PENGAKUAN HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA BERDASARKAN SILA KEMANUSIAAN Oleh: KELOMPOK 2 1. Bidayatul Choiriyah 1631410131 2. Cicilia Wahyu Widayanti 1631410084 3. Eko Wahyu Astriana 1631410041 4. Firda Khoirun Nisa’ 1631410006 5. Fitri Rahayu Mukti 1631410040 POLITEKNIK NEGERI MALANG JURUSAN TEKNIK KIMIA PRODI D3 TEKNIK KIMIA 2018 PENGAKUAN HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA BERDASARKAN SILA KEDUA PANCASILA Oleh kelompok 21 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Harkat dan martabat manusia dalam pandangan Pancasila yang bermakna nilai-nilai Pancasila timbul dan digali dari pemikiran filsafat bangsa Indonesia. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia(Suroto, 2015). Terdapat 2 makna dasar mengenai konsepsi mengenai HAM. Yang pertama adalah bahwa hak-hak hakiki serta tidak dapat dipisahkan menjadi hak seseorang hanya karena ia adalah manusia. Hak tersebut merupakan hak moral yang berasal dari keberadaanya sebagai seorang manusia. Sedangkan makna yang kedua HAM adalah hak-hak hukum, baik itu secara nasional ataupun internasional. HAM memiliki beberapa ciri khusus antara lain tidak dapat dicabut, tidak dapat dibagi, hakiki, dan universal (Sinal,2016:125). HAM berkaitan dengan nilai dasar manusia dan menyentuh sendi senndi kemanusiaan. Misalnya tanpa HAM maka harkat dan martabat manusia akan hilang. Dengan kata lain, kemanusiaan akan hilang manakala HAM dicabut. Bagi bangsa Indonesia HAM itu bukan hanya universal, melainkan disesuaikan dengan kebudayaan dan yuridis berdasarkan Pacasila dan UUD 1945. HAM sebagai martabat manusia memilik sumber tertentu antara lain Nilai Ketuhanan, Nilai Kemanusiaan, Nilai Kebudayaan, Nilai Moral, Nilai Hukum, dan Nilai Keadilan. 1 Bidayatul Choiriyah, Cicilia Wahyu W., Eko Wahyu A., Firda Khoirun N., dan Fitri Rahayu M. Nilai kemanusiaan adalah sumber nilai HAM. Tanpa nilai kemanusiaan akan mengakibatkan manusia keluar dari jati dirinya sebagai manusia. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab sangat erat kaitannya dengan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Hubungan antar manusia dalam bermasyarakat dan bernegara diatur agar berlandaskan moralitas secara adil dan beradab. Harkat dan martabat manusia terletak pada kemampuan menghargai hak asasinya. Pancasila adalah sumber hukum bangsa Indonesia yang mempersatukan bangsa Indonesia yang beraneka ragam corak dan keinginannya. Sila-sila Pancasila dengan nyata memilih potensi sebagai pengikat kemajemukan bangsa. Hal ini karena Pancasila tidak membeda-bedakan segala unsur bangsa yang ada tetapi di dudukkan setara di hadapan hukum. Implementasi Pancasila sebagai pemersatu segala unsur bangsa diterapkan dengan prinsip “Bhineka Tunggal Ika”. Mengingat pentingnya manusia dalam negara Pancasila maka Pancasila selalu menempatkan martabat dan seluruh haknya diatas segala-galanya (Suroto, 2015). Manusia adalah satu-satunya hamba Allah yang diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna. Dalam kehidupan beragama, manusia selalu ditempatkan diatas segala-galanya, bahkan dirinya menjadi tolak ukur dari segala sesuatu yang ada. Akan tetapi, sejauhmana penghayatan Pancasila terhadap manusia dan seluruh harkat dan martabatnya merupakan masalah yang tidak mudah untuk didiskusikan secara singkat. Hakikatnya, yang menjadi latar belakang pentingnya pengakuan harkat dan martabat sebagai HAM dikarenakan inisiatif manusia terhadap harga diri dan martabatnya sebagai akibat sewenang-wenangnya dari penguasa, penjajahan, ketidakadilan dan perbudakan. Oleh sebab itu, makalah yang berjudul “Pengakuan Harkat dan Martabat sebagai Hak Asasi Manusia berdasarkan Sila Kemanusiaan”ini membantu menjelaskan bahwa setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban, misalnya manusia mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan perlindungan serta keadilan, namun manusia juga berkewajiban untuk membela bangsa dan negaranya secara utuh. Hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban harus berjalan dengan seimbang. Alasannya agar pengakuan harkat dan martabat manusia sebagai hak asasi manusia berdasarkan sila kemanusian dapat terealisasikan dengan baik. Realisasi yang baik dari pengakuan harkat dan martabat membuat manusia dapat hidup dengan aman, damai dan memiliki kebebasan untuk memilih sesuai dengan aturan yang berlaku. Aturan yang berlaku diatur dalam hukum di indonesia baik melalui UUD 1945, UU, dll. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut. 1. Bagaimana konsep harkat dan martabat manusia sebagai Hak Asasi Manusia pada sila kedua Pancasila? 2. Bagaimana hubungan harkat dan martabat manusia sebagai Hak Asasi Manusiapada sila kedua Pancasila? 3. Apa pentingnya harkat dan martabat manusia sebagai Hak Asasi Manusiapada sila kedua Pancasila? 1.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan yang akan dicapai dalam tulisan ini sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui konsep harkat dan martabat manusia sebagai Hak Asasi Manusia pada sila kedua Pancasila. 2. Untuk menjelaskan hubungan harkat dan martabat manusia sebagai Hak Asasi Manusiapada sila kedua Pancasila. 3. Untuk mengetahui pentingnya harkat dan martabat manusia sebagai Hak Asasi Manusiapada sila kedua Pancasila. II. PEMBAHASAN 2.1 Konsep Harkat dan Martabat Manusia sebagai HAM pada Sila Kedua Pancasila Harkat dan Martabat manusia adalah sama, apapun kedudukan, agama, suku seseorang tidak mengurangi harkat dan martabat manusia itu sebagai manusia yang ditempatkan paling tinggi diatas segala makhluk di muka bumi. Itu adalah esensi yang seharusnya kita sadari dan pahami sebagai manusia namun ada kalanya kita manusia sendiri menempatkan dan menilai diri kita lebih tinggi dari orang lain. Harkat dan martabat manusia merupakan sesuatu yang harus dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara. Kewajiban negara untuk menghormati, menjunjung tinggi dan melindungi harkat dan martabat manusia yang merupakan bagian integral dari penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) sesungguhnya sudah diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) dan Pancasila. Prinsip persamaan dalam Pancasila adalah bersifat universal, yang ajarannya sebenarnya tidak hanya ditujukan bagi bangsa Indonesia semata, tetapi umat manusia secara keseluruhan. Inti ajarannya, seperti tersirat dalam sila kedua, selain memerintahkan penegakan keadilan dan eliminasi kezaliman, juga meletakkan pilar-pilar perdamaian yang diiringi dengan himbauan kepada umat manusia agar hidup dalam suasana persaudaraan dan toleransi tanpa memandang perbedaan ras, suku, bangsa, dan agama karena manusia pada awalnya berasal dari asal yang sama. Jadi, dari segi harkat dan martabat hakikat manusia sebenarnya sama. Hal ini mengandung makna bahwa manusia Indonesia juga harus diperlakukan sama oleh siapapun, dimanapun, dan kapanpun (Sinal, 2016:95). Persamaan dan keadilan yang diajarkan Pancasila tersebut selain melindungi hak setiap orang didepan siapapun, juga menolak sikap deskriminatif. Dengan menghormati prinsip yang mulia ini, diyakini bahwa perbedaan ras, suku, dan agama, serta kemajemukan tidak menjadi penyebab atau alasan terjadinya konflik dan tindak kekerasan. Dengan kata lain, akan tercipta kerukunan hidup sesama manusia tanpa memandang perbedaan apapun (Sinal, 2016:97). Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu, dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutamma hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) yang harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan negara (Mochlisin, 2007:10) Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Konsekuensinya nilai yang terkandung dalam Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama (Darmodihardjo dalam Mochlisin, 2007: 11). 2.2 Hubungan Harkat dan Martabat Manusia sebagai Hak Asasi Manusia pada Sila Kedua Pancasila Sila perikemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti bahwa pengakuan manusia sebagai individu dan sebagai mahkluk sosial. Perikemanusiaan mengakui semua manusia sama-sama sebagai mahkluk sosial yang berkonsekuensi pada kedudukan yang sama tingi dan sama rendah (Fauzi, 2011: 11). Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia(Fauzi, 2011: 10). Pancasila telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara dan sumber dari segala sumber yang berlaku di NKRI seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila memperlakukan semua bangsa Indonesia sama dan tidak dikurangi sedikitpun akan hak dan kewajibannya sehingga satu sama lain saling merasakan dalam membela dan memajukan negara Indonesia (Suroto,2015: 1). Mengingat pentingnya manusia dalam negara maka Pancasila selalu menempatkan martabat dan seluruh haknya diatas segala-galanya karena hanya dengan kesadaran dan penghayatan akan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut, pancasila akan tetap lestari dan abadi dalam diri bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, pancasila digunakan sebagai penuntun serta petunjuk terhadap seluruh bangsa Indonesia agar menjadi rakyat Pancasilais yang siap menjaga dan melestarikan Pancasila dalam kehidupannya (Suroto, 2015: 2). Dalam negara Pancasila, manusia harus menyelaraskan angan-angan dengan kenyataan yang ada. Dalam hal ini, kita melambungkan angan-angan mengenai kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat yang kita anggap baik. Kehidupan berdasarkan Pancasila harus tetap berpijak pada kenyataan mengenai kemampuan manusia untuk mewujudkan angan-angannya dengan menyadari sepenuhnya kodrat dan martabat manusia, maka kita harus berusaha untuk meningkatkan corak dan mutu kehidupan tegaknya ajaran HAM yang ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan dan HAM sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia. Ajaran Pancasila dapat diamalkan dan dihayati secara manusiawi, maka pedoman pengamalannya juga harus bertolak dari kodrat manusia itu sendiri, khusus dari arti dan kedudukan manusia dengan manusia lainnya. Filsafat pancasila memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas martabat manusia(Suroto, 2015: 5). Menurut kenegaraan Pancasila, kebahagiaan hidup manusia itu akan mampu diwujudkan bilamana dapat dikembangkan hubungan manusia dengan masyarakat. Menurut Pancasila, hubungan sosial yang selaras, serasi dan seimbang antar individu dengan masyarakatnya tidak akan netral jika tidak dijiwai oleh nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila dalam Pancasila sebagai kesatuan. Lebih dari itu, dijelaskan bahwa kenegaraan Pancasila tetap meletakkan kepentingan pribadi dalam kerangka kesadaran kewajiban makhluk social dalam masyarakatnya, akan tetapi kewajiban terhadap masyarakat masih dirasa lebih besar daripada kepentingan pribadi (Suroto, 2015: 7). Sifat kodrat manusia sebagaimana makhluk individu dan makhluk sosial inilah yang merupakan dasar ontologis, yang merupakan suatu sifat dasar dari Pancasila. Oleh karena itu sifat dasar individu dan makhluk sosial merupakan sumber nilai serta norma dalam rangka pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara. Dalam kaitannya dengan hak-hak asasi manusia Pancasila mendasarkan pada sifat dasarnya yaitu harus senantiasa didasarkan pada sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Hak-hak manusia yang bersifat asasidimiliki oleh setiap manusia. Namun dalam kenyataannya untuk mengembangkan potensi serta menjamin hak-hak asasi manusia tersebut tidaklah mungkin dilakukan oleh dirinya sendiri. Apabila jaminan hak-hak asasidilaksanakan oleh dirinya sendiri maka tidak mustahil akan terjadi pembenturan kepentingan.Oleh karena itulah manusia membentuk suatu persekutuan hukum yang mampu melindungi dan menjamin hak-hak asasinya. Bagi Pancasila, manusia harus bersifat adil dan adil ini adalah bersifat kodrat yaitu adil terhadap Tuhannya, adil terhadap dirinya sendiri, adil terhadap orang lain, serta masyarakat (Kelan, 2015: 11). 2.3 Pentingnya Harkat Dan Martabat Manusia Sebagai Hak Asasi Manusia Pada Sila Kedua Pancasila Sila kedua Pancasila adalah dasar hubungan sosial dan budaya antara semua warga masyarakat Indonesia. Nilai utama dalam mewujudkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab adalah pengakuan hak asasi manusia. Manusia harus diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sama derajatnya. Harkat dan Martabat Manusia (HMM) pada dasarnya dimiliki oleh setiap manusia untuk menjalani kehidupan bermasyarakat karena sudah merupakan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial ciptaan Tuhan. Untuk itu setiap orang wajib dan berhak menjaga harkat dan martabatnya. Harkat dan martabat manusia tidak terlepas darihakasasimanusia dalam menjaga harga dirinya karena sudah melekat sejak lahir dan terbawa dalam kehidupan bermasyarakat. Demikian juga dengan kewajiban asasi manusia yaitu untuk membatasi hak yang dimiliki. Namun, seringkali harkat dan martabat manusia direndahkan oleh manusia lain seperti diskriminasisosial, pelanggaran HAM dan lain-lainnya. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, dan mempunyai derajat yang luhur sebagai manusia, mempunyai budi dan karsa yang merdeka sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Semua manusia memiliki martabat dan derajat yang sama di semua sendi kehidupan, dan memiliki hak-hak yang sama pula di hadapan hukum maupun dalam bidang apapun tanpa terkecuali. Derajat manusia yang luhur berasal dari Tuhan yang menciptakannya, bukanlah berasal dari sebuah pemberian ataupun hadiah sesama manusia. Dengan demikian semua manusia bebas mengembangkan dirinya sesuai dengan budinya yang sehat, jernih dan bermartabat. Sebagai mahkluk ciptaan Tuhan, semua manusia memiliki hak-hak yang sama sebagai manusia. Hak-hak yang sama sebagai manusia inilah yang sering disebut hak asasi manusia. Hak asasi manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, maksudnya hak-hak yang dimiliki manusia merupakan pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia sebagai manusia yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Sebagaimana definisi menurut UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia tersebut memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik hak yang dimiliki manusia ini tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, tidak ada yang paling penting antar karakteristiknya, oleh karenanya karakteristik HAM bersifat saling mengikat antar komponen. Pertama, bersifat Universal (universality). Artinya universalitas hak tidak dapat berubah atau tidak dialami dengan cara yang sama oleh semua orang. Hak asasi bersifat umum, semua orang tanpa terkecuali, mendapatkannya secara cumacuma dan bukan karena kedudukan atau jabatan yang diembannya. Kedua, martabat manusia (human dignity). Hak asasi merupakan hak yang melekat, dan dimiliki setiap manusia di dunia tanpa terkecuali, dari dalam kandungan hingga manusia tersebut mati. Prinsip HAM ditemukan pada pikiran setiap individu, tanpa memperhatikan umur, budaya, keyakinan, etnis, ras, gender, orientasi seksual, bahasa, kemampuan atau kelas sosial lainnya. Setiap manusia, oleh karenanya, harus dihormati dan dihargai hak asasinya. Konsekuensinya, semua orang memiliki status hak yang sama dan sederajat dan tidak bisa digolong-golongkan berdasarkan tingkatan hirarkis. Ketiga, kesetaraan (equality). Konsep kesetaraan mengekspresikan gagasan menghormati harkat dan martabat yang melekat pada setiap manusia. Secara spesifik pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyatakan bahwa ”setiap umat manusia dilahirkan merdeka dan sederajat dalam harkat dan martabatnya”. Keempat, Non diskriminasi (non-discrimination). Non diskriminasi terintegrasi dalam kesetaraan. Prinsip ini memastikan bahwa tidak seorangpun dapat meniadakan hak asasi orang lain karena faktor-faktor luar, seperti misalnya ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lainnya, kebangsaan, kepemilikan, status kelahiran atau lainnya. Kelima, Tidak dapat dicabut (inalienability). Hak-hak individu tidak dapat direnggut, dilepaskan dan dipindahkan. Namun, hak asasi manusia dapat dibatasi sepanjang untuk alasan yang dibenarkan menurut hukum yang berlaku pada suatu negara, misalnya apabila seseorang melakukan tindak pidana, dengan ancaman kurungan penjara. Artinya, hak-hak asasi warga binaan yang dipenjara tidak lantas tidak dapat dikurangi, seperti hak mendapat hiburan, berwisata, bahkan makan dan minum-pun semua dibatasi. Keenam, Tak bisa dibagi (indivisibility). HAM-baik hak sipil, politik, sosial, budaya, ekonomi-semuanya bersifat inheren, yaitu menyatu dalam harkat martabat manusia. Pengabaian terhadap satu hak akan menyebabkan pengabaian terhadap hak-hak lainnya. Hak setiap orang untuk bisa memperoleh penghidupan yang layak adalah hak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hak tersebut merupakan hak dasar bagi setiap orang agar bisa menikmati hak-hak lainnya seperti hak atas kesehatan atau hak atas pendidikan. Ketujuh, Saling berkaitan dan bergantung (interrelated and interdependence). Pemenuhan dari satu hak seringkali bergantung kepada pemenuhan hak lainnya, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Contohnya, dalam situasi tertentu, hak atas pendidikan atau hak atas informasi adalah saling bergantung satu sama lain. Misalnya, apabila hak terhadap pendidikan tidak didapat seseorang, maka akan berdampak pada hak memperoleh pekerjaan, berimplikasi terhadap hak atas kesejahteraan dan tentu berpengaruh terhadap hak hidup secara layak. Oleh karena itu pelanggaran terhadap suatu hak akan saling bertalian, hilangnya satu hak mengurangi hak lainnya. Terakhir, Tanggung jawab negara (state responsibility). Negara dan para pemangku kewajiban lainnya bertanggung jawab untuk menaati hak asasi. Bahkan, di Indonesia sendiri hal ini ditegaskan lagi melalui kebijakan Presiden Jokowi melalui Nawacita, bahwa negara harus hadir kepada segenap warga negaranya, melalui serangkaian instrumen HAM yang disahkan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karenanya, masyarakat dalam hal ini, harus tunduk pada norma-norma hukum dan standar yang tercantum di dalam instrumen-instrumen HAM. Seandainya pemerintah gagal dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pihak-pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan tuntutan secara layak, sebelum tuntutan itu diserahkan pada sebuah pengadilan yang kompeten atau adjudikator (penentu) lain yang sesuai dengan aturan dan prosedur hukum yang berlaku (Suroto,2015). III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, dan hasil pembahassan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Konsep harkat dan martabat manusia sebagai Hak Asasi Manusia pada sila kedua Pancasila yaitu menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak manusia, dan menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama. 2. Hubungan harkat dan martabat manusia sebagai Hak Asasi Manusia pada sila kedua Pancasila yaitu manusia harus bersifat adil terhadap semua aspek, baik Tuhannya, dirinya sendiri, dan orang lain, selain itu harus diimbangi dengan pengetahuan mengenai norma yang ada. 3. Harkat dan martabat manusia memiliki peranan yang penting sebagai Hak Asasi Manusia menurut sila kedua Pancasila diantaranya Pancasila sangat menghargai dan menempatkan harkat dan martabat manusia diatas segala-galanya. 3.2 Saran Sebagai manusia khususnya warga negara yang baik, jangan hanya ingin menuntut hak dan keinginan diri sendiri saja, melainkan juga menjalankan dan melaksakan kewajiban yang ada. DAFTAR PUSTAKA Fauzi, Galit Rizky, 2011. HAM dalam Pancasila. Yogyakarta: STMIK AMIKOM. Harono, R., 2009. “Harkat dan Martabat Manusia (HMM) dan Implikasinya terhadap Pendidikan”. Dalam Jurnal Ham dan Pancasila. Padang. Kaelan, 2015. Pancasila sebagai Dasar Penjabaran Hak-Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Mochlisin. 2007. Kewarganegaraan. Jakarta: Interplus. Mundzir, Hudriya., Sri H, & Moh Sinal., 2016. Pendidikan Pancasila dalam Perspektif Historis dan Ketatanegaraan Rupublik Indonesia. Malang: Politeknik Negeri Malang. Sinal, Mohamad. 2016. Pancasila Konsensus Negara-Bangsa Indonesia. Malang: Madani. Suroto, 2015. “Harkat dan Martabat Manusia dalam Pandangan Kenegaraan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945”. Dalam Jurnal Pembaharuan Hukum: Volume 2 No 3. Semarang: Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG).