NAMA : DIANITA ARDI NIM : 15/377369/EK/20341 PRODI : MANAJEMEN KASUS : Anda adalah orang Indonesia yang diberangkatkan selama 3 tahun penugasan internasional ke kantor asing di perusahaan tempat Anda bekerja. pada hari pertama kerja anda, manajer SDM mengundang anda ke kantor mereka. Anda berfikir akan menerima kuliah tentang "jadi ini adalah cara kami berbisnis di sini" yang sudah anda pelajari pada pelatihan pra keberangkatan anda. Yang mengejutkan, mereka bertanya kepada anda "bagaimana hal-hal dilakukan di indonesia" tampaknya mereka mempertimbangkan untuk menyesuaikan beberapa kebijakan perusahaan untuk membuat tugas anda berjalan lancar. apa yang bisa kamu katakan pada mereka? ANALISIS KASUS : Budaya perusahaan merupakan energi yang dapat menggerakkan orang-orang untuk bekerja. Budaya perusahaan merupakan nilai-nilai dominan yang disebarluaskan di dalam organisasi dan digunakan sebagai acuan atau pedoman kerja karyawan. Schein (1985), berpendapat bahwa budaya korporat mengacu kepada suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lainnya. Sedangkan menurut Robbins (1990), budaya korporat disebut juga sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan. Ketika berbicara mengenai manajemen HR secara global, tentu akan dijumpai berbagai macam perspektif dan pandangan yang berbeda beda mengenai sistem apa yang cocok untuk diterapkan di masing masing perusahaan. Pada dasarnya tidak ada budaya yang kedudukannya lebih baik dari budaya lainnya (No culture are better than the others). Sistem kerja yang diterapkan oleh perusahaan dapat berbeda-beda tergantung pada budaya yang dianut perusahaan tersebut ataupun dipengaruhi oleh budaya tempat perusahaan beroperasi, hal ini dikarenakan perusahaan harus melakukan adaptasi terhadap lingkungan tempat perusahaan beroperasi. Dalam bisnis internasional perusahaan dihadapkan pada suatu skala yang bisa menjadi patokan perusahaan dalam melakukan aktivitas kerja mereka Cultural relativist Culture Imperialism Pada skala cultural relativist, Perusahaan cenderung akan mengikuti budaya kerja dimana perusahaan tersebut berada, bukan mengikuti budaya Parent Country. Dalam kasus ini perusahaan dapat dikatakan seperti bunglon karena memiliki sistem kerja yang berbeda beda di setiap negara. Sedangkan pada skala culture imperialism, perusahaan lebih mengagungagungkan budaya kerja yang mereka anut sehingga akan terjadi kesamaan budaya kerja disetiap negara dimana perusahaan tersebut beroperasi. Di antara kedua skala ekstrim tersebut, perusahaan biasanya akan mengambil titik tengah untuk menyeimbangkan keduanya, yaitu dengan melihat melalui konteks kenapa sistem kerja di negara ini bisa berbeda dengan sistem kerja yang dilakukan di negara lainnya. Hal ini sesuai dengan budaya kerja yang dianut oleh perusahaan yang disebutkan dalam kasus yang dipaparkan di atas. Dalam analisis ini diasumsikan bahwa perusahaan merupakan perusahaan pemerintah Indonesia (government body) yang memiliki lingkup operasi hingga ke negara negara lain. Hal tersebut tentu membuat sistem kerja di berbagai cabang perusahaan berbeda-beda dan disesuaikan dengan budaya yang dianut oleh negara tempat cabang perusahaan tersebut beroperasi. Sehingga sebagai seorang expatriate yang ditugaskan untuk bekerja di anak cabang perusahaan yang berada di negara lain tentunya harus melakukan pelatihan pre departure agar kelak dapat beradaptasi di kantor baru yang tentunya memiliki budaya yang berbeda sehingga diharapkan akan membantu mempermudah dalam pengerjaan berbagai tugas kerja yang dibebankan oleh perusahaan. Akan tetapi, dalam beberapa kasus, contohnya seperti yang dipaparkan diatas, terkadang perusahaan mempertimbangkan untuk menyesuaikan beberapa kebijakan perusahaan agar membuat tugas expatriate berjalan lancar. Dalam analisis ini, akan dijelaskan mengenai bagaimana budaya kerja di Indonesia dalam konteks perusahaan pemerintah. Berikut ini merupakan analisis berbagai dimensi budaya dari Hofstede dan Trompenaars mengenai implikasi dari dimensi budaya tersebut terhadap praktik bisnis maupun praktik Sumber Daya Manusia di perusahaan pemerintah di Indonesia: Hofstede 1. Low Context vs High Context Berhubungan dengan komunikasiyang dilakukan, budaya perusahaan lebih cenderung kearah komunikasi high context dimana proses penyampaian pesan dilakukan secara tidak langsung. Bahkan kadang melalui proses basa basi yang panjang sebelum menyampaikan tujuan utamanya. Hal ini berimplikasi pada praktik bisnis misalnya ketika dilakukan suatu perjanjian bisnis, maka dibutuhkan lebih dari sekedar perjanjian diatas kertas, yaitu bisa berupa pertemuan jamuan makan antar kolega yang melakukan perjanjian, dan sebagainya. 2. Power Distance Merupakan tingkat kepercayaan atau penerimaan dari suatu power yang tidak seimbang. Dimana perbedaan kekuatan ini tergantung dari tingkatan sosial, tingkatan pendidikan dan jabatan. Budaya perusahaan lebih cenderung kearah high context dimana terdapat perbedaan kekuasaan yang sangat jelas diantara karyawan dengan atasan. Implikasinya yaitu bahwa di perusahaan pemerintah, bawahan memiliki hubungan yang tidak dekat dengan atasan. Selain itu atasan juga jarang berinteraksi langsung dengan bawahan baik untuk memotivasi maupun mengevaluasi hasil kerja bawahannya. 3. Individualisme vs Koletivisme Collectivism menyatakan bahwa seseorang merupakan anggota bagian dari suatu kelompok, dimana kelompok itu akan melihat dirinya untuk loyalitas, orang-orang yang berada pada budaya ini tidak akan bertindak atau berperilaku diluar kebiasaan kelompoknya. Dalam konteks ini, perusahaan lebih bersifat kolektivisme sehingga berimplikasi pada sistem kerja yang mengutamakan kerjasama dan bagi tugas dibanding dengan tanggung jawab individual. 4. Maskulin vs Feminis Kebudayaan maskulin menghargai nilai prestasi kerja dan ketegasan. Sehingga budaya ini dianggap lebih sesuai dengan karakter laki-laki yang tegas, lebih berambisi dan berani bersaing. Sehingga di budaya perusahaan pemerintah di Indonesia, kenaikan jabatan kebanyakan diraih oleh karyawan laki-laki. Selain itu jabatan jabatan yang memiliki tanggung jawab tinggi juga banyak diduduki oleh laki-laki. 5. Uncertainty avoidance Merupakan tingkatan dimana individu dalam suatu Negara lebih memilih situasi terstuktur dibandingkan tidak terstruktur. Pada budaya perusahaan pemerintah di Indonesia , mempunyai uncertainty avoidance yang besar, sehingga implikasinya pada bisnis yaitu cenderung menjunjung tinggi konformitas dan keamanan, bekerja secara hatihati dan penuh perencanaan untuk menghindari resiko dan mengandalkan peraturan formal dan juga ritual. 6. Orientation Orientasi disini berkaitan dengan orientasi waktu, apakah jangka panjang atau jangka pendek. Pada budaya perusahaan pemerintah di Indonesia cenderung memiliki orientasi jangka panjang, sehingga berimplikasi pada praktik bisnis dimana karyawan akan bekerja secara teliti dan penuh ketekunan serta berhati-hati. Karyawan memandang dan mengatasi persoalannya secara keseluruhan dan dengan cara yang fleksibel. Trompenaars 1. Do we control our environtment or does it control us? Dalam konteks perusahaan pemerintah Indonesia, implikasi dalam sistem HR yaitu bagaimana untuk memanage Planning dan memperjelas SOP untuk meminimalkan hal hal yang tidak diharapkan terjadi. Bisa juga dengan melakukan evaluasi menyeluruh apabila telah terjadi kesalahan, sehingga diharapkan kesalahan tersebut tidak terjadi lagi dimasa mendatang 2. What’s more important, rules or relationship? Perusahaan pemerintah lebih cenderung mementingkan hubungan dibandingkan dengan aturan, hal ini berimplikasi pada praktik praktik dimana terdapat pengabaian aturan untuk melindungi pihak tertentu agar hubungan kerja yang dijalin tidak terganggu. 3. Are failures the responsibility of the individual or the team? Karyawan dalam koteks ini akan cenderung mengakui kesalahan sebagai kesalahan bersama dalam team, hal ini dikarenakan untuk saling menjaga hubungan kerja di perusahaan. 4. How much do we identify with our failures Karyawan cenderung takut akan kegagalan atau kesalahan sehingga berimplikasi pada praktik kerja yang lebih berhati hati dan penuh analisis matang untuk menghindari kesalahan. 5. Do we grant status according to performance or position? Walaupun sudah diterapkan sistem bahwa penilaian kinerja dilakukan atas dasar performa karyawan, namun di perusahaan pemerintah masih banyak dijumpai bahwa jabatan jabatan tertentu hanya bisa diraih oleh seseorang dengan latar belakang tertentu, misalnya jabatan orang tua, atau asal universitas dsb. REFERENSI 1. Lost in Translation by Fons Trompenaars and peter woolliams in Harvard Business Review 2. https://edutainmentglobalworkplace.wordpress.com/2015/07/13/hofstede-5-dimensionof-culture/