Uploaded by Siti Juniar

BAB I

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada 2017 sebesar 5,07%, sedikit beranjak dari 5,03% pada 2016.
Walaupun
belum
ada
lompatan
signifikan,
ekonomi
domestik
telah
memperlihatkan titik balik pemulihan. Beberapa indikator ekonomi makro
menunjukkan stabilitas perekonomian dan sistem keuangan. Di antaranya adalah
nilai tukar rupiah yang terjaga, inflasi rendah sesuai target, defisit neraca transaksi
berjalan sehat, aliran modal asing yang stabil, serta cadangan devisa yang
menguat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai rekor tertinggi
pada penutupan perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) di akhir tahun
memberikan gambaran optimistis bahwa kepercayaan investor terhadap kondisi
perekonomian Indonesia terus meningkat.
Walaupun sejumlah indikator ekonomi makro yang telah menunjukkan
perbaikan, tetapi belum mampu mengakselerasi pertumbuhan pasar properti. Di
sepanjang tahun 2017, industri properti belum menunjukkan situasi yang
menggembirakan, bahkan cenderung stagnan. Secara umum, daya beli
masyarakat tidak turun jika dilihat dari meningkatnya penerimaan dari Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). Penerimaan PPN menunjukkan adanya aktivitas
perdagangan yang tinggi. Data penerimaan PPN tahun 2017 mencapai Rp 478,4
triliun atau 106% dari target APBN-P 2017 sebesar Rp 475,5 triliun.
1
2
Masyarakat cenderung bersikap menahan diri untuk membeli produk
properti dan memilih wait and see karena berbagai faktor. Di antaranya adalah
kebijakan pemerintah di sektor perpajakan, serta peraturan perizinan yang
seringkali tidak sinkron antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Faktor
lokasi pengembangan properti juga sangat menentukan karena kondisi ekonomisosial politik regional di tiap daerah/provinsi dapat sangat berbeda satu sama lain.
Masyarakat pemodal yang ingin melakukan investasi, terlebih dahulu akan
melakukan pengamatan melalui laporan keuangan perusahaan yang merupakan
cerminan dari kinerja perusahaan dalam menjalankan kegiatan usaha dan
kemampuan perusahaan dalam melakukan aktivitas usahanya. Permasalahan yang
kemudian muncul karena manajemen merupakan pihak yang memberikan
informasi sekaligus pihak yang dievaluasi, maka manajemen akan berusaha
menayajikan laba yang dilaporkannya sebaik mungkin yang dapat menunjukkan
bahwa perusahaan yang dikelolanya terlihat sehat secara finansial. Salah satu cara
yang dilakukan manajemen adalah dengan memanipulasi laba.
Manipulasi laba sering dikenal dengan manajemen laba (earnings
management) yang didefinisikan sebagai pengaturan manajemen dengan
penyajian laba yang bertujuan untuk memaksimalkan nilai pasar melalui
pemilihan set kebijakan akuntansi dan merupakan alat komunikasi manajemen di
dalam perusahaan kepada investor (Scott, 2015) . Menurut Statment of Financial
Accounting Concept (SFAC) No.1 informasi laba merupakan perhatian utama
untuk menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Selain itu informasi
laba juga membantu pemilik atau pihak lain dalam menaksir earnings power
3
perusahaan dimasa yang akan datang. Di Indonesia, praktik menajemen laba
sering terjadi pada perusahaan go public sektor manufaktur, namun tidak menutup
kemungkinan sektor lainnya juga melakukan praktik manajemen laba.
Berdasarkan laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan property dan
real estate terdapat fenomena yaitu ELTY (PT Bakrieland Development)
memiliki hubungan obligasi kepada Bank of New York Mellon dan tidak dapat
membayar hutang-hutangnya yang telah jatuh tempo. Namun ELTY tidak
mengungkapkan masalah tersebut dalam laporan keuangannya. Padahal sebagai
perusahaan terbuka seharusnya ELTY harus mengungkapkan semua informasi
tentang
perusahannya.
Akibatnya
Bursa
Efek
Indonesia
menghentikan
perdagangan saham ELTY. Oleh karena itu ELTY melakukan pengajuan
permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) untuk melakukan
rencana perdamaian dengan Bank of New York Mellon sehubung dengan
kewajiban hukumannya untuk melakukan pembayaran utang.
Menurut Scott (2006) dalam (Santoso et al, 2017) tindakan manajemen
laba akan mengurangi realitas laba yang dilaporkan sehingga mengurangi kualitas
laba karena informasi laba yang disampaikan tidak menunjukkan realitas kinerja
keuangan yang sebenarnya. Kinerja keuangan adalah analisis yang dilakukan
untuk menilai sejauh mana perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan
aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar (Fahmi, 2011 dalam
Hasanah, 2017). Untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dapat menggunakan
tolak ukur rasio. Dengan mengkaji rasio keuangan, investor dapat mengetahui
bagaimana kinerja perusahaan melalui laporan keuangan. Melalui laporan
4
keuangan tersebut, investor dapat memperoleh gambaran awal tentang kinerja
perusahaan secara keseluruhan.
Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang dilihat investor untuk
menentukan dalam membeli saham. Menjaga dan meningkatkan kinerja keuangan
adalah keharusan bagi perusahaan agar saham yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tetap eksis dan diminati investor. Informasi keuangan yang digunakan
untuk pengambilan keputusan lainnya, dalam hal ini investor akan melihat
informasi keuangan yang dibutuhkan apabila investor ingin menanamkan
modalnya serta melihat seberapa besar kemajuan perusahaan tersebut di masa
depan dan memberikan keuntungan baginya. Investor juga dapat menanamkan
sahamnya di perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai yang baik di masa yang
akan datang serta memiliki resiko yang cenderung stabil.
Untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dapat menggunakan tolak
ukur rasio. Rasio yang digunakan dalam penulisan ini adalah rasio solvabilitas
(DER) dan rasio profitabilitas (NPM). DER (Debt Equity Ratio) menunjukkan
berapa bagian dari modal sendiri yang dapat digunakan untuk membayar
hutangnya, semakin rendah DER (Debt Equity Ratio) cenderung akan
meningkakan return saham karena tingkat hutang yang semakin rendah
menunjukkan beban bunga perusahaan yang semakin kecil dan meningkatkan
keuntungan. Perusahaan yang solvable merupakan perusahaan yang mempunyai
aset atau kekayaan yang sukup untuk membayar semua hutang-hutangnya begitu
pula sebaliknya perusahaan yang tidak mempunyai kekayaan yang cukup untuk
membayar hutang-hutangnya disebut perusahaan insolvable. Sedangkan NPM
5
(Net Profit Margin) menunjukkan keuntungan penjualan setelah menghitung
seluruh biaya dan pajak penghasilan, semakin besar NPM (Net Profit Margin)
maka kinerja perusahaan akan semakin efektif dan akan meningkatkan
kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya.
Gambar 1.1
Debt Equity Ratio Pada Perusahaan Property dan Real Estate
Sumber : Data sekunder yang diolah kembali
Debt Equity Ratio
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2014
2015
2016
APLN
ASRI
BCIP
BIPP
BKSL
COWL
CTRA
DILD
DUTI
ELTY
EMDE
FMII
JPRT
KIJA
LPCK
LPKR
MDLN
MTSM
OMRE
PLIN
PUDP
PWON
RBMS
RDTX
RODA
SMDM
SMRA
2017
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa perusahaan yang memiliki
presentasi rasio Debt Equity Ratio paling rendah adalah RBMS (PT Ristia Bintang
Mahkota Sejati Tbk) yaitu 0,03% pada tahun 2016 hal ini berarti beban bunga
pada PT Ristia Bintang Mahkota Sejati Tbk rendah akan meningkatkan return
saham karena tingkat hutang yang semakin rendah dan meningatkan keuntungan
dan perusahaan tersebut dikategorikan solvable. Sedangkan perusahaan yang
memiliki presentasi rasio Debt Equity Ratio paling tinggi adalah DILD (PT
Intiland Development Tbk) yaitu 80,7% pada tahun 2016 hal ini berarti beban
bunga pada PT Intiland Development Tbk tinggi akan menunjukkan tingkat
hutang yang tinggi dan akan mengurangi keuntungan investor.
6
Gambar 1.2
Net Profit Margin Pada Perusahaan Property dan Real Estate
Sumber : Data sekunder yang diolah kembali
Net Profit Margin
150
100
2014
50
2015
-50
APLN
ASRI
BCIP
BIPP
BKSL
COWL
CTRA
DILD
DUTI
ELTY
EMDE
FMII
JPRT
KIJA
LPCK
LPKR
MDLN
MTSM
OMRE
PLIN
PUDP
PWON
RBMS
RDTX
RODA
SMDM
SMRA
0
2016
2017
-100
-150
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki
presentasi rasio Net Profit Margin paling tinggi adalah OMRE (PT Indonesia
Prima Property Tbk) yaitu sebesar 131,44% pada tahun 2016 ,yang berarti PT
Indonesia Prima Property Tbk memiliki kinerja manajemen perusahaan yang
efektif dan akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya. Sedangkan perusahaan yang memiliki presentasi rasio Net Profit
Margin paling rendah adalah FMII (PT Fortune Mate Indonesia Tbk) sebesar 91,94% pada tahun 2017, hal ini berarti PT Fortune Mate Indonesia Tbk memilki
kinerja manajemen perusahaan yang belum efektif dan akan mengurangi
kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya.
Investor bersedia menyalurkan dananya melalui pasar modal disebabkan
karena perasaan aman akan berinvestasi dan tingkat return yang diperoleh dari
investasi tersebut. Return memungkinkan investor untuk membandingkan
keuntungan akrual ataupun keuntungan yang diharapkan. Sebelumnya, investor
7
diharuskan melakukan penilaian harga saham terlebih dahulu agar dapat
memperoleh tingkat pengembalian saham dan keuntungan yang sesuai dengan
yang diharapkan, karena setiap investasi mempunyai tujuan utama yaitu
mendapatkan keuntungan yang disebut return, baik secara langsung maupun
tidak.
Gambar 1.3
Return Saham Pada Prerusahaan Property dan Real Estate
Sumber: Data sekunder yang diolah kembali
Stock Return
150,00
100,00
2014
50,00
2015
2016
-50,00
APLN
ASRI
BCIP
BIPP
BKSL
COWL
CTRA
DILD
DUTI
ELTY
EMDE
FMII
JPRT
KIJA
LPCK
LPKR
MDLN
MTSM
OMRE
PLIN
PUDP
PWON
RBMS
RDTX
RODA
SMDM
SMRA
0,00
2017
-100,00
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa perusahaan yang memilki tingkat
pengembalian saham paling tinggi adalah LPCK (PT Lippo Cikarang Tbk)
sebesar 113,33% pada tahun 2014. Sedangkan perusahaan yang memilki return
saham paling rendah adalah BCIP (PT Bumi Citra Permai Tbk) yaitu -87,53%
pada tahun 2016.
Harga properti semakin mahal setiap tahunnya membuat masyarakat tidak
mampu mengejar harga properti yang terus menjulang. Lemahnya daya beli
masyarakat membuat investasi properti tidak bergerak. Banyak investor yang
tidak dapat menjual aset propertinya dengan harga yang lebih tinggi. Mayoritas
8
investor pun banyak yang melepas sahamnya pada sektor properti dan
mengalihknya ke sektor lain (Azkia, 2017).
Kualitas audit didefinisikan sebagai sebuah peluang dimana auditor
eksternal dapat mendeteksi kesalahan dalam laporan keuangan kemudian
melaporkannya pada pengguna laporan keuangan (DeAngelo,1981 dalam
Istiqomah dan Adhariani, 2017). Pengawasan internal dilakukan oleh komite audit
dan pengawasan eksternal melalui auditor eksternal atau akuntan publik . Menurut
BP-Creator ada beberapa poin yang membedakan audit internal dan audit
eksternal salah satunya yaitu indepenedensi. Dimana audit internal dan audit
eksternal diharuskan memiliki sikap independen dan objektif yang telah diatur
dalam International Standards for Profesional Practice of Internal Auditing.
Auditor internal banyak menghadapi permasalahan dan kondisi yang
menghadapkan auditor internal untuk ‘mempertaruhkan’ independensinya.
Independensi internal auditor akan dipengaruhi oleh pertimbangan sejauh mana
hasil audit internal akan berdampak terhadap kelangsungan kerjanya sebagai
karyawan/pekerja. Pengaruh ini dapat berasal dari manajemen atau dari
kepentingan pribadi auditor internal. Kondisi lain yang sangat berpotensi
mempengaruhi independensi auditor internal adalah banyaknya pihak yang
berkepentingan di dalam sebuah organisasi bisnis. Kepentingan pihak-pihak
eksternal serta kepentingan pihak-pihak internal organisasi seringkali berbeda.
Di satu pihak, manajemen perusahaan ingin menyampaikan informasi
mengenai pertanggunjawaban pengelolaan dana yang berasal dari pihak luar, di
lain pihak, pihak eksternal ingin memperoleh informasi yang andal dari
9
manajemen perusahaan. Independensi, integritas serta tanggung jawab auditor
internal
terhadap
profesi
dan
masyarakat
akan
dipertaruhkan
dengan
menempatkan auditor internal sebagai bagian dari kepentingan manajemen
internal organisasi. Pengaruh terhadap independensi auditor internal terkadang
tidak bersifat langsung terhadap hasil audit yang dihasilkan oleh auditor internal.
Namun demikian intervensi tersebut dapat mempengaruhi kinerja audit internal
termasuk mempengaruhi auditor internal dalam menetapkan ruang lingkup dan
metodologi auditnya.
Dengan kenyataan bahwa terdapat manajemen laba dalam laporan
keuangan, membuat banyak investor yang ragu akan kebenaran dari laporan yang
disajikan. Manajemen laba timbul sebagai dampak dari persoalan keagenan yaitu
ketidakselarasan kepentingan antara manajer dan pemilik perusahaan yang
dikarenakan adanya asimetris informasi. Hal ini yang membuat perusahaan
memerlukan jasa seorang akuntan publik atau jasa audit. Jasa audit dapat
mengurangi asimetris informasi antara manajer dan stakeholder perusahaan
dengan memperbolehkan pihak luar untuk memeriksa validitas laporan keuangan
(Jensen dan Meckling, 1976 dalam Christiani dan Nugrahanti, 2014)
Perusahaan yang telah go public menerbitkan laporan keuangannya sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) serta harus diaudit oleh akuntan yang terdaftar di Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Berdasarkan Peraturan Kementrian Keuangan Republik
Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM)
Nomor : KEP-346/BL/2011 nomor 2 butir b menyatakan bahwa laporan keuangan
10
tahunan wajib disertai dengan laporan akuntan dalam rangka audit atas laporan
keuangan, kemudian pada butir e nomor 1 laporan keuangan tahunan yang
diumumkan paling sedikit meliputi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi
komperhensif, laporan arus kas dan opini dari akuntan.
Seorang auditor memberikan jasa audit atas laporan keuangan klien untuk
memberikan jaminan kepada pemakai laporan keuangan bahwa laporan keuangan
tersebut telah disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan sehingga laporan
keuangan dapat diandalkan dalam pengambilan keputusan Menurut Lughiatno
(2010) dalam (Christiani dan Nugrahanti, 2014) untuk dapat mengembalikan
kepercayaan pihak pemakai laporan keuangan sangat diharapkan terdapat kualitas
audit. Kualitas audit dipandang sebagai kemampuan untuk mempertinggi kualitas
pelaporan keuangan perusahaan. Dengan kualitas audit yang tinggi diharapkan
mampu meningkatkan kepercayaan investor.
Menurut Istiqomah (2017) kualitas audit yang tinggi akan membuat
laporan keuangan memiliki tingkat manajemen laba oportunistik yang rendah
yang diekspektasikan membuat reaksi positif di pasar saham, sehingga kualitas
audit mampu memperlemah atau mengurangi hubungan negatif yang terjadi
antara manajemen laba dengan return saham. Penggunaan auditor yang
berkualitas tinggi akan mengurangi kesempatan perusahaan untuk berlaku curang
dalam menyajikan informasi yang tidak akurat ke masyarakat. Dengan demikian
calon investor mempunyai informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospek
perusahaan dimasa yang akan datang. (Saffudin, 2012 dalam Dwi, 2018).
11
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Yusrianti dan Abdi
(2014) yang berjudul Pengaruh Manajemen Laba (Earnings Management)
Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
manajemen laba terhadap return saham di perusahaan manufaktur, hal ini serupa
dengan penelitian dari Indrayanti dan Wirakususma (2017), Zuhri dan Mas
(2015), dan Rahman dan Yahya (2012).
Namun hasil berbeda ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Febriana (2014) yang berjudul Manajemen Laba (Earnings Management)
Terhadap Return Saham Perusahaan Initial Public Offierings (IPO) Non
Keuangan Dan Non Jasa Di Bursa Efek Jakarta menyatakan bahwa manajemen
laba berpengaruh secara signifikan terhadap return saham dan kinerja operasi, hal
ini selaras dengan penelitian dari Antula et al (2017), Uswati dan Mayangsari
(2016), Sumantri dan Purnawati (2013), Januarti dan Surya (2012), Bangun dan
Safei (2011).
Dari hasil-hasil diatas diperoleh adanya perbedaan hasil penelitian
(research gap) yang dilakukan oleh para penulis. Berdasarkan research gap dan
adanya fenomena diatas maka penulis tertarik mengambil judul “Pengaruh
Manajemen Laba, Debt Equity Ratio, Dan Net Profit Margin Terhadap Return
Saham Dengan Kualitas Audit Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan
Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”
12
1.2
Identifikasi Masalah Dan Batasan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, masalah yang
dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Informasi laba yang kurang relevan dapat membuat pemilik atau pihak lain
salah dalam menganalisis dan menginterpretasikan nilai saham perusahaan
yang bersangkutan.
2. Pada tahun 2016, DILD (PT Intiland Development Tbk) mengalami nilai
DER tertinggi yaitu 80,7%, hal ini menunjukkan beban bunga pada PT
Intiland Development Tbk tinggi dan mengurangi keuntungan investor.
3. Perusahaan FMII (PT Fortune Mate Indonesia Tbk) memiliki presentasi rasio
NPM paling rendah sebesar -91,94% pada tahun 2017, hal ini menandakan
bahwa PT Fortune Mate Indonesia Tbk memilki kinerja keuangan yang belum
efektif.
4. PT Bumi Citra Permai Tbk (BCIP) memiliki return saham yang rendah yaitu
-87,53% hal ini berarti tingkat keuntungan pengembalian saham pada PT
Bumi Citra Permai Tbk (BCIP) masih sangat rendah.
5. Kebijakan pemerintah terkait pajak dan peraturan perizinan yang seringkali
tidak sikron antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat
masyarakat menahan diri untuk membeli produk properti.
6. Independensi auditor internal yang sering kalin dipengaruhi kepentingan
manajemen atau dari kepentingan pribadi auditor internal.
13
1.2.2 Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna, dan mendalam
maka penulis memandang permasalahan peyusunan yang diangkat perlu dibatasi
variabelnya sebab itu, penulis membatasi diri hanya berkaitan dengan :
1. Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan property dan real estate yang
ada di Bursa Efek Indonesia.
2. Penelitian ini menitikberatkan pengambilan data dalam periode tahun 2014
sampai dengan 2017.
3. Manajemen laba yang digunakan yaitu discretionary accrual dengan
menggunakan model Modefied Jone’s.
4. Kinerja keuangan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan analisis
rasio solvabilitas yaitu DER (Debt Equity Ratio), dan rasio profitabilitas yaitu
NPM (Net Profit Margin).
5. Variabel return saham dalam penelitian ini dinilai menggunakan capital gain.
6. Variabel moderating yaitu kualitas audit dalam penelitian ini menggunakan
variabel dummy.
1.3
Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah penulis pilih maka dapat
dirumuskan permasalahan penelitian adalah :
1. Bagaimana pengaruh manajemen laba terhadap return saham ?
2. Bagaimana pengaruh Debt Equity Ratio terhadap return saham ?
3. Bagaimana pengaruh Net Profit Margin terhadap return saham ?
14
4. Bagaimana pengaruh manajemen laba terhadap return saham
dapat
dimoderasi oleh kualitas audit ?
5. Bagaimana pengaruh manajemen laba, Debt Equity Ratio, dan Net Profit
Margin secara bersama-sama terhadap return saham ?
1.4
Maksud Dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis pilih maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengaruh manajemen laba terhadap return saham
2. Pengaruh Debt Equity Ratio terhadap return saham
3. Pengaruh Net Profit Margin terhadap return saham
4. Pengaruh manajemen laba terhadap return saham dapat dimoderasi oleh
kualitas audit
5. Pengaruh manajemen laba, Debt Equity Ratio, dan Net Profit Margin secara
bersama-sama terhadap return saham
1.5
Manfaat Penelitian
Berdasarkan dari tujuan penelitian diatas, hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat menambah pengetahuan, informasi, dan wawasan
pengembangan ilmu akuntansi mengenai praktek dan konsekuensi manajemen
laba serta hubungannya dengan return saham. Selain itu dapat bermanfaat dan
membantu pihak investor dalam memberikan alternatif sebagai salah satu
15
pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi dan meningkatkan
kesadaran investor akan perusahaan yang menghasilkan laba dengan melakukan
manajemen laba yang hanya berdampak negatif untuk jangka panjang. Penulisan
ini juga diharapkan dapat memverifikasikan manajemen laba dan kinerja
keuangan terhadap return saham perusahaan. Selain itu diharapkan dapat
memperkuat hasil-hasil penelitian sebelumnya berkenaan dengan manajemen laba
dan kinerja keuangan terhadap return saham.
Download