BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Internasional merupakan bagian hukum yang mengatur aktifitas entitas bersekala internasional. Pada awalnya hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakn komplek. Hukum Internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antar negara. Hukum bangsabangasa dipergunakan untuk menunjukan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antar raja zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau negara menunjukan pada kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antar negara dengan negara, negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum satu sama lain. Negara-negara yang termasuk kedalam massyarakat internasional selalu tidak tetap dan berubah-ubah, perjalanan sejarah yang panjang membuahkan banyak perubahan tersebut. Negara-negara lama lenyap atau bergabung dengan dengan negara lain unutk kemudian membentuk sebuah Negara baru, atau terpecah menjadi beberapa Negara baru, atau wilayah-wilayah koloni atau wilayah-wilayah jajahan melalui proses emansipasi memperoleh status Negara. Perubahan-perubahan seperti ini telah meyebabkan persoalan-persoalan bagi massyarakat internasional salah satu dari persoalan tersebut adalah pengakuan 1 (recognition) terhadap Negara baru atau pemerintah baru atau hal-hal yang berkaitan dengan perubahan status lainya. Masalah pengakuan lama-kelamaan mau tidak mau harus dihadapi oleh beberapa Negara terutama apabila hubungan diplomatik dengan Negara-negara atau pemerintah-pemerintah yang diakui itu dianggap perlu untuk dipertahankan. Oleh karna itu dalam penulian makalah ini, penulis berupaya untuk mengupas fakta dan permasalahan yang terjadi yang berkaitan erat dengan pengkuan. B. Identifikasi dan Rumusan masalah Dari latar belakang tersebut, kami akan membatasi pokok bahasan makalah ini. Kami membatasi masalah menjadi 1. Pengaertian pengakuan 2. Pengakuan de jure dan de facto 3. Akibat hukum dari pengakuan 4. Pengakuan terhadap insurgensi dan beligerensi 5. Pengakuan berkenaan dengan wilayah dan non wilayah C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui apa itu Pengakuan 2. Bagaimana cara memperoleh pengakuan secara de jure maupun secara de facto 3. Untuk mengetahui apakah akibat dari pengakuan 2 D. Manfaat Penulisan Dengan diselesaikannya penulisan makalah ini, penulisan makalah ini diharapkan hasilnya dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut : 1. Secara teoritis, hasil makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada pengembangan ilmu hukum di bidang hukum internasional tentang pengakuan de jure dan de facto hukum internasional. Selain itu dapat memperluas pandangan ilmiah mengenai Pengakuan Hukum Internasional 2. Secara praktis, sebagai bahan masukan bagi pembuat Undang-undang di bidag Hukum Internasional untuk melakukan pembaharuan peraturan perundangundangan serta sistem hukumnya. Selain itu, sebagai bahan informasi bagi para pelaksana kebijakan dalam mengambil langkah-langkah perumusan kebijakan mengenai Pengakuan Hukum Internasional 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pengakuan Pengakuan (recognition) adalah perbuatan politik dari perbuatan hukum karena pengakuan merupakan perbuatan pilihan yang di dasarkan pada pertimbangan kepentingan negara yang mengakui dan bukann di dasarkan pada ketentuan kaidah hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban berdasarkan hukum. Nampaklah bahwa negara-negara dalam memberikan pengakuan ini sematamata hanya didasarkan pada alasan-alasan politis, bukan alasan hukum. Dari praktek negara-negara tidak ada keseragaman dan tidak menunjukkan adanya aturan-aturan hukum dalam masalah pengakuan ini. Namun dengan diakuinya suatu negara/pemerintah baru, konsekuensi yang ditimbulkannya dapat berupa konsekuensi politis tertentu dan konsekuensi yuridis antara negara yang diakui dengan Negara yang mengakui. Konsekuensi politis misalnya, antara kedua negara dapat dengan leluasa mengadakan hubungan diplomatik, sedangkan konsekuensi yuridis misalnya berupa: Pertama, pengakuan tersebut merupakan pembuktian atas keadaan yang sebenarnya, Kedua, pengakuan menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu dalam mengembalikan tingkat hubungan diplomatik antara negara yang mengakui dan yang diakui; Ketiga, pengakuan memperkokoh status hukum negara yang diakui dihadapan pengadilan negara yang mengakui. 4 Selain alasan politis pemberian pengakuan suatu Negara kepada negara lain terlebih dahulu harus ada keyakinan bahwa negara baru tersebut telah memenuhi unsur-unsur minimum suatu negara menurut hukum internasional dan pemerintah baru tersebut menguasai dan mampu memimpin wilayahnya. Adapun unsur-unsur lain dari pemberian pengakuan yaitu: Pertama, pemerintah dalam negara baru tersebut harus mendapatkan kekuasaannya melalui cara-cara konsitutisional, kedua, negara tersebut harus mampu bertanggung jawab terhadap negara lain. Berangkat dari fakta-fakta tersebut, maka dicoba memberikan definisi tentang pengakuan, yaitu tindakan politis suatu negara untuk mengakui negara baru sebagai subyek hukum internasional yang mengakibatkan hukum tertentu. Identitas dan jumlah_jumlah Negara-negara yang termasuk kedalam masyarakat internasional selalu tidak tetap berubah-ubah. Perjalanan sejarah yang telah membuahkan tersebut Negara-negara lama lenyap atau bergabung dengan Negara lain atau membentuk suatu Negara baru, atau terpecah menjadi Negara baru atau wilayah-wilayah koloni atau wilayah jajahan melalui proses emansipasi memperoleh status Negara bahkan dalam lingkungan Negara yang ada, terjadi revolusi atau berkuasanya pihak militer dan status dari pemerintah-pemerintah barutersebut menjadi persoalan bagi Negara-negara lalin yang sebelumnya menjalin hubungan-hubunngan dengan pemerintah atau apabila tidak di ikuti kebijaksanaan untuk tidak mengakui pemerintah baru yang semata-mata karena pergaulan Namun persoalan ini merupakan salah-satu dari persoalan yang cukup sulit dan pada tahap pengembangan hukum internasional ini dapat di kemukakan sebagai 5 suatu kumpulan kaidah atau prinsip yang sedikit lebih memiliki kejelasan kalau tidak sebagai suatu rangkaian praktek Negara yang berubah-ubah tidak konsisten dan tidak sistematis yang meliputi juga kebjaksanaan Negara-negara, misalnya, sebagaimana yang akan lihat kita nanti, beberapa diantara Negara-negara itu menerapkan cara pengakuan tradisional atau tidak memberikan pengakuan terhadap pemerintah baru, sedangakan Negara-negara lain meninggalkan cara pengakuan dan mengembangakn system yang saat ini di pakai, sesuai dengan keadaan-kedaan dengan menjalin hubungan atau tidak mengadakan hubungan dengan rejim-rejim pemerintah yang baru tanpa memperhatikan diberikanya pengakuan resmi atau tidak mengakui secara resmi. Teori pembuktian lebih lanjut didukung oleh aturan-aturan berikut; 1. Aturan bahwa apabila timbul persoalan di pengadilan Negara yang baru saat mengenai saat Negara itu berdiri, maka tidak relepan untuk mempertimbangkan saat kapan diakui traktat-traktat dengan Negara lain yang mengakuinya berlaku. Saat persyaratan-persayaratan status kenegaraan di penuhi itulah sesungguhnya yang merupakan saat yang tepat 2. Aturan bahwa pengakuan juga berlaku terhadap pemerintah-pemerintah yang baru mempunyai akibat berlaku surut (retroactive) yaitu kembali kepada pmasa lahirnya Negara itu sebagai Negara merdeka. Telah di kemukakan bahwa Negara memiliki kewajiban menurut hukum internasional untuk mengakui Negara baru atau pemerintah baru yang telah memenuhi persayratan-persyaratan status kenegaraan atau kapasitas pmerintahan , namun demikian exsistensi dari kewajiban tersebut tidak di dukung oleh presiden dan 6 praktek yang kuat khususnya untuk perbedaan sikap seperti yang terjadi selama tahun 1949-1980 menyangkut pengakuan terhadap Republik rakyat cina, meskipun mungkin dapat dikatakan bahwa dalam pemberian pengakuan terhadap Negaranegara yang baru berdiri (misalnya kepada wilayah-wilayah dekolonisasi atau wilayah-wilayah perwalian yang telah memperoleh emansipasi) beberapa Negara menganggap bahwa dirinya terikat untuk memberikan pengakuan demikian B. Macam –Macam Pengakuan 1. Pengakuan berdasarkan sifatnya: a. Pengakuan Tidak Langsung Pengakuan recognition), tidak adalah langsung atau keadaan-keadaan diam-diam yang (implied secara tegas mengindikasikan kemauan untuk menjalin hubungan resmi dengan negara atau pemerintah baru. b. Pengakuan Bersyarat Jarang terjadi negara-negara diakui secara bersyarat, umumnya berupa suatu kewajiban yang harus dipenuhi negara itu, akibat pengakuan bersyarat demikian adalah apabila keawjibankewajiban tidak dipenuhi tidak akan menghapus pengakuan yang sudah diberikan, karena sekali pengakuan itu diberikan maka tindakan tersebut tidak dapat ditarik kembali. Apabila dengan syarat yang ditentukan negara tidak memenuhinya tentu saja akan menimbulkan suatu pelanggaran, dengan pelanggran atas syarat- 7 syarat tersebut maka negara yang diakui dapat dinyatakan bersalah melanggar hukum internasional, dan terbuka kesempatan bagi negara yang mengkui untuk memutuskan hubungan diplomatik sebagai sanksinya. c. Pengakuan Kolektif Pengakuan secara kolektif ini diwujudkan dalam suatu perjanjian internasional atau konferensi multilateral. Contoh; Melalui helsinki treaty tahun 1976, negara-negara NATO mengakui republik demokrasi jerman timur dan negara-negara pakta warsawa mengakui pula republik federal jerman. Pada tanggal 18 april 1975 kelima negara asean secara bersama mengakui pemerintahan kamboja yang baru segera setelah jatuhnya ibukota phnom penuh ke tangan kelompok komunis. d. Pengakuan terhadap Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan Terhadap Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan tidak akan mempengaruhi pengakuan suatu negara. Tepatnya apabila pemerintah dari suatu negara menolak memberikan pengakuan terhadap suatu perubahan dalam bentuk pemerintahan negara lain, maka hal ini bukan berarti menghapuskan pengakuan terhadap status kenegaraanya. 8 2. Pengakuan berdasarkan jenisnya : a. Pengakuan de facto adalah pengakuan yang di berikan dengan anggapan dan kepercayaan bahwa yang di akui untuk sementara dan dengan reservasi dikemudian hari telah memenuhi syarat dan hubungan internasional b. Pengakuan de jure adalah pengakuan yang di dasarkan pertimbangan bahwa yang di akui telah memneuhi syarat untuk ikut serta dalam hubungan internasional C. Teori – Teori Tentang Pengakuan Salah satu materi penting dalam pengajaran hukum internasional adalah masalah pengakuan (recognition). Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah ada atau tidaknya pengakuan membawa suatu akibat hukum terhadap status atau keberadaan suatu negara menurut hukum internasional? Dalam hubungan itu ada beberapa teori : 1. Teori Deklaratoir 2. Teori Konstitutif 3. Teori Pemisah atau Jalan Tengah. Menurut penganut Teori Deklaratoir, pengakuan hanyalah sebuah pernyataan formal saja bahwa suatu negara telah lahir atau ada. Artinya, ada atau tidaknya pengakuan tidak mempunyai akibat apa pun terhadap keberadaan suatu negara sebagai subjek hukum internasional. Dengan kata lain, ada atau tidaknya pengakuan tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban suatu negara dalam hubungan internasional. 9 Berbeda dengan penganut Teori Deklaratoir, menurut penganut Teori Konstitutif, pengakuan justru sangat penting. Sebab pengakuan menciptakan penerimaan terhadap suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Artinya, pengakuan merupakan prasyarat bagi ada-tidaknya kepribadian hukum internasional (international legal personality) suatu negara. Dengan kata lain, tanpa pengakuan, suatu negara bukan atau belumlah merupakan subjek hukum internasional. Karena adanya perbedaan pendapat yang bertolak belakang itulah lantas lahir teori yang mencoba memberikan jalan tengah. Teori ini juga disebut Teori Pemisah karena, menurut teori ini, harus dipisahkan antara kepribadian hukum suatu negara dan pelaksanaan hak dan kewajiban dari pribadi hukum itu. Untuk menjadi sebuah pribadi hukum, suatu negara tidak memerlukan pengakuan. Namun, agar pribadi hukum itu dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dalam hukum internasional maka diperlukan pengakuan oleh negara-negara lain. 10 BAB III METODELOGI PENELITIAN Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap pasalpasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap permasalahan diatas. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan. Sedangkan bersifat normatif maksudnya penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya. Dalam penelitian hukum normatif maka yang diteliti pada awalnya data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian tehadap data primer dilapangan atau terhadap prakteknya. Kegiatan penelitian yang dilakukan penulis adalah kegiatan penelitian kepustakaan sekaligus penelitian lapangan karena penelitian ini tidak hanya mempelajari materi kepustakaan yang berupa literatur, buku-buku, tulisan dan makalah tentang pemecahan perkara pidana (splitsing) dalam proses pembuktian suatu tindak pidana, akan tetapi dilakukan juga pengambilan data langsung dilapangan. 11 BAB IV PEMBAHASAN A. Pengakuan Terhadap Insurgensi dan Beligerensi Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional Pemberontakan adalah urusan dalam negeri suatu negara. Tujuan Pemberontakan : menggulingkan pemerintah yang sah, memisahkan diri dan membentuk negara sendiri, menuntut etonomi yang lebih luas. HI tidak menentukan hukuman apapun terhadap pemberontak. Lahirnya pengakuan ini didorong oleh rasa kemanusiaan terhadap nasib kaum pemberontak yang menjadi buruan di negaranya, padahal mereka sebenarnya bukanlah penjahat kriminal biasa, melainkan pejuang-pejuang politik yang mengangkat senjata. 12 Pengakuan ini akan memberikan kedudukan hukum tertentu kepada kaum pemberontak, setidak-tidaknya untuk menjamin bahwa tindakan-tindakan mereka tidak dianggap semata-mata sebagai pelanggaran hukum belakang. Pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada kaum pemberontak tidak berarti negara tersebut berpihak kepada kaum pemberontak tersebut. Pengakuan ini sifatnya lebih jelas dan tegas daripada pengakuan pemberontak. Pengakuan ini diberikan jika kaum pemberontak kedudukannya kuat dan seolah-olah sudah memiliki pemerintahan sendiri sebagai tandingan pemerintahan yang sedang berkuasa, seakan-akan ada dua pemerintahan yang sedang bertanding. Negara ketiga akan memberikan pengakuan beligerensi dan kaum pemberontak akan diakui statusnya sebagai belligerent, yang mempunyai konsekuensi. B. Pengakuan Berdasarkan Wilayah dan Non Wilayah Sering Negara-negara memperoleh wilayah baru atau hak-hak lain melalui tindakan sepihak yang kemungkinan: Dalam hal melanggar hukum internasional, pengakuan mungkin dapat di upayakan untuk mengubah keraguan atas hak tersebut menjadi sesuatu yang sah dank arena pengakuan itu akan menjadi pelepasan dari tuntutan Negara-negara lain berupa klaim-klaim atau keberatan-keberatan yang tidak sesuai dengan hak yang diakui, dengan cara ini kemungkinan bahwa tidak di berikanya pengakuan akan melemakan tuntutan yang di dasarkan atas persetujuan diam-diam di kesampingkan. Kesinambungan hubungan-hubungan resmi dengan Negara yang bersangkutan, 13 setelah pengambil alihan wilayah tersebut tidak dengan sendirinya mengandung arti pengakuan terhadap hak atas wilayahnya. C A kibat-Akibat Hukum Dari Pengakuan Pengakuan menimbulkan akibat-akibat/konsekuensi hukum yang menyangkut hak-hak, kekuasaan-kekuasaan dan privilege-privilege dari negara atau pemerintah yang diakui baik menurut hukum internasional maupun menurut hukum nasional negara yang memberikan pengakuan. Kapasitas dari suatu negara atau pemerintah yang diakui dapat dilihat dari segi negative, dengan cara mengetahui kelemahan-kelemahan dari suatu negara yang tidak diakui. Kelemahan hukum yang utama dari suatu negara atau pemerintah yang tidak diakui, adalah antara lain, sebagai berikut: 1. Negara itu tidak dapat berperkara di pengadilan-pengadilan negara yang belum mengakuinya. Prinsip yang melandasi kaidah ini secara tepat ditegasaka dalam suatu kasus Amerika : “suatu negara asing yang mengajukan perkara di Mahkamah kita bukanlah karena persoalan hak. Kewenangan unutk melakukan hal tersebut merupakan komitas (kesopanan). Sebelum Pemerintah tersebut diakui oleh Amerika Serikat, maka komitas demikian tidak ada”. 2. Dengan alasan prinsip yang sama, tindakan-tindakan dari suatu negara atau pemerintah yang belum diakui pada umumnya tidak akan berakibat hukum dipengadilan-pengadilan negara yang tidak mengakuinya sebagaimana yang biasa diberikan menurut aturan-aturan “komitas” 3. Perwakilannya tidak dapat menuntut imunitas dari proses peradilan 14 4. Harta kekayaaan yang menjadi hak suatu negara yang pemerintahannya tidak diakui sesungguhnya dapat dimiliki oleh wakil-wakil dari rezim yang telah digulingkan. Dengan adanya pengakuan mengubah kelemahan-kelemahan ini menjadi negara atau pemerintah yang berdaulat yang berstatus penuh. Dengan demikian untuk negara yang diakui akan mendapatkan: 1. Memperoleh hak untuk mengajukan perkara di muka pengadilan-pengadilan negara yang mengakuinya. 2. Dapat memperoleh pengukuhan atas tindakan-tindakan legislatif dan eksekutif baik di masa lalu maupun di masa mendatang oleh pengadilanpengadilan negara yang mengakuinya. 3. Dapat menuntut imunitas dari pengadilan berkenaan dengan harta kekayaan dan perwakilan-perwakilan diplomatiknya. 4. Berhak untuk meminta dan menerima hak milik atau untuk menjual harta kekayaan yang berada didalam yuridiksi suatu negara yang mengakuinya yang sebelumnya menjadi milik dari pemerintah terdahulu. Menurut hukum internasional, status negara atau pemerintah yang diakui secara de jure membawa serta hak-hak istimewa penuh keanggotaan dalam massyarakat internsional. Dengan demikian negara tersebut memperoleh kapasitas untuk menjalin hubungan-hubungan diplomatik dengan negara-negara lain dan untuk membentuk traktat-traktat dengan negara negara tersebut. Juga negara-negara tersebut tunduk pada berbagai kewajiban menurut hukum internsional dalam hubungannya dengan negara atau pemerintah yang baru diakui, yang pada gilirannya menimbulkan 15 kewajiban-kewajiban yang sama secara timbal-balik. Oleh karna itu, maka sejak pengakuan tersebut, kedua belah pihak memikul beban hak dan kewajiban hukum internasional. 16 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Lembaga pengakuan merupakan masalah yang cukup krusial dalam rana hukum internasional karena tidak ada satu ketentutan hukum internsional yang mengatur tentang lembaga pengakuan tersebut. Kerap kali dalam praktek sebagian besar negara, pengakuan merupakan masalah politik daripada masalah hukum. Kebijaksanaan dari suatu negara untuk mengkui negara lain ditentukan terutama oleh perlunya perlindungan atas kepentingan-kepentingan negara yang erat kaitannya dengan terpelihara hubungan dengan setiap negara baru atau pemerintah baru yang mungkin stabil dan tetap. Pertimbangan politis lainya adalah: perdangan, strategi dan lainnya yang akan menimbulkan pertimbangan-pertimbangan suatu negara dalam memberikan pengakuannnya. B. Saran Lembaga pengakuan memang memiliki tempat tersendiri dalam hukum internsaional, apabila suatu negara tidak diakui oleh negara lain maka negara tersebut tidak dapat mengadakan hubungan dengan negara yang bersangkutan. Dalam praktek cenderung lembaga pegakuan dihantui oleh nuansa politik, oleh karna itu terdapat suatu istilah bahwa lembaga pengkuan sebernya bukan sesuatu yang berdampak yuridis tetapi hannya sekedar kegiatan-kegiatan petimbangan kepentingan semata. Harapan saya dalam kesempatan ini agar negara tidak lagi menggunakan kepentingannya untuk memberikan pengakuan kepada negara lain. Saya berharap 17 agar ada ketentuan khusus yang secara limitatif menegasakan bahwa garis-garis besar suatu negara yang pantas diakui itu seperti apa, agar tidak ada lagi kerancuan yang terjadi seperti sebagian negara mengakui negara lain, sedangkan sebagian lagi tidak. 18 DAFTAR PUSTAKA Starke J.G., 2010. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta : Sinar Grafika. http://rigoristo.blogspot.com/2011/09/pemberontak-beligerensi-sebagai-subjek.html http://id.shvoong.com/law-and-politics/international-law/ tyosetiadilaw.wordpress.com/2010/04/14/pengakuan-dalam-hukum-internasional/ sm-noor.blogspot.com/2012/02/pengakuan-dalam-hukuminternasional.html?m=1 19