BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pembelajaran Ipa Terpadu Sekitar 40 tahun yang lalu, pembelajaran IPA terpadu mendapat perhatian yang luas dari para penulis maupun para penyusun kurikulum khususnya dalam Pembelajaran IPA. Pada tahun 1968, diadakan konferensi internasional pembelajaran terpadu untuk sains yang pertama di Varna (Bulgaria). Berbagai kurikulum Pembelajaran terpadu dikembangkan di seluruh dunia, tetapi tanpaknya pengertian Pembelajaran terpadu masih banya variasi (Trianto, 2008:6). Menurut Prawiradilaga (Joni,1996), Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Pengalaman bermakna merupakan pengalaman langsung yang menghubungkan pengalaman yang telah mereka miliki dengan pengalaman yang akan dipelajari, dan memiliki nilai guna dalam kehidupan mereka pada saat ini maupun mendatang. Fogarty (dalam Depdiknas, 2006:8), dalam arti luas pembelajaran terpadu meliputi pembelajaran yang terpadu dalam satu disiplin ilmu, terpadu antar mata pelajaran, serta terpadu dalam dan lintas peserta didik. Pembelajaran terpadu akan memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik, karena dalam pembelajaran terpadu peserta didik akan memahami konsep-konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep-konsep lain yang sudah dipahami yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Tymamyu (Istikhomah : 2012) menyatakan bahwa Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.bermakna disini memberikan arti bahwa pada pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajaran melalui pengalaman langsung dan nyata yang menhgubungkan antar konsep dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Jika dibandingkan dalam konsep konvensional, maka pembelajaran terpadu tampak lebih menekankan keterlibatan siswa dalam belajar, sehingga siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran untuk pembuatan keputusan. Setiap siswa memerlukan bekal pengetahuan dan kecakapan agar dapat hidup di masyarakat dan bakal ini diharapkan diperoleh melalui pengalaman belajar di sekolah. Oleh karena itu pengalaman belajar di sekolah sedapat mungkin memberikan bekal siswa dalam mencapai kecakapan untuk berkarya. Kecakapan ini disebut kecakapan hidup yang cakupannya lebih luas dibanding hanya sekedar keterampilan. Pembelajaran IPA Terpadu merupakan konsep pembelajaran IPA Terpadu dengan situasi lebih “alami” dan situasi dunia nyata siswa, serta mendorong siswa membuat hubungan antar cabang IPA dan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran IPA Terpadu adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya. Pembelajaran IPA Terpadu merupakan pembelajaran bermakna yang memungkinkan siswa menerapkan konsep-konsep sains dan berpikir tingkat tinggi (HOTS = High Order Thinking Skills). Selain itu pembelajaran IPA Terpadu mendorong siswa untuk tanggap dalam linkungan dan budayannya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari “bertanya”. Sebelum tahu AIDS, seseorang bertanya “jenis penyakit apakah AIDS itu?”, “Apakah penyebab penyakit AIDS?”. Bertanya baik dilakukan oleh guru maupun siswa, merupakan ciri utama pembelajaran IPA Terpadu. Bertanya dalam pembelajaran IPA Terpadu dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Selain itu bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yang menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. IPA merupakan ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dan segala isinya. Secara umum IPA di SMP/MTs meliputi bidang kajian Energi dan perubahannya, Bumi dan alam semesta, Makhluk hidup dan proses kehidupan, Materi dan sifatnya, di mana semua kajian tersebut sangat berperan dalam membantu peserta didik untuk memahami fenomena alam. IPA merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistematis, universal, dan tentatif (bersifat sementara) (Depdiknas, 2006). Menurut Carin dan Sund (1993) IPA didefinisikan sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”. Definisi tentang IPA (sains) telah banyak dikemukakan, antara lain menurut Supriyadi (2008: 2), para ilmuwan sepakat bahwa IPA adalah suatu bentuk metode yang berpangkal pada pembuktian hipotesa. Sebagian filosof menyatakan bahwa pada hakikatnya IPA adalah jalan untuk mendapatkan kebenaran dari apa yang telah kita ketahui. Dalam Pusat Kurikulum (2006: 4), IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Trianto (2011: 136-137) menyatakan pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Dalam sumber yang sama dinyatakan juga bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Dengan demikian, IPA pada hakikatnya adalah ilmu untuk mencari tahu, memahami alam semesta secara sistematik dan mengembangkan pemahaman ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip, dan hukum yang teruji kebenarannya. Namun, IPA bukan hanya merupakan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, melainkan suatu proses penemuan dan pengembangan. Oleh karena itu untuk mendapatkan pengetahuan harus melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah serta menuntut sikap ilmiah. Dalam pengelolaan pembelajaran IPA di sekolah, guru harus dapat memberikan pengetahuan peserta didik mengenai konsep yang terkandung dalam materi IPA tersebut. Selain konsep, hendaknya guru dapat menanamkan sikap ilmiah melalui model-model pembelajaran yang dilakukannya. Jadi pelajaran IPA tidak hanya bermanfaat dari segi materinya namun bermanfaat juga terhadap penanaman nilai-nilai yang terkandung ketika proses pembelajarannya. Untuk belajar IPA diperlukan cara khusus yang disebut dengan metode ilmiah. Metode ilmiah ini menekankan pada adanya masalah, adanya hipotesa, adanya analisa data untuk menjawab masalah atau membuktikan hipotesa, dan diakhiri dengan adanya kesimpulan atau generalisasi yang merupakan jawaban resmi dari masalah yang diajukan. Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur Trianto (2010:137). Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dessiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method). Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesoef (1990:7), pernah menganjurkan agar IPA dijadikan sebagai suatu “kebudayaan” atau suatu kelompok atau institusi sosial dengan tradisi nilai, aspirasi, maupun inspirasi. Sementara itu, (Trianto, 2011) mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberikan kemudahan bagi kehidupan. Secara umum IPA meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu biologi, fisika, dan kimia, merupakan salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Dapat dikatakan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejalagejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal. Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi, (Trianto, 2011: 138) adalah sebagai berikut. a) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah. c) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi. d) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Dari fungsi dan tujuan tersebut kiranya semakin jelas bahwa hakikat IPA tidak semata-mata pada dimensi pengetahuan (keilmuan), tetapi lebih dari itu, IPA lebih menekankan pada dimensi nilai ukrawi, di mana dengan memperhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkatkan keyakinan akan adanya kekuatan yang Mahadasyat yang tidak dapat dibantah lagi, yaitu Allah swt. Dengan dimensi ini IPA hakikatnya mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual, yang sementara ini dianggap cakrawala kosong, karena suatu anggapan antara IPA dan agama merupakan dua sisi yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan satu sama lain dalam satu bidang kajian. Padahal senyatanya terdapat benang merah ketertautan di antara keduanya. 2.2 Perlunya Pembelajaran Ipa Terpadu Banyak sekali pertentangan pendapat dilapangan antara setuju dan tidak setuju tentang pembelajaran IPA Terpadu. Pertentangan ini semakin rumit ketika persepsi masing-masing dalam mempersiapkan dan menerapkan dalam proses pembelajaran IPA Terpadu. Belum lagi adanya 3 versi disekolah tingkat SMP, yang pertama IPA di SMP diajarkan oleh masing-masing guru bidang studi yang ada yaitu bidang studi Biologi dan Fisika. Sedangkan bidang studi Kimianya mana?, versi pertama diajarkan sebagai pelengkap oleh guru kedua bidang studi tersebut. Versi kedua, diajarkan oleh guru yang harus memberikan IPA sesuai dengan kurikulum, tidak memandang apakah guru biologi atau guru yang berlatar belakang fisika. Versi ketiga yang mengajar IPA bukan dari latar belakang bidang studi tetapi guru yang ada dan mau mengajar IPA (karena kekurangan guru). Fakta ini membuat hasil belajar siswa tidak optimal, dan lebih parah lagi apabila guru berorientasi pada pendapat bahwa perguruan tinggi tidak ada IPA Terpadu. Kenyataan sekarang telah ada S-1 Pendidikan Sains, S-2 Pendidikan Sains, dan S-3 Pendidikan Sains. Selain alasan-alasan tersebut di atas, secara psikologis pembelajaran IPA Terpadu lebih menguntungkan para siswa. Penelitian dalam psikologi perkembangan dan kognitif menyarankan bahwa seseorang belajar paling baik ketika berhadapan dengan gagasan yang berkaitan satu sama lainnya. Dalam hal ini berarti bahwa pembelajaran IPA Terpadu dapat membantu retensi siswa. Secara sosiokultural, pembelajaran IPA Terpadu di tingkat SMP mengarah kepada kebutuhan, minat, dan kapasitas siswa saat itu. Di sinilah yang perlu dipikirkan pengembangan perangkat yang harus disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa, yang dapat meningkatkan berpikir kritis, pemecahan masalah dan alternative/solusi dari pemecahan masalah tersebut. Secara motivasional, pembelajaran IPA Terpadu menghindari belajar menghafal dalam lingkup materi, oleh karena itu pembelajaran diorganisasi sekitar pemilihan topik/tema yang dipilih serta yang harus diselesaikan dengan ”Problem Solving” sehingga diharapkan dapat memotivasi dan memperluas minat siswa untuk menindak lanjuti. Secara pedagogis, untuk mengatasi cakupan materi yang sangat luas dan sulit dan kemungkinan merupakan kendala para guru untuk melingkupi semua hal yang dinyatakan sebagai esensial untuk kehidupan yang produktif. Salah satu usaha mengatasi hal tersebut mereka harus memfokuskan upaya pengalaman ke arah internalisasi dari sikap positip ke arah belajar, sekaligus pembelajaran IPA Terpadu mengarahkan siswa menggunakan keterampilan secara bermakna dan langsung juga meningkatkan transfer belajar karena dekat denga kondisi riil/live science). 2.3 Landasan Pembelajaran Ipa Terpadu Ada beberapa teori dan filsafat yang melandasi pembelajaran terpadu. Adapun landasan-landasan tersebut sebagai berikut: a. Teori Konstruktivis Menurut (Trianto, 2011:21) pembelajaran terpadu dikembangkan menurut paham kontruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman kunci utama dari belajar bermakna. Dalam hal ini peserta didik diharapkan mampu menyusun pengetahuannya dari pengalamannya. (Jamaris, Martini, 2004:33) mengemukakan bahwa manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara mencoba memberi arti pada pengetahuan yang sesuai pengalamannya. Hal menunjukkan bahwa pembelajaran bermakna tidak akan terwujud jika hanya dengan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain. b. Teori Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya setiap anak mengalami perkembangan kognitif yang berbeda-beda tergantug pada umur dan lingkungannya. Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Menurut Piaget (dalam Hamalik, Oemar. 1991) perkembangan kognitif terjadi dalam empat tahap yakni sensori motor, praoperasional, operasional kongkret, dan operasional formal. Berdasarkan teori perkembangan kognitif, pembelajaran diarahkan pada pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa (Arini, 1999:26). Siswa SMP/MTs berada pada taraf transisi dan fase kongkrit ke fase operasi formal, maka diharapkan sudah mulai dilatih untuk mampu berpikir abstrak, sehingga segala permasalahan dalam pembelajaran bisa dilakukan dengan kegiatan eksperimen. c. Teori Vygotsky Vygotsky mengemukakan bahwa untuk membantu mengembangkan pengetahuan yang sungguh bermakna, dengan cara memadukan antara konsep-konsep dan prosedur melalui demonstrasi dan praktek (Budiningsih, 2005:104). Dalam hal ini siswa memperoleh pengalaman secara langsung dengan mengamati demonstrasi yang dilakukan oleh guru, dan juga pada saat melakukan praktikum. Menurut (Ipotes.WordPress.com) teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep - konsep dan pemecahan masalah. Dalam pembelajaran terpadu dapat dilakukan dengan metode pembelajaran kooperatif (kelompok). d. Filsafat Progresivisme Landasan filosofis pembelajaran IPA terpadu ialah filsafat pendidikan Progresivisme yang dikembangkan oleh para ahli pendidikan seperti John Dewey, William Kilpatrick, George Count, dan Harold Rugg diawal abad 20 . Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" dan juga pengalaman teman sebaya (Sismanto, 2007). Anak memperoleh kesempatan melakukan aktivitas belajar secara alami dan mengalami secara langsung, sehingga seluruh aktivitas belajar lebih bermakna. Hasil belajarnya akan dapat bertahan lama. 2.4 Ciri-Ciri Pembelajaran Ipa Terpadu Apabila bertanya merupakan ciri utama pembelajaran IPA Terpadu maka menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran tersebut. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan dan menggeneralisasi sendiri. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran IPA Terpadu guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri haruslah merupakan salah satu langkah yang diterapkan dalam pembelajaran IPA Terpadu dengan langkah-langkah observasi, bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, dan menyimpulkan. Pada saat ini banyak temuan Sains diperoleh dari kerjasama antar ilmuwan, baik yang berlatar belakang disiplin ilmu yang sama maupun yang berbeda. Oleh sebab itu hasil pembelajaran IPA Terpadu seyogyanya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran IPA Terpadu guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap materi mendorong temanya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya. Ketika seorang siswa baru belajar mengukur hambatan listrik dengan multitester, ia bertanya kepada temannya “bagaimana caranya? Tolong bantu aku ya”, lalu temannya yang sudah biasa menunjukan cara mengoperasikan alat itu. Dengan demikian, dua orang siswa itu sudah membentuk masyarakat belajar (learning community). Hasil belajar diperoleh dari “berbagi pengalaman” antar teman, antar kelompok, dan yang antara yang tahu dan belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang di luar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar. Pemodelan merupakan ciri lain pembelajaran IPA Terpadu. Pembelajaran yang melatihkan keterampilan dan pengetahuan tertentu dengan pemodelan seperti mengoperasikan alat, cara menganalisis data dalam proses pengolahan data eksperimen, mengamati obyak IPA dan lain lain. Pemodelan ini mrmberikan contoh cara mengerjakan sesuatu atau bagaimana cara belajar. Model tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga dengan menunjuk siswa yang dilibatkan sebagai model. Penunjukan melalui pengamatan siswa yang ditunjuk, benar-benar dapat melakukan dari pengalaman maupun belajar sebelumnya untuk mencapai standar kompetensi yang harus dicapainya. Selain itu guru juga dapat melakukan kolaborasi dengan mendatangkan ahli/pakar kekelas sebagai model. Apapun keahlian model tujuannya adalah memodelkan cara sesuatu untuk memberikan pengalaman secara langsung kepada siswa Refleksi merupakan bagian penting dalam pembelajaran IPA Terpadu, Dalam refleksi atau merupakan cara berpikir apa yang telah dipelajari, apa yang baru dipelajari atau pengalaman dimasa lalu yang masih diingat dan dihubungkan dengan penegetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya . Pengetahuan yang bermakna dapat diperleh dari proses. Perluasan pengetahuan siswa dapat dilakukan melalui konteks pembelajaran dan dikembangkan tahap demi tahap. Guru dapat membantu siswa menghubungkan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Sehingga siswa mendapatkan pengalaman dan merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya Kunci dari semua pembelajaran ini adalah bagaimana pengetahuan yang diberikan sampai ke memori jangka panjang sehingga dapat mengembangkan ide-ide baru serta kebermaknaannya bagi dirinya. Setiap akhir pembelajaran sebaiknya guru dapat merefleksi diri seperti: apa yang diperolehnya hari ini, catatan siswa, kesan dan saran siswa, diskusi dan presentasi, dan hasil karya yang dilakukan. Penilaian yang dilakukan merupakan proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Hal ini sangat berguna bagi guru agar dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Kendala yang timbul harus segara diatasi dengan mengambil alternative tindakan yang tepat untuk membantu kesulitan yang dialami siswa. Sebaiknya penilaian dilakukan sepanjang proses pembelajaran dengan mengintegrasikan dengan kegiatan belajarnya. Penilaian ini menekankan pada upaya membantu siswa agar dapat menemukan cara belajarnya dengan tepat, bukan ditekankan pada seberapa banyak informasi yang diperoleh siswa di akhir pembelajaran. Karena penilaian ini menekankan proses pembelajaran, maka data dan informasi yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar sains bagi para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa bekerja ilmiah, bukan pada saat para siswa mengerjakan tes tulis sains. Data dan informasi yang diambil dari kegiatan siswa saat siswa bekerja ilmiah baik di dalam laboratorium maupun di lingkungan sekitar itulah disebut data autentik. Kemajuan belajar dinilai dari proses juga, bukan selalu hasil. ketika guru mengajarkan tentang pengamatan, siswa yang mampu memilih alat dengan tepat dan melakukan pengamatan dengan benar dan menghasilkan hasil pengamatan yang akurat, dialah yang memperoleh nilai tinggi. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan kinerja (performance) yang diperoleh siswa. Penilai bisa saja tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. Dalam pembelajaran IPA Terpadu banyak hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa secara autentik. Penilaian tersebut dapat berupa gabungan dari beberapa hal berikut: Proyek (kegiatan dan laporannya), PR, kuis, karya siswa, karya tulis, presentasi, demonstrasi, laporan, hasil tes tulis, dan jurnal siswa. Intinya, dengan penilaian autentik, pertanyaan yang ingin dijawab adalah “Apakah siswa telah belajar IPA Terpadu?” Jadi siswa dinilai kemampuannya dalam IPA Terpadu dengan berbagai cara. Kemampuan siswa diukur tidak selalu dari hasil ulangan tulis. Karakteristik Pembelajaran IPA Terpadu Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Trianto (2011: 141) menyatakan bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah, yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara umum. Depdiknas (2007). mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (uviversal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Depdiknas. (2007) Merujuk pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu, pertama sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, mahkluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended; kedua, proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis , perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; ketiga, produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; dan keempat, aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain . Melalui pembelajaran IPA terpadu, diharapkan peserta didik dapat membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama dalam kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah. Karakteristik Pembelajaran IPA terpadu Menurut Depdikbud 1996 (Trianto, 2008:13) pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik atau cir-ciri yaitu: a. Holistik Suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi.Pada gilirannya nanti, hal ini akan membuat siwa menjadi lebih arif dan bijak dalam menyingkapi atau menghadapi kejadian yang ada di hadapan mereka. b. Bermakna Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek seperti yang telah dijelaskan di atas memungkinkan terbentuknya semacam jalinan atar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang di pelajari. Rujukan yang nyata dari segala konsep yang diperoleh dan keterkatannya dengan kondep-konsep yang lainnya akan menambah kebermaknaaan konsep yang dipelajari. Selanjutnya hal ini akan mengakibatkan pembelajaran yang fungsional. Siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul di dalam kehidupan. c. Otentik Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung.Mereka memahami dari hasil nelajarnya sendiri,bukan sekedar pemberitahuan dari guru.Informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya lebih otentik.Misanya hukum pemantulan cahaya diperoleh siswa melalui kegiatan eksperimen.Guru lebih banyak bersifat sebagai fasilitator dan katalisator,sedang siswa bertindak sebagai aktor pencari informasi dan pengetahuan. Guru memberikan bimbingan ke arah mana yang dilalui dan memberikan fasilitas seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut d. Aktif Pembelajaran terpadu menekankan keaktiafan siswa dalam pembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil nelajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat dan kemampuan sisaw sehingga mereka termotivasi untuk terus-menerus belajar. Dengan demikian pembelajaran terpadu bukan semata-mata merancang aktivitas-aktivtas dari masing-masing mata pelajaran yang saling terkait.Pembelajaran terpadu bisa saja saja dikembangkan dari suatu tema yang disepakati bersama dengan melirik aspek -aspek kurikulum yang bisa dipelajari secara bersama melalui pengembangan tema tersebut. Menurut Sutrisno (Aminuddin :1994), Karakteristik pembelajaran terpadu meliputi : a) Pembelajaran yang berawal dari adanya pusat minat (centre of interest) yang digunakan untuk memahami gejala-gejala konsep lain, baik yang berasal dari bidang ilmu yang sama maupun yang berbeda. b) Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan anak secara simultan. c) Menghubungkan berbagai bidang studi atau berbagai konsep dalam satu bidang studi yang mencerminkan dunia nyata di sekeliling sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak d) Menggabungkan sejumlah konsep kepada beberapa bidang studi yang berbeda, dengan harapan anak dapat belajar lebih baik dan bermakna. Uraian di atas dapat digunakan untuk mendefinisikan pembelajaran IPA Terpadu di SMP, yaitu pembelajaran yang menghubungkan pelajaran fisika, kimia, dan biologi, menjadi suatu bentuk pembelajaran yang tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan menjadi suatu kesatuan yang diajarkan secara simultan (karakteristik nomor 3). Kesimpulan ini sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh ketua BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) Bambang Suhendro dalam Harian Suara Pembaharuan, Senin 9/1/06: “...untuk mata pelajaran IPS terpadu di tingkat SMP, seringkali kompetensi akademik guru kurang memadai. Guru yang mempunyai latar belakang sejarah lebih banyak mengajarkan sejarah. Padahal kompetensi IPS terpadu tidak hanya sejarah, tetapi ada sosiologi, antropologi dan geografi. Begitu juga dengan mata pelajaran IPA terpadu yang mencakup pelajaran fisika, kimia dan biologi”. Pernyataan ketua BSNP tersebut menyiratkan bahwa seorang guru mata pelajaran IPA di SMP dituntut untuk dapat mengajarkan semua subjek dalam pelajaran IPA, yaitu fisika, kimia, dan biologi, terlepas dari latar belakang pendidikannya. Dalam Depdiknas (2009). pembelajaran IPA terpadu mempunyai tujuan. Berikut ini akan diuraikan tujuan pembelajaran IPA terpadu yaitu: a. Meningkatkan Efisiensi dan Efektivitas Anak usia 7-14 tahun masih dalam peralihan dari tingkat berpikir operasional konkrit ke berpikir abstrak dan masih memandang dunia sekitar secara holistis. Penyajian pembelajaran secara terpisah-pisah memungkinkan adanya tumpang tindih dan pengulangan sehingga kurang efektif dan efisien serta membosankan bagi peserta didik. b. Meningkatkan minat dan motivasi Pembelajaran IPA terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan antar konsep yang satu dengan konsep yang lainnya yang termuat dalam tema. Peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh, sistemik dan analitik. c. Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus Pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, sarana, dan biaya karena beberapa Kompetensi Dasar (KD) dapat dicapai sekaligus menjadi sebuah tema. Tema tersebut didasarkan atas pemaduan sejumlah Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) yang dipandang memiliki keterkaitan Menurut Trianto (2011: 160) pembelajaran IPA secara terpadu diawali dengan penentuan tema, karena penentuan tema akan membantu peserta didik dalam beberapa aspek, yaitu bertanggung jawab, berdisiplin, mandiri, percaya, termotivasi, memahami, mengingat, memperkuat bahasa, kolaborasi, dan berinteraksi dalam menyelesaikan tugas. Pemilihan tema tersebut dimulai dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dipadukan sehingga keterpaduan yang dibuat tidak terlalu panjang dan terlalu lebar. Apabila keterpaduan yang dibuat tersebut terlalu panjang dan lebar maka akan menyulitkan peserta didik untuk dapat menyerap materi yang diberikan. d. Kekuatan dan kelemahan pembelajaran IPA terpadu Walaupun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA dikembangkan dalam bidang kajian, pada tingkat pelaksanaan guru memiliki keleluasaan dalam membelajarkan peserta didiknya untuk mencapai kompetensi tersebut. Salah satu contoh yang akan dikembangkan dalam model ini adalah guru dapat mengidentifikasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dekat dan relevan untuk dikemas dalam satu tema dan disajikan dalam kegiatan pembelajaran terpadu. Yang perlu diperhatikan adalah pemaduan dalam bentuk tema sebaiknya dilakukan pada jenjang kelas yang sama dan masih dalam lingkup IPA sehingga memudahkan untuk penilaian. Kekuatan atau manfaat yang didapat melalui pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu antara lain sebagai berikut: 1) Dengan menggabungkan berbagai bidang kajian akan terjadi penghematan waktu, karena ketiga bidang kajian tersebut (Energi dan perubahannya, Materi dan sifatnya, serta Makhluk hidup dan proses kehidupan) dapat dibelajarkan sekaligus. Tumpang tindih materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan. 2) Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antar ketiga konsep tersebut di atas. 3) Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena peserta didik dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran. 4) Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan atau aplikasi tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep dan kepemilikan kompetensi IPA. 5) Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan. 6) Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, serta memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya. 7) Akan terjadi peningkatan kerjasama antar guru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber; sehingga belajar menjadi lebih menyenangkan, belajar dalam suasana nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna. Disamping kekuatan atau manfaat yang telah dikemukakan di atas, model pembelajaran IPA terpadu juga memiliki kelemahan. Perlu disadari, bahwa sebenarnya tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk semua konsep, oleh karena itu model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang akan diajarkan. Begitu pula dengan pembelajaran terpadu dalam IPA memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut: 1) Aspek guru: dituntut guru yang berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologi yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, berani mengemas dan mengembangkan materi, bersedia mengembangkan diri untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. 2) Aspek peserta didik: pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik”, dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubunghubungkan), kemampuan eksploratif (menemukan) dan elaboratif (menggali). 3) Aspek sarana dan sumber pembelajaran: pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, termasuk juga fasilitas internet untuk menunjang, memperkaya dan mempermudah pengembangan wawasan. Semua ini dapat diatasi karena internet mudah diakses dan warnet mudah ditemukan. 4) Aspek kurikulum: kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik, bukan pada pencapaian target penyampaian materi. Guru mempunyai kewenangan dalam mengembangkan materi, metode dan penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik. 5) Aspek penilaian: pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), dalam menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dengan penilaian yang bervariasi serta berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda. Sekalipun pembelajaran terpadu mengandung beberapa kelemahan selain keunggulannya, sebagai sebuah bentuk inovasi dalam implementasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar perlu dikembangkan lebih lanjut. Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan di atas, perlu dibahas bersama antara guru bidang kajian terkait dengan sikap terbuka. Kesemuanya ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pembelajaran IPA. Walaupun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA dikembangkan dalam bidang kajian, pada tingkat pelaksanaan guru memiliki keleluasaan dalam membelajarkan peserta didiknya untuk mencapai kompetensi tersebut. Salah satu contoh yang akan dikembangkan dalam model ini adalah guru dapat mengidentifikasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dekat dan relevan untuk dikemas dalam satu tema dan disajikan dalam kegiatan pembelajaran terpadu. Yang perlu diperhatikan adalah pemaduan dalam bentuk tema sebaiknya dilakukan pada jenjang kelas yang sama dan masih dalam lingkup IPA sehingga memudahkan untuk penilaian. Kekuatan atau manfaat yang didapat melalui pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu antara lain sebagai berikut: 1) Dengan menggabungkan berbagai bidang kajian akan terjadi penghematan waktu, karena ketiga bidang kajian tersebut (Energi dan perubahannya, Materi dan sifatnya, serta Makhluk hidup dan proses kehidupan) dapat dibelajarkan sekaligus. Tumpang tindih materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan. 2) Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antar ketiga konsep tersebut di atas. 3) Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena peserta didik dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran. 4) Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan atau aplikasi tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep dan kepemilikan kompetensi IPA. 5) Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan. 6) Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, serta memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya. 7) Akan terjadi peningkatan kerjasama antar guru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber; sehingga belajar menjadi lebih menyenangkan, belajar dalam suasana nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna. Disamping kekuatan atau manfaat yang telah dikemukakan di atas, model pembelajaran IPA terpadu juga memiliki kelemahan. Perlu disadari, bahwa sebenarnya tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk semua konsep, oleh karena itu model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang akan diajarkan. Begitu pula dengan pembelajaran terpadu dalam IPA memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut: 1) Aspek guru: dituntut guru yang berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologi yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, berani mengemas dan mengembangkan materi, bersedia mengembangkan diri untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. 2) Aspek peserta didik: pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik”, dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubunghubungkan), kemampuan eksploratif (menemukan) dan elaboratif (menggali). 3) Aspek sarana dan sumber pembelajaran: pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, termasuk juga fasilitas internet untuk menunjang, memperkaya dan mempermudah pengembangan wawasan. Semua ini dapat diatasi karena internet mudah diakses dan warnet mudah ditemukan. 4) Aspek kurikulum: berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik, bukan pada pencapaian target penyampaian materi. Guru mempunyai kewenangan dalam mengembangkan materi, metode dan penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik. 5) Aspek penilaian: pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), dalam menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dengan penilaian yang bervariasi serta berkoordinasi dengan guru lain,bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda. Sekalipun pembelajaran terpadu mengandung beberapa kelemahan selain keunggulannya, sebagai sebuah bentuk inovasi dalam implementasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar perlu dikembangkan lebih lanjut. Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan di atas, perlu dibahas bersama antara guru bidang kajian terkait dengan sikap terbuka. Kesemuanya ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pembelajaran IPA. Berikut ini dikemukakan pula prinsip-prinsip dalam pembelajaran terpadu yaitu meliputi : 1) Prinsip penggalian tema Prinsip penggalian tema antara lain : a). Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak bidang studi, b). Tema harus bermakna artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya c). Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak. d). Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak, e). Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan penstiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar, f) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku, serta harapan dari masyarakat, g). Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar 2) Prinsip pelaksanaan pembelajaran terpadu Prinsip pelaksanaan terpadu di antaranya : a) guru hendaknya jangan menjadi “single actor “ yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar, b) pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerjasarna kelompok, c) guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam poses perencanaan. 3) prinsip evaluasi Prinsip evaluatif adalah : a). memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya, b) guru perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang telah disepakati dalam kontrak. 4) prinsip reaksi Prinsip reaksi, dampak pengiring (nuturan efek) yang penting bagi perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itu, guru dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap reaksi siswa dalam semua “event “ yang tidak diarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke suatu kesatuan utuh dan bermakna. Waktu pembelajaran terpadu bisa bermacam-macam yaitu: a) pembelajaran terpadu yang dilaksanakan pada waktu tertentu, yaitu apabila materi yang dijalankan cocok sekali diajarkan secara terpadu; b) Pembelajaran terpadu bersifat temporer, tanpa kepastian waktu dan bersifat situasional, dimana pelaksanaannya tidak mengikuti jadwal yang teratur, pelaksanaan pembalajaran terpadu secara spontan memiliki karakteristik dengan kegiatan belajar sesuai kurikulum yang isinya masih terkotak-kotak berdasarkan mata pelajaran. Walaupun demikian guru tetap harus merencanakan keterkaitan konseptual atau antar pelajaran, dan model jaring labalaba memungkinkan dilaksanakan dengan pembelajaran terpadu secara spontan (tim pengembang PGSD, 1996); c) Ada pula yang melaksanakan pembelajaran terpadu secara periodik, misalnya setiap akhir minggu, atau akhir catur wulan. Waktu-waktunya telah dirancang secara pasti; d) Ada pula yang melaksanakan pembelajaran terpadu sehari penuh. Selama satu hari tidak ada pembelajaran yang lain, yang ada siswa belajar dengan yang diinginkan. Siswa sibuk dengan urusannya masing-masing. Pembelajaran ini dikenal dengan istilah “integrated day “ atau hari terpadu. Diawali dengan kegiatan pengelolaan kelas yang meliputi penyiapan aspek-aspek kegiatan belajar, alat-alat, media dan peralatan lainnya yang dapat menunjang terlaksananya pembelajaran terpadu. Dalam tahap perencanaan guru memberikan arahan kepada murid tentang kegiatan yang akan dilaksanakan, cara pelaksanaan kegiatan, dan cara siswa memperoleh bantuan guru. Implikasi dari pembelajaran terpadu, bentuk hari terpadu, guru harus menentukan waktu maupun jumlah hari untuk pelaksanaan kegiatan tersebut dan dapat diisi dengan kegiatan pembelajaran terpadu model jaring laba-laba; (4) Pembelajaran terpadu yang terbentuk dari tema sentral. Implementasinya menuntut dilakukannya pengorganisasian kegiatan yang telah terstruktur. Pengorganisasian pada awal kegiatan mencakup penentuan tema dengan mempertimbangkan alat, bahan, dan sumber yang tersedia, jenis kegiatan serta cara guru membantu siswa. Untuk pelaksanaanya guru bekerjasama dengan guru kelas lainnya dalam merancang kegiatan belajar mengajar dengan memilih tema sentral transportasi dalam kehidupan.