Uploaded by User12662

biofar bioekivalen - Copy

advertisement
MAKALAH BIOFARMASETIKA
BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI
Oleh :
Rizky Tanzil Liamali
1704019010
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Uji bioekuivalensi adalah uji bioavailabilitas komparatif yang dirancang untuk
menunjukkan bioekivalensi suatu produk uji dengan produk obat pembanding. Uji
ini diperlukan karena metode fabrikasi dan formulasi dapat mempengaruhi
bioavailabilitas produk –produk obat tersebut.
Bioavailabilitas menunjukkan suatu pengukuran laju dan jumlah bahan aktif
atau bagian aktif yang diabsorpsi dari suatu produk obat dan tersedia pada site aksi.
Untuk produk obat yang tidak ditunjukan diabsorpsi ke dalam aliran darah,
bioavabilitas dapat ditetapkan dengan pengukuran yang ditunjukan untuk
mencerminkan laju dan bahan aktif atau bagian aktif tersedia pada site aksi.
Alasan utama dilakukan studi bioekuivalensi oleh karena produk obat dianggap
ekivalen farmasetik tidak memberikan efek teraupetik yang sebanding pada
penderita. Studi bioekivalensi berguna dalam membandingkan bioavabilitas suatu
obat dari berbagai produk obat. Apabila produk –produk dinyatakan ekivalensi,
maka efek teraupetik dari produk –produk obat ini dianggap sama. Dengan ini
efektivitas obat akan dicapai dengan baik. Adapun faktor –faktor yang diperhatikan
dalam uji bioavailabilitas dan bioekuivalen diantaranya, kriteria untuk uji
ekivalensi secara in vivo dan in vitro, desain dan pelaksanaan studi
bioekuivalensi,sistem klasifikasi Biofarmsetika (BCS), makna klinis studi
biofarmasetika, dan perhatian khusus dalam studi bioavabilitas dan bioekivalesi.
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari bioavailabilitas dan bioekuivalensi
2. Mengetahui kriteria untuk uji ekivalensi secara in vivo dan in vitro.
3. Mengetahui desain dan pelaksanaan studi bioekuivalensi
4. Mengetahui sistem klasifikasi biofarmasetika (BCS)
C. Rumusan Masalah
2
1. Apa yang dimaksud dengan bioavailabilitas dan bioekuivalensi?
2. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam uji bioavailabilitas dan
bioekuivalensi?
3. Bagaimana desain dan pelaksanaan studi biekivalensi?
4. Bagaimana sistem klasifikasi biofarmasetika?
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Biovailabilitas dan Bioekuivalensi
Bioavailabilitas adalah sesuatu yang menunjukkan suatu pengukuran laju dan
jumlah bahan aktif atau bagian aktif atau bagian aktif yang diabsorpsi dari suatu
produk obat dan tersedia pada site aksi, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap
waktu atau dari eksresinya dalam urin.
Bioavailabilitas terbagi menjadi dua yaitu :
a. Bioavailabilitas absolut adalah bioavabilitas sistemik suatu obat setelah
pemakaian ekstravaskuler misalnya oral, rektal, transderma, subkutan
dibandingkan denga dosis intravena yang bioavabilitasnya 100%.
Pengukuran dapat dilakukan sepanjang Vd dan K tidak bergantung pada
rute pemberian. Availabilitas absolut setelah pemakaian oral dengan
menggunakan data plasma sebagai berikut :
Availabilitas absolut = F=
[𝐴𝑒𝑐]π‘π‘œ
π‘‘π‘œπ‘ π‘–π‘  π‘π‘œ
[𝐴𝑒𝑐]𝑖𝑣
π‘‘π‘œπ‘ π‘–π‘  𝑖𝑣
Availabilitas absolut, F dapat dinyatakan sebagai fraksi atau persen dengan
mengalikan Fx100. Availabilitas absolut yang menggunakan data eksresi
obat lewat urin dapat ditentukan sebagai berikut :
Availabilitas absolut =
{𝐷𝑒]∞π‘ƒπ‘œ
π‘‘π‘œπ‘ π‘–π‘  π‘ƒπ‘œ
[𝐷𝑒]∞𝑖𝑣
π‘‘π‘œπ‘ π‘–π‘  𝑖𝑣
Availabilitas juga sama dengan F, fraksi dosis yang tersedia dalam
sistemik. Availabilitas absout kadang dinyatakan sebagai persen, yakni F=1,
atau 100%. Untuk obat –obat yang diberikan secara vaskuler seperti injeksi
i.v, bolus karena seluruh obatnya terabsorpsi sempurna. Untuk semua rute
pemakaian ekstravaskuler, seperti rute oral (PO), bioavabilitas absolut F
tidak melebihi 100% (F>1).
b. Biovailabilitas realtif (apparent) adalah ketersediaan dalam sistemik suatu
produk obat dibandingkan dengan suatu standar yang diketahui namun
bukan sediaan intravena. Availabilitas relatif dari dua produk obat yang
4
diberikan pada dosis dan rute pemberian yang sama diperoleh dengan
persamaan sebagai berikut :
[𝐴𝑒𝑐]𝐴
Availabilitas relatif =
π‘‘π‘œπ‘ π‘–π‘  𝐴⁄
[𝐴𝑒𝑐]𝐡
π‘‘π‘œπ‘ π‘–π‘  𝐡
Dimana produk B sebagai standar pembanding yang telah diketahui. Fraksi
tersebut dapat dikalikan 100 untuk memberi persen avaibilitas relatif. Data
eksresi obat lewat urin juga dapat digunakan untuk mengukur avaobilitas
relatif apabila jumlah otal utuh yang dieksresi dalam urin dikumpulkan.
Persen availabilitas relatif dengan menggunakan data eksresi urin dapat
ditetukan sebagai berikut:
[𝐷𝑒]∞𝐴
Persen availabilitas relatif = [𝐷𝑒]∞𝐡 × 100
1. Metode Penilaian Bioavailabilitas
Metode langsung dan tidak langsug digunakan untuk penilaian
bioavailabilitas. Bioavailabilitas in vivo suatu produk obat ditunjukkan
melalui laju dan jumlah absorpsi melalui perbandingan parameter terukur
misal, konsentrasi bahan aktif dalam darah, laju reaksi melalui urin
kumulatif dan efek farmakologi. Untuk produk obat yang tidak ditunjukkan
untuk diabsorpsi dalam aliran darah bioavabilitas dapat ditetapkan melalui
pengukuran yang menunjukkan laju dan jumlah bahan aktif. Parameter
farmakokinetika atau farmakodinamika juga pengamatan klinis secara in
vitro dapat digunakan untuk menentukan bioavabilitas obat dari suatu
produk obat.
a. Konsentrasi Obat dalam Plasma
Pengukuran konsentrasi obat dalam darah, plasma, atau serum setelah
pemakaian obat merupakan cara langsung dan paling objektif untuk
menentukan bioavabilitas obat sistemik. Melalui pengambilan sampel darah
yang tepat dan penggunaan penetapan kadar obat dapat diperoleh gambaran
yang akurat dari profil konsentrasi obat dalam plasma- waktu.
5
1) tmaks (waktu konsentrasi plasma mencapai puncak, tmaks) adalah
waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksmimum
setelah pemberian obat. Satuan tmaks adalah satuan waktu (jam, menit).
2) Cmaks (konsentrasi plasma puncak) menunjukkan konsnetrasi obat
maksimum dalam plasma setelah pemakaian obat secara oral. Satuan
Cmaks adalah satuan konsentrasi (mg/ml, µg/ ml).
3) AUC (area di bawah kurva kadar obat dalam plasma –waktu), Auc
adalah suatu ukuran dari jumlah bioavabilitas suatu obat yang
mencerminkan jumlah total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik.
Auc adalah area di bawah kurva kadar obat dalam plasma –waktu dari t
=0 sampai t = ∞ dan sama dengan jumlah obat tidak berubah yang
mencapai sirkulasi umum dibagi klirens.
[Auc]0∞ = ∫ 𝐢𝑝𝑑𝑑
𝐹𝐷0
[Auc]0∞ = πΎπ‘™π‘–π‘Ÿπ‘’π‘›π‘  =
𝐹 π·π‘œ
π‘˜π‘‰π·
b. Data eksresi obat dalam urin
Data eksresi obat lewat urine merupakan suatu metode tidak langsung untuk
memperkirakan bioavaibilitas. Sampel urin harus dikumpulkan secara
lengkap setiap waktu dan jumlah total ekresi dan jumlah total eksresi obat
lewat urin harus diperoleh.
1) Du∞ (jumlah kumulatif obat yang dieksresi dalam urin), Du∞ secara
langsung berhubungan dengan jumlah total obat terabsorpsi.
2) Du/dt (laju eksresi obat). Kebanyakan obat dieliminasi dengan proses laju
orde kesatu maka laju reaksi obat bergantung pada tetapan laju eliminasi
orde kesatu, dan kadar obat dalam plasma (Cp).
3) t∞ (waktu total untuk eksresi obat) merupakan suatu parameter yang berguna
dalam studi bioekuivalensi yang membandingkan beberapa produk obat.
c. Efek Farmakologis Akut
Efek farmakologis akut seperti efek pada daya volume ekspirasi (forced
expiratory volume –FEV), FEVI (inhalasi bronchodilator) atau pemutih
kulit
(kortikosteroid
topikal)
dapat
digunakan
sebagai
indeks
6
bioavailabilitas
obat.
Penggunaan
efek
farmakologis
akut
untuk
menentukan bioavailabilitas pada umumnya memerlukan gambaran kurva
–dosis respons. Bioavailabilitas dapat ditentukan dengan memeriksa kurva
dosis-respons. Sedangkan untuk bioekuivalensi parameter farmakodinamik
meliputi total area bawah kurva efek farmakologis akut-waktu, efek
farmakodinamik puncak, dan waktu untuk efek farmakodinamik puncak
diperoleh dari kurva efek farmakodinamik –waktu.
d. Pengamatan Klinis
Uji klinis dikendalikan denga baik pada manusia menetapkan keamanan
dan kemanjuran produk obat dan dapat digunakan untuk menentukan
bioavailabilitas. Namun, pendekatan uji klinis kurang teliti, kurang sensitif,
dan kurang reprodusibel untuk penentuan bioavailabilitas in vivo. FDA
mempertimbangkan pendekatan ini hanya bila metode analitik dan metode
farmakodinamik tidak tersedia untuk penggunaan salah satu dari
pendekatan yang digambarkan di atas.
e. Studi In Vitro
Studi pelarutan sering dilakukan pada beberapa uji formulasi dari obat
yang sama. Pada umumnya uji formulasi yang menunjukkan laju pelarutan
obat paling cepat in vitro akan mempunyai laju bioavailabilitas in vivo
paling cepat.
2.
Studi Bioekuivalensi
Produk obat bioekuivalen yang mempunyai bioavailabilitas sistemik sama
akan dapat diramalkan mempunyai respon obat yang sama. Akan tetapi,
perbedaan
respon
klinis
antar-individu
yang
tidak
berkait
dengan
bioavailabilitas dapat disebabkan oleh perbedaan farmakodinamik obat.
Beberapa perilaku yang mempengaruhi faktor farmakodinamik obat meliputi
usia, toleransi obat, interaksi obat dan faktor patofisologik yang tidak diketahui.
Bioavailabilitas suatu obat lebih reprodusibel antarindividu yag puasa pada
studi yang terkendali yang menggunakan obat dalam keadaan perut kosong.
Bila obat digunakan sehari, sifat diet dan gaya hidup individual dapat
7
mempengaruhi kadar obat dalam plasma karena perbedaan absorpsi dengan
adanya makanan atau bahkan perubahan klirens metabolik obat. Sebagai contoh
obat teofilin pada pasien diet karbohidrat tinggi mempunyai waktu paruh 18,1
jam dibandingkan dengan pasien diet normal waktu paruhnya 6,76 jam.
Konsentrasi obat dalam plasma yang tinggi akibat dari diet karbohidrat dapat
menempatkan pasien pada risiko intoksikasi teofilin yang lebih tinggi. pengaruh
makanan pada availailitas teofilin dialporkan FDA berkaitan dengan resiko
konsentrasi plasma teofilin yang lebih tinggi dari produk obat “sustained
release” 24 jam yang digunakan dengan makanan.
a. Dasar Untuk Penentuan Bioekuivalensi
Bioekuivalensi ditetapkan jika bioavailabilitas in vivo dari suatu uji produk
obat biasanya pada oabt generik tidak berbeda secara bermakna dalam laju dan
jumlah absorpsi obat, seperti yag ditentukan melalui perbandingan parameter
terukur, misal konsentrasi bahan obat aktif dalam darah, laju ekskresi lewat
urin, atau efek faramkodinamik dari obat pembanding bila diberikan pada
molar dosis bagian aktif yang sama di bawah kondisi percobaan yang sama,
baik dosis tunggal atau dosis ganda.
b. Produk Obat dengan Kemungkinan Masalah Bioavailabilitas dan
Bioekuivalensi
Kekurangan bioavailabilitas atau biekuivalensi dapat diduga jika bukti dari
uji klinis dengan kendali yang baik dan pengamatan terkendali pada pasien dari
berbagai produk obat yang dipasarkan tidak memberi efek teraupetik yang
sebanding. Bebrapa sifat biofarmasetika meliputi :
ο‚·
Bahan obat aktif mempunyai kelarutan rendah dalam air (< 5 mg/ml)
ο‚·
Laju pelarutan dari satu atau lebih produk rendah (lebih kecil dari 50%
dalam 30 menit bila diuji dengan metode umum yang ditetapkan oleh FDA)
ο‚·
Ukuran partikel atau luas permukaan bahan aktif merupakan hal yang sangat
menentukan bioavailabilitas obat tesebut
ο‚·
Bentuk struktur tertentu dari bahan obat aktif (polimorf, solvat, kompleks)
melarut sangat kecil , sehingga mempengaruhi absorpsi
8
ο‚·
Produk –produk obat yang mempunyai perbadingan bahan tambahan yang
besar terhadap bahan aktif
ο‚·
Bahan inaktif tertentu mungkin diperlukan untuk absorpsi bahan aktif atau
bagian teraupetik atau dapat mempengaruhi absorpsi.
ο‚·
Bahan obat aktif, bagian teraupetik, atau prekursornya diabsorpsi dalam
jumlah besar pada bagian tertentu saluran cerna atau diabsorpsi pada suatu
tempat lokal.
ο‚·
Derajat absorpsi bahan obat aktif, bagian teraupetik atau prekursornya kecil.
ο‚·
Terjadi metbolisme cepat dari bagian teraupetik di dalam dinding usus atau
hati selama proses absorpsi sehinga laju absorpsi biasanya tidak terpengaruh
terhadap efek teraupetik produk obat
ο‚·
Bagian teraupetik dimetabolisme atau dieksresikan secara cepat, sehingga
pelarutan dan absorpsi yang cepat diperlukan utuk ketidakefektivitasnya.
ο‚·
Bahan obat aktif atau bagian teraupetik tida stabil dalam bagian saluran
cerna dan memerlukan penyalutan atau formulasi terntentu
3. Rancang Bangun dan Penilaian Studi Bioekuivalensi
a. Rancang bangun
Rancang bangun studi bioekuivalensi ditentukan oleh pertanyaan ilmiah yang
akan dijawab , sifat bahan pembanding dan sediaan yag akan diuji, ketersediaan
metode analitik, dan risiko-manfaat dan pertimbangan etik berkaitan dengan
pengujian pada manusia. Untuk uji bioekuivalensi formulasi obat uji dan
pembanding harus mengandung ekuivalen farmasetik, obat dalam kekuata dosis
sama dalam sediaan yang sama, dan diberikan melalui rute pemberian yang sama.
b. Metode analitik
Metode analitik yang digunakan dalam suatu studi bioavailabilitas in vivo atau
bioekuivalensi untuk mengukur konsentrasi bahan obat aktif atau bagian
teraupetik, atau metabolit aktif dalam tubuh atau produk eksresi yang digunakan
untuk megukur efek farmakologis akut, harus teliti/akuratdan cukup pekadan
dengan peresisi yang cukup untuk mengukur konsentrasi bahan obat aktif atau
bagian teraupetik atau metabolitnya yang mencapai dalam tubuh. Untuk studi
bioekuivalensi diukr obat utuh.
9
b. Standar pembanding
Untuk studi bioekuivalensi dipilih satu formulasi obat sebagai standar
pembanding terhadap formulasi obat lain yang dibandingkan. Untuk studi
bioekuivalensi suatu produk obat generik yang diajukan produk pembanding
adalah obat yang tercantum dalam pembanding (RLD) yang tercantum dalam
Approved Drug Prioducts with Theraupeutic Equivalence Evaluation-the Orange
Book. Sebelum memulai studi bioekuivalensi in vivo, total kandungan bahan obat
aktif dalam produk uji harus masuk 5% dari produk pembading.
c. Formulasi Extended Release
Suatu studi perbandingan bioavailabilitas digunakan untuk pengembangan
suatu produk obat extended release yang baru di mana produk obat pebanding
dapat larutan atau suspensi bahan aktif atau suatu produk obat non controlled
release yang saat ini dipasarkan seperti tablet atau kapsul. Untuk studi
bioekuivalensi produk obat extended release generik baru, produk obat
pembanding adalah produk obat extended release yang saat ini dipasarkan yang
tercantum sebagai RLD dalam Orange Book diberikan menurut rekomendasi dosis
dalam label yag disetujui.
d. Produk obat Kombinasi
Studi biovailabilitas in vivo melibatkan suatu produk obat kombinasi yang
mengandung lebih dari satu bahan obat aktif adalah untuk menentukan apakah laju
dan jumlah absoropsi tiap bahan obat aktif atau bagian teraupetik dalam produk
obat kombinasi, ekuivalen dengan laju dan jumlah absorpsi dari masing –masing
bahan obat aktif atau bagian teraupetik. Bahan pembanding dalam studi
bioavailabilitas hendaknya dua atau lebih produk obat bahan tunggal yang saat ini
dipasarkan, masing –masing mengandung satu bahan obat aktif dalam produk obat
kombinasi.
4. Rancang Bangun Percobaan
a. Studi Puasa
Studi bioekivalensi biasanya dinilai dengan suatu dosis tunggal, dua-waktu,
dua perlakuan, dua urutan, label-terbuka, acak-random membandingkan dosis
10
yang sama dari produk uji dan pembanding pada subjek puasa, dewasa, sehat.
Studi ini diperlukan untuk semua sediaan pelepasan segera dan pelepasan
modifikasi oral.
b. Studi Intervensi Makanan
Penggunaan bersama makanan dengan suatu produk obat oral dapat
mempengaruhi bioavailabilitas obat. Makanan uji adalah tinggi lemak kira –
kira 50% dari total kandungan kalori makanan dan tinggi-kalori kira –kira 801000 kalori. Untuk studi bioekuivalensi, bioavailabilitas obat dari kedua produk
uji dan pembanding hendaknya dipengaruhi makanan yang sama.
c. Studi dosis ganda (keadaan tunak)
Semua studi dosis ganda, keadaan tunak, acak, dua-perlakuan, “two way
crossover” membandingkan dua dosis yang sama dari produk uji dan
pembanding dilakukan pada subjek dewasa, sehat. Tiga konsentrasi lembah
yang berurutan (Cmin) pada tiga hari yang berurutan hendaknya terakhir
diberikan kepada subjek setelah puasa semalam. Sampel darah dilakukan
dengan cara yang sama dengan studi dosis tunggal.
5. Rancang bangun acak Silang (Crossover)
Studi biasanya dilakukan pada subjek yang sama (dengan desain menyilang)
untuk menghilangkan variasi bilogik antar subjek karena setiap subjek menjadi
kontrolnya sendiri. Hal ini sangat memperkecil jumlah subjek yang dibutuhkan.
6. Penilaian data farmakokinetika
Untuk studi dosis tunggal, meliputi studi keadaan puasa atau studi intervensi
makanan, analisa farmakokinetik meliputi perhitungan area bawah kurva untuk
tiap subjek dari konsentrasi yang dapat dikuantifikasi terakhir (AUC
sampai tak hingga (AUC
0-∞),
0-t)
dan
Tmaks dan Cmaks. Tetapan laju eliminasi, K,
waktu paruh eliminasi, t1/2 dan parameter lain diperkirakan. Untuk studi dosis
ganda amalisa farakokinetik meliputi perhitungan area bawah kurva untuk tiap
subjek, (AUC 0-t), Tmaks, Cmin, Cmaks, dan persen fluktuasi.
11
7. Sistem klasifikasi biofarmasetika (BCS)
Dasar teoritis untuk menghubungkan pelautan obat in vitro dengan
bioavailabilitas in vivo. Sistem klasifikasi didasarkan atas hukum fick’s yang
diterapkan pada suatu membran :
∫ = 𝑃𝑀 × πΆπ‘€
dimana fluks obat dengan satuan (massa/area/waktu) melalui dinding usus
pada berbagai posisi dan waktu, Pw adalah permeabilitas membran, dan Cw
adalah konsentrasi obat pada permukaan membran usus. Berlaku untuk produk
obat oral lepas cepat, tetapi tidak berlaku untuk produk obat lepas cepat dimana
zat aktif memiliki kelarutan dalam air yang tinggi dan permeabilitas dalam usus
yang tinggi (BCS kelas I) serta produk obat memiliki disolusi yang sangat cepat
atau produk obat memiliki disolusi yang cepat dan profil disolusinya mirip
dengan produk pembanding. Zat aktif memiliki kelarutan dalam air yang tinggi
tetapi permeabilitas dalam usus rendah (BCS kelas 3) serta produk obat
memiliki profil disolusi yang cepat pada pH 6,8 dan produk obat memiliki profil
disolusi yang mirip dengan produk pembanding (juga berlaku jika disolusi
<10% pada salah satu pH).
a. Kelarutan
Tujuan dari pendekatan BCS adalah untuk menentukan kesetimbangan
kelarutan dari suatu obat di bawah kondisi fisiologis yang mendekati. Penentuan
profil pH kelarutan diusulkan pada rentang pH 1-8. Kelas kelarutan ditentukan
melalui perhitungan volume media aqueous. Bahan obat dianggap sangat larut
bila kekuatan dosis tertinggi larut dalam 25 ml atau kurang media aqueous pada
rentang pH 1-8.
b. Permeabilitas
Penelitian tingkat absorpsi pada manusia atau metode penembusan usus
dapat digunakan untuk menentukan anggota kelas penembusan suatu obat.
Suatu obat uji hendaknya mempunyai tingkat absorpsi > 90% pada manusia.
12
Informasi pendukung permeabilitas bahan obat juga dituurnkan dari sifat fisikokimianya misal koefisien oktanol: partisi air.
c. Pelarutan
Kelas pelarutan didasarkan atas laju pelarutan in vitro dari suatu produk
obat, suatu peroduk obat pelepasan segera dianggap melarut cepat bila tidak
kuran dari 85% jumlah bahan obat yang tercantum dalam label melarut dalam
30 menit dengan menggunakan alat I USP pada 100 rpm atau alat II pada 50
rpm dalam volume 900 ml atau kurang dalam tiap media, media asam seperti
HCl 0,1 N atau tiruan cairan lambung USP tanpa enzim serta dapar pH 4,5 dan
dapar pH 6,8 atau tiruan cairan lambung usus USP tanpa enzim.
d. Produk obat di mana bioavailabilitas atau bioekuivalensi tidak memerlukan
pembuktian (Self-Evident)
ο‚·
Produk obat yang ditujukkan untuk pemberian intravena dan
mengandung suatu bahan obat aktif atau bagian terapetik yang dicampur
dengan pelarut yang sama dan dalam konsentrasi sama dalam suatu
larutan intravena yang merupakan New Drug Application yang telah
disetujui
ο‚·
Produk obat merupakan preparat yang dipakai secara topikal misal krim,
salep, pasta yang ditujukkan untuk pengobatan setempat (lokal). FDA
memberikan tuntutan untuk tampilan studi bioekuivalensi pada
kortikosteroid
topikal
dan
bahan
antifungi.
FDA
juga
mempertimbangkan pelaksanaan studi dermatofarmakokinetik (DPK)
pada produk obat topikal lain.
ο‚·
Produk obat bentuk sediaan oral yang tidak ditujukkan untuk diabsorpsi
misal antasid. Sebagai contoh, bioekuivalensi resin kolesteramin
ditujukkan in vitro melalui ikatan asam empedu pada resin.
ο‚·
Produk obat yang memenuhi kondisi berikut, diberikan secara inhalasi
sebagai gas atau uap misal sebagai suatu obat atau sebagai aestesi
inhalasi, mengandung bahan obat aktif atau bagian teraupetik dalam
bentuk sediaan yang sama seperti produk obat yang telah disetujui
pemakaianya, New Drug Application (NDA).
13
ο‚·
Produk obat memenuhi kriteria termasuk produk obat lautan oral,
eliksir, sirup, tingtur, atau bentuk terlarut yang lain, mengandung bahan
obat aktif atau bagian yang berkhasiat dalam konsentrasi yang sama
seperyi produk obat yang teah disetujui pemakaiannya, dan tidak
mengadung bahan inaktif yang diketahui mempengaruhi absorpsi bahan
obat aktif atau bagian teraupetik secara bermakna.
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Bioavailabilitas menunjukkan suatu pengukuran laju dan jumlah bahan aktif
atau bagian aktif yang diabsorpsi dari suatu produk obat dan tersedia pada
site aksi. Sedangkan bioekuivalensi menunjukkan
2. Bioavailabilitas terbagi menjadi dua yaitu, biovailabilatas relatif. Metode
yang digunakan untuk penilaian bioavailabilitas yaitu dari konsentrasi obat
dalam plams, dan data eksresi obat lewat urin, efek faramkologis kaut,
pengamatan klinis.
3. Pengujian pada bioavailabilitas dan bioekuivalen terbagi menjadi in vitro
dan in vivo. Dimana rancangan bangun dan penilaian studi biekuivalensi
adalah rancang bangun, metode analitik, standar pembanding, dan formulasi
extended release. Sedangkan rancang bangun percobaan terbagi menjadi
studi puasa, studi intervensi makanan, studi dosis ganda (keadaan tunak),
rancang bangun acak silang (crossover), rancang bangun replicate
crossover.
4. Sistem klasifikasi biofarmasetika (BCS) terbagi menjadi klass 4 dimana
menyagkut kelarutan, permeabilitasm, pelarutan, produk obat di mana
bioavabilitas tidak memerlukan pembuktian.
15
DAFTAR PUSTAKA
Shargel,L, dkk, 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan Edisi Kelima.
Surabaya: Airlangga –University Press
BPOM RI.2004. Pedoman Uji Bioekuivalensi.
Alche.J.M. 1993. Farmasetika 3 Biofarmsetika edisi 2. Surabaya: AirlanggaUniversity Press
16
Download