LAPORAN KASUS GASTROENTERITIS DISENTRI Disusun oleh: Sheryl Serelia Pendamping: dr. Elis Sopiani INTERNSIP PUSKESMAS KARAWANG 2018 KASUS Tanggal pengambilan kasus : 23 Januari 2018 Tanggal presentasi : 25 Januari 2018 Presentan : dr. Sheryl Serelia Pendamping : dr. Elis Sopiani Tempat presentasi : Puskesmas Karawang Obyektif presentasi : Penyegaran tentang materi, pembahasan masalah Tujuan : Mempelajari tentang gastroenteritis disentri Bahan bacaan : Tinjauan pustaka Cara pembahasan : Presentasi dan diskusi IDENTITAS PASIEN Nama : An. D Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 5.5 tahun Tanggal Lahir : 15 Agustus 2012 Agama : Islam Alamat : Karawang Tanggal Berobat : 23 Januari 2018 ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis dengan ibu pasien pada hari Selasa, 23 Januari 2018 di ruang poli Puskesmas Karawang. a. Keluhan Utama Pasien datang dengan keluhan utama BAB cair sejak 1 hari yang lalu. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan BAB cair sejak 1 hari yang lalu sebanyak 6x/hari. Pada hari ke Puskesmas, pasien sudah BAB cair sebanyak 2x sejak pagi. BAB disertai lendir dan darah, konsistensi lembek, dan setiap sebelum BAB, perut pasien terasa mulas. Selain itu, pasien 1 c. d. e. f. juga mengeluh mual setiap makan sehingga nafsu makan menurun. Minum masih mau, aktivitas fisik aktif seperti biasa. Keluhan demam, muntah, nyeri perut disangkal. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah menderita gejala seperti ini sebelumnya. Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada yang menderita gejala seperti ini. Riwayat Kebiasaan Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering jajan makanan sembarangan dan sering membeli es yang dijual dipinggir jalan (1 hari bisa sampai 3x). Untuk kebiasaan cuci tangan, ibu pasien mengaku bahwa pasien jarang cuci tangan sebelum makan. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien merupakan siswa TK dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ibu pasien merupakan ibu rumah tangga dan ayah pasien bekerja sebagai pedagang. Keluarga pasien termasuk dalam golongan sosial ekonomi menengah ke bawah. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Baik, kooperatif Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 Status gizi : Tinggi badan : 108 cm Berat badan : 16 kg IMT Tanda-tanda vital : 13.71 (normal) : Tekanan darah : tidak diperiksa Frekuensi nadi : 92 kali/menit Laju napas : 22 kali/menit SuhuTubuh : 36,8o c Kepala : normocephal Mata : tidak ada sklera ikterik maupun konjungtiva anemis, mata tidak cekung Hidung : sekret hidung (-), septum deviasi (-) Mulut : mukosa bibir lembab, tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis Leher : tidak ada pembesaran KGB Thorax : Paru simetris, sonor, suara napas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) 2 Jantung ictus cordis teraba di SIC IV linea midclavicula sinistra, S1 reguler, S2 split tak konstan, murmur (-), gallop (-) Abdomen : datar, bising usus meningkat, timpani, terdapat nyeri tekan diseluruh lapang perut, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat Ekstremitas : akral hangat, tidak ada edema dan sianosis, waktu pengisian kapiler <2 detik. RESUME Pasien An.D, usia 5.5 tahun, datang dengan keluhan BAB cair sejak 1 hari yang lalu sebanyak 6x/hari. Pada hari ke Puskesmas, pasien sudah BAB cair sebanyak 2x sejak pagi. BAB disertai lendir dan darah, konsistensi lembek, dan setiap sebelum BAB, perut pasien terasa mulas. Selain itu, pasien juga mengeluh mual setiap makan sehingga nafsu makan menurun. Minum masih mau, aktivitas fisik aktif seperti biasa. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering jajan makanan sembarangan dan sering membeli es yang dijual dipinggir jalan (1 hari bisa sampai 3x). Untuk kebiasaan cuci tangan, ibu pasien mengaku bahwa pasien jarang cuci tangan sebelum makan. Keluarga pasien termasuk dalam golongan sosial ekonomi menengah ke bawah. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kondisi umum pasien baik, tanda vital dalam batas normal, status gizi baik, tidak ditemukan mata cekung, mukosa bibir lembab, pada pemeriksaan abdomen didapatkan bising usus meningkat dan nyeri tekan diseluruh lapang perut. Turgor kulit baik, akral hangat, waktu pengisian kapiler kurang dari dua detik. DIAGNOSIS Diare disentriform et causa Shigellosis tanpa dehidrasi DIAGNOSIS BANDING - Diare disentriform et causa amebiasis Diare cair akut et causa Enterohaemorrhagic E. Coli Diare cair akut et causa Enteroinvasive E. Coli TATALAKSANA Medikamentosa: Oralit 200 cc setiap BAB cair Zinc tablet 1x20 mg (selama 10 hari) 3 Cotrimoxazole syrup (10mg/kgBB TMP dibagi 2 dosis per hari selama 5 hari): Sediaan sirup Cotrimoxazole: 240 mg/ 5 ml 16 kg x 10 mg TMP = 160 mg TMP 800 mg SMX (dibagi 2 dosis) = 2 x 480 mg = 2 x Cth II Lacto-B 1x1 sacch Non-medikamentosa/edukasi dan konseling: Penjelasan pada orang tua mengenai: a. Cara memberikan cairan, makanan, dan obat di rumah b. Kapan harus membawa pasien kembali ke petugas kesehatan, yaitu bila: • Diare lebih sering • Muntah berulang • Anak terlihat sangat haus • Makan/minum sedikit • Timbul demam • Tidak membaik dalam 2 hari c. Edukasi terkait penggunaan air bersih yang cukup, pentingnya mencuci tangan dan kapan saja waktu untuk mencuci tangan, penggunaan jamban yang sehat 4 TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI Gastroenteritis adalah peradangan pada mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare/buang air besar cair dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam atau secara kuantitatif, kandungan air dalam feses lebih dari 10 mL/kg/hari pada infant dan anak, atau 200 g/hari pada remaja dan dewasa. Penyebab gastroenteritis antara lain infeksi, malabsorbsi, keracunan atau alergi makanan dan psikologis penderita. Diare diklasifikasikan berdasarkan durasinya menjadi: 1) diare cair akut, dimana diare terjadi secara mendadak dan dapat berlangsung beberapa hari sampai 14 hari (umumnya <1 minggu); 2) diare persisten, yaitu diare akut yang terus berlangsung sampai > 14 hari, umumnya disebabkan oleh agen infeksius, dimana kondisi ini menyebabkan malnutrisi dan berisiko tinggi menyebabkan kematian; dan 3) diare kronik, diare dengan durasi > 14 hari dan umumnya disebabkan oleh agen non-infeksius. Disentri adalah diare yang disebabkan oleh infeksi dan inflamasi, dimana feses disertai lendir dan darah. Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan kematian bila dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. II. PREVALENSI Gastroenteritis lebih sering terjadi pada anak-anak karena daya tahan tubuh yang belum optimal. Diare merupakan salah satu penyebab angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak di bawah umur lima tahun di seluruh dunia, yaitu mencapai 1 milyar kesakitan dan 3 juta kematian per tahun. Sedangkan untuk diare disentri sendiri menyumbang 165 juta dari kasus diare per tahunnya diseluruh dunia dan mengakibatkan 700.000 kematian per tahun. Prevalensi terbanyak diare disentri pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Masyarakat yang hidup pada area padat dengan kontak yang sangat dekat, seperti anak sekolah, orang yang hidup di penampungan, panti asuhan, nursing home memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menularkan infeksi satu sama lain. Peningkatan prevalensi diare disentri juga ditemukan pada travelers yang pergi ke daerah endemis, seperti Southeast Asia, pria homoseksual, dan orang dengan daya tahan tubuh rendah. III. PENYEBAB Berdasarkan penyebabnya, diare disentri dapat dibagi menjadi dua, yaitu disentri basiler/shigellosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Shigella sp. (tipe diare disentri yang lebih sering dijumpai); dan 5 disentri amuba/amebiasis yang disebabkan oleh infeksi amoeba (single-celled parasite), Entamoeba histolytica, yang sering dijumpai pada daerah tropis. Disentri basiler merupakan jenis disentri yang paling umum terjadi. WHO memperkirakan sekitar 120 juta kasus disentri yang parah termasuk jenis ini dan mayoritas pengidapnya adalah balita. Hanya sekitar 10% dari infeksi E. histolytica yang mengakibatkan penyakit invasif dan hanya 1% orang dengan feses yang mengandung Entamoeba yang memiliki gejala amebiasis. IV. PATOGENESIS Bakteri dan parasit penyebab diare disentri ditransmisikan secara fecal-oral melalui makanan atau air yang tercemar bakteri atau parasit. Vektor dapat berupa lalat atau food handler yang terinfeksi dengan higienitas buruk. Sanitasi yang buruk merupakan penyebab utama transmisi pada area berpendapatan rendah. Rute penyebaran lainnya adalah dari penggunaan feses manusia yang tidak diproses terlebih dahulu sebagai pupuk. Diare disentri basiler disebabkan oleh infeksi Shigella sp. (S. dysenteriae, S. flexneri, S. sonnei, S. boydii) yang merupakan bakteri batang gram negatif, aerobik, non-motil, glucosefermenting, yang sangat mudah menular dan menyebabkan diare setelah ingesti paling sedikit 180 organisme. Patogen ini mengakibatkan kerusakan mukosa melalui dua mekanisme, (1) invasi dari epithel colon, yang bergantung pada faktor virulensi yang dimediasi oleh plasmid, dan (2) produksi enterotoxin, yang meningkatkan virulensi-nya. Masa inkubasi dari Shigella cepat, sekitar 1-7 hari. E. histolytica merupakan protozoa tidak berflagel yang dapat mengakibatkan proteolisis dan lisis jaringan, serta dapat menginduksi apoptosis sel inang. Manusia dan primata merupakan host alami untuk protozoa ini. Ingesti dari kista E. histolytica dari lingkungan akan dilanjutkan dengan excystation di ileum terminal atau colon, membentuk tropozoit yang motil. Sementara membentuk kolonisasi di mukosa colon, tropozoit menghasilkan kista yang akan diekskresi melalui feses yang dapat bertahan hidup di lingkungan beberapa hari hingga minggu atau menginvasi barrier mukosa usus dan masuk ke aliran darah, terbawa ke hepar, paru, dan organ lain. Onset penyakit subakut (1-3 minggu). Berikut adalah siklus hidup dari E. histolytica: 6 V. DIAGNOSIS Untuk mendiagnosis kasus gastroenteritis disentri dan mengetahui penyebabnya, dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis, dapat ditemukan beberapa keluhan gejala berupa: buang air besar encer secara terus menerus bercampur lendir dan darah dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam; rasa tidak nyaman di perut (sakit perut terutama sebelah kiri, kembung); mual dan muntah; sakit kepala; serta tenesmus. Bentuk kasus disentri yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S.dysentriae dengan gejalanya timbul mendadak dan berat, dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Selain beberapa gejala umum diatas, terdapat beberapa gejala konstitusional dari disentri yang berbeda antara shigellosis dan amebiasis. Berikut merupakan perbedaan gejala antara shigellosis/disentri basiler dengan amebiasis: 7 Disentri Basiler/Shigellosis Disentri amoebik/Amebiasis • Gejala konstitusional (+) demam tinggi (39,5-40oC), anoreksia, malaise • Diare awalnya cair ada darah dan lendir • Frekuensi 8-10 kali/hari, namun bisa mencapai puluhan kali/hari • Nyeri perut (+) hebat (lying down dysentery) • Muntah (+) • Tenesmus (+) • Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi) • Gejala konstitusional(-) demam (8-38%) • Diare lendir darah • Frekuensi lebih sedikit dibanding disentri basiler (<10 kali/hari) •Nyeri perut (+) (walking dysentery) Pada pasien anak, harus ditanyakan secara jelas mengenai gejala diare: 1. Perjalanan penyakit diare yaitu lamanya diare berlangsung, kapan diare muncul (saat neonatus, bayi, atau anak-anak) untuk mengetahui, apakah termasuk diare kongenital atau didapat, frekuensi BAB, konsistensi dari feses, ada tidaknya darah dalam tinja 2. Mencari faktor-faktor risiko penyebab diare 3. Gejala penyerta: sakit perut, kembung, banyak gas, gagal tumbuh. 4. Riwayat bepergian, tinggal di tempat penitipan anak merupakan risiko untuk diare infeksi. Faktor risiko yang harus ditanya meliputi higienitas pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang, riwayat intoleransi laktosa, dan riwayat alergi obat, riwayat infeksi HIV atau infeksi menular seksual. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Mencari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah. Pernapasan yang cepat indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus meningkat. Bising usus yang lemah atau tidak ada bisa terjadi apabila terdapat kondisi hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu dilakukan karena perfusi dan capillary refill time dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. 8 Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare atau dengan menilai tanda dehidrasi. Tanda utama dehidrasi meliputi: 1) gelisah/cengeng pada anak; 2) lemah/letargi/koma; 3) haus, turgor kulit abdomen menurun. Tanda gangguan asam basa dan elektrolit: nafas kussmaul (asidosis metabolik); kembung (hipokalemia); kejang (hipo/hiper natremia). Berikut merupakan gejala dan tanda klinis derajat dehidrasi: Gejala dan Tanda Keadaan umum Dehidrasi Ringan Haus, sadar, lemah Dehidrasi Sedang Haus, lemah, letargis/mengantuk Nadi Normal dan kuat Cepat dan lemah Respirasi Tekanan darah sistol Ubun-ubun besar Elastisitas kulit Normal Normal Normal Cepat (<2 detik) Dalam Normal/rendah Cekung Lambat (=2 detik) Mata Air mata Selaput lendir Urine Normal Ada Lembab Normal Cekung Tidak ada Kering Berkurang dan pekat Penurunan BB (%) - Bayi - Anak/dewasa 5 3 10 6 Dehidrasi Berat Mengantuk, dingin, berkeringat, sianosis, koma Cepat, lemah, kadang tidak teraba Dalam dan cepat <90 mmHg Sangat cekung Sangat lambat (>2 detik) Sangat cekung Tidak ada Sangat kering Tidak ada dalam beberapa jam, kandung kemih kosong 15 9 9 Berikut merupakan tanda derajat dehidrasi akibat diare pada anak berdasarkan Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit dari WHO (2011): Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab yaitu dengan pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab. Untuk mengetahui disentri basiler, diperlukan pemeriksaan kultur feses, dimana akan ditemukan bakteri batang gram negatif. Sedangkan untuk menentukan amebiasis, diperlukan pemeriksaan mikroskopik feses, deteksi antigen, serta serologi amoeba. Hematophagous trophozoite (tropozoit + ingested RBC) Cyst dari Entamoeba histolytica, ukuran 5-20 ㎛. Badan kromatoid tampak seperti massa tebal berbentuk batang/cerutu. Jumlah nuclei 1-4 Kristal Charcot Leyden pada kasus amebiasis (pemeriksaan mikroskopik feses) 10 Komplikasi yang dapat terjadi pada gastroenteritis disentri adalah: 1. Haemolytic uremic syndrome (HUS) 2. Hiponatremia/hipernatremia berat 3. Hipoglikemia berat 4. Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rektal, peritonitis dan perforasi VI. DIAGNOSIS BANDING Beberapa diagnosis banding dari gastroenteritis disentri adalah: 1. Infeksi Eschericiae coli bakteri gram-negatif, berbentuk batang yang normal ditemukan di lower intestine. Kebanyakan E. coli tidak berbahaya, namun beberapa serotype dapat mengakibatkan serious food poisoning. 2. Infeksi Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC) Mekanisme patogenitasnya menyerupai Shigella. EIEC mempenetrasi dan bermultiplikasi pada sel epitel kolon. Gejala menyerupai Shigellosis diare menyerupai disentri disertai demam 3. Infeksi Escherichia coli Enterohemorrhagic (EHEC) Penyebab utama hemorrhagic colitis (HC) /diare berdarah tanpa demam, menyebabkan hemolytic uremic syndrome (HUS). Bakteri memproduksi verotoxin/Shiga toxins (Stx). VII. TATALAKSANA Pada tingkat layanan primer, upaya promotif dan preventif sangat berperan penting dalam menurunkan angka infeksi untuk diare disentri. Apabila telah terjadi diare disentri, tatalaksana kuratif-nya meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. Mencegah terjadinya dehidrasi Tirah baring Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral Bila rehidrasi oral tidak mencukupi dapat diberikan cairan melalui infus Diet, diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari 5 kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan. 6. Farmakologis: Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis Shigellosis, pasien memerlukan terapi antibiotik. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotik diganti dengan jenis yang lain. Antibiotik yang dapat dipilih untuk terapi disentri adalah golongan fluorokuinolon seperti ciprofloxacin atau golongan makrolid, yaitu azithromisin yang menunjukkan hasil efektif untuk disentri basiler. Dosis ciprofloxacin yang dipakai adalah 2 x 500 mg/hari selama 3 hari, sedangkan azithromisin diberikan 1 gram dosis tunggal dan cefiixime 1 x 400 mg selama 5 hari. Pemberian ciprofloxacin dikontraindikasi pada anak11 anak dan wanita hamil. Untuk disentri amuba diberikan antibiotik Metronidazol 500mg, 3x sehari selama 3-5 hari. Untuk kasus disentri pada anak, perlu diterapkan tatalaksana 5 lintas diare berdasarkan Departemen Kesehatan RI (2011), yang meliputi: 1. Pemberian oral rehydration solution oralit. Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti NaCl, kalium klorida, dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare, dan diberi segera bila anak diare, sampai diare berhenti. Anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc cairan oralit tiap kali buang air besar. Anak usia 1-4 tahun diberi 100-200 cc oralit tiap buang air besar, dan untuk anak diatas 5 tahun, diberikan 200-300 cc setiap kali anak mencret. 2. Pemberian zinc selama 10 hari berturut-turut. Zinc dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Pemberian zinc mampu menggantikan kandungan zinc alami yang hilang dan mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga mencegah rekurensi diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare. Obat zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar 30 detik. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan cara dilarutkan dalam satu sendok air matang atau ASI atau untuk anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah. Dosis zinc yang diberikan adalah sebagai berikut: - Balita umur <6 bulan: ½ tablet (10 mg)/ hari - Balita umur >6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari 3. Teruskan ASI dan pemberian makanan. Jika anak masih mendapatkan ASI, maka teruskan pemberian ASI sebanyak dia mau. Untuk anak yang lebih besar, anak harus diberi makan seperti biasa dengan frekuensi lebih sering. Lakukan ini sampai dua minggu setelah anak berhenti diare. Jangan batasi makanan anak jika ia mau lebih banyak, karena lebih banyak makanan akan membantu mempercepat penyembuhan, pemulihan dan mencegah malnutrisi. 4. Berikan antibiotik secara selektif. Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare disentri atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Pemberian antibiotik irasional dapat membahayakan pasien, karena selain bahaya resistensi kuman, pemberian antibiotik yang tidak tepat bisa membunuh flora normal yang dibutuhkan tubuh. 12 Disentri merupakan salah satu diare yang membutuhkan pemberian antibiotik. Untuk diare lendir darah pada anak diterapi sebagai Shigellosis menggunakan Cotrimoxazole 10 mg (TMP) /kgBB/ hari dibagi 2 dosis selama 5 hari. Pengobatan dievaluasi 2 hari, bila tidak membaik, diperlukan pemeriksaan penunjang feses rutin, bila ditemukan amoeba pada pemeriksaan, antibiotik dapat diganti menggunakan Metronidazole dosis 10 mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari. 5. Berikan nasihat/edukasi pada ibu/pengasuh tentang cara pemberian oralit, zinc, ASI/makanan, dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak: - Buang air besar cair lebih sering - Muntah berulang-ulang - Mengalami rasa haus yang nyata - Makan atau minum sedikit - Tidak membaik dalam 3 hari Berdasarkan tatalaksana sesuai Integrated Management of Childhood Illness dari WHO (2014), disentri pada anak dibedakan menjadi disentri berat yang membutuhkan rujukan segera ke fasilitas kesehatan rujukan dan disentri biasa, dimana anak dapat diterapi di fasilitas kesehatan tingkat pertama. 13 Kasus diare yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut adalah kasus pada pasien usia lanjut; muntah yang persisten; perubahan status mental seperti lethargi, apatis, iritabel; terjadinya outbreak pada komunitas; pada pasien yang immunokompromais. Indikasi rawat inap: Anak dengan gizi buruk dan disenteri dan bayi muda (umur < 2 bulan) yang menderita disenteri harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, anak yang menderita keracunan, letargis, mengalami perut kembung dan nyeri tekan atau kejang, mempunyai risiko tinggi terhadap sepsis dan harus dirawat di rumah sakit. Konseling dan edukasi: 1. Penularan disentri amuba dan basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih, senantiasa mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun setelah menggunakan toilet, sebelum makan, memasak, serta menyiapkan makanan. Memisahkan pakaian pengidap saat dicuci, tidak menggunakan handuk atau peralatan makan yang sama dengan pengidap. 2. Keluarga ikut berperan dalam mencegah penularan dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih. 3. Keluarga ikut menjaga diet pasien diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari 5 kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan. VIII. PROGNOSIS Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya, sehingga umumnya prognosis adalah dubia ad bonam. Bila kondisi saat datang dengan dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi dubia ad malam. 14 DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI. 2011. Buku saku petugas kesehatan. Jakarta: Diten PP dan PL (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) Dhawan, VK. Amebiasis. MedScape. 22 Mei 2017. Available at: https://emedicine.medscape.com/article/212029-overview#a3. Diakses tanggal 23 Januari 2018 https://www.cdc.gov/parasites/amebiasis/pathogen.html Kementrian Kesehatan RI. 2015. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015 Kroser, JA. Shigellosis. MedScape. 21 des 2017. Available at: https://emedicine.medscape.com/article/182767-overview#a6. Diakses tanggal 22 Januari 2018 World Health Organization. 2009. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit: Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO Indonesia World Health Organization. 2014. Integrated management of childhood illness. South Africa: WHO 15