BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT AGUSTUS 2016 UNIVERSITAS HALU OLEO ATONIA UTERI OLEH: Minarni, S.Ked K1A1 09 040 PEMBIMBING dr. Steven Ridwan, M.Kes, Sp.OG DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016 1 INFEKSI TORCH PADA KEHAMILAN Indah Pratiwi Azis M, Steven Ridwan I. PENDAHULUAN Ibu hamil termasuk dalam kelompok rentan kesehatan selain bayi, balita, ibu bersalin dan ibu menyusui. Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara lain abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan. Infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex and Others) sudah lama dikenal dan sering dikaitkan dengan hal-hal di atas. Besarnya pengaruh infeksi tersebut tergantung dari virulensi agennya, umur kehamilan serta imunitas ibu bersangkutan saat infeksi berlangsung.1 Sekalipun sudah jarang dijumpai, tetapi infeksi kelompok TORCH pada kehamilan masih tetap memerlukan perhatian yang serius. Infeksi kelompok TORCH bersama-sama mengakibatkan kelainan kongenital diantaranya gangguan pertumbuhan intrauteri dan gangguan pertumbuhan fisik janin. Kelainan kongenital merupakan masalah besar dalam pediatrik sosial sehingga akan menjadi beban keluarga yang berkepanjangan.2 Epidemiologi infeksi ini bervariasi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Infeksi TORCH merupakan kontributor utama kecacatan dan kematian prenatal, perinatal, dan postnatal. Bukti infeksi dapat dilihat pada saat lahir, bayi, atau beberapa tahun kemudian. Pengenalan awal, termasuk skrining prenatal merupakan kunci. Infeksi TORCH sering subklinis dan diagnosisnya hanya dapat dilakukan secara serologis mengukur kadar antibody IgM dan IgG.1,3 2 II. TOKSOPLASMOSIS a. Definisi Toksoplasmosis merupakan infeksi yang diakibatkan oleh sejenis parasit toksoplasma gondii yang biasa terdapat pada bulu kucing dan hewan peliharaan rumah lainnya. Makanan yang terkontaminasi kotoran kucing dan masakan yang kurang matang menyebabkan oosit toksoplasmosis, akan berkembang menjadi parasit serta dapat menimbulkan infeksi akut.2,4 b. Epidemiologi Toksoplasma gondii menginfeksi 3-6 per 1000 wanita hamil. Dari tahun 1988 sampai 1994, seroprevalens toksoplasmosis pada wanita usia subur adalah 15 persen. Karena itu, 85% wanita hamil kemungkinan rentan terhadap infeksi. Insiden toksoplasmosis kongenital bervariasi dari 0,8 per 10.000 kelahiran hidup di Amerika Serikat hingga 10 per 10.000 di Perancis. Insiden dan keparahan infeksi kongenital bergantung pada usia janin saat infeksi terjadi pada ibu. Risiko untuk meningkat dengan durasi kehamilan dari 6 persen pada 13 minggu menjadi 72 persen pada 36 minggu. Pada wanita hamil yang terinfeksi sebelum 20 minggu, 11 persen neonates mengalami toksoplasmosis kongenital. Jika infeksi terdokumentasi setelah 20 minggu, angka ini menjadi 45 persen. Sebaliknya, keparahan infeksi janin jauh lebih besar pada awal kehamilan.5,6 Transmisi toksoplasma kongenital hanya terjadi bila infeksi toksoplasma akut terjadi selama kehamilan. Bila infeksi akut dialami ibu selama kehamilan yang telah memiliki antibodi antitoksoplasma karena sebelumnya telah terpapar, risiko bayi lahir memperoleh infeksi kongenital adalah sebesar 4-7/1.000 ibu hamil. Risiko meningkat menjadi 50/1.000 ibu hamil bila ibu tidak mempunyai antibodi spesifik.7 3 c. Etiologi Gambar 1. Unstained Cyst dari Toksoplasma gondii Organisme yang bertanggung jawab untuk penyakit toksoplasmosis adalah Toxoplasma gondii, parasit protozoa intraseluler obligat yang menunjukkan siklus hidup yang kompleks. Terbagi dalam tiga bentuk: trofozoit, kista dan ookista. Trofozoit adalah bentuk proliferatif dan infasif, sedangkan kista adalah bentuk laten, bertahan dalam jaringan tubuh hospes untuk seumur hidup. Ookista ditemukan pada kucing yang telah tertelan tikus yang terinfeksi dengan kista.8 d. Patogenesis Manusia terinfeksi jika memakan makanan mentah atau daging segar belum matang dari binatang yang terinfeksi. Infeksi manusia mungkin juga terjadi dengan kontak tangan ke mulut dengan pengeluaran oocyst pada kotoran kucing, yang paling sering berkaitan dengan kontak tangan minimal dengan kotoran kucing. Transmisi toksoplasma kongenitai hanya terjadi bila infeksi toksoplasrna akut terjadi selama kehamilan. Bila infeksi akut dialami ibu selama kehamilan yang telah memiiiki antibodi antitoksoplsma karena sebelumnya telah terpapar, risiko bayi lahir memperoleh infeksi kongenital adalah sebesar 4 - 7/1.000 ibu hamil. Risiko meningkat menjadi 50/1.000 ibu hamil bila ibu tidak mempunyai antibodi spesifik.7,8 4 Keadaan parasitemia yang ditimbulkan oleh infeksi maternal menyebabkan parasit dapat mencapai plasenta. Selama invasi dan menetap di plasenta parasit berkembang biak serta sebagian yang lain berhasil memperoleh akses ke sirkulasi janin. Telah diketahui adanya korelasi antara isolasi toksoplasma di jaringan plasenta dan infeksi neonatus, artinva bahwa hasil isolasi positif dijaringan plasenta menunjukkan terjadinya infeksi pada neonatus dan sebaliknya hasil isolasi negatif menegaskan infeksi neonatus tidak ada.7 e. Gambaran klinis Sebagian besar infeksi akut pada ibu dan neonatus bersifat subklinis dan hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan penapisan serologis prenatal atau neonatus. Pada sebagian kasus, gejala ibu mungkin berupa lesu, demam, nyeri otot, dan kadang ruam makulopapular dan limfadenopati serviks posterior. Pada orang dewasa imunokompeten, infeksi awal memicu kekebalan, dan infeksi sebelum hamil hampir mengeliminasi risiko penularan vertikal. Namun, infeksi pada wanita dengan gangguan imunitas mungkin parah disertai reaktivasi yang menyebabkan ensefalitis atau lesi massa.5 Neonatus yang memperlihatkan gejala klinis biasanya mengalami penyakit generalisata dengan berat lahir rendah, hepatosplenomegali, ikterus dan anemia. Sebagian mengalami kelainan neurologis primer disertai kalsifikasi intrakranium, serta hidrosefalus atau mikrosefalus. Banyak yang akhirnya mengalami korioretinitis dan memperlihatkan gangguan belajar. Trasik klasik ini korioretinitis, kalsifikasi intrakranium, dan hidrosefalus sering disertai oleh kejang-kejang.5 5 f. Diagnosis Diagnosis infeksi toksoplasmosis. Infeksi toksoplasmosis ditegakkan atas dasar:2 1. Pemeriksaan serologis: titer IgG yang meningkat atau sebesar 1/512 dianggap infeksi aktif. 2. Melakukan biopsi jaringan: kelenjar yang membesar, biopsi dari jaringan otak, pewarnaan dengan Giemsa atau Wright. Gambar 2. Respon Antibodi dari infeksi Toksoplasma Diagnosis pranatal umumnya dilakukan pada usia kehamilan 14-27 minggu (trimester II). Aktivitas diagnosis pranatal meliputi sebagai berikut:7 Kordosentesis (pengambilan sampel darah janin melalui tali pusat) ataupun amniosentesis (aspirasi cairan ketuban) dengan tuntunan ultrasonografi. Pembiakan darah janin ataupun cairan ketuban dalam kultur sel fibroblas, ataupun diinokulasi ke dalam ruang peritoneum tikus diikuti isolasi parasit, ditunjukkan untuk mendeteksi adanya parasit. Pemeriksaan dengan teknik P.C.R. guna mende-teksi D.N.A. T. gondii pada darah jariin atau cairan ketuban. Pemeriksaan dengan teknik ELISA pada darah janin guna: mendeteksi antibodi IgM janin spesifik (anti-toksoplasma) Pemeriksaan tambahan berupa penetapan enzim liver, platelet, leukosit (monosit dan eosinofil) dan limfosit khususnya rasio CD4 dan CD8. Dikatakan prosedur ini retatif aman bila mulai dilakukan pada umur kehamian 19 minggu dan seterusnya. 6 Didahului ofeh skrining serologik maternal/ibu hamil, hasilnya harus memenuhi kriteria tertentu sebelum dilanjutkan ke prosedur diagnostik pranatal. Jika satu dari 4 syarat di bawah ini terpenuhi, akan dilakukan kordosintesis atau amniosintesis.7 Antibodi IgM+ Serokonversi dengan interval wakju 2 sampai 3 minggu, perubahan dari seronegatif menjadi seropositif IgM dan IgG. Titer IgG yang tinggi ≥1/1024 (ELISA) Aviditas IgG ≤200. g. Penatalaksanaan Di beberapa negara Eropa, seroscreening skala besar dan terapi spesifik digunakan untuk mencegah toksoplasmosis kongenital. Khasiat obat adalah sekitar 50 % dalam mengurangi infeksi kongenital. Jika toksoplasmosis akut ibu dikontrak antara minggu 2 dan 10 kehamilan atau jika ada lesi utama didokumentasikan oleh USG, pilihan terminasi harus didiskusikan. Kombinasi pyrimethamine (antagonis asam folat) dan golongan sulfa (sulfadiazine atau triple sulfonamides) adalah satu-satunya obat yang efektif umumnya tersedia di Amerika Serikat. Asam folinic harus digunakan dengan pyrimethamin untuk meminimalkan potensi efek samping berupa supresi sumsum tulang dan pansitopenia. Spiramisin, sebuah antibiotik makrolid, digunakan secara luas di Eropa, tetapi tersedia untuk digunakan di Amerika Serikat hanya melalui CDC.8 Terapi wanita hamil kemungkinan akan mengurangi, tetapi tidak menghilangkan, risiko infeksi kongenital. Spiramisin diperkirakan mengurangi risiko infeksi kongenital, tetapi tidak digunakan untuk mengobati infeksi janin yang sudah terjadi. Untuk infeksi ibu primer pada kehamilan tahap lanjut dengan hasil pemeriksaan cairan amnion negative dianjurkan terapi presumtif dengan pirimetamin dan sulfonamide. Jika dengan pemeriksaan prenatal terdiagnosis adanya infeksi janin, digunakan 7 pirimetamin, sulfonamide, dan asam folinat untuk melenyapkan parasit di plasenta dan janin.5 h. Pencegahan Profilaksis adalah tindakan yang paling efektif berupa perlindungan atas populasi yang berisiko sepeni ibu hamil dengan seronegatif. Upaya tersebut adalah sebagai berikut:7 Dianjurkan memakan semua sayur-sayuran dan daging yang dimasak. Ookista mati dengan pemanasan 90° C selama 30 detik, 80° C untuk 1 menu dan 70° C untuk 2 menir. Makanan yang dibekukan bukan merupakan sumber kontaminasi. Skrining serologik pramarital yang dilanjutkan skrining bulanan selama kehamilan bagi ibu hamil dengan seronegatif. Untuk mencegah infeksi T gondii (terutama pada ibu hamil) harus dihindari makan daging kurang matang yang mungkin mengandung kista jaringan dan menelan ookista matang yang terdapat dalam tinja kucing. Kista jaringan dalam daging tidak infektif lagi bila sudah dipanaskan sampai 66° C atau diasap. Setelah memegang daging mentah (jagal, tukang masak), sebaiknya tangan dicuci bersih dengan sabun. Makanan harus ditutup rapat supaya tidak dijamah lalat atau lipas. Sayur-mayur sebagai lalap harus dicuci bersih atau dimasak. Kucing peliharaan sebaiknya diberi makanan matang dan dicegah berburu tikus dan burung.7 III. OTHERS Infeksi lainnya meliputi Sifilis, Parvovirus B19, Enteroviruses, Hepatitis, Epstein-Barr virus.3,7,13 Dalam referat ini akan dibahas mengenai sifilis karena sifilis merupakan merupakan penyakit yang sering ditemukan diantara infeksi lainnya dan komplikasi dalam kehamilan akibat infeksi sifilis dapat menyebabkan terjadinya abortus spontan hingga 50% dari kehamilan. 8 a. Definisi Sifilis merupakan infeksi sistemik kronis dan melemahkan yang disebabkan oleh Treponema pallidum spirochete dan ditandai dengan eksaserbasi jarang namun berat dan bervariasi. Sifilis antenatal merupakan ancaman signifikan terhadap kehamilan dan janin. Treponema pallidum mudah melintasi plasenta yang mengakibatkan infeksi pada janin.8,9 b. Epidemiologi Selama beberapa dekade, sifilis sudah keluar dari pandangan, pikiran, dan memori, tapi sekarang kejadian di dunia barat meningkat lagi dan bisa menjadi masalah kesehatan utama. Perubahan ini telah mengikuti peningkatan pesat jumlah dari individu yang positif human immunodeficiency virus (HIV) di seluruh dunia, bersama-sama dengan munculnya turis kesehatan, migran ekonomi, dan mudahnya ketersediaan perjalanan murah. Sifilis kehamilan dan kongenital cenderung terjadi pada anak muda, kulit putih, belum menikah, miskin, penduduk dalam kota dengan pelayanan antenatal tidak cukup. Seperti sifilis primer dan sekunder, tingkat sifilis kongenital menurun tajam dari puncak 107,3 per 100.000 penduduk pada tahun 1991. Pada tahun 2003, total 413 kasus sifilis kongenital dilaporkan di Amerika Serikat dibandingkan dengan 412 kasus pada tahun 2002.8,9 c. Etiologi Gambar 3. Treponema Pallidum 9 Penyebab infeksi sifilis pada kehamilan adalah Spirokaeta yaitu Treponema pallidun. Organisme tersebut merupakan parasit obligat bagi manusia. Treponema pallidum berbentuk spiral, gram negatif dengan panjang antara 6-20 μm dan diameter antara 0,09-0,18 μm. Pada umumnya dijumpai 16-18 busur, yang terdiri atas membran luar (outer sheath), ruang periplasma dengan flagel periplasma, dan lapisan peptidoglikan. Masa inkubasinya sekitar 10-90 hari dan selanjutnya menimbulkan penyakit sifilis primer.2,10 d. Patogenesis Sifilis ditularkan selama hubungan seksual, dengan 60 % dari pasangan mendapat infeksi setelah hubungan seksual tunggal. Spirochetes memerlukan istirahat di kulit untuk mendapatkan akses ke host. Mikroskopis tears di mukosa genital terjadi hampir secara keseluruhan selama hubungan seksual. Rata-rata masa inkubasi 21 hari, dengan kisaran 10-90 hari. Organisme menyebabkan infeksi lokal dan akhirnya menyebarkan secara luas melalui drainase limfatik. Di mana pun tempat menetapnya akan merangsang respon kekebalan tubuh. Kehamilan dengan komplikasi sifilis dapat mengakibatkan pembatasan pertumbuhan intrauterine, non - imun hidrops fetalis, bayi lahir mati, kelahiran prematur, dan aborsi spontan hingga 50 % dari kehamilan.8,9 e. Gejala klinik 1. Sifilis primer Perkembangan pertama adalah chancre pada tempat inokulasi, klasik di wilayah anogenital dengan gejala nyeri, soliter, ulkus bulat indurated dengan margin merah terang. Chancre muncul rata-rata sekitar 3 minggu setelah kontak seksual dan sembuh dalam 3-6 minggu. Namun, dengan inokulum kecil, masa inkubasi ini mungkin selama 90 hari. Salah satu tempat umum untuk lesi serviks. Oleh karena itu, 10 manifestasi klinis dari sifilis primer mungkin tidak diketahui oleh pasien dan pasangannya.9 2. Sifilis sekunder Pasien yang tidak diobati akan berlanjut ke sifilis sekunder setelah tanda-tanda untuk menyelesaikan sifilis primer (dalam 4-10 minggu). Lesi banyak, variabel, dan mempengaruhi banyak sistem. penyebarannya secara simetris, makulopapular, ruam non-iritasi ditemukan pada telapak tangan dan telapak kaki dengan limfadenopati nyeri. Kondiloma lata yang sangat menular yang ditemukan di daerah yang hangat dan lembab seperti alat kelamin, daerah perianal, perineum, dan aksila. Meningisme dan sakit kepala dapat terjadi, terutama pada malam hari. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah sel dan peningkatan protein dalam cairan serebrospinal. Gejala penyerta yang kurang umum untuk sifilis sekunder meliputi alopesia, radang tenggorokan, hepatitis ringan, sindrom nefrotik, nyeri tulang, dan uveitis.9 3. Sifilis laten Riwayat sifilis sekunder yang diobati ditandai dengan resolusi spontan setelah periode 3-12 minggu, meninggalkan pasien sepenuhnya bebas dari gejala. Bagian yang tidak bergejala ini disebut latensi. Latensi ini dibagi menjadi stadium early (< 2 tahun dari awal infeksi) dan late (> 2 tahun). Selama waktu ini, pasien tetap serologis positif untuk sifilis. Sekitar 60 % pasien tetap laten selama sisa hidup mereka. Pada tahap laten awal, 25 % akan kambuh dengan manifestasi sifilis sekunder, sedangkan kemungkinan kambuh seperti dalam tahap laten akhir kecil.9 4. Late Sifilis (Sifilis tersier) Sifilis tersier berkembang di 30-40 % dari pasien yang tidak diobati. Tiga manifestasi utama sifilis late adalah kardiovaskular, gummatous, dan neurosifilis. Sifilis kardiovaskular biasanya terjadi 1530 tahun setelah sifilis primer dan dapat terjadi pada setiap pembuluh 11 darah besar. Hal ini ditandai dengan aortitis, inkompetensi aorta, stenosis ostial koroner (menyajikan sebagai angina), dan nekrosis aorta medial menyebabkan aneurisma aorta. Sifilis berbentuk guma adalah lesi granulomatosa lokal destruktif yang biasanya terjadi 3-12 tahun setelah inokulasi. Mereka dapat terjadi pada hampir setiap jaringan. Neurosifilis didapatkan dengan berbagai sindrom termasuk paresis umum, meningitis sifilis, dan sifilis meningovaskular. Masa inkubasi 512 tahun.9 f. Diagnosis Diagnosis pada ibu hamil :2 1. Agak sulit dibuktikan dengan jelas karena terjadi perubahan hormonal. 2. Diagnosis dibuktikan dengan: Veneral diseases research laboratory (VDRL) Fluorescent treponema antibody absorption test. Dengan mempergunakan lapangan gelap, untuk membuktikan langsung terdapat spirokaeta Treponema pallidum. Pungsi lumbal untuk membuktikan neurosifilis. g. Penatalaksanaan Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi Wassermann dan VDRL, bila perlu diobati. Terapi sifilis dengan suntikan penisilin G secara intramuskuler sebanyak 1 juta satuan perhari selama 8-10 hari, obatobat per oral penisilin dan eritromisin. Sifilis kongenital pada neonatus diberikan terapi penisilin G 100.000 satuan per kg berat badan sekaligus.11 12 IV. RUBELLA a. Definisi Rubella, juga disebut campak Jerman, adalah penyakit masa kanak- kanak yang insidennya telah nyata menurun di Amerika utara sejak diperkenalkannya vaksin rubella rutin pada anak. Dengan tidak adanya kehamilan, biasanya secara klinis dimanifestasikan sebagai infeksi ringan yang sembuh sendiri. Rubella merupakan salah satu infeksi paling teratogenik yang dikenal dengan sekuele infeksi janin paling buruk selama fase organogenesis.5,12 b. Epidemiologi KLB rubella besar terjadi di Kanada pada 1990-an. Pada tahun 2005, 220 kasus rubella yang dikonfirmasi di tiga kabupaten di Ontario. Sebagian besar dari kasus ini berada di anggota komunitas keagamaan yang banyak anggota belum divaksinasi atau belum diterima berbagai vaksin rutin yang direkomendasikan. Insiden rubella telah menurun 99% dari 57.686 kasus pada 1969 menjadi 271 kasus pada tahun 1999. Di luar kehamilan, rubella tidak berbahaya. Namun, dalam kehamilan, penyakit ini menyebabkan kelainan bawaan janin. Wanita hamil dengan rubella mempunyai distribusi angka cacat bawaan pada janin bergantung pada tuanya kehamilan. Triwulan I ke bawah 30-50%, triwulan II 6,8% dan triwulan III 5,3%.8,11,12 c. Etiologi Gambar 4. Virus yang menyebabkan Rubella 13 Rubella disebabkan oleh virus RNA beruntai tunggal yang merupakan anggota dari togaviridae. Terdapat dua genotip utama, dengan eropa, amerika utara, dan jepang isolat berbeda dari beberapa ditemukan di India dan Cina. Penularan terjadi melalui sekresi nasofaring, dan angka penularan adalah 80% pada orang yang rentan.5,8 d. Patogenesis Virus rubella disebabkan oleh droplet. Virus ini ada di dalam nasofaring dan menyebar melalui sistem limfatik dan darah. Infeksi janin terjadi jika terdapat viremia maternal dan terjadi melalui transmisi plasenta. Infeksi janin diperoleh secara hematogen, dan tingkat transmisi bervariasi dengan usia kehamilan di mana infeksi ibu terjadi. Setelah menginfeksi plasenta, virus rubella menyebar melalui sistem vaskular dari perkembangan janin, menyebabkan kerusakan sitopatik ke pembuluh darah dan iskemia dalam perkembangan organ. Ketika ibu infeksi/paparan terjadi pada trimester pertama, tingkat infeksi janin mendekati 80%, turun menjadi 25% pada akhir trimester kedua dan meningkat lagi di trimester ketiga dari 35% pada usia kehamilan 27-30 minggu untuk hampir 100% melewati 36 minggu gestation. Risiko cacat bawaan telah dilaporkan 90% bila infeksi maternal terjadi sebelum 11 minggu kehamilan, 33% di 11-12 minggu, 11% di 13-14 minggu, 24% di 15-16 minggu, dan 0% setelah 16 weeks. 8,12 e. Gejala klinik Pada orang dewasa, rubella biasanya bermanifestasi sebagai demam ringan disertai ruam makulopapular generalisata yang dimulai diwajah dan menyebar ke badan dan ekstremitas. Gejala lain adalah artralgia atau arthritis, limfadenopati kepala dan leher, dan konjungtivitis. Masa tunas adalah 12-23 hari. Viremia biasanya mendahului tanda-tanda klinis sekitar seminggu, dan orang dewasa dapat menularkan penyakit sejak viremia hingga 5 sampai 7 hari ruam. Hampir separuh infeksi pada ibu hamil 14 bersifat subklinis meskipun terjadi viremia yang dapat menyebabkan infeksi dan malformasi pada janin.5 Neonatus yang lahir dengan rubella kongenital dapat mengeluarkan virus selama berbulan-bulan dan karena itu merupakan ancaman bagi bayi lain serta orang dewasa yang rentan yang berkontak dengan mereka. Sindrom rubella kongenital mencakup satu atau lebih dari yang berikut:5 Cacat mata-katarak dan glaucoma kongenital Penyakit jantung-duktus arteriosus paten dan stenosis arteri pulmonalis Tuli sensorineural-cacat tunggal tersering Cacat susunan saraf pusat-mikrosefalus, hambatan perkembangan, retardasi mental dan meningoensefalitis Retinopati pigmentasi Purpura neonatus Hepatosplenomegali dan ikterus Penyakit tulang radiolusen f. Diagnosis Diagnosis yang akurat dari infeksi rubella primer akut pada kehamilansangat penting dan membutuhkan pemeriksaan serologi, karena merupakan poin penting dari kasus subklinis. Serologi oleh ELISA untuk mengukur IgG rubella - spesifik dan IgM nyaman, sensitif, dan akurat. Kehadiran infeksi rubella didiagnosis oleh:12 Kenaikan empat kali lipat titer rubela antibodi IgG antara spesimen serum akut dan konvalesen Tes serologis positif untuk antibodi spesifik IgM rubella Kultur rubella positif (isolasi virus rubella dalam spesimen klinis dari pasien) 15 Gambar 5. Antibodi serum setelah infeksi rubella akut Studi serologi yang terbaik dilakukan dalam waktu 7 sampai 10 hari setelah timbulnya ruam dan harus diulang dua sampai tiga minggu kemudian. Kultur virus yang diambil dari hidung, darah, tenggorokan, urin, atau cairan serebrospinal mungkin positif dari satu minggu sebelum hingga dua minggu setelah timbulnya ruam.12 g. Penatalaksanaan Tidak ada terapi spesifik untuk rubella. Pasien dianjurkan untuk berhati-hati menjaga percikan ludah selama 7 hari setelah awitan ruam. Jika dalam kandungan wanita terpapar virus rubella, wanita harus diberi konseling mengenai risiko dan konsekuensi dari virus ini. Diagnosis prenatal, bahkan pada trimester pertama dapat dideteksi.5 h. Pencegahan Kumpulan kekebalan dirawat oleh vaksinasi anak luas, meskipun kekhawatiran baru-baru ini atas keselamatan gondok, campak, dan rubella(MMR) mengalami penurunan penyerapan di Inggris. Idealnya, perempuan harus di uji sebelum kehamilan untuk memastikan kekebalan, namun skrining rutin pada pemesanan mengidentifikasi mereka yang berisiko dan membutuhkan vaksinasi setelah melahirkan.13 16 V. CYTOMEGALOVIRUS (CMV) a. Definisi Cytomegalovirus (CMV) atau dikenal sebagai virus herpes 5 (HHV-5), adalah virus yang terbungkus DNA untai ganda dan anggota keluarga herpesviridae. Cytomegalovirus merupakan penyebab paling umum dari infeksi intrauteri, terjadi pada 0,2 % sampai 2,2 % dari semua kelahiran hidup, dan penyebab umum gangguan pendengaran sensorineural dan retardasi mental.8,14 b. Epidemiologi Lebih dari separuh wanita hamil menunjukkan tanda serologik pernah terinfeksi CMV. Satu persen wanita mungkin terinfeksi CMV selama kehamilan, yang semuanya asimptomatik. Infeksi primer CMV terjadi pada 1-2% wanita hamil, diperkirakan bahwa sekitar 50 % dari wanita usia reproduksi rentan terhadap infeksi CMV. Serokonversi terjadi pada 1 % sampai 4 % dari seluruh kehamilan dan lebih tinggi pada wanita yang status sosial ekonomi rendah atau yang memiliki kebersihan pribadi yang buruk. Infeksi ini dikaitkan dengan peningkatan mortalitas perinatal dan 3-7 persen bayi mendapatkan kelainan kongenital.7,8,14 c. Etiologi Gambar 6. Cytomegalovirus 17 Cytomegalovirus (CMV) termasuk golongan virus herpes DNA. Hal ini berdasarkan struktur dan cara virus CMV pada saat melakukan replikasi. Virus ini menyebabkan pembengkakan sel yang karakteristik sehingga terlihat sel membesar (sitomegali) dan tampak sebagai gambaran mata burung hantu.7 d. Patogenesis Infeksi CMV yang terjadi karena pemaparan pertama kali atas individu disebut infeksi primer. Infeksi primer berlangsung simptomatis ataupun asimptomatis serta virus akan menetap dalam jaringan hospes dalam waktu yang tidak terbatas. Selanjutnya virus masuk ke dalam sel-sel dari berbagai macam jaringan. Proses ini disebut infeksi laten. Pada keadaan tertentu eksaserbasi terjadi dari infeksi laten disertai multiplikasi virus. Keadaan tersebut misalnya terjadi pada individu yang mengalami supresi imun karena infeksi HIV, atau obat-obatan yang dikonsumsi penderita transplantresipien ataupun penderita dengan keganasan.7 Infeksi rekuren (reaktivasi/reinfeksi) yang dimungkinkan karena penyakit tertentu serta keadaan supresi imun yang bersifat iatrogenik. Dapat diterangkan bahwa kedua keadaan tersebut menekan respons sel limfosit T sehingga timbul stimulasi antigenik yang kronis. Dengan demikian,terjadi reaktivasi virus dari periode laten disertai berbagai sindroma.7 Infeksi pertama merupakan infeksi laten, sekalipun terdapat antibodi. Cara penularan infeksi dengan jalan:2 1. Horizontal : a. droplet, saliva dan barang lainnya. b. melalui tempat perawatan atau sebagai sumber infeksi. 2. Vertikal : Infeksi menuju janinnya, terutama melalui plasenta. 30-40% menimbulkan kelainan kongenital.15-20% menimbulkan gangguan neurologis dan mental. 10-30% akan mengalami kematian. 18 e. Gejala klinik Kehamilan tidak meningkatkan risiko atau keparahan infeksi CMV pada ibu. Sebagian besar infeksi tidak menimbulkan gejala, tetapi sekitar 15 persen orang dewasa yang terinfeksi memperlihatkan sindrom miripmononukleosis infeksiosa yang ditandai oleh demam, faringitis, limfadenopati, dan poliarthritis. Wanita dengan gangguan imunitas mungkin mengalami miokarditis, pneumonitis, hepatitis, retinitis, gastroenteritis, atau meningoensefalitis. Wanita dengan infeksi primer memperlihatkan peningkatan kadar aminotransferase serum atau limfositosis.5,8 Infeksi primer CMV pada ibu hamil ditularkan ke janinnya pada sekitar 40 persen kasus dan dapat menyebabkan morbiditas berat. Sebaliknya infeksi rekuren pada ibu hanya menginfeksi janin pada 0,15 sampai 1 persen kasus. Infeksi janin transplasenta lebih besar kemungkinannya terjadi pada paruh pertama kehamilan.5 Karakteristik infeksi janin yang dapat membantu dalam diagnosis prenatal termasuk hambatan pertumbuhan dalam kandungan, serebral ventrikulomegali, periventrikuler, asites, mikrosepali, hepatosplenomegali, hidrosepali, kardiomegali, dan kalsifikasi oligo atau polihidramnion. Sebagian besar bayi yang terinfeksi tidak memperlihatkan gejala saat lahir, tetapi sebagian mengalami sekuele yang muncul belakangan misalnya gangguan pendengaran, defisit neurologis, korioretinitis, retardasi psikomotor, dan gangguan belajar.5,8 f. Diagnosis Infeksi primer pada kehamilan dapat ditegakkan baik dengan metode serologik maupun virologik. Dengan metode serologik, diagnosis infeksi maternal primer dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan dari seronegatif menjadi seropositif (tampak adanya IgM dan IgG anti CMV) sebagai hasil pemeriksaan serial dengan interval kira-kira 3 minggu. Dalam metode serologik infeksi primer dapat pula ditentukan dengan Low IgG Avidity, yaitu antibodi klas IgG menunjukkan fungsional aviditasnya yang 19 rendah serta berlangsung selama kurang lebih 20 minggu setelah infeksi primer. Dalam hal ini lebih dari 90 % kasus infeksi primer menunjukkan IgG aviditas rendah (Low Avidity IgG) terhadap CMV. Dengan metode virologik, viremia maternal dapat ditegakkan dengan menggunakan uji imuno fluoresen. Uji ini menggunakan monoklonal antibodi yang mengikat antigen Pp 65, suatu protein (polipeptida dengan berat molekul 65 kilo dalton) dari CMV di dalam sel leukosit dalam darah ibu.7 Gambar 7. Titer antibodi selama infeksi CMV Diagnosis pranatal harus dikerjakan terhadap ibu dengan kehamilan yang menunjukkan infeksi primer pada umur kehamilan sampai 20 minggu. Diagnosis pranatal dilakukan dengan mengerjakan metode PCR dan isolasi virus pada cairan ketuban yang diperoleh setelah amniosentesis. Amniosentesis dalam hubungan ini paling baik dikerjakan pada umur kehamilan 21-23 minggu.7 g. Penatalaksanaan Penanganan wanita hamil imunokompeten dengan infeksi CMV primer atau rekuren terbatas pada terapi simtomatik. Tidak ada terapi yang memuaskan dapat diterapkan, khususnya pada pengobatan infeksi kongenital. Obat yang digunakan untuk anti CMV saat ini adalah Ganciclovir, Foscarnet, Cidofivir dan Valacidovir, tetapi sampai saat ini belum dilakukan evaluasi di samping obat tersebut dapat menimbulkan intoksikasi serta resistensi. Berbagai agen terapi seperti gansiklovir, 20 Adenosin arabinosid, asiklovir, idoxuridin, sitosin arabinosid, leukosit interferon telah diberikan untuk pengobatan infeksi CMV kongenital, tetapi tidak ada yang menemukan kepuasan karena toksisitas atau kambuhnya infeksi setelah pemberian obat dihentikan. Saat ini, tidak ada peran perawatan antenatal pada infeksi CMV fetal.5,7,8 h. Pencegahan Pencegahan infeksi neonatus bergantung pada pencegahan infeksi primer pada ibu, khususnya pada awal kehamilan. Tindakan-tindakan dasar misalnya hygiene yang baik dan mencuci tangan pernah dipromosikan, khususnya bagi wanita yang memiliki anak balita yang dititipkan ke tempat penitipan anak. Selain itu, upaya preventif dan promotifnya yaitu meningkatkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dan memberikan pendidikan yang lebih baik sehingga dapat melakukan peningkatan kesehatan lingkungan dan diri sendiri.2,5 VI. HERPES SIMPLEX a. Definisi Herpes simplex merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.15 b. Epidemiologi Usia dan Jenis kelamin merupakan faktor risiko penting yang terkait dengan penambahan infeksi genital HSV-2. Bahkan, prevalensi infeksi HSV meningkat dengan usia, mencapai puncak sekitar 40 tahun. Infeksi ini muncul terkait dengan jumlah pasangan seksual, dan lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Selain itu, etnis, kemiskinan, penyalahgunaan kokain, onset aktivitas seksual sebelumnya, perilaku 21 seksual, dan vaginosis bakteri dapat memfasilitasi risiko seorang wanita dari infeksi sebelum kehamilan. Infeksi yang terjadi pada bayi jarang, berupa infeksi paru, mata dan kulit.7,16 c. Etiologi Gambar 8. Virus herpes simplex Virus herpes simplex merupakan virus DNA beruntai ganda, mempunyai enveloped, termasuk dalam keluarga Herpesviridae ditransmisikan melintasi membran mukosa dan kulit tidak utuh, yang bermigrasi ke jaringan saraf, di mana mereka bertahan dalam keadaan laten. HSV-1 mendominasi pada lesi orofasial, dan itu biasanya ditemukan dalam ganglia trigeminal, sedangkan HSV- 2 yang paling sering ditemukan di ganglia lumbosakral. Namun demikian virus ini dapat menginfeksi kedua daerah orofasial dan saluran kelamin.16 d. Patogenesis Penyebaran infeksi herpes simpleks dapat terjadi pada orang dengan gangguan kekebalan sel T, seperti pada penerima transplantasi organ dan pada individu dengan AIDS. HSV didistribusikan di seluruh dunia. Manusia adalah satu-satunya penerima alami, dan tidak ada vektor yang terlibat dalam transmisi. Endemisitas mudah dipelihara di masyarakat kebanyakan manusia karena infeksi laten, reaktivasi periodik, dan asimptomatis virus shedding. HSV ditularkan melalui kontak pribadi yang dekat, dan infeksi 22 terjadi melalui inokulasi virus ke permukaan mukosa rentan (misalnya, orofaring, serviks, konjungtiva) atau melalui celah-celah kecil di kulit. Virus ini mudah dinonaktifkan pada suhu kamar dan dengan pengeringan; karenanya, penyebaran aerosol jarang terjadi.17 e. Gejala klinik Gejala utama herpes genital yang berlangsung hingga 21 hari setelah masa inkubasi. Masa inkubasi herpes berlangsung 2-20 hari. Pada wanita, herpes menyebabkan ulserasi dan rasa panas dari alat kelamin eksternal dan serviks yang mengarah ke nyeri vulva, disuria, keputihan, dan limfadenopati lokal. Lesi ulseratif dan vesikular paha dalam, bokong, perineum atau kulit perianal juga diamati. Kedua infeksi primer pada lakilaki dan wanita mungkin rumit dengan gejala sistemik seperti demam, sakit kepala, mialgia (38% pada pria, 68 % pada wanita), kadang-kadang meningitis dan dengan neuropati otonom mengakibatkan retensi urin, terutama pada wanita.16 Pada bayi infeksi ini didapat secara perinatal akibat persalinan lama sehingga virus ini mempunyai kesempatan naik melalui membran yang robek untuk menginfeksi janin. Gejala pada bayi biasanya mulai timbul pada minggu pertama kehidupan tetapi kadang-kadang baru pada minggu ke dua-tiga. Manifestasi kliniknya: hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, mikrosefali dan miokarditis.1 f. Diagnosis Semua yang diduga infeksi virus herpes harus dikonfirmasi melalui pengujian virus atau serologis. Diagnosis herpes genital berdasarkan presentasi klinis saja memiliki sensitivitas 40 % dan spesifisitas 99 % dan tingkat positif palsu 20 %. Tes digunakan untuk mengkonfirmasi adanya infeksi HSVdapat dibagi menjadi dua kelompok dasar: (1) teknik deteksi virus dan (2) teknik deteksi antibodi. Teknik pengujian DNA virus utama 23 adalah kultur virus dan deteksi antigen HSV oleh polymerase chain reaction (PCR).16 Diagnosis HSV harus dikonfirmasi baik serologis atau dengan kultur virus. Isolasi HSV dalam kultur sel adalah tes virologi pilihan untuk pasien yang mencari perawatan medis untuk ulkus genital atau lainnya lesi mukokutan dan memungkinkan perbedaan dari jenis virus (HSV-1 vs HSV2). Sensitivitas uji ini terbatas karena beberapa masalah yang berkaitan dengan pengambilan sampel dan transportasi spesimen. Selain itu, sebagai penyembuhan lesi, mereka cenderung menjadi kultur positif. Dengan demikian, kultur genital positif memberikan bukti konklusif infeksi HSV genital; namun, hasil negatif tidak mengecualikan adanya infeksi. Teknik polymerase chain reaction melibatkan amplifikasi urutan tertentu DNA atau RNA sebelum deteksi dan dengan demikian dapat mendeteksi bukti DNA virus pada konsentrasi rendah. Teknik PCR yang tersedia secara komersial dan bisa membedakan antara HSV-1 dan HSV-2. PCR memberikan sensitivitas meningkat lebih dari kultur dan akhirnya dapat menggantikan kultur sebagai standar perawatan untukdiagnosis.16 g. Penatalaksanaan Wanita hamil dengan episode klinis pertama atau kambuh dapat diobati dengan asiklovir atau valasiklovir pada dosis yang dianjurkan. Sejak asiklovir dan valasiklovir tidak resmi disetujui untuk pengobatan ibu hamil, pasien harus diberitahu untuk memberikan persetujuan sebelum administrasi. Namun, tidak ada peningkatan kelainan janin dianggap berasal dari perawatan ini, meskipun hasil jangka panjang tidak dievaluasi. Pengobatan dengan asiklovir dan valasiklovir pada 36 minggu dari kehamilan untuk mengurangi frekuensi manifestasi klinis, penularan vertikal, penghapusan virus selama kelahiran dengan mengurangi persentase perempuan caesarean. asiklovir dapat menurunkan keparahan dan lamanya serangan utama jika diberikan dalam waktu 5 hari dari timbulnya gejala.13,16 24 h. Pencegahan Pencegahan antara lain dengan cara menjaga kebersihan perseorangan dan pendidikan kesehatan terutama kontak dengan bahan infeksius, menggunakan kondom dalam aktifitas seksual, dan penggunaan sarung tangan dalam menangani lesi infeksius.1 VII. KESIMPULAN Adapun kesimpulan dari referat ini yaitu: Toksoplasmosis Others (Sifilis) Rubella Etiologi Toksoplasma gondii Treponema pallidum spirochete virus RNA beruntai tunggal (Togaviridae) Gejala klinis -Subklinis -Lesu -Demam -Nyeri otot, -Ruam makulopapular -Limfadenopati, -Demam ringan -Ruam makulopapular generalisata -Atralgia -Arthritis -Konjungtivitis Diagnosis -Pem.serologis (IgM dan IgG) -Primer: Chancre di tempat inokulasi, nyeri soliter, ulkus bulat indurasi. -Sekunder: lesi banyak, bervariasi, ruam non-iritasi, makulopapular pada telapak tangan dan kaki -Laten: asimptomatik -Late: kardiovaskular, gummatous, neurosifilis. -VDRL -Fluorescent treponema antibodi absorption test Citomegalovir us virus DNA beruntai ganda (Herpesviridae ) Herpes simplex virus DNA beruntai ganda (Herpesviridae ) -Asymptomatis -Demam -Faringitis -Limfadenopati -Poliarthritis -Rasa panas dan ulserasi alat kelamin eksternal dan servix -Nyeri vulva -Disuria -Keputihan -Limfadenopati lokal -Gejala sistemik: demam, nyeri kepala, mialgia - Pem.serologis -Metode -Kultur virus (IgM dan IgG) serologik -Pemeriksaan - Kultur rubella (IgM,IgG) PCR -Metode virologik (uji imuno fluoresen) 25 Terapi -Pyrimetamin dan sulfonamide -Spiramisin -Suntikan Tidak ada terapi -Terapi penisilin G IM spesifik simtomatik -Obat oral -Gansiklovir, penisilin, Fuscarnet, eritromisin Ridofivir, Valasiklovir Komplikasi Trias -Pembatasan -Katarak, -Mikrosefali klasik(korioreti pertumbuhan glaukoma -Hidrosefali nitis, kalsifikasi intrauterin -PDA, Stenosis -Kalsifikasi intrakranium, -Hidrops fetalis a.pulmonalis periventrikuler hidrosefalus) non-imun -Tuli -Serebral -Kelahiran sensorineural ventrikulomeg prematur -Mikrosefalus, ali -Abortus spontan hambatan -Oligo atau (50%) perkembangan polihidramnion Hepatosplenome gali, ikterus 26 -Antivirus (Asiklovir dan Valasiklovir) Hepatospleno megali -Ikterus -Petekie Meningoencep halitis -Korioretinitis -Mikrosefali -Miokarditis DAFTAR PUSTAKA 1. Karkata K, Suwardewa TGA. Infeksi TORCH pada Ibu Hamil di RSUP Sanglah Denpasar. Cermin Dunia Kedokteran Edisi 151. Jakarta: Penerbit grup PT. Kalbe farma tbk; 2006. Hal. 1-10 2. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC; 2007. Hal. 639 3. Neu N, Duchon J, Zachariah P. TORCH Infections. Clinical Perinatology [online] 2015. [cited Feb20, 2015]. Available from: http://www.perinatology.theclinics.com/article/S00955108%2814%2900125-0/fulltext 4. Andriyani R, Megasari K. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Toksoplasma Pada Ibu Hamil Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2010-2013. Jurnal Kesehatan Andalas[online] 2015. [cited Feb22, 2015]. Available from: http://jurnal.fk.unand.ac.id 5. Cuningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Houth JC, Rouse DJ, Spong CY.Williams Obstetrics23rd Edition. Dallas: Medical; 2010. 6. Jones DL. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi edisi 6. Jakarta: Hipokrates; 2001. 7. Prawirohardjo S, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2014. 8. Reece EA, Hobbins JC. Clinical obstetric the fetus and mother 3rd edition. Massauchussets: Blackwell; 2007. 9. Oswal S, Lyons G. Syphilis in Pregnancy [online] 2008. [cited Feb28, 2015]. Available from:http://www.medscape.com/viewarticle/583494_2 10. Agustina F, Legiawati L, Rihatmadja R, Daili SF. Sifilis Pada Infeksi Human Immunodeficiency Virus[online]2011. [cited Feb28, 2015].Availablefrom: http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/deridn/article/download/30/33 11. Mochtar R. Synopsis obstetri Edisi 3. Jakarta: EGC; 2011 27 12. Dontigny L, Arsenault M, Marte MJ. Rubella in Pregnancy Sogc Clinical Practice Guidelines. J Obstet Gynaecol Can [online] 2008. [cited Feb23, 2015]. Available from: http://sogc.org/guidelines/rubella-in-pregnancy/ 13. Collins S. Arulkumaran S. Hayes K. Jackson S. Impey L. Oxford Handbook of Obstetrics and Gynaecology Third Edition. United Kingdom: Oxford University Press; 2013. 14. Yinon Y, Farine D, Yudin MH. Cytomegalovirus Infection in Pregnancy Sogc Clinical Practice Guidelines. J Obstet Gynaecol Can [online] 2010. [cited Feb23, 2015]. Available from: http://sogc.org/guidelines/cytomegalovirus-infection-in-pregnancy/ 15. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. 16. Straface G, Selmin A, Zanardo V, De santis M, Ercoli A. Review Article Herpes Simplex Virus Infection in Pregnancy [online] 2012. [cited Feb28, 2015]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3332182/ 17. Salvaggio MR. Herpes Simplex [online] 2015. [cited Feb28, 2015]. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/218580-overview 28