ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA NEONATAL PADA By. M DI RUANG ANAK RSUP DR. M. DJAMIL PADANG KEPERAWATAN ANAK OLEH KELOMPOK K : RIA AMYA FURRY LAWAFATTIEN SINTYA TRANOVA ESA AFRIYENI VONI SANDRA ARIESTA FEGA DEFRIYANTI ELVIYANI SAPUTRI UCI WANDRI MAIYANA RISKA FADILAH FITRI YULIA HENDRISA PROGRAM PROFESI NERS STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG TAHUN 2018 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga dapat menyelesaikan pembuatan Laporan Asuhan Keperawatan pada By. M dengan Pneumonia neonatal di ruang covis perinatologi RSUP DR. M. Djamil Padang Dalam pembuatan laporan ini banyak hambatan yang di hadapi oleh kelompok, namun berkat dorongan semua pihak, laporan ini dapat penulis selesaikan. Maka pada kesempatan ini kelompok ingin menyampaikan ucupan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada pembimbing akademik maupun pembimbing klinik Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang sehat dan masukanmasukan yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna kesempurnaan laporan ini semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya bagi kita semua. Amin ya rabbal’alamin. Padang, 24 Desember 2018 Penulis i DAFTAR ISI KATA PENGATAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Penulisan i ii 1 4 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi 2. Etiologi 3. Anatomi Fisiologi 4. Patofisiologi 5. Klasifikasi 6. Manifestasi Klinis 7. Komplikasi 8. Penatalaksanaan 9. Pemeriksaan Penunjang B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian 2. Diagnosa Keperawatan 3. Intervensi Keperawatan 5 5 6 10 17 20 22 25 26 28 29 29 33 34 BAB III LAPORAN KASUS 1. Pengkajian 2. Analisa data 3. Diagnosa Keperawatan 4. Intervensi Keperawatan 5. Catatan perkembangan 38 55 57 57 61 BAB IV PEMBAHASAN 1. Pengkajian 2. Diagnosa 3. Intervensi 4. Implementasi dan evaluasi 67 69 70 72 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan 2. Saran 75 75 DAFTAR PUSTAKA ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa neonatus merupakan masa yang paling rentan terinfeksi pada anak (Stoll dan Kliegman, 2011). Salah satu penyakit infeksi yang merupakan penyebab mortalitas utama pada neonatus adalah pneumonia (Duke, 2009). Pada neonatus, pneumonia dapat diakibatkan karena proses yang terjadi dalam kehamilan, ketika proses persalinan, maupun didapatkan setelah kelahiran (Barnett, 2011). Patogenesis dari pneumonia sangat terkait dengan sistem imun. Ketika sistem imun seseorang dalam keadaan baik, patogen penyebab pneumonia dapat dihancurkan oleh makrofag alveolus (Mandell dan Wunderink, 2013). Oleh karena itu, pneumonia dapat menginfeksi orang yang sistem pertahanan tubuhnya lemah atau belum kompeten , misalnya pada neonatus (Stoll dan Kliegman, 2011). Kemungkinan terinfeksi pneumonia semakin tinggi jika terdapat faktor risiko yang mendukung, di antaranya berat lahir rendah (Rudan et al , 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Ying et al (2012) menunjukkan bahwa pneumonia neonatus berkorelasi dengan berat lahir. Kejadian pneumonia neonatus diobservasi lebih tinggi pada bayi dengan berat lahir rendah. Penyakit salauran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di 1 masyarakat (PK) atau didalam rumah sakit/pusat perawatan. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut diparenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15%-20%. Diperkirakan lebih dari 20% neonatus menderita pneumonia yang menyokong 30-50% dari total kematian di negara berkembang. Angka kematian neonatus di Asia Tenggara dilaporkan 39 per 1000 kelahiran hidup (Juhtisari, 2012). Di negara-negara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa hampir 800.000 kematian neonatal terjadi setiap tahun akibat infeksi pernapasan akut, sebagian besar pneumonia.8 Kematian yang terjadi pada periode neonatal setiap tahun mencapai 41% (3,6 juta) dari semua kematian pada anak di bawah 5 tahun.9 Angka kematian neonatal pada penyakit pneumonia berkisar antara 750.000 sampai 1,2 juta kematian dan jumlah kematian saat dilahirkan tidak diketahui setiap tahunnya. Diperkirakan bahwa 3,9 juta dari 10,8 juta kematian pada anak-anak setiap tahunnya di seluruh dunia terjadi pada 28 hari pertama kehidupan. Lebih dari 96% dari semua kematian neonatal terjadi di negara berkembang. Kejadian infeksi pada neonatus diobservasi lebih tinggi pada usia kehamilan yang lebih muda dan menurun seiring bertambahnya usia kehamilan (Puopolo et.al,2011). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa neonatus preterm lebih berisiko mengalami pneumonia dibandingkan neonatus yang lahir cukup bulan. Pada penelitian tersebut, sebanyak 92% dari seluruh neonatus yang mengalami pneumonia adalah neonatus yang lahir preterm. Demam saat proses persalinan juga berpengaruh terhadap 2 kejadian infeksi pada neonatus. Semakin tinggi suhu tubuh ibu ketika persalinan, risiko terjadinya infeksi pada neonatus semakin tinggi. Data menyebutkan bahwa peningkatan risiko infeksi dimulai pada suhu 37,5 oC sampai 38 oC. Selanjutnya, pada suhu lebih dari 38 oC terdapat peningkatan ekstrim angka kejadian infeksi pada neonatus (Puopolo et al,2011). Penyakit infeksi saluran pernapasan seperti pneumonia pada neonatus diketahui dapat menyebabkan displasia bronkopulmonar dan sekuel lainnya pada neonatus. Respon inflamasi yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan fibronektin sehingga menyebabkan fibrosis, meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga menyebabkan edema paru, serta peningkatan sekresi mukus yang menyebabkan obstruksi. Penanganan yang lambat akan menyebabkan gangguan perkembangan paru pada neonatus sehingga menyebabkan displasia bronkopulmonar (Bancalari, 2011). Menurut hasil penelitian Riskesdas tahun 2007, sebanyak 26% dari kematian neonatus di Indonesia disebabkan oleh penyakit infeksi berat seperti pneumonia, meningitis, dan sepsis. Sementara itu, pada data rekam medis RSUP M. Djamil Padang terdapat 190 neonatus yang didiagnosis pneumonia dalam rentang 2010 sampai 2012, dengan rincian 24 kasus pada tahun 2010, 58 kasus pada 2011, dan 108 kasus pada 2012. Sebanyak 82 neonatus meninggal dunia. Dari 190 diagnosis pneumonia neonatus tersebut, terdapat 69 neonatus dengan diagnosis utama pneumonia, atau 2,78% dari total 2478 neonatus yang dirawat di RSUP M. Djamil. 3 Oleh karena tingginya risiko morbiditas dan mortalitas yang dapat diakibatkan oleh pneumonia neonatus, serta komplikasi yang ditimbulkan olehnya, maka kelompok tertarik untuk membahas kasus tentang penumonia pada di ruang anak RSUP Dr. M.Djamil Padang B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mengetahui penerapan asuhan keperawatan Pneuminia Neonatal pada By. M di Ruang Anak RSUP DR. M. Djamil Padang. 2. Tujuan Khusus a. Melakukan pengkajian pada By. N dengan Pneumonia Neonatal b. Merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada By. M dengan Pneumonia Neonatal. c. Menyusun intervensi keperawatan pada By. M dengan Pneumonia Neonatal. d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada By. M dengan Pneumonia Neonatal e. Melaksanakan evaluasi pada By. M dengan Pneumonia Neonatal. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi Pneumonia adalah infeksi saluran napas bagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikroorganisme ( Corwin, 2000 ). Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang terjadi pada anak. (Suriadi, 2001). Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin terjadi dalam beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian yang dapat disamakan dengan kumpulan gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan terbatas pada paru-paru. Tanda-tandanya mungkin terbatas pada kegagalan pernafasan atau berlanjut ke arah syok dan kematian. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta, aspirasi atau diperoleh setelah kelahiran (Caserta, 2009). Pneumonia merupakan suatu proses inflamasi yang dapat bersifat local atau sistemik pada parenkim paru. Kelainan patensi saluran napas serta ventilasi alveolar dan perfusi sering terjadi karena berbagai mekanisme. Keadaan ini secara signifikan dapat mengubah pertukaran gas dan metabolisme sel yang menyokong banyak jaringan dan organ dan berkontribusi terhadap kualitas hidup seseorang (Nissen DM, 2007) 5 Pada neonatus, agen penyebab infkesi umumnya bakteri daripada virus. Infeksi ini sering diperoleh pada saat proses persalinan, dapat berasal dari cairan ketuban atau jalan lahir, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi dan ventilasi. Tandatanda klinis dan radiografi pneumonia pada neonatal dapat nonspesifik. Kegagalan untuk mengobati pneumonia pada neonatal dapat mengakibatkan kematian, karena itu semua neonatus menunjukkan tanda-tanda distress pernapasan baik itu tanpa sebab non-infeksi yang jelas harus dipertimbangkan untuk pemberian antibiotik secara rutin (Boynes, 2003) 2. Etiologi Organisme yang penyebab pneumoni bervariasi menurut kelompok umur. Neonatus sejak lahir sampai usia 3 minggu, kelompok bakteri pathogen yang umum didapatkan ialah B streptokokus dan bakteri gram negatif. Infeksi bakteri ini merupakan penularan yang bersumber dari ibu. Streptococcus pneumoniae paling sering didapatkan pada bayi berumur 3 minggu sampai 3 bulan. Pada umur 3 bulan sampai umur prasekolah, virus dan Streptococcus pneumoniae yang paling dominan menyebabkan pneumonia, sedangkan bakteri lain yang berpotensi termasuk Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B dan nontypeable strain, Staphylococcus aureus, dan Moraxella catarrhalis (Sharieff, 2007) 6 Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Kecurigaan klinis yang disebabkan oleh agen pathogen dapat dijadikan petunjuk disamping riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Sementara hampir setiap mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus, jamur, dan mikobakteri. Usia pada saat terkena infeksi, sejarah eksposur, faktor risiko terhadap agen patogen, dan riwayat imunisasi semuanya dapat memberikan petunjuk yang mengarahkan kepada agen yang menginfeksi. (Domachowske, 2013) Dalam sebuah studi multicenter prospektif, dari 154 anak dirawat di rumah sakit dengan Community-acquired pneumonia (CAP), didapatkan 79% anak terinfeksi agen patogen. Bakteri piogenik menyumbang 60% dari kasus, dimana 73% adalah karena Streptococcus pneumoniae, sedangkan bakteri atipikal pneumoniae seperti Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydophila pneumonia terdeteksi masing-masing 14% dan 9%, Sedangkan virus didapatkan 45%. Sebanyak 23% dari anak-anak dapat memiliki penyakit virus dan bakteri bersamaan akut. Analisis multivariabel menunjukkan bahwa suhu yang tinggi (38,4 ° C) dalam waktu 72 jam dan adanya efusi pleura secara bermakna dikaitkan dengan pneumonia bakteri (Domachowske, 2013) Pada bayi baru lahir (usia 0-30 hari), beberapa organisme bertanggung jawab terhadap terjadinya infeksi terutama pneumonia yang pada akhirnya dapat terjadi sepsis neonatorum dini. Hal ini 7 tidak mengherankan mengingat peran dari genitourinari ibu dan flora saluran pencernaan merupakan proses yang dapat mengakibatkan infeksi pada neonatus. Infeksi oleh kelompok B Streptococcus, Listeria monocytogenes, atau gram negatif batang (misalnya, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae) merupakan penyebab umum pneumonia bakteri. Agen patogen ini dapat diperoleh di dalam rahim, melalui aspirasi saat dalam jalan lahir, atau melalui kontak pascakelahiran dengan orang lain atau peralatan yang terkontaminasi (Domachowske, 2013). Grup B Streptococcus (GBS) merupakan bakteri yang paling umum didapatkan pada tahun 1960-an sampai 1990-an, ketika dampak kemoprofilaksis intrapartum dalam mengurangi infeksi neonatal dan maternal oleh organisme ini menjadi jelas, bakteri E coli telah menjadi yang paling umum didapatkan pada bayi dengan berat 1500 gr atau kurang, lain organisme bakteri potensial seperti; Nontypeable Haemophilus influenzae (NTHI), Basil Gram negative, enterococci, dan Staphylococcus aureus (Domachowske, 2013). Infeksi oleh bakteri streptokokus Grup B paling sering ditularkan ke janin dalam rahim, biasanya sebagai akibat dari kolonisasi vagina dan leher rahim ibu. Agen infeksi kongenital kronis, seperti CMV, Treponema pallidum (penyebab pneumonia alba), Toxoplasma gondii, dan lain-lain, dapat menyebabkan pneumonia pada 24 jam pertama kehidupan. Gambaran klinis biasanya melibatkan sistem organ lain (Domachowske, 2013). 8 Infeksi virus yang didapat dalam komunitas masyarakat sering juga terjadi pada pada bayi baru lahir dan jarang pada bayi yang lebih tua. Virus yang paling sering terisolasi adalah respiratory syncytial virus (RSV). Antibodi yang berasal dari ibu penting dalam melindungi bayi baru lahir dari infeksi tersebut. Pada bayi prematur diduga tidak mendapatkan cukup imunoglobulin transplasenta IgG, sehingga sangat rentan untuk mendapatkan infeksi (Domachowske, 2013). Penyebab dari Community-Acquired Pneumonia (CAP) berdasarkan kelompok usia6 Umur Penyebab tersering Penyebab terjarang Lahir-20 hari Bacteria Escherichia coli Bacteria Anaerobic organisms Group B streptococci Group D streptococci Listeria monocytogenes Haemophilus influenzae Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealyticum Viruses Cytomegalovirus Herpes simplex virus 3 mgg - 3 bln Bacteria Bacteria Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis S. pneumonia H. influenzae type B and nontypeable Viruses Adenovirus Moraxella catarrhalis Influenza virus Staphylococcus aureus Parainfluenza virus 1,2,and 3U. urealyticum 9 Umur Penyebab tersering Penyebab terjarang Respiratory syncytial virus Virus Cytomegalovirus 4 Bln – 5 Thn Chlamydia pneumoniae Bacteria H. influenzae type B Mycoplasma pneumoniae M. catarrhalis S. pneumonia Mycobacterium tuberculosis Viruses Adenovirus Neisseria meningitis Influenza virus S. aureus Parainfluenza virus Virus Varicella-zoster virus Rhinovirus Respiratory syncytial virus 3. Anatomi Fisiologi Perkembangan Struktur Anatomi 10 1. Perkembangan Paru dan dinding dada (2-8 tahun) 2. Proses alveolisasi terus berlanjut melampaui usia bayi 20 – 50 juta alveoli saat bayi lahir 300 juta alveoli saat mencapai usia 8 tahun 3. Peningkatan paralel alveoli dan peningkatan luar permukaan alveoli 2,8 m2 saat lahir 32 m2 saat usia 8 tahun 75 ,2 m2 pada orang dewasa 1. Anatomi Struktur tubuh yang berperan dalam sistem pernafasan yaitu : a. Nares Anterior Adalah saluran-saluran di dalam lubang hidung. Saluransaluran itu bermuara di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung (Syaifuddin, 2014). b. Rongga Hidung Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernafasan dilapisi epitelium silinder 11 dan sel spitel berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lendir. Sekresi sel itu membuat permukaan nares basah dan berlendir. Di atas septum nasalis dan konka, selaput lendir ini paling tebal, yang diuraikan di bawah. Tiga tulang kerang (konka) yang diselaputi epitelium pernafasan, yang menjorok dari dinding lateral hidung ke dalam rongga, sangat memperbesar permukaan selaput lendir tersebut. Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu yang terdapat di dalam vestibulum. Karena kontak dengan permukaan lendir yang dilaluinya, udara menjadi hangat, dan karena penguapan air dari permukaan selaput lendir, udara menjadi lembap (Syaifuddin, 2014). c. Faring (tekak) Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang hidung (nasofaring), di belakang mulut (orofaring) dan di belakang laring (faring - laringeal) (Syaifuddin, 2014). d. Laring (tenggorok) Terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkannya dari kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar di antaranya ialah tulang rawan tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan 12 subkutaneus yang dikenal sebagai jakun, yaitu sebelah depan leher. Laring terdiri atas dua lempeng ataunlamina yang bersambung di garis tengah. Di tepi atas terdapat lekukan berupa V. Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid, bentuknya seperti cincin mohor di sebelah belakang (ini adalah tulang rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya adalah kedua tulang rawan aritenoid yang menjulang di sebelah belakang krikoid, kanan dan kiri tulang rawan kuneiform kornikulata yang sangat kecil (Syaifuddin, 2014). e. Trakea (batang tenggorok) Trakea atau batang tenggorok kira-kira sembilan sentimeter panjangnya. Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebratorakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus (bronki). Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang di ikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trakea, selain itu juga memuat beberapa jaringan otot. Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergeak menuju ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir halus lainnya yang larut masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan (Syaifuddin, 2014). f. Bronkus (cabang tenggorokan) 13 Bronkus merupakan lanjutan dari trakhea ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebratorakalis IV dan V mempunyai struktur serupa dengan trakhea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampak paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang paling kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli (Syaifuddin, 2014). g. Paru-paru Paru-paru ada dua , dan merupakan alat pernafasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam mediastinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di atas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di atas landai rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung (Syaifuddin, 2014). 14 2. Fisiologi Alveolus adalah suatu kantung udara kecil,bendinding tipis dan dapat mengembang yang di kelilingi oleh kapiler paru. Alveolus memiliki satu lapisan sel alveolus tipe 1 yang gepeng, dan jaringan padat kapiler paru juga memiliki satu lapisan sel. Ruang interstisium memisahkan udara dalam alveolus dan darah dan udara dalam kapiler paru. Selain itu, epitel alveolus juga mengandung sel alveolus tipe II yang berfungsi untuk mengeluarkan surfaktan paru yakni kompleks fosfolipoprotein yang mempermudah pengembangan paru dan di dalam lumen kantung udara juga terdapat magrofag untuk pertahanan tubuh. Pori – pori khon terdapat pada dinding alveolus berfungsi sebagai tempat aliran udara antara alveolus-alveolus yang berdekatan ketika alveolus tersumbat. Proses ini di sebut ventilasi kolateral (Syaifuddin, 2014). Menurut (Pearce, 2011) fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveolikapiler, yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh haemoglobin sel darah merah dan di bawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm 15 Hg dan pada tingkat ini hemoglobin 95% jenuh oksigen. Didalam paru-paru CO2, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler-kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna : a. Ventilasi Pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar b. Arus darah melalui paru-paru c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh d. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah berdifusi daripada O2. Semua proses ini telah diatur sedemikian rupa sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2 jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2 (Syaifuddin, 2014). 16 4. Patofisiologi dan WOC Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal adalah: a. Transplasenta (Kongenital Pneumonia): Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin (hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang disebut juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari pertama). b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia): Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke chorionic plate menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan masuk ke paru-paru. Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah sebelum persalinan, persalinan memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan obstetri yang sering. c. Transnatal Pneumonia: Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan penyebab terbanyak adalah grup B Streptokokus. d. Nosokomial Pneumonia: Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor predisposisi antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat, prosedur invasif banyak, perawatan ventilator terkontaminasi (Corwin, 2000) 17 Menurut Suriadi (2001) patofisiologi pada pneumonia dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen yaitu virus dan bakteri (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae dan Streptococcus Pneumoniae). b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadinya destruksi sel dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas. c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF), aspirasi benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia. Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga membran paruparu meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi akan timbul panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang akan membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi, kedua hal 18 ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia. WOC Kuman (bakteri, virus) Inhalasi mikroba, jamur mell : udara, aspirasi Kuman dari flora vagina masuk mll plasenta mll sal nafas menyebar ke paru masuk ke Chorionic Plate secara hematogen masuk ke paru-paru Aspirasi Reaksi Inflamasi hebat Membran paru meradang dan berlobang RBC,WBC, cairan keluar masuk alveoli Edema, bronkospasme masuk Paru Panas Hipertermi Dyspnoe, tahipnea Sianosis Konsolidasi paru Sekret Pola nafas tdk efektif Bersihan jalan nafas tdk efektif Kerusakan pertukaran gas Penurunan rasio ventilasi & difusi Hipoksemia Gangguan perfusi jaringan 19 5. Klasifikasi Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi : a. Intrapartum pneumonia 1) Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir. 2) Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari mekanik, atau gangguan iskemik dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah dengan ibu invasif organisme yang sesuai potensi dan virulensinya. 3) Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat mewujudkan tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah lahir. 4) Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam sebelum invasi yang memadai, replikasi, dan respon inflamasi telah terjadi menyebabkan tanda-tanda klinis. b. Pneumonia pascalahir 1) Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan berasal setelah bayi lahir. 2) Pasca kelahiran radang paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa proses yang sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi setelah proses kelahiran. 20 3) Yang sering menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi dalam banyak pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan intensif (NICU) sering mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk kolonisasi oleh organisme resisten pathogenicity yang tidak biasa. Terapi invasif yang diperlukan dalam oleh bayi sering menyebabkan mikroba masuk ke dalam struktur yang biasanya tidak mudah diakses. 4) Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan signifikan potensial. Selang makanan mungkin lebih lanjut dapat mempengaruhi gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan usia tersebut : Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun : a) Pneumonia berat 1) Bila ada sesak napas 2) Harus dirawat dan diberikan antibiotic b) Pneumonia 1) Bila tidak ada sesak napas 2) Ada napas cepat dengan laju napas : a. >50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun b. >40 x/menit untuk anak > 1-5 tahun 3) Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotic oral c) Bukan pneumonia 21 1) Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas 2) Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotic, hanya diberikan pengobatan simptomati seperti penurun panas Bayi berusia dibawah 2 bulan: Pada bayi berusia dibawah usia 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut : a) Pneumonia 1) Bila ada napas cuping cepat (>60 x/menit) atau sesak napas 2) Harus dirawat dan diberikan antibiotik b) Bukan pneumonia 1) Tidak ada napas cepat atau sesak napas 2) Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis. 6. Manifestasi Klinis Pneumonia pada nonatal merupakan gangguan pernapasan pada bayi baru lahir, dengan gejala seperti pernafasan yang bising atau sulit, Takipnea > 60x/menit, retraksi dada, batuk dan mendengus. WHO tidak membedakan antara pneumonia neonatal dan bentuk lain dari sepsis berat, seperti bakteremia, karena gejalagejala yang tampak hamper sama, dan keterlibatan organ dan pengobatan empirik rejimen yang sama. Takipnea merupakan tanda yang paling sering didapatkan dalam 60-89% kasus, termasuk tanda 22 lain seperti retraksi dada (36-91% kasus), demam (30-56%), ketidakmampuan untuk makan (43 -49%), sianosis (12-40%), dan batuk (30-84%) (Nissen,2007). Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti malas makan, letargi, iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan kesan bahwa bayi tidak baik. Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus), tachypnea, retraksi, sianosis, apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif. Pada bayi dengan ventilasi mekanik, kebutuhan untuk dukungan ventilasi meningkat dapat menunjukkan infeksi. Tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan fisik, seperti tumpul pada perkusi, perubahan suara napas, dan adanya ronki, radiografi thorax didapatkan infiltrat baru atau efusi pleura. Tanda akhir pneumonia pada neonates tidak spesifik seperti apnea, takipnea, malas makan, distensi abdomen, jaundice, muntah, respirasi distress, dan kolaps sirkulasi (Stoll. 2011) Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu : a. Tachypnea (laju pernafasan >60 kali/menit). b. Dengkur ekspirasi mungkin terjadi. c. Perekrutan otot aksesori pernapasan, seperti cuping hidung dan retraksi di subcostal, interkostal, atau situs suprasternal, dapat terjadi. 23 d. Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam kualitas dan kuantitas, tetapi yang paling sering sedalamdalamnya dan kemajuan dari serosanguineous untuk penampilan yang lebih bernanah, putih, kuning, hijau, atau perdarahan warna dan tekstur krim atau chunky tidak jarang terjadi. Jika aspirasi mekonium, darah, atau cairan properadangan lainnya dicurigai, warna dan tekstur lain bisa dilihat. e. Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada bayi dengan radang paru-paru daripada individu yang lebih tua. Jika ada, mereka mungkin disebabkan oleh proses menyebabkan peradangan, seperti gagal jantung kongestif, kondensasi dari gas humidified diberikan selama ventilasi mekanik, atau tabung endotracheal perpindahan. Meskipun alternatif penjelasan yang mungkin, temuan ini akan dimintakan pertimbangan cermat pneumonia dalam diagnosis diferensial. f. Sianosis pusat jaringan, menyiratkan deoxyhemoglobin konsentrasi sekitar 5 g/dL atau lebih dan konsisten dengan kerusakan pertukaran gas dari disfungsi paru berat seperti radang paru-paru, meskipun penyakit jantung bawaan struktural, hemoglobinopathy, polisitemia, dan hipertensi pulmonal (dengan atau tanpa parenkim terkait lainnya penyakit paru-paru) harus dipertimbangkan. g. Peningkatan pernapasan seperti peningkatan menghirup oksigen konsentrasi, ventilasi tekanan positif, atau tekanan saluran udara 24 positif terus menerus umumnya diperlukan sebelum pemulihan dimulai. h. Bayi dengan pneumonia dapat bermanifestasi asimetri suara napas dan dada yang menyatakan kebocoran udara atau perubahan emphysematous sekunder obstruksi jalan napas parsial. Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir rendah, letargi, tidak mau minum, tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil, asisdosis metabolik, DIC. 7. Komplikasi Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti mengitis purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bacteria (Stoll. 2011). Ilten F, dkk melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninavasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim (Stoll. 2011). 25 8. Penatalaksanaan WHO merekomendasikan penggunaan ampicillin (50mg/kg) setiap 12 jam dalam minggu pertama kehidupan, kemudian pada umur 2-4 minggu diberikan tiap 8 jam, ditambah dengan dosis tunggal gentamicin. Pengobatan lini pertama dapat diberikan ampicilin seperti benzylpenicillin atau amoxicillin, sedangkan gentamicin seperti amikasin atau tobramycin. Jika bakteri S. Aureus yang didapat, dengan resisten terhadap penicillin seperti flucloxacillin atau cloxacillin maka harus diganti dengan ampicillin (Nissen, 2007). Dalam sebuah percobaan acak pada bayi Kenya, pemberian sehari sekali gentamicin dengan dosis loading 8 mg/kg, pada bayi < 2 kg diberikan 2 mg/kb, sedangkan pada bayi > 2 kg diberikan 4 mg dalam minggu pertama kehidupan. Pemberian 4 mg/kg pada bayi yang berat < 2 kg atau 6 mg/kg dengan berat > 2 kg dalam minggu kedua tau lebih. Jika bayi tidak berespon terhadap pemberian antibiok lini pertama, WHO merekomendasikan untuk mengganti antibiotic dengan generasi ketiga cephalosporin atau kloramfenikol terutama pada bayi yang tidak premature dan level obat dapat di monitor (Nissen, 2007). Prinsip-prinsip umum pengobatan serupa dengan anak, yaitu hidrasi, anti-pyretics dan ventilasi dukungan jika diperlukan. Pada bayi yang berumur kurang dari 1 bulan jika penyebabnya bakteri dapat diberikan ampicillin 75-100 mg/kg/hr dan gentamicin 5 mg/kg, 26 untuk umur 1-3 bulan dapat diberikan Cefuroxime 75–150 mg/kg/hr atau co-amoxiclav 40 mg/kg/hari. Sedangkan pada umur lebih dari 3 bulan diberikan Benzylpenicillin atau erythromycin, jika tidak berespon segera ganti dengan cefuroxime atau amoxicillin (Sutton, 2003) Pengobatan pendukung pada pneumonia non bakteri, jika penyebabnya Chlamydia dan mycoplasma harus diterpi dengan erythromycin 40–50 mg/kg/hari dan diberikan peroral. Jika pneumonia yang disebabkan oleh pneumocystis carinii dapat diberikan co-trimoxazole 18–27 mg/kg/hr (Stack, 2003) Prioritas awal pada anak dengan pneumonia meliputi identifikasi dan pengobatan gangguan pernapasan, hipoksemia, dan hiperkarbia. Mendengus, melebar, tachypnea parah, dan retraksi harus meminta dukungan pernapasan langsung. Anak-anak yang berada dalam kesulitan pernapasan yang parah harus menjalani intubasi trakea jika mereka tidak mampu untuk mempertahankan oksigenasi atau mengalami penurunan tingkat kesadaran (Bannet, 2013) Amoksisilin digunakan sebagai agen lini pertama untuk anakanak dengan pneumonia komunitas tanpa komplikasi, Generasi kedua atau ketiga dari sefalosporin dan antibiotik macrolide seperti azitromisin merupakan alternatif yang bisa diterima. Pada pasien rawat inap biasanya diobati generasi sefalosporin intravena, dan seringkali dikombinasikan dengan macrolide (Bannet, 2013). 27 Pneumonia Influenza A yang sangat parah atau bila terjadi pada pasien berisiko tinggi dapat diobati dengan oseltamivir atau zanamivir. Pneumonia Virus Herpes Simplex diobati dengan asiklovir parenteral, sedangkan Infeksi jamur invasif, seperti yang disebabkan oleh Aspergillus atau spesies Zygomycetes, dapat diberikan amfoterisin B atau vorikonazol (Bannet, 2013). Amoxicillin dapat digunakan sebagai terapi lini pertama, pada bayi dan anak yang diduga pneumonia rigan sampai sedang. Pemberian amoxicillin efektif pada bakteri pathogen invasive streptococcus pneumoniae. Ampicillin or penicillin G dapat juga diberikan pada bayi dan usia sekolah. Terapi empiris dengan pemberian cephalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone atau cefotaxime pada bayi dan anak yang dirawat di rumah sakit dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap (Bradley, 2011) 9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang a. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) : Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan multiple abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi (bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral). b. Pemeriksaan laboratorium: 1) DL, Serologi, LED: leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri, menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat. 28 2) Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat. 3) Analisis gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan O2. 4) Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme penyebab. 5) Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi amnion (risiko pneumonia tinggi). c. Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia (Stoll. 2011). B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas Meliputi pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang meliputi: nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian. b. Keluhan Utama Biasanya keluarga klien mengeluhkan bayi malas menyusui, suhu bayi naik turun dan pernapasan bayi yang tampak cepat. c. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS) 29 Biasanya bayi malas menyusui, suhu bayi naik turun dan pernapasan bayi yang tampak cepat, terdapat sianosis, terdapat retraksi dinding dada dan adanya ronki. d. Riwayat Kehamilan Sekarang 1. Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama haid terakhir (HPHT), tapsiran partus (TP). 2. Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam, keputihan, riwayat terapi. 3. Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi, jantung dan lainnya. 4. Riwayat persalinan: cara persalinan (spontan, section, forceps) dan indikasinya e. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan bayi dapat dilakukan segera setelah status kardiovaskuler aman dan secara berkala. a) Penampilan umum 1) BB <1500 gram, akan berkurang 3-5 hari, tetapi tidak boleh > 10 %, biasanya akan naik kembali setelah hari ke 8-12. 2) PB <46 cm. 3) Suhu klien biasanya tidak stabil naik turun (suhu normal 36,537,5 0C). b) Kepala 1) Ukur : lingkar kepala 30 2) Periksa adanya caput atau cepal hematom, molding, fontanel anterior dan posterior. 3) Periksa bentuk telinga. 4) Simetris tidaknya wajah. 5) Periksa mata : bentuk, letak, ukuran, pupil, reflek cahaya, adanya perdarahan. 6) Periksa mulut : bibir, palatum, lidah, gigi. 7) Periksa hidung : septum, simetris atau tidak. 8) Periksa leher : Ukuran simetris/tidak, Gerakan baik/kurang baik, Pergerakan otot. c) Kulit 1) Vernix caseosa 2) Lanugo terutama diwajah, bahu (lebih banyak pada premature) 3) Warna kulit (biasanya bayi akan mengalami akrosianosis, lalu badan akan semakin merah jika bayi menangis), adanya bintik-bintik, deskuamasi, kering. 4) Bercak meconium pada kulit, tali pusat, kuku jari. 5) Cairan amnion, bau. 6) Cari adanya jaundice dengan menekan kulit, maka warna kuning akan lebih jelas. d) Dada 31 1) Diameter anteroposterior hampir sama dengan diameter transversa (diameter diukur sedikit diatas putting), lebih pendek daripada abdomen. 2) Pembesaran payudara, witch’s milk. 3) Palpasi/auskultasi PMI, frekuensi, kualitas HR (120-160 x/menit) dan murmur. 4) Karakteristik respirasi, cracles, ronchi, suara nafas tiap-tiap sisi dada, frekuensi >60 x/menit (dad dan perut bergerak bersama, hitung 1 menit penuh), periode apnea. e) Abdomen 1) Bentuk : simetris/tidak 2) Bising usus : ada/ tidak 3) Kelainan : cekung/cembung 4) Tali Pusat, pembuluh darah, perdarahan, kelainan tali pusat. f) Neurologik 1) Tonus otot. 2) Reflek : moro reflek, tonik neck reflek, palmar graps reflek, walking reflek, rooting reflek, sucking reflek. g) Kelamin 1) Bayi perempuan , labia mayora/minora, sekresi vaginal, kelainan, Anus. 2) Bayi laki-laki, scrotum, testis, penis, kelainan. h) Punggung 32 1) Adanya benjolan atau defek yang lain ( bayi harus ditengkurapkan ) i) Ektremitas 1) Kelengkapan jari, adanya sindaktili dan polidaktili. 2) Bentuk ekstremitas, bandingkan panjang kedua kaki, tinggi lutut, dan gerakannya dengan menekuk kedua paha kekanan kiri abdomen. j) Penilaian APGAR Score APGAR Pemeriksaan Appearance/warna kulit Inspeksi Pulse/denyut jantung Auskultasi jantung Grimace/ reflek Menghisap atau iritabily rangsang lain 0 Biru/pucat seluruh tubuh Tidak terdengar 1 Badan merah, ekstremitas biru < 100 x/menit Tidak ada respon Menyeringai Fleksi ekstremitas Activity/ tonus otot Inspeksi Lemah Respiration/pernafasan Total score : 0-3 Tidak ada gerakan Inspeksi pernafasan : asfiksia berat 4-6 : asfiksia sedang 7-10 : asfiksia ringan 2. Menangis lemah atau merintih 2 Semua merah > 100 x/menit Menangis keras Gerak aktif Gerakan pernafasan kuat/ menangis kuat Diagnosa Keperawatan 1) Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme 2) Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi 3) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan 4) Kerusakan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler 5) Gangguan perfusi jaringan b.d hipoksia 33 3. Intervensi keperawatan N DIAGNOSA O KEPERAATAN 1 Bersihan jalan Respiratory status Respiratory status nafas tidak ventilation efektif b.d sekresi yang NOC tertahan NIC untuk istirahat dan n batuk efektif dan nafas dalam pasien Menegakkan jalan memaksimalkan nafas yang paten ventilasi Lakukan fisioterapi dada jika perlu Mamp Keluarkan secret dan mencegah dengan batuk atau faktor penyebab suction (1/3) Posisikan untuk mengidentifikasi bersih (1/3) (1/3) pasien Mendemonstrasika suara nafas yang Anjurkan Auskultasi suara Saturasi O2 dalam nafas, catat adanya batas normal (1/3) suara tambahan Foto thorax dalam batas normal (1/3) Monitor status hemodinamik Berikan pelembab udara dengan kasa basah Nacl lembab 34 Berikan antibiotik sesuai order Monitor respirasi O2 Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan secret 2 Pola nafas tidak Airway management efektif b.d hiperventilasi Posisikan Airway management pasien semi fowler (1/3) memaksimalkan Auskultasi suara potensial ventilasi nafas,catat hasil penurunan daerah adanya suara Memonitor kepatenan ventilasi atau tidak Untuk nafas Memonitor respirasi adventif (1/3) dan Monitor pernafasan oksigen dan status oksigen jalan yang sesuai (1/3) keadekuatan Memonitor keadaan pernafasan klien Mengetahui adanya pada sumbatan jalan nafas Menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien 35 3 Kerusakan pertukaran b.d Respiratory status : Respiratory status: gas Airway patency perubahan Posisikan pasien Mampu untuk membran mengeluarkan memaksimalkan alveolar kapiler secret (1/3) ventilasi udara Pernafasan normal dada Irama kebutuhan pernafasan sesuai Keluarkan dengan Kedalaman inspirasi Lakukan terapi fisik 16-20 x/I (1/3) teratur (1/3) batuk normal (1/3) dengan Oksigenasi pasien saction adekuat (1/3) secret melakukan efektif atau ventilasi Catat dan monitor pelan, dalamnya pernafasan dan batuk Berikan treatment sesuai kebutuhan Resulasi intake cairan untuk mencapai keseimbangan cairan Monitor respiratory 36 status dan oksigenasi 37 BAB III TINJAUAN KASUS FORMAT PENGKAJIAN NEONATUS Tanggal masuk ruang rawat : 4 oktober 2018 Jam masuk : 13.00 WIB Ruang rawat : Covis perinatologi Tanggal Pengkajian : 8 oktober 2018 I. PENGKAJIAN A. Identitas Pasien 1. Nama (inisial) : By. M 2. Jenis kelamin : Laki-laki 3. Tanggal lahir : 4 oktober 2018 4. No. MR : 01.02.91.40 5. BB / PB : 2900 / 45 cm 6. Diagnosis Medis : pneumonia neonatal B. Identitas Penanggung Jawab Ibu Nama (inisial) : Ny. M Ayah Nama (inisial) : Tn. M Umur sekarang: 34 th Umur sekarang : 42 th Perkawinan ke : 1 Perkawinan ke :1 Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta Alamat : Bungus, teluk Alamat : Bungus Kabung T. Kabung 38 C. Keluhan Utama By. M merintih sejak lahir, By.M sesak nafas sejak lahir D. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien dengan BBLC 2900 Gram dan panjang badan 49 cm, lahir SC dengan indikasi KPD, klien cukup bulan, ketuban bewarna kehijauan. Klien merintih sejak lahir, sesak nafas, ada kebiruan menghilang dengan oksigen, demam kejang tidak ada, injeksi vitamin K sudah diberikan. Pada saat pengkajian tanggal 8 Oktober 2018 di dapatkan data bahwa by.M masih tampak sesak, by.M masih terpasang O2 1 liter dan By.M masih dirawat dalam inkubator, tampak pernapasan cuping hidung dan retraksi dinding dada masih tampak. E. Riwayat Kelahiran yang sebelumnya N o Tahun kelahiran Jenis kelamin 1 2011 Laki-laki 2 2018 Laki-laki Berat berat lahir 3100 gr 2900 gr Keadaan bayi Sehat Neonatal pneumonia F. Riwayat kehamilan sekarang G2P1A0H1 Presentasi bayi : Kepala Pemeriksaan antenatal : (√ ) Teratur ( ) Tidak teratur USG Ibu : Hari pertama haid terakhir : 03 – 01 - 2018 39 Komplikasi Penyakit kehamilan saat / hamil persalinan Tidak Tidak ada ada Tidak ada Tidak ada Jenis persalinan Sc Sc Taksiran partus : 10- 10 - 2018 Penyakit selama hamil : ( - ) Anemia ( - ) Diabetes ( - ) Hipertensi ( - ) Penyakit ( - ) Tuberkulosis ( - ) Sifilis Jantung ( ) Dan lain-lain (Tidak ada) Komplikasi kehamilan : ( - ) Perdarahan ( - ) Infeksi ( - )Preeklamsia ( - ) Disproporsi ( ) Dan lain-lain (Tidak ada) Pemeriksaan terakhir waktu hamil : Golongan darah ibu :A HB : 10 gr/dl Leukosit : 11.280/mm3 Gula Darah : 50 mg/dl Urine Lengkap : 300 mg/dl Kebiasaan ibu saat hamil Anamnesis makanan : Tidak ada Obat yang dimakan : Vitamin C Merokok : Tidak ada Minum jamu : Tidak ada Lain-lain : G. Riwayat Persalinan Berat badan ibu : 61 kg Tinggi badan ibu : 159 cm 40 : (√ )Rumah sakit ( )Klinik bersalin Persalinan di Lain-lain Dipimpin oleh : (√ )Dokter Jenis Persalinan : Sc Indikasi : perdarahan Lama persalinan : 30 menit Komplikasi persalinan : Anemia Medikasi saat persalinan : Tidak diketahui Lama ketuban pecah : 12 jam Kondisi air ketuban : air ketuban pecah dini Warna air ketuban : Kehijauan ( ) Bidan H. Keadaan Bayi Saat Lahir Lahir tanggal : 4 Oktober 2018 Jam : 09.00 WIB Jenis Kelamin: laki-laki (√ ) : kelahiran tunggal ( ) : Kelahiran Kembar / multiple Plasenta - Berat : 500 gr - Ukuran : Diameter 17 cm dan tebal plasenta 2 cm - Kelainan : tidak ada kelainan Tali pusat - Panjang : 50 cm - Jumlah pembuluh darah : 3 pembuluh darah - Kelainan : tidak ada kelainan Penilaian bayi dengan APGAR SCORE 41 Jumlah Nilai Tanda 0 1 2 Frek jantung Tidak ada <100 >100 Usaha napas Tidak ada Lambat Menangis Menit Menit ke-1 ke-5 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 kuat Tonus otot Lumpuh Ekstremitas sedikit fleksi Refleks Tidak bereaksi Warna Gerakan aktif Gerakan Reaksi sedikit Biru/pucat melawan Tubuh kemerahan Kemerahan dan kaki biru Keterangan : : penilaian 1 menit setelah lahir : penilaian 5 menit setelah lahir I. Riwayat Resusitasi Tidak ada J. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Tidak ada karena bayi segera di masukkan kedalam ruang covis K. Pemeriksaan Fisik Neonatus Umur : 6 hari Usia Gestasi : Panjang : 49 cm Berat : 2900 gr Suhu : 37,4 0C 42 39 minggu Bentuk kepala : Bulat Kepala : Normocephal Ubun-ubun Besar : 4.5 cm Kecil : 0.5 cm Sutura : normal Wajah : Simetris, mata By. M segaris dengan telinga, hidung berada pada garis tengah, mulut garis tengah wajah Mata : tidak terdapat ptosisi atau edema. Sklera tidak ikterik, konjungtiva merah muda dan refleks mengedip ada Hidung : Posisi hidung berada pada garis tengah, adanya pernapasan cuping hidung Telinga : telinga berada garis lurus dengan mata, kulit telinga tidak kendur, pembentukan tulang rawan dan terbentuk dengan kokoh Leher : rentang pergerakan sendi leher By. M bebas, bentuk simetris dan pendek, tidak ada tampak pembesar pada leher bayi. Sistem Neurologi 43 Kesadaran Refleks : compos mentis : palmar (menggenggam) (+), Moro (terkejut) (+), Sucking (Menghisap) (+), Rooting (+) dan Babinski (+) Kejang : tidak ada Sistem Kardiovaskuler Jantung : DJ 130 x/i Sirkulasi Sianosis : tidak ada Pucat : tidak ada CRT : < 3 detik Akral : hangat Sistem Respirasi Pergerakan : asimetris Pernapasan : frekuesi 62 x/i Adanya pernapasan cuping hidung dan retraksi dinding dada Perkusi : sonor Auskultasi : brankovesikuler Ronchi : tidak ada Wheezing : tidak ada Saturasi O2 : 97 % Penggunaan alat bantu nafas : ada 44 Jenis Ventilasi :- PEEP :- FIO2 :- Pernapasan setting : - PIP :- Inspirasi time : 0.5 detik DOWN SCORE Nilai 0 1 Frekuensi napas < 60 menit 60-80 x/menit Retraksi Tidak ada Sianosis Tidak ada Air entry (udara masuk) Ada Merintih Tidak ada v v v 2 Retraksi ringan v v v >80 x/menit Retraksi berat Hilang dengan O2 Menetap dengan 02 Menurun Tidak terdengar Terdengar stetoskop dengan Terdengar tanpa alat bantu Sistem Integumen Warna kulit : kemerahan Verniks kaseosa : sudah tidak ada vernik kaseosa yang tertinggal di kulit bayi Lanugo : Masih tedapat sedikit lanugo yang tersebar pada tubuh bayi 45 v Jaundice : Tidak terdapat jaudice pada bayi dimana warna kulit bayi berwarna kemerahan Mottled : tidak terdapat mottled pada kulit bayi Sianosis umum : tidak ada Edema : tidak ada Turgor : baik / elastis Sistem Gastrointestinal Mulut : Mukosa bibir kering dan warna bibir bayi agak pink, dan lidah bayi Tenggorokan : Tidak terdapat labio ataupun palatoskizis pada By. M Lidah : Berwarna pink bersih tidak ada bercak putih Abdomen Residu lambung : Tidak ada Asites : Tidak ada Kembung : Tidak ada Distensi : Tidak ada Bising usus : Terdapat bising usus Limpa : Tidak dilakukan pemeriksaan Umbilikus : Masih terdapat tali pusar dengan sudah hampir lepas dengan warna coklat tua Hernia : tidak terdapat tonjolan pada umbilikal By. M Lingkar perut : 38 cm Genitalia Laki-laki : tidak ada kelainan, kondisi testis sudah turun ke skrotum 46 Kebutuhan Nutrisi, Cairan, dan Eliminasi Nutrisi jenis makanan : ASI frekuensi makan : 8 x/hari 60 cc/ 3 jam melalui oral terpasang OGT : tidak ada produksi OGT : tidak ada Cairan Total kebutuhan cairan : 480 cc ml/hari Jenis cairan yang diberikan : ASI Balance cairan : intake – output IWL : BBS (kg) x konstanta IWL = 2.9 kg x 20 = 58 ml/jam (IVFD+oral) – (urine+IWL) : 480 – (410 + 58) = 12 Eliminasi Anus : Ada Keluar mekonium : Tidak Defekasi : (√) via anus (4 x/hari) frekuensi ( - ) stoma Konsistensi Karakteristik feses ( - ) hijau ( - ) cair ( - ) lain-lain ( - ) terdapat darah (√ ) dempul Urin (√) spontan 47 ( - ) kateter urin ( - ) kolostomi Kelainan : (√) tidak ada ( ) ada, sebutkan Diuresis : 410 cc/24 jam Sistem muskuloskeleteal Tonus : (√ ) cukup aktif ( - ) kurang Kelainan tulang : (√) tidak ada ( - ) ada, sebutkan Gerakan bayi : (√) bebas ( - ) terbatas, sebutkan Spina bifida : ( - ) tidak ( - ) ya Ukuran umum Lingkar kepala : 32cm Lingkar dada : 33cm Lingkar perut : 38 cm Lingkar lengan : 11,5 cm Panjang lengan : 17 cm Panjang tungkai : 20cm Jarak kepala ke symphisis : 29 cm Jarak symphisis ke kaki : 20 cm L. Aktivitas tidur – bangun Variabel 2 Saturasi O2 (90%) Denyut nadi (x/mnt Perilaku tidur terjaga: 4 6 8 Menit ke 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 91% 95% 96% 151 48 155 150 √ 1. Tidur tenang tenang 2. Tidur aktif √ √ √ 3. Mengantuk 4. Terjaga tenang 5. Terjaga aktif 6. Menangis √ √ √ √ √ √ √ √ √ M. kenyamanan Pencetus ketidaknyamanan : sesak nafas Reaksi : Menangis Penalataksanaan oleh perawat : Pemberian oksigen N. Hubungan orang tua dan bayi Aktivitas Ibu Menyentuh Menggendong/ KMC Berbincang √ Kontak mata √ Memanggil nama √ Beri tanda centang (√) jika aktivitas dilakukan O. Pemeriksaan penunjang Ayah √ √ √ Pemeriksaan Darah Rutin Tanggal : 7 oktober 2018 Jenis pemeriksaan 1. Hemoglobin 2. Hematokrit 3. Leukosit 4. Trombosit 5. Eritrosit 6. Hematokrit 7. Retikulosit 8. Hasil 15 g/dl 56 % 39.000 /mm3 225.000 / mm3 5,6 juta 57 % 3,7% 49 Nilai Rujukan 16,5-21,5 g/dl 40-68 % 9000- 37.000 / mm3 150.000-450.000 / mm3 4,1 – 6,1 juta 48 – 60 % 1,5 – 5,0 % √ √ 9. 10. Pemeriksaan AGD Jenis pemeriksaan AGD 1. PH 2. PaCO2 3. PaO2 4. HCO2 5. SaO2 6. BE 7. NA 8. K 9. Ca 10. CI Tanggal 05-10-2018 7.32 g/dl 45 mmHg 90 mmHg Hasil Tanggal 9-10-2018 7.1 g/dl 47 mmHg 85 mmHg Nilai Normal Tanggal 10- 10- 2018 7.4 g/dl 44 mmHg 85 mmHg 7.35 – 7.45 g/dl 35 – 45 mmHg 80 – 100 mmHg 97 % 2 mmol / L 98% 1 mmol/l 97% 1 mmol/l 95 – 100 % -2 – 2 P. Terapi Medikasi Vitamin K 1 x 1 mg (IM) ampisilin sulbactam 2 x 145 mg (IV) gentamisin 1 x 15 mg (IV) Q. riwayat Alergi Alergi : Ya √ Tidak Tidak tau Bila Ya Alegi obat, sebutkan : Tidak ada Alergi makanan, sebutkan : Tidak ada Alergi lainnya, sebutkan : Tidak ada Gelang tanda alergi terpasang (warna merah) : 50 Ya √ R. Penilaian usia kehamilan/ Ballard score 51 S. skrining Nyeri Nursing Comfort Measure (NCM) Kategori Fisik Postur Pola tidur Ekspresi Menangis Warna kulit Skor Fleksi dan atau tegang 2 Ekstensi 1 Gelisah atau tidak 2 Tenang 0 Meringis 2 Mengerutkan dahi 1 Ya 2 Tidak 0 Pucat : 2 Nilai 0 2 Kebiruan/kemerahan Merah muda 0 Apneu 2 Takipneu 1 Fluktuatif 2 Takikardia 1 Desaturasi 2 Normal 0 Hipo/ Hipertensi 2 Normal 0 0 Fisiologis Respirasi Denyut jantung Saturasi Tekanan darah 52 1 0 0 Persepsi 2 Nyeri 0 perawat Total nilai 3 Keterangan : Dibutuhkan intervensi apabila : < 5 : Nursing comfort measure (NCM) >5 : NCM dan paracetamol >10 : NCM, paracetamol dan obat penenang T. Skrining Risiko Cedera/ Jatuh ( √ ) Ya ( ) Tidak jika Ya, gelang risiko jatuh (warna kuning) dipasangkan pada pasien, dan segitiga (warna kuning) digantung tempat tidur pasien. U. Skrning Trauma Kulit Parameter Usia gestasi Status mental Kriteria Skor < 28 minggu 4 28 minggu -< 33 minggu 3 33 minggu- 38 minggu 2 >38 minggu 1 Tidak berespon terhadap stimulus 4 Hanya berespon pada nyeri 3 Letargi/ apatis 2 53 Nilai 1 Mobilisasi Sadar dan aktif/ compos mesntis 1 Tidak mampu bergerak 4 Bergerak sedikit dengan bantuan 3 Bergerak sedikit tanpa bantuan 2 Bergerak aktif 1 1 Dalam radiant warmer dengan 4 4 plastic transparan Dalam radiant warmer tanpa plastic 3 Aktifitas transparan Dalam a double wallet issolette/ 2 incubator 2 jendela Dalam box terbuka 1 Nutrisi hanya diberikan melalui 4 intravena Nutrisi Mendapatkan nutrisi melalui 3 gastric tube ( susu formula/asi) dan cairan itravena Mendapatkan nutrisi melalui 2 gastric tube Bayi dapat menyusu langsung atau 1 menggunakan botol setiap kali minum Kulit bayi selalu lembab. linen 4 sering diganti 54 1 Kulit bayi selalu lembab. linen 3 Kelembaban sering diganti minimal setiap shift Kulit bayi selalu lembab. 2 2 membutuhkan pergantian ekstra linen minimal sekali sehari Kulit bayi membutuhkan biasanya kering, 1 pergantian linen hanya sekali sehari 9 Total nilai II. ANALISA DATA No 2. Data penunjang Masalah DS - Gangguan DO pertukaran - N : 153 x/ i - RR : 62 x/i - Etiologi Woc singkat hiperventilasi Pneumonia Infeksi saluran pernapasan gas Pelepasan Histamine, prostaglandin Pernapasan bayi cuping hidung - AGD : Dilatasi pembuluh darah Ph : 7.1 g/dl PaCO2 : 47 Eksudasi plasma masuk alveoli mmHg Gangguan 55 difusi dalam kapiler alveoli 3. DS. - Pola DO tidak efektif - By. nafas ekspirasi paru M yang efektif Pneumonia tidak Infeksi saluran nafas terpasang Pelepasan histamin dan prostaglandin oksigen 1 liter - RR 62 X/Menit - By. M gelisah - Adanya retraksi Dilatasi pembuluh darah dinding dada - Eksudat plasma masuk alveoli Adanya cuping hidung Edema alveoli Tekanan dinding dada 3 DS:- Resiko DO: infeksi - Leukosit : Pemotongan tali pusar pada bayi 39.000 /mm3 - By. M Pemenuhan paru menurun Adaptasi bayi baru lahir baru Terdapat luka terbuka pada lahir 4 hari yang 56 lalu tali pusat - Hb : 15 mg/dl - Tali pusar belum lepas dari Bayi memiliki imun yang belum sempurna umbilicus Peningkatan resiko infeksi bayi III. Diagnosa Keperawatan No 1 Diagnosa Keperawata Kerusakan pertukaran gas b.d Tanggal Muncul 9-10-2018 paraf Tanggal teratasi 10-10-2018 Paraf transportasi oksigen 2 Pola nafas tidak efektif b.d 8-10-2018 9-10-2018 8-10-2018 10-10-2018 sindrom hiperventilasi 3 Resiko infekis IV. Intervensi Keperawatan N DIAGNOSA O KEPERAWATA NOC NIC N 2 Pola nafas tidak Status pernafasan: Manajemen jalan nafas efektif sindrom hipoventilasi b.d kepatenan jalan nafas 57 pasien untuk memaksimalkan ventilasi Frekuensi pernafasan (N) Posisikan Auskulatasi suara nafas, catat Irama (N) adanya suara tambahan pernafasan Lakukan saction Kedalaman inspirasi Atur (N) mengoptimalkan Kemampuan intake untuk cairan keseimbangan untuk mengeluarkan secret Monitor respirasi dan status (N) O2 Suara nafas tambahan (N) Pertahankan jalan nafas yang paten Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi Monitor nadi suhu dan RR Monitor frekuensi dan irama pernafasan Monitor pernapasan: Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan penggunaan otot bantu nafas dan retraksi pada interkosta 58 Monitor pola nafas Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi 3 Gangguan pertukaran b.d Status pernafasan: Terapi oksigen: gas pertukaran gas: perubahan Catat lokasi trakea Bersihkan mulut, hidung Keseimbangan dengan segera (tepat) membrane ventilasi dan perfusi Siapkan peralatan O2 alveolar kapiler (N) berikan Dispnea saat Gangguan kesadaran (N) system humidifier istirahat (N) melalu dan Monitor posisi perangkat (alat) Monitor O2 Amati tanda-tanda hipoventilasi indikasi O2 Sediakan O2 kerika pasien dibawa/ dipindahkan 3 Resiko infeksi Keperahan infeksi: baru Kontrol infeksi lahir Bersihkan lingkungan dengan Ketidakstabilan suhu baik setelah digunakan untuk Takipnea setiap pasien Takikardi Sianosis perpasien Gelisah institusi Kulit kemerahan 59 Ganti peralatan sesuai perawatan protokol Batasi jumlah pengunjung Peningkatan sel darah putih Konjungtivitis Ajarkan cara cuci tangan bagi tenaga kesehatan Ajarkan pasien mengenai teknik mencuci tangan dengan tepat Anjurkan pengunjung untuk cuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan yang sesuai Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien Jaga lingkungan aseptik yang optimal selama penusukan di samping tempat tidur dari saluran penghubung Pastikan teknik perawatan luka yang tepat Berikan terapi antibiotik yang sesuai 60 VI. Catatan Perkembangan No Hari / tgl 1. Senin, 810-2018 08.00 No dx kep 2 Implementasi 1. Monitor TTV 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Catat pergerakan dada 4. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi Evaluasi S: O: - sesak klien sudah mulai berkurang -terdapat retraksi dinding dada - saturasi oksigen 97% - TTV : Nadi 120x/i, suhu 37,10C, RR 60x/i A: Masalah teratasi sebagian P: intervensi dilanjutkan 1. Monitor TTV 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Catat pergerakan dada 4. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi 2. Senin 810-2018 11.00 3 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan pasien 2. Batasi jumlah pengunjung 3. Ajarkan pengunjung untuk cuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien 4. Pastikan teknik perawatan tali pusat yang tepat 5. Berikan terapi antibiotik ampicilin sulbactam 145 mg jam 12.00 WIB S: O: - Keluarga tampak bisa mencuci tangan pada saat berkunjung - Kondisi tali pusat klien bersih tampak berwarna coklat - Keluarga yang berkunjung hanya 1 orang, yaitu ibu klien A: Masalah belum teratasi P: Intervensi Dilanjutkan 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan pasien 61 Ttd 2. Batasi jumlah pengunjung 3. Ajarkan pengunjung untuk cuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien 4. Pastikan teknik perawatan tali pusat yang tepat 5. Berikan terapi antibiotik ampicilin sulbactam 145 mg jam 12.00 WIB No Hari / tgl 1. Selasa, 910-2018 08.00 No dx kep 1 Implementasi 1. Siapkan peralatan O2 2. Monitor O2 klien 3. Amati tanda-tanda hipoventilasi indikasi O2 4. Observasi nilai AGD Evaluasi S: O: - tampak pernapasan cuping hidung pada bayi - RR 60x/i - Hasil AGD : Ph 7,4, PaCO2 44 mmHg, PaO2 85 mmHg, SaO2 97%, be 1 mmol/l - Klien terpasang O2 1L A: Masalah sudah teratasi P: Intervensi tidak dilanjutkan 2. Selasa, 910-2018 08.00 2 1. Monitor TTV 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Catat pergerakan dada 4. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi S: O: - sesak klien sudah mulai berkurang -terdapat retraksi dinding dada - saturasi oksigen 97% - TTV : Nadi 124x/i, suhu 36,90C, RR 56x/i A: Masalah teratasi 62 Ttd sebagian P: intervensi dilanjutkan 1. Monitor TTV 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Catat pergerakan dada 4. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi 3. Selasa, 910-2018 08.00 3 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan pasien 2. Batasi jumlah pengunjung 3. Ajarkan pengunjung untuk cuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien 4. Pastikan teknik perawatan tali pusat yang tepat 5. Berikan terapi antibiotik ampicilin sulbactam 145 mg jam 12.00 WIB S: O: -klien merupakan hari rawatan ke-5 - Keluarga tampak bisa mencuci tangan pada saat berkunjung - Kondisi tali pusat klien bersih tampak berwarna coklat - Keluarga yang berkunjung hanya 1 orang, yaitu ibu klien A: Masalah belum teratasi P: Intervensi Dilanjutkan 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan pasien 2. Batasi jumlah pengunjung 3. Ajarkan pengunjung untuk cuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien 4. Pastikan teknik perawatan tali pusat yang tepat 5. Berikan terapi antibiotik ampicilin sulbactam 145 mg jam 12.00 WIB 63 No Hari / tgl 1. Rabu, 1010-2018 08.00 No dx kep 2 Implementasi 1. Monitor TTV 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Catat pergerakan dada 4. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi Evaluasi S: O: - sesak klien sudah mulai berkurang -terdapat retraksi dinding dada - saturasi oksigen 98% - TTV : Nadi 126x/i, suhu 370C, RR 54x/i A: Masalah teratasi sebagian 2. Rabu, 1010-2018 08.00 3 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan pasien 2. Batasi jumlah pengunjung 3. Ajarkan pengunjung untuk cuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien 4. Pastikan teknik perawatan tali pusat yang tepat 5. Berikan terapi antibiotik ampicilin sulbactam 145 mg jam 12.00 WIB P: intervensi dilanjutkan 1. Monitor TTV 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Catat pergerakan dada 4. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi S: O: -klien merupakan hari rawatan ke-6 - Keluarga tampak bisa mencuci tangan pada saat berkunjung - Kondisi tali pusat klien bersih tampak berwarna coklat - Keluarga yang berkunjung hanya 1 orang, yaitu ibu klien A: Masalah belum teratasi P: Intervensi Dilanjutkan 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan pasien 64 Ttd 2. Batasi jumlah pengunjung 3. Ajarkan pengunjung untuk cuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien 4. Pastikan teknik perawatan tali pusat yang tepat 5. Berikan terapi antibiotik ampicilin sulbactam 145 mg jam 12.00 WIB No Hari / tgl 1. Kamis, 11-102018 14.00 No dx kep 2 Implementasi 1. Monitor TTV 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Catat pergerakan dada 4. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi Evaluasi S: O: - sesak klien sudah mulai berkurang -tidak terdapat retraksi dinding dada - saturasi oksigen 98% - TTV : Nadi 124x/i, suhu 36,80C, RR 50x/i A: Masalah sudah teratasi P: intervensi tidak dilanjutkan 2. Kamis, 11-102018 14.00 3 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan pasien 2. Batasi jumlah pengunjung 3. Ajarkan pengunjung untuk cuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien 4. Pastikan teknik perawatan tali pusat yang tepat 5. Berikan terapi antibiotik ampicilin sulbactam 145 mg jam 12.00 WIB S: O: -klien merupakan hari rawatan ke-7 - Keluarga tampak bisa mencuci tangan pada saat berkunjung - Kondisi tali pusat klien bersih tampak berwarna coklat - Keluarga yang berkunjung hanya 1 orang, yaitu ibu klien A: Masalah belum teratasi 65 Ttd P: Intervensi Dilanjutkan 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan pasien 2. Batasi jumlah pengunjung 3. Ajarkan pengunjung untuk cuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien 4. Pastikan teknik perawatan tali pusat yang tepat 5. Berikan terapi antibiotik ampicilin sulbactam 145 mg jam 12.00 WIB 66 BAB IV PEMBAHASAN Setelah kelompok melakukan asuhan keperawatan pada By. M dengan pneumonia neonatal melalui pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi maka pada bab ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan antara teori dan kenyataan yang ditemukan pada perawatan kasus pneumonia neonatal pada By. M yang dirawat sejak tanggal 4 Oktober 2018 di ruang rawat covis perinatologi RSUP DR. M. Djamil Padang, diuraikan sebagai berikut: A. Pengkajian Pada bayi baru lahir (usia 0-30 hari) beberapa organisme bertanggung jawab terhadap terjadinya infeksi terutama pneumonia yang pada akhirnya dapat terjadi sepsis neonatorum dini. Infeksi disebabkan oleh bakteri gram negatif streptococcus, listeria monocytogenesis, merupakan penyebab umum pneumonia bakteri. Agen patogen ini dapat diperoleh dari dalam rahim, melalui aspirasi saat dalam jalan lahir, atau melalui kontak pasca kelahiran dengan orang lain atau peralatan yang terkontaminasi (Domachowske, 2013). Pada saat persalinan tanggal 4 Oktober 2018 kondisi air ketuban ibu pecah dini dengan karakteristik air ketuban ibu agak kehijauan, yang disertai dengan kondisi apgar score bayi 6/7, bayi tampak merintih, sesak nafas dan kebiruan yang menghilang dengan oksigen. Pada saat 67 pengkajian tanggal 8 Oktober 2018 didapatkan bahwa By. M masih tampak sesak. Tanda dan gejala awal pneumonia neonatal mungkin tidak spesifik, seperti malas makan, letargi, iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan secaraa umum bayi dalaam kondisi tidak baik. Gejala pernafasan seperti grunting (mendengus), takipnea, retraksi, sianosis, apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif. Pada bayi dengan ventilasi mekanik, kebutuhan untuk dukungan ventilasi meningkat dapat menunjukkan infeksi. Tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan fisik, seperti tumpul pada perkusi, perubahan suara nafas, dan adanya ronki, radiografi thorak didapatkan infiltrat baru atau efusi pleura. Tanda akhir pneumonia pada neonatus tidak spesifik seperti apnea, takipnea, malas makan, distensi abdomen, jaudice, muntah, respirasi distress dan kolaps sirkulasi. (Stoll, 2011). Pada pemeriksaan fisik pada By. M didapatkan bahwa terjadinya peningkatan frekuensi nafas dengan RR 62x/i, serta tampak retraksi pada dinding dada By.M. Menurut analisa kelompok pneumonia yang dialami oleh By. M merupakan intrapartum pneumonia yang terjadi selama perjalanan melalui jalan lahir. Hal ini ditandai dengan air ketuban ibu yang berwarna kehijauan sehingga terkontaminasi cairan ketuban ibu. Dimana ditandai dengan kondisi bayi yang merintih segera setelah kelahiran dan apgar score 6/7 yang menandakan terdapat gangguan pada jantung atau paruparu. 68 B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dan individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, mencegah atau merubahnya (Nursalam, 2013). Menurut Nurarifah dan Kusuma (2013), diagnosa yang mungkin pada pneumonia neonatal adalah: 1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi 3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan 4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler 5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia. Hal ini berbeda dengan hasil pengkajian dan pemeriksaan fisik terhadap By. M di ruang rawat anak RSUP DR. M. Djamil dimana salaah satu diagnosa tidak sesuai dengan teori yang ada, yaitu diagnosa ketiga. Diagnosa pada kasus By. M yaitu: 1. Kerusakan pertukaran gas berhunbungan dengan gangguan transportasi oksigen 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hiperventilasi 3. Risiko infeksi 69 C. Intervensi Tanda-tanda yang dikenali pada awal proses diagnostik dapat dipahami hanya jika ada penjelasan yang masuk akal untuk tanda –tanda tersebut dengan konteks suatu situasi, ini adalah proses berfikir aktif ketika perawat mengeksplorasi pengetahuan dalam memorinya untuk mendapatkan kemungkinan penjelasan data (Nanda Nic & Noc, 2007) A. Diagnosa keperawatan yang muncul. 1. Kerusakan pertukaran gas b.d transportasi oksigen Kerusakan pertukaran gas adalah kelebihan atau defisit oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar-kapiler. Diagnosa tersebut dapat ditegakan jika ada faktor-faktor resiko yaitu adanya diaforesis, dispnea, gangguan penglihatan, gas darah arteri abnormal, gelisah, hiperkapnea, hipoksemia, hipoksia, iritabilitas, konfusi, napas cuping hidung, penurunan karbondioksida, pH arteri abnormal, pola pernapasan abnormal, sakit kepala saat bangun, sianosis, somnolen, takikardia, dan warna kulit abnormal. Diagnosa tersebut penulis prioritaskan sebagai diagnosa ketiga karena didapatkan data yang mendukung berupa data objektif yaitu N : 153 x/ i, RR : 44 x/i, didapatkan hasil AGD berupa pH Hasil AGD : Ph 7,4 g/dl , PaCO2 44 mmHg, PaO2 85 mmHg, SaO2 97%, be 1 mmol/l. Hasil AGD adalah asidosis repiratorik, yang apabila masalah ini tidak ditangani akan memperburuk keadaan pasien yang berpengaruh pula terhadap pertumbuhannya. 70 2. Pola nafas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak member ventilasi adekuat. Diagnosa tersebut dapat diangkat apabilan terdapat data yang mendukung seperti bradipnea, dispnea, fase ekspirasi memanjang, ortopnea, penggunaan otot bantu pernapasan, penggunaan posisi tiga titik, peningkatan diameter anterior-posterior, penurunan kapasitas vital, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi, penurunan ventilasi semenit, pernapasan bibir, pernapasan cuping hidung, perubahan ekskursi dada, pola napas abnormal, dan takipnea. Alasan diagnosa tersebut di angkat karena ditemukan faktor-faktor yang mendukung secara objektif yaitu By. M terpasang oksigen FIO2, RR 44x/i, By. M tampak gelisah. Diagnosa tersebut penulis prioritaskan sebagai diagnosa kedua karena masalah tersebut apabila tidak ditangani dengan baik akan mempengaruhi respons kardiovaskuler/pulmonal, serta dapat memperburuk keadaan pasien. 3. Risiko Infeksi Keadaan dimana seorang mengalami peningkatan risiko terserang organisme patogenik. Diagnosa tersebut diangkat karena ditemukan data-data yang ditemukan secara objektif yaitu, leukosit 39.000/mm3, bayi juga masih berumur 4 hari dimana imunitas bayi masih lemah, serta tali pusat yang belum terlepas dari umbilikus bayi. 71 D. Implementasi dan Evaluasi Implementasi merupakan suatu perwujudan dari perencanaan yang sudah disusun pada tahap perencanaan sebelumnya (Nanda 2012). Berdasarkan hal tersebut penulis dalam mengelola pasien dalam implementasi dengan masing – masing diagnosa. a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan transportasi oksigen Pada diagnosa ini penulis melakukan asuhan keperawatan juga selama 1 kali 24 jam untuk mengatasi masalah kerusakan pertukaran gas . Pada diagnosa ini dilakukan pegkajian tentang status pernapasan pasien : pertukaran gas. Tujuan dilakukannya pengkajian pola napas pasien yaitu untuk mengetahui tindakan keperawatan selanjutnya yang akan dilakukan untuk pasien. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini yaitu melakukan terapi oksigen, bersihkan mulut dan hidung segera, dan monitor perangkat Hasil implementasi yang dilakukan keluarga mengatakan klien rewel dan sulit bernafas, klien terlihat sulit bernapas, dan intervensi dilanjutkan seperti terapi oksigen dan bersihkan mulut hidung. Hasil evaluasi akhir tanggal 9 Oktober 2018 pukul 14.00 dengan masalah keperawatan Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan transportasi oksigen, didapatkan Hasil AGD : Ph 7,4, PaCO2 44 mmHg, PaO2 85 mmHg, SaO2 97%, be 1 72 mmol/l dan frekuensi nafas mulai membaik yaitu 50x/i. masalah telah teratasi serta intervensi tidak dilanjutkan. b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi Pada diagnosa ini penulis melakukan asuhan keperawatan juga selama 1 kali 24 jam untuk mengatasi masalah pola napas tidak efektif. Pada diagnosa ini dilakukan pegkajian tentang pola napas pasien. Tujuan dilakukannya pengkajian pola napas pasien yaitu untuk mengetahui tindakan keperawatan selanjutnya yang akan dilakukan untuk pasien. Tindakan yang dilakukan untuk keefektifan pola napas pasien adalah manajemen jalan nafas, monitor respirasi dan status O2, pertahankan jalan nafas yang paten, dan observasi adanya tanda-tanda hiperventilasi. Hasil implementasi yang dilakukan didapatkan subjektif keluarga klien mengatakan keluarga klien mengatakan klien gelisah dan susah bernafas, objektif klien masih tampak susah bernapas, assesmen masalah belum teratasi dan intervensi dilanjutkan, yaitu monitor respirasi dan status O2, pertahankan jalan nafas yang paten dan observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi. Hasil evaluasi akhir tanggal 11 Oktober 2018 pukul 14.00 dengan masalah pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi, sesak klien sudah mulai berkurang, tidak terdapat retraksi dinding dada, saturasi oksigen 98%, hasil TTV : Nadi 124x/i, suhu 36,80C, RR 50x/i. masalah sudah teratasi dan intervensi tidak dilanjutkan. 73 c. Risiko infeksi Pada diagnosa ini kelompok melakukan asuhan keperawatan juga selama 1x24 jam untuk mengatasi risiko infeksi. Pada diagnosa ini dilakukan pengkajian tentang kebersihan lingkungan dan kontak dengan pasien. Tujuan dilakukan pengkajian ini untuk mengurangi risiko infeksi terhadap klien. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini yaitu bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan pasien, batasi jumlah pengunjung, ajarkan pengunjung untuk cuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien, pastikan teknik perawatan tali pusat yang tepat, berikan terapi antibiotik ampicilin sulbactam. Hasil evaluasi akhir tanggal 11 Oktober 2018 didapatkan data keluarga tampak bisa mencuci tangan pada saat berkunjung, kondisi tali pusat klien bersih tampak berwarna coklat, keluarga yang berkunjung hanya 1 orang yaitu ibu klien. Masalah belum teratasi dan intervensi dilanjutkan. 74 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian kelompok di bab sebelumnya dapat diuraikan beberapa kesimpulan : 1. Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin terjadi dalam beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian yang dapat disamakan dengan kumpulan gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan terbatas pada paru-paru (Caserta, 2009). 2. Masalah keperawatan yang muncul pada By. M meliputi: kerusakan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, dan risiko infeksi. 3. Intervensi keperawatan dalam kasus ini yaitu melakukan manajemen jalan nafas, melakukan terapi oksigen dan melakukan kontrol infeksi. 4. Semua masalah keperawatan yang muncul diatasi dengan kerjasama antar perawat dan petugas kesehatan lainnya. B. Saran Dengan adanya manajemen asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar profesi keperawatan dan memperoleh pengalaman nyata serta menambah wawasan dalam perawatan pada bayi dengan pneumonia neonatal. 75 DAFTAR PUSTAKA Donna L. Wong. ...... et all. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Cetakan pertama. Jakarta : EGC. Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta: EGC. Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing