Uploaded by User11129

IPA TERPADU

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pembelajaran Ipa Terpadu
Sekitar 40 tahun yang lalu, pembelajaran IPA terpadu mendapat perhatian yang
luas dari para penulis maupun para penyusun kurikulum khususnya dalam Pembelajaran
IPA. Pada tahun 1968, diadakan konferensi internasional pembelajaran terpadu untuk
sains yang pertama di Varna (Bulgaria). Berbagai kurikulum Pembelajaran terpadu
dikembangkan di seluruh dunia, tetapi tanpaknya pengertian Pembelajaran terpadu
masih banya variasi (Trianto, 2008:6).
Menurut Prawiradilaga (Joni,1996), Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan
dalam kegiatan pembelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada
anak. Pengalaman bermakna merupakan pengalaman langsung yang menghubungkan
pengalaman yang telah mereka miliki dengan pengalaman yang akan dipelajari, dan
memiliki nilai guna dalam kehidupan mereka pada saat ini maupun mendatang. Fogarty
(dalam Depdiknas, 2006:8), dalam arti luas pembelajaran terpadu meliputi pembelajaran
yang terpadu dalam satu disiplin ilmu, terpadu antar mata pelajaran, serta terpadu dalam
dan lintas peserta didik. Pembelajaran terpadu akan memberikan pengalaman yang
bermakna bagi peserta didik, karena dalam pembelajaran terpadu peserta didik akan
memahami konsep-konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan
menghubungkannya dengan konsep-konsep lain yang sudah dipahami yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik.
Tymamyu (Istikhomah : 2012) menyatakan bahwa Pembelajaran terpadu
merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan
beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan
adanya pemaduan itu siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara
utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.bermakna disini memberikan
arti bahwa pada pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahami konsep-konsep yang
mereka pelajaran melalui pengalaman langsung dan nyata yang menhgubungkan antar
konsep dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Jika dibandingkan
dalam konsep konvensional, maka pembelajaran terpadu tampak lebih menekankan
keterlibatan siswa dalam belajar, sehingga siswa terlibat aktif dalam proses
pembelajaran untuk pembuatan keputusan. Setiap siswa memerlukan bekal pengetahuan
dan kecakapan agar dapat hidup di masyarakat dan bakal ini diharapkan diperoleh
melalui pengalaman belajar di sekolah. Oleh karena itu pengalaman belajar di sekolah
sedapat mungkin memberikan bekal siswa dalam mencapai kecakapan untuk berkarya.
Kecakapan ini disebut kecakapan hidup yang cakupannya lebih luas dibanding hanya
sekedar keterampilan.
Pembelajaran IPA Terpadu merupakan konsep pembelajaran IPA Terpadu
dengan situasi lebih “alami” dan situasi dunia nyata siswa, serta mendorong siswa
membuat hubungan antar cabang IPA dan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran IPA Terpadu adalah
pembelajaran
yang terjadi
dalam hubungan
yang erat
dengan
pengalaman
sesungguhnya.
Pembelajaran
IPA
Terpadu
merupakan
pembelajaran
bermakna
yang
memungkinkan siswa menerapkan konsep-konsep sains dan berpikir tingkat tinggi
(HOTS = High Order Thinking Skills). Selain itu pembelajaran IPA Terpadu
mendorong siswa untuk tanggap dalam linkungan dan budayannya.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari “bertanya”. Sebelum
tahu AIDS, seseorang bertanya “jenis penyakit apakah AIDS itu?”, “Apakah penyebab
penyakit AIDS?”. Bertanya baik dilakukan oleh guru maupun siswa, merupakan ciri
utama pembelajaran IPA Terpadu. Bertanya dalam pembelajaran IPA Terpadu
dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai
kemampuan berpikir siswa. Selain itu bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian
penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yang menggali
informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian
pada aspek yang belum diketahuinya.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih
lanjut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi
agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan
untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. IPA merupakan ilmu yang
pokok bahasannya adalah alam dan segala isinya. Secara umum IPA di SMP/MTs
meliputi bidang kajian Energi dan perubahannya, Bumi dan alam semesta, Makhluk
hidup dan proses kehidupan, Materi dan sifatnya, di mana semua kajian tersebut sangat
berperan dalam membantu peserta didik untuk memahami fenomena alam. IPA
merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran
melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistematis, universal, dan tentatif
(bersifat sementara) (Depdiknas, 2006). Menurut Carin dan Sund (1993) IPA
didefinisikan sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku
umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Definisi tentang IPA (sains) telah banyak dikemukakan, antara lain menurut
Supriyadi (2008: 2), para ilmuwan sepakat bahwa IPA adalah suatu bentuk metode yang
berpangkal pada pembuktian hipotesa. Sebagian filosof menyatakan bahwa pada
hakikatnya IPA adalah jalan untuk mendapatkan kebenaran dari apa yang telah kita
ketahui. Dalam Pusat Kurikulum (2006: 4), IPA berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Trianto (2011: 136-137) menyatakan pada
hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah.
Dalam sumber yang sama dinyatakan juga bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang
sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan
berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut
sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.
Dengan demikian, IPA pada hakikatnya adalah ilmu untuk mencari tahu,
memahami alam semesta secara sistematik dan mengembangkan pemahaman ilmu
pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip, dan
hukum yang teruji kebenarannya. Namun, IPA bukan hanya merupakan kumpulan
pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, melainkan suatu proses penemuan dan
pengembangan. Oleh karena itu untuk mendapatkan pengetahuan harus melalui suatu
rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah serta menuntut sikap ilmiah.
Dalam pengelolaan pembelajaran IPA di sekolah, guru harus dapat memberikan
pengetahuan peserta didik mengenai konsep yang terkandung dalam materi IPA
tersebut. Selain konsep, hendaknya guru dapat menanamkan sikap ilmiah melalui
model-model pembelajaran yang dilakukannya. Jadi pelajaran IPA tidak hanya
bermanfaat dari segi materinya namun bermanfaat juga terhadap penanaman nilai-nilai
yang terkandung ketika proses pembelajarannya.
Untuk belajar IPA diperlukan cara khusus yang disebut dengan metode ilmiah.
Metode ilmiah ini menekankan pada adanya masalah, adanya hipotesa, adanya analisa
data untuk menjawab masalah atau membuktikan hipotesa, dan diakhiri dengan adanya
kesimpulan atau generalisasi yang merupakan jawaban resmi dari masalah yang
diajukan.
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap
ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai
prosedur Trianto (2010:137). Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk
menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan
baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan
dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau
dessiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara
yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut
metode ilmiah (scientific method).
Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesoef (1990:7), pernah menganjurkan
agar IPA dijadikan sebagai suatu “kebudayaan” atau suatu kelompok atau institusi
sosial dengan tradisi nilai, aspirasi, maupun inspirasi.
Sementara itu, (Trianto, 2011) mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan
suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan
pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA
merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan
mengembangkan produk produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan
melahirkan teknologi yang dapat memberikan kemudahan bagi kehidupan. Secara
umum IPA meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu biologi, fisika, dan kimia, merupakan
salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat
langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian
hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep.
Dapat dikatakan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejalagejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun
atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas
tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara
universal. Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis
kompetensi, (Trianto, 2011: 138) adalah sebagai berikut.
a) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.
c) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.
d) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Dari fungsi dan tujuan tersebut kiranya semakin jelas bahwa hakikat IPA tidak
semata-mata pada dimensi pengetahuan (keilmuan), tetapi lebih dari itu, IPA lebih
menekankan pada dimensi nilai ukrawi, di mana dengan memperhatikan keteraturan di
alam semesta akan semakin meningkatkan keyakinan akan adanya kekuatan yang
Mahadasyat yang tidak dapat dibantah lagi, yaitu Allah swt. Dengan dimensi ini IPA
hakikatnya mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual, yang
sementara ini dianggap cakrawala kosong, karena suatu anggapan antara IPA dan agama
merupakan dua sisi yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan satu sama lain dalam
satu bidang kajian. Padahal senyatanya terdapat benang merah ketertautan di antara
keduanya.
2.2 Perlunya Pembelajaran Ipa Terpadu
Banyak sekali pertentangan pendapat dilapangan antara setuju dan tidak setuju
tentang pembelajaran IPA Terpadu. Pertentangan ini semakin rumit ketika persepsi
masing-masing dalam mempersiapkan dan menerapkan dalam proses pembelajaran IPA
Terpadu. Belum lagi adanya 3 versi disekolah tingkat SMP, yang pertama IPA di SMP
diajarkan oleh masing-masing guru bidang studi yang ada yaitu bidang studi Biologi
dan Fisika. Sedangkan bidang studi Kimianya mana?, versi pertama diajarkan sebagai
pelengkap oleh guru kedua bidang studi tersebut. Versi kedua, diajarkan oleh guru yang
harus memberikan IPA sesuai dengan kurikulum, tidak memandang apakah guru biologi
atau guru yang berlatar belakang fisika. Versi ketiga yang mengajar IPA bukan dari
latar belakang bidang studi tetapi guru yang ada dan mau mengajar IPA (karena
kekurangan guru). Fakta ini membuat hasil belajar siswa tidak optimal, dan lebih parah
lagi apabila guru berorientasi pada pendapat bahwa perguruan tinggi tidak ada IPA
Terpadu. Kenyataan sekarang telah ada S-1 Pendidikan Sains, S-2 Pendidikan Sains,
dan S-3 Pendidikan Sains.
Selain alasan-alasan tersebut di atas, secara psikologis pembelajaran IPA Terpadu
lebih menguntungkan para siswa. Penelitian dalam psikologi perkembangan dan
kognitif menyarankan bahwa seseorang belajar paling baik ketika berhadapan dengan
gagasan yang berkaitan satu sama lainnya. Dalam hal ini berarti bahwa pembelajaran
IPA Terpadu dapat membantu retensi siswa.
Secara sosiokultural, pembelajaran IPA Terpadu di tingkat SMP mengarah kepada
kebutuhan, minat, dan kapasitas siswa saat itu. Di sinilah yang perlu dipikirkan
pengembangan perangkat yang harus disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa,
yang dapat meningkatkan berpikir kritis, pemecahan masalah dan alternative/solusi dari
pemecahan masalah tersebut.
Secara motivasional, pembelajaran IPA Terpadu menghindari belajar menghafal
dalam lingkup materi, oleh karena itu pembelajaran diorganisasi sekitar pemilihan
topik/tema yang dipilih serta yang harus diselesaikan dengan ”Problem Solving”
sehingga diharapkan dapat memotivasi dan memperluas minat siswa untuk menindak
lanjuti.
Secara pedagogis, untuk mengatasi cakupan materi yang sangat luas dan sulit dan
kemungkinan merupakan kendala para guru untuk melingkupi semua hal yang
dinyatakan sebagai esensial untuk kehidupan yang produktif. Salah satu usaha
mengatasi hal tersebut mereka harus memfokuskan upaya pengalaman ke arah
internalisasi dari sikap positip ke arah belajar, sekaligus pembelajaran IPA Terpadu
mengarahkan siswa menggunakan keterampilan secara bermakna dan langsung juga
meningkatkan transfer belajar karena dekat denga kondisi riil/live science).
2.3 Landasan Pembelajaran Ipa Terpadu
Ada beberapa teori dan filsafat yang melandasi pembelajaran terpadu. Adapun
landasan-landasan tersebut sebagai berikut:
a. Teori Konstruktivis
Menurut (Trianto, 2011:21) pembelajaran terpadu dikembangkan menurut
paham kontruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh
individu dan pengalaman kunci utama dari belajar bermakna. Dalam hal ini peserta
didik diharapkan mampu menyusun pengetahuannya dari pengalamannya. (Jamaris,
Martini, 2004:33) mengemukakan bahwa manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan cara mencoba memberi arti pada pengetahuan yang sesuai
pengalamannya. Hal menunjukkan bahwa pembelajaran bermakna tidak akan terwujud
jika hanya dengan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain.
b. Teori Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak
aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya setiap anak mengalami
perkembangan kognitif yang berbeda-beda tergantug pada umur dan lingkungannya.
Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Menurut Piaget (dalam
Hamalik, Oemar. 1991) perkembangan kognitif terjadi dalam empat tahap yakni sensori
motor, praoperasional, operasional kongkret, dan operasional formal.
Berdasarkan teori perkembangan kognitif, pembelajaran diarahkan pada
pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa (Arini, 1999:26).
Siswa SMP/MTs berada pada taraf transisi dan fase kongkrit ke fase operasi formal,
maka diharapkan sudah mulai dilatih untuk mampu berpikir abstrak, sehingga segala
permasalahan dalam pembelajaran bisa dilakukan dengan kegiatan eksperimen.
c. Teori Vygotsky
Vygotsky
mengemukakan
bahwa
untuk
membantu
mengembangkan
pengetahuan yang sungguh bermakna, dengan cara memadukan antara konsep-konsep
dan prosedur melalui demonstrasi dan praktek (Budiningsih, 2005:104). Dalam hal ini
siswa memperoleh pengalaman secara langsung dengan mengamati demonstrasi yang
dilakukan oleh guru, dan juga pada saat melakukan praktikum. Menurut
(Ipotes.WordPress.com) teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial
sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model
pembelajaran kooperatif terjadi interaktif sosial yaitu interaksi antara siswa dengan
siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep - konsep dan
pemecahan masalah. Dalam pembelajaran terpadu dapat dilakukan dengan metode
pembelajaran kooperatif (kelompok).
d. Filsafat Progresivisme
Landasan filosofis pembelajaran IPA terpadu ialah filsafat pendidikan
Progresivisme yang dikembangkan oleh para ahli pendidikan seperti John Dewey,
William Kilpatrick, George Count, dan Harold Rugg diawal abad 20 . Progresvisme
merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar
pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" dan juga
pengalaman teman sebaya (Sismanto, 2007). Anak memperoleh kesempatan melakukan
aktivitas belajar secara alami dan mengalami secara langsung, sehingga seluruh
aktivitas belajar lebih bermakna. Hasil belajarnya akan dapat bertahan lama.
2.4 Ciri-Ciri Pembelajaran Ipa Terpadu
Apabila bertanya merupakan ciri utama pembelajaran IPA Terpadu maka
menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran tersebut. Pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan dan menggeneralisasi sendiri. Oleh sebab itu,
dalam pembelajaran IPA Terpadu guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk
pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
Siklus inkuiri haruslah merupakan salah satu langkah yang diterapkan dalam
pembelajaran IPA Terpadu dengan langkah-langkah observasi, bertanya, mengajukan
hipotesis, mengumpulkan data, dan menyimpulkan.
Pada saat ini banyak temuan Sains diperoleh dari kerjasama antar ilmuwan, baik
yang berlatar belakang disiplin ilmu yang sama maupun yang berbeda. Oleh sebab itu
hasil pembelajaran IPA Terpadu seyogyanya diperoleh dari kerjasama dengan orang
lain. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran IPA Terpadu guru disarankan selalu
melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen.
Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang
cepat menangkap materi mendorong temanya yang lambat, yang mempunyai gagasan
segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya,
baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya.
Ketika seorang siswa baru belajar mengukur hambatan listrik dengan multitester,
ia bertanya kepada temannya “bagaimana caranya? Tolong bantu aku ya”, lalu
temannya yang sudah biasa menunjukan cara mengoperasikan alat itu. Dengan
demikian, dua orang siswa itu sudah membentuk masyarakat belajar (learning
community). Hasil belajar diperoleh dari “berbagi pengalaman” antar teman, antar
kelompok, dan yang antara yang tahu dan belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di
sekitar sini, juga orang-orang di luar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar.
Pemodelan merupakan ciri lain pembelajaran IPA Terpadu. Pembelajaran yang
melatihkan keterampilan dan pengetahuan tertentu
dengan pemodelan seperti
mengoperasikan alat, cara menganalisis data dalam proses pengolahan data eksperimen,
mengamati obyak IPA dan lain lain. Pemodelan ini mrmberikan contoh cara
mengerjakan sesuatu atau bagaimana cara belajar. Model tidak hanya dilakukan oleh
guru tetapi juga dengan menunjuk siswa yang dilibatkan sebagai model. Penunjukan
melalui pengamatan siswa yang ditunjuk, benar-benar dapat melakukan dari
pengalaman maupun belajar sebelumnya untuk mencapai standar kompetensi yang
harus dicapainya.
Selain itu guru juga dapat melakukan kolaborasi dengan mendatangkan
ahli/pakar kekelas sebagai model. Apapun keahlian model tujuannya adalah
memodelkan cara sesuatu untuk memberikan pengalaman secara langsung kepada siswa
Refleksi merupakan bagian penting dalam pembelajaran IPA Terpadu, Dalam refleksi
atau merupakan cara berpikir apa yang telah dipelajari, apa yang baru dipelajari atau
pengalaman dimasa lalu yang masih diingat dan dihubungkan dengan penegetahuan
yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya .
Pengetahuan yang bermakna dapat diperleh dari proses. Perluasan pengetahuan
siswa dapat dilakukan melalui konteks pembelajaran dan dikembangkan tahap demi
tahap. Guru dapat membantu siswa menghubungkan antara pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Sehingga siswa mendapatkan pengalaman
dan merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru
dipelajarinya
Kunci dari semua pembelajaran ini adalah bagaimana pengetahuan yang
diberikan sampai ke memori jangka panjang sehingga dapat mengembangkan ide-ide
baru serta kebermaknaannya bagi dirinya. Setiap akhir pembelajaran sebaiknya guru
dapat merefleksi diri seperti: apa yang diperolehnya hari ini, catatan siswa, kesan dan
saran siswa, diskusi dan presentasi, dan hasil karya yang dilakukan.
Penilaian yang dilakukan merupakan proses pengumpulan berbagai data dan
informasi yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Hal ini
sangat berguna bagi guru agar dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses
pembelajaran dengan benar. Kendala yang timbul harus segara diatasi dengan
mengambil alternative tindakan yang tepat untuk membantu kesulitan yang dialami
siswa. Sebaiknya penilaian dilakukan sepanjang proses pembelajaran dengan
mengintegrasikan dengan kegiatan belajarnya. Penilaian ini menekankan pada upaya
membantu siswa agar dapat menemukan cara belajarnya dengan tepat, bukan
ditekankan pada seberapa banyak informasi yang diperoleh siswa di akhir pembelajaran.
Karena penilaian ini menekankan proses pembelajaran, maka data dan informasi
yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat
melakukan proses pembelajaran. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar
sains bagi para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa
bekerja ilmiah, bukan pada saat para siswa mengerjakan tes tulis sains. Data dan
informasi yang diambil dari kegiatan siswa saat siswa bekerja ilmiah baik di dalam
laboratorium maupun di lingkungan sekitar itulah disebut data autentik.
Kemajuan belajar dinilai dari proses juga, bukan selalu hasil. ketika guru
mengajarkan tentang pengamatan, siswa yang mampu memilih alat dengan tepat dan
melakukan pengamatan dengan benar dan menghasilkan hasil pengamatan yang akurat,
dialah yang memperoleh nilai tinggi. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan
kinerja (performance) yang diperoleh siswa. Penilai bisa saja tidak hanya guru, tetapi
bisa juga teman lain atau orang lain.
Dalam pembelajaran IPA Terpadu banyak hal yang bisa digunakan sebagai dasar
menilai prestasi siswa secara autentik. Penilaian tersebut dapat berupa gabungan dari
beberapa hal berikut: Proyek (kegiatan dan laporannya), PR, kuis, karya siswa, karya
tulis, presentasi, demonstrasi, laporan, hasil tes tulis, dan jurnal siswa. Intinya, dengan
penilaian autentik, pertanyaan yang ingin dijawab adalah “Apakah siswa telah belajar
IPA Terpadu?” Jadi siswa dinilai kemampuannya dalam IPA Terpadu dengan berbagai
cara. Kemampuan siswa diukur tidak selalu dari hasil ulangan tulis.
Karakteristik Pembelajaran IPA Terpadu
Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut
dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi
agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan
untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Trianto (2011: 141) menyatakan bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses
ilmiah, yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk
ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori
yang berlaku secara umum.
Depdiknas (2007). mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan
tersusun secara teratur, berlaku umum (uviversal), dan berupa kumpulan data hasil
observasi dan eksperimen. Depdiknas. (2007) Merujuk pada pengertian IPA itu, maka
dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu, pertama sikap:
rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, mahkluk hidup, serta hubungan
sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur
yang benar; IPA bersifat open ended; kedua, proses: prosedur pemecahan masalah
melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis , perancangan
eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; ketiga,
produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; dan keempat, aplikasi: penerapan
metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Keempat unsur itu
merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain .
Melalui pembelajaran IPA terpadu, diharapkan peserta didik dapat membangun
pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama dalam kelompok, belajar
berinteraksi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah.
Karakteristik Pembelajaran IPA terpadu Menurut Depdikbud 1996 (Trianto,
2008:13) pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik
atau cir-ciri yaitu:
a. Holistik
Suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat dalam pembelajaran terpadu diamati
dan dikaji dari beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang
terkotak-kotak. Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk memahami suatu
fenomena dari segala sisi.Pada gilirannya nanti, hal ini akan membuat siwa menjadi
lebih arif dan bijak dalam menyingkapi atau menghadapi kejadian yang ada di hadapan
mereka.
b. Bermakna
Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek seperti yang telah dijelaskan
di atas memungkinkan terbentuknya semacam jalinan atar konsep-konsep yang
berhubungan yang disebut skemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari
materi yang di pelajari. Rujukan yang nyata dari segala konsep yang diperoleh dan
keterkatannya dengan kondep-konsep yang lainnya akan menambah kebermaknaaan
konsep yang dipelajari. Selanjutnya hal ini akan mengakibatkan pembelajaran yang
fungsional. Siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan
masalah-masalah yang muncul di dalam kehidupan.
c. Otentik
Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan
konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung.Mereka
memahami
dari
hasil
nelajarnya
sendiri,bukan
sekedar
pemberitahuan
dari
guru.Informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya lebih otentik.Misanya hukum
pemantulan cahaya diperoleh siswa melalui kegiatan eksperimen.Guru lebih banyak
bersifat sebagai fasilitator dan katalisator,sedang siswa bertindak sebagai aktor pencari
informasi dan pengetahuan. Guru memberikan bimbingan ke arah mana yang dilalui dan
memberikan fasilitas seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut
d. Aktif
Pembelajaran terpadu menekankan keaktiafan siswa dalam pembelajaran baik secara
fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil nelajar yang
optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat dan kemampuan sisaw sehingga
mereka termotivasi untuk terus-menerus belajar. Dengan demikian pembelajaran
terpadu bukan semata-mata merancang aktivitas-aktivtas dari masing-masing mata
pelajaran yang saling terkait.Pembelajaran terpadu bisa saja saja dikembangkan dari
suatu tema yang disepakati bersama dengan melirik aspek -aspek kurikulum yang bisa
dipelajari secara bersama melalui pengembangan tema tersebut.
Menurut Sutrisno (Aminuddin :1994), Karakteristik pembelajaran terpadu meliputi :
a) Pembelajaran yang berawal dari adanya pusat minat (centre of interest) yang
digunakan untuk memahami gejala-gejala konsep lain, baik yang berasal dari bidang
ilmu yang sama maupun yang berbeda.
b) Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan anak secara simultan.
c) Menghubungkan berbagai bidang studi atau berbagai konsep dalam satu bidang
studi yang mencerminkan dunia nyata di sekeliling sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan anak
d) Menggabungkan sejumlah konsep kepada beberapa bidang studi yang berbeda,
dengan harapan anak dapat belajar lebih baik dan bermakna.
Uraian di atas dapat digunakan untuk mendefinisikan pembelajaran IPA Terpadu di
SMP, yaitu pembelajaran yang menghubungkan pelajaran fisika, kimia, dan biologi,
menjadi suatu bentuk pembelajaran yang tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan
menjadi suatu kesatuan yang diajarkan secara simultan (karakteristik nomor 3).
Kesimpulan ini sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh ketua BSNP (Badan
Standar Nasional Pendidikan) Bambang Suhendro dalam Harian Suara Pembaharuan,
Senin 9/1/06: “...untuk mata pelajaran IPS terpadu di tingkat SMP, seringkali
kompetensi akademik guru kurang memadai. Guru yang mempunyai latar belakang
sejarah lebih banyak mengajarkan sejarah. Padahal kompetensi IPS terpadu tidak hanya
sejarah, tetapi ada sosiologi, antropologi dan geografi. Begitu juga dengan mata
pelajaran IPA terpadu yang mencakup pelajaran fisika, kimia dan biologi”. Pernyataan
ketua BSNP tersebut menyiratkan bahwa seorang guru mata pelajaran IPA di SMP
dituntut untuk dapat mengajarkan semua subjek dalam pelajaran IPA, yaitu fisika,
kimia, dan biologi, terlepas dari latar belakang pendidikannya.
Dalam Depdiknas (2009). pembelajaran IPA terpadu mempunyai tujuan. Berikut ini
akan diuraikan tujuan pembelajaran IPA terpadu yaitu:
a. Meningkatkan Efisiensi dan Efektivitas
Anak usia 7-14 tahun masih dalam peralihan dari tingkat berpikir operasional
konkrit ke berpikir abstrak dan masih memandang dunia sekitar secara holistis.
Penyajian pembelajaran secara terpisah-pisah memungkinkan adanya tumpang tindih
dan pengulangan sehingga kurang efektif dan efisien serta membosankan bagi peserta
didik.
b. Meningkatkan minat dan motivasi
Pembelajaran IPA terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk
mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan antar konsep yang satu
dengan konsep yang lainnya yang termuat dalam tema. Peserta didik akan terbiasa
berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh, sistemik dan analitik.
c. Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus
Pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, sarana, dan biaya
karena beberapa Kompetensi Dasar (KD) dapat dicapai sekaligus menjadi sebuah tema.
Tema tersebut didasarkan atas pemaduan sejumlah Standar Kompetensi (SK),
Kompetensi Dasar (KD) yang dipandang memiliki keterkaitan Menurut Trianto (2011:
160) pembelajaran IPA secara terpadu diawali dengan penentuan tema, karena
penentuan tema akan membantu peserta didik dalam beberapa aspek, yaitu bertanggung
jawab, berdisiplin, mandiri, percaya, termotivasi, memahami, mengingat, memperkuat
bahasa, kolaborasi, dan berinteraksi dalam menyelesaikan tugas. Pemilihan tema
tersebut dimulai dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
akan dipadukan sehingga keterpaduan yang dibuat tidak terlalu panjang dan terlalu
lebar. Apabila keterpaduan yang dibuat tersebut terlalu panjang dan lebar maka akan
menyulitkan peserta didik untuk dapat menyerap materi yang diberikan.
d. Kekuatan dan kelemahan pembelajaran IPA terpadu
Walaupun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA dikembangkan dalam
bidang kajian, pada tingkat pelaksanaan guru memiliki keleluasaan dalam
membelajarkan peserta didiknya untuk mencapai kompetensi tersebut. Salah satu contoh
yang akan dikembangkan dalam model ini adalah guru dapat mengidentifikasi Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dekat dan relevan untuk dikemas dalam satu
tema dan disajikan dalam kegiatan pembelajaran terpadu. Yang perlu diperhatikan
adalah pemaduan dalam bentuk tema sebaiknya dilakukan pada jenjang kelas yang sama
dan masih dalam lingkup IPA sehingga memudahkan untuk penilaian. Kekuatan atau
manfaat yang didapat melalui pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu antara lain sebagai
berikut:
1) Dengan menggabungkan berbagai bidang kajian akan terjadi penghematan waktu,
karena ketiga bidang kajian tersebut (Energi dan perubahannya, Materi dan sifatnya,
serta Makhluk hidup dan proses kehidupan) dapat dibelajarkan sekaligus. Tumpang
tindih materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
2) Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antar ketiga konsep tersebut di
atas.
3) Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena peserta didik
dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika
menghadapi situasi pembelajaran.
4) Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan atau aplikasi tentang dunia nyata yang
dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep
dan kepemilikan kompetensi IPA.
5) Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan.
6) Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat
menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman belajar
yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, serta
memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks
lainnya.
7) Akan terjadi peningkatan kerjasama antar guru bidang kajian terkait, guru dengan
peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan
narasumber; sehingga belajar menjadi lebih menyenangkan, belajar dalam suasana
nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna. Disamping kekuatan atau manfaat
yang telah dikemukakan di atas, model pembelajaran IPA terpadu juga memiliki
kelemahan. Perlu disadari, bahwa sebenarnya tidak ada model pembelajaran yang
cocok untuk semua konsep, oleh karena itu model pembelajaran harus disesuaikan
dengan konsep yang akan diajarkan. Begitu pula dengan pembelajaran terpadu
dalam IPA memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut:
1) Aspek guru: dituntut guru yang berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi,
keterampilan metodologi yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, berani
mengemas dan mengembangkan materi, bersedia mengembangkan diri untuk terus
menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan
diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus
pada bidang kajian tertentu saja.
2) Aspek peserta didik: pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta
didik yang relatif “baik”, dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal
ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan
analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubunghubungkan), kemampuan
eksploratif (menemukan) dan elaboratif (menggali).
3) Aspek sarana dan sumber pembelajaran: pembelajaran terpadu memerlukan bahan
bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, termasuk juga
fasilitas internet untuk menunjang, memperkaya dan mempermudah pengembangan
wawasan. Semua ini dapat diatasi karena internet mudah diakses dan warnet mudah
ditemukan.
4) Aspek kurikulum: kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan
pemahaman peserta didik, bukan pada pencapaian target penyampaian materi. Guru
mempunyai kewenangan dalam mengembangkan materi, metode dan penilaian
keberhasilan pembelajaran peserta didik.
5) Aspek penilaian: pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang
menyeluruh (komprehensif), dalam menetapkan keberhasilan belajar peserta didik
dengan penilaian yang bervariasi serta berkoordinasi dengan guru lain, bila materi
pelajaran berasal dari guru yang berbeda. Sekalipun pembelajaran terpadu
mengandung beberapa kelemahan selain keunggulannya, sebagai sebuah bentuk
inovasi dalam implementasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar perlu
dikembangkan lebih lanjut. Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan di atas, perlu
dibahas bersama antara guru bidang kajian terkait dengan sikap terbuka.
Kesemuanya ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam
pembelajaran IPA.
Walaupun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA dikembangkan dalam
bidang kajian, pada tingkat pelaksanaan guru memiliki keleluasaan dalam
membelajarkan peserta didiknya untuk mencapai kompetensi tersebut. Salah satu contoh
yang akan dikembangkan dalam model ini adalah guru dapat mengidentifikasi Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dekat dan relevan untuk dikemas dalam satu
tema dan disajikan dalam kegiatan pembelajaran terpadu. Yang perlu diperhatikan
adalah pemaduan dalam bentuk tema sebaiknya dilakukan pada jenjang kelas yang sama
dan masih dalam lingkup IPA sehingga memudahkan untuk penilaian. Kekuatan atau
manfaat yang didapat melalui pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu antara lain sebagai
berikut:
1) Dengan menggabungkan berbagai bidang kajian akan terjadi penghematan waktu,
karena ketiga bidang kajian tersebut (Energi dan perubahannya, Materi dan sifatnya,
serta Makhluk hidup dan proses kehidupan) dapat dibelajarkan sekaligus. Tumpang
tindih materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
2) Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antar ketiga konsep tersebut di
atas.
3) Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena peserta didik
dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika
menghadapi situasi pembelajaran.
4) Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan atau aplikasi tentang dunia nyata yang
dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep
dan kepemilikan kompetensi IPA.
5) Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan.
6) Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat
menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman belajar
yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, serta
memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks
lainnya.
7) Akan terjadi peningkatan kerjasama antar guru bidang kajian terkait, guru dengan
peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan
narasumber; sehingga belajar menjadi lebih menyenangkan, belajar dalam suasana
nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna. Disamping kekuatan atau manfaat
yang telah dikemukakan di atas, model pembelajaran IPA terpadu juga memiliki
kelemahan. Perlu disadari, bahwa sebenarnya tidak ada model pembelajaran yang
cocok untuk semua konsep, oleh karena itu model pembelajaran harus disesuaikan
dengan konsep yang akan diajarkan. Begitu pula dengan pembelajaran terpadu
dalam IPA memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut:
1) Aspek guru: dituntut guru yang berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi,
keterampilan metodologi yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, berani
mengemas dan mengembangkan materi, bersedia mengembangkan diri untuk terus
menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan
diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus
pada bidang kajian tertentu saja.
2) Aspek peserta didik: pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta
didik yang relatif “baik”, dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal
ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan
analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubunghubungkan), kemampuan
eksploratif (menemukan) dan elaboratif (menggali).
3) Aspek sarana dan sumber pembelajaran: pembelajaran terpadu memerlukan bahan
bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, termasuk juga
fasilitas internet untuk menunjang, memperkaya dan mempermudah pengembangan
wawasan. Semua ini dapat diatasi karena internet mudah diakses dan warnet mudah
ditemukan.
4) Aspek kurikulum: berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta
didik, bukan pada pencapaian target penyampaian materi. Guru mempunyai
kewenangan dalam mengembangkan materi, metode dan penilaian keberhasilan
pembelajaran peserta didik.
5) Aspek penilaian: pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang
menyeluruh (komprehensif), dalam menetapkan keberhasilan belajar peserta didik
dengan penilaian yang bervariasi serta berkoordinasi dengan guru lain,bila materi
pelajaran berasal dari guru yang berbeda. Sekalipun pembelajaran terpadu
mengandung beberapa kelemahan selain keunggulannya, sebagai sebuah bentuk
inovasi dalam implementasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar perlu
dikembangkan lebih lanjut. Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan di atas, perlu
dibahas bersama antara guru bidang kajian terkait dengan sikap terbuka.
Kesemuanya ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam
pembelajaran IPA.
Berikut ini dikemukakan pula prinsip-prinsip dalam pembelajaran terpadu yaitu
meliputi :
1) Prinsip penggalian tema
Prinsip penggalian tema antara lain : a). Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun
dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak bidang studi, b). Tema harus
bermakna artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi
siswa untuk belajar selanjutnya c). Tema harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan psikologis anak. d). Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi
sebagian besar minat anak, e). Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan
penstiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar, f) Tema yang
dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku, serta harapan dari
masyarakat, g). Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan
sumber belajar
2) Prinsip pelaksanaan pembelajaran terpadu
Prinsip pelaksanaan terpadu di antaranya : a) guru hendaknya jangan menjadi
“single actor “ yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar, b)
pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang
menuntut adanya kerjasarna kelompok, c) guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang
terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam poses perencanaan.
3) prinsip evaluasi
Prinsip evaluatif adalah : a). memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan
evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya, b) guru perlu mengajak siswa untuk
mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan
pencapaian tujuan yang telah disepakati dalam kontrak.
4) prinsip reaksi
Prinsip reaksi, dampak pengiring (nuturan efek) yang penting bagi perilaku secara
sadar belum tersentuh oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itu, guru
dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai
secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap reaksi siswa
dalam semua “event “ yang tidak diarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke suatu
kesatuan utuh dan bermakna. Waktu pembelajaran terpadu bisa bermacam-macam
yaitu: a) pembelajaran terpadu yang dilaksanakan pada waktu tertentu, yaitu apabila
materi yang dijalankan cocok sekali diajarkan secara terpadu; b) Pembelajaran terpadu
bersifat
temporer,
tanpa
kepastian
waktu
dan
bersifat
situasional,
dimana
pelaksanaannya tidak mengikuti jadwal yang teratur, pelaksanaan pembalajaran terpadu
secara spontan memiliki karakteristik dengan kegiatan belajar sesuai kurikulum yang
isinya masih terkotak-kotak berdasarkan mata pelajaran. Walaupun demikian guru tetap
harus merencanakan keterkaitan konseptual atau antar pelajaran, dan model jaring labalaba memungkinkan dilaksanakan dengan pembelajaran terpadu secara spontan (tim
pengembang PGSD, 1996); c) Ada pula yang melaksanakan pembelajaran terpadu
secara periodik, misalnya setiap akhir minggu, atau akhir catur wulan. Waktu-waktunya
telah dirancang secara pasti; d) Ada pula yang melaksanakan pembelajaran terpadu
sehari penuh. Selama satu hari tidak ada pembelajaran yang lain, yang ada siswa belajar
dengan yang diinginkan. Siswa sibuk dengan urusannya masing-masing. Pembelajaran
ini dikenal dengan istilah “integrated day “ atau hari terpadu. Diawali dengan kegiatan
pengelolaan kelas yang meliputi penyiapan aspek-aspek kegiatan belajar, alat-alat,
media dan peralatan lainnya yang dapat menunjang terlaksananya pembelajaran terpadu.
Dalam tahap perencanaan guru memberikan arahan kepada murid tentang kegiatan yang
akan dilaksanakan, cara pelaksanaan kegiatan, dan cara siswa memperoleh bantuan
guru. Implikasi dari pembelajaran terpadu, bentuk hari terpadu, guru harus menentukan
waktu maupun jumlah hari untuk pelaksanaan kegiatan tersebut dan dapat diisi dengan
kegiatan pembelajaran terpadu model jaring laba-laba; (4) Pembelajaran terpadu yang
terbentuk dari tema sentral. Implementasinya menuntut dilakukannya pengorganisasian
kegiatan yang telah terstruktur. Pengorganisasian pada awal kegiatan mencakup
penentuan tema dengan mempertimbangkan alat, bahan, dan sumber yang tersedia, jenis
kegiatan serta cara guru membantu siswa. Untuk pelaksanaanya guru bekerjasama
dengan guru kelas lainnya dalam merancang kegiatan belajar mengajar dengan memilih
tema sentral transportasi dalam kehidupan.
Download