Uploaded by User16407

151524103

advertisement
Universitas Sumatera Utara
Repositori Institusi USU
http://repositori.usu.ac.id
Fakultas Farmasi
Skripsi Sarjana
2018
Pembuatan dan Karakterisasi
Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor
Naga (Rhaphidophora Pinnata (L.f.)
Schott) Menggunakan Metode Gelasi Ionik
Ayumi, Dian
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1483
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL
EKSTRAK ETANOL DAUN EKOR NAGA
(Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) MENGGUNAKAN
METODE GELASI IONIK
SKRIPSI
OLEH:
DIAN AYUMI
NIM 151524103
PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL
EKSTRAK ETANOL DAUN EKOR NAGA
(Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) MENGGUNAKAN
METODE GELASI IONIK
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
DIAN AYUMI
NIM 151524103
PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
ii
Universitas Sumatera Utara
iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa pengayom
segenap alam yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan ridhoNya, sehingga
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ Pembuatan dan
Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga (Rhaphidophora
Pinnata (L.f.) Schott) Menggunakan Metode Gelasi Ionik”. Skripsi ini disusun
untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Nanoteknologi adalah teknologi yang mampu menyiapkan bahan aktif
obat dalam partikel dengan ukuran nano yang memiliki ukuran partikel 1-1000 nm
dengan sistem penghantaran obat yang baik didalam tubuh. Daun ekor naga
berpotensi dalam pembuatan nanopartikel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membuat nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga menggunakan metode gelasi
ionik. Hasil yang diperoleh yaitu daun ekor naga dapat dibuat dalam bentuk
nanopartikel menggunakan metode gelasi ionik. Diharapkan nanopartikel ini dapat
dibuat dalam bentuk sediaan farmasi yang lain untuk dapat menjaga stabilitas dan
mempercepat pencapaian senyawa obat didalam tubuh.
Pada
kesempatan
ini,
dengan
segala
kerendahan
hati
penulis
menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Sumaiyah, M.Si.,
Apt. dan Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., yang telah meluangkan waktu dan
tenaga dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab,
memberikan petunjuk serta saran selama penelitian hingga selesainya bahan
skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria,
M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan
iv
Universitas Sumatera Utara
bantuan dan fasilitas selama masa perkuliahan di Fakultas Farmasi USU Medan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Hakim
Bangun, Apt., selaku ketua penguji yang telah memberikan saran untuk
menyempurnakan skripsi ini. Bapak Dadang Irfan Husori, S.Si., M.Sc., Apt.,
selaku dosen penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan selama
masa perkuliahan serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan
yang telah mendidik selama perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan
penghargaan yang tulus kepada Ayahanda H. Syamsul Hidayat, SE dan Ibunda
Hj. Lisnawaty, Kakanda Dian Suziana, S.Si., Apt., Dian Wahyuni, A.Md. dan
Dian Novita, SE., atas segala do’a, kasih sayang, nasehat serta dorongan moril
maupun materil kepada penulis selama ini. Penulis juga tidak lupa berterima
kasih dengan orang-orang terdekat dan semua teman-teman yang ikut serta
membantu dan memberi dukungan kepada penulis selama penelitian dan
penulisan bahan skripsi ini. Semoga kalian selalu dalam lindungan Allah SWT.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang farmasi.
Medan, Januari 2018
Penulis,
Dian Ayumi
NIM 151524103
v
Universitas Sumatera Utara
vi
Universitas Sumatera Utara
PEMBUATAN DAN KARATERISASI NANOPARTIKEL EKSTRAK
ETANOL DAUN EKOR NAGA (Rhaphidopora pinnata (L.f.) Schott)
MENGGUNAKAN METODE GELASI IONIK
ABSTRAK
Latar Belakang: Salah satu tanaman dari suku Aracae yang telah diteliti adalah
daun ekor naga (Rhaphidopora pinnata (L.f.) Schott). Daunnya telah digunakan
sebagai anti kanker secara tradisional di Singapura. Masyarakat Indonesia juga
telah menggunakan tanaman daun ekor naga sebagai obat anti kanker dan anti
bakteri. Nanoteknologi meningkat secara pesat dalam bidang ilmiah termasuk
dalam sistem penghantaran obat. Nanoteknologi adalah teknologi yang mampu
menyiapkan bahan aktif obat dalam bentuk partikel dengan ukuran nano yang
memiliki ukuran partikel 1-1000 nm.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengetahui karakteristik
nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga (Rhaphidopora pinnata (L.f.) Schott)
menggunakan metode gelasi ionik.
Metode: Pembuatan ekstrak daun ekor naga dengan metode maserasi
menggunakan pelarut etanol 96% dilanjutkan dengan evaporasi hingga terbentuk
ekstrak kental. Ekstrak kemudian dikarakteristik meliputi kadar air, kadar sari
larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam.
Nanopartikel dibuat melalui reaksi gelasi ionik dengan cara larutan natrium
tripolipospat 0,1% ditetesi kedalam larutan kitosan 0,2% (dalam asam asetat) dan
ekstrak etanol daun ekor naga. Larutan disentrifugasi. Endapan yang diperoleh
disimpan dalam freezer selama 24 jam kemudian dikeringkan dengan air cooler
dan pemanasan pada suhu 40oC. Endapan yang kering digerus dengan cara
penggerusan dalam lumpang. Serbuk kemudian dikarakteristik menggunakan
Particle Size Analyzer untuk mengetahui ukuran partikel dan Scanning Electron
Microscopy untuk mengetahui kondisi morfologi serbuk tersebut.
Hasil: Hasil karakteristik ekstrak etanol daun ekor naga diperoleh kadar air
5,98%, kadar sari larut air 57,15%, kadar sari larut etanol 63,17%, kadar abu total
12,62%, dan kadar abu tidak larut asam 0,49%. Serbuk nanopartikel yang telah
dibuat berwarna coklat muda dengan distribusi ukuran partikel pada rentang
234,49-1479,50 nm pada ratio kitosan 0,2%:natrium tripolipospat 0,1% (5:1) dan
morfologi permukaan ekstrak etanol daun ekor naga dalam bentuk nanopartikel
yakni permukaan yang tidak rata dan membentuk agregat-agregat longgar.
Kesimpulan: Ekstrak etanol daun ekor naga dengan kitosan 0,2% (dalam asam
asetat) dan natrium tripolipospat 0,1% (5:1) dapat dibuat menjadi nanopartikel
menggunakan metode gelasi ionik dengan distribusi ukuran partikel pada rentang
234,49-1479,50 nm.
Kata kunci: Ekstrak, daun ekor naga, nanopartikel, karakteristik
vii
Universitas Sumatera Utara
PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF NANOPARTICLES OF
ETHANOL EXTRACT RHAPHIDOPORA PINNATA LEAVES (DAUN
EKOR NAGA) (Rhaphidopora pinnata (L.f.) Schott) USING THE IONIC
GELATION METHOD
ABSTRACT
Background: One of the plants of the Aracae famili that has been studied is
Rhaphidopora pinnata leaves. Its leaves have been used as an anti-cancer
traditionally in Singapore. Indonesian people have also used Rhaphidopora
pinnata leaves as anti-cancer and anti-bacterial drugs. Nanotechnology is
increasing rapidly in the scientific field including in drug delivery systems.
Nanotechnology is a technology capable of preparing medicinal active ingredients
in the form of particles of nano size that have a particle size of 1-1000 nm.
Aim: This study aimed to prepare and to know the characteristic of nanoparticle
ethanol extract of Rhaphidopora pinnata leaves (Rhaphidopora pinnata (L.f.)
Schott) using ionic gelation method.
Method: Preparation of Rhaphidopora pinnata leaves extract using maseration
method with ethanol 96% solvent by evaporation to form concentrated extract.
The extracts were then characterized included of water content, water soluble
content, ethanol soluble content, total ash value, and acid soluble ash. The
nanoparticles were prepared by ionic gelation reaction by 0.1% sodium
tripolyphosphate solution dropped into 0.2% chitosan solution (in acetic acid) and
ethanol extract of Rhaphidopora pinnata leaves. The solution was centrifuged.
Precipitate which obtained was stored in the freezer for 24 hours then dried with
water cooler and heating at 40°C. The dry precipitate was milled by grinding in
the mortar. The powder was then characterized using Particle Size Analyzer to
know particle size and Scanning Electron Microscopy to know the morphology
condition of the powder.
Result: The characteristic result ethanol extract of Rhaphidopora pinnata leaves
were obtained included of water content 5.98%, water soluble content 57.15%,
ethanol soluble content 63.17%, total ash value 12.62%, and acid insoluble ash
0.49%. The nanoparticle powder that has been made was light brown with a
particle size distribution in the range of 234.49-1479.50 nm at ratio 0.2%
chitosan: 0.1% sodium tripolyphosphate (5:1) and surface morphology of ethanol
extract of Rhaphidopora pinnata leaves in the formed of nanoparticles that had
uneven surfaces and formed loose aggregates.
Conclusion: Ethanol extracts of Rhaphidopora pinnata leaves with 0.2% chitosan
(in acetic acid) and 0.1% sodium tripolyphosate (5:1) could be made into
nanoparticles using ionic gelation method with a particle size distribution in the
range of 234.49-1479.50 nm.
Keywords: Extracts, Rhaphidopora pinnata leaves, nanoparticles, characteristics
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ........................................................................................................
i
HALAMAN JUDUL...................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................
iii
KATA PENGANTAR ................................................................................
iv
SURAT PERNYATAAN............................................................................
vi
ABSTRAK ................................................................................................
vii
ABSTRACT ...............................................................................................
viii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1 Latar Belakang ........................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah..................................................................
4
1.3 Hipotesis ...................................................................................
4
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................
4
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
5
2.1 Uraian Tumbuhan ......................................................................
5
2.1.1 Tumbuhan daun ekor naga ..............................................
5
2.1.2 Sinonim ...........................................................................
5
2.1.3 Nama daerah....................................................................
5
2.1.4 Sistematika tumbuhan .....................................................
5
ix
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Kegunaan tumbuhan daun ekor naga ..............................
6
2.2 Ekstraksi dan Ekstrak ................................................................
6
2.2.1 Metode ekstraksi .............................................................
7
2.3 Kitosan ......................................................................................
9
2.3.1 Sifat Fisika-Kimia Kitosan .............................................
10
2.4 Natrium Tripolifosfat ................................................................
11
2.5 Nanopartikel ..............................................................................
13
2.5.1 Nanopartikel Cross Link..................................................
13
2.6 Pembuatan Nanopartikel Metode Gelasi Ionik ........................
14
2.6.1 Reaksi Ikat Silang ...........................................................
14
2.7 Kelebihan Nanopartikel ............................................................
15
2.8 Kekurangan Nanopartikel .........................................................
16
2.9 Karakterisasi Nanopartikel .......................................................
17
2.9.1 Ukuran dan Distribusi Nanopartikel ..............................
17
2.9.2 Morfologi Nanopartikel ..................................................
18
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................
19
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................
19
3.2 Bahan ........................................................................................
19
3.3 Alat ...........................................................................................
19
3.4 Pengambilan Sampel .................................................................
20
3.5 Identifikasi Tumbuhan ..............................................................
20
3.6 Pengolahan Sampel ..................................................................
20
3.6.1 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak .........
20
3.6.1.1 Penetapan kadar air ...............................................
21
3.6.1.2 Penetapan kadar sari larut dalam air .....................
21
x
Universitas Sumatera Utara
3.6.1.3 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ................
22
3.6.1.4 Penetapan kadar abu total......................................
22
3.6.1.5 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam
asam ......................................................................
22
3.6.2 Pembuatan Ekstrak Etanol daun Ekor Naga
(EEDEN).........................................................................
22
3.7 Pembuatan Larutan Pereaksi ....................................................
23
3.7.1 Larutan Kitosan 0,2% .......................................................
23
3.7.2 Larutan Kitosan 0,5% .......................................................
23
3.7.3 Larutan NaTPP 0,1% .......................................................
23
3.8 Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga ....
23
3.8.1 Prosedur Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol
Daun Ekor Naga ............................................................
24
3.8.2 Karakteristik Nanopartikel .............................................
25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................
26
4.1 Identifikasi Tumbuhan ............................................................
26
4.2 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun
Ekor Naga (EEDEN) .............................................................
26
4.3 Hasil Skrining Fitokimia ..........................................................
28
4.4 Ekstrak ....................................................................................
29
4.5 Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga ......................
29
4.6 Karakterisasi Nanopartikel .....................................................
34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
36
5.1 Kesimpulan ............................................................................
36
5.2 Saran .......................................................................................
36
xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
37
LAMPIRAN ................................................................................................
40
xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1 Spesifikasi Kitosan ...........................................................................
11
3.1 Formulasi Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga
(Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott)..............................................
24
4.1 Hasil Karakteristik Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga
(Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) .............................................
26
4.2 Hasil Skrining Serbuk Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga
(Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) .............................................
28
4.3 Ukuran Partikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga ............................
31
4.4 Ukuran Partikel Kitosan 0,2% dan NaTPP 0,5% (5:1) Sebelum dan
Sesudah Penggerusan ........................................................................
34
xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
2.1 Struktur Kimia Kitosan ..............................................................
9
2.2 Disosiasi Natrium Tripolifosfat dalam Air .................................
12
2.3 Struktur Natrium Tripolifosfat ....................................................
12
2.4 Ilustrasi Matriks yang Terbentuk dengan Metode Gelasi Ionik ..
15
4.1 Reaksi Kitosan dan Natrium Tripolifosfat .................................
30
4.2 SEM Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga Perbesaran 1500x dan Perbesaran 200x ....................................................
35
xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Tumbuhan Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.)
Schott) ........................................................................................
40
Tumbuhan Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.)
Schott).........................................................................................
41
Gambar Daun Segar dan Kering Daun Ekor Naga
(Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott).......................................
42
Gambar Serbuk Simplisia Daun Ekor Naga (Rhaphidophora
pinnata (L.f.) Schott) .................................................................
43
Perhitungan Karakteristik Simplisia Daun Ekor Naga
(Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) .......................................
44
Perhitungan Karakteristik Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga
(Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) .......................................
47
Bagan Pembuatan Serbuk Simplisia dan Karakteristik Serbuk
Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) .........
50
Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga
(Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) dan Karakteristik
Ekstrak .......................................................................................
51
Bagan Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor
Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) ............................
52
Nanopartikel Ekstrak etanol Daun Ekor Naga (Rhaphidophora
pinnata (L.f.) Schott) .................................................................
53
Pengukuran Ukuran Partikel Menggunakan PSA .....................
54
xv
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman
hayati yang cukup melimpah. Salah satu kekayaan hayati yang ada di Indonesia
adalah tanaman obatnya yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia
(Kurniasari, dkk., 2017). Indonesia sangat kaya akan jenis tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan untuk tujuan peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit maupun
pengobatan berbagai penyakit. Tumbuhan mengandung berbagai jenis senyawa
kimia, mulai dari struktur dan sifat sederhana sampai yang sangat rumit dan unik.
Beragam jenis dan senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan berkhasiat
obat penelitiannya telah lama dilakukan, baik untuk memperoleh senyawa baru
maupun keanekaragaman senyawa yang telah ada (Djauhariya dan Hernani,
2004).
Penggunaan tanaman herbal dianggap cukup manjur untuk mengobati
berbagai macam penyakit. Rendahnya pengetahuan tentang kandungan senyawa
obat sehingga menimbulkan keraguan bagi yang belum membuktikannya. Saat ini
masih banyak misteri dibalik kandungan dan manfaat tanaman obat yang belum
terungkap,
pada
akhirnya
tanaman
obat
herbal
tersebut
harus
dipertanggungjawabkan secara medis dan ilmiah (Mangan, 2003).
Salah satu tanaman dari suku Araceae yang telah diteliti adalah ekor naga
(Raphidophora pinnata (L.f.) Schott). Daunnya telah digunakan sebagai anti
kanker secara tradisional di Singapura. Masyarakat Indonesia juga telah
menggunakan tanaman ekor naga sebagai obat anti kanker dan anti bakteri. Daun
1
Universitas Sumatera Utara
ekor naga mengandung senyawa steroid/triterpenoid, alkaloid, flavonoid, saponin,
tannin dan glikosida (Masfria, 2012).
Nanopartikel merupakan partikel koloid padat dengan diameter 1-1000
mm. mengandung material yang dapat digunakan untuk pengobatan sebagai
pembawa obat yang senyawa aktifnya telah terlarut dan encapsulated (Kurniasari,
dkk., 2017).
Nanopartikel sangat kompatibel dengan sistem biologis yang memiliki
banyak aplikasi dalam pengobatan. Nanopartikel dianggap sebagai sistem
pembawa obat terbaik karena sudah memanipulasi ukuran partikel dan dapat
dimodefikasi sifat dasar seperti kelarutan, difusivitas dan penyerapan. Dengan
ukuran partikel yang lebih kecil, nanopartikel memiliki luas permukaan yang lebih
besar dan sifat fisik dan kimiayang berbeda (Raj et al., 2015). Aplikasi teknologi
nano dalam bidang farmasi mempunyai berbagai keunggulan antara lain dapat
meningkatkan kelarutan senyawa, mengurangi dosis pengobatan dan meningkatan
kelarutan senyawa, mengurangi dosis pengobatan dan meningkatkan absorbsi.
(Rismana, dkk., 2014).
Kitosan adalah polisakarida yang banyak terdapat di alam setelah selulosa.
Kitosan merupakan suatu senyawa poli (N-amino-2-deoksi-β-D-glukopiranosa)
yang mulai banyak diaplikasikan dalam industri farmasi, pangan dan kesehatan.
Kitosan mempunyai beberapan sifat yang menguntungkan yaitu bersifat anti
mikroba,
wound
healing,
tidak
beracun,
murah,
biokompatibel,
dapat
dibiodegradasi. Dalam bentuk mikro/nano partikel kitosan mempunyai banyak
keunggulan yakni tidak toksis, stabil selama penggunaan, luas permukaan yang
tinggi, serta dapat dijadikan matriks untuk berbagai jenis obat dan ekstrak
tanaman (Rismana, dkk., 2014).
2
Universitas Sumatera Utara
Sebagai carrier obat, kitosan telah dikembangkan dalam berbagai bentuk
sediaan farmasi seperti tablet, bead, microspher dan nanopartikel. Bentuk
nanopartikel dipandang sebagai carrier yang sangat menjanjikan untuk
meningkatkan biovailabilitas, karena memiliki kemampuan difusi dan penetrasi
yang lebih baik ke dalam lapisan mukus (Mardliyati, dkk., 2012).
Metode gelasi ionik untuk pembuatan nanopartikel merupakan metode
yang banyak menarik perhatian peneliti dikarenakan prosesnya yang sederhana,
tidak menggunakan pelarut organik dan dapat dikontrol dengan mudah
(Mardliyati, dkk., 2017). Prinsip kelemahan utamanya dari metode ini
stabilitasnya buruk dalam kondisi asam dan sulitnya menjebak molekul tinggi
obat berat (Mohammad et al., 2017). Prinsip pembentukan partikel pada metode
ini adalah terjadinya interaksi ionik antara gugus amino pada kitosan yang
bermuatan positif dengan polianion yang bermuatan negatif. Polianion yang
paling banyak digunakan adalah natrium tripolifosfat (NaTPP), karena bersifat
tidak toksis dan memiliki multivalent (Mardliyati, dkk., 2017). Nanopartikel
mudah terbentuk karena adanya kompleksasi antara spesies berberat positif dan
negatif selama pengaduan mekanis pada suhu kamar, sehingga pemisahan kitosan
dalam partikel bola dengan ukuran dan muatan permukaan yang berbeda
(Mohammad et al., 2017).
Penelitian ini bertujuan untuk dapat membuat nanopartikel ekstrak etanol
daun ekor naga dengan tingkat keseragaman ukuran dan stabilitas yang baik.
Parameter yang digunakan yaitu Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengukur
ukuran partikel dan Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui
kondisi morfologi partikel.
3
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dibuat perumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah ekstrak etanol daun ekor naga dapat dibuat menjadi nanopartikel
menggunakan metode gelasi ionik?
2. Apakah ada perbedaan ukuran partikel dengan penggunaan konsentrasi
kitosan 0,2% dan 0,5%?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis yaitu :
1. Ekstrak etanol daun ekor naga dapat dibuat menjadi nanopartikel
menggunakan metode gelasi ionik.
2. Terdapat perbedaan ukuran partikel dengan penggunaan konsentrasi
kitosan 0,2% dan 0,5%.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk membuat nanopartikel dari esktrak etanol daun ekor naga dengan
metode gelasi ionik.
2. Untuk mengetahui perbedaan ukuran partikel dengan penggunaan
konsentrasi kitosan 0,2% dan 0,5%.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dalam
pembuatan nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga menggunakan metode
gelasi ionik.
4
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TUJUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Tumbuhan daun ekor naga
Tumbuhan ekor naga sejenis tumbuhan yang merambat, memanjat,
tingginya mencapai 5-15 m, daun berbentuk bulat memanjang, daun berbagagibagi, mempunyai toreh, dalamnya melebihi setengah panjang tulang daun yang
berjumlah 7-12, ujung daunnya meruncing, dengan batang yang bulat, dan
mempunyai akar perekat dan akar gantung yang panjang bergantungan seperti ular
yang meliliti pohon. Tumbuhan ini berasal dari Himalaya sampai Australia dan
Pasifik (Burkill, 1935, Heyne, 1987).
2.1.2 Sinonim (Lemmens and Bunyapraphatsa, 2003)
Epipremnum pinnatun (L.) Engl, Scindapsus pinnatus (L.) Schott,
Rhaphidophora merillii Engl.
2.1.3 Nama daerah (Heyne, 1987)
Indonesia
: Tapanawa tairis (Mal.)
Sunda
: Lolo munding, Lolo tali
Jawa
: Jalu mampang, Sulang
Bali
: Samblung
Sumatera Utara
: Ekor Naga
2.1.4 Sistematika tumbuhan daun ekor naga (Arthur, 1981)
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
5
Universitas Sumatera Utara
Bangsa
: Arales
Suku
: Araceae
Marga
:Rhaphidophora
Jenis
:Rhaphidophora pinnata (L.f) Schott.
2.1.5 Kegunaan tumbuhan daun ekor naga
Kulit akar gantung dikunyah dengan pinang dan kapur, berguna untuk
menguatkan akar gigi dan dapat menghitamkan gigi sebagai efek sampingnya.
Batang digiling dapat menyembuhkan anggota badan yang salah urat (terkilir). Di
Singapura, daunnya digunakan sebagai teh herbal untuk mengobati reumatik dan
kanker. Di Pilipina, getah dari batang tanaman digunakan untuk mengobati gigitan
ular beracun. Di Vietnam, tanaman ini berguna untuk mengobati batuk, paralisis
dan kongjungtivitis (Heyne, 1987; Lemmes and Bunyapraphatsara, 2003).
Tanaman ekor naga juga sering digunakan masyarakat sebagai obat untuk
mengurangi lemak, anti hipertensi, terapi stroke dan kanker (Fernandez, dkk.,
2015).
2.2 Ekstraksi dan Ekstrak
Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh
kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan (Depkes,
1979). Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang
akan diisolasi. Sebelum memilih suatu metode, target ektraksi perlu ditentukan
terlebih dahulu. Ada beberapa target ektraksi, diantaranya (Mukhriani, 2014):
a. Senyawa bioaktif yang tidak diketahui
b. Senyawa yang diketahui ada pada suatu organisme
6
Universitas Sumatera Utara
c. Sekemlopok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan secara
struktural.
Proses ekstraksi khususnya untuk bahan yang berasal dari tumbuhan
adalah sebagai berikut (Mukhriani, 2014):
a. Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll), pengeringan dan
penggilingan bagian tumbuhan.
b. Pemilihan pelarut

Pelarut polar: air, etanol, metanol, dan sebagainya.

Pelarut semipolar: etil asetat, diklorometan, dan sebagainya.

Pelarut nonpolar: n-heksan, kloroform, dan sebagainya.
Ekstraksi adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstrkasi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Depkes, 1995). Menurut Depkes (1979), ekstrak adalah sediaan
kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani
menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak
kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan air,
etanol dan campuran air etanol.
2.2.1 Metode Ekstrasi
Pada pembuatan ekstrak ada beberapa metode ektraksi yaitu :
1. Cara dingin
a. Meserasi, adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
7
Universitas Sumatera Utara
temperatur
ruangan (Depkes, 2000). Maserasi merupakan metode
sederhana yang paling banyak digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk
skala kecil maupun skala industri. Metode ini dilakukan dengan
memasukan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah
inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan
ketika tercapai kesetimbangan antara konsentasi senyawa dalam pelarut
dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut
dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. (Mukhriani, 2014).
b. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan (Depskes, 2000).
2. Cara panas
a. Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, 2000).
b. Sokletasi, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna (exhautive extraction) yang umumnya dilakukan
pada temperatur ruangan (Depkes, 2000).
c. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40°-50°C (Depkes, 2000).
d. Infundasi, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penanagas air mendidih,
temperatur terukur 96o-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit)
(Depkes, 2000).
8
Universitas Sumatera Utara
e. Dekoktasi, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur
sampai titik didih air (Depkes, 2000).
2.3 Kitosan
Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β(1-4)-D-glukopiranosa) dengan
rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin (Gambar
2.1). Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme (Sugita, 2009).
Gambar 2.1 Struktur Kimia Kitosan
Kitosan merupakan suatu turunan utama dari kitin, dimana untuk
mendapatkan kitosan yang baik bergantung dari kitin yang diperoleh dan kekuatan
suatu alkali serta waktu yang digunakan dalam reaksi deasetilasi. Proses
deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik.
Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan
kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93% (Tsigos, et
al., 2000). Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul
yang beragam dan deasetilasinya juga sangat acak (Martinou, et al., 1995; Tsigos,
et al., 2000), sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak seragam. Selain itu,
proses kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sulit
dikendalikan, dan melibatkan banyak reaksi samping yang dapat menurunkan
rendemen (Chang, et al., 1997; Tokuyasu, et al., 1997).
9
Universitas Sumatera Utara
Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada
dasarnya deasetilasi segera enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur
rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih
seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya (Tokuyasu, et al., 1997).
2.3.1 Sifat Fisika – Kimia Kitosan
Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan
dengan rotasi spesifik [α]D11-3 hingga -10° (pada konsentrasi asam asetat 2%).
Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4,0 tetapi
tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5 juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol,
dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCI dan HNO3, kitosan larut pada
konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut
dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sehingga di dalam H3PO4 tidak larut
pada konsetrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Perlu kita
ketahui, bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat
deasetilasi, dan rotasi spesifikasinya yang beragam bergantung pada sumber dan
metode isolasi serta transformasinya (Sugita, 2009). Sifat fisika dan kimia kitosan
merupakan bagian dalam penentuan spesifikasi kitosan, seperti yang dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Adapun sifat biologi kitosan antara lain (Kaban, 2009):
a. Bersifat biokompatibel (sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai
akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna serta mudah diuraikan
oleh mikroba).
b. Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif.
c. Mampu meningkatkan pembentukan yang berperan dalam pembentukan
tulang.
10
Universitas Sumatera Utara
d. Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor dan antikolestrol.
e. Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat.
Tabel 2.1 Spesifikasi Kitosan
Parameter
Ciri-ciri
Ukuran partikel
Serpihan sampai bubuk
Kadar air (%)
 10,0
Kadar abu (%)
 2,0
Warna larutan
Tidak berwarna
N-deasitilasi (%)
 70,0
Kelas viskositas (cps)

Rendah
< 200

Medium
200 – 799

Tinggi pelarut organik
800 – 2000

Sangat tinggi
< 2000
(Sugita, 2009)
2.4 Natrium Tripolifosfat
Natrium tripolifosfat adalah zat anorganik yang mempunyai rumus
Na5P3O10 dan mempunyai berat molekul 367,864. Natirum tripolifosfat adalah
garam natrium dari polifosfat penta anion yang berbentuk bubuk putih dan
merupakan konjugat basa trifosforik asam. Memiliki kelarutan dalam air 14,5
g/100 mL dan densitas 2,52 g/cm3. Tripolifosfat ataubisa disebut juga natrium
tripolifosfat merupakan suatu bentuk berwarna putih dan sedikit higroskopis.
11
Universitas Sumatera Utara
Tripolifosfat bersifat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam etanol. Disosiasi
natrium tripolifosfat dalam air dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini:
Na5P3O10 + 5H2O  5Na+ + H5P3O10 + 5OH
H5P3O10 + OH-  H4P3O10- + H2O
H4P3O10- + OH  H3P3O102- + H2O
Gambar 2.2 Disosiasi natrium tripolifosfat dalam air (Sung-Tao Lee, et al., 2001)
Alasan digunakan tripolifosfat karena sifatnya sebagai anion multivalen
yang dapat membentuk ikatan ikat silang dengan kitosan yang bersifat kationik.
Natrium tripolifosfat merupakan senyawa anorganik berbentuk padatan yang
digunakan dalam berbagai bidang aplikasi, misalnya bahan pengawet makanan
dan daging serta industri keramik. Dalam bidang kimia, natrium tripolifosfat
digunakan untuk surfaktan, larutan bufer, bahan pengemulsi (emulsifier), dan
hidrolisis lemak. Selain itu, natrium tripolifosfat juga sering digunakan untuk
pengikat silang pada pembuatan membran kitosan. Membran yang terikat silang
natrium tripolifosfat lebih fleksibel dan stabilitas kimianya menjadi lebih baik
(Sugita, 2009). Struktur natrium tripolifosfat dapat dilihat pada Gambar 2.3 di
bawah ini:
Gambar 2.3 Struktur natrium tripolifosfat (Varshosaz, 2007)
12
Universitas Sumatera Utara
2.5 Nanopartikel
Nanoteknologi mulai memungkinkan para ilmuwan, ahli kimia, dan dokter
untuk bekerja di tingkat molekuler dan sel untuk menghasilkan kemajuan penting
di bidang ilmu pengetahuan dan kesehatan (Jain, et al., 2006; Stern dan McNeil,
2008).
Nanopartikel merupakan partikel bentuk padat dengan ukuran sekitar 10 –
1000 m (Mohanraj dan Chen, 2006). Nanoteknologi merupakan ilmu yang
mempelajari partikel dalam rentang ukuran 1 – 1000 nm (Buzea, et al., 2007).
Berdasarkan sifatnya yaitu mudah terdispersi, nanopartikel dapat tersebar seperti
aerosol, suspensi/koloid, atau dalam keadaan menggumpal (Buzea, et al., 2007).
Nanopartikel menurut bidang farmasi yaitu senyawa obat dengan cara
tertentu dibuat berukuran nanometer disebut nanokristal atau senyawa obat
dienkapsulasi dalam suatu sistem pembawa tertentu berukuran nanometer disebut
nanocarrier (Abdassah, 2012).
2.5.1 Nanopartikel Cross Link
Nanopartikel cross link
merupakan nanopartikel yang terbentuk dari
proses ikat silang antara elektrolit dengan pasangan ionnya. Ikatan silang ini
terjadi secara ionik. Pembuatan nanopartikel ikat silang dilakukan menggunkan
metode gelasi ionik. Metode ikat silang yang bisa digunakan adalah gelasi ionik,
karena menggunakan pasangan ion yang
lebih sesuai untuk protein dan
menghindari pengadukan berlebihan, panas tinggi, dan penggunaan pelarut
organik. Mekanisme pembentukan nanopartikel kitosan didasarkan pada interaksi
elektrostatik antara amin dari kitosan dan muatan negatif dari polianion. Kitosan
dapat dilarutkan dengan asam asetat. Polianion kemudian ditambahkan, sehingga
13
Universitas Sumatera Utara
bentuk nanopartikel secara spontan dengan pengadukan magnetic stirrer pada
suhu kamar (Abdassah, 2012).
2.6 Pembuatan Nanopartikel Metode Gelasi Ionik
Metode ini melibatkan proses sambung silang antara polielektrolit dengan
adanya pasangan ion multivalennya. Gelasi ionik diikuti dengan kompleksasi
polielektrolit dengan polielektrolit yang berlawanan. Pembentukan ikatan
sambung silang ini akan memperkuat kekuatan mekanis dari partikel yang
terbentuk. Kitosan yang merupakan polimer kationik dapat bereaksi dengan anion
multivalen seperti tripolifosfat. Pembentukan mikropartikel dengan metode gelasi
ionik dapat dilakukan dengan pengerasan tetesan cair yang didispersikan pada
fase minyak atau organik. Prosedur meliputi pencampuran dua fase cair, fase yang
satu mengandung kitosan dan fase yang satu mengandung anion multivalen
(Abdassah, 2012)
2.6.1 Reaksi ikat silang
Ikatan silang merupakan ikatan yang menghubungkan rantai polimer yang
satu dengan rantai polimer yang lain dimana ikatan tersebut berupa ikatan kovalen
atau ionik. Reaksi ikat silang memberikan pengaruh yang besar baik dalam sifat
kimia maupun sifat mekanik dari polimer (Nicholson, 2006). Pembentukan ikat
silang dilakukan dengan penambahan suatu agen pengikat silang ke dalam larutan
bahan yang akan dimodifikasi (Berger, et al., 2004).
Ikatan silang dapat terjadi dengan dua cara, yaitu dengan membentuk
ikatan kovalen dan dengan membentuk ikatan ionik. Dalam reaksi pembentukan
ikatan silang kovalen, agen pengikat silang yang umum digunakan adalah
14
Universitas Sumatera Utara
dialdehid, contohnya glioksal (Qing et. al., 2004) dan glutaraldehid (Monteiro dan
Airoldi, 1999).
Akan tetapi, kedua agen pengikat silang tersebut
bersifat toksik.
Glutaraldehid bersifat neurotoksik, sedangkan glioksal bersifat mutagenik.
Meskipun hasil modifikasi tersebut dimurnikan sebelum pemberian, keberadaan
dialdehid bebas yang tidak ikut bereaksi tidak seluruhnya dapat dihilangkan dan
memberikan efek toksik.
Agen pengikat silang kovalen lainnya yang dapat digunakan untuk
membentuk reaksi ikat silang dengan kitosan telah banak diteliti sebagai alternatif
pilihan. Di samping dialdehid, asam oksalat dan genipin terbukti dapat digunakan
sebagai agen pengikat silang. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada data yang
lengkap mengenai biokompatibilitas dari senyawa-senyawa tersebut.
Berikut merupakan ilustrasi matriks yang terbentuk dengan gelasi ionik
dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Ilustrasi matriks yang terbentuk dengan metode gelasi ionik
(Abdassah, 2012)
2.7 Kelebihan Nanopartikel
Nanopartikel memiliki beberapa kelebihan antara lain:
a.
Dapat menghantarkan obat dengan lebih baik ke unit yang kecil didalam
tubuh.
15
Universitas Sumatera Utara
b.
Mengatasi resitensi yang disebabkan oleh barier fisiologi dalam tubuh
yang disebabkan sistem penghantaran yang langsung dipengaruhi oleh
ukuran partikel.
c.
Meningkatkan efisiensi penghantaran obat dengan meningkatkan kelarutan
dalam air.
d.
Dapat
ditargetkan,
sehingga
dapat
mengurangi
toksisitas
dan
meningkatkan efisiensi distribusi obat.
e.
Memungkinkan penghantaran obat hasil rekayasa bioteknologi melalui
berbagai anatomi tubuh yang ekstrim misalnya sawar otak.
f.
Memungkinkan penetrasi yang lebih baik pada tumor yang memiliki poripori berdiameter 100-1000 nm (Rawat, et al., 2006).
2.8 Kekurangan nanopartikel
Disamping kelebihannya, nanopartikel juga memiliki beberapa kekurangan
antara lain.
a.
Nanopartikel susah dalam penanganan dan penyimpanan karena mudah
teragregasi.
b.
Nanopartikel tidak cocok untuk obat dengan dosis besar.
c.
Karena ukurannya kecil, nanopartikel dapat memasuki bagan tubuh yang
tidak diinginkan yang dapat menimbulkan akibat yang berbahaya,
misalnya dapat menembus membran inti sel dan menyebabkan kerusakan
genetik yang tidak diinginkan (Rawat, et al., 2006).
16
Universitas Sumatera Utara
2.9 Karakteristik Nanopartikel
Penentuan
karakteristik
nanopartikel
diperlukan
untuk
mendapat
pengertian mekanis dari perilaku nanopartikel. Hal ini dapat digunakan untuk
memperkirakan kinerja dan untuk merancang partikel, pengembangan formulasi
dan
mengatasi
masalah-masalah
dalam
proses
pembuatan
nanopartikel.
Karakteristik nanopartikel meliputi ukuran dan distribusi ukuran nanopartikel,
serta morfologi nanopartikel.
2.9.1 Ukuran dan Distribusi Nanopartikel
Ukuran dan distribusi nanopartikel diukur menggunakan Particle Size
Analyzer (PSA) menggunakan prinsip Photon Correlation Spectroscopy dan
Electrophoretic Light Scattering (Abdassah, 2012).
Konsepnya bahwa partikel kecil dalam suspensi bergerak dengan pola
secara acak, kemudian sinar laser menyinarinya. Semakin besar ukuran partikel,
semakin lambat Gerak Brown. Ukuran dan distribusi partikel merupakan
karakteristik yang paling penting dalam sistem nanopartikel. Hal ini digunakan
untuk memperkirakan distribusi secara in vivo, biologis, toksisitas, dan
kemampuan membidik dari sistem nanopartikel (Abdassah, 2012).
Setelah sampel diukur dengan perhitungan beberapa jenis menghasilkan
representasi dari distribusi ukuran partikel. Partikel distribusi ukuran dapat
dihitung sebagai angka atau volume distribusi massa. Analisis memberikan nilai
ukuran untuk setiap partikel yang diperiksa (Abdassah, 2012).
Particle Size Analyzer (PSA) adalah alat yang mampu mengukur partikel
distribusi emulsi, supensi dan bubuk kering. Hal ini dapat dilakukan pada sebagai
analisis
dalam
penggunaan
operasi
yang
sangat
ramah
lingkungan.
Keunggulannya antara lain :
17
Universitas Sumatera Utara
a. Akurasi dan reproduksibiltas beradah dalam  1%
b. Mampu mengukur partikel berkisar 0,02 nm sampai 2000 nm
c. Dapat digunakan untuk pengukuran distribusi ukuran partikel emulsi,
suspensi dan bubuk kering (Hossaen, 2000).
2.9.2 Morfologi Nanopartikel
Bentuk dan keadaan permukaan nanopartikel dapat memberi informasi
tentang sifat pelepasan obat. Dapat digunakan Scanning Elctron Microscopy
(SEM), Transmission Electron Microscopy (TEM), dan mikroskop daya atom
(Abdassah, 2012).
Adapun cara kerja dari SEM yaitu pada SEM, gambar dibuat berdasarkan
deteksi elektron baru atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel
ketika permukaan sampel tersebut dikenai sinar elektron. Elektron pantul yang
terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya
ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (Cathode Ray
Tube). Di layar CRT inilah gambar struktur objek yang sudah diperbesar bisa
dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan,
sehingga bisa digunakan untuk melihat objek dari sudut pandang 3 dimensi.
18
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dalam membuat
nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga dengan metode gelasi ionik dan
karakterisasi nanopartikel. Metode penelitian ini meliputi pengumpulan dan
pembuatan simplisia, karakteristik simplisia, pembuatan ekstrak, karakteristik
ekstrak, pembuatan nanopartikel dan karakteristik nanopartikel.
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi,
Laboratorium Kimia Fisika Fakultas MIPA da Laboratorium Penelitian Fakultas
Farmasi pada bulan Februari 2017 – September 2017.]
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu daun ekor naga. Bahan kimia untuk ekstraksi
yaitu etanol 96%. Bahan kimia untuk sintesis nanopartikel yaitu kitosan, NaTPP
(Natrium Tripolifosfat), asam asetat 2% dan akuades.
3.3 Alat
Alat yang digunakan yaitu blender, penguap vakum putar (rotary
evaporator), magnetic sirrer, satu set alat homogenizer (WiseTis), satu set alat
sentrifuse (K Sentrifuse PLC series),
freezer dan air cooler, satu set alat
pengering, lumpang dan alu, Particle Size Analyzer (PSA) (NanoQ), dan
Scanning Elctron Microscopy (SEM) (TM 3000).
19
Universitas Sumatera Utara
3.4 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yang dikenal juga sebagai
sampling pertimbangan dimana pengambilan sampel dilakukan berdasarkan
pertimbangan bahwa semua tumbuhan daun ekor naga memiliki kandungan
senyawa yang sama. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) yang diperoleh di Jalan Umar
No. 17, Kelurahan Glugur Darat 1, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan,
Provinsi Sumatera Utara.
3.5 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan daun ekor naga dilakukan di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.
3.6 Pengolahan Sampel
Daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) dibersihkan dari
pengotor dengan air mengalir, ditiriskan dan dipotong-potong. Lalu dikeringkan
dilemari pengering pada suhu 40°C. simplisia dinyatakan kering bila diremas akan
mudah hancur, kemudian simplisia dihaluskan menggunakan blender dan
ditimbang, selanjutnya disimpan dalam wadah bersih yang tertutup rapat dan di
tempat yang sejuk. Bagan pengolahan sampel dapat dilihat pada Lampiran 7
Halaman 50.
3.6.1 Pemeriksaan karakteristik simplisia dan ekstrak
Pemeriksaan karakteristik simplisia dan ekstrak meliputi penetapan kadar
air, kadar sari laut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar abu total,
dan kadar abu yang tidak larut dalam asam.
20
Universitas Sumatera Utara
3.6.1.1 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluena)
(Depkes, 1995).
Cara kerja :
1. Penjenuhan toluena
Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu
alas bulat, didestilasi selama 2 jam kemudian toluena didinginkan dengan cara
didiamkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan
0,05 ml (Depkes, 1995).
2. Penetapan kadar air simplisia/ekstrak
Sebanyak 5 g simplisia/ekstrak yang telah ditimbang seksama dimasukkan
ke dalam labu alas bulat yang berisi toluena tersebut, lalu dipanaskan hati-hati
selama 15 menit hingga toluena mendidih. Kecepatan tetesan diatur lebih kurang
2 tetesan per detik, sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi
dinaikkan hingga 4 tetes per detik hingga semua air terdestilasi. Bagian dalam
pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian
tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena
memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. selisih kedua
volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang
diperiksa (Depkes, 1995).
3.6.1.2 Penetapan kadar sari larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk/ekstrak di maserasi selama 24 jam dengan 100 ml
air-kloroform dalam labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat
diuapkan hingga kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara. Sisa
21
Universitas Sumatera Utara
dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari laut dalam air
dihitung dengan persen terhadap bahan yang telah kering (Depkes, 1995).
3.6.1.3 Penetapan kadar sari larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk/ekstrak di maserasi selama 24 jam dengan 100 ml
etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok selama 18 jam kemudian
disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol 96%. Sejumlah 20 ml filtrat
diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara dan
sisanya dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam
etanol dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah kering (Depkes, 1995).
3.6.1.4 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 serbuk/ekstrak yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah dipijar dan ditara. Kurs dipijar
perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500o - 600°C
selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap.
Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah kering (Depkes, 1995).
3.6.1.5 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25
ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas sering dipijarkan sampai bobot tetap,
kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang kering (Depkes, 1995).
3.6.2 Pembuatan ekstrak etanol daun ekor naga (EEDEN)
Satu bagian serbuk daun ekor naga dimasukkan kedalam wadah gelap,
tambahkan 75 bagian etanol 96%. Tutup dan biarkan selama 5 hari terlindung dari
cahaya sambil sekali-sekali diaduk dan kemudian dipisahkan dengan cara
22
Universitas Sumatera Utara
penyarian menggunakan kertas saring. Ampas kemudian ditambahkan 25 bagian
etanol 96% dan biarkan selama 2 hari, kemudian pisahkan kembali. Seluruh
maserat yang diperoleh digabungkan dan kemudian dipekatkan dengan alat
penguap vakum putar pada suhu 50°C sampai diperoleh ekstrak etanol daun ekor
naga (EEDEN) cukup kental dan dipekatkan diatas penangas air hingga menjadi
kental (Depkes, 1995). Bagan pembuatan ekstrak etanol daun ekor naga dapat
dilihat pada Lampiran 8 halaman 51.
3.7 Pembuatan Larutan Pereaksi
3.7.1 Larutan kitosan 0,2%
0,2 g kitosan dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 2%
3.7.2 Larutan kitosan 0,5%
0,5 g kitosan dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 2%
3.7.3 Larutan NaTPP 0,1%
0,1 g NaTPP dilarutkan dalam 100 ml akuades
3.8 Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga
Bahan-bahan untuk membuat nanopartikel ekstrak etanol daun ekor nga
dapat dilihat pada Tabel 3.1.
23
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Formulasi Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga
Formula
F1
F2
F3
F4
Bahan
EEDEN
Etanol: Air (70:30)
Kitosan 0,2%
Akuades
NaTPP 0,1%
EEDEN
Etanol: Air (70:30)
Kitosan 0,5%
Akuades
NaTPP 0,1%
EEDEN
Etanol: Air (70:30)
Kitosan 0,2%
Akuades
NaTPP 0,1%
EEDEN
Etanol: Air (70:30)
Kitosan 0,5%
Akuades
NaTPP 0,1%
Jumlah
2g
50 ml
100 ml
850 ml
700 ml
2g
50 ml
100 ml
850 ml
700 ml
2g
50 ml
100 ml
350 ml
700 ml
2g
50 ml
100 ml
350 ml
700 ml
3.8.1 Prosedur Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga
Ekstrak etanol daun ekor naga (EEDEN) sebanyak 2 gram dilarutkan
dalam 50 ml etanol:air (70:30) dan dicampurkan dengan 100 ml larutan kitosan
0,2% serta diencerkan dengan akuades hingga 500 ml. Kemudian secara bertahap
ditetesi 100 ml larutan NaTPP 0,1% sambil disertai pengadukan pada 12.500 rpm
selama 2,5 jam. Kemudian disonikasi selama 1 jam. Nanopartikel ekstrak etanol
daun ekor naga kemudian dipisahkan dengan cara sentrifungsi. Endapan
kemudian dibekukan dalam freezer selama 24 jam, dikeringkan dengan air cooler
dan pemanasan pada suhu 40°C. Serbuk kering yang diperoleh digerus dalam
lumpang selama  3 jam (Mardliyati, dkk., 2012; Rismana, E., dkk., 2014; Sidqi,
2011). Bagan pembuatan nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga dapat dilihat
pada Lampiran 9 halaman 52.
24
Universitas Sumatera Utara
3.8.2 Karakteristik nanopartikel
Karakteristik nanopartikel menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) dan
Scanning Elctron Microscopy (SEM). PSA untuk mengukur ukuran partikel yang
berbentuk dan SEM untuk mengetahui kondisi morfologi serbuk.SEM diukur
pada perbesaran 1500x dan 2000x.
25
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan daun ekor naga dilakukan di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Bilogi-Bogor
yang menyatakan bahwa daun ekor naga suku Araceae jenis Rhaphidophora
pinnata (L.f.) Schott dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 41.
4.2 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Ekor
Naga (EEDEN)
Hasil pemeriksaan karakteristik dari serbuk simplisia dan ekstrak etanol
daun ekor naga meliputi penetapan kadar air, kadar sari laut, kadar sari larut
etanol, kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut asam. Hasil karakteristik
dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan perhitungan karakteristik dapat dilihat pada
Lampiran 5 halaman 44 dan Lampiran 6 halaman 47.
Tabel 4.1 Hasil karakteristik Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga
(Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) (EEDEN)
Hasil (%)
No
Uraian
Simplisia
EEDEN
1
Kadar air
5,97
5,98
2
Kadar sari yang larut dalam air
15,33
57,15
3
Kadar sari yang larut dalam
etanol
kadar abu total
9,99
63,17
6,53
12,62
0,93
0,49
4
5
Kadar abu yang tidak larut
dalam asam
26
Universitas Sumatera Utara
Penetapan kadar air simplisia sangat penting untuk memberikan balasan
maksimal kandungan air di dalam simplisia, karena jumlah air yang tinggi dapat
menjadi media tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat merusak senyawa yang
terkandung (Depkes, 2000). Persyaratan kadar air simplisia menurut parameter
standar yang berlaku adalah tidak lebih dari 10%. Hasil pengujian kadar air untuk
simplisia daun ekor naga sebesar 5,97%. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa simplisia daun ekor naga tersebut memenuhi persyaratan Sedangkan hasil
pengujian kadar air untuk ekstrak etanol daun ekor naga sebesar 5,98%.
Hasil pengujian kadar abu total untuk simplisia yaitu 6,53% sedangkan
untuk ekstrak yaitu 12,62%. Sedangkan hasil pengujian kadar abu tidak larut asam
untuk simplisia yaitu 0,93% sedangkan untuk ekstrak yaitu 0,49%. Penetapan
kadar abu untuk mengetahui kandunga mineral internal yang terdapat di dalam
simplisia yang diteliti, serta senyawa anorganik yang tersisa selama pembakaran.
Kadar abu tidak larut asam untuk menentukan jumlah silika, khususnya pasir
yang ada pada simplisia (WHO, 1998).
Hasil pengujian kadar sari larut air untuk simplisia yaitu 15,33%
sedangkan untuk ekstrak yaitu 57,15%. Sedangkan hasil pengujian kadar sari larut
etanol untuk simplisia yaitu 9,99% sedangkan untuk ekstrak yaitu 63,17%.
Penetapan kadar sari larut air dan etanol dilakukan untuk memberikan gambaran
awal jumlah senyawa yang dapat tersari dengan pelarut air dan etanol (Depkes,
2000). Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar senyawa yang
bersifat polar dalam simplisia dan kadar sari larut etanol untuk mengetahui kadar
senyawa yang bersifat polar dan non polar. Senyawa-senyawa yang dapat larut
dalam air adalah glikosida, tanin, gula, enzim, zat warna dan asam organik.
27
Universitas Sumatera Utara
Senyawa-senyawa yang larut dalam etanol adalah glikosida, flavonoid,
steroid/triterpenoid, karotenoid dan dalam jumlah sedikit yang larut yaitu lemak
(Depkes, 1986).
4.3 Hasil Skrining Fitokimia
Hasil skrining fitokimia telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya
(Masfria, 2012). Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil skriningSimplisia dan Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga
(Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott (EEDEN)
No
Pereaksi
Simplisia
EEDEN
1
Tannin
+
+
2
Alkaloida
+
+
3
Flavonoida
+
+
4
Saponin
+
+
5
Glikosida
+
+
6
Glikosida antrakinon
-
-
7
Steroid/Triterpenoid
+
+
Keterangan : + = mengandung senyawa
- = tidak mengandung senyawa
Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol daun ekor naga
dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang golongan senyawa metabolit
sekunder. Hasil skrining senyawa kimia pada serbuk simplisia dan ekstrak etanol
daun ekor naga diperoleh senyawa tanin, alkaloida, flavonoida, saponim,
glikosidan, dan steroid/triterpenoid. Menurut Fernandez, dkk. (2015), Tanaman
ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) mengandung zat aktif berupa
28
Universitas Sumatera Utara
alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, triterpenoid/steroid, sehingga tanaman ekor
naga ini diduga mengandung fitoestrogen. Tanaman ekor naga sering digunakan
masyarakat sebagai obat untuk menyembuhkan reumatik, salah urat (terkilir),
batuk, mengurangi lemak, anti hipertensi, terapi stroke dan kanker.
4.4 Ekstrak
Hasil ekstraksi dengan pelarut etanol 96% diperoleh sebanyak 71 g. Berat
simplisia daun ekor naga yang digunakan untuk ekstraksi adalah 1 kg. persen
rendemennya adalah 7,1%.
Untuk mendapatkan ekstrak daun ekor naga pada penelitian ini dilakukan
menggunakan metode ekstraksi maserasi. Ekstraksi ini bertujuan untuk
melarutkan semua zat yang terkandung dalam sampel menggunakan pelarut yang
sesuai dan juga mencegah terjadinya kerusakan dalam sampel menggunakan
pelarut yang sesuai dan juga mencegah terjadinya kerusakan pada senyawa.
Keuntungan dari proses ekstraksi dengan maserasi adalah bahan yang sudah
memungkinkan untuk direndam dalam pelarut sampai meresap dan melunakkan
susunan sel sehingga zat-zat yang mudah larut akan terlarut (Ansel, 1989).
4.5 Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga
Pembuatan nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga dilakukan dengan
metode gelasi ionik, yakni dengan menambahkan NaTPP sebagai bahan pengikat
silang dengan kitosan. Hasil ukuran partikel dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Hasil nanopartikel yang dihasilkan dengan proses gelasi ionik dapat dilihat
pada Lampiran 10 halaman 53. Nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga yang
terbentuk sebanyak 1,0130 g dari campuran 2 g ekstrak, larutan kitosan 0,2%,
29
Universitas Sumatera Utara
akuades dan NaTPP 0,1%. Pembentukan nanopartikel ekstrak etanol daun ekor
naga dapat dilakukan dengan metode gelasi ionik yaitu dengan cara
mencampurkan ekstrak etanol daun ekor naga dengan kitosan, akuades dan
NaTPP. Dengan mengatur konsetrasi, rasio volume kitosan dan NaTPP serta cara
preparasi maka ukuran partikel dapat dibuat dalam skala nano (Kurniasari,. dkk,
2017). Reaksi dapat dilihat pada Gambar 4.1.
+
Kitosan
Natrium Tripolipospat
Ikat silang ionik
kitosan dengan NaTPP
Gambar 4.1 Reaksi kitosan dan natrium tripolipospat
Penggunaan kitosan pada penelitian ini dikarenakan kitosan merupakan
polimer yang memiliki sifat biokompatibel, pengkelat, dan terbiodegradasi. Akan
tetapi kitosan cepat sekali menyerap air dan memiliki derajat swelling yang tinggi
dalam lingkungan berair, sehingga pada aplikasi biologis dan medis sebagai
sistem penghantaran dan pelepasan obat kurang menguntungkan. Oleh karena itu,
penambahan NaTPP perlu dilakukan untuk menghasilkan turunan kitosan dengan
peningkatan biokompatibilitas dan menurunkan derajat swelling. Terbentuknya
nanopartikel berdasarkan interaksi ektrostatik antara gugus amina dari kitosan dan
gugus negatif dan polianion pada tripolifosfat (Kurniasari, dkk., 2017).
30
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Ukuran partikel ekstrak etanol daun ekor naga
Formula
Konsentrasi
Kitosan (%)
Konsentrasi
Na TPP (%)
Perbandingan
Kitosan: Na
TPP
Cara
Preparasi
Ukuran
Partikel
F1
0,2
0,1
10:7
5,1394,2
µm
F2
0,5
0,1
10:7
F3
0,2
0,1
5:1
F4
0,5
0,1
5:1
Pengadukan
pada 12.500
rpm selama 1
jam,
sentrifugasi,
pengeringan
pada suhu
40oC,
penggerusan
selama ± 3
jam
Pengadukan
pada 12.500
rpm selama 1
jam
sentrifugasi,
pengeringan
pada suhu
40oC,
penggerusan
selama ± 3
jam
Pengadukan
pada 12.500
rpm selama
2,5 jam,
sonikasi
selama 1 jam,
sentrifugasi,
pembekuan
selama 24
jam,
pengeringan
pada suhu
40oC,
penggerusan
selama ± 3
jam
Pengadukan
pada 12.500
rpm selama
2,5 jam,
sonikasi
selama 1 jam,
sentrifugasi,
pembekuan
selama 24
jam,
pengeringan
pada suhu
40oC,
penggerusan
selama ± 3
jam
Ukuran
ratarata
partikel
31,6
µm
10,1394,2
µm
45,8
µm
234,51479,5
nm
659,5
nm
1,451,5
µm
11,8
µm
31
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian (Tabel 4.3) menunjukkan bahwa ukuran partikel
dipengaruhi oleh konsentrasi, rasio volume kitosan dan NaTPP serta cara
preparasi yang digunakan, dimana ukuran partikel semakin meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi kitosan dan peningkatan volume larutan kitosan dan
NaTPP. Ukuran partikel semakin kecil dengan pengadukan yang lama disertai
sonikasi (Mardliyati, dkk., 2012; Sidqi, 2011). Dalam penelitian ini, tidak
diketahui jumlah ekstrak yang terenkapsulasi dalam kitosan dan NaTPP.
Pengaruh konsentrasi kitosan dan NaTPP pada pembentukan nanopartikel
dapat dilakukan dengan cara memvariasikan konsentrasi kitosan 0,2% dan 0,5%
dengan konsentrasi NaTPP 0,1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembentukan nanopartikel akan terbentuk pada konsentrasi kitosan tertentu. Pada
penelitian ini dengan konsentrasi kitosan 0,2% serta cara preparasi pengadukan
selama 2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam menghasilkan partikel nano. Sedangkan
pada konsentrasi kitosan 0,5% serta cara preparasi yang sama banyak terbentuk
partikel mikro (Mardliyati, dkk., 2012; Rismana, dkk., 2014; Sidqi, 2011).
Pada konsetrasi kitosan 0,2% pembuatan partikel nano relatif lebih mudah
dilakukan dan terbentuknya partikel berukuran mikro tidak terlalu banyak.
Sedangkan pada konsentrasi kitosan 0,5% partikel mikro lebih mudah terbentuk,
yang ditandai adanya kabut supensi pada larutan sampel dengan cepat. Pengaruh
konsentrasi NaTPP akan semakin kecil dengan semakin rendahnya konsentrasi
kitosan. Hal ini terjadi karena jumlah polikation dari kitosan yang akan bereaksi
dengan polianion dari NaTPP sangat sedikit sehingga pembentukan nanopartikel
hanya bergantung pada konsentrasi kitosan (Mardliyati, dkk., 2012).
Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang ditambahkan menunjukkan
peningkatan ukuran partikel karena hal ini dapat menimbulkan gumpalan
32
Universitas Sumatera Utara
(aglomerasi) pada molekul kitosan. Semakin besar konsentrasi kitosan dengan
jumlah NaTPP yang tetap juga akan memperbesar ukuran partikel karena adanya
kecenderungan untuk beraglomerasi. Pada konsentrasi yang tinggi, partikelpartikel yang terbentuk dari reaksi antara kitosan dan TPP sangat banyak dan
padat, sehingga berkelompok membentuk agregat menjadi partikel berukuran
mikro (Dewandri, dkk., 2013).
Pengaruh perbandingan volume penggunaan kitosan dan NaTPP pada
pembentukan nanopartikel digunakan dan rasio volume yang berbeda yaitu 5:1
dan 10:7. Hal ini dilakukan untuk mengetahui data distribusi ukuran partkel pada
kedua rasio volume tersebut. Semakin kecil rasio volume yang digunakan maka
memiliki rentang distribusi yang pendek sehinggi tingkat keseragaman yang baik
pula (Mardliyati, dkk., 2012). Pada kitosan 0,2% dengan rasio volume 5:1,
rentang distribusi partikel yaitu 234,50-1479,5 mm sedangkan pada rasio volume
10:7, rentang distribusi partikel yaitu 5,1-394,2 µm.
Optimalisasi pembuatan nanopartikel dilakukan menggunakan dua cara
preparasi yaitu dengan menggunakan ultrasonikasi dan tidak menggunakan
ultrasonikasi. Pada penggunaan ultrasonikasi, terbentukknya partikel ukuran nano
lebih mudah terbentuk dibandingkan tidak menggunakan ultrasonikasi. Hal ini
dikarenakan fungsi ultrasonikasi yaitu sebagai alat untuk memecahkan molekul
polimer menjadi berukuran kecil. Semakin lama waktu ultrasonikasi maka proses
pemecahan molekul partikel akan terus berjalan (Sidqi, 2011). Interaksi
gelombang ultrasonik dengan molekul-molekul terjadi melalui media perantara
berupa cairan. Diteruskan oleh media cair ke medan yang dituju. Pada konsentrasi
kitosan 0,2% menggunakan ultrasonikasi ukuran partikel yaitu 234,5-1479,5 µm
sedangkan tidak menggunakan ultrasonikasi ukuran partikel yaitu 5,1-394,2 nm.
33
Universitas Sumatera Utara
Pada pembuatan nanopartikel dengan pengunaan konsentrasi kitosan 0,2%
dan NaTPP 0,5% (5:1) terdapat perbedaan ukuran partikel sebelum dan sesudah
penggerusan. Ukuran partikel dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Ukuran partikel kitosan 0,2% dan NaTPP 0,5% (5:1) sebelum dan
sesudah penggerusan
Distribusi partikel
Ukuran rata-rata
partikel
Sebelum
295,20-2138,53 nm
903,60 nm
penggerusan
Sesudah
234,5-1479,5 nm
659,47 nm
penggerusan
Pada Tabel 4.4 menunjukkan perbedaan ukuran partikel sebelum dan
sesudah penggerusan. Ukuran partikel lebih kecil sesudah penggerusan
dibandingkan sebelum penggerusan. Penggerusan melibatkan perusakan dan
penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran
partikel dapat menentukan tingkat homogenitas zat aktif dan tingkat kerja optimal.
Secara
klinik, ukuran partikel
suatu obat
dapat
mempengaruhi
pelepasannya dari bentuk-bentuk sediaan yang diberikan secara oral, parenteral,
rektal, dan topikal. Penurunan ukuran partikel dapat meningkatkan laju absorpsi
dan berpengaruh pada proses pelarutan. Pengurangan ukuran partikel berperan
tidak hanya pada laju penyerapan tetapi juga pada kecilnya derajat kelarutan suatu
senyawa (Octavia, dkk., 2012).
4.6 Karakteristik Nanopartikel
Karakteristik nanopartikel meliputi penentuan distribusi ukuran partikel
menggunakan PSA dan analisis morfologi partikel menggunakan SEM.
Karakterisik menggunakan PSA menunjukkan hasil dalam skala nano dengan
34
Universitas Sumatera Utara
ratio konsentrasi kitosan 0,2% : NaTPP 0,1% (5:1) ukuran nano yang terbentuk
yaitu 234,49 – 977,50 nm. Hasil PSA dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 5462.
Karakteristik menggunakan SEM menunjukkan morfologi permukaan
nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga yakni permukaan yang tidak rata dan
membentuk agregat-agregat longgar. Hasil SEM dapat dilihat pada Gambar 4.2.
a
b
Gambar 4.2. SEM Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga Perbesaran
1500x (a) Dan Perbesaran 2000x (b)
35
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Ekstrak etanol daun ekor naga dapat dibuat menjadi nanopartikel
menggunakan metode gelasi ionik yaitu dengan cara mencampurkan
larutan kitosan 0,2% (dalam asam asetat) dengan ekstrak etanol daun ekor
naga yang kemudian ditetesi dengan larutan natrium tripolipospat 0,1%.
2. Pengadukan pada 12.500 rpm selama 1 jam, penggunaan konsentrsi
kitosan 0,2% menghasilkan ukuran partikel 5,1-394,2 µm dan konsentrasi
kitosan 0,5% menghasilkan ukuran partikel 10,1-394,2 µm. Pengadukan
pada 12.500 rpm selama 2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam, penggunaan
konsentrasi kitosan 0,2% menghasilkan ukuran partikel 234,5-1479,5 nm
dan konsentrasi kitosan 0,5% menghasilkan ukuran partikel 1,4-51,5 µm.
5.2. Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penentuan persen
kadar penjeratan ekstrak dalam sampel, menguji stabilitas nanopartikel serta
pembuatan nanopartikel dengan menggunakan metode yang lain.
36
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Abdassah, M. (2012). Nanopartikel Dengan Gelasi Ionik. Farmaka. 15(1): 45-52.
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Terjemahan
Ibrahim dan Farida. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 608.
Arthur, C. (1981). An Intergrated System Of Classification Of Flowering Plants.
Columbia: Columbia University Press. Halaman 477, 481.
Burkil, I.H. (1935). A Dictionary OF The Economic Products Of The Malay
Peninsula. Volume II. London. Halaman 889.
Buzea, C., Blandino, I.I.P., dan Robbie, K. (2007). Nanomaterial And
Nanoparticles: Sources and Toxicity. Biointerphases. 2(4): 17-172.
Chang, K. L., Tsai, G., Lee, J., dan Fu,W. R. (1997). Heterogeneous Ndeacetylation of Chitin in Alkaline Solution. Carbohydrate Research.
3(03): 327-332.
Depkes. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Halaman 9, 33.
Depkes. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Halaman 6-7.
Depkes. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Halaman 7.
Depkes. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 323-325, 334.
Depkes. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 1, 10, 15,
17, 31.
Dewandri, K.T., Yuliani ,S., dan Yasni, S. (2013). Ekstraksi dan Karakterisasi
Nanopartikel Ekstrak Sirih Merah (Piper crocatum). Jurnal Pascapanen.
10(2): 58-65.
Djauhariya, E dan Hernani. (2004). Gulma Khasiat Obat. Jakarta: Seri Agrisehat.
Halaman 24.
Fernandez, M.A.M., Ngurah, I.W., dan Ni, G.A.M.E. (2015). Pengaruh
Pemberian Ekstrak Daun Ekor Naga (Rhaphidophor pinnata, Schott)
Terhadap Perkembangan Uterus Mencit (Mus musculus) Betina Yang
Telah Diovariektomi. Jurnal Biologi. 19(2): 75.
37
Universitas Sumatera Utara
Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I. Cetakan I. Penerjemah:
Badan Litbang Kehutanan. Jakarta : Penerbit Yayasan Sarana Wanajaya.
Halaman 493-494.
Hossaen, A. (2010). Particle Size Analyzer. Arab Saudi: King Fahd Potreleum &
Mineral.
Jain, P. K., Lee, K. S., dan El-Sayed, I. H. (2006). Calculated Absorption and
Scattering Properties of Gold Nanoparticles of Different Size, Shape, and
Composition: Applications in Biological Imaging and Biomedicine.
Journal of Physical Chemistry B. 110(14): 7238-7248.
Kaban, J. (2009). Modifikasi Kimia dari Kitosan dan Aplikasi Produk yang
Dihasilkan. Pidato Pengukuhan guru Besar. USU.
Kurniasari, D., dan Atun, S. (2017). Pembuatan dan Karakteristik Nanopartikel
Ekstrak Etanol Temu Kunci (Boesenbergia pandurata) Pada Berbagai
Variasi Komposisi Kitosan. Jurnal Sains Dasar. 6(1): 31-35.
Lemmens dan Bunyapraphatsara, N. (2003). Plants Resources Of South-East
Asia. Leiden: Backhuys Publisher. Halaman 189.
Mangan, Y. (2003). Cara Bijak Menaklukkan Kanker. Cetakan I. Jakarta.
Penerbit PT. Agromedia Pustaka. Halaman 28-32.
Mardliyati, E., Muttaqien, S.E., dan Setyawati, D.R. (2012). Sintesis
Nanopartikel Kitosan-Tripoly Phosphate Dengan Metode Gelasi Ionik:
Pengaruh Konsentrasi Dan Rasio Volume Terhadap Karakteristik Partikel.
Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan
2012. Halaman 90-93
Masfria, Dalimunte, C.A., dan Syafridah. (2012). Pemeriksaan Kandungan
Mineral Pada Daun Ekor Naga (Rhaphidophora Pinnata (L.f.) Schott)
Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Badan Lingkungan Hidup Prov.
SU. 11(2).
Mohammed, M.A., Syeda, J. T. M., Wasan, K. M., dan Wasan, E. K. (2017). An
Overwiew of Chitosan Nanoparticles and Its Application in Non-Parental
Drug Delivery. Pharmaceutics. 9(53): 17-18.
Mohanraj, U. J. dan Chen, Y. (2006). Nanoparticles. Tropical Journal of
Pharmaceutical Research. 5(1): 561-573.
Monteiro, O. A. C., dan Airoldi, C. (1999). Some Studies of Crosslinking
Chitosan-Glutaraldehyde Interaction in a Homogeneous System.
International Journal of Biological Macromolecules. 26(2-3): 119-128.
Mukhriani. (2014). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa
Aktif. Jurnal Kesehatan. 7(2): 361-362.
38
Universitas Sumatera Utara
Nicholson, J. W. (2006). The Chemistry of Polymers 3rd Editon. UK: RSC
Publishing. Halaman 56.
Octavia, M.D., Halim, A., dan Indriyani, R. (2012). Pengaruh Besar Ukuran
Partikel Terhadap sifat-Sifat Tablet Metronidazol. Jurnal Farmasi Higea.
4(2): 74
Qing, Y., Fengdong, D., Borun, L., dan Qing, S. (2004). Studies of Cross-linking
Reaction of Chitosan Fiber with Glyoxal. Carbohydrate Polymers. 59(2):
205-210.
Raj, L. F. A. A., Jonisha, R., Revathi, B., dan Jayalakshmy, E. (2015).
Preparation and Characterization of BSA and Chitosan Nanoparticles for
Sustainable Delivery System for Quercetin. Journal of Applied
Pharmaceutical Science: 5(07): 1.
Rawat, M., Singh D., Saraf, S dan Saraf, S. (2006). Nanocarries: Promising
Vehicle for Bioactive Drugs. Biology & Pharmaeutical Bulletin. 29(9):
1790-1798.
Rismana, E., Kusumaningrum, S., Bunga, O., Nizar, dan Marhamah. (2014).
Pengujian Aktivitas Antiacne Kitosan - Ekstrak Kulit Buah Manggis
(Garcinia Mangostana). Media Litbangkes. 24(1): 19-27.
Sidqi, T. (2011). Pembuatan Dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Temulawak
Dengan metode Ultrasonik. Skripsi. Halaman 8-13.
Stern. S. T., dan McNeil, S. E. (2008). Nanotechnology Safety Concern Revisited.
Toxicological Scienses. 101(1): 4-21.
Sugita, P., Tuti, W., Ahmad, S., dan Dwi, W. (2009). Kitosan : Sumber
Biomaterial Masa Depan. Bandung : IPB. Halaman 28-45.
Tokuyasu, K., Ono, H., Kameyama, M. O., Hayashi, K., dan Moil, Y. (1979).
Deactylation of Chitin Oligosacchrides of dp 2-4 by Chitin Deacetylase
from Colletrotrichum Lindemuthianum. Carbohydrate Research. 303(3):
353-358.
Tsigos, I., Martinou, A., Kafetzopoulos, D., dan Bouriotis, V. (2000). Chitin
Deactylases: New Versatile tools in Biotechnology. TIBTECH. 18(7): 305312.
Varshosaz, J., dan Karimzadeh, S. (2000). Development of Cross-Linked
Chitosan Films for Oral Mucosal Delivery of Lidocaine. Research in
Pharmaceutical Science. 2(05): 43-52.
World Health Organization. (1998). Quality Control Methods for Medical Plant
Materi LS. Switzerland. Geneva. Halaman 25-28.
39
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
tumbuhan daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott)
Identifikasi ini menggunakan data dari hasil peneliti sebelumnya karena
tempat tumbuh yang sama maka tidak dilakukan identifikasi pada daun ekor naga
40
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Tumbuhan daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott)
41
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Gambar daun segar dan kering daun ekor naga (Rhaphidophora
pinnata (L.f.) Schott)
Daun segar daun ekor naga
Daun kering daun ekor naga
42
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Gambar serbuk simplisia daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata
(L.f.) Schott)
43
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Perhitungan karakteristik simplisia daun ekor naga (Rhaphidophora
pinnata (L.f.) Schott)
1. Penetapan kadar air
% Kadar air =
volume akhir (ml) − volume awal (ml)
x 100 %
berat sampel (g)
No. Berat sampel (g)
Volume awal (ml) Volume akhir (ml)
1.
5,0208
1,9
2,3
2.
5,0201
1,9
2,2
3.
5,0012
1,8
2,0
a. Kadar air =
b. Kadar air =
c. Kadar air =
0,4 ml
× 100% = 7,96%
5,0208 g
0,3 ml
5,0201 g
0,2 ml
5,0012 g
× 100% = 5,97%
× 100% = 4%
% Kadar air rata-rata
=
7,96% + 5,97% + 4%
= 5,97%
3
2. Penetapan kadar sari larut air
% Kadar sari larut air =
berat sari g
100
x
x100%
berat sampel g
20
No.
Berat sampel (g)
Berat sari (g)
1.
5,0203
0,1504
2.
5,0108
0,1509
3.
5,0204
0,1601
a. Kadar sari larut dalam air =
0,1504
5,0203
×
100
20
× 100% = 14,98%
44
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. (Lanjutan)
b. Kadar sari larut dalam air =
a. Kadar sari larut dalam air =
% Kadar sari rata − rata
=
0,1509
5,0108
0,1601
5,0204
×
×
100
20
100
20
× 100%= 15,06%
× 100% = 15,94%
14,98% + 15,06% + 15,94%
= 15,33%
3
3. Penetapan kadar sari larut etanol
% Kadar sari larut air =
berat sari g
100
x
x100%
berat sampel g
20
No.
Berat sampel (g)
Berat sari (g)
1.
5,0901
0,0807
2.
5,0302
0,1205
3.
5,0101
0,1008
a. Kadar sari larut dalam etanol =
b. Kadar sari larut dalam etanol =
c. Kadar sari larut dalam etanol =
% Kadar sari rata − rata
=
0,0807
5,0901
0,1205
5,0302
0,1008
5,0101
×
×
×
100
20
100
20
100
20
× 100%= 7,93%
× 100%= 11,98%
× 100%= 10,06%
7,93% + 11,98% + 10,06%
= 9,99%
3
4. Penetapan kadar abu total
% Kadar abu total =
Berat sari g
100
x
x100%
Berat sampel g
20
45
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. (Lanjutan)
No.
Berat sampel (g)
Berat abu (g)
1.
2,0108
0,1303
2.
2,0601
0,1402
3.
2,0603
0,1300
a. Kadar abu total =
b. Kadar abu total =
c. Kadar abu total =
0,1303
2,0108
0,1402
2,0601
0,1300
2,0603
% Kadar abu rata − rata
× 100% = 6,48%
× 100% = 6,80%
× 100% = 6,31%
=
6,48% + 6,80% + 6,31%
= 6,53%
3
5. Penetapan kadar abu tidak larut asam
% Kabu tidak larut asam =
berat sari g
x 100%
berat sampel g
No.
Berat sampel (g)
Berat abu (g)
1.
2,0108
0,0181
2.
2,0601
0,0198
3.
2,0603
0,0195
a. Kadar abu tidak larut dalam asam =
b. Kadar abu tidak larut dalam asam =
c. Kadar abu tidak larut dalam asam =
% Kadar abu rata − rata
=
0,0181
2,0108
0,0198
2,0601
0,0195
2,0603
× 100% = 0,90%
× 100% = 0,96%
× 100% = 0,95%
0,90% + 0,96% + 0,95%
= 0,93%
3
46
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Perhitungan
karakteristik ekstrak etanol daun ekor naga
(Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott)
1. Penetapan kadar air
% Kadar air =
volume akhir (ml) − volume awal (ml)
x 100 %
berat sampel (g)
No. Berat sampel (g)
Volume awal (ml) Volume akhir (ml)
1.
5,0106
2,0
2,3
2.
5,0008
2,0
2,2
3.
5,0102
1,9
2,3
a. Kadar air =
b. Kadar air =
c. Kadar air =
0,3 ml
× 100% = 5,99%
5,0106 g
0,2 ml
5,0008 g
0,4 ml
5,0102 g
× 100% = 4%
× 100% = 7,98%
% Kadar air rata-rata
=
5,99% + 4% + 7,98%
= 5,98%
3
2. Penetapan kadar sari larut air
% Kadar sari larut air =
berat sari g
100
x
x100%
berat sampel g
20
No.
Berat sampel (g)
Berat sari (g)
1.
5,0105
0,5807
2.
5,0400
0,5611
3.
5,0209
0,5808
a. Kadar sari larut dalam air =
0,5807
5,0105
×
100
20
× 100% = 57,95%
47
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. (Lanjutan)
b. Kadar sari larut dalam air =
c. Kadar sari larut dalam air =
% Kadar sari rata − rata
=
0,5611
5,0400
0,5808
5,0201
×
×
100
20
100
20
× 100%= 55,66%
× 100% = 57,85%
57,95% + 55,66% + 57,85%
= 57,15%
3
3. Penetapan kadar sari larut etanol
% Kadar sari larut air =
berat sari g
100
x
x100%
berat sampel g
20
No.
Berat sampel (g)
Berat sari (g)
1.
5,0207
0,6803
2.
5,0106
0,6001
3.
5,0104
0,6202
a. Kadar sari larut dalam etanol =
b. Kadar sari larut dalam etanol =
c. Kadar sari larut dalam etanol =
% Kadar sari rata − rata
=
0,6803
5,0207
0,6001
5,0106
0,6202
5,0104
×
×
×
100
20
100
20
100
20
× 100%= 67,75%
× 100%= 59,88%
× 100%= 61,89%
67,75% + 59,88% + 61,89%
= 63,17%
3
4. Penetapan kadar abu total
% Kadar abu total =
Berat sari g
100
x
x100%
Berat sampel g
20
48
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. (Lanjutan)
No.
Berat sampel (g)
Berat abu (g)
1.
2,0103
0,2605
2.
2,0008
0,2401
3.
2,0201
0,2609
a. Kadar abu total =
b. Kadar abu total =
c. Kadar abu total =
0,2605
2,0103
0,2401
2,0008
0,2609
2,0201
× 100% = 12,96%
× 100% = 12%
× 100% = 12,91%
% Kadar abu rata − rata
=
12,96% + 12% + 12,91%
= 12,62%
3
5. Penetapan kadar abu tidak larut asam
% Kabu tidak larut asam =
berat sari g
berat sampel g
No.
Berat sampel (g)
Berat abu (g)
1.
2,0103
0,0102
2.
2,0008
0,0098
3.
2,0201
0,0095
a. Kadar abu tidak larut dalam asam =
b. Kadar abu tidak larut dalam asam =
c. Kadar abu tidak larut dalam asam =
% Kadar abu rata − rata
=
0,0102
2,0103
0,0098
2,0008
0,0095
2,0201
x100%
× 100% = 0,51%
× 100% = 0,49%
× 100% = 0,47%
0,51% + 0,49% + 0,47%
= 0,49%
3
49
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Bagan pembuatan serbuk simplisia dan karakteristik serbuk daun
ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott)
Daun ekor naga
Dicuci lalu ditiriskan dan dipotong
Dikeringkan dalam lemari pengering
pada suhu 40oC
Simplisia
Ditimbang berat kering
Dihaluskan
Dihaluskan
Serbuk simplisia
Karakteristik simplisia meliputi
penetapan:
- kadar air
- kadar sari larut air
- kadar sari larut etanol
- kadar abu total
- kadar abu tidak larut asam
50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Bagan pembuatan ekstrak etanol daun ekor naga (Rhaphidophora
pinnata (L.f.) Schott) dan karakteristik ekstrak
Simplisia daun ekor naga
Dimasukkan kedalam wadah gelap dan tambahkan
75 bagian etanol 96%
Ditutup dan biarkan selama 5 hari terlindung dari
cahaya sambil sekali-sekali diaduk
Dipisahkan dengan penyari menggunakan kertas
saring
Ampas
Ditambahkan 25 bagian etanol
96% dan biarkan selama 2 hari
Dipisahkan kembali
Maserat I
Maserat II
Digabung
Maserat
Dipekatkan dengan vakum putar
pada suhu 50OC
Ekstrak etanol kental
Karakteristik ekstrak meliputi
penetapan:
- kadar air
- kadar sari larut air
- kadar sari larut etanol
- kadar abu total
- kadar abu tidak larut asam
51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Bagan pembuatan nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga
(Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott)
2 g ekstrak etanol
daun ekor naga
Dilarukan dalm 50 ml etanol:air (70:30)
Ditambahkan
homogenkan
100
ml
kitosan
0,2%,
Di add kan dengan akuades hingga 500 ml
Ditambahkan 100 ml larutan NaTPP 0,1%
secara bertahap sambil disertai pengadukan
selama 2,5 jam dengan kecepatan 12.500
rpm
Disonikasi selama 1 jam
Dipisahkan dengan cara sentrifugasi
Endapan
Filtrat
Dibekukan dalam freezer
selama 24 jam
Dikeringkan dengan air cooler
dan pemanasan pada suhu 40oC
Serbuk kering
Digerus dalam lumpang selama ± 3 jam
Serbuk
Karakteristik nanopartikel meliputi:
- Particle Size Analyzer (PSA)
- Scanning Electron Microscopy (SEM)
52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga
Bentuk endapan
Bentuk serbuk
53
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Pengukuran ukuran partikel menggunakan PSA
Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama
1 jam
54
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)
Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,5% pengadukan pada 12.500 rpm selama
1 jam
55
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)
Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama
2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam sebelum penggerusan
56
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)
Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama
2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam sebelum penggerusan
57
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)
Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama
2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam sesudah penggerusan
58
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)
Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama
2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam sesudah penggerusan
59
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)
Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama
2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam sesudah penggerusan
60
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)
Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama
2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam sesudah penggerusan
61
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)
Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,5% pengadukan pada 12.500 rpm selama
2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam
62
Universitas Sumatera Utara
Download