Tugas Akhir Masalah Agraria dan Perubahan Sosial UPAYA GERAKAN MASYARAKAT DESA LAKARDOWO DALAM PENYELESAIAN KASUS PENCEMARAN LIMBAH B3 Alviana Nabilah Z. (18/435184/PMU/0969) PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap insan manusia pada hakikatnya memiliki hak untuk hidup secara nyaman dalam lingkungan yang sehat. Hak ini di lindungi secara penuh oleh pemerintah sebagai pihak yang berkuasa dan di abadikan dalam konstitusi negara. Dengan lingkungan yang sehat harapannya masyarakat dapat beraktifitas secara produktif dan mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seiring dengan kemajuan zaman, proses menjaga lingkungan yang sehat tidak lagi mudah seperti sebelumnya. Hal ini di sebabkan oleh hadirnya industri di tengah masyarakat sebagai bentuk dari kemajauan teknologi. Industri bagi masyarakat membawa keuntungan dalam penyediaan lapangan pekerjaan sekaligus kerugian pada keberlangsungan ekosistem. Seringkali aktivitas industri yang cenderung mengeksploitasi sumberdaya alam mengakibatkan lingkungan yang sehat dan produktif menjadi terancam. Dampak kerusakan ekologi yang di timbulkan dari fenomena ini mendorong masyarakat untuk melakukan perlawanan sebagai bentuk penuntutan hak dan penyelamatan lingkungan. Ketika perlawanan masyarakat ini di dukung dengan jaringan sosial yang kuat serta di gaungkan oleh resonansi kultural dan simbol-simbol aksi, maka politik perlawanan akan menghasilkan gerakan sosial yang mengarah pada interaksi yang berkelanjutan dengan pihak-pihak yang di lawan. (Sari, 2017) Melalui gerakan sosial, masyarakat memiliki wadah untuk berpendapat dan menyampaikan kritik pada pemerintah dengan harapan dapat mempengaruhi kebijakan yang seringkali tidak berpihak pada kaum yang di lemahkan. Salah satu gerakan masyarakat yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah gerakan masyarakat Desa Lakardowo yang menuntut PT PRIA atas kasus pencemaran limbah B3 yang telah terjadi di lingkungan mereka. Gerakan ini telah berlangsung sejak tahun 2017 hingga kini sebagai respon dari masyarakat yang merasa telah di ambil haknya atas kehidupan yang sehat dan produktif oleh pihak PT PRIA, serta sebagai wadah untuk menghimpun simpati dari masyarakat lain atas pemerintah yang tidak peduli pada isu kerusakan ekologi dan pemenuhan hak hidup. Fokus utama penelitian ini adalah upaya-upaya yang telah di lakukan oleh gerakan masyarakat Desa Lakardowo dalam penyelesaian kasus ini, mengingat hingga saat ini belum di temukan titik terang penyelesaian konflik. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar di atas, maka rumusan masalah yang akan di jawab dalam penelitian ini adalah “Bagaimana upaya gerakan masyarakat Desa Lakardowo dalam menyelesaikan kasus pencemaran limbah B3 oleh PT PRIA?” C. Pendekatan Teoritis Teori yang di gunakan dalam penelitian ini adalah teori gerakan sosial. Anthony Giddens menjelaskan gerakan sosial sebagai suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) di luar lingkup lembaga-lembaga yang mapan. (Suharko, 2006) Sedangkan Charles Tilly mendefinisikan gerakan sosial sebagai sebuah tindakan yang berkelanjutan secara bertahap, pertunjukan dan kampanye yang di lakukan oleh orang biasa, dan mereka membuat tuntutan secara kolektif terhadap yang lain. (Izudin, 2015) Dalam lingkup yang lebih luas, Sydney Tarrow menempatkan gerakan sosial dalam kategori politik perlawanan (contentius politics) yang di dasarkan pada aksi kolektif yang melawan (contentius collective action). Gerakan ini di bangun untuk melawan kelompok elite, penguasa, kelompok lain, dan aturan budaya tertentu yang di lakukan atas tuntutan kolektif demi hadirnya suatu perubahan. (Klandermans, 1997) Lebih lanjut Tarrow menjelaskan bahwa gerakan sosial harus memiliki 4 komponen dasar, yakni tantangan kolektif, tujuan bersama, solidaritas dan identitas koletif, serta usaha untuk memelihara politik perlawan. (Suharko, 2006) Charles Tilly juga mendukung argumen Tarrow dengan menyatakan bahwa gerakan sosial mengarah pada proses politik yang lebih luas, dimana gerakan yang di bangun berusaha untuk mengekslusi berbagai kepentingan melalui upaya untuk mendapatkan akses membangun pemerintahan yang lebih mapan (established polity). Sehingga secara umum Tilly berpendapat bahwa gerakan sosial adalah sesuatu yang terorganisir, berkelanjutan, menolak self-conscious, dan orang-orang yang terlibat memliki kesamaan identitas. (Bright, Charles dan Sandra Harding, 1984) Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perkembangan gerakan sosial sebagai bentuk perlawanan masyarakat, yakni struktur kesempatan politik (political opportunity structure), struktur mobilisasi (mobilization structure), dan pembingkaian (framing). (Setiawan) Gerakan sosial muncul karena dipicu dengan adanya perubahan struktur politik yang di lihat oleh masyarakat sebagai sebuah kesempatan. Perubahan yang terjadi dalam struktur dan sistem politik menciptakan kesempatan baru bagi masyarakat untuk membangun sebuah aksi kolektif. Gerakan sosial juga di bangun sebagai cara untuk memobilisasi dan mengorganisir masyarakat yang mana mampu untuk menggerakkan sumberdaya internal dan jaringan eksternal untuk melakukan aksi kolektif. Upaya framming dalam membangun gerakan sosial sangat di butuhkan yang di lakukan melalui media. David Snow mendefinisikan framming sebagai upaya-upaya strategis yang di lakukan secara sadar oleh kelompok-kelompok masyarakat dalam rangka membentuk pemahaman bersama tentang dunia dan diri mereka sendiri yang mengabsahkan dan mendorong aksi kolektif. (Robert D. Benford dan David A. Snow, 2000) Melalui proses framming, suatu masalah atau peristiwa dapat di bentuk sebagai isu (social problem) yang perlu untuk di ketahui dan di perhatikan oleh khalayak umum. D. Tinjauan Pustaka Untuk mendukung penelitian ini perlu adanya tinjauan pustaka mengenai hasil-hasil penelitian yang pernah di lakukan sebelumnya terkait dengan studi gerakan masyarakat. Penulis mengambil dua penelitian yang di anggap relevan dengan kasus yang di angkat dalam penelitian ini. Penelitian pertama membahas tentang “Strategi Mobilisasi Gerakan Masyarakat dalam Penututupan Industri Pengelola Limbah B3 di Desa Lakardowo Kabupaten Mojokerto”. (Sari, 2017) Dalam penelitian ini Dewi Karina Sari menjelaskan bahwa masyarakat Lakardowo membentuk gerakan sosial dengan tujuan mendorong pemerintah agar berkenan untuk mengeluarkan SK penutupan bagi PT PRIA. Dalam merealisasikan tujuan tersebut, gerakan ini memiliki berbagai macam strategi. Dengan memanfaat jejaring sosial seperti pemerintah, media, dan NGO gerakan masyarakat ini di nilai berhasil dalam menyuarakan hak dan tuntutan mereka. Penelitian kedua membahas tentang “Gerakan sosial korban LUSI (Lumpur Sidoarjo)”. (Ocktaviani, 2015) Dalam penelitian ini ketiga penulis yakni Ricka Octaviani, Reza Shintia Eka W, dan Dwi Alfin K memaparkan bahwa gerakan sosial korban LUSI di bangun atas dasar kesamaan nasib dan keinginan untuk memperbaiki kehidupan pasca bencana lumpur Sidoarjo. Gerakan ini memiliki beberapa faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung pembentukan gerakan korban LUSI adalah sebagai wadah silaturahmi antar korban, gerakan utuk mencapai kesepakatan antar aktor konflik (korban lusi, pemerintah, dan PT Minarak Lapindo), sebagai pengawas pelunasan pembayaran ganti rugi, dan sebagai gerakan perjuangan keadilan. Sedangkan faktor penghambatnya adalah pihak BPLS yang sulit di temui, pemerintah daerah yang kurang memfasilitasi dalam membangun komunikasi anara korban Lusi dengan pihak BLPS, faktor perizinan yang sulit, dan perbedaan persepsi antara pihak LSM dengan gerakan sosial. PEMBAHASAN A. Kondisi Awal Masyarakat dan Kehadiran PT PRIA di Desa Lakardowo Desa Lakardowo merupakan sebuah desa yang berada pada wilayah kecamatan Jetis, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Mayoritas masyarakat Desa Lakardowo memiliki mata pencaharian sebagai petani. Komoditas utama mereka sangat beragam, seperti cabai, padi, terong, dan jagung. Kehidupan mereka sangat tentram di karenakan lingkungan sekitar yang bersih dan sangat produktif. Pada pertengahan tahun 2010, hadir sebuah industri bernama PT Putra Restu Ibu Abadi (PT PRIA) yang berlokasi sekitar 100 hingga 50 meter dari pemukian warga. Pada awal kehadirannya PT PRIA mengundang perangkat desa dan tokoh masyarakat dalam sosialisasi sebagai perusahaan yang memproduksi batako dan kertas. Sayangnya dalam sosialisasi ini masyarakat tidak pernah dilibatkan. Hasil dari sosialisasi ini adalah PT PRIA telah mendapat izin dari para perangkat desa dan tokoh masyarakat untuk dapat beroperasi di Desa Lakardowo, tanpa sepengetahuan dan persetujuan oleh masyarakat. Selain itu PT PRIA juga belum mendapatkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), sehingga aktifitas industri berjalan secara ilegal hingga tahun 2014. Setelah setahun beroperasi, masyarakat menemukan aktifitas pembuangan limbah yang di lakukan oleh PT PRIA di lingkungan desa Lakardowo. Aktifitas ini sangat mengganggu ketenangan dan kesehatan masyarakat. Hal ini di sebabkan karena penggunaan truk-truk diesel dalam jumlah besar serta menyebabkan debu-debu berterbangan dan bau yang sangat menyengat dari lokasi pembuangan limbah. Sehingga di ketahui bahwa PT PRIA bukanlah pabrik produksi batako dan kertas, melainkan pabrik yang bergerak pada jasa pengolahan, pemanfaatan, dan pengangkutan limbah B3 dan non B3. Berdasarkan karakteristiknya, limbah di bedakan menjadi 4 macam yaitu limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel serta limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Limbah yang paling berbahaya dan berdampak buruk pada kelangsungan hidup manusia adalah jenis limbah B3. Limbah yang PT PRIA olah di antaranya berupa fly ash, bottom, ash, sludge kertas, sludge industri, limbah media, dan bahan makanan olahan yang telah kadaluarsa. Menghadapi fenomena ini, masyarakat merasa resah dan memutuskan untuk melaporkan keberadaan PT PRIA pada DPRD Kabupaten Mojokerto, namun pihak DPRD tidak menggubris laporan ini. Akhirnya pada Oktober 2013 masyarakat melakukan aksi unjuk rasa yang di tujukan pada PT PRIA dengan tuntutan pembersihan limbah. PT PRIA menanggapi tuntutan masyarakat dengan mengeluarkan surat pernyaaan yang berisi janji PT PRIA untuk tidak akan kembali melakukan aktivitas penimbunan limbah B3, melokalisir wilayah yang terkontaminasi limbah, dan memberikan uang kompensasi sebagai ganti rugi pada masyarakat desa Lakardowo. B. Kasus Pencemaran Limbah B3 serta Dampaknya pada Lingkungan Desa Lakardowo Perusahaan pengelola limbah pada dasarnya di hadirkan sebagai solusi atas masalah pengelolaan limbah industri yang buruk dan dapat mencemari lingkungan. Namun pada kenyataannya perusahaan pengelola limbah yang seharusnya dapat mengelola limbah dengan baik sering kali dalam proses pengelolaanya menimbulkan pencemaran lingkungan yang membawa dampak lebih besar pada kelesarian alam sekitar. Hal inilah yang telah terjadi di Desa Lakardowo. Kehadiran PT PRIA di desa Lakardowo telah di rasakan membawa dampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan Desa Lakardowo. Aktivitas industri yang telah di lakukan oleh PT PRIA telah mengancam kehidupan warga sekitar. Mulai tahun 2014, warga mulai merasakan gatal-gatal dan menderita penyakit kulit seperti dermatitis. Selain itu warga mengeluh mengalami gangguan pernapasan yang di sebabkan oleh kegiatan PT PRIA. Limbah B3 yang di kelola oleh PT PRIA juga telah menimbulkan kerusakan pada lingkungan sekitar desa Lakardowo yang menyebabkan gagal panen. Warga yang awalnya dapat memanen 4 kwintal padi, sekarang hanya 2 kwintal. Selain itu banyak tumbuhan yang mereka tanam menjadi mati. Kondisi lingkungan di desa Lakardowo menjadi buruk sebab tanah, udara, dan airrnya telah tercemar limbah B3. Berdasarkan hasil penilitian yang di lakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tanah di sekitar PT PRIA telah terkontaminasi logam berat timbal dan beberapa zat berbahaya karena tanah telah bercampur dengan limbah B3 seperti fly ash dan bottom ash yang di timbun oleh PT PRIA. (Iskandar, 2018) Selain itu air di daerah Desa Lakardowo juga telah terkontaminasi sulfat yang di buktikan dengan air tanah berwarna kuning atau menghitam dan berbau, sehingga tidak lagi dapat di konsumsi untuk keperluan sehari-hari. Hal ini membuktikan bahwa PT PRIA telah melanggar kesepatan yang telah di setujui sebelumnya dan membawa bencana bagi masayarakat Desa Lakardowo C. Upaya Penyelesaian Kasus Pencemaran Limbah B3 oleh Masyarakat Desa Lakardowo Dampak buruk yang telah di sebabkan oleh pencemaran limbah B3 PT PRIA ini telah di rasakan oleh masyarakat desa Lakardowo dalam kurun waktu yang lama. Sayangnya hingga saat ini penangangan dari pihak pemerintah masih sangat kurang. Pemerintah tidak kunjung membantu warga dalam menyelesaikan kasus ini. Menghadapi kenyataan ini masyarakat desa Lakardowo memutuskan untuk membuat gerakan masyarakat. Gerakan masyarakat di pilih oleh masyarakat desa Lakardowo sebagai upaya untuk menyampaikan tuntutan dan melawan kelompok elit, yaitu pemerintah dan PT PRIA yang telah mengambil hak mereka untuk hidup di lingkungan bersih. Harapannya melalui gerakan ini, masalah pencemaran limbah B3 di Desa Lakardowo akan segera terselesaikan. Gerakan ini di bangun secara kolektif atas dasar kesamaan nasib sebagai korban pencemaran limbah B3 dan keinginan untuk berjuang memperbaiki kondisi hidup. Gerakan yang bernama Gerakan Perempuan Lakardowo Mandiri (Green Woman) ini berdiri pada tahun 2017. Inisiator gerakan ini adalah para perempuan desa Lakardowo yang merasa resah dengan kondisi lingkungannya. Fokus utama gerakan ini adalah mendorong pemerintah untuk segara menutup PT PRIA dengan mencabut izin usahanya, serta meminta PT PRIA untuk membongkar limbah yang telah ditimbun. (Sutamah, 2018) Aksi perlawan yang dilakukan oleh gerakan ini tergolong pada aksi nirkekerasan, dimana mereka melawan tanpa menggunakan tindakan kekerasan. Berbagai kegiatan telah di lakukan secara terus menerus oleh gerakan ini sebagai upaya perlawanan demi mensukseskan tujuan mereka. Beberapa contoh kegiatannya adalah adalah Long March di Tugu Pahlawan, aksi diam di depan kantor Gubernur Jawa Timur, demontrasi di depan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kantor Staf Presiden, serta membuka wisata limbah guna menarik simpati masyarakat di luar Desa Lakardowo. Seluruh kegiatan ini di lakukan sebagai bentuk protes atas kurangnya perhatian pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah pencemaran limbah B3. Dalam melakukan gerakan, masyarakat Desa Lakardowo telah menyusun berbagai strategi dan melakukannya secara terorganisir demi untuk mencapai tujuannya. Terdapat empat strategi yang telah di buat oleh masyarakat Lakardowo, yakni (1) memperkuat internal kelompok, (2) melakukan pemetaan aktor, (3) membuat laporan pengaduan kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan DPR RI, serta (4) mengkampanyekan tentang limbah B3 pada masyarakat umum. (Sari, 2017) Untuk melakukan strategi ini, gerakan masyarakat Desa Lakardowo perlu dukungan berupa dana, fasilitas dan tenaga yang mana di dapatkan dari internal masyarakat mereka. Green Woman selalu berupaya menjaga kekuatan internal mereka dengan rajin berkumpul untuk mendiskusikan hasil dari perlawanan yang telah mereka lakukan. Pada ranah eksternal, Green Woman telah membangun relasi dengan berbagai pihak, baik LSM, media dan masyarakat umum. Sebagai contoh dalam upaya peningkatan kapasitas pendidikan lingkungan, gerakan ini dibantu oleh LSM ECOTON (Ecological Observation and Wetlands Conservation), yakni organisasi yang berfokus keadilan lingkungan, khusunya pada pengelolan lahan basah. Lembaga ini telah memberikan sosialisasi dan pendampingan, sehingga masyarakat Lakardowo lebih paham dengan limbah B3 dan hukum. Selain itu masyarakat menggandeng instansi pendidikan seperti Institut Teknologi Surabaya untuk melakukan uji bor tanah dengan tujuan menganalisa kandungan tanah yang di duga mengandung limbah B3. Terakhir, Green Woman bersama masyarakat Desa Lakardowo juga berkerja sama dengan beberapa Lembaga Bantuan Hukum guna melayangkan gugatan kepada PT PRIA melalui sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara atas izin usaha yang tidak sesuai. Semua usaha ini adalah upaya untuk mengusir PT PRIA dari tanah Lakardowo dan hidup tentram seperti sediakala. Seiring dengan berjalanya waktu, gerakan yang di bangun oleh masyarakat desa Lakardowo dalam menangani masalah limbah B3 oleh PT PRIA ini memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatan utama dari gerakan masyarakat Lakardowo adalah pada strategi yang telah di bangun melalui gerakan kolektif. Strategi ini telah mencakup sisi internal dan eksternal yang mana mampu mendorong masyarakat untuk bersedia bergerak bersama melakukan perubahan, yakni mendorong pemerintah agar tegas dalam menangani kasus pencemaran limbah B3. Sayangnya gerakan ini masih memiliki banyak kelemahan. Pertama, sedikitnya bantuan finansial yang dimiliki, berakibat pada lumpuhnya aktivitas gerakan yang sering mengandalkan pada ketersediaan dana. Kedua, gerakan ini belum memiliki perlindungan hukum yang kuat, sehingga terkadang gerakan mereka mudah di gagalkan oleh pihak PT PRIA, bahkan sering mendapat tindakan represif dari pihak lawan. Ketiga, masyarakat Desa Lakardowo terbagi menjadi dua, yakni pihak dan kontra pada PT PRIA selaku pabrik pengolah limbah. Kedua kelompok ini saling merasa benar dan menyebabkan disintegrasi di internal masyarakat. Kondisi ini mempersulit gerakan masyarakat yang menolak adanya PT PRIA untuk mengajukan tuntutannya pada PT PRIA dan pemerintah. Keempat, lemahnya diskursus yang di bangun karena absennya strategi framing dalam mengolah isu pencemaran limbah B3. Sehingga permasalahan yang terjadi di Lakardowo hanya di ketahui oleh sedikit pihak, belum sepenuhnya diketahui oleh masyarakat luas, hal ini berdampak pada lemahnya tekanan pada pemerintah untuk tanggap dengan masalah pencemaran limbah. Terakhir, jejaring yang di bangun masih lemah karena hanya melibatkan masyarakat, peneliti dan aktivis LSM tanpa melibatkan pihak yang memiliki kuasa besar seperti pemerintah yang pro dengan gerakan ini. Perjuangan masyarakat Desa Lakardowo dalam menyelesaikan kasus pencemaran limbah B3 hingga saat ini masih berlanjut. Melihat dari strategi gerakan yang telah dilakukan, gerakan ini telah berhasil dalam mendorong pemerintah untuk peduli dengan kasus ini. Selain itu masyarakat juga telah berhasil dalam menekan PT PRIA untuk lebih peduli pada limbah yang di hasilkan, yaitu dengan tidak membuang limbah secara sembarangan. Namun upaya gerakan ini juga dinilai masih gagal dalam mencapai tuntutannya, yaitu menutup PT PRIA dan membongkar limbah yang telah ditimbun. Hal ini di sebabkan atas lemahnya jaringan yang dimiliki dan diskursus yang di bangun sehingga tekanan yang diberikan pada pihak yang dituntut juga masih dalam taraf yang lemah. PENUTUP Aktifitas pengolahan limbah B3 yang di lakukan oleh PT PRIA telah menimbulkan dampak buruk yang besar bagi masyarakat maupun ekologi Desa Lakardowo. Menghadapi situasi ini warga memutuskan untuk melakukan gerakan sebagai upaya untuk menyuarakan kondisinya dan melawan PT PRIA. Dalam merealisasikan tujuannya, masyarakat membuat berbagai strategi dan menjaring banyak pihak untuk terlibat dalam gerakan perlawanan pada PT PRIA. Gerakan ini telah berlangsung dari 2017 hingga sekarang. Dengan jangka waktu setahun, gerakan masyarakat Desa Lakardowo telah memiliki sisi kekuatan dan juga kelemahan. Gerakan ini telah berhasil dalam menyuarakan tuntutannya, namun belum berhasil dalam mewujudkan terkabulnya tuntutan mereka. Secara keseluruhan gerakan ini telah membuat suatu perubahan kondisi yang signifikan. Harapannya gerakan ini akan terus berkembang sembari memperbaiki kelemahannya agar dapat mencapai tujuannya, yaitu mengusir PT PRIA dari tanah Lakardowo dan hidup di lingkungan yang sehat. DAFTAR PUSTAKA Bright, Charles dan Sandra Harding. (1984). State-Making and Social Movements: Essays in History and Theory. Michigan: University of Michigan Press. Iskandar, Y. (2018, Oktober 10). Munculnya Wabah Penyakit Kulit Warga Desa Lakardowo Mojokerto Akhirnya Terkuak. Retrieved Oktober 25, 2018, from Tribun Mojokerto.com: http://jatim.tribunnews.com/2018/10/10/munculnya-wabah-penyakitkulit-warga-desa-lakardowo-mojokerto-akhirnya-terkuak Izudin, A. (2015). Gerakan Sosial Serikat Petani Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 20062015. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. Klandermans, B. (1997). The Soicial Psychology of Protest. Wiley-Blackwell. Ocktaviani, R. E. (2015). Gerakan Sosial Korban Lusi (Lumpur Sidoarjo). Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik, 229-240. Robert D. Benford dan David A. Snow. (2000). Framing Processes and Social Movements: An Overview and Assessment. Annual Review of Sociology . Sari, D. K. (2017). Strategi Mobilisasi Gerakan Masyarakat dalam Pentutupan Industri Pengelolaan Limbah B3 di Desa Lakardowo Kabupaten Mojokerto. Jurnal Politik Indonesia Vol. 2, 127-134. Setiawan, E. (n.d.). Kebijakan Publik dan Gerakan Sosial (Studi Kasus Gerakan Perlawanan Masyarakat Terhadap Perwal Nomor 35 tahun 2013). Retrieved Oktober 28, 2018, from Academia: https://www.academia.edu/12341171/Kebijakan_Publik_dan_Gerakan_Sosial_Studi_ Kasus_Gerakan_Perlawanan_Masyarakat_Terhadap_Perwal_Nomor_35_tahun_2013 _ Suharko. (2006). Gerakan Sosial Baru di Indonesia : Repertoar Gerakan Petani. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 10. Sutamah. (2018, Desember 12). Upaya Green Woman dalam menuntut PT PRIA. (A. Nabilah, Interviewer)