KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala, Rabb Penguasa alam, Rabb yang tiada henti – hentinya memberikan kenikmatan dan karunia kepada semua makhluk-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah seminar ini dengan mata kuliah “Kebijakan Kesehatan Nasional”. Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT kami telah menyelesaikan tugas mata kuliah Kebijakan Kesehatan Nasional Indonesia dengan judul “ Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS ) dan Pos Pelayanan Terpadu ( Posyandu ) ”. Penyusunan makalah ini dapat terwujud tak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Penyusun menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan kemampuan maupun pengalaman kami. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi memperbaiki kekurangan ataupun kekeliruan yang ada. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa untuk menambah wawasan dalam bidang kesehatan. Tangerang 28 Januari 2019 Penyaji i DAFTAR ISI Kata Pengantar ........................................................................................................... i Daftar isi ..................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang .................................................................................................... 1 1.2.Rumusan Masalah ............................................................................................... 3 1.3.Tujuan Penulisan ................................................................................................. 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1.Perilaku ............................................................................................................... 4 2.2.Konsep Dasar Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ................................................. 5 2.3.Posyandu ............................................................................................................. 20 BAB III PENUTUP 3.1.Simpulan ............................................................................................................. 33 3.2.Saran ................................................................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 35 ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam meningkatkan mutu sumberdaya manusia sebagai potensi pembangunan bangsa agar dapat membangun dan menolong dirinya sendiri merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, maka peningkatan kesadaran masyarakat melalui perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan menyelenggaraan kegiatan posyandu cukup strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia sejak dini . Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan perilaku yang dilakukan seseorang untuk selalu memperhatikan kebersihan, kesehatan, dan berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat yang saat ini disebut Pusat Promosi Kesehatan. Program PHBS dilaksanakan dalam berbagai tatanan, seperti tatanan rumah tangga, tatanan pasar dan sebagainya. Upaya peningkatan perilaku sehat di masyarakat belum menunjukkan hasil optimal. Data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2014 menunjukkan bahwa di Indonesia sebanyak 38,5% masyarakat masih merokok di dalam rumah ketika bersama anggota keluarga yang lain. Perokok laki-laki lebih tinggi dari perempuan (72% dibanding 28%). Selanjutnya 77,3% penduduk usia 15 tahun ke atas kurang melakukan aktivitas fisik, dengan katagori (82%) kurang bergerak dan (11%) tidak terbiasa melakukan aktivitas fisik. Selanjutnya menurut hasil Riskesdas Tahun 2014, hasil pendataan untuk PHBS tatanan rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo 53% keluarga belum menjadi peserta dana sehat dan sebesar 48% keluarga belum bebas asap rokok. Hasil survei pemetaan PHBS, dari 16 indikator PHBS Kabupaten Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan 1 kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Untuk meningkatkan pembinaan posyandu sebagai pelayan kesehatan yang dikelola untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan pelayanan teknis dari petugas perlu ditumbuh kembangkan serta aktif masyarakat dalam wadah UKMD. Meningkatkan mutu pengelolaan posyandu, perlu dimantapkan koordinasi dan keterpaduan pembinaan disemua tingkatan pemerintah. Ketiga petunjuk diatas adalah merupakan beberapa isi dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 65 Tahun 2013 dan dapat diartikan betapa pentingnya keberadaan posyandu ditengah – tengah masyarakat yang merupakan pusat kegiatan masyarakat, dimana masyarakat sebagai pelaksana sekaligus memperoleh pelayanan kesehatan. Dampak dari kurang nya pengetahuan dan pemahaman tentang PHBS dan penyelenggaraan serta pengeloaan Posyandu diduga menjadi salah satu faktor penyebab tingginya kasus penyebaran penyakit menular seperti diare, DBD, dan lain-lain serta meningkatnya angka kematian ibu dan bayi. Kondisi tersebut harus segera diantisipasi dengan meningkatkan pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta mutu pengelolaan dan pelayanan posyandu. Upaya sosialisasi dapat dilakukan dengan pengenalan konsep PHBS dan posyandu mulai dari lingkungan keluarga hingga institusi pendidikan. Institut pendidikan merupakan tempat yang strategis untuk kehidupan anak, sehingga dapat difungsikan secara tepat sebagai salah satu institusi yang dapat membantu dan berperan dalam upaya optimalisasi tumbuh kembang anak usia sekolah dengan upaya promotif dan preventif (Kemenkes RI, 2010). Oleh karena sebagai seorang mahasiswa keperawatanpun wajib mengetahui apa itu PHBS dan Posyandu, maka diperlukan upaya pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa pada khususnya. 2 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa itu Konsep Dasar Teori Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ? 2. Apa yang dimaksud Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ? 3. Apa saja Sasaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ? 4. Apa Saja Manfaat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ? 5. Bagaimana Strategi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ? 6. Apa saja peraturan peraturan yang mengatur kebijakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ? 7. Apa yang dimaksud dengan Pos Pelayanan Terpadu? 8. Apa saja Dasar Hukum Posyandu? 9. Apa saja Tujuan dari Posyandu? 10. Apa saja manfaat dari posyandu? 11. Bagiamana Kegiatan diposyandu? 12. Bagaimana untuk pembentukan Posyandu? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mahasiswa dapat mengetahui konsep PHBS dan dapat mendeskripsikan dari Posyandu 2. Tujuan Khusus Mahasiswa mampu mengetahui serta mendeskripsikan apa itu PHBS dan mampu mengaplikasikannya dalam individu maupun kelompok masyarakat dan mampu mengetahui tentang posyandu dan kegiatan yang ada dalam posyandu. 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Perilaku Perilaku kesehatan adalah suatu seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu: 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan, yaitu perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. 2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehata, yaitu perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan keluar negeri. 3. Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak memengaruhi kesehatannya. Menurut Lawrence Green faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku hidup sehat terdiri dari 3 faktor utama. (Notoatmodjo, 2007:16-17) yakni: a. Faktor-faktor Predisposing (Predisposing Faktor) Faktor-faktor predisposing adalah faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisikan terjadinya perilaku seseorang. Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. b. Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Faktor) Faktor-faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. 4 Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut juga faktor pendukung. Misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, dan sebagainya. c. Faktor-faktor penguat (Reinforcing Faktor) Faktor-faktor penguat memperkuat terjadinya adalah faktor-faktor perilaku. yang Kadang-kadang mendorong meskipun atau orang mengetahui untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Faktorfaktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah terkait dengan kesehatan. 2.2.Konsep Dasar Teori Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Perilaku hidup bersih sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, dan dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2007). Menyadari bahwa perilaku adalah sesuatu yang rumit. Perilaku tidak hanya menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan juga dimensi ekonomi, yaitu hal-hal yang mendukung perilaku, maka promosi kesehatan dan PHBS diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. 5 2.2.1 Pengertian Perilakuan Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan dimasyarakat (Departemen Pekerjaan Umum, 2007: 112). PHBS adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan Advokasi, Bina Suasana (Social Support) dan Gerakan Masyarakat (Empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat, dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Depkes RI 2011). 2.2.2 Sasaran PHBS Sasaran PHBS menurut Depkes RI (2008) dikembangkan dalam lima tatanan, yaitu tatanan rumah tangga, tatanan institusi pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan tempat umum dan tatanan fasilitas kesehatan. Akan tetapi, untuk melihat keberhasilan pembinaan PHBS, praktik PHBS yang diukur adalah yang dijumpai di tatanan rumah tangga. Telah ditetapkan 10 (sepuluh) indikator untuk menetapkan apakah sebuah rumah tangga telah mempraktikkan PHBS. Kesepuluh indikator tersebut merupakan sebagian dari semua perilaku yang harus dipraktkkan di rumah tangga dan dipilih karena dianggap mewakili atau dapat mencerminkan keseluruhan perilaku. Karena di masing-masing tatanan dijumpai masyarakat (yaitu masyarakat tatanan yang bersangkutan), maka di masing-masing tatanan juga terdapat berbagai peran. Dengan demikian di masing-masing tatanan dapat dijumpai tiga kelompok besar sasaran pembinaan PHBS, yaitu sasaran primer, sasaran sekunder dan sasaran tersier. Sasaran primer berupa sasaran langsung, yaitu individu anggota masyarakat, kelompok-kelompok dalam masyarakat dan masyarakat secara keseluruhan, yang diharapkan untuk mempraktikkan PHBS. 6 Sasaran sekunder adalah mereka yang memiliki pengaruh terhadap sasaran primer dalam pengambilan keputusannya untuk mempraktikkan PHBS. Termasuk di sini adalah para pemuka masyarakat atau tokoh masyarakat, yang umumnya menjadi panutan sasaran primer. Ia akan menjadi panutan bagi kelompoknya atau bagi masyarakat karena ia merupakan figur menonjol. Di samping itu, ia dapat mengubah sistem nilai dan norma masyarakat secara bertahap, dengan terlebih dulu mengubah sistem nilai dan norma yang berlaku dalam kelompoknya. Sedangkan sasaran tersier adalah mereka yang berada dalam posisi pengambilan keputusan formal, sehingga dapat memberikan dukungan, baik berupa kebijakan/pengaturan dan atau sumber daya dalam proses pembinaan PHBS terhadap sasaran primer. Mereka sering juga disebut sebagai tokoh masyarakat formal, yakni orang yang memiliki posisi menentukan dalam struktur formal di masyarakatnya (disebut juga penentu kebijakan). Dengan posisinya itu, mereka juga memiliki kemampuan untuk mengubah sistem nilai dan norma masyarakat melalui pemberlakuan kebijakan/ pengaturan, di samping menyediakan sarana yang diperlukan. 1. Masyarakat Dalam Tatanan Namun demikian perlu disadari bahwa PHBS di tatanan rumah tangga sangat dipengaruhi oleh PHBS di tatanan-tatanan lain. Demikian sebaliknya, PHBS di tatanan-tatanan lain juga dipengaruhi oleh PHBS di tatanan rumah tangga. tatanan fasilitas layanan kesehatan tatanan rumah tangga tatanan institusi pendidikan tatanan tempattempat umum 7 tatanan tempat kerja Saling – pengaruh antar – tatanan dalam PHBS Oleh sebab itu, yang dimaksud dengan masyarakat dalam hal ini tidak terbatas pada masyarakat dalam pengertian umum (yaitu tatanan rumah tangga), tetapi juga masyarakat khusus di berbagai tatanan lain. Sebagaimana masyarakat di tatanan rumah tangga, yaitu masyarakat umum, masyarakat di masing-masing tatanan pun memiliki struktur masyarakat dan peran-peran dalam masyarakat. Jika di masyarakat umum terdapat struktur masyarakat formal dan struktur masyarakat informal, di tatanan-tatanan lain pun terdapat pula struktur yang serupa. 2. PHBS Di Berbagai Tatanan Di atas disebutkan bahwa PHBS mencakup semua perilaku yang harus dipraktikkan di bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit, penyehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, farmasi dan pemeliharaan kesehatan. Perilaku-perilaku tersebut harus dipraktikkan dimana pun seseorang berada di rumah tangga, di institusi pendidikan, di tempat kerja, di tempat umum dan di fasilitas pelayanan kesehatan - sesuai dengan situasi dan kondisi yang dijumpai. 1) PHBS di Rumah Tangga Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga adalah upaya untuk memperdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Pola Hidup Bersih dan Sehat PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mencapai rumah tangga Ber-PHBS. Rumah tangga Ber-PHBS adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di rumah tangga yaitu: a. Persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan b. Memberi bayi asi ekslusif c. Menimbang balita setiap bulan d. Menggunakan air bersih e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 8 f. Menggunakan jamban sehat g. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu h. Makan buah dan sayur setiap hari i. Melakukan aktifitas fisik setiap hari j. Tidak merokok di dalam rumah (Departemen Pekerjaan Umum, 2007:113) 2) PHBS di Institusi Pendidikan PHBS di institusi pendidikan adalah upaya pemberdayaan dan peningkatan kemampuan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat di tatanan institusi pendidikan (Depkes, 2008). Di institusi pendidikan (kampus, sekolah, pesantren, seminari, padepokan dan lain-lain), sasaran primer yaitu pelajar, pengajar dan masyarakat institusi pendidikan harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan Institusi Pendidikan Ber-PHBS. Sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat. Indikator PHBS di sekolah: 1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun 2. Mengonsumsi jajanan sehat dikantin 3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat 4. Olahraga yang teratur dan terukur 5. Memberantas jentik nyamuk 6. Tidak merokok disekolah 7. Menimbang berat badan dan mengukur berat badan setiap bulan 8. Membuang sampah pada tempatnya. 3) PHBS di Tempat Kerja PHBS ditempat kerja adalah upaya untuk memberdayakan para pekerja agar tahu, mau dan mampu mempraktekan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan tempat kerja sehat. 9 Manfaat yang didapat adalah setiap pekerja meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit, produktivitas pekerja meningkat yang berdampak pada peningkatan penghasilan pekerja dan ekonomi keluarga, pengeluaran biaya rumah tangga hanya ditujukan untuk peningkatan taraf hidup bukan untuk biaya pengobatan. Berikut adalah upaya yang harus dilakukan ditempat kerja untuk menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat: 1. Kurangi menggunakan pelastik sterofoam 2. Manfaatkan kertas bekas 3. Menggunakan jamban bersih 4. Letakan sampah pada tempatnya dan pisahkan sampah sesuai dengan jenisnya 5. Menggunakan FASILITAS dan APD sesuai jenis pekerjaan 6. Tidak merokok 7. Beraktivitas fisik sekurangnya 30 menit setiap hari 8. Cuci tangan memakai sabun sesering mungkin 9. Konsumsi makanan bergizi seimbang 4) PHBS di Tempat Umum PHBS di tempat umum adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung dan pengelola tempat-tempat umum agar tahu, mau, dan mampu untuk mempraktikan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan tempat-tempat Umum Sehat. Tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat seperti sarana parawisata, transportasi, sarana ibadah, sarana perdagangan dan olahraga, rekreasi dan sarana social lainnya. Ada beberapa indicator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS ditempat-tempat umum yaitu: 1. Menggunakan air bersih 2. Menggunakan jamban 3. Membuang sampah pada tempatnya 4. Tidak merokok ditempat umum 10 5. Tidak meludah sembarangan 6. Memberantas jentik nyamuk 5) PHBS di Fasilitas Pelayanan Kesehatan PHBS di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan upaya memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung dan petugas agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan pelayanan kesehatan yang sehat dan mencegah penularan penyakit di fasilitas pelayanan kesehatan. Beberapa kegiatan yang dipakai sebagai ukuran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di fasilitas pelayanan kesehatan yaitu: 1. Mencuci tangan dengan sabun (hand rub/hand wash) 2. Penggunaan air bersih dan penggunaan jamban sehat 3. Membuang sampah pada tempatnya 4. Larangan merokok 5. Tidak meludah sembarangan 6. Pemberantasan jentik nyamuk 2.2.3 Manfaat PHBS Kebijakan pembangunan kesehatan ditekankan pada upaya promotif dan preventif agar orang yang sehat menjadi lebih sehat dan produktif. Pola hidup sehatn merupakan perwujudan paradigm sehat yang berkaitan dengan perilaku perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang berorientasi sehat dapat meningkatkan, memelihara, dan melindungi kualitas kesehatan baik fisik, mental, spiritual maupun social. Perilaku hidup sehat meliputi perilaku proaktif untuk: a. Memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan cara olahraga teratur dan hidup sehat; b. Menghilangkan kebudayaan yang beresiko menimbulkan penyakit; c. Usuaha melindungi diri dari ancaman yang menimbulkan penyakit; d. Berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. (Depkes RI, 2008) 11 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010 atau PHBS 2010 adalah keadaan dimana individu-individu dalam rumah tangga (keluarga) masayarakat Indonesia telah melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam rangka: 1. Mencegah timbulnya penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain 2. Menanggulangi penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan 3. Memanfaatkan pelayanan kesehatan 4. Mengembangkan dan menyelenggarakan upaya kesehatan bersumber masyarakat 2.2.4 Strategi PHBS Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi Promosi Kesehatan untuk pembinaan PHBS yang bersifat menyeluruh. Mengacu pada Piagam Otawa (Otawa Charter) yang merupakan hasil dari Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Pertama di Otawa (Kanada), tiga strategi pokok yang harus dilaksanakan dalam promosi kesehatan adalah (1) advokasi, (2) bina suasana, dan (3) pemberdayaan. Ketiga strategi tersebut dilaksanakan dalam bentuk tindakan-tindakan (aksiaksi) sebagai berikut. 1. Mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan (healthy public policy), yaitu mengupayakan agar para penentu kebijakan di berbagai sektor di setiap tingkatan administrasi menetapkan kebijakan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. 2. Menciptakan lingkungan yang mendukung (supportive environment), yaitu mengupayakan agar setap sektor dalam melaksanakan kegiatannya mengarah kepada terwujudnya lingkungan sehat (fisik dan nonfisik). 3. Memperkuat gerakan masyarakat (community action), yaitu memberikan dukungan terhadap kegiatan masyarakat agar lebih berdaya dalam mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan. 4. Mengembangkan kemampuan individu (personal skills), yaitu mengupayakan agar setiap individu masyarakat tahu, mau dan mampu 12 membuat keputusan yang efektif dalam upaya memelihara, meningkatkan, serta mewujudkan kesehatannya, melalui pemberian informasi, serta pendidikan dan pelatihan yang memadai. 5. Menata kembali arah pelayanan kesehatan (reorient health services), yaitu mengubah pola pikir serta sistem pelayanan kesehatan masyarakat agar lebih mengutamakan aspek promotid dan preventif, tanpa mengesampingkan aspek kuratif dan rehabitatif. Di Indonesia, strategi pokok tersebut kemudian diformulasikan kembali ke dalam kalimat (1) gerakan pemberdayaan (G), yang didukung oleh (2) bina suasana (B), dan (3) advokasi (A), serta dilandasi oleh semangat (4) kemitraan. Dengan demikian, pemberdayaan adalah strategi pokok dalam rangka mengembangkan kemampuan individu dan memperkuat gerakan masyarakat. Bina suasana adalah strategi pokok dalam rangka menciptakan lingkungan (khususnya nonfisik) yang mendukung. Sedangkan advokasi adalah strategi pokok dalam rangka mengembangkan kebijakan berwawasan kesehatan, menciptakan lingkungan fisik yang mendukung dan menata kembali arah pelayanan kesehatan. Kesemuanya itu dilaksanakan melalui pengembangan kemitraan. Dengan melaksanakan strategii pokok tersebut secara benar dan terkoordinasi diharapkan akan tercipta PHBS yang berupa kemampuan masyarakat berperilaku mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan. 3 Advokasi (A) 1 Gerakan Pemberdayaan (G) KEMITRA AN MENCEGAH & MENANGGU LANGI MASALAH KESEHATAN (PHBS) 2 Bina Suasana (B) Strategi promosi kesehatan untuk pembinaan PHBS 13 1. Gerakan Pemberdayaan (Empowerment) Pemberdayaan merupakan proses memosisikan masyarakat agar memiliki peran yang besar (kedaulatan) dalam pengambilan keputusan dan penetapan tindakan yang berkaitan dengan kesehatannya. Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (sasaran) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Oleh sebab itu, sesuai dengan sasarannya dapat dibedakan adanya (a) pemberdayaan individu, (b) pemberdayaan keluarga, dan (c) pemberdayaan kelompok/ masyarakat. Dalam mengupayakan agar sasaran tahu dan sadar, kuncinya terletak pada keberhasilan membuat sasaran tersebut memahami bahwa sesuatu (misalnya Diare) adalah masalah baginya dan bagi masyarakatnya. Sepanjang sasaran yang bersangkutan belum mengetahui dan menyadari bahwa sesuatu itu merupakan masalah, maka sasaran tersebut tidak akan bersedia menerima informasi apa pun lebih lanjut. Saat sasaran telah menyadari masalah yang dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih lanjut tentang masalah yang bersangkutan. Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan fakta-fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau diatasi. Bilamana seorang individu atau sebuah keluarga sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung. Tetapi yang seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pemberdayaan kelompok/ masyarakat melalui pengorganisasian masyarakat (community organization) atau pembangunan masyarakat (community development). Untuk itu, sejumlah individu dan keluarga yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama memecahkan 14 kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih juga memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari dermawan). Di sinilah letak pentingnya sinkronisasi promosi kesehatan dengan program kesehatan yang didukungnya dan program-prgram sektor lain yang berkaitan. Hal-hal yang akan diberikan kepada masyarakat oleh program kesehatan dan program lain sebagai bantuan, hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan sebelumnya. Bantuan itu hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. 2. Bina Suasana (social Support) Bina Suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimana pun ia berada (keluarga di rumah, organisasi siswa/mahasiswa, serikat pekerja/karyawan, orang-orang yang menjadi panutan/ idola, kelompok arisan, majelis agama dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana. Terdapat tiga kategori proses pendekatan bina suasana, yaitu (a) bina suasana individu, (b) bina suasana kelompok, dan (c) bina suasana publik. a. Bina Suasana Individu Bina suasana individu dilakukan oleh individu-individu tokoh masyarakat. Dalam kategori ini tokoh-tokoh masyarakat menjadi individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan. Yaitu dengan mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut (misalnya seorang kepala sekolah atau pemuka agama yang tidak merokok). Lebih lanjut bahkan mereka juga bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu. 15 b. Bina Suasana Kelompok Bina suasana kelompok dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi profesi, organisasi wanita (misalnya PKK), organisasi siswa/mahasiswa, Pramuka, organisasi pemuda, serikat pekerja dan lain-lain. Bina suasana ini dapat dilakukan bersama pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli. Dalam kategori ini kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok yang peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan dapat berupa kelompok tersebut bersedia juga mempraktikkan perilaku yang seperti diperkenalkan, mengadvokasi pihak-pihak terkait dan atau melakukan kontrol sosial terhadap individu-individu anggotanya. c. Bina Suasana Publik Bina suasana publik dilakukan oleh masyarakat umum melalui pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat umum. Dalam kategori ini media massa tersebut peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan. Dengan demikian, maka media massa tersebut lalu menjadi mitra dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang perilaku yang sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat umum atau opini publik yang positif tentang perilaku tersebut. Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang diperkenalkan. 3. Advokasi (Advocay) Advokasi adalah upaya atau proses yang strategi dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-tokoh masyarakat (formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai narasumber (opinion 16 leader), atau penentu kebijakan (norma) atau penyandang dana (termasuk swasta dan dunia usaha). Juga berupa kelompok-kelompok dalam masyarakat dan media massa yang dapat berperan dalam menciptakan suasana kondusif, opini publik dan dorongan (pressure) bagi terciptanya PHBS masyarakat. Advokasi merupakan upaya untuk menyukseskan bina suasana dan pemberdayaan atau proses pembinaan PHBS secara umum. Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu: (1) Mengetahui atau menyadari adanya masalah, (2) Tertarik untuk ikut mengatasi masalah, (3) Peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, (4) Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif pemecahan masalah, dan (5) memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu: a. Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi. b. Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah. c. Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah. d. Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based. e. Dikemas secara menarik dan jelas. f. Sesuai dengan waktu yang tersedia. Advokasi juga akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan, yaitu dengan membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama, dengan melibatkan kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dengan kerjasama, melalui pembagian tugas dan saling-dukung, maka sasaran advokasi akan dapat diarahkan untuk sampai kepada tujuan yang diharapkan. 17 Sebagai konsekuensinya, metode dan media advokasi pun harus ditentukan secara cermat, sehingga kerjasama dapat berjalan baik. 4. Kemitraan Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa dan lain-lain. Kemitraan yang digalang harus berlandaskan pada pada prinsip dasar, yaitu (a) kesetaraan, (b) keterbukaan dan saling menguntungkan. a. Kesetaraan Kesetaraan berarti semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-masing berada dalam kedudukan yang sama. Keadaan ini dapat dicapai apabila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan kekeluargaan, yaitu hubungan yang dilandasi kebersamaan atau kepentingan bersama. Bila kemudian dibentuk struktur hirarkis (misalnya sebuah tim), adalah karena kesepakatan. b. Keterbukaan Di dalam setiap langkah diperlukan adanya kejujuran dari masing-masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai dengan alasan yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu. Pada awalnya hal ini mungkin akan menimbulkan diskusi yang seru layaknya “pertengkaran”. Akan tetapi kesadaran akan kekeluargaan dan kebersamaan, akan mendorong timbulnya solusi yang adil dari “pertengkaran” tersebut. c. Saling menguntungkan Solusi yang adil ini terutama dikaitkan dengan adanya keuntungan yang didapat oleh semua pihak yang terlibat. Dengan demikian PHBS dan kegiatan-kegiatan kesehatan harus dapat dirumuskan keuntuntankeuntuntannya (baik langsung maupun tidak langsung) bagi semua pihak yang terkait. 18 2.2.5 Peraturan-Peraturan Yang Mengatur Kebijakan PHBS 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1529/Menkes/SK/X/2010 Tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa Siaga Aktif Wajib Melaksanakan PHBS 2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2269/Menkes/Per/Xi/2011 Tentang “Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih” Yang berisi: Pasal 1: Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang selanjutnya disebut PHBS sebaĆaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 2: (1) PHBS sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 agar digunakan sebagai acuan bagi semua pemangku kepentingan dalam rangka pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di tatanan rumah tangga, tatanan institusi pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan-tempat umum dan tatanan fasilitas kesehatan. (2) PHBS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah koordinasi Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan. Pasal 3 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan PHBS ini dilakukan oleh: a. Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri serta kementerian dan sektor terkait lainnya; b. Pemerintah Provinsi melalui Dinas Kesehatan Provinsi; c. Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Kesehatan Kabupaten, dan Pemerintah Kota melalui Dinas Kesehatan Kota dengan melibatkan Badan/Dinas/Kantor terkait. Pasal 4: Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 19 2.3.Posyandu 2.3.1. Definisi Posyandu Pos pelayanan terpadu ( posyandu ) adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategi dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi Sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan, keluarga berencana, pusat pelayanan keluarga berencana, serta pos kesehatan yang di kelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian NKKBS ( Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera). 2.3.2. Dasar hukum 1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan dan Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Pos Pelayanan Terpadu 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pembinaan Pos Pelayanan Terpadu 20 2.3.3. Tujuan posyandu Tujuan Umum: Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian lbu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak Balita (AKABA) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Tujuan Khusus: a. Meningkatnya peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA. b. Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelenggaraan Posyandu, terutama berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA. c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA. 2.3.4. Manfaat Posyandu Bagi Masyarakat a. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA. b. Memperoleh layanan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan terutama terkait kesehatan ibu dan anak. c. Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar terpadu dan pelayanan sosial dasar sektor lain terkait. Bagi Kader, pengurus Posyandu dan tokoh masyarakat a. Mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA b. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA 21 Bagi Puskesmas a. Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan perorangan primer dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer. b. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi setempat. c. Mendekatkan akses pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat. Bagi sektor lain a. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan dan sosial dasar lainnya, terutama yang terkait dengan upaya penurunan AKI, AKB dan AKABA sesuai kondisi setempat. b. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing sektor. 2.3.5. Sasaran posyandu 1. Bayi berusia kurang dari 1 tahun 2. Anak balita usia 1 sampai 5 tahun 3. Ibu hamil. Ibu menyusui dan Ibu nifas 4. Pasangan usia subur 2.3.6. Kegiatan posyandu Kegiatan Utama 1. Kesehatan lbu dan Anak (KIA) a. ibu Hamil Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup: i. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, pengukuran tekanan darah, pemantauan nilai status gizi (pengukuran lingkar lenga1 atas), pemberian tablet besi, pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid, pemeriksaan tinggi fundus uteri, temu 22 wicara (konseling) termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (F4K) serta KB pasca pesalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dibantu oleh kader. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas. ii. Untuk lebih meningkatkan kesehatan itu hamil, perlu diselenggarakan Kelas lbu Hamil pada setiap hari buka Posyandu atau pada hari lail sesuai dengan kesepakatan. Kegiatan Kelas ilmu Hamil antara lain sebagai berikut: 1. Penyuluhan: tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan persalinan, persiapan menyusui, KB dan gizi 2. Perawatan payudara dan pemberian ASI 3. Peragaan pola makan ibu hamil 4. Peragaan perawatan bayi baru lahir 5. Senam ibu hamil b. lbu Nifas dan Menyusui Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup: i. Penyuluhan/konseling kesehatan, KB pasca persalinan, lnisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI eksklusif dan gizi. ii. Pemberian 2 kapsul vitamin A warna merah 200.000 Sl (1 kapsul segera setelah melahirkan dan 1 kapsul lagi 24 jam setelah pemberian kapsul pertama). iii. Perawatan payudara. iv. Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara, pemeriksaan tinggi fundus uteri (rahim) dan pemeriksaan lochia oleh petugas kesehatan. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas. c. Bayi dan Anak balita Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup: i. Penimbangan berat badan 23 ii. Penentuan status pertumbuhan iii. Penyuluhan dan konseling iv. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas. 2. Keluarga Berencana (KB) Pelayanan KB di Posyandu yang dapat diberikan oleh kader adalah pemberian kondom dan pemberian pil ulangan. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dapat dilakukan pelayanan suntikan KB dan konseling KB. Apabila tersedia ruangan dan peralatan yang menunjang serta tenaga yang terlatih dapat dilakukan pemasangan IUD dan implant. 3. lmunisasi Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan oleh petugas Puskesmas. Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan program terhadap bayi dan ibu hamil. 4. Gizi Pelayanan gizi di Posyandu dilakukan oleh kader. Jenis pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan dan konseling gizi, pemberian makanan tambahan (PMT) lokal, suplementasi vitamin A dan tablet Fe. Apabila ditemukan ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK), balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-turut atau berada di bawah garis merah (BGM), kader wajib segera melakukan rujukan ke Puskesmas atau Poskesdes. 5. Pencegahan dan Penanggulangan Diare Pencegahan diare di Posyandu dilakukan dengan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penanggulangan diare di Posyandu dilakukan melalui pemberian oralit. Apabila diperlukan penanganan lebih lanjut akan diberikan obat Zinc oleh petugas kesehatan. 24 Kegiatan Pengembangan/Tambahan Dalam keadaan tertentu masyarakat dapat menambah kegiatan Posyandu dengan kegiatan baru, di samping 5 (lima) kegiatan utama yang telah ditetapkan. Kegiatan baru tersebut misalnya: 1. perbaikan kesehatan lingkungan 2. pengendalian penyakit menular 3. program pembangunan masyarakat desa lainnya. Pada saat ini telah dikenal beberapa kegiatan tambahan Posyandu yang telah diselenggarakan antara lain: 1. Bina Keluarga Balita (BKB). 2. Kelas lbu Hamil dan Balita. 3. Penemuan dini dan pengamatan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB), misalnya: lnfeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), Demam Berdarah Dengue (DBD), gizi buruk, Polio, Campak, Difteri, Pertusis, Teta11us Neonatorum. 4. Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). 5. Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD). 6. Penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman (PABPLP). 7. Program diversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan, melalui Taman Obat Keluarga (TOGA). 8. Kegiatan ekonomi produktl, seperti: Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (U P2K), usaha simpan pinjam. 9. Tabungan lbu Bersalin (Tabulin), Tabungan Masyarakat (Tabu mas). 10. Kesehatan lanjut usia melalui Bina Keluarga Lansia (BKL). 11. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). 12. Pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil dan penyandang masalah kesejahleraan sosial. 25 2.3.7. Lokasi atau letak posyandu Lokasi posyandu hendaknya ditempat yang mudah didatangi oleh masyarakat, yang ditentukan oleh masyarakat sendiri. Letak posyandu bias merupakan lokasi tersendiri. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan dirumah penduduk, Balai Rakyat, Pos RT/RW, atau pos lainnya 2.3.8. Kedudukan 1. Kedudukan Posyandu Terhadap Pemerintahan Desa/Kelurahan Pemerintahan desa/kelurahan adalah instansi pemerintah yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan di desa/kelurahan. Kedudukan Posyandu terhadap pemerintahan desa/kelurahan adalah sebagai wadah pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dan sosial dasar lainnya yang secara kelembagaan dibina oleh pemerintahan desa/kelurahan. 2. Kedudukan Posyandu Terhadap Kelompok Kerja (Pokja) Posyandu Pokja Posyandu adalah kelompok kerja yang tugas dan fungsinya mempunyai keterkaitan dalam pembinaan, penyelenggaran/pengelolaan Posyandu yang berkedudukan di desa/kelurahan. Kedudukan Posyandu terhadap Pokja adalah sebagai satuan organisasi yang mendapat binaan aspek administratif, keuangan, dan program dari Pokja. 3. Kedudukan Posyandu Terhadap Berbagai UKBM UKBM adalah bentuk umum wadah pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, yang salah satu di antaranya adalah Posyandu. Kedudukan Posyandu terhadap UKBM dan berbagai lembaga kemasyarakatan /LSM desa/kelurahan yang bergerak di bidang kesehatan adalah sebagai mitra. 4. Kedudukan Posyandu Terhadap Forum Peduli Kesehatan Kecamatan Forum Peduli Kesehatan Kecamatan adalah wadah pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat di kecamatan yang berfungsi menaungi dan mengkoordinasikan setiap UKBM. Kedudukan Posyandu terhadap Forum 26 Peduli Kesehatan Kecamatan adalah sebagai satuan organisasi yang mendapat arahan dan dukungan sumberdaya dari Forum Peduli Kesehatan Kecamatan. 5. Kedudukan Posyandu Terhadap Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab melaksanakan pembangunan kesehatan di kecamatan. Kedudukan Posyandu terhadap Puskesmas adalah sebagai wadah pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang secara teknis medis dibina oleh Puskesmas. 2.3.9. Pengorganisasian Struktur Organisasi Struktur organisasi Posyandu ditetapkan oleh musyawarah masyarakat pada saat pembentukan Posyandu. Struktur organisasi tersebut bersifat fleksibel, sehingga dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi, permasalahan dan kemampuan sumberdaya. Struktur organisasi minimal terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara serta kader Posyandu yang merangkap sebagai anggota. Kemudian dari beberapa Posyandu yang ada di suatu wilayah (desa/kelurahan atau dengan sebutan lain), selayaknya dikelola oleh suatu Unit/Kelompok Pengelola Posyandu yang keanggotaannya dipilih dari kalangan masyarakat setempat. Unit Pengelola Posyandu tersebut dipimpin oleh seorang ketua, yang dipilih dari para anggotanya. Bentuk organisasi Unit Pengelola Posyandu, tugas dan tanggung jawab masing masing unsur Pengelola Posyandu, disepakati dalam Unit/Kelompok Pengelola Posyandu bersama masyarakat setempat. Contoh alternatif Bagan Kepengurusan Pengorganisasi Posyandu di desa/kelurahan atau sebutan lainnya sebagai berikut: 27 Pengelola Posyandu Pengelola Posyandu adalah unsur masyarakat, lembaga kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga mitra pemerintah, dan dunia usaha yang dipilih, bersedia, mampu, dan memiliki waktu dan kepedulian terhadap pelayanan sosial dasar masyarakat di Posyandu. Pengelola Posyandu dipilih dari dan oleh masyarakat pada saat musyawarah pembentukan Posyandu. Kriteria pengelola Posyandu antara lain sebagai berikut: 1. Diutamakan berasal dari para dermawan dan tokoh masyarakat setempat. 2. Memiliki semangat pengabdian, berinisiatif tinggi dan mampu memotivasi masyarakat. 3. Bersedia bekerja secara sukarela bersama masyarakat. Kader Posyandu Kader Posyandu yang selanjutnya disebut kader adalah anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan Posyandu secara sukarela. 2.3.10. Alasan pendirian posyandu 1. Posyandu dapat memberikan pelayan kesehatan, khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan PPPK sekaligus dengan pelayanan KB 28 2. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan keluarga berencana 2.3.11. Pembentukan posyandu Posyandu dibentuk dari pos – pos seperti 1. Pos penimbangan balita 2. Pos Imunisasi 3. Pos keluarga berencana desa 4. Pos kesehatan 2.3.12. Persyaratan pembentukan posyandu Penduduk RW setempat dengan kriteria 1. Paling sedikit terdapat 100 orang balita 2. Terdiri atas 120 kepala keluarga 3. Disesuaikan dengan kemampuan petugas kesehatan 4. Jarak antara kelompok rumah, serta jumlah KK dalam satu tempat atau kelompok tidak terlalu jauh 2.3.13. Langkah – langkah Pembentukan Posyandu dibentuk oleh masyarakat desa/kelurahan, Pendirian Posyandu ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa/Lurah. Pembentukan Posyandu bersifat fleksibel, dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, permasalahan dan kemampuan sumber daya. Langkah-langkah pembentukan Posyandu dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 29 1. Pendekatan Internal Tujuan pendekatan internal adalah mempersiapkan para petugas/aparat, sehingga bersedia dan memiliki kemampuan mengelola serta membina Posyandu. Dalam upaya untuk meningkatkan layanan secara profesional, Pimpinan Puskesmas harus memberikan motivasi dan keterampilan para petugas Puskesmas sehingga mampu bekerja bersama untuk kepentingan masyarakat. Untuk ini, perlu dilakukan berbagai orientasi dan pelatihan dengan melibatkan seluruh petugas Puskesmas. 2. Pendekatan Eksternal Tujuan pendekatan eksternal adalah mempersiapkan masyarakat, krususnya tokoh masyarakat, sehingga bersedia mendukung penyelenggaraan Posyandu. Untuk ini perlu dilakukan berbagai pendekatan dengan tokoh masyarakat yang bertempat tinggal di daerah setempat. Jika di daerah tersebut telah terbentuk Forum Peduli Kesehatan Kecamatan, pendekatan eksternal ini juga dilakukan bersama dan atau mengikutsertakan Forum Peduli Kesehatal Kecamatan. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan material, seperti kesepakatan dan, persetujuan masyarakat, bantuan dana, tempat penyelenggaraan serta peralatan Posyandu. 3. Survei Mawas Diri (SMD) Tujuan SMD adalah menimbulkan rasa memiliki masyarakat (sense of belonging) melalui penemuan sendiri masalah yang dihadapi serta potensi yang dimiliki. SMD dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan bimbingan petugas Puskesmas, aparat pemerintahan desa/kelurahan. dan Forum Peduli Kesehatan Kecamatan (Jika sudah te-bentuk). Untuk itu sebelumnya perlu dilakukan pemilihan dan pelatihan anggota masyarakat yang dinilai mampu melakukan SMD seperti guru, anggota Pramuka, kelompok dasawisma, PKK, anggota karang taruna, murid sekolar atau kalangan berpendidikan lainnya yang ada di desa/kelurahan. Pelatihan yang diselenggarakan mencakup penetepan responden, metode wawancara sederhana, penyusunan dan pengisian daftar pertanyaan serta pengolahan hasil pengumpulan data. Pengumpulan data dengan cara wawancara dilakukan terhadap sekurang-kurangnya 30 (tiga 30 puluh) kepala keluarga yang terpilih secara acak dan bertempat tinggal di lokasi yang akan dibentuk Posyandu. Hasil dari SMD adalah data tentang masalah kesehatan serta potensi masyarakat yang ada di desa/kelurahan. 4. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) lnisiatif penyelenggaraan MMD adalah para tokoh masyarakat yang mendukung pembentukan Posyandu atau Forum Peduli Kesehatan Kecamatan (jika telah terbentuk). Peserta MMD adalah anggota masyarakat setempat. Materi pembahasan adalah hasil SMD serta data kesehatan lainrya yang mendukung. Hasil yang diharapkan dari MMD adalah ditetapkannya daftar urutan masalah dan upaya kesehatan yang akan dilakukan, yang disesuaikan dengan konsep Posyandu yakni KIA, KB, imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare. Jika masyarakat menetapkan masalah dan upaya kesehetan lain di luar konsep Posyandu, masalah dan upaya kesehatan tersebut tetap dimasukkan dalam daftar urutan. 5. Pembentukan dan Pemantauan Kegiatan Posyandu Pembentukan dan pemantauan kegiatan Posyandu dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: a. Pemilihan Pengurus dan Kader Posyandu Pemilihan pengurus dan kader Posyandu dilakukan melalui pertemuan khusus dengan mengundang para tokoh dan anggota masyarakat terpilih. Undangan dipersiapkan oleh Puskesmas dan ditandatangani oleh Kepala Desa/Lurah. Pemilihan dilakukan secara musyawarah mufakat sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku. b. Orientasi Pengurus dan Pelatihan Kader Posyandu Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengurus dan kader terpilih perlu diberikan orientasi dan pelatihan. Orientasi ditujukan kepada pengurus Posyandu dan pelatihan ditujukan kepada kader Posyandu yang keduanya dilaksanakan oleh Puskesmas sesuai dengan pedoman orientasi dan pelatihan yang berlaku. Pada waktu menyelenggarakan orientasi pengurus, sekaligus disusun rencana kerja (Plan of Action) Posyandu yang akan dibentuk, lengkap 31 dengan waktu dan tempat penyelenggaraan, para pelaksana dan pembagian tugas serta sarana dan prasarana yang diperlukan. c. Pembentukan dan Peresmian Posyandu Pengurus dan kader yang telah mengikuti orientasi dan pelatihan, selanjutnya mengorganisasikan diri ke dalam wadah Posyandu. Kegiatan utama Posyandu ada 5 (lima) yakni KIA, KB, imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare. Jika kegiatan tersebut ditambah sesuai dengan kesepakatan masyarakat misalnya kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, Bina Keluarga Balita (BKB) dan Pembinaan Anak Usia Dini (PAUD), Posyandu tersebut disebut dengan nama "Posyandu Terintegrasi". Peresmian Posyandu dilaksanakan dalam suatu acara khusus yang dihadiri oleh pimpinan daerah, tokoh serta anggota masyarakat setempat. d. Penyelenggaraan dan Pemantauan Kegiatan Posyandu Setelah Posyandu resmi dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan Posyandu secara rutin, berpedoman pada panduan yang berlaku. Secara berkala kegiatan Posyandu dipantau oleh Puskesmas, yang hasilnya dipakai sebagai masukan untuk perencanaan dan pengembangan Posyandu selanjutnya secara lintas sektoral 32 BAB III PENUTUP 3.1.Kesimpulan Perilaku kesehatan adalah suatu seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan, dimana perilaku mempengaruhi terciptanya suatu perilaku hidup bersih dan sehat dan mendukung peningkatan suatu mutu pelayanan di posyandu. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau yang sering disebut PHBS merupakan semua perilaku yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan dimasyarakat yang memiliki sasaran dan tatanan dalam lingkup masyarakat, pendidikan, tempat kerja, tempat umum, dan fasilitas pelayanan kesehatan dan menghasilkan peningkatkan Memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan cara olahraga teratur dan hidup sehat, Menghilangkan kebudayaan yang beresiko menimbulkan penyakit, Usaha melindungi diri dari ancaman yang menimbulkan penyakit, Berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu sendiri adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategi dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini yang di atur dalam peraturan – peraturan dilaksanakan untuk menunjang percepatan penurunan Angka Kematian lbu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak Balita (AKABA) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat. 33 3.2.Saran Diharapkan para mahasiswa terutama di bidang kesehatan dapat lebih memahami dan menerapkan suatu sistem kebijakan kesehatan nasional lebih cermat agar suatu kebijakan kesehatan nasional itu dapat terselenggara sesuai dengan aturan yang di tetapkan. 34 DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, 2007. Buku Saku Rumah Tangga Sehat dengan PHBS, Pusat Promosi Kesehatan, Jakarta:2007 Depkes RI, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan dan Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan, Jakarta 2013 Farich, Achmad. 2012. Manajemen pelayanan kesehatan masyarakat. Yogyakarta:Gosyen Publishing Kemkes RI, 2011. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Kemkes RI, Jakarta:2011 http://www.promkes.kemkes.go.id/phbs Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Umum Pengelola Posyandu . Jakarta : Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan RI. 2012. Ayo ke Posyandu Setiap Bulan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI Mubarak, Wahid dan Nurul Chayatin. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Salrmba Medika 35