Uploaded by User12701

Hukum Internasional

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Internasional merupakan bagian hukum yang mengatur aktifitas
entitas bersekala internasional. Pada awalnya hukum Internasional hanya diartikan
sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola
hubungan internasional yang semakn komplek. Hukum Internasional adalah hukum
bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antar negara. Hukum bangsabangasa dipergunakan untuk menunjukan pada kebiasaan dan aturan hukum yang
berlaku dalam hubungan antar raja zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau negara
menunjukan pada kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan
yang melintasi batas negara antar negara dengan negara, negara dengan subjek
hukum lain bukan negara atau subjek hukum satu sama lain.
Negara-negara yang termasuk kedalam massyarakat internasional selalu tidak
tetap dan berubah-ubah, perjalanan sejarah yang panjang membuahkan banyak
perubahan tersebut. Negara-negara lama lenyap atau bergabung dengan dengan
negara lain unutk kemudian membentuk sebuah Negara baru, atau terpecah menjadi
beberapa Negara baru, atau wilayah-wilayah koloni atau wilayah-wilayah jajahan
melalui proses emansipasi memperoleh status Negara.
Perubahan-perubahan seperti ini telah meyebabkan persoalan-persoalan bagi
massyarakat internasional salah satu dari persoalan tersebut adalah pengakuan
1
(recognition) terhadap Negara baru atau pemerintah baru atau hal-hal yang berkaitan
dengan perubahan status lainya.
Masalah pengakuan lama-kelamaan mau tidak mau harus dihadapi oleh
beberapa Negara terutama apabila hubungan diplomatik dengan Negara-negara atau
pemerintah-pemerintah yang diakui itu dianggap perlu untuk dipertahankan. Oleh
karna itu dalam penulian makalah ini, penulis berupaya untuk mengupas fakta dan
permasalahan yang terjadi yang berkaitan erat dengan pengkuan.
B. Identifikasi dan Rumusan masalah
Dari latar belakang tersebut, kami akan membatasi pokok bahasan makalah ini. Kami
membatasi masalah menjadi
1. Pengaertian pengakuan
2. Pengakuan de jure dan de facto
3. Akibat hukum dari pengakuan
4. Pengakuan terhadap insurgensi dan beligerensi
5. Pengakuan berkenaan dengan wilayah dan non wilayah
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa itu Pengakuan
2. Bagaimana cara memperoleh pengakuan secara de jure maupun secara de facto
3. Untuk mengetahui apakah akibat dari pengakuan
2
D. Manfaat Penulisan
Dengan diselesaikannya penulisan makalah ini, penulisan makalah ini diharapkan
hasilnya dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut :
1.
Secara teoritis, hasil makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
pada pengembangan ilmu hukum di bidang hukum internasional tentang
pengakuan de jure dan de facto hukum internasional. Selain itu dapat
memperluas pandangan ilmiah mengenai Pengakuan Hukum Internasional
2.
Secara praktis, sebagai bahan masukan bagi pembuat Undang-undang di bidag
Hukum Internasional untuk melakukan pembaharuan peraturan perundangundangan serta sistem hukumnya. Selain itu, sebagai bahan informasi bagi para
pelaksana kebijakan dalam mengambil langkah-langkah perumusan kebijakan
mengenai Pengakuan Hukum Internasional
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Pengakuan
Pengakuan (recognition) adalah perbuatan politik dari perbuatan hukum karena
pengakuan merupakan perbuatan pilihan yang di dasarkan pada pertimbangan
kepentingan negara yang mengakui dan bukann di dasarkan pada ketentuan kaidah
hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban berdasarkan hukum.
Nampaklah bahwa negara-negara dalam memberikan pengakuan ini sematamata hanya didasarkan pada alasan-alasan politis, bukan alasan hukum. Dari praktek
negara-negara tidak ada keseragaman dan tidak menunjukkan adanya aturan-aturan
hukum
dalam
masalah
pengakuan
ini.
Namun
dengan
diakuinya
suatu
negara/pemerintah baru, konsekuensi yang ditimbulkannya dapat berupa konsekuensi
politis tertentu dan konsekuensi yuridis antara negara yang diakui dengan Negara
yang mengakui.
Konsekuensi politis misalnya, antara kedua negara dapat dengan leluasa
mengadakan hubungan diplomatik, sedangkan konsekuensi yuridis misalnya berupa:
Pertama, pengakuan tersebut merupakan pembuktian atas keadaan yang sebenarnya,
Kedua,
pengakuan
menimbulkan
akibat-akibat
hukum
tertentu
dalam
mengembalikan tingkat hubungan diplomatik antara negara yang mengakui dan yang
diakui; Ketiga, pengakuan memperkokoh status hukum negara yang diakui
dihadapan pengadilan negara yang mengakui.
4
Selain alasan politis pemberian pengakuan suatu Negara kepada negara lain
terlebih dahulu harus ada keyakinan bahwa negara baru tersebut telah memenuhi
unsur-unsur minimum suatu negara menurut hukum internasional dan pemerintah
baru tersebut menguasai dan mampu memimpin wilayahnya.
Adapun unsur-unsur lain dari pemberian pengakuan yaitu: Pertama, pemerintah
dalam negara baru tersebut harus mendapatkan kekuasaannya melalui cara-cara
konsitutisional, kedua, negara tersebut harus mampu bertanggung jawab terhadap
negara lain.
Berangkat dari fakta-fakta tersebut, maka dicoba memberikan definisi tentang
pengakuan, yaitu tindakan politis suatu negara untuk mengakui negara baru sebagai
subyek hukum internasional yang mengakibatkan hukum tertentu.
Identitas
dan
jumlah_jumlah
Negara-negara
yang
termasuk
kedalam
masyarakat internasional selalu tidak tetap berubah-ubah. Perjalanan sejarah yang
telah membuahkan tersebut Negara-negara lama lenyap atau bergabung dengan
Negara lain atau membentuk suatu Negara baru, atau terpecah menjadi Negara baru
atau wilayah-wilayah koloni atau wilayah jajahan melalui proses emansipasi
memperoleh status Negara bahkan dalam lingkungan Negara yang ada, terjadi
revolusi atau berkuasanya pihak militer dan status dari pemerintah-pemerintah
barutersebut menjadi persoalan bagi Negara-negara lalin yang sebelumnya menjalin
hubungan-hubunngan dengan pemerintah atau apabila tidak di ikuti kebijaksanaan
untuk tidak mengakui pemerintah baru yang semata-mata karena pergaulan
Namun persoalan ini merupakan salah-satu dari persoalan yang cukup sulit dan
pada tahap pengembangan hukum internasional ini dapat di kemukakan sebagai
5
suatu kumpulan kaidah atau prinsip yang sedikit lebih memiliki kejelasan kalau
tidak sebagai suatu rangkaian praktek Negara yang berubah-ubah tidak konsisten dan
tidak sistematis yang meliputi juga kebjaksanaan Negara-negara, misalnya,
sebagaimana yang akan lihat kita nanti, beberapa diantara Negara-negara itu
menerapkan cara pengakuan tradisional atau tidak memberikan pengakuan terhadap
pemerintah baru, sedangakan Negara-negara lain meninggalkan cara pengakuan dan
mengembangakn system yang saat ini di pakai, sesuai dengan keadaan-kedaan
dengan menjalin hubungan atau tidak mengadakan hubungan dengan rejim-rejim
pemerintah yang baru tanpa memperhatikan diberikanya pengakuan resmi atau tidak
mengakui secara resmi. Teori pembuktian lebih lanjut didukung oleh aturan-aturan
berikut;
1. Aturan bahwa apabila timbul persoalan di pengadilan Negara yang baru saat
mengenai saat Negara itu berdiri, maka tidak relepan untuk mempertimbangkan
saat kapan diakui traktat-traktat dengan Negara lain yang mengakuinya berlaku.
Saat persyaratan-persayaratan status kenegaraan di penuhi itulah sesungguhnya
yang merupakan saat yang tepat
2. Aturan bahwa pengakuan juga berlaku terhadap pemerintah-pemerintah yang
baru mempunyai akibat berlaku surut (retroactive) yaitu kembali kepada pmasa
lahirnya Negara itu sebagai Negara merdeka.
Telah di kemukakan bahwa Negara memiliki kewajiban menurut hukum
internasional untuk mengakui Negara baru atau pemerintah baru yang telah
memenuhi persayratan-persyaratan status kenegaraan atau kapasitas pmerintahan ,
namun demikian exsistensi dari kewajiban tersebut tidak di dukung oleh presiden dan
6
praktek yang kuat khususnya untuk perbedaan sikap seperti yang terjadi selama
tahun 1949-1980 menyangkut pengakuan terhadap Republik rakyat cina, meskipun
mungkin dapat dikatakan bahwa dalam pemberian pengakuan terhadap Negaranegara yang baru berdiri (misalnya kepada wilayah-wilayah dekolonisasi atau
wilayah-wilayah perwalian yang telah memperoleh emansipasi) beberapa Negara
menganggap bahwa dirinya terikat untuk memberikan pengakuan demikian
B.
Macam –Macam Pengakuan
1.
Pengakuan berdasarkan sifatnya:
a.
Pengakuan Tidak Langsung
Pengakuan
recognition),
tidak
adalah
langsung
atau
keadaan-keadaan
diam-diam
yang
(implied
secara
tegas
mengindikasikan kemauan untuk menjalin hubungan resmi dengan
negara atau pemerintah baru.
b.
Pengakuan Bersyarat
Jarang
terjadi
negara-negara
diakui
secara
bersyarat,
umumnya berupa suatu kewajiban yang harus dipenuhi negara itu,
akibat pengakuan bersyarat demikian adalah apabila keawjibankewajiban tidak dipenuhi tidak akan menghapus pengakuan yang
sudah diberikan, karena sekali pengakuan itu diberikan maka
tindakan tersebut tidak dapat ditarik kembali. Apabila dengan
syarat yang ditentukan negara tidak memenuhinya tentu saja akan
menimbulkan suatu pelanggaran, dengan pelanggran atas syarat-
7
syarat tersebut maka negara yang diakui dapat dinyatakan bersalah
melanggar hukum internasional, dan terbuka kesempatan bagi
negara yang mengkui untuk memutuskan hubungan diplomatik
sebagai sanksinya.
c.
Pengakuan Kolektif
Pengakuan secara kolektif ini diwujudkan dalam suatu
perjanjian internasional atau konferensi multilateral. Contoh;
Melalui helsinki treaty tahun 1976, negara-negara NATO mengakui
republik demokrasi jerman timur dan negara-negara pakta warsawa
mengakui pula republik federal jerman. Pada tanggal 18 april 1975
kelima negara asean secara bersama mengakui pemerintahan
kamboja yang baru segera setelah jatuhnya ibukota phnom penuh
ke tangan kelompok komunis.
d.
Pengakuan terhadap Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan
Terhadap Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan tidak
akan mempengaruhi pengakuan suatu negara. Tepatnya apabila
pemerintah dari suatu negara menolak memberikan pengakuan
terhadap suatu perubahan dalam bentuk pemerintahan negara lain,
maka hal ini bukan berarti menghapuskan pengakuan terhadap
status kenegaraanya.
8
2.
Pengakuan berdasarkan jenisnya :
a.
Pengakuan de facto adalah pengakuan yang di berikan dengan
anggapan dan kepercayaan bahwa yang di akui untuk sementara
dan dengan reservasi dikemudian hari telah memenuhi syarat dan
hubungan internasional
b.
Pengakuan de
jure adalah
pengakuan
yang
di
dasarkan
pertimbangan bahwa yang di akui telah memneuhi syarat untuk
ikut serta dalam hubungan internasional
C.
Teori – Teori Tentang Pengakuan
Salah satu materi penting dalam pengajaran hukum internasional adalah
masalah pengakuan (recognition). Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah ada atau
tidaknya pengakuan membawa suatu akibat hukum terhadap status atau keberadaan
suatu negara menurut hukum internasional? Dalam hubungan itu ada beberapa teori :
1. Teori Deklaratoir
2. Teori Konstitutif
3. Teori Pemisah atau Jalan Tengah.
Menurut penganut Teori Deklaratoir, pengakuan hanyalah sebuah pernyataan
formal saja bahwa suatu negara telah lahir atau ada. Artinya, ada atau tidaknya
pengakuan tidak mempunyai akibat apa pun terhadap keberadaan suatu negara
sebagai subjek hukum internasional. Dengan kata lain, ada atau tidaknya pengakuan
tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban suatu negara dalam
hubungan internasional.
9
Berbeda dengan penganut Teori Deklaratoir, menurut penganut Teori Konstitutif,
pengakuan justru sangat penting. Sebab pengakuan menciptakan penerimaan
terhadap suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Artinya, pengakuan
merupakan
prasyarat
bagi
ada-tidaknya
kepribadian
hukum
internasional
(international legal personality) suatu negara. Dengan kata lain, tanpa pengakuan,
suatu negara bukan atau belumlah merupakan subjek hukum internasional.
Karena adanya perbedaan pendapat yang bertolak belakang itulah lantas lahir
teori yang mencoba memberikan jalan tengah. Teori ini juga disebut Teori Pemisah
karena, menurut teori ini, harus dipisahkan antara kepribadian hukum suatu negara
dan pelaksanaan hak dan kewajiban dari pribadi hukum itu. Untuk menjadi sebuah
pribadi hukum, suatu negara tidak memerlukan pengakuan. Namun, agar pribadi
hukum itu dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dalam hukum internasional
maka diperlukan pengakuan oleh negara-negara lain.
10
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap pasalpasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap permasalahan
diatas. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu pada
studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan.
Sedangkan bersifat normatif maksudnya penelitian hukum yang bertujuan untuk
memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan
peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya. Dalam penelitian hukum normatif
maka yang diteliti pada awalnya data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan
penelitian tehadap data primer dilapangan atau terhadap prakteknya.
Kegiatan penelitian yang dilakukan penulis adalah kegiatan penelitian
kepustakaan sekaligus penelitian lapangan karena penelitian ini tidak hanya
mempelajari materi kepustakaan yang berupa literatur, buku-buku, tulisan dan
makalah tentang pemecahan perkara pidana (splitsing) dalam proses pembuktian
suatu tindak pidana, akan tetapi dilakukan juga pengambilan data langsung
dilapangan.
11
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Pengakuan Terhadap Insurgensi dan Beligerensi
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam
negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan
urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata
dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar
kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang
dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak
sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai
tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi.
Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang
mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek
hukum internasional
Pemberontakan
adalah
urusan
dalam
negeri
suatu
negara.
Tujuan
Pemberontakan : menggulingkan pemerintah yang sah, memisahkan diri dan
membentuk negara sendiri, menuntut etonomi yang lebih luas. HI tidak menentukan
hukuman apapun terhadap pemberontak.
Lahirnya pengakuan ini didorong oleh rasa kemanusiaan terhadap nasib kaum
pemberontak yang menjadi buruan di negaranya, padahal mereka sebenarnya
bukanlah penjahat kriminal biasa, melainkan pejuang-pejuang politik yang
mengangkat senjata.
12
Pengakuan ini akan memberikan kedudukan hukum tertentu kepada kaum
pemberontak, setidak-tidaknya untuk menjamin bahwa tindakan-tindakan mereka
tidak dianggap semata-mata sebagai pelanggaran hukum belakang. Pengakuan yang
diberikan oleh suatu negara kepada kaum pemberontak tidak berarti negara tersebut
berpihak kepada kaum pemberontak tersebut.
Pengakuan ini sifatnya lebih jelas dan tegas daripada pengakuan pemberontak.
Pengakuan ini diberikan jika kaum pemberontak kedudukannya kuat dan seolah-olah
sudah memiliki pemerintahan sendiri sebagai tandingan pemerintahan yang sedang
berkuasa, seakan-akan ada dua pemerintahan yang sedang bertanding. Negara ketiga
akan memberikan pengakuan beligerensi dan kaum pemberontak akan diakui
statusnya sebagai belligerent, yang mempunyai konsekuensi.
B. Pengakuan Berdasarkan Wilayah dan Non Wilayah
Sering Negara-negara memperoleh wilayah baru atau hak-hak lain melalui
tindakan sepihak yang kemungkinan:
Dalam hal melanggar hukum internasional, pengakuan mungkin dapat di
upayakan untuk mengubah keraguan atas hak tersebut menjadi sesuatu yang sah dank
arena pengakuan itu akan menjadi pelepasan dari tuntutan Negara-negara lain berupa
klaim-klaim atau keberatan-keberatan yang tidak sesuai dengan hak yang diakui,
dengan cara ini kemungkinan bahwa tidak di berikanya pengakuan akan melemakan
tuntutan yang di dasarkan atas persetujuan diam-diam di kesampingkan.
Kesinambungan hubungan-hubungan resmi dengan Negara yang bersangkutan,
13
setelah pengambil alihan wilayah tersebut tidak dengan sendirinya mengandung arti
pengakuan terhadap hak atas wilayahnya.
C A kibat-Akibat Hukum Dari Pengakuan
Pengakuan menimbulkan akibat-akibat/konsekuensi hukum yang menyangkut
hak-hak, kekuasaan-kekuasaan dan privilege-privilege dari negara atau pemerintah
yang diakui baik menurut hukum internasional maupun menurut hukum nasional
negara yang memberikan pengakuan.
Kapasitas dari suatu negara atau pemerintah yang diakui dapat dilihat dari segi
negative, dengan cara mengetahui kelemahan-kelemahan dari suatu negara yang
tidak diakui. Kelemahan hukum yang utama dari suatu negara atau pemerintah yang
tidak diakui, adalah antara lain, sebagai berikut:
1. Negara itu tidak dapat berperkara di pengadilan-pengadilan negara yang belum
mengakuinya. Prinsip yang melandasi kaidah ini secara tepat ditegasaka dalam
suatu kasus Amerika : “suatu negara asing yang mengajukan perkara di
Mahkamah kita bukanlah karena persoalan hak. Kewenangan unutk melakukan
hal tersebut merupakan komitas (kesopanan). Sebelum Pemerintah tersebut
diakui oleh Amerika Serikat, maka komitas demikian tidak ada”.
2. Dengan alasan prinsip yang sama, tindakan-tindakan dari suatu negara atau
pemerintah yang belum diakui pada umumnya tidak akan berakibat hukum
dipengadilan-pengadilan negara yang tidak mengakuinya sebagaimana yang
biasa diberikan menurut aturan-aturan “komitas”
3. Perwakilannya tidak dapat menuntut imunitas dari proses peradilan
14
4.
Harta kekayaaan yang menjadi hak suatu negara yang pemerintahannya tidak
diakui sesungguhnya dapat dimiliki oleh wakil-wakil dari rezim yang telah
digulingkan.
Dengan adanya pengakuan mengubah kelemahan-kelemahan ini menjadi negara atau
pemerintah yang berdaulat yang berstatus penuh. Dengan demikian untuk negara
yang diakui akan mendapatkan:
1. Memperoleh hak untuk mengajukan perkara di muka pengadilan-pengadilan
negara yang mengakuinya.
2. Dapat
memperoleh
pengukuhan
atas
tindakan-tindakan
legislatif
dan
eksekutif baik di masa lalu maupun di masa mendatang oleh pengadilanpengadilan negara yang mengakuinya.
3. Dapat menuntut imunitas dari pengadilan berkenaan dengan harta kekayaan dan
perwakilan-perwakilan diplomatiknya.
4. Berhak untuk meminta dan menerima hak milik atau untuk menjual harta
kekayaan yang berada didalam yuridiksi suatu negara yang mengakuinya yang
sebelumnya menjadi milik dari pemerintah terdahulu.
Menurut hukum internasional, status negara atau pemerintah yang diakui secara
de jure membawa serta hak-hak istimewa penuh keanggotaan dalam massyarakat
internsional. Dengan demikian negara tersebut memperoleh kapasitas untuk menjalin
hubungan-hubungan diplomatik dengan negara-negara lain dan untuk membentuk
traktat-traktat dengan negara negara tersebut. Juga negara-negara tersebut tunduk
pada berbagai kewajiban menurut hukum internsional dalam hubungannya dengan
negara atau pemerintah yang baru diakui, yang pada gilirannya menimbulkan
15
kewajiban-kewajiban yang sama secara timbal-balik. Oleh karna itu, maka sejak
pengakuan tersebut, kedua belah pihak memikul beban hak dan kewajiban hukum
internasional.
16
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Lembaga pengakuan merupakan masalah yang cukup krusial dalam rana hukum
internasional karena tidak ada satu ketentutan hukum internsional yang mengatur
tentang lembaga pengakuan tersebut. Kerap kali dalam praktek sebagian besar
negara, pengakuan merupakan masalah politik daripada masalah hukum.
Kebijaksanaan dari suatu negara untuk mengkui negara lain ditentukan terutama
oleh perlunya perlindungan atas kepentingan-kepentingan negara yang erat kaitannya
dengan terpelihara hubungan dengan setiap negara baru atau pemerintah baru yang
mungkin stabil dan tetap. Pertimbangan politis lainya adalah: perdangan, strategi dan
lainnya yang akan menimbulkan pertimbangan-pertimbangan suatu negara dalam
memberikan pengakuannnya.
B.
Saran
Lembaga pengakuan memang memiliki tempat tersendiri dalam hukum
internsaional, apabila suatu negara tidak diakui oleh negara lain maka negara tersebut
tidak dapat mengadakan hubungan dengan negara yang bersangkutan. Dalam praktek
cenderung lembaga pegakuan dihantui oleh nuansa politik, oleh karna itu terdapat
suatu istilah bahwa lembaga pengkuan sebernya bukan sesuatu yang berdampak
yuridis tetapi hannya sekedar kegiatan-kegiatan petimbangan kepentingan semata.
Harapan saya dalam kesempatan ini agar negara tidak lagi menggunakan
kepentingannya untuk memberikan pengakuan kepada negara lain. Saya berharap
17
agar ada ketentuan khusus yang secara limitatif menegasakan bahwa garis-garis
besar suatu negara yang pantas diakui itu seperti apa, agar tidak ada lagi kerancuan
yang terjadi seperti sebagian negara mengakui negara lain, sedangkan sebagian lagi
tidak.
18
DAFTAR PUSTAKA
Starke J.G., 2010. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta : Sinar Grafika.
http://rigoristo.blogspot.com/2011/09/pemberontak-beligerensi-sebagai-subjek.html
http://id.shvoong.com/law-and-politics/international-law/
tyosetiadilaw.wordpress.com/2010/04/14/pengakuan-dalam-hukum-internasional/
sm-noor.blogspot.com/2012/02/pengakuan-dalam-hukuminternasional.html?m=1
19
Download