Uploaded by Descalevisya94

laprak mki

advertisement
Praktikum ke : 6
Rabu, 15 Mei 2019
Manajemen Kesehatan Ikan
PENGUKURAN ERITROSIT DARAH PADA IKAN LELE (Clarias sp.)
Desca Levisya Riantika
4443170006
Perikanan 4B
Kelompok 1
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2019
ABSTRAK
Darah adalah cairan tubuh khusus yang mengangkut bahan-bahan menuju
sel-sel tubuh antara lain nutrien dan oksigen serta mengangkut produk sampah
dari sel-sel tersebut. Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu
komponen sel yang terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai
pengangkut hemoglobin yang akan membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan.
Larutan Hayem adalah larutan isotonis yang dipergunakan sebagai pengencer
darah dalam penghitungan sel darah merah. Tujuan dari praktikum ini adalah
mengetahui prosedur pengukuran kadar eritrosit darah ikan. Praktikum ini telah
dilakukan pada Rabu, 15 Mei 2019 mulai dari 15.30 WIB sampai dengan selesai
bertempat di Laboraturium Teknologi Budidaya Perairan (BDP) Jurusan Perikanan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Hasil dari praktikum kali
ini diketahui bahwa nilai eritrosit sebesar 181.5 x 106 sel/mm3 hal ini
menunjukkan bahwa ikan lele yang diamati eritrosit tergolong normal.
Kata kunci : Darah, Eritrosit, Larutan hayem.
PENDAHULUAN
Ikan lele (Clarias sp.) menurut Suyanto (2007) termasuk ke dalam filum
Chordata, kelas Pisces, sub-kelas Teleostel, ordo Ostariophysi, sub-ordo
Siluroidea, famili Clariidae, genus Clarias sp. Jenis ikan lele yang paling banyak
dijumpai dan dibudidayakan di Indonesia adalah Clarias batrachus (lele lokal) dan
Clarias gariepinus (lele dumbo). Namun demikian, sifat dan pertumbuhan kedua
jenis ikan lele ini berbeda. Warna badan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) akan
berubah menjadi loreng - loreng apabila terkejut atau menderita stress, gerakan
tubuh lebih agresif, patil tidak beracun, tidak merusak pematang. Warna badan
ikan lele lokal (Clarias batrachus) akan berubah menjadi gelap apabila terkejut
atau menderita stress, gerakan tubuh tidak agresif, patil beracun, dan merusak
pematang dengan membuat lubang. Bobot badan ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus) mencapai 10 - 15 gram/ekor dalam waktu 5 minggu, sedangkan bobot
badan ikan lele lokal (Clarias batrachus) hanya mencapai 1 – 1,5 gram/ekor dalam
waktu yang sama (Suyanto 2007).
Ikan lele (Clarias sp.) memiliki kemampuan hidup di dalam lumpur dan air
dengan kandungan oksigen rendah. Hal ini disebabkan karena ikan ini memiliki
alat pernapasan tambahan (arborescent) yang terdapat di dalam ruang udara
sebelah atas insang, sehingga ikan lele dapat mengambil oksigen untuk bernafas
langsung dari udara di luar air (Suyanto 2007).
Ikan lele (Clarias sp.) termasuk hewan malam (nokturnal), yang aktif bergerak
pada malam hari dan bersembunyi pada siang hari. Pakan ikan lele berupa pakan
alami dan pakan tambahan (Suyanto 2007). Ikan Lele merupakan jenis ikan
konsumsi air tawar. Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah,
antara lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet
(Kalimantan Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau
lindi (Jawa Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan nama mali (Afrika),
plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka), ca tre trang
(Jepang). Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan
walking catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin.
Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah
yang tergenang air.
Menurut Saanin (1984), klasifikasi dari Ikan Lele (Clarias sp.) adalah sebagai
berikut :
Kingdom
: Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Phyllum
: Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Class
: Pisces
Sub-class
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub-ordo
: Siluroidea
Familia
: Clariidae
Genus
: Clarias
Spesies
: Clarias sp.
Ikan lele (Clarias sp.) mempunyai ciri – ciri yang bisa digunakan untuk
membedakan dengan jenis ikan lainnya, yaitu memiliki bentuk memanjang,
bagian badan bulat dan memipih ke arah ekor, tidak bersisik serta mengeluarkan
mukus. Ikan lele memiliki kepala berbentuk pipih dan simetris, memiliki patil,
mulut lebar, tidak bergigi, dan mulut memiliki sepasang sungut mandibular dan
sepasang sungut maksilar yang lebih panjang dan tegar, daerah kepala sampai
punggung berwarna coklat kehitaman. Ikan lele memiliki sifat tenang dan lebih
jinak (Suyanto 2007).
Badan lele berbentuk memanjang dengan kepala pipih ke bawah (depressed).
Mulut berada di ujung (terminal) dengan sepasang sungut, nasal, rahang atas,
rahang bawah, dan mental. Sirip ekor membundar tidak bergabung dengan sirip
anal. Sirip perut juga membundar. Mempunyai alat pernafasan yang terdapat
dalamrongga insang, bentuknya merupakan membran berlipat-lipat yang penuh
dengan kapiler darah dan berada dalam ruang udara sebelah atas insang. Ikan lele
memiliki patil yang digunakan untuk melompat dari kolam atau berjalan di atas
tanah. Oleh karena itu lele mempunyai predikat tambahan sebagai walking catfish
(Suyanto 2007).
Alat pernafasan tambahan terletak di bagian kepala di dalam rongga yang
dibentuk oleh dua pelat tulang kepala. Alat pernafasan iniberwarna kemerahan
dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-kapiler darah. Alat
pernafasan tambahan tersebut sering disebut dengan nama labyrinth yang
memungkinkan lele mengambil oksigen langsung dari udara untuk pernafasan
(Hernowo, 2008). Mulutnya terdapat di bagian ujung moncong dan dihiasi oleh
empat pasang sungut, yaitu satu pasang sungut hidung, satu pasang sungut
maksilar dan dua pasang sungut mandibula. Fungsi sungut tersebut adalah sebagai
alat peraba ketika berenang dan sebagai sensor ketika mencari makan.
Najiyati (2003), menyatakan bahwa ikan lele mempunyai bentuk badan yang
memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat pasang kumis yang
memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernafasan tambahan. Bagian
depannya terdapat penampang melintang yang membulat, sedang bagian tengah
dan belakang berbentuk pipih. Sebagaimana halnya ikan dari jenis lele, lele
memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir, dan tidak bersisik. Jika terkena sinar
matahari, warna tubuh lele berubah menjadi pucat dan jika terkejut warna
tubuhnya otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam-putih. Mulut lele relatif
lebar, yaitu sekitar ¼ dari panjang total tubuhnya.
Siripnya terdiri dari lima jenis, yaitu sirip dada, sirip punggung, sirip perut,
sirip dubur, dan sirip ekor. Sirip dadanya berbentuk bulat agak memanjang
dengan ujung runcing, dan dilengkapi dengan sepasang duri yang biasa disebut
patil. Patil pada lele sangkuriang dan lele dumbo tidak begitu kuat dan tidak
begitu beracun dibanding jenis lele lainnya (Najiyati 2003).
Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel).Eritrosit
merupakan bagian utama dari sel-sel darah.Setiap mm kubiknya darah pada
seorang laki-laki dewasa mengandung kira-kira 5 juta sel darah merah dan pada
seorang perempuan dewasa kira-kira 4 juta sel darah merah. Eritrosit mempunyai
bentuk bikonkaf, seperti cakram dengan garis tengah 7,5 uM dan tidak berinti.
Warna eritrosit kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah karena dalam
sitoplasmanya terdapat pigmen warna merah berupa hemoglobin(Campbell 2008).
Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat
mengikat oksigen.Hemoglobinakan mengambil oksigen dari paru-paru dan
insang, dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler.
Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur
pembuatnya adalah zat besi.Pada manusia, sel darah merah dibuat di sumsum
tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf.Di dalam sel darah merah
tidak terdapat nukleus.Sel darah merah sendiri aktif selama 120 hari sebelum
akhirnya dihancurkan(Tobin 1994).
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah.Setiap mm kubiknya
darah pada seorang laki-laki dewasa mengandung kira-kira 5 juta sel darah merah
dan pada seorang perempuan dewasa kira-kira 4 juta sel darah merah. Eritrosit
atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel yang terdapat dalam
darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut hemoglobin yang akan
membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan (Kale 2005).
Eritrosit merupakan suatu sel yang kompleks, membrannya terdiri dari lipid
dan protein, sedangkan bagian dalam sel merupakan mekanisme yang
mempertahankan sel selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi
hemoglobin selama masa hidup sel tersebut (Wijayanti et al. 2011). Eritrosit
berbentu bikonkaf dengan diameter sekitar 7,5 μm, dan tebal 2 μm namun dapat
berubah bentuk sesuai diameter kapiler yang akan dilaluinya, selain itu setiap
eritrosit mengandung kurang lebih 29 pg hemoglobin, maka pada pria dewasa
dengan jumlah eritrosit normal sekitar 5,4jt/ μl didapati kadar hemoglobin sekitar
15,6 mg/dl (Dorland 1995).
Eritrosit (sel darah merah) pada dasarnya adalah suatu kantong hemoglobin
yang terbungkus plasma, berupa lempeng bikonkaf dengan garis tengah 8µm, tepi
luar tebalnya 2 µm, dan tengahnya setebal 1 µm. Setiap millimeter darah
mengandung rata-rata sekitar 5 miliar eritrosit (5 juta sel per µl). Struktur eritrosit
terdiri atas membran sel yang merupakan dinding sel substansi seperti spons yang
stroma. Sel darah merah berisi substansi yang bermacam-macam diantaranya
enzim, glukosa, garam-garam organik dan anorganik ( Dahelmi 1991).
Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut hemoglobin yang selanjutnya
hemoglobin ini mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan (Guyton dan Hall,
1997). Faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam sirkulasi antara lain
hormon eritropoietin yang berfungsi merangsang eritropoiesis dengan memicu
produksi proeritroblas dari sel-sel hemopoietik dalam sumsum tulang. Vitamin
B12 dan asam folat mempengaruhi eritropoiesis pada tahap pematangan akhir dari
eritrosit.Sedangkan hemolisis dapat mempengaruhi jumlah eritrosit yang berada
dalam sirkulasi (Meyer dan Harvey 2004).
Larutan Hayem adalah larutan isotonis yang dipergunakan sebagai
pengencer darah dalam penghitungan sel darah merah. Apabila sampel darah
dicampur dengan larutan Hayem maka sel darah putih akan hancur, sehingga yang
tinggal hanya sel darah merah saja. Larutan Hayem terdiri dari 5gr Na-sulfat, 1 gr
NaCl, 0,5gr HgCl2 dan 200 ml aquadest. Larutan Natrium clorit 1 gr bersifat
isotonis pada eritrosit. Kandungan lain adalah formalin 40 % yang berfungsi
untuk mengawetkan/mempertahankan bentuk discoid eritrosit. Kandungan larutan
Hayem ini mengakibatkan larutan Hayem dikenal sebagai larutan Formasitrat.
Larutan hayem yang memiliki fungsi antara lain mengencerkan darah, merintangi
pembekuan, bentuk bentuk eritrosit terlihat jelas, sedangkan bayangan leukosit
dan trombosit lenyap, mempertahankan bentuk diskoid eritrosit dan tidak
menyebabkan aglutinasi, (Pearce 1991).
Larutan Hayem berfungsi untuk mengencerkan darah, merintangi
pembekuan, membuat bentuk-bentuk eritrosit terlihat jelas, sedangkan bayangan
leukosit dan trombosit lenyap, mempertahankan bentuk diskoid eritrosit dan tidak
menyebabkan aglutinasi(Keir et al. 2003).
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui prosedur pengukuran kadar
eritrosit darah ikan.
METODOLOGI
Praktikum Manajemen Kesehatan Ikan tentang Eritrosit
telah
dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Mei 2019 pada pukul 15.30 WIB sampai dengan
selesai bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan(BDP), Jurusan Perikanan,
Fakultas Pertanian,Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spuite, pipet thoma,
tabung tube, haemacytometer, mikroskop. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu
Ikan lele (Clarias sp.), larutan hayem dan antikoagulan.
Langlah pertaman menyiapkan alat dan bahan. Langkah kedua yaitu
mengambil darah. Langkah ketiga memasukan darah kedalam tube dan
menghomogenkan nya. Kemudian yaitu menghisap darah dengan pipet thoma
sampai skala 1. Lalu, menambahkan larutan hayem sampai skala 101. Setelah itu
mengaduk sampai membentuk angka 8 selama 2 - 3 menit. Selanjutnya meniup
pipet thoma dan meneteskan pada haemacytometer. Langkah berikutnya yaitu
mengamati dibawah mikroskop dan menghitungnya.
Prosedur kerja digambarkan dengan diagram alir sebagai berikut:
Menyiapkan alat dan bahan
↓
Pengambilan darah pada ikan lele
↓
Memasukan darah kedalam tube dan menghomogenkan nya
↓
Menghisap darah dengan pipet thoma sampai skala 1
↓
Menambahkan larutan hayem sampai skala 101
↓
Mengaduk sampai membentuk angka 8 selama 2 - 3 menit
↓
Meniup pipet thoma dan meneteskan pada haemacytometer
↓
Mengamati dibawah mikroskop dan menghitungnya
Gambar 1. Diagram alir pengamatan pengukuran eritrosit darah pada Ikan
Lele (Clarias sp.)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 2. Eritrosit Ikan Lele (Clarias sp.)
Hasil dari praktikum Manajemen Kesehatan Ikan tentang Pengamatan
Pengukuran Eritrosit Darah Pada Ikan Lele (Clarias sp.) dapat diketahui bahwa
nilai eritrosit sebesar 181.5 x 106 sel/mm3 hal ini menunjukkan bahwa ikan lele
yang diamati eritrosit tergolong normal. Menurut Irianto (2005), jumlah eritrosit
pada ikan teleostei antara 1,05–3,0x106 /mm3 . Menurut Aboderin dan Oyetayo
(2006), anemia berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ikan, karena
rendahnya jumlah eritrosit mengakibatkan suplai makanan ke sel, jaringan dan
organ akan berkurang sehingga proses metabolisme ikan.
Eritrosit yang sudah matang berbentuk oval sampai bundar, inti berukuran
kecil dengan sitoplasma besar. Ukuran eritrosit ikan lele (Clarias ssp) berkisar
antara (10 x 11 μm) – (12 x 13 μm), dengan diameter inti berkisar antara 4 – 5
μm. Jumlah eritrosit ikan lele (Clarias ssp) pada umumnya adalah 3,18 x 10 6
sel/ml (Angka et al 1985).
Jika diwarnai dengan pewarnaan Giemsa, inti sel akan berwarna ungu dan
dikelilingi oleh plasma berwarna biru muda (Chinabut et al. 1991). Rendahnya
eritrosit merupakan indikator terjadinya anemia, sedangkan tingginya jumlah
eritrosit menandakan ikan dalam keadaan stres (Wedemeyer dan Yasutake 1977).
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan praktikum ini terdapat beberapa kesimpulan yang dapat
diambil yaitu Jumlah sel darah merah dari ikan lele yang kami uji sampel
darahnya adalah 181.5 x 106 sel/mm3. Nilai tersebut berada pada kisaran normal
karena berdasarkan litelatur jumlah sel darah merah pada ikan lele adalah 3,18 x
106 sel/ mm3
Praktikum ini memberi pelajaran bagi kita untuk bisa mengetahui kondisi
ikan dengan cara menghitung sel darah merah pada ikan. Namun dalam praktikum
ini terdapat kesulitan dalam mengamati haemacytometer yaitu untuk menemukan
kotak hitungnya. Hal ini dikarenakan kondisi mikroskop yang kurang baik
sehingga pengamatan membuang waktu yang cukup lama. Sebaiknya mikroskop
yang akan digunakan untuk praktikum harus dalam kondisi baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aboderin, F. I. & V.O. Oyetayo. 2006. Haematological Studies of Rats Fed
Different Doses of Probiotic, Lactobacillus plantarum, isolated from
fermenting corn slurry. Pakistan J of Nutrition. 5: 102-105.
Angka SL, GT Wongkar, Karwani. 1985. Blood Picture and Bacteria Isolated
From Ulcered and Crooked-Black Clarias Batrachus. Symposium On
Pract. Measure for Preventing and Controlling Fish Disease. Biotrop .
Campbell. 2008. Biology Eight Edition.Benjamin Cummings. San Fransisco
Chinabut S, Limsuwan C, and Kiswatat P. 1991. Histology of The Walking
Catfish, Clarias bathracus. IDRC Canada. hlm 96.
Dahelmi.1991. Fisiologi Hewan. UNAND Padang.
Dorland. 1995. Pocket Medical Dictionary. Philadelphia: Saunders Company.
Guyton dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati Stiawan,
penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical
Physiology.
Kale, S. R. 2008. Practical Human Anatomy and Physiology. Pune: Nirali
Prakashan.
Keir, L., Wise, B. A., Krebs, C. 2003. Medical Assisting: Essentials of
Administrative and Clinical Competencies. Singaphore:
Learning.
Thomson
Kimball, Jhon W. 1993. Biologi Jilid 2. Erlangga : Jakarta
Meyer D J and Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation
& Diagnosis.Third edition. USA: Saunders.
Najiyati, S. 2003. Memelihara Kolam Ikan Dumbo Di Kolam Taman. Penebar
Swadaya. Jakarta
Pearce, C.E. 1991. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikn Jilid I. Binatjipta.
Bandung.
Suyanto S Rachmatun. 2007. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya : Jakarta.
Tobin, M. 1994. Fisiologi Hewan : Mekanisme Fungsi Tubuh. Yogyakarta:
Angkasa.
Wijayanti, F., Solihin, D. D., Alikodra, H. S., Maryanto, I. 2011. Eritrosit dan
Hemoglobin pada Kelelawar Gua di Kawasan Karst Gombong, Kebumen,
Jawa Tengah. Jurnal Biologi Indonesia 7(1): 89-98.
Irianto Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Wedemeyer GA, Yasutke. 1977. Clinical Methods for The Assessment on The
Effect of Enviromental Stress on Fish Health. Technical Paper of The US
Departement of The Interior Fish ang the Wildlife Service, 89 : 1-1
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi
Gambar 3. Alat dan bahan
Gambar 4. Mengambil darah ikan
Gambar 5. Menghisap darah
Gambar 6. Menghomogenkan
Gambar 7. Mengamati eritrosit
Gambar 8. Hasil akhir
Lampiran 2. Perhitungan
Ikan lele (Clarias sp.)
Sudut pandang 1 = 3+4+4+6+3+6+1+5+7+6+4+2+2+5+4+6 = 68
Sudut pandang 2 = 2+5+3+3+5+4+9+2+6+6+1+9+7+2+4+2 = 70
Susut pandang 3 = 3+6+4+2+3+7+4+5+2+8+2+3+4+3+6+6 = 68
Sudut pandang 4 = 4+6+2+6+5+3+8+7+5+5+3+4+3+6+6+4 = 77
Sudut pandang 5 = 2+7+3+6+10+4+6+7+5+5+3+2+5+7+1+7 = 80
68 + 70 + 68 + 77 + 80
363
π‘…π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘Žπ‘› =
=
= 72.6
5
5
∑πΈπ‘Ÿπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘œπ‘ π‘–π‘‘ = π‘…π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘Žπ‘› 𝑠𝑒𝑙 π‘’π‘Ÿπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘œπ‘ π‘–π‘‘ π‘‘π‘’π‘Ÿβ„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘›π‘” π‘₯
= 72.6 π‘₯
200
= 72.6 π‘₯ 2.5 = 181.5
80
π‘ƒπ‘’π‘›π‘”π‘’π‘›π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›
π‘‰π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’
Download