Uploaded by User11530

Papil Atrofi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Atropi papil merupakan suatu kerusakan pada saraf optik yang mengakibatkan
degenerasi pada saraf optik yang terjadi sebagai hasil akhir dari suatu proses
patologik yang merusak akson pada sistem penglihatan anterior ,dapat terjadi akibat
iskemia,inflamasi,infiltrasi kompresi dan demielinasi.Saraf optik terdiri dari ribuan
serabut saraf kecil (akson). Jika terjadi kerusakan serabut saraf akibat suatu
penyakit,maka otak tidak dapat menerima sinyal cahaya dan pandangan menjadi
kabur. Atropi papil dapat terjadi pada 1 atau 2 mata,keparahannya bergantung pada
penyebab.11
Gejala atrofi papil meliputi perubahan papil dan penurunan fungsi
visualPerubahan funggsi visual antara lain penurunan ketajaman penglihatan,
penurunan penglihatan perifer, dan buta warna, dimana gejala atrofi optik sangat
ringan dengan gangguan visus dan lapangan pandang yang sangat ringan (hidden
visual loss) sampai hilangnya visus dan lapangan pandang secara total.
WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia di mana
sepertiganya berada di Asia Tenggara. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap
menit di dunia dan 4 orang di antaranya berasal dari Asia Tenggara,sedangkan di
Indonesia diperkirakan setiap menit ada 1 orang menjadi buta.Sebagian orang yang
buta di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi yang
lemah. Di Asia Tenggara,angka kebutaan di Indonesia adalah yang tertinggi (1,5%),
disusul Bangladesh 1% ,India 0,7% dan Thailand 0,36%.3
Atrofi nervus optikus bukanlah suatu penyakit melainkan tanda dari berbagai
proses penyakit. Dengan demikian, morbiditas dan mortalitas pada atrofi optik ter
gantung pada etiologi. Berdasarkan ras, atrofi nervus optikus lebih menonjol pada
orang kulit hitam (0,3%) dibandingkan dengan kulit putih (0,005%). Tidak ada
kecenderungan jenis kelamin tertentu terhadap angka kejadian atrofi nervus
optikus. Sedangkan dari segi umur, atrofi papil saraf terlihat dalam setiap kelompok
usia. Pada kasus atrofi papil saraf jika sudah terjadi kerusakan pada nervus optikus
1
berupa kehilangan penglihatan, maka hal tersebut tidak dapat diperbaiki, namun
penyakit yang mendasari kerusakan (jika belum terjadi kerusakan) dan sangat
penting untuk melindungi mata satunya sehingga sangatlah penting bagi penderita
dengan atropi papil untuk rutin control ke dokter spesialis mata untuk
memeriksakan mata mereka kalua-kalau terjadi perubahan ddalam penglihatan.
1.2. TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang definisi
epidemiologi, anatomi dan fisiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari atrofi papil.
1.3. MANFAAT
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
mahasiswa kedokteran dan praktisi kedokteran agar dapat menambah wawasan
mengenai definisi epidemiologi, anatomi dan fisiologi, patofisiologi, klasifikasi,
manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari atrofi papil.
2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. DEFINISI
Atropi papil merupakan kerusakan pada saraf optik yang mengakibatkan
degenerasi saraf optik yang terjadi sebagai hasil akhir suatu proses patologik
yang merusak akson pada sistem penglihatan anterior.Atropi papil dapat
bersifat primer atau sekunder. Atropi papil merupakan suatu tanda yang penting
dari suatu penyakit saraf optik lanjut.7,11 Atropi papil tidak terjadi dengan segera
tetapi umumnya terjadi 4-6 minggu setelah terjadinya kerusakan akson(Skuta,
2010).
2.2. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika menurut penelitian Tielsch dkk,prevalensi kebutaan akibat
atropi papil adalah 0,8%. Menurut penelitian Munoz dkk prevalensi gangguan
penglihatan dan kebutaan akibat atropi papil adalah 0,04% dan 0,12%.Atropi
papil bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan suatu tanda dari berbagai
proses penyakit,sehingga morbiditas dan mortalitasnya sangat tergantung pada
penyebabnya. Atropi papil lebih banyak dijumpai pada orang Afrika Amerika
(0,3%) dibanding pada kulit putih (0,05%). Atropi papil dapat terjadi pada
wanita dan laki-laki, dan dapat terjadi pada semua umur(Gandhi Rashmin,
2012).
2.3. ANATOMI
Jaras visual bermula dari retina yang terdiri dari nervous optikus,
berlanjutan ke kiasma optikum, traktus optikum, badan genikulatum lateral,
radiato optikia, dan kotek visual.
3
Gambar 1. Visual Pathway (Duong Hon Vu,2011)
2.3.1 Nervus Optikus
Serabut nervus optikus terdiri dari sekitar satu juta akson yang berasal
dari sel-sel ganglion retina (lapisan serat saraf) yang terbesar di retina.
Nervus optikus masuk dari permukaan bola mata melalui foramen sklera
posterior kira-kira mm sbelah nasal kurub posterior mata. Delapan puluh
persen nervus optikus teriri atas serat-serat visual yang bersinap dalam baan
genikulatum lateral (neuron yang aksonnya berakhir pada kortek visual
primer lobus oksipital). Dua puluh persennya bersifat pupilar dan memintas
badan genikulatum kearah area saraf pusat, sehingga memiliki sifat yang
sama yaitu tidak dapat beregenerasi jika terpotong.2
Nervus optikus ini dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu1,2
a) Intra okuli (1mm). Nervus optikusintraoculi berjalan meleati sklera
memberntuk struktur seperti sebuah lubang yang isebut lamina
cribrosa, berlanjutan ke koroid dan berakhir di rongga mata sebagai
diskus optic.
b) Intraorbital (30mm). Nervus optikus intraorbital memanjang dari bagian
belakang bola mata menu foramen optik.
c) Intrakanalikular (6-9 mm). Nervus optikus intrakanalikulas berjalan
berekatan dengan arteri oftalmikus ang berada di sebelah infero lateral
nervus
4
d) Intrakranial (10mm). Nervus optikus intracranial berjalan di atas sinus
cavernosus dan bersilangan memberntuk kiasmaoptikum.1,2
2.3.2 Selubung Nervus Optikus
Selubung nervus optikus berasal dari selubung meningeal otak yang
berlanjut ke nervus optikus. Piamater melekat secara longgar pada saraf di
sekitar kiasma dan berjarak sangat dekat dengan cranium, selaput ini
melekat erat mengelilingi sebagian besar bagian intrakanalikuli dan seluruh
bagian intraorbita. Piamater ini terdiri dari sedikit jaringan fibrosa dengan
banyak pembuluh darah kecil.1,2
Arachnoid berkontak dengan nervus optikus pada ujung intrakranial
kanalis optikus hingga ke bola mata, selubung ini berakhir di sklera dan
menutupi dura. Duramater berkontak dengan nervus optikus saat saraf
keluar dari kanalis optikus. Duramater akan membelah, satu lapis melapisi
rongga orbita dan satu lapis membungkus nervus optikus.
2.3.3 Kiasma Optikus
Kiasma optikum terletak di puncak sella turnika bersudut 23 derajat
terhadap nervus optikus yang muncul dari kanalis optikus. Arteri karotis
interna tepat berada lateralnya bersebelahan dengan sinus cavernosus
kiasma dibentuk oleh pertemuan kedua nervus optikus dan merupakan
tempat persilangan serabut nasal ke traktus optikus sisi lain dan berjalannya
serabut temporal ke traktus ipsilateral.1,2
2.3.4 Jalur Visual Retrokiasma
1. Traktus Optikus
Traktus optikus merupakan berkas saraf yang berjalan dari kiasma
optikum kearah posterolateral. Setiap traktus optikum terdiri dari sebagian
temporal retina paa mata yang sama dengan sebagian nasal dari mata yang
berlainan. Traktus ini akan berakhir di bagian genikulatum lateral.1,2
2. Badan Genikulatum Lateral
5
Bagian ini tersusun dalam bentuk oval dan merupakan tempat
berakhirnya traktus optikus. Badan ggenikulatum terdiri dari enam lapis
neuron.1,2
3. Radiatio Optika
Bagian ini memanjang dari badan genikulatum lateral menuju kortek
visual.2
4. Korteks visual
Korteks visual berlokasi di bagian medial lobus oksipitalis, dibagian
atas dan bawah dari fisura kalkarina. Terdiri dari area visuosensorik
yang menerima serabut radiation optic dan area visiopsikis.2
2.4. FISIOLOGI
Ketika satu mata disinari oleh cahaya maka kedua pupil secara normal akan
mengalami kontriksi. Hal ini disebut dengan reflek pupil langsung dan terhadap
pupil lainnya disebut reflek pupil tidak langsung. Reflek cahaya ini diinisiasi
oleh sel batang dan sel kerutut pada lapisan fotoreseptor retina.
Gambar 2. Jaras Reflek Pupil Terhadap Cahaya
Serabut saraf aferen memanjang dari retina menuju nukleus pretektal di
midbraid. Serabut saraf ini akan melewati nervus optikus, bagian nasal satu
mata yang bersilangan akan menyatu dengan bagian temporal dari mata lain
yang
tidak
bersilangan
membentuk
kiasma
optikum
dan
berakhir
6
dinukleus pretektal. Serat internuklei akan menghubungkan nukleus pretektal
dengan kedua sisi nukleus Edinger-Westphal.1,2
Jalur eferen terdiri dari serabut saraf parasimpatis yang muncul dari daerah
nukleus Edinger-Westphal di midbrain dan berjalan sepanjang nervus kranial
III (okulomotorius). Saraf ini kemudian akan mencapai ganglion siliar dan
menyarafi spinter pupil1,3
2.5. PATOGENESIS
Degenerasi saraf optik berhubungan dengan kegagalan regenerasi,di mana
terjadi proliferasi astrosit dan jaringan glial. Akson saraf optik ditutupi oleh
oligodendrosit, jika sekali akson ini rusak maka tidak akan dapat
beregenerasi.5,11
Terdapat 3 teori patogenesis:8,11
1. Degenerasi
serabut
saraf
yang
berhubungan
dengan
gliosis
berlebihan.Perubahan ini merupakan tanda patologis dari consecutive optic
atrophy dan postneuritic optic atrophy.
2. Degenerasi serabut saraf dan gliosis dalam keadaan normal,di mana astrosit
berproliferasi dengan sendirinya dan tersusun pada kolum longitudinal
mengganti serabut saraf (columnar gliosis).Keadaan ini terjadi pada atropi
papil primer.
3. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis yang tidak
berfungsi.Hal ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah.Perubahan
patologi ini disebut sebagai cavernous optic atrophy dan merupakan ciri
dari glaukoma dan ischaemic optic atrophy.
2.6. KLASIFIKASI
Klasifikasi atropi papil dibuat berdasarkan etiologi,gambaran oftalmoskop
dan patofisiologi.2,10,11
A. Klasifikasi berdasarkan Etiologi
1. Atropi Papil Primer
7
Atropi papil primer disebabkan oleh adanya lesi yang mengenai jalur visual
pada bagian retrolaminar saraf optik ke badan genikulatum lateral. Lesi yang
mengenai saraf optik akan menghasilkan atropi papil yang unilateral,sedang lesi
yang mengenai chiasma dan traktus optikus akan menyebabkan atropi papil
yang bilateral.
Penyebab:
a) Neuritis retrobulbar
b) Lesi yang menekan saraf optik,seperti tumor (pituitary adenoma,
craniopharyngioma dan suprasellar meningioma),aneurisma,chiasmal
arachnoiditis.
c) Toxic neuropati : methanol (spritus),ethambutol,isoniazid,penyebab
yang jarang amiodaron,streptomisin,chlorpropamide.
d) Nutritional Optik neuropathy

Defisiensi thiamine (vitamin B1)

Defisiensi vitamin B12

Defisiensi niacin (vitamin B6)
e) Traumatic optic neuropathy
f) Atropi papil herediter
Gambaran papil :

Papil putih,datar dengan gambaran batas yang jelas

Penurunan jumlah pembuluh darah kecil pada papil

Pengecilan pembuluh darah peripapiler dan penipisan lapisan
sarabut saraf retina.
Atropi papil dapat difus atau sektoral tergantung penyebab dan
tingkatan lesi.
2. Atropi Papil Sekunder
Didahului oleh pembengkakan optic nerve head.
Penyebab :
a) Papil edema kronis
b) Anterior Ischaemic Optic Neuropathy
c) Papillitis
Gambaran papil : bervariasi tergantung dari penyebabnya
8
Gambaran utama :

Papil putih,meninggi dengan gambaran batas yang berhubungan
dengan

gliosis
Penurunan jumlah pembuluh darah kecil pada papil
Gambar 3. Atropi papil,(a) primer
(b) sekunder 6,7
B. Klasifikasi berdasarkan Ophthalmoskop.5,11
1. Primary (simple) optic atrophy
Lesi proksimal optik disk tanpa didahului papil edema. Sering terjadi
pada multiple sklerosis,retrobulbar neuritis (idiopatik),Leber’s dan herediter
papil atropi lainnya,tumor intrakranial yang menekan visual pathway
anterior (tumor pituitary),trauma atau avulsi saraf optik,toxic amblyopias
(neuritis retrobulbar kronis) dan tabes dorsalis.
Papil putih seperti kapur,batas tegas,pembuluh darah retina normal.
Lamina kribrosa jelas terlihat.
2. Consecutive optic atrophy
Terjadi akibat destruksi sel ganglion akibat proses degenerasi atau
inflamasi koroid dan atau retina. Penyebab tersering adalah korioretinitis
difus,retinal pigmentary dystrophies (retinitis pigmentosa),patologik
myopia dan oklusi arteri retina sentral.
Papil pucat dengan margin yang normal,arteri tipis,dan cup yang
normal.
3. Post Neuritic Optic Atrophy
Terjadi akibat dari papillitis atau papil oedem yang luas.
4. Glaucomatous Optic Atrophy
Terjadi karena peningkatan tekanan bola mata yang berlangsung lama.
9
Juga disebut sebagai cavernous optic atrophy.
5. Vascular (ischaemic) optic atrophy
Terjadi akibat keadaan iskemik pada disk seperti pada giant cell
arteritis,severe haemorrhage,anemia berat dan keracunan quinine.
C. Klasifikasi berdasarkan Patofisiologi.6,7,11
1. Ascending Optik Atrophy
Kerusakan sel ganglion atau lapisan serabut saraf akibat penyakit pada
retina atau papil.Degenerasi serabut saraf berjalan dari bola mata ke arah
badan genikulatum.Penyebab tersering toksik retinopati dan glaukoma
kronis simpleks.
Dijumpai penebalan dan degerasi akson di badan genikulatum lateral
dalam waktu 24 jam.
2. Descending atau Retrograde Optik Atrophy
Prosesnya dari traktus optikus,kiasma atau bagian posterior dari saraf
optik ke arah optik disk(kompresi saraf optik akibat tumor intrakranial)
2.7. GEJALA DAN TANDA
Hilangnya ketajaman penglihatan, lapang pandang, dan buta warna adalah
gejala disfungsi penglihatan pada atrofi papil; kepucatan papil saraf optikus dan
hilangnya reaksi pupil biasanya setara dengan penurunan penglihatan kecuali
pada lesi kompresi. Lesi kompresi dapat menyebabkan perubahan ketajaman
penglihatan sentral dan perubahan lapang pandang perifer yang luas jauh
sebelum terjadi perubahan fundus yang cukup parah (akson dapat mengalami
disfungsi jauh sebelum mengalami atrofi).9
Perubahan fungsi penglihatan berlangsung sangat lambat dalam beberapa
minggu atau bulan. Sulit untuk menilai prognosis hanya berdasarkan temuantemuan funduskopik. Bahkan dengan pematangan kiasma eksperimental,
perluasan degenerasi akson memerlukan waktu dua bulan untuk meluas dari
kiasma ke sel ganglion retina. Pengobatan dan hasil akhir bervariasi bergantung
pada penyebab.12 Neuropati optikus herediter menimbulkan kepucatan papil
saraf optikus segmental temporal bilateral dengan penurunan akson
10
papilomakular. Penyumbatan arteri retina sentralis menimbulkan penyempitan
arteriol retina segmental dan penurunan lapisan serat saraf dalam distribusi yang
sama. Melemahnya pembuluh darah retina ditambah kepucatan papil saraf
optikus yang segmental atau difus, dengan atau tanpa cupping “glaukomatosa”
saraf optikus, dapat merupakan tanda akan timbulnya neuropati optikus
iskemia. Eksudat peripapilar adalah tanda utama papilitis dan kadang-kadang
papiledema. Gliosis dan atrofi peripapilar, lipatan korioretina, dan keriputnya
limiting membrane interna juga mungkin merupakan tanda-tanda awal
munculnya edema papil saraf optikus.12
2.8. DIAGNOSA
Diagnosis atrofi papil saraf optikus ditegakkan dengan:
o Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menentukan ada tidaknya riwayat
kondisi yang sama dalam keluarga. Selain itu pada anamnesis juga
ditanyakan riwayat penggunaan obat-obatan tertentu dan riwayat
keracunan.
o Pemeriksaan mata

Melihat
perubahan
karakteristik
papil
saraf
optikus
menggunakan oftalmoskop

Mengukur ketajaman penglihatan menggunakan eye chart

Mengukur lapang pandang untuk menilai penglihatan perifer

Menilai penglihatan warna dan sensitivitas terhadap kontras
warna
o Pemeriksaan penunjang

Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mengkonfirmasi
adanya keracunan melalui analisis darah dan urin. Pemeriksaan
darah juga digunakan untuk uji DNA guna mengidentifikasi
mutasi genetik yang bertanggung jawab pada terjadinya Leber’s
hereditary aptic neuropathy.

Pemeriksaan radiologi
11
 Magnetic Resonance Imaging, digunakan untuk mencari
tumor, struktur yang mungkin menekan saraf optikus,
atau plak yang khas untuk multipel sklerosis yang
seringkali berkaitan dengan neuritis optikus, Leber’s
hereditary aptic neuropathy.
 Visual Evoked Potentials (VEP), digunakan untuk
mengukur kecepatan konduksi pada jalur penglihatan
sensoris sehingga dapat mendeteksi kelainan pada mata
yang secara klinis tidak terpengaruh.
 Fluorescein angiography, digunakan untuk melihat
gambaran detil pembuluh darah di retina
2.9. PENATALAKSANAAN
Papil atropi komplit yang sudah mengganggu fungsi penglihatan
tidak dapat dipulihkan kembali. Penanganan terhadap penyebab yang
mendasarinya dapat membantu mempertahankan penglihatan pada pasien
dengan atropi papil parsial.
2.10. PENCEGAHAN
Atrofi papil saraf optikus dapat dicegah dengan melakukan
pemeriksaan mata teratur, terutama bagi mereka yang mengalami
penurunan penglihatan. Deteksi awal adanya inflamasi atau masalah lain
akan memperkecil kemungkinan terjadinya atrofi karena intervensi yang
dapat segera diambil. Sedangkan pada mereka yang secara genetik
berisiko menderita Leber’s hereditary aptic neuropathy, disarankan
untuk mengkonsumsi vitamin C, vitamin E, coenzyme Q10, atau anti
oksidan lainnya; serta menghindari konsumsi tembakau dan alkohol.
Menghindari paparan terhadap zat beracun dan mencegah malnutrisi juga
dapat menjauhkan kemungkinan terjadinya neuritis optikus toksik atau
nutrisional
12
BAB III
KESIMPULAN
Atrofi papil merupakan akibat degenerasi serat saraf dari saraf optikus dan
jalur penglihatan sensoris. Keadaan ini dapat merupakan kelainan bawaan atau
didapat. Jika didapat, maka penyebabnya adalah gangguan vaskuler, sekunder
karena penyakit degeneratif pada retina, karena penekanan pada saraf optikus, atau
karena penyakit metabolik. Gejala yang muncul berupa penurunan fungsi
penglihatan, dan ditandai dengan pucatnya papil saraf optikus dan hilangnya reaksi
pupil. Penatalaksanaan yang dapat diberikan tergantung pada penyakit yang
mendasari. Degenerasi dan atrofi papil saraf optik merupakan keadaan yang
ireversibel, dan kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan tergantung dari
penyebab.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Andra Pradesh Eye Disease Study,Investigative Ophthalmology and
Visual Sciences,available at www.island.lk/index.php
2. Clifford R F,Optic Atrophy,2012 available at www.bjophthalmol.com
3. Depkes RI,1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan,available at
Depkes RI, Perdami,Komite Nasional Penanggulangan Gangguan
Penglihatan dan Kebutaan (PGPK),available at depkes.go.id
4. Duong
Hon
Vu
Q,Visual
system
anatomy,
2011
available
http://emedicine.medscape.com pgpk.sisfo.net
5. Gandhi Rashmin,et all Optic Atrophy,Nov 2012 available at
emedicine.medscape.com
6. Kanski J Jack, Optic Atrophy in Clinical Ophthalmology: a systematic
approach,6 th
7. Kanski J Jack,Optic Atrophy in Signs in Ophthalmology : Causes and
Differential Diagnosis,Elsevier limited 2010
8. Khurana, AK., 2007. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition.
Chapter 3 : 32-38. Chapter 23 : 553
9. Nakamura M, Ito S, Chang-Hua Piao, dan Terasaki H, dan Miyake Y.
Retinal and Optic Disc Atrophy Associated With a CACNA1F Mutation
in a Japanese Family. Arch Ophthalmol. 2003;121:1028-1033
10. Pavan Deborah -Langston,Optic atrophy in Manual of Ocular Diagnosis
and Therapy,6th Saw S M et all, Causes of low vision and blindness in
rural Indonesia on Br J Ophthalmology 2003 vol 87 p.1075-1078.
edition,2008 p.391-193
11. Skuta,GL,. Cantor,LB,. Weiss JS. (2010). American Academy
Ophtalmology, Lens and Cataract. Basic and clinical Science Course,
Section 11, Sanfransisco 2009 – 2010. 5-9,34-38.199-204.
12. Vaughan DG, Taylor Asbury, dan Paul Riordan-Eva. Neurooftalmologi. Oftalmologi Umum. Edisi Ke-17. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2007;p.264-6
14
Download