson-Evans (mis., Al(OH)63-, TeO66-), 12koordinat (Silverton) di [(UO12)Mo12O30]8- (Omwoma et.al, 2014). Universitas Sriwijaya 10 Gambar 5. Tipe-tipe senyawa polioksometalat (Omwoma et.al, 2014) 2.2.2 Struktur Keggin Senyawa Polioksometalat Polioksometalat jenis Keggin dapat berkoordinasi dengan logam transisi menggunakan terminalnya atau menjembatani oksigen. Subkelas yang menonjol dari polioksometalat Keggin adalah polioxomolybdates dengan kisaran toplogi dan struktur yang menarik berdasarkan ikatan koordinasinya atau ikatan hidrogen karena permukaannya yang bulat (Farhadi et.al, 2017). Di antara berbagai jenis heteropolioksometalat, struktur Keggin adalah yang paling stabil dan lebih mudah tersedia. Anion Keggin (biasanya diwakili oleh rumus [Xn+M12O40]8-n-) mengandung satu heteroatom pusat yang dikelilingi oleh 12 atom adendum dalam empat triad M3O13 (Kamata and Sugahara, 2017). Untuk heteropolioksometalat (bentuk asam) dalam keadaan padat , proton memiliki peran yang penting dalam struktur kristal, dengan menghubungkan anion polioksometalat tetangga. Proton Kristal H3PW12O40.6H2O hadir sebagai spesies terhidrasi, H5O2+ yang masing-masing menghubungkan empat polioksometalat yang berdekatan dengan ikatan hidrogen ke terminal atom oksigen WO untuk H3PW12O40.6H2O anhidrat (Kamata and Sugahara, 2017). 2.3 Interkalasi Proses interkalasi umumnya dapat dikatakan sebagai reaksi topotaktik reversibel di mana spesies tamu (ion, atom atau molekul) menempati situs kosong di dalam struktur padat. Reaksi semacam ini sebagian besar disukai oleh senyawa Universitas Sriwijaya 11 berdimensi rendah dari struktur spesies tuan rumah pada awalnya proses interkalasi diamati dalam grafit dan logam kalkogenid transisi lamelar. Senyawa berlapis ini mengandung celah-celah bidimensional yang besar (Van der Waals) di mana bagian oktahedra kosong, prisma trigonal atau tetrahedral dapat ditemukan, tergantung pada model penyusunan atom (Ouvrard and Guyomard, 1996). Ada situs-situs yang tersedia untuk menyambut berbagai spesies kimia yang datang dan mendukung difusi mereka. Kondisi struktural untuk reaksi interkalasi juga dapat digambarkan seperti terowongan yang saling berhubungan atau rongga beberapa struktur dalam bentuk tiga dimensi. Spesies yang diinterkalasi menjadi donor elektron atau akseptor. (Ouvrard and Guyomard, 1996). Reaksi interkalasi secara umum melibatkan reaksi pemisahan antar layer dalam kisi “tuan rumah” dan pembentukkan interaksi baru antara spesies tamu dan spesies asal (tuan rumah). Oleh karena itu, kisi berlapis dari tuan rumah dengan ikatan yang kuat akan lebih sulit untuk diinterkalasi. Kesulitan untuk memisahkan interaksi antar layer dapat diminimalkan dengan fenomena staging. Staging mengacu pada situasi dimana wilayah antar layer benar-benar kosong, sementara yang lain sebagian wilayah atau seluruhnya ditempati (Schubert and Husing, 2011). Gambar 6. Skema interkalasi dari: a) clay dan b) organo modified clay, dimana R dapat digantikan dengan komponen kimia lainnya (Gatos et.al, 2010). 2.3.1. Interkalasi Hidroksi Lapis Ganda dengan Polioksometalat Interkalasi dari anion polioksometalat tipe Keggin seperti [(H2PW12O40.6H2O)] ke hidroksi lapis ganda menunjukkan bahwa anion Keggin Universitas Sriwijaya 12 akan masuk ke wilayah antarlayer dengan sumbu C2 tegak lurus terhadap lapisan anorganik, menghasilkan ketinggian antar lapisan sekitar 10 Å dan menyediakan ruang yang cukup untuk memungkinkan proses fisik dan kimia terjadi di situs aktifnya. Meskipun hidroksi lapis ganda terinterkalasi polioksometalat memiliki kemampuan aplikasi yang unggul dari polioksometalat dan hidroksi lapis ganda yang berdiri sendiri ada beberapa rintangan saat hidroksi lapis ganda diinterkalasi dengan polioksometalat. Pertama-tama, selama reaksi pertukaran anion antara precursor hidroksi lapis ganda dan anion polioksometalat, memungkinkan bahwa kation M2+/M3+ tercuci keluar dari hidroksi lapis ganda yang terjadi di bawah kondisi reaksi netral atau asam. Kedua, kontrol rasio akhir M2+: M3+ pada hidroksi lapis ganda berpilar polioksometalat sangat penting karena rasio ini menentukan densitas muatan lapisan hidroksi lapis ganda dan karena itu mempengaruhi jarak basal antara POM terinterkalasi. Untuk mensintesis nanocomposites POM/LDH dengan penyebaran ukuran pori yang berbeda, perlu mempertahankan sebanyak mungkin rasio M2+ : M3+ yang diinginkan dari langkah awal sintesis sampai menghasilkan produk akhir. Akhirnya, beberapa anion POM secara hidrolisis tidak stabil pada asam lemah hingga pH dasar (Omwoma et.al, 2014). 2.4 Hidrogen (H2) Hidrogen termasuk dalam unsur ringan yang tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak beracun pada konsentrasi sekitar 100 ppm atau 0,01% di udara. Unsur hidrogen adalah yang paling sederhana di alam semesta dimana hanya terdiri dari satu proton dan satu elektron, sehingga hidrogen memiliki sifat yang reaktif dan mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan unsur lain. Kelimpahan hidrogen cukup besar di alam, banyak ditemukan dalam bentuk senyawa seperti hidrokarbon, molekul air (H2O), dan sedikit dalam bentuk molekul diatomiknya yaitu gas H2. Hidrogen merupakan unsur pembentuk 75% massa material dan lebih dari 90% jumlah atom hidrogen sebagai penyusun material di alam semesta Energi hidrogen merupakan sistem energi non karbon yang potensial, yang mana memiliki potensi jangka panjang sebagai bahan bakar alternatif, sehingga Universitas Sriwijaya 13 mampu menggantikan bahan bakar fosil konvensional. Hal ini dikarenakan hidrogen adalah sumber energi terbarukan yang bersih dan efisien, dimana pembakaran hidrogen dengan oksigen hanya menghasilkan uap air dan energi (persamaan 1). 1 H2 + O2 → H2O 2 Berdasarkan persamaan diatas dapat diketahui bahwa polutan hasil pembakaran dari hidrogen sangat ramah akan lingkungan. Berbeda dengan bahan bakar fosil dari hasil pembakaran akan dihasilkan polutan CO, CO2, CxHy, SOx, NOx, radioaktivitas, logam berat, dan abu dengan konsentrasi yang lebih besar dan lebih merusak daripada yang mungkin dihasilkan oleh sistem energi hidrogen terbarukan (Suci, 2016). Hidrogen adalah pembawa energi yang paling bersih, berkelanjutan dan terbarukan dan sistem energi hidrogen diharapkan secara progresif dapat menggantikan bahan bakar fosil di masa depan, dimana bahan bakar fosil dapat habis dengan cepat dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Secara khusus, salah satu potensi penggunaan hidrogen ada pada kekuatan kendaraan non-emisi melalui sel bahan bakar membran dengan pertukuran proton untuk mengurangi polusi di atmosfer. Hidrogen dapat diproduksi tidak hanya dari bahan bakar fosil, seperti batu bara dan gas alam, tetapi juga dari angin, matahari, termal, hidroelektrik, biomassa atau limbah padat di kota dan tidak akan ada polusi dalam bentuk apapun (Bader and Abdelmottaleb, 2016). Hidrogen menjadi salah satu pembawa energi yang sangat menjanjikan karena diketahui sangat ramah lingkungan. Karena hanya menghasilkan uap air selama selama proses pembakaran yang dapat mengurangi emisi polutan dan gas rumah kaca. Jumlah energi yang dihasilkan selama pembakaran hidrogen lebih tinggi daripada bahan bakar lainnya secara massa seperti metana, bensin atau batu bara (Luo et.al, 2017). 2.4.1 Penyimpanan Hidrogen Ada beberapa teknologi terbaru untuk penyimpanan hidrogen seperti dengan cara gas yang dimampatkan (dalam tangki bertekanan) dan dalam bentuk hidrogen Universitas Sriwijaya 14 cair (dalam tangki cryogenic) dan saat ini cara ini sedang digunakan dalam kendaraan sel bahan bakar. Persyaratan untuk penyimpanan sistem ini harus menggunakan tangki penyimpanan yang berat dan besar. Hidrogen juga memiliki titik didik yang rendah (20 K) dan karena itu proses pendinginan yang besar diperlukan untuk mencairkan hidrogen. Sistem ini termasuk rumit dan dapat menyebabkan kehilangan beberapa kandungan energi dari hidrogen. Penelitian terbaru telah dilakukan untuk menyimpan hidrogen di dalam bahan padat. Penyimpanan hidrogen berbasis bahan padat lebih menguntungkan daripada penyimpanan hidrogen dalam bentuk padat dan cair di dalam padatan hidrogen disimpan dalam cara yang lebih aman dan kompak. Dalam material padatan, penyimpanan hidrogen dapat melibatkan pengikatan molekul hidrogen melalui gaya Van der Waals yang lemah (Adsorpsi fisika) atau pengikatan yang lebih kuat dari atom hidrogen (Adsorpsi kimia) yang membentuk senyawa baru. Akibatnya bahan padat penyimpanan hidrogen umumnya diklasifikasikan menjadi empat kelompok: adsorben (misalnya karbon aktif, zeolit, kerangka logam- organik), hidrida logam konvensional (misalnya LaNi5H6, Mg2NiH4), hidrida logam kompleks (misalnya NaAlH4, LiBH4) dan hidroksi lapis ganda. Adsorpsi secara fisika memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan adsorpsi secara kimia dilihat dari kinetika yang cepat dari adsorpsi/desorpsi hidrogen dan melengkapi kemampuan penyerapan hidrogen. Di sisi lain, adosrpsi kimia mengarah kepada kapasitas penyimpanan hidrogen yang relatif tinggi. Namun, kinetika untuk pelepasan hidrogen mungkin lambat dan temperatur yang tinggi diperlukan untuk melepaskan hidrogen (Langmi et.al, 2014). 2.4.2 Material Penyimpanan Hidrogen 2.4.2.1 Hidroksi Lapis Ganda Situs-situs tertentu di permukaan lebih menguntungkan untuk adsorpsi hidrogen daripada yang lain. Jenis utama dari adsorben permukaan tinggi tersedia secara komersial seperti zeolit, karbon mikro dan hidroksi lapis ganda. Sistem penyimpanan adsorben yang dirancang untuk beroperasi pada suhu kamar akan jauh lebih efisien dalam kasus jenis gas. Untuk meningkatkan kapasitas Universitas Sriwijaya 15 penyimpanan hidrogen dari bahan tersebut, seseorang harus beroperasi pada suhu yang jauh lebih rendah (Chahine and Bose, 1994). 2.4.2.2 Kerangka Logam-Organik (MOFs) Kerangka logam-organik (MOFs) telah menerima perhatian yang luar biasa sebagai bahan penyimpanan hidrogen sejak beberapa waktu. Kerangka logam-organik termasuk kelas ekstensif bahan kristal yang dibangun dari ion atau gugus logam yang dihubungkan dengan ligan organik yang membentuk jaringan pori-pori dan saluran. Penyimpanan hidrogen berbasis bahan padatan memungkinkan hidrogen disimpan secara kompak dan khususnya karena bahan berpori dapat menguntungkan karena molekul hidrogen dapat dipadatkan di dalam pori-pori bahan tersebut (Ren et.al, 2015). 2.5 Adsorpsi Adsorpsi adalah peristiwa terjadinya kontak antara padatan dengan suatu campuran fluida, sehingga sebagian zat terlarut dalam fluida tersebut teradsorpsi yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi fluida (Brown and Macewan, 1950). Adsorpsi terjadi saat permukaan dari padatan terkena gas atau cairan hal ini didefinisikan dengan terjadinya peningkatan densitas cairan di sekitar area antarmuka. Dalam kondisi tertentu, akan ada peningkatan yang cukup besar saat konsentrasi dari komponen ada pada keadaan tertentu dan efek keseluruhan tergantung pada luas area antarmuka. Untuk alasan ini, semua adsorben industri memiliki luas permukaan spesifik yang besar (umumnya lebih dari 100 m2 g-1) karena sangat berpori atau terdiri dari partikel yang sangat halus (Rouquerol et.al, 2014). Adsorpsi adalah salah satu teknologi yang sangat penting, seperti yang sering dijelaskan. Jadi, beberapa adsorben digunakan dalam skala besar sebagai desiccant, katalis atau pendukung katalis; yang lain digunakan untuk pemisahan atau penyimpanan gas, pemurnian cairan, pengiriman obat terkontrol, pengendalian pencemaran atau untuk perlindungan pernapasan. Selain itu, fenomena adsorpsi memainkan peran penting dalam banyak reaksi solid state dan mekanisme biologis (Rouquerol et.al, 2014). Universitas Sriwijaya 16 Berdasarkan Interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat, adsorpsi dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Adsorpsi Fisika Adsorpsi Fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals. Pada adsorpsi fisika, gaya tarik menarik antara molekul fluida dengan molekul pada permukaan padatan (Intermolekuler) lebih kecil dari pada gaya tarik menarik antar molekul fluida tersebut sehingga gaya tarik menarik antara adsorbat dengan permukaan adsorben relatif lemah pada adsorpsi fisika, adsorbat tidak terikat kuat dengan permukaan adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke permukaan lainnya dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya . Keseimbangan antara permukaan padatan dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel. Adsorpsi fisika memiliki kegunaan dalam hal penentuan luas permukaan dan ukuran pori. 2. Adsorpsi Kimia Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia yang terbentuk antara molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Ikatan kimia dapat berupa ikatan kovalen/ion. Ikatan yang terbentuk kuat sehingga spesi aslinya tidak dapat ditentukan. Karena kuatnya ikatan kimia yang terbentuk maka adsorbat tidak mudah terdesorpsi. Adsorpsi kimia diawali dengan adsorpsi fisik dimana adsorbat mendekat kepermukaan adsorben melalui gaya Van der Waals / Ikatan Hidrogen kemudian melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia yang biasa merupakan ikatan kovalen (Shofa, 2012). 2.6 Karakterisasi 2.6.1 Spektrofotometer FT-IR Spektroskopi inframerah (IR) termasuk salah satu teknik eksperimental tertua untuk analisis struktur contohnya struktur sekunder polipeptida dan protein. Penggunaan laser yang stabil dan kuat telah menyebabkan perkembangan metode pada Transformasi Fourier (FT) untuk akuisisi data IR disertai dengan pengurangan digital yang andal. Dengan adanya komputer modern saat ini telah memungkinkan pemrosesan dan konversi data FTIR yang lebih cepat dan tepat. Universitas Sriwijaya 17 Spektroskopi FTIR diakui sebagai alat yang berharga untuk pemeriksaan konformasi dari protein dalam larutan berbasis H2O, serta dalam bentuk deuterasi dengan keadaan kering dan menjadikan penggunaannya sangat diperluas dalam studi struktur sekunder (Kong and Yu, 2007). Spektroskopi FTIR adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas penyerapan radiasi IR oleh sampel. Data spektral IR dari polimer tinggi biasanya diprediksikan dalam hal getaran unit pengulangan struktural. Pada tahun 1980-an, penggunaan FTIR sangat dibatasi oleh faktor-faktor seperti sensitivitas rendah dari instrumen, adanya gangguan penyerapan dari pelarut berair, kurangnya pemahaman tentang korelasi antara jenis lipat tulang punggung spesifik dan pita komponen individu. Karena itu saat itu penggunaan spektrum IR sulit dan mustahil untuk digunakan dalam larutan berair kecuali deuterium oksida digunakan sebagai pelarut, karena air menyerap kuat di wilayah spektrum paling penting sekitar 1640 cm. Bahkan dalam larutan D2O, biasanya hanya informasi kualitatif yang akan diperoleh karena komponen pita absorpsi yang berhubungan dengan substruktur spesifik, seperti α-helix dan β-sheet yang tidak dapat diatasi (Kong and Yu, 2007). Gambar 7. Spektra FT-IR untuk LDH dan C-LDH (Elmourbarki et.al, 2017) Universitas Sriwijaya 18 Analisis dengan spektofotometer FT-IR, hidroksi lapis ganda Ni/Fe menghasilkan vibrasi O–Ni-O pada bilangan gelombang 560 cm-1, OH pada bilangan gelombang 3500-3600 cm-1, Ni-OH pada bilangan gelombang 810 cm-1. Dalam spektrum FT-IR puncak (peak) yang muncul pada bilangan gelombang di bawah 1000 cm-1 mengindikasikan vibrasi antara atom logam dengan oksigen (Elmourbarki et.al, 2017). 2.6.2 X-Ray Diffraction (XRD) Difraksi sinar-X terjadi ketika gelombang elektromagnetik dari panjang gelombang orde magnitudo 1 A ° akan berinteraksi dengan susunan atom yang teratur seperti kristal molekul atau ion. Ketika gelombang elektromagnetik berinteraksi dengan elektron dari sebuah atom, gelombang sekunder (dari panjang gelombang yang sama) tersebar di semua arah oleh atom itu sendiri. Gelombang sekunder yang dihasilkan oleh susunan tiga-dimensi atom menimbulkan fenomena interferensi yang dapat merusak atau menimbulkan konstruktif. Gangguan konstruktif menghasilkan sinar terdispersi yang tersebar hanya di sepanjang arah yang terdefinisi dengan baik. Arah dan intensitas dari sinar yang terdifraksi bergantung pada simetri kristal dan pada nomor atom dan distribusi spasial atomatom di dalam kristal dan himpunan sinar yang terdifraksi, sehingga mengandung informasi tentang struktur atom tiga-dimensi dari kristal tersebut (Cassetta, 2014). Berikut deskripsi Bragg tentang difraksi sinar-X, kita dapat mendefinisikan kristal yang terbuat dari bidang tak terbatas yang mengandung atom dan orientasi yang bergantung dari parameter sel satuan kristal. Setiap bagian bidang kemudian akan terdifraksi sesuai dengan hukum Bragg (Warren, 1990): nλ = 2dsinθ dimana n adalah urutan dari setiap bidang, l adalah panjang gelombang sinar X, d adalah jarak antara bidang-bidang yang berhubungan, dan y adalah sudut antara gelombang dan bidang. Lebih lanjut, hubungan matematis yang menghubungkan arah dan intensitas gelombang terdifraksi dengan kerapatan elektron di dalam objek yang terdifraksi (Warren, 1990). Analisis, percobaan difraksi sinar-X tergantung pada keadaan fisik dari materi: kristal (kristal tunggal atau polikristalin), permukaan yang teratur (hanya Universitas Sriwijaya 19 periodisitas 2D), atau bahkan dengan urutan dalam satu dimensi yang ada pada serat. Dalam beberapa kasus, penelitian membutuhkan tiga bagian penting: sumber sinar-X yang secara umum monokromatik (sumber konvensional atau sinkrotron), goniometer yang digunakan untuk mengarahkan sampel sesuai dengan hukum Bragg, dan detektor yang mungkin mono atau bidimensional dan digunakan untuk mengumpulkan sinar yang terdifraksi dari sampel (Roe, 2000). Gambar 8. Pola XRD dalam berbagai anion (Long et.al, 2016). 2.6.3 Analisa Brunner Emmet Teller (BET) Salah satu penelitian pernah melakukan analisis dengan BET pada katalisis senyawa hidroksi lapis ganda terinterkalasi polioksometalat PW12 (PW12/LDH). Pengukuran BET dilakukan untuk memperoleh informasi lebih rinci tentang fitur struktural dari bahan yang digunakan. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8, kedua sampe PW12/LDH menunjukkan karakterisasi BDDT (Brunauer-DemingDeming-Teller) yang merupakan tipe IV isoterm dan H3 hysteresis menurut klasifikasi IUPAC, menunjukkan adanya pori berukuran mikro antar layer dan mesopori antar partikel. Area permukaan dan porositas (diperkirakan dari isoterm adsorpsi –desorpsi N2) yang tercantum pada Tabel 1. Luas permukaan BET dari PW12/LDH adalah 13,9 m2g-1, selain itu untuk volume pori dan diameter pori rata- Universitas Sriwijaya 20 rata 0.080 cm3g-1 dan 3,7 nm sesuai dengan hasil pengukuran menggunakan Barret-Joyner-Halenda (BJH) (Ma et.al, 2017). Gambar 7. Analasis PW12/LDH dengan BET (Ma et.al, 2017) Tabel 1. Perbandingan sifat fisik-kimia dari PW12/LDHEX dan PW12/LDHRe Bahan Luas Permukaan (m2 g-1) Volume Pori (cm3 g-1) PW12/LDHEx 11.0 0.071 Rata-Rata Diameter Pori (nm) 3.6 PW12/LDHRe 13.9 0.080 3.7 (Ma et.al, 2017). Universitas Sriwijaya