1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) sering disamakan dengan pembesaran prostat laki-laki pada usia lanjut. Ukuran prostat normal yang kurang dari 20 mL juga dapat menyebabkan obstruksi pada kandung kemih. Adanya proliferasi sel di periuretra dan zona transisi dapat mengarah pada pembentukan adenoma nodular. Hal ini berpotensi untuk mendesak leher kandung kemih dan uretra prostatika. Adenoma yang berukuran kecil pada submukosa di sepanjang uretra prostatika dapat menyebabkan obstruksi tanpa pembesaran kelenjar prostat yang signifikan. Lower Urinary Tract Symptomps (LUTS) dari BPH dapat diklasifikan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu gejala berkemih seperti pancaran kencing yang lemah dan polakisuria merupakan gejala langsung akibat adanya obstruksi pada prostat. Kelompok kedua yaitu gejala penyimpanan, seperti frekuensi dan urgensi merupakan gejala sekunder akibat kombinasi dari berbagai faktor, misalnya ketidakstabilan detrusor, hipertrofi detrusor, penurunan fungsi kandung kemih dan dekompensasi. Faktor nonurologi, seperti jantung, saraf dan disfungsi hormonal juga dapat berkontribusi sebagai LUTS pada pasien dengan BPH. Dahulu, pilihan pengobatan untuk BPH masih terbatas, dimana obat hanya dapat mengatasi gejala jangka pendek dan mempunyai efek samping yang harus dipertimbangkan, contohnya adalah fenoksibenzamin yang merupakan α antagonist non-selektif. Fenoksibenzamin mempunyai efek samping, seperti hipotensi postural, pusing, dan pingsan. Prevalensi pasien dengan BPH semakin meningkat dan banyak diantara mereka yang mengalami komplikasi sehingga membutuhkan tindakan operasi. Adapun komplikasi BPH yang berupa disfungsi seksual hampir tidak pernah didiskusikan. Namun, kini hal di atas telah berubah menjadi lebih baik yaitu dengan adanya α1 antagonis yang banyak tersedia di pasaran. Obat golongan ini mempunyai keuntungan diantaranya memiliki onset cepat dengan efficacy 2 yang lama, efek samping minimal, dikonsumsi satu kali sehari dan lain sebagainya. Selain itu, terdapat obat golongan 5α reduktase inhibitor (5ARi) yang juga dapat mengurangi LUTS dan progresivitas dari BPH sehingga tindakan bedah atau operasi dapat ditunda ataupun dihindari. Kombinasi α antagonis dengan 5ARi dapat digunakan untuk saling melengkapi efek farmakologi dari masing-masing obat. Muscarinic receptor antagonist, phosphodiesterase-5 inhibitors, phytotherapy dan kombinasinya mempunyai peran penting dalam tatalaksana BPH, meskipun golongan obat-obatan tersebut berada di luar lingkup jurnal ini. Dengan adanya berbagai pilihan terapi untuk kasus BPH, maka hal ini menyebabkan urolog harus teliti untuk memberikan pasien obat yang tepat. Adapun yang harus dipertimbangkan, meliputi efficacy, efek samping, biaya, latar belakang sosial ekonomi pasien. Dalam jurnal ini, penulis meninjau α1 antagonis, 5ARi dan kombinasinya dalam penggunaannya sebagai tatalaksana BPH. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 α1 Antagonis a. Mekanisme Kerja BPH menyebabkan obstruksi saluran kemih melalui dua mekanisme. Pertama, adanya pembesaran struma pada prostat juga mempengaruhi pembesaran nodular sehingga menyebabkan obstruksi pada aliran kemih. Kedua, terdapat peningkatan tonus otot polos pada prostat dan leher kandung kemih yang diperantarai oleh α1 adrenoceptor. Seperti namanya, α1 antagonis akan mem-blok α1 adrenoceptor di prostat maupun leher kandung kemih sehingga mengurangi obstruksi. α1 antagonis tertentu, seperti tamsulosin dan silodosin mempunyai affinitas yang tinggi terhadap α1 adrenoceptor yang ada di prostat dan leher kandung kemih. b. Efficacy Ketika dosis yang diberikan tepat, α1 antagonis akan meningkatkan International Prostate Symptom Score (IPSS) sebesar 30%-45% dan meningkatkan aliran kemih sebesar 15%-30%. Obat ini memiliki onset cepat dan efek terapi dalam waktu seminggu. Selain itu, obat ini mempunyai efficacy selama 4 tahun. Namun, α1 antagonis tidak mengurangi volume prostat dan tidak mencegah perkembangan penyakit sehingga α1 antagonis tidak mengurangi risiko komplikasi BPH atau operasi terkait BPH dalam jangka panjang c. Efek Samping α1 adrenoseptor ditemukan di banyak sistem organ, termasuk saluran urogenital, saluran pencernaan, sistem pembuluh darah dan iris. Dengan demikian, penggunaan α1 antagonis dikaitkan dengan efek samping sistemik, terutama hipotensi postural. α1 antagonis merupakan obat long acting, dan biasanya tidak memerlukan dosis titrasi. Hal ini akan mengurangi fluktuasi kadar obat dalam serum sehingga dapat mengurangi efek samping sistemik. Efek samping akibat efek vasodilatasi dari α1 antagonis seperti hidung tersumbat mungkin akan mengganggu bagi beberapa pasien. Masalah seperti 4 “floppy iris syndrome” sering diabaikan oleh urolog. Beberapa α1 antagonis yang uroselective, seperti tamsulosin dan silodosin, dalam teori lebih aman daripada α1 antagonis yang lain. Namun, efek samping yang sering ditemukan yaitu berupa disfungsi ejakulasi karena obat tersebut bekerja di saluran kemih bawah. α1 antagonis tidak mempengaruhi libido, dan mungkin memiliki sedikit efek yang menguntungan pada fungsi ereksi. Dalam praktek klinis, penting untuk diingat bahwa efficacy obat apapun adalah pedang bermata dua, dan kecelakaan biasanya terjadi ketika urolog menempatkan terlalu banyak fokus pada “therapeutic edge” tanpa pertimbangan untuk efek samping. d. Penggunaan Klinis dan hal-hal yang perlu diperhatikan Karena α1 antagonis memiliki onset cepat, obat golongan ini sering digunakan sebagai obat lini pertama pada pasien yang baru didiagnosis BPH. Namun, ada beberapa poin klinis yang harus diperhatikan secara khusus: α1 antagonis tidak mengurangi volume prostat ataupun mencegah progresivitas pertumbuhan BPH sehingga penggunaannya harus dipantau secara berkala. Hal ini terutama berlaku pasa pasien yang terbukti secara klinis signifikan adanya obstruksi prostat. Banyak dari pasien tersebut mungkin tidak memiliki LUTS yang mengganggu, dan hanya melanjutkan α1 antagonis untuk waktu yang lama tanpa pengawasan yang tepat. Di sisi lain, pasien dengan obstruksi prostat yang tidak signifikan dapat mengubah gaya hidup dengan tujuan mengontrol LUTS. α1 antagonis dapat dikonsumsi untuk waktu yang singkat. Berbagai α1 antagonis memiliki efficacy yang serupa ketika dosis yang diberikan tepat sehingga dalam memilih α1 antagonis tergantung pada faktor-faktor seperti sosial ekonomi, ketersediaan obat dan pengalaman klinisi. Pemilihan obat golongan terbaru dan biasanya harganya lebih mahal dapat dipilih apabila terdapat efek samping dari obat golongan α1 antagonis yang muncul dan secara harga tidak memberatkan bagi pasien secara finansial. Harus ada kewaspadaan yang tinggi ketika menggunakan α1 antagonis dalam kelompok pasien tertentu, seperti orang lanjut usia, orang-orang 5 dengan komorbiditas kardiovaskuler, orang-orang yang mengkonsumsi obat antihipertensi atau vasodilator, dan orang-orang dengan masalah mobilitas atau risiko jatuh tinggi. Pasien-pasien ini cenderung kurang dapat mengkompensasi terjadinya hipotensi postural yang disebabkan oleh α1 antagonis. Penggunaan α1 antagonis setidaknya 3 hari sebelum pelepasan kateter pada pasien dengan retensi urin akut sekunder ataupun BPH tampaknya akan meningkatkan kesuksesan dalam berkemih. α1 antagonis yang telah dipelajari dalam aspek ini diantaranya alfuzosin, tamsulosin,silodosin dan doxazosin. Namun, terdapat bukti yang menyimpulkan apakah penggunaan α1 antagonis untuk tujuan ini dapat menyebabkan efek yang lebih buruk secara signifikan, meskipun terjadinya keseluruhan efek samping yang muncul rendah untuk α1 antagonis dan placebo. 2.2 5-ARi a. Mekanisme Aksi Sebagai bagian dari sistem reproduksi laki-laki, prostat merupakan androgen yang sangat sensitif. Stroma prostat mengandung enzim 5α reduktase, yang mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron. Dihidrotestosteron lebih potensial sebagai agonis reseptor androgen daripada sebagai prekursor, dan merupakan mediator utama munculnya efek androgenik. 5-ARi akan menurunkan stimulasi androgenic pada prostat, sehingga menyebabkan atrofi pada jaringan epitel dan menurunkan volume prostat. Dengan kata lain, 5-ARi menurunkan komponen statis sebagai penyebab obstruksi dari BPH. Terdapat 2 isozim dari 5α reduktase yaitu, tipe 1 dan tipe 2. Isozim yang dominan dalam stroma prostat adalah tipe 2, sedangkan tipe 1 terutama ditemukan di hati dan kulit. Finasteride dan dutasteride merupakan 5ARi yang paling umum digunakan dalam praktek klinis, efektif menghambat isozim tipe 2. Dutasteride juga menghambat isozim tipe 1, dan sering digambarkan sebagai 5ARi dengan lebih signifikan dalam penghambatan enzimatik. Namun, karena hanya isozim tipe 2 yang dominan dalam prostat, 6 maka keuntungan penggunaan dutasteride daripada finasteride masih diperdebatkan. b. Efficacy Ketika 5ARi digunakan sebagai monoterapi, 5ARi memberikan 2 hingga 3 kali lebih baik pada IPSS dan 4 hingga 8 kali lebih baik dalam meningkatkan aliran urin daripada placebo. Hal ini berhubungan dengan penurunan volume prostat sekitar 20%-25%. Rata-rata, pasien membutuhkan waktu sekitar 6 bulan setelah mengkonsumsi 5ARi untuk merasakan efficacynya. Satu keuntungan dari 5ARi maupun α1 antagonis adalah kemampuan mereka untuk menghentikan perkembangan BPH, mengurangi risiko relatif dari komplikasi BPH dan operasi yang berhubungan dengan BPH dalam jangka panjang. Finasteride mengurangi retensi urin sebanyak 57% dan dengan operasi sebanyak 55% dalam studi Pless dan mengurangi sebanyak 68% dan 64% dari studi MTOPS. Dutasteride menunjukkan pengurangan risiko yang sama berdasarkan hasil dari studi COMBAT. Sejak 5ARis bekerja melalui jalur hormon untuk mengurangi volume prostat, golongan ini bekerja lebih baik pada pasien dengan volume prostat lebih besar. Finasteride meningkatkan LUTS dan aliran kemih terutama pada pasien dengan volume prostat awal di atas 40 mL. Salah satu kriteria inklusi dalam studi COMBAT adalah volume prostat awal di atas 30 mL, sehingga manfaat yang berkelanjutan dari pengobatan dutasteride tidak boleh diekstrapolasikan untuk pasien dengan volume prostat kecil. c. Efek Samping Efek samping dari 5ARi terutama terkait dengan disfungsi seksual, termasuk kehilangan libido dan disfungsi ereksi. Disfungsi jarang terjadi, dan sebagian kecil pasien mungkin mengalami pembesaran payudara dan ginekomastia. 5ARi dapat sebagai upaya pencegahan kanker prostat mengingat mekanisme aksinya yang bersifat hormonal. Ditemukan bahwa 5ARi dapat mengurangi prevalensi kanker prostat, tetapi risiko relatif terhadap keganasan meningkat sehingga harus ada peningkatan 7 kewaspadaan untuk kanker prostat ketika menggunakan 5ARi, karena hubungannya dengan keganasan belum dijelaskan. Ketika seorang pasien memilih menggunakan 5ARi, kadar serum prostate specific antigen (PSA) harus ditafsirkan secara hati-hati. Hal ini berkaitan karena 5ARi menurunkan kadar PSA serum. Perlu dicatat bahwa 5ARi tidak selalu menurunkan tingkat PSA serum sebesar 50%, dan penurunan yang sebenarnya dapat berfluktuasi sangat luas. Dengan demikian mengamati tren PSA antara pasien tersebut dari waktu ke waktu mungkin lebih relevan secara klinis dari sekedar dua kali lipat tingkat PSA tunggal. d. Penggunaan Klinis dan hal-hal yang perlu diperhatikan Beberapa poin klinis pada penggunaan 5ARi antara lain: 5ARi diresepkan untuk pasien BPH dengan volume prostat di atas 30 ml, yang belum membaik dengan menggunakan α1 antagonis saja. Hal ini juga membantu untuk mengurangi progresi BPH pada pasien tersebut. Namun, bila digunakan sebagai monoterapi, 5ARi memiliki onset relatif lambat, sehingga pasien tidak mungkin untuk merasakan manfaat dalam beberapa bulan awal. Klinisi harus memastikan kepatuhan, terutama karena biaya 5ARi secara signifikan lebih mahal dari α1 antagonis di sebagian besar pasar. Pilihan antara finasteride dan dutasteride harus didasarkan pada latar belakang sosial ekonomi pasien dan pengalaman klinisi, karena hanya membandingkan antara manfaat klinis dalam penghambatan isozim tipe 2 dengan penghambatan isozim tipe 1 dan 2 yang sejatinya masih tetap kontroversial. Urolog harus menjaga kewaspadaan tentang risiko kecil namun secara statistik signifikan dari kanker prostat yang terkait dengan penggunaan 5ARi. Sebagai penggunaan off-label, 5ARi dapat diresepkan untuk hematuria sekunder maupun BPH. Studi telah menemukan penurunan ekspresi faktor pertumbuhan dan kepadatan mikrovaskuler dari endotel vaskular prostat pada pasien yang diobati dengan finasteride untuk setidaknya 2 8 minggu. Perubahan pembuluh darah prostat ini terjadi sebelum klinis penurunan volume prostat terlihat signifikan, dan mungkin dengan mekanisme yang terpisah dari atrofi epitel prostat. Sebelum meresepkan 5ARi untuk hematuria, investigasi seharusnya dilakukan menyeluruh untuk menyingkirkan etiologi yang tidak terkait dengan BPH. 2.3 Terapi Kombinasi Sejak α1 antagonis dan 5ARi memiliki mekanisme aksi yang berbeda, obat-obat tersebut digunakan dalam kombinasi untuk melengkapi satu sama lain agar memiliki efek terapi yang lebih cepat, lebih baik dan lebih berkelanjutan dalam perbaikan LUTS, aliran kencing dan mencegah perkembangan BPH. Dalam dua studi yang dikutip yaitu, MTOPS dan ComBAT, telah memberikan bukti keberhasilan penggunaan terapi kombinasi pada pasien dengan LUTS moderat atau berat maupun beresiko tinggi terhadap perkembangan penyakit. Dalam studi MTOPS, kombinasi doksazosin dan finasteride menyebabkan pengurangan risiko sebanyak 64% dalam perkembangan IPSS, dibandingkan dengan doksazosin monoterapi yaitu sebesar 45% atau dengan finasteride monoterapi yaitu 30%. Risiko retensi urin dan operasi yang berhubungan dengan BPH juga berkurang ketika digunakan terapi kombinasi atau finasteride monoterapi. Dalam studi ComBAT, kombinasi tamsulosin dan dutasteride menyebabkan pengurangan risiko 40% dalam perkembangan IPSS dan 70% pengurangan risiko retensi urin dan operasi bila dibandingkan dengan tamsulosin monoterapi. Tampak jelas bahwa terapi kombinasi memiliki keuntungan baik dari α1 antagonis yang dapat mengurangi gejala awal dan 5ARi dalam pencegahan perkembangan BPH. Ada banyak pertanyaan praktis tentang penggunaan terapi kombinasi. Salah satunya adalah apakah pada pasien yang baru didiagnosis dengan BPH langsung diberikan terapi kombinasi apakah dimulai dengan α1 antagonis sebelum menambahkan 5ARi ketika monoterapi awal gagal. Penelitian CONDUCT, yang membandingkan antara pasien yang mengkonsumsi tamsulosin dan modifikasi gaya hidup dengan pasien yang diresepkan terapi kombinasi tamsulosin dan dutasteride, menunjukkan 9 bahwa terapi kombinasi dapat mengatasi LUTS dengan lebih baik dan dapat meningkatkan kualitas hidup serta mengurangi perkembangan BPH selama dua tahun. Namun, penting untuk dicatat bahwa sekitar 40% dari pasien yang melakukan modifikasi gaya hidup dalam studi tidak memerlukan tambahan mengkonsumsi tamsulosin, dan sekitar 30% dari laki-laki yang yang mengkonsumsi tamsulosin tidak mengalami kerusakan LUTS. Hal ini menyiratkan kemungkinan adanya overtreatment jika terapi kombinasi diberikan untuk semua pasien. Pertanyaan lain adalah apakah α1 antagonis dapat dihentikan setelah periode awal terapi kombinasi. Banyak urolog memiliki persepsi bahwa peran α1 antagonis tetap diperlukan selama 5ARi belum maksimal. α1 antagonis memiliki efek samping yang minimal dan harganya murah sehingga dalam terapi kombinasi antara α 1 antagonis dan 5ARi, harus dipertimbangkan antara efek samping dan biaya yang dikeluarkan. Sejauh ini, sebagian besar studi tentang terapi kombinasi digunakan pada pasien dengan LUTS moderat. Menggunakan terapi kombinasi tanpa pandang bulu untuk semua pasien BPH dapat menyebabkan signifikan overtreatment, misalnya pada pasien dengan LUTS ringan. Bahkan banyak di antara pasien dengan LUTS moderat, tetap memilih modifikasi gaya hidup atau monoterapi. 10 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Terapi medis untuk BPH telah mengalami kemajuan secara signifikan. Dalam memberikan resep α1 antagonis, 5ARi atau kombinasinya, harus memperhitungkan beberapa faktor, termasuk efficacy, dosis rezim, efek samping, biaya, latar belakang sosial ekonomi pasien, harapan, ketersediaan obat dan pengalaman klinisi. Selain itu, sementara banyak studi yang dilakukan mengunakan LUTS severe sebagai panduan untuk terapi medis, urolog juga harus mengingat bahwa keparahan gejala tidak selalu berkorelasi dengan derajat obstruksi. Mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang signifikan sebelum memberikan keputusan tentang pilihan pengobatan tertentu adalah langkah penting dalam memastikan pengobatan yang berhasil. 3.2 Konflik Para penulis menyatakan tidak ada konflik yang menarik.