Uploaded by nusantara

LAPORAN KASUS PKM GE DISENTRI (Autosaved)

advertisement
LAPORAN KASUS
GASTROENTERITIS DISENTRI
Disusun oleh:
Sheryl Serelia
Pendamping:
dr. Elis Sopiani
INTERNSIP PUSKESMAS KARAWANG
2018
KASUS
Tanggal pengambilan kasus : 23 Januari 2018
Tanggal presentasi
: 25 Januari 2018
Presentan
: dr. Sheryl Serelia
Pendamping
: dr. Elis Sopiani
Tempat presentasi
: Puskesmas Karawang
Obyektif presentasi
: Penyegaran tentang materi, pembahasan masalah
Tujuan
: Mempelajari tentang gastroenteritis disentri
Bahan bacaan
: Tinjauan pustaka
Cara pembahasan
: Presentasi dan diskusi
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. D
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 5.5 tahun
Tanggal Lahir
: 15 Agustus 2012
Agama
: Islam
Alamat
: Karawang
Tanggal Berobat
: 23 Januari 2018
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis dengan ibu pasien pada hari Selasa, 23 Januari 2018
di ruang poli Puskesmas Karawang.
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan utama BAB cair sejak 1 hari yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan BAB cair sejak 1 hari yang lalu sebanyak 6x/hari. Pada hari ke
Puskesmas, pasien sudah BAB cair sebanyak 2x sejak pagi. BAB disertai lendir dan darah,
konsistensi lembek, dan setiap sebelum BAB, perut pasien terasa mulas. Selain itu, pasien
1
c.
d.
e.
f.
juga mengeluh mual setiap makan sehingga nafsu makan menurun. Minum masih mau,
aktivitas fisik aktif seperti biasa. Keluhan demam, muntah, nyeri perut disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita gejala seperti ini sebelumnya. Pasien tidak pernah dirawat di
rumah sakit.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang menderita gejala seperti ini.
Riwayat Kebiasaan
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering jajan makanan sembarangan dan sering membeli
es yang dijual dipinggir jalan (1 hari bisa sampai 3x). Untuk kebiasaan cuci tangan, ibu pasien
mengaku bahwa pasien jarang cuci tangan sebelum makan.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan siswa TK dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ibu pasien
merupakan ibu rumah tangga dan ayah pasien bekerja sebagai pedagang. Keluarga pasien
termasuk dalam golongan sosial ekonomi menengah ke bawah.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Baik, kooperatif
Kesadaran
: Compos Mentis, GCS 15
Status gizi
: Tinggi badan : 108 cm
Berat badan : 16 kg
IMT
Tanda-tanda vital
: 13.71 (normal)
: Tekanan darah
: tidak diperiksa
Frekuensi nadi
: 92 kali/menit
Laju napas
: 22 kali/menit
SuhuTubuh
: 36,8o c
Kepala
: normocephal
Mata
: tidak ada sklera ikterik maupun konjungtiva anemis, mata tidak cekung
Hidung
: sekret hidung (-), septum deviasi (-)
Mulut
: mukosa bibir lembab, tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis
Leher
: tidak ada pembesaran KGB
Thorax
: Paru
 simetris, sonor, suara napas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
2
Jantung
 ictus cordis teraba di SIC IV linea midclavicula sinistra, S1 reguler,
S2 split tak konstan, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
: datar, bising usus meningkat, timpani, terdapat nyeri tekan diseluruh lapang
perut, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat
Ekstremitas
: akral hangat, tidak ada edema dan sianosis, waktu pengisian kapiler <2 detik.
RESUME
Pasien An.D, usia 5.5 tahun, datang dengan keluhan BAB cair sejak 1 hari yang lalu sebanyak
6x/hari. Pada hari ke Puskesmas, pasien sudah BAB cair sebanyak 2x sejak pagi. BAB disertai lendir
dan darah, konsistensi lembek, dan setiap sebelum BAB, perut pasien terasa mulas. Selain itu,
pasien juga mengeluh mual setiap makan sehingga nafsu makan menurun. Minum masih mau,
aktivitas fisik aktif seperti biasa. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering jajan makanan
sembarangan dan sering membeli es yang dijual dipinggir jalan (1 hari bisa sampai 3x). Untuk
kebiasaan cuci tangan, ibu pasien mengaku bahwa pasien jarang cuci tangan sebelum makan.
Keluarga pasien termasuk dalam golongan sosial ekonomi menengah ke bawah.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kondisi umum pasien baik, tanda vital dalam batas normal,
status gizi baik, tidak ditemukan mata cekung, mukosa bibir lembab, pada pemeriksaan abdomen
didapatkan bising usus meningkat dan nyeri tekan diseluruh lapang perut. Turgor kulit baik, akral
hangat, waktu pengisian kapiler kurang dari dua detik.
DIAGNOSIS
Diare disentriform et causa Shigellosis tanpa dehidrasi
DIAGNOSIS BANDING
-
Diare disentriform et causa amebiasis
Diare cair akut et causa Enterohaemorrhagic E. Coli
Diare cair akut et causa Enteroinvasive E. Coli
TATALAKSANA
Medikamentosa:


Oralit 200 cc setiap BAB cair
Zinc tablet 1x20 mg (selama 10 hari)
3


Cotrimoxazole syrup (10mg/kgBB TMP dibagi 2 dosis per hari selama 5 hari):
Sediaan sirup Cotrimoxazole: 240 mg/ 5 ml
16 kg x 10 mg TMP
= 160 mg TMP  800 mg SMX (dibagi 2 dosis)
= 2 x 480 mg = 2 x Cth II
Lacto-B 1x1 sacch
Non-medikamentosa/edukasi dan konseling:
Penjelasan pada orang tua mengenai:
a. Cara memberikan cairan, makanan, dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa pasien kembali ke petugas kesehatan, yaitu bila:
• Diare lebih sering
• Muntah berulang
• Anak terlihat sangat haus
• Makan/minum sedikit
• Timbul demam
• Tidak membaik dalam 2 hari
c. Edukasi terkait penggunaan air bersih yang cukup, pentingnya mencuci tangan dan kapan saja
waktu untuk mencuci tangan, penggunaan jamban yang sehat
4
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Gastroenteritis adalah peradangan pada mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan
diare/buang air besar cair dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam atau secara
kuantitatif, kandungan air dalam feses lebih dari 10 mL/kg/hari pada infant dan anak, atau 200
g/hari pada remaja dan dewasa. Penyebab gastroenteritis antara lain infeksi, malabsorbsi,
keracunan atau alergi makanan dan psikologis penderita.
Diare diklasifikasikan berdasarkan durasinya menjadi: 1) diare cair akut, dimana diare terjadi
secara mendadak dan dapat berlangsung beberapa hari sampai 14 hari (umumnya <1 minggu);
2) diare persisten, yaitu diare akut yang terus berlangsung sampai > 14 hari, umumnya
disebabkan oleh agen infeksius, dimana kondisi ini menyebabkan malnutrisi dan berisiko tinggi
menyebabkan kematian; dan 3) diare kronik, diare dengan durasi > 14 hari dan umumnya
disebabkan oleh agen non-infeksius.
Disentri adalah diare yang disebabkan oleh infeksi dan inflamasi, dimana feses disertai lendir dan
darah. Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan kematian bila
dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain.
II. PREVALENSI
Gastroenteritis lebih sering terjadi pada anak-anak karena daya tahan tubuh yang belum optimal.
Diare merupakan salah satu penyebab angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak di
bawah umur lima tahun di seluruh dunia, yaitu mencapai 1 milyar kesakitan dan 3 juta kematian per
tahun. Sedangkan untuk diare disentri sendiri menyumbang 165 juta dari kasus diare per tahunnya
diseluruh dunia dan mengakibatkan 700.000 kematian per tahun. Prevalensi terbanyak diare disentri
pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun.
Masyarakat yang hidup pada area padat dengan kontak yang sangat dekat, seperti anak sekolah,
orang yang hidup di penampungan, panti asuhan, nursing home memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk menularkan infeksi satu sama lain. Peningkatan prevalensi diare disentri juga ditemukan pada
travelers yang pergi ke daerah endemis, seperti Southeast Asia, pria homoseksual, dan orang
dengan daya tahan tubuh rendah.
III. PENYEBAB
Berdasarkan penyebabnya, diare disentri dapat dibagi menjadi dua, yaitu disentri basiler/shigellosis
yang disebabkan oleh infeksi bakteri Shigella sp. (tipe diare disentri yang lebih sering dijumpai); dan
5
disentri amuba/amebiasis yang disebabkan oleh infeksi amoeba (single-celled parasite), Entamoeba
histolytica, yang sering dijumpai pada daerah tropis.
Disentri basiler merupakan jenis disentri yang paling umum terjadi. WHO memperkirakan sekitar 120
juta kasus disentri yang parah termasuk jenis ini dan mayoritas pengidapnya adalah balita. Hanya
sekitar 10% dari infeksi E. histolytica yang mengakibatkan penyakit invasif dan hanya 1% orang
dengan feses yang mengandung Entamoeba yang memiliki gejala amebiasis.
IV. PATOGENESIS
Bakteri dan parasit penyebab diare disentri ditransmisikan secara fecal-oral melalui makanan
atau air yang tercemar bakteri atau parasit. Vektor dapat berupa lalat atau food handler yang
terinfeksi dengan higienitas buruk. Sanitasi yang buruk merupakan penyebab utama transmisi
pada area berpendapatan rendah. Rute penyebaran lainnya adalah dari penggunaan feses
manusia yang tidak diproses terlebih dahulu sebagai pupuk.
Diare disentri basiler disebabkan oleh
infeksi Shigella sp. (S. dysenteriae, S.
flexneri, S. sonnei, S. boydii) yang
merupakan bakteri batang gram
negatif, aerobik, non-motil, glucosefermenting, yang sangat mudah
menular dan menyebabkan diare
setelah ingesti paling sedikit 180
organisme. Patogen ini mengakibatkan
kerusakan mukosa melalui dua
mekanisme, (1) invasi dari epithel
colon, yang bergantung pada faktor
virulensi yang dimediasi oleh plasmid,
dan (2) produksi enterotoxin, yang meningkatkan virulensi-nya. Masa inkubasi dari Shigella cepat,
sekitar 1-7 hari.
E. histolytica merupakan protozoa tidak berflagel yang dapat mengakibatkan proteolisis dan lisis
jaringan, serta dapat menginduksi apoptosis sel inang. Manusia dan primata merupakan host
alami untuk protozoa ini. Ingesti dari kista E. histolytica dari lingkungan akan dilanjutkan dengan
excystation di ileum terminal atau colon, membentuk tropozoit yang motil. Sementara
membentuk kolonisasi di mukosa colon, tropozoit menghasilkan kista yang akan diekskresi
melalui feses yang dapat bertahan hidup di lingkungan beberapa hari hingga minggu atau
menginvasi barrier mukosa usus dan masuk ke aliran darah, terbawa ke hepar, paru, dan organ
lain. Onset penyakit subakut (1-3 minggu). Berikut adalah siklus hidup dari E. histolytica:
6
V. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis kasus gastroenteritis disentri dan mengetahui penyebabnya, dibutuhkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis, dapat ditemukan beberapa keluhan gejala berupa: buang air besar
encer secara terus menerus bercampur lendir dan darah dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam
waktu 24 jam; rasa tidak nyaman di perut (sakit perut terutama sebelah kiri, kembung); mual dan
muntah; sakit kepala; serta tenesmus. Bentuk kasus disentri yang berat (fulminating cases)
biasanya disebabkan oleh S.dysentriae dengan gejalanya timbul mendadak dan berat, dan dapat
meninggal bila tidak cepat ditolong. Selain beberapa gejala umum diatas, terdapat beberapa
gejala konstitusional dari disentri yang berbeda antara shigellosis dan amebiasis. Berikut
merupakan perbedaan gejala antara shigellosis/disentri basiler dengan amebiasis:
7
Disentri Basiler/Shigellosis
Disentri amoebik/Amebiasis
• Gejala konstitusional (+)  demam tinggi
(39,5-40oC), anoreksia, malaise
• Diare awalnya cair  ada darah dan lendir
• Frekuensi 8-10 kali/hari, namun bisa
mencapai puluhan kali/hari
• Nyeri perut (+) hebat (lying down
dysentery)
• Muntah (+)
• Tenesmus (+)
• Kadang-kadang disertai dengan gejala
menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang,
sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi)
• Gejala konstitusional(-)  demam (8-38%)
• Diare lendir darah
• Frekuensi lebih sedikit dibanding disentri
basiler (<10 kali/hari)
•Nyeri perut (+) (walking dysentery)
Pada pasien anak, harus ditanyakan secara jelas mengenai gejala diare:
1. Perjalanan penyakit diare yaitu lamanya diare berlangsung, kapan diare muncul (saat
neonatus, bayi, atau anak-anak) untuk mengetahui, apakah termasuk diare kongenital
atau didapat, frekuensi BAB, konsistensi dari feses, ada tidaknya darah dalam tinja
2. Mencari faktor-faktor risiko penyebab diare
3. Gejala penyerta: sakit perut, kembung, banyak gas, gagal tumbuh.
4. Riwayat bepergian, tinggal di tempat penitipan anak merupakan risiko untuk diare infeksi.
Faktor risiko yang harus ditanya meliputi higienitas pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang,
riwayat intoleransi laktosa, dan riwayat alergi obat, riwayat infeksi HIV atau infeksi menular
seksual.
Pemeriksaan Fisik





Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung
dan pernapasan serta tekanan darah.
Mencari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen dan
tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau tidak,
ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus meningkat. Bising usus yang lemah atau tidak ada bisa terjadi apabila terdapat
kondisi hipokalemia.
Pemeriksaan ekstremitas perlu dilakukan karena perfusi dan capillary refill time dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
8

Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara obyektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare atau dengan menilai tanda
dehidrasi.
Tanda utama dehidrasi meliputi: 1) gelisah/cengeng pada anak; 2) lemah/letargi/koma; 3) haus,
turgor kulit abdomen menurun.
Tanda gangguan asam basa dan elektrolit: nafas kussmaul (asidosis metabolik); kembung
(hipokalemia); kejang (hipo/hiper natremia).
Berikut merupakan gejala dan tanda klinis derajat dehidrasi:
Gejala dan Tanda
Keadaan umum
Dehidrasi Ringan
Haus, sadar, lemah
Dehidrasi Sedang
Haus, lemah,
letargis/mengantuk
Nadi
Normal dan kuat
Cepat dan lemah
Respirasi
Tekanan darah sistol
Ubun-ubun besar
Elastisitas kulit
Normal
Normal
Normal
Cepat (<2 detik)
Dalam
Normal/rendah
Cekung
Lambat (=2 detik)
Mata
Air mata
Selaput lendir
Urine
Normal
Ada
Lembab
Normal
Cekung
Tidak ada
Kering
Berkurang dan pekat
Penurunan BB (%)
- Bayi
- Anak/dewasa
5
3
10
6
Dehidrasi Berat
Mengantuk, dingin,
berkeringat, sianosis,
koma
Cepat, lemah, kadang
tidak teraba
Dalam dan cepat
<90 mmHg
Sangat cekung
Sangat lambat (>2
detik)
Sangat cekung
Tidak ada
Sangat kering
Tidak ada dalam
beberapa jam,
kandung kemih
kosong
15
9
9
Berikut merupakan tanda derajat dehidrasi akibat diare pada anak berdasarkan Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit dari WHO (2011):
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab yaitu dengan
pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab. Untuk mengetahui disentri basiler,
diperlukan pemeriksaan kultur feses, dimana akan ditemukan bakteri batang gram negatif.
Sedangkan untuk menentukan amebiasis, diperlukan pemeriksaan mikroskopik feses, deteksi
antigen, serta serologi amoeba.
Hematophagous trophozoite
(tropozoit + ingested RBC)
Cyst dari Entamoeba histolytica,
ukuran 5-20 ㎛. Badan kromatoid
tampak seperti massa tebal berbentuk
batang/cerutu. Jumlah nuclei 1-4
Kristal Charcot Leyden
pada kasus amebiasis
(pemeriksaan
mikroskopik feses)
10
Komplikasi yang dapat terjadi pada gastroenteritis disentri adalah:
1. Haemolytic uremic syndrome (HUS)
2. Hiponatremia/hipernatremia berat
3. Hipoglikemia berat
4. Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rektal, peritonitis dan perforasi
VI. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa diagnosis banding dari gastroenteritis disentri adalah:
1. Infeksi Eschericiae coli  bakteri gram-negatif, berbentuk batang yang normal ditemukan di
lower intestine. Kebanyakan E. coli tidak berbahaya, namun beberapa serotype dapat
mengakibatkan serious food poisoning.
2. Infeksi Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)  Mekanisme patogenitasnya menyerupai
Shigella. EIEC mempenetrasi dan bermultiplikasi pada sel epitel kolon. Gejala menyerupai
Shigellosis  diare menyerupai disentri disertai demam
3. Infeksi Escherichia coli Enterohemorrhagic (EHEC)  Penyebab utama hemorrhagic colitis
(HC) /diare berdarah tanpa demam, menyebabkan hemolytic uremic syndrome (HUS). Bakteri
memproduksi verotoxin/Shiga toxins (Stx).
VII. TATALAKSANA
Pada tingkat layanan primer, upaya promotif dan preventif sangat berperan penting dalam
menurunkan angka infeksi untuk diare disentri. Apabila telah terjadi diare disentri, tatalaksana
kuratif-nya meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
Mencegah terjadinya dehidrasi
Tirah baring
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral
Bila rehidrasi oral tidak mencukupi dapat diberikan cairan melalui infus
Diet, diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari 5 kali/hari, kemudian
diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
6. Farmakologis: Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis Shigellosis, pasien
memerlukan terapi antibiotik. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan,
terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotik diganti dengan jenis
yang lain. Antibiotik yang dapat dipilih untuk terapi disentri adalah golongan
fluorokuinolon seperti ciprofloxacin atau golongan makrolid, yaitu azithromisin yang
menunjukkan hasil efektif untuk disentri basiler. Dosis ciprofloxacin yang dipakai adalah
2 x 500 mg/hari selama 3 hari, sedangkan azithromisin diberikan 1 gram dosis tunggal dan
cefiixime 1 x 400 mg selama 5 hari. Pemberian ciprofloxacin dikontraindikasi pada anak11
anak dan wanita hamil. Untuk disentri amuba diberikan antibiotik Metronidazol 500mg,
3x sehari selama 3-5 hari.
Untuk kasus disentri pada anak, perlu diterapkan tatalaksana 5 lintas diare berdasarkan
Departemen Kesehatan RI (2011), yang meliputi:
1. Pemberian oral rehydration solution  oralit.
Oralit merupakan campuran garam elektrolit,
seperti NaCl, kalium klorida, dan trisodium sitrat
hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan
untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam
tubuh yang terbuang saat diare, dan diberi
segera bila anak diare, sampai diare berhenti.
Anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc cairan
oralit tiap kali buang air besar. Anak usia 1-4
tahun diberi 100-200 cc oralit tiap buang air
besar, dan untuk anak diatas 5 tahun, diberikan
200-300 cc setiap kali anak mencret.
2. Pemberian zinc selama 10 hari berturut-turut.
Zinc dalam tubuh akan menurun dalam jumlah
besar ketika anak mengalami diare. Pemberian zinc mampu menggantikan kandungan
zinc alami yang hilang dan mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan
sistem kekebalan tubuh sehingga mencegah rekurensi diare selama 2-3 bulan setelah
anak sembuh dari diare. Obat zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu
sekitar 30 detik. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan cara dilarutkan
dalam satu sendok air matang atau ASI atau untuk anak yang lebih besar, zinc dapat
dikunyah. Dosis zinc yang diberikan adalah sebagai berikut:
- Balita umur <6 bulan: ½ tablet (10 mg)/ hari
- Balita umur >6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari
3. Teruskan ASI dan pemberian makanan. Jika anak masih mendapatkan ASI, maka teruskan
pemberian ASI sebanyak dia mau. Untuk anak yang lebih besar, anak harus diberi makan
seperti biasa dengan frekuensi lebih sering. Lakukan ini sampai dua minggu setelah anak
berhenti diare. Jangan batasi makanan anak jika ia mau lebih banyak, karena lebih banyak
makanan akan membantu mempercepat penyembuhan, pemulihan dan mencegah
malnutrisi.
4. Berikan antibiotik secara selektif. Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare
disentri atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Pemberian
antibiotik irasional dapat membahayakan pasien, karena selain bahaya resistensi kuman,
pemberian antibiotik yang tidak tepat bisa membunuh flora normal yang dibutuhkan
tubuh.
12
Disentri merupakan salah satu diare yang membutuhkan pemberian antibiotik. Untuk
diare lendir darah pada anak diterapi sebagai Shigellosis menggunakan Cotrimoxazole 10
mg (TMP) /kgBB/ hari dibagi 2 dosis selama 5 hari.
Pengobatan dievaluasi 2 hari, bila tidak membaik, diperlukan pemeriksaan penunjang
feses rutin, bila ditemukan amoeba pada pemeriksaan, antibiotik dapat diganti
menggunakan Metronidazole dosis 10 mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari.
5. Berikan nasihat/edukasi pada ibu/pengasuh tentang cara pemberian oralit, zinc,
ASI/makanan, dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan
jika anak:
- Buang air besar cair lebih sering
- Muntah berulang-ulang
- Mengalami rasa haus yang nyata
- Makan atau minum sedikit
- Tidak membaik dalam 3 hari
Berdasarkan tatalaksana sesuai Integrated Management of Childhood Illness dari WHO (2014),
disentri pada anak dibedakan menjadi disentri berat yang membutuhkan rujukan segera ke
fasilitas kesehatan rujukan dan disentri biasa, dimana anak dapat diterapi di fasilitas kesehatan
tingkat pertama.
13
Kasus diare yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut adalah kasus pada pasien usia lanjut;
muntah yang persisten; perubahan status mental seperti lethargi, apatis, iritabel; terjadinya
outbreak pada komunitas; pada pasien yang immunokompromais.
Indikasi rawat inap: Anak dengan gizi buruk dan disenteri dan bayi muda (umur < 2 bulan) yang
menderita disenteri harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, anak yang menderita keracunan,
letargis, mengalami perut kembung dan nyeri tekan atau kejang, mempunyai risiko tinggi
terhadap sepsis dan harus dirawat di rumah sakit.
Konseling dan edukasi:
1. Penularan disentri amuba dan basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan
dan diri yang bersih seperti suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih,
senantiasa mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun setelah menggunakan
toilet, sebelum makan, memasak, serta menyiapkan makanan. Memisahkan pakaian pengidap
saat dicuci, tidak menggunakan handuk atau peralatan makan yang sama dengan pengidap.
2. Keluarga ikut berperan dalam mencegah penularan dengan kondisi lingkungan dan diri yang
bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi,
penggunaan jamban yang bersih.
3. Keluarga ikut menjaga diet pasien diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari
5 kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya komplikasi, dan
pengobatannya, sehingga umumnya prognosis adalah dubia ad bonam. Bila kondisi saat datang
dengan dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi dubia ad malam.
14
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2011. Buku saku petugas kesehatan. Jakarta: Diten PP dan PL
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
Dhawan, VK. Amebiasis. MedScape. 22 Mei 2017. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/212029-overview#a3. Diakses tanggal 23 Januari
2018
https://www.cdc.gov/parasites/amebiasis/pathogen.html
Kementrian Kesehatan RI. 2015. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015
Kroser, JA. Shigellosis. MedScape. 21 des 2017. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/182767-overview#a6. Diakses tanggal 22 Januari
2018
World Health Organization. 2009. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit:
Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO Indonesia
World Health Organization. 2014. Integrated management of childhood illness. South
Africa: WHO
15
Download