Uploaded by User15323

KELOMPOK 1

advertisement
TUGAS MATA KULIAH EKOLOGI DAN KESEHATAN PESISIR
SEPULUH PENYAKIT TERBESAR MENURUT KETINGGIAN WILAYAH
di susun oleh
KELOMPOK 1 KELAS D EKOLOGI DAN KESEHATAN PESISIR
TOMAS JALU PUTRANTO
25010115140287
VINI NUR PURI HANDAYANI
25010115120147
VITA PERMATASARI
25010115130278
WINDAYANI SITINDAON
25010115120028
YOSHEF ARIEKA MARCHEL
25000117183020
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
1
A. Sepuluh besar penyakit di wilayah dengan ketinggian 0 – 50 mpdl
pada wilayah kerja Puskesmas Srandakan. Kabupaten Bantul, Provinsi
Daerah Istimewa Yogjakarta.. Puskesmas Srandakan berada di pusat
kecamatan di
Jalan
Raya Srandakan
No 96, Dusun Srandakan, Desa
Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Kecamatan Srandakan
merupakan dataran rendah yang berada di ketinggian 8 mpdl. Dengan
ketinggian seperti ini, maka pola sepulub penyakit terbesar adalah
1. Diabetes Meliitus
2. Hipertensi
3. Infeksi Saluran Pernafasan Akut
4. Dispepsia
5. Myalgia
6. Luka terbuka mengenai berbagai daerah tubuh / cidera
7. Demam
8. Ginggivitis dan penyakitPeridintal / karies gigi
9. Sakit Kepala
10. Asma
Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Srandakan Kabupaten Bantul, 2013
B. Sepuluh besar penyakit di wilayah dengan ketinggian 50– 200 mpdl
Di Kecamatan Kebon Jeruk, Kota Adminitratif Jakarta Barat
Wilayah Kecamatan Kebon Jeruk merupakan salah satu kecamatan di kota
adminitratif Jakarta barat yang mempunyai tujuh kelurahan. Wilayah
kevamatan kebon jeruk mempunyai ketinggaian 100 mpdl. Dengan
ketinggian 100 mpdl, wilayah kecamatan Kebon Jeruk mempunyai sepuluh
besar penyakit sebagai berikut :
1. ISPA
2. Hipertensi
3. Penyakit Infeksi Usus
4. Penyakit Muskoloskeletal
5. Penyakit Kulit Alergi
6. Gingivitis
2
7. Diare
8. Penyakit Rongga Mulut
9. Penyakit Kulit Infeksi
10. Tuberkulosis
Keterangan Penyakit
1. ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut sering disingkat dengan ISPA.Istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections
(ARI).ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan
akut dengan pengertian (Yudarmawan, 2012), sebagai berikut: Infeksi
adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran
pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ
adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk
dalam saluran pernapasan (respiratory tract).
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.
Menurut WHO (2007), Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan
oleh ageninfeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya
gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa
hari.
Menurut Depkes RI (2005), Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
adalah penyakit Infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau
lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura.
3
2. Hipertensi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari
140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat
(tenang). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai
tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg.
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang.Faktor pemicu hipertensi
dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga,
jenis kelamin, dan umur.Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan
yang mengandung natrium dan lemak jenuh.
Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan
jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain
yang berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal
dan jantung yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian.Hipertensi
atau yang disebut the silent killer yang merupakan salah satu faktor resiko
paling berpengaruh penyebab penyakit jantung (cardiovascular).
3. Infeksi Penyakit Usus
Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoamerupakan salah satu
masalah
kesehatan
masyarakat
yangpenting
di
negara-negara
berkembang, khususnya didaerah tropis dan subtropis dan Indonesia
merupakannegara yang beriklim tropis. Sekitar 3,5 miliarpenduduk dunia
pernah terinfeksi, 450 juta diantaranya menjadi sakit dan sekitar 50.000
jiwameninggal setiap harinya. Prevalensi infeksi protozoausus terutama di
daerah tropis adalah 50-60% daripopulasi yang ada di dunia, dan sebagian
besarmenginfeksi anak-anak (Depary, 1985; Anonim, 1998).
Protozoa usus biasanya ditularkan melalui makananatau air minum yang
tercemar oleh parasit yangterdapat pada tinja, sisa kotoran organik,
4
maupun yangdibawa oleh binatang perantara seperti lalat, lipas,dan tikus.
Cara penularan infeksi parasit ini sangatberhubungan dengan sanitasi
lingkungan yang buruk serta sikap dan kebiasaan masyarakat yang kurang
baikpada tingkat sosial ekonomi yang rendah, dan air yang tidak aman
(Brown & Neva, 1994; Bartram et al., 2010).
Infeksi protozoa usus dapat terjadi pada semua golongan umur dan jenis
kelamin. Selain karena sanitasi lingkungan yang buruk, infeksi parasit
usus juga dipengaruhi oleh higienitas perseorangan dan kesadaran yang
rendah akan tindakan pencegahan pada penularan parasit yang merupakan
faktor paling penting dalam penularan infeksi protozoa (Marwoto et al.,
1990).
4. Muskoloskeletal
Menurut Occupational Health and Safety Council of Ontario(OHSCO)
tahun 2007, Keluhan muskuloskeletal adalah serangkaian sakitpada
tendon, otot, dan saraf.Aktifitas dengan tingkat pengulangan tinggidapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan sehingga dapat menimbulkanrasa
nyeri dan rasa tidak nyaman pada otot. Keluhan musculoskeletal
dapatterjadi walaupun gaya yang dikeluarkan ringan dan postur kerja
yangmemuaskan.
Keluhan muskuloskeletal atau gangguan otot rangka merupakankerusakan
pada otot, saraf, tendon, ligament, persendian, kartilago, dandiscus
invertebralis.Kerusakan pada otot dapat berupa ketegangan otot,inflamasi,
dan degenerasi.Sedangkan kerusakan pada tulang dapat berupamemar,
mikro faktur, patah, atau terpelintir (Merulalia, 2010).
Musculoskeletal disorder adalah gangguan pada bagian otot skeletalyang
disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang
danterus
menerus
dalam
jangka
waktu
yang
lama
dan
akan
menyebabkankeluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon
(Rizka, 2012).
Berdasarkan pada definisi yang telah diungkapkan dari beberapa sumber,
dapat disimpulkan bahwa musculoskeletal disorders (MSDs) adalah
5
serangkaian gangguan yang dirasakan pada bagian otot, tendon, saraf,
persendian yang menimbulkan rasa nyeri dan ketidaknyamanan akibat
dari aktifitas yang berulang-ulang (repetitive) dalam jangka waktu yang
lama.
5. Penyakit Kulit Alergi
The World Allergy Organization (WAO) pada Oktober 2003 telah
menyampaikan revisi nomenklatur penyakit alergi untuk digunakan secara
global.Penyakit
Kulit
Alergi
adalah
reaksi
hipersentivitas
yang
diperantarai oleh mekanisme imunologi. Pada keadaan normal mekanisme
pertahanan tubuh baik humoral maupun selular tergantung pada aktivasi
sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan
mekanisme ini akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang
disebut reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas sendiri berarti gejala
atau tanda yang secara objektif dapat ditimbulkan kembali dengan diawali
oleh pajanan terhadap suatu stimulus tertentu pada dosis yang ditoleransi
oleh
individu
yang
normal.Menurut
Gell
dan
Coombs,
reaksi
hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe I, II, III dan
IV.Reaksi hipersensitivitas tipe I yang disebut juga reaksi anafilaktik atau
reaksi alergi.
6. Gingivitis
Gingivitis merupakan proses peradangan didalam jaringan periodonsium
yang terbatas pada gingiva, yang disebabkan oleh mikroorganisme yaang
membentuk suatu koloni serta membentuk plak gigi yang melekat pada
tepi gingival. Gingivitis adalah peradangan gingiva.Pada kondisi ini tidak
terjadi kehilangan perlekatan.Pada pemeriksaan klinis terdapat gambaran
kemerahan di margin gingiva, pembengkakan dengan tingkat yang
bervariasi, perdarahan saat probing dengan tekanan ringan dan perubahan
bentuk gingiva.Peradangan gingiva tidak disertai rasa sakit.Peradangan
gingiva disebabkan oleh factor plak maupun non-plak. Namun peradangan
gingiva tidak selalu disebabkan oleh akumulasi plak pada permukaan gigi,
6
dan peradangan gingiva yang tidak disebabkan oleh plak sering
memperlihatkan gambaran klinis yang khas.Keadaan ini dapat disebabkan
beberapa penyebab, seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus atau
jamur yang tidak berhubungan dengan peradangan gingiva yang
berhubungan dengan plak dan peradangan gingiva karena faktor genetik.
7. Diare
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih
lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam
24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikansebagai
pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja
normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010). Menurut
Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja
lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24
jam.Sedangkan menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air
dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24
jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama
dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi
dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
8. Penyakit Rongga Mulut
Gangguan di daerah rongga mulut dibedakan menjadi 3 macam yaitu : (1)
Perkembanaan yang abnormal dan gangguan yang bersifat kongenital (2)
Abnormalitas herediter serta (3) Lesit perolehan. Gangguan kongenital
bisa berupa : fisura, celah mulut (cleft), pigmentasi yang lain dari
biasanya, serta kelainan fisiologis. Meskipun relatif jarang, kelainan
tersebut bisa saja muncul dan menjadi keluhan pemilik hewan.Bibir :
Beberapa ras anjing memiliki fisura mulut (rima oris) lebih kecil dari pada
ras lainnya dan menyebabkan peka terhadap cheilitis (radang bibir).
Sebagai contoh : ras Spaniel memiliki lipatan bibir lateral yang spesifik
dan dapat berkembang menjadi cheilitis. Lidah : Gangguan kongenital
7
dapat berupa "protrusio lateralis" yang tidak terlihat tanpa lidah
dijulurkan. Masalah ini meskipun tidak mengganggu proses makan dan
tidak menyebabkan gangguan yang berarti, kadang-kadang dokter hewan
perlu
melakukan
eksisi
untuk
mengkoreksi
kelainan
tersebut.
Abnormalitas yang bersifat herediter dibagian mulut dapat berupa :
Harelip, bibir atas yang tertarik, Rahang bawah yang terlalu panjang
(brachignatismus), jumlah gigi yang tidak sesuai (oligodontia), rahang
bawah yang terlalu pendek (prognatismus), hipertropi gusi keturunan dan
gigi desiduata yang menetap. Lesi perolehan disertai infeksi kuman
saprofit dan patogenik sering terjadi pada anjing.Infeksi tersebut biasanya
berhubungan dengan kejadian supurasi, nekrosis, hiperplasia epitel,
pembentukan jaringan granulasi dan fistula.
9. Penyakit Kulit Infeksi
Penyakit kulit yang disebabkan infeksi jamur atau dermatomikosis
merupakan penyakit yang sering dijumpai terutama di negara tropis
karena udara yang lembab dan panas sepanjang tahun sangat cocok bagi
berkembangnya penyakit jamur khususnya mikosis superfisialis. Salah
satu bentuk dermatomikosis adalah onikomikosis (Budi,2008). Istilah
onikomikosis diambil dari bahasa Greek yaitu “onyx” kuku dan “mykes”
yang bermaksud jamur (Kashyap,2007).
Secara tradisionalnya, istilah onikomikosis hanya digunakan untuk infeksi
jamur nondermatofita.Tetapi sekarang, onikomikosis adalah sebuah istilah
umum yang menunjukkan kelainan kuku akibat infeksi semua jenis jamur.
Istilah Tinea unguium secara spesifiknya menunjukkan kelainan kuku
yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita saja (Kashyap,2007).
Onikomikosis kebanyakan terjadi pada orang yang mempunyai riwayat
trauma kuku sebelumnya, orang yang immunocompromised seperti
menderita Diabetes Mellitus atau HIV dan kanak-kanak yang menderita
Down Syndrome (Berker,2009).
8
10. Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman
TBC
(Mycobacterium
tuberculosis)
(Kemenkes
RI,
2013).Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru.Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya termasuk meninges, ginjal, tulang,
dan nodus limfe (Smeltzer & Bare, 2002).Tuberkulosis merupakan infeksi
bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan
ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan
oleh hipersensifitas yang diperantarai sel (cell-mediated hypersensitivity)
(Wahid dan Suprapto, 2014).
C. Sepuluh besar penyakit di wilayah dengan ketinggian 200 – 500 mpdl
di Kabupaten Bogor
I.
Deskripsi Wilayah
Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas 298.838,304 Ha. Secara
geografis terletak antara 6 18’0’’LU - 6 47’10’’ LS dan 106 23’45’’ - 107
13’30’’ Bujur Timur dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari
dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di
bagian selatan, yaitu sekitar 29,28 % berada pada ketinggian 15 - 100
meter di atas permukaan laut (dpl), 42,62% berada pada ketinggian 100 500 meter dpl, 19,53% berada pada ketinggian 500 - 1.000 meter dpl,
8,43% berada pada ketinggian 1.000 - 2.000 meter dpl dan 0,22% berada
pada ketinggian 2.000 - 2.500 meter dpl.
II. Daftar Sepuluh Penyakit di Kabupaten Bogor
1.
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah (DBD) merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopichtus dan penyakit ini ada di
sepanjang tahun di Kabupaten Bogor mengingat :

Kabupaten Bogor merupakan daerah lintas batas dengan
daerah endemis (DKI
9

Jakarta, Tangerang dan Bekasi)

Mobilitas penduduk yang cukup tinggi

Kepadatan penduduk yang cukup tinggi

Angka Bebas Jentik (ABJ) rata-rata masih dibawah 95 %.
Kasus penyakit DBD di Kabupaten Bogor pada Tahun 2015
sebanyak 1.428 kasus yang kesemuanya ditangani (100%), sesuai
dengan dengan target SPM 2015 sebesar 100%. Adapun jumlah
kematian sebanyak 27 orang yang tersebar di 14 kecamatan antara
lain Tenjolaya, Tamansari, Cigombong, Ciawi, Cisarua, Cileungsi,
Gunung Putri, Bojong Gede, Kemang, Rancabungur, Parung,
Gunung Sindur, Cigudeg, dan Sukajaya.
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah penderita DBD selama
kurun waktu 5 tahun terakhir cenderung mengalami Fluktuatif,
jumlah penderita DBD tahun 2011 sebesar 824 orang dan tahun
2015 meningkat tajam menjadi 1.428 orang, begitupula dengan
CFR yang meningkat cukup signifikan, 0,97 pada tahun 2011
menjadi 1,89 pada Tahun 2015. Peningkatan CFR ini menunjukkan
adanya keterlambatan penanganan kasus DBD baik di masyarakat
maupun di pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Kabupaten Bogor.
2. Filariasis
Filariasis atau biasa disebut dengan penyakit Kaki Gajah
merupakan penyakit menular yang mengenai saluran dan kalenjar
10
limfe yang disebabkan oleh
cacing filarial Wuchereria bancrofti,
Brugia malayi dan Brugia timori dan ditularkan
oleh nyamuk
Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres sebagai vector
agent pembawa microfilaria.
Suatu daerah dikatakan endemis filaria apabila di daerah tersebut
ditemukan kasus filaria kronis, kemudian setelah dilakukan Survei
Darah Jari (SDJ) diperoleh angka mikrofilaria rate >1%. Daerah
endemis biasanya berupa dataran rendah berawa-rawa, lingkungan
hutan atau kebun yang tidak terawat dan pada umumnya terdapat di
daerah pedesaan, namun filariasis juga telah
merambah kedaerah
perkotaan.
Gejala dari penderita filariasis antara lain demam berulang-ulang
selama 3-5 hari dan adanya pembengkakan di beberapa bagian tubuh
misalnya pada tangan, kaki dan daerah kemaluan yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas (limfedema dini).
Pada Tahun 2015 diketemukannya jumlah kasus baru di
Kabupaten Bogor sebanyak 37 kasus (perempuan dan laki-laki) dari
seluruh kasus sampai dengan tahun 2015 sebanyak 93 kasus (39 kasus
pada laki-laki) dan (54 kasus pada perempuan).
3. Diare
Menurut laporan dari puskesmas Tahun 2015 jumlah kasus diare
yang ditemukan di puskesmas sebanyak 159.407 orang, jumlah kasus
diare yang diperkirakan ditemukan di Kabupaten Bogor sejumlah
159.721 kasus, dengan demikian cakupan penemuannya adalah 99,8%,
hampir mencapai target SPM 2015 sebesar 100% dan seluruhnya telah
mendapatkan penanganan.
Ditinjau dari jumlah kasus diare, puskesmas yang terbanyak
penderita diarenya adalah Puskesmas Cibinong yaitu 10.002 orang
dengan angka Insiden Rate (IR) sebesar 1,9 kasus/1000 penduduk,
sedangkan yang terkecil adalah Puskesmas Cariu yaitu sebesar 1.470
11
orang dengan angka IR nya sebesar 0,3 kasus/1000 penduduk. Jumlah
penderita diare di Cibinong yang cukup tinggi mungkin disebabkan
oleh perilaku masyarakatnya yang kurang menjaga kebersihan, untuk
itu program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) perlu
ditingkatkan kembali agar perilaku dan kesadaran masyarakat dapat
berubah sesuai dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di rumah
tangga.
4. ISPA (Pneumonia)
Beberapa wilayah di Kabupaten Bogor merupakan daerah
industri dan perumahan padat, diperberat dengan makin kompleksnya
permasalahan lingkungan membuat penderita ISPA di Kabupaten
Bogor cukup tinggi. Hal ini dipengaruhi pula angka kepadatan
penduduk di Kabupaten Bogor yang cukup tinggi yaitu 17,11 Jiwa/Km2
yang memperberat potensi peningkatan kasus ISPA.
Tingginya angka kepadatan penduduk di Kabupaten Bogor serta
sanitasi lingkungan juga kurang baik maka akan mempermudah
penularan penyakit ISPA. Menurut laporan dari puskesmas, perkiraan
kasus ISPA (Pneumonia) ditemukan di Kabupaten Bogor sejumlah
53.893 kasus dan jumlah penderita ISPA. Tahun 2015 sebanyak 16.725
kasus, dengan demikian cakupan penemuan sebesar 31,0%, masih jauh
dari target SPM Tahun 2015 sebesar 100%. Kasus pneumonia yang
ditemukan terdiri dari 744 orang (4,44%) kasus pneumonia berat dan
16.564 orang (99,04%) kasus pneumonia, dari seluruh kasus tersebut
4.290 kasus (25,65%) menyerang bayi dan 7.929 kasus (47,41%)
menyerang anak balita dengan keseluruhan kasus (100%) telah
tertangani.
5. TB Paru
Tuberkulosis
(TB)
merupakan
penyakit
menular
yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit
ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB.
12
Bersama dengan Malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu
penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam
MDGs.
Jumlah perkiraan kasus TB Paru berdasarkan laporan khusus
TB Paru dari puskesmas Tahun 2015 tercatat 5.704 kasus baru, dimana
sekitar 3.883 kasus merupakan kasus baru dengan BTA Positif.
Prevalensi di Kabupaten Bogor 152/100.000 penduduk di Tahun 2013
(laporan khusus TB Paru 2013) Laporan dari Puskesmas menyebutkan
bahwa jumlah penderita TB Paru BTA (+) di Kabupaten Bogor Tahun
2015 sebanyak 3.008 orang ditambah dengan penderita yang dilaporkan
oleh RS Paru Gunawan Widagdo sebanyak 160 orang,
RSUD Ciawi sebanyak 140 orang, RSUD Cibinong sebanyak
251 orang, RSUD Leuwiliang sebanyak 110 orang, RSUD Cileungsi
sebanyak 68 orang, RS Citama sebanyak 64 orang, RS Dompet Dhuafa
sebanyak 60 orang, UPT Kesehatan Kerja sebanyak 10 orang, dan
Lapas Cibinong sebanyak 12 orang sehingga total 3.883 orang
(CDR=68,07%), angka ini masih dibawah target SPM Tahun 2015
sebesar 100%, namun jika dibandingkan dengan target MDGs tahun
2015 sebesar 70%, angka CDR di Kabupaten Bogor sudah mencapai
target. Angka penemuan penderita TB paru BTA (+) Tahun 2015
sebesar 3.883 orang (68,07%) menurun jika dibandingkan dengan
Tahun 2013 sebanyak 4.009 orang (73,32%).
6. Kusta
13
Prevalensi kusta di Kabupaten Bogor selama periode 2011-2015
cenderung berfluktuatif, 0,62% (2011) menjadi 0,60% pada Tahun
2015.
Penderita kusta pada Tahun 2015 sejumlah 320 orang, terdiri
dari 301 (94,06%) tipe kusta MB dan 19 orang (5,94%) tipe kusta PB.
Sejumlah 29 orang (15,68%) kusta tipe MB+PB adalah penderita cacat
tingkat II, hal ini perlu mendapatkan perhatian karena cacat tersebut
akan berpengaruh terhadap produktifitas mereka. Penderita kusta yang
sudah RFT (Release From Treatment) pada Tahun 2015 sejumlah 220
penderita, terdiri dari 204 orang kusta tipe MB dan 16 orang kusta tipe
PB.
7. HIV/AIDS
Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang
berbatasan langsung dengan ibukota negara dan merupakan daerah
dengan pertumbuhan penduduk/migrasi penduduk, industri dan
pariwisata yang sangat pesat sehingga mempunyai resiko tinggi untuk
penularan HIV/AIDS. Pengaruh dari pertumbuhan tersebut terhadap
kehidupan masyarakat adalah kehidupan sosial, yang berakibat pada
perubahan sikap dan perilaku baik dalam pergaulan yang mengarah
pada penggunaan obat-obat terlarang maupun terhadap norma-norma
antar jenis kelamin sehingga kelompok ini mempunyai resiko yaitu
tertularnya penyakit yang disebabkan oleh hubungan seksual dan
penggunaan alat suntik dari pemakaian obat-obat terlarang, oleh sebab
itu semakin banyak ditemukan penderita HIV positif dan semakin
meningkatnya kasus sifilis pada kelompok resiko tinggi terutama pada
penasun (pengguna narkoba suntik) dan WPS (Wanita Pekerja Seks).
Mengingat fakta resiko penyebaran yang tinggi dan untuk
mengetahui besarnya penyakit tersebut perlu dilakukan kegiatan sero
survey setiap tahun. Kegiatan ini untuk mencegah dan memberantas
PMS termasuk infeksi HIV/AIDS, mengurangi, menilai dan memetakan
14
penyebaran penyakit komplikasi PMS termasuk infeksi HIV/AIDS,
mengurangi perilaku beresiko penderita perorangan serta dampak
sosial, ekonomi dari PMS dan HIV/AIDS. Pemeriksaan sero survey
HIV/AIDS Tahun 2014 tidak ada kegiatan, data didapatkan dari laporan
berbagai Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) yaitu dari Puskesmas dan
RSUD.Tahun 2015 terdapat 93 kasus yang terdiri dari penderita HIV 44
kasus dan AIDS 49 kasus per jenis kelamin (gender). HIV/AIDS positif
(+) di Kabupaten Bogor sampai dengan Tahun 2015 sebanyak 1.033
orang.
Program penjangkauan IDU (Intravena Drug User) baru
berjalan di Puskesmas Ciomas dan Cileungsi. Dari hasil program IDU
hasil
estimasi
menunjukkan
perilaku
beresiko
terbesar
dalam
menyumbang jumlah ODHA adalah pengguna narkoba suntik.
Berdasarkan hasil laporan dari Unit Transfusi Darah (UTD)
cabang PMI Kabupaten Bogor Tahun 2015 ditemukan penderita
HIV/AIDS positif sebanyak 63 orang (46,67%) yang didapat dari hasil
pemeriksaan donor darah pada 19.619 orang pendonor.
Penanggulangan
HIV/AIDS
belum
dilaksanakan
secara
komprehensif dimana dana yang tersedia hanya untuk melaksanakan
sentinel survei saja. Upaya tindak lanjut yang dilakukan adalah perlu
dilaksanakannya penanganan terhadap penderita yang memiliki sampel
darah dengan Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) dan
TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination) TPHA (positif dan
pemberian pengobatan dengan menggunakan suntikan Benzatine Benzil
Penissilin,
serta
memberikan
penyuluhan
kesehatan
secara
berkesinambungan dan pemberian kondom.
8. Antraks
Antraks merupakan penyakit yang ditularkan dari binatang ke
manusia (zoonosis). Penyakit ini adalah penyakit yang disebabkan oleh
sejenis bakteri yang disebut Bacillus Anthracis. Dalam kondisi jelek,
Bacillus Anthracis akan membentuk spora yang tahan terhadap
15
lingkungan yang buruk. Spora Bacillus Anthraxis tahan sampai
bertahun-tahun dalam kondisi lingkungan yang sesuai. Kuman Antraks
dapat menyerang manusia melalui tiga cara yaitu melalui kulit yang
lecet, abrasi atau luka dan dapat melalui pernafasan/inhalasi serta dari
mulut karena makan bahan makanan yang tercemar kuman Antraks.
Kabupaten Bogor mempunyai daerah endemis Antraks yaitu
ada 9 kecamatan antara lain Bojong Gede, Cibinong, Citeureup,
Babakan Madang, Sukaraja, Klapanunggal, Cileungsi, Jonggol dan
Sukamakmur. Di Kabupaten Bogor pada Tahun 2015 tidak ditemukan
kasus Antraks.
9. Polio dan Acute Flaccid Paralysis (AFP) / Lumpuh Layuh
Polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang
menyerang sistem syaraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan.
Penyakit ini dapat menyerang semua umur, >50% ditemukan pada anak
usia di bawah 3 tahun. Gejala utamanya adalah demam, lelah, sakit
kepala, mual, kaku di leher dan sakit di tungkai dan lengan. Satu
diantara 200 orang yang terinfeksi dapat menyebabkan kelumpuhan
permanen, biasanya pada kaki, diantara semua kelumpuhan, 5%-10%
meninggal karena lumpuhnya otot pernafasan.
Penularan virus polio secara fecal-oral terutama di daerah
pemukiman yang padat dengan sanitasi kurang. Karena itu pada
masyarakat kelas ekonomi rendah, sebelum usia 3 bulan seorang anak
biasanya telah mempunyai antibodi terhadap polio yang didapat dari
ibunya namun hanya melindungi anak dalam minggu-minggu pertama.
Pada kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi infeksi terjadi pada
anak-anak yang lebih tua dan dewasa, dimana gejalanya lebih berat.
AFP adalah kondisi yang abnormal yang ditandai dengan
melemahnya, atau hilangnya kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas.
Hal
ini
dapat
disebabkan
oleh
penyakit
atau
trauma
yang
mempengaruhi syaraf yang berhubungan dengan otot. AFP ini sering
16
juga dijelaskan sebagai tanda cepat munculnya serangan seperti pada
penyakit polio.
Berdasarkan hasil kegiatan surveilance AFP, pada tahun 2015
di Kabupaten Bogor ditemukan kasus AFP sejumlah 22 kasus pada
anak <15 tahun tanpa ditemukan adanya Virus Polio Liar (VPL). AFP
rate dengan sasaran jumlah anak <15 tahun di Kabupaten Bogor tahun
2015 sebesar 1.764.885 anak diketahui
AFP rate sebesar 1,25/100.000 anak <15 tahun, belum mencapai
target indikator SPM 2013 (2/100.000 anak <15 tahun). Penemuan
kasus tersebut terdapat di 15 kecamatan yaitu Kecamatan Dramaga,
Ciomas, Tamansari, Cigombong, Ciawi, Klapanunggal, Gunung Putri,
Citeureup, Cibinong, Bojong Gede, Tajurhalang, Ciseeng, Jasinga,
Tenjo dan Kecamatan Parung Panjang.
10. Campak
Cakupan imunisasi yang rendah dan tidak merata di suatu
wilayah cepat atau lambat akan berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB). Selama periode 5 tahun kasus campak cenderung menurun,
pada tahun 2011 sebesar 250 kasus menjadi 46 kasus pada 2015 yang
terdiri dari kasus campak rutin (C1) dan kasus CBMS (klinis campak
yang diperiksa sampelnya).
SUMBER :
Situasi Derajat Kesehatan Kabupaten Bogor 2015. Diakses melalui
https://bogorkab.go.id/uploads/images/DINKES/Profile/BAB_IV_PROFIL_
2015_Vd.PDF.
Letak
Geografis
Kabupaten
Bogor.
Diakses
melalui
https://sites.google.com/site/profilbogorkab/gambaran-umum
D. Sepuluh besar penyakit di wilayah dengan ketinggian 500 – 1000 mdpl
pada wilayah Kabupaten Temanggung.
Wilayah kabupaten Temanggung
termasuk dataran tinggi , pola topografi wilayah secara umum miri sebuah
17
cekungan atau depresi raksasa terbuka dibagian tenggara, dibagian selatan
dan barat dibatasi oleh dua buah gunung yaitu gunung sumbing dan gunung
sindoro, dibagian utara dibatasi oleh sebuah pegunungan kecil yang
membujur dari timur laut kearah tenggara. Dengan topograpi semacam itu,
wilayah kapupaten Temanggungditinjau dari ketinggian wilayahnya berada
pada ketinggian 500 – 1450 mpdl. Dengan ketinggian ini , maka pola sepuluh
besar penyakit di kabupaten Temanggung adalah
1. Gastroenteritis
2. Thypoid
3. Hipertensi
4. Diabetes Mellitus
5. Bronhitis
6. Infesi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
7. Arthritis dan Athropati
8. Penyait Kulit
9. Gangguan Refraksi
10. Penyakit Pulpa dan Periapikal
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Temanggung, Gambaran Pelayanan
Dinas Kesehatan, 2013
E. Sepuluh besar penyakit di wilayah dengan ketinggian > 1000 mpdl
pada wilayah Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.Wilayah Kabupaten
Wonosobo sebagian besar daerah pegunungan dengan ketinggian antara 1000
sampai 2250 mpdl.termasuk dalam jenis pegunungan mudadiletak di
berbatuan prakwakter. Dengan wilayah yang berketinggian lebih dari 1000
mpdl, maka mempunyai curah hujan cukup tinggi. Curah hujan merupakan
faktor penentu tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk vektor. Hujan
dengan intensitas yang cukup akan menimbulkan genangan air di penampung
air sekitar rumah maupun di cekungan-cekungan yang merupakan tempat
telur nyamuk menetas. Sehingga sepuluh penyakit terbesar adalah sebagai
berikut :
18
1. Diare
Perbedaan ketinggian antara satu wilayah dengan wilayah lainnya dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan suhu diantara keduanya.WHO (2004)
dalam Kolstad & Johansson (2011) memperkirakan bahwa peningkatan
suhu 10C akan menyebabkan peningkatan kasus diare sebesar 5% dan
diestimasikan perubahan suhu sebesar 10C menyebabkan peningkatan
kasus diare sebesar 0-10%. Dalam penelitian yang dilakukan Kovats et al.
(2003) menemukan adanya korelasi positif antara kenaikan suhu dan
perkembangan salmonella, dimana salmonella merupakan bakteri yang
menyebabkan diare.
Selain itu, karena curah hujan yang tinggi dan udara yang sejuk serta
dibuktikan dengan beberapa sumber menyebutkan bahwa nyamuk Ae.
aegypti hidup pada ketingian 0- 1.000 m diatas permukaan laut (dpl) dan
ketinggian 1.000-1.500 m dpl merupakan batas bagi penyebaran Ae.
aegypti. Ae. aegypti merupakan vektor epidemi DBD yang paling
penting, sementara Ae. albopictus merupakan vektor sekunder. Ae.
aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia Tenggara,
terutama di sebagian besar wilayah perkotaan. Tempat perkembangbiakan
utama ialahtempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang
terapung di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau
tempattempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah.
Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan vektor dari beberapa
penyakit berikut :
2. Demam Berdarah
3. Demam Kuning
4. Demam Dengue
5. Filariasis Limfatik
6. Chikunguya
7. Malaria
8. Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Penyakit – penyakit tidak menular pada wilayah ketinggian > 1000 mpdl di
Kabupaten Wonosobo adalah sebagai berikut :
19
9. Dispepsia
10. Hipertensi
Sumber :
1.
Hestiningsih, Retno, dkk. 2012. Kepadatan Aedes Spp Berdasarkan
Ketinggian Tempat Di Kabupaten Wonosobo. Semarang : Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Vol. 1. No.2 : 338-345
2. [DINKES] Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. 2010. Profil Kesehatan
Kabupaten Bogor. Bogor : DINKES
20
TUGAS MATA KULIAH EKOLOGI DAN KESEHATAN PESISIR
SEPULUH PENYAKIT TERBESAR MENURUT KETINGGIAN WILAYAH
di susun oleh
KELOMPOK 1 KELAS D EKOLOGI DAN KESEHATAN PESISIR
THOMAS JALU PUTRANTO
25010115140287
VINI NUR PURI HANDAYANI
25010115120147
VITA PERMATASARI
25010115130278
WINDAYANI SITINDAON
25010115120028
YOSHEF ARIEKA MARCHEL
25000117183020
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
21
22
Download