Uploaded by Bunda Zalma

hakikat IPA klmpok 1

advertisement
MAKALAH
HAKIKAT IPA DAN TEORI YANG MELANDASI
PEMBELAJARAN IPA
Dosen Pengampu:
Dr. Pratiwi Pujiastuti, M.Pd
Disusun oleh:
1. Dhiyah Fitriana
NIM 18712254001
2. Fatmawati
NIM 18712254002
PRODI S2 PENDIDIKAN DASAR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa tercurahkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulisan makalah
berjudul “Hakikat IPA dan teori yang melandasi pembelajaran IPA SD” dapat
terselesaikan.
Makalah ini ditulis guna memenuhi tugas mata kuliah IPA SD dan
Pembelajarannya pada Program Studi S2 Pascasarjana Universitas Negeri
Yogyakarta semester pertama. Penulis tidak akan menyelesaikan makalah ini
tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Pratiwi Pujiastuti, M.Pd selaku Dosen Pengampu mata kuliah IPA SD
dan Pembelajarannya;
2. Teman-teman yang telah berjuang menyelesaikan penulisan makalah ini;
3. Teman-teman satu kelas yang telah berjuang bersama-sama.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan pada
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang
membangun dari pembaca yang budiman.
Semoga makalah ini berguna bagi perkembangan dunia pendidikan pada
umumnya, dan teman-teman peneliti pendidikan pada khususnya.
Sleman, Februari 2019
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan alam merupakan ilmu yang mempelajari tentang
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Menurut Fowler (Trianto, 2010),
Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan,
yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama
atas pengamatan dan deduksi. Sedangkan menurut Wahaya (Trianto, 2010),
mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun
secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam.
Ilmu pengetahuan alam diajarkan melalui kegiatan pembelajaran yang
aktif dan menekankan pada keterampilan proses. Kegiatan pembelajaran
dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar
pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan pembelajaran menurut Dimyani dan
Mudjiono (Rahayu, 2014) siswa dapat dikatakan belajar, apabila proses
perubahan perilaku terjadi pada dirinya sebagai hasil dari suatu pengalaman.
Untuk itu, tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah
secara operasional adalah membelajarkan siswa agar mampu memproses dan
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi dirinya sendiri.
Pembelajaran tidak dapat berlangsung dengan baik apabila siswa tidak
memahami hakikat pembelajaran IPA itu sendiri. Oleh sebab itu, guru harus
menguasai dan memahami hakikat pembelajaran IPA yang meliputi devinisi,
fungsi dan tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar hingga ruang lingkup
pembelajaran IPA itu sendiri.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis akan memaparkan hakikat
pembelajaran IPA di Sekolah dasar. Hakikat pembelajaran IPA yang
dimaksud yaitu terdiri dari beberapa indikator yang telah disebutkan di atas.
Hal ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui hakikat
pembelajaran IPA secara lebih mendalam sebelum menjadi seorang guru dan
mengajarkan mata pelajaran IPA kepada siswa di dalam kelas.
Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan
memiliki sikap ilmiah. Hal ini tentu saja berimplikasi terhadap kegiatan
pembelajaran IPA. IPA dan pembelajaran IPA tidak hanya sekedar
pengetahuan yang bersifat ilmiah saja, melainkan terdapat muatan IPA,
keterampilan proses dan dimensi yang terfokus pada karakteristik sikap dan
watak ilmiah. (BSNP, 2006)
Berbagai permasalahan dalam implementasi pendidikan IPA yang sesuai
dengan hakikatnya sangat kompleks, karena itu pemikiran-pemikiran masih
terus disumbangkan untuk memecahkan permasalahan itu. Pendidikan IPA
dihadapkan dengan permasalahan diantaranya perangkat pembelajaran IPA
yang mampu mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu melalui tema tertentu,
antar konsep dalam satu mata pelajaran dengan konsep mata pelajaran lain,
konsep dalam mata pelajaran sehingga guru dan peserta didik memiliki bekal
kompetensi dari berbagai disiplin ilmu. Permasalahan mendasar adalah
pembelajaran IPA
belum berorientasi pada keterampilan proses sains
seutuhnya sehingga kemampuan berpikir dan kemampuan berinkuiri belum
optimal. Konsekuensi dari produk pembelajaran tersebut adalah menurunnya
kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Hal ini akan membentuk generasi
konsumeristis dan tidak berdaya saing global.
Keterampilan berinkuiri peserta didik perlu dikembangkan karena
karakteristik pembelajaran IPA harus dilakukan dengan inkuiri ilmiah. Hal ini
dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran terpadu yang menekankan
pada keterampilan proses dan produk.
Kenyataannya pembelajaran IPA di lapangan juga ditemukan Depdiknas
(2008) menyatakan bahwa kecenderungan pembelajaran IPA di Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran hanya berorientasi pada hasil tes/ujian, pengalaman belajar
yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi pada tercapainya
standar kompetensi dan kompetensi dasar,
2. Pembelajaran bersifat teacher centered, guru hanya meyampaikan IPA
sebagai produk dan pseserta didik menghafal informasi faktual,
3. Peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah,
peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya,
cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum
menyentuh domain afektif dan psikomotor, alasan
yang sering
dikemukakan guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar
dan jumlah peserta didik disetiap kelas terlalu banyak,
4. Evaluasi yang dilakukan hanya berorientasi pada produk yang berkaitan
dengan domain kognitif.
Oleh karena itu, seorang guru perlu dibekali kemampuan pedagogi,
kompetensi mengenai hakikat dan nilai-nilai IPA, serta pengetahuan integrasi
IPA dalam tataran disiplin itu sendiri maupun relasinya dengan berbagai
disiplin ilmu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, adapun rumusan masalah
yang diangkat adalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian Ilmu Pengetahuan Alam ?
2. Apa-apa nilai-nilai IPA ?
3. Apa Hakikat pembelajaran IPA ?
4. Bagaimana hakikat pembelajaran IPA dari segi produk, proses, dan sikap
ilmiah?
5. Apa saja teori yang melandasi pembelajaran IPA SD?
6. Apa fungsi dan tujuan IPA di Sekolah Dasar?
7. Apa saja ruang lingkup pembelajaran IPA di Sekolah
Dasar?
C. Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penulisan makalah ini ialah:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan hakikat pembelajaran IPA dari segi produk,
proses, dan sikap ilmiah.
2. Mahasiswa dapat mengkaji teori yang melandasi pembelajaran IPA SD
3. Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dan tujuan IPA di Sekolah Dasar.
4. Mahasiswa dapat memahami rambu-rambu dan ruang lingkup
pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN ALAM
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan atau sains yang berasal dari bahasa Inggris science. Kata
science sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti saya
tahu. Science terdiri dari dua yaitu social science (Ilmu Pengetahuan
Sosial ) dan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam). Namun dalam
perkembangannya, science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti
ilmu pengetahuan alam saja.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempelajari alam semesta, bendabenda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar
angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati
dengan indera. Menurut H.W Fowler dalam Trianto (2010), IPA adalah
pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan
gelaja-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan
dedukasi. Sedangkan Kardi dan Nur dalam Trianto (2010) mengatakan
bahwa IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik
makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Adapun menurut
Wahana dalam Trianto (2010), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuaan
yang tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam.
Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan manusia yang luas yang
didapatkan dengan cara observasi dan eksperimen yang sistematik, serta
dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip,
teori-teori dan hipotesa (Srini M. Iskandar, 1997: 2) .
Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) adalah pengetahuan manusia tentang
alam yang diperoleh dengan cara yang terkontrol. Penjelasan ini
mengandung maksud bahwa sains selain menjadi sebagai produk juga
sebagai proses. Sains sebagai produk yaitu pengetahuan manusia dan
sebagai proses yaitu bagaimana mendapatkan pengetahuan tersebut
(Maslichah Asy’ari, 2006: 7) .
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA adalah
suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas
pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah
seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikapilmiah seperti rasa
ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya (Trianto, 2010:136).
2. Nilai-nilai IPA
Nilai-nilai IPA adalah sesuatu yang dianggap berharga yang terdapat
dalam IPA dan menjadi tujuan yang akan dicapai. Nilai-nilai yang dimaksud
adalah nilai-nilai nonkebendaan berupa nilai praktis, intelektual, sosialbudaya-ekonomi-politik, pendidikan dan juga nilai keagamaan (Trianto,
2008).
a. Nilai praktis
Penerapan dari penemuan-penemuan IPA telah melahirkan teknologi
yang secara langsung dapat dimanfaatkan masyarakat. Teknologi tersebut
membantu pula mengembangkan penemuan-penemuan baru yang secara
tidak langsung juga bermanfaat bagi kehidupan. Dengan demikian, sains
mempunyai nilai praktis yaitu sesuatu yang bermanfaat dan berharga
dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: penemuan listrik oleh Michael
Faraday yang diterapkan dalam teknologi hingga melahirkan alat-alat
listrik yang bermanfaat bagi kehidupan.
b. Nilai intelektual
Metode ilmiah yang digunakan dalam IPA banyak dimanfaatkan manusia
untuk memecahkan masalah baik alamiah maupun sosial, ekonomi dan
sebagainya. Metode ilmiah telah melatih keterampilan, ketekunan dan
melatih mengambil keputusan dengan mempertimbangkan yang rasional
dan menuntut sikap-sikap ilmiah bagi penggunanya. Keberhasilan
memecahkan masalah tersebut akan memberikan kepuasan intelektual.
Dengan demikian, metode ilmiah telah memberikan kepuasan intelektual
dan inilah yang dimaksud dengan nilai intelektual.
c. Nilai sosial-budaya-ekonomi-politik
IPA mempunyai nilai-nilai sosial-budaya-ekonomi-politik berarti IPA dan
teknologi suatu bangsa menyebabkan bangsa tersebut memperoleh
kedudukan
yang
kuat
dalam
percaturan
sosial-ekonomi-politik
internasional. Contoh: negara-negara maju seperti USA dan Uni Eropa
merasa sadar dan bangga terhadap kemampuan atau potensi bangsanya
dalam bidang sosial-politik dan mengklaim diri mereka sebagai negara
adidaya. Jepang, dengan kemampuan teknologi produksi merupakan
negara yang memiliki stabilitas tinggi dalam bidang sosial masyarakat
maupun ekonomi yang mampu menguasai pangsa pasar dunia. Selain itu,
Jepang juga dikenal sebagai negara yang mampu memadukan antara
teknologi dengan budaya lokal (tradisi) sehingga budaya tradisi tersebut
tetap eksis bahkan dikenal di seluruh dunia.
d. Nilai kependidikan
Perkembangan IPA dan teknologi serta penerapan psikologi belajar pada
pelajaran IPA menjadikan IPA bukan hanya sebagai suatu pelajaran
melainkan
juga sebagai alat pendidikan. Artinya, pelajaran IPA dan
pelajaran lainnya merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Nilai-nilai tersebut antara lain:
1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut
metode ilmiah.
2) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan dan
mempergunakan peralatan untuk memecahkan masalah.
3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah.
Dengan demikian, IPA memiliki nilai-nilai kependidikan karena dapat
menjadi alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
e. Nilai keagamaan
Seorang ilmuan yang beragama akan lebih tebal keimanannya, karena
selain didukung dogma-dogma agama juga ditunjang oleh alam pikiran
dari pengamatan terhadap fenomena-fenomena alam sebagai manifestasi
kebesaran Tuhan. Charles Townes peraih nobel 1964 mengatakan bahwa
banyak orang yang merasakan bahwa pastilah ada sesuatu yang
Mahapintar dibalik kehebatan hukum alam. Hal yang sama dikatakan
oleh John Polkinghorne, ahli fisika yang sekarang menjadi pendakwah
Gereja Anglikan yang mengatakan bahwa jika anda menyadari bahwa
hukum alam telah melahirkan jagad raya yang begitu teratur maka hal itu
pastilah tidak terjadi semata-mata karena kebetulan tetapi pasti ada tujuan
dibalik itu semua.
Dengan demikian, jelas bahwa IPA mempunyai nilai keagamaan yang
sejalan dengan pandangan agama sehingga Albert Einstein mengatakan
bahwa sains tanpa agama adalah buta dan agama tanpa sains adalah
lumpuh.
B. HAKIKAT PEMBELAJARAN IPA
Menurut Marsetio Donosepoetro dalam Trianto (2010), IPA pada
hakikatnya dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan juga sikap
ilmiah. Sebagai proses ilmiah diartikan semua kegiatan ilmiah untuk
menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan
pengetahuan baru. Sebagai produk ilmiah diartikan sebagai hasil proses,
berupa pengetahuan yang diajarkan
dalam sekolah atau diluar sekolah
ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan.
Sebagai prosedur ilmiah dimaksudkan bahwa metodologi atau cara yang
dipakai untuk mengetahui sesuatu pada umumnya berupa riset yang lazim
disebut metode ilmiah (scientific method).
Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesoef dalam Trianto (2010)
juga menganjurkan agar IPA dijadikan sebagai suatu kebudayaan atau suatu
kelompok atau institusi sosial dengan tradisi nilai, aspirasi maupun inspirasi.
Sedangkan menurut Laksmi Prihantoro dalam Trianto (2010), IPA pada
hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan aplikasi. Sebagai produk,
IPA merupakan sekumpulan pngetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan
konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan
untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produkproduk sains dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi
yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.
Secara umum IPA terbagi dalam tiga ilmu dasar yaitu biologi, fisika dan
kimia. Fisika sebagai cabang dari IPA merupakan ilmu yang lahir dan
berkembang
lewat
langkah-langkah
observasi,
perumusan
masalah,
penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan
kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Jadi dapat dikatakan bahwa
hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala
melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun
atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang
tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang
berlaku secara universal.
Fungsi dan tujuan IPA secara khusus berdasarkan kurikulum berbasis
kompetensi (Depdiknas dalam Trianto, 2010) adalah :
a) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.
c) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan
teknologi.
d) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakan dan
melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Berdasarkan fungsi dan tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
hakikat IPA tidak hanya pada dimensi pengetahuan (keilmuan) tetapi juga
menekankan pada dimensi nilai ukhrawi. Hal ini berarti memperhatikan
keteraturan di alam semesta akan semakin meningkatkan keyakinan akan
adanya sebuah kekuatan yang Mahadahsyat yang tidak dapat dibantah lagi
yaitu Allah SWT. Dengan dimensi ini, pada hakikatnya IPA mentautkan
antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual.
Berdasarkan hakikat IPA, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan
dalam pembelajaran IPA antara lain:
1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut
langkah-langkah metode ilmiah.
2) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan dan
mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik
dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.
(Laksmi Prihantoro dalam Trianto, 2010)
Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan,
maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu yaitu:
1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan
bagaimana bersikap.
2) Menanamkan sikap hidup ilmiah.
3) Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.
4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai
para ilmuwan penemunya.
4) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan. (Laksmi Prihantoro dalam Trianto, 2010)
Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara
umum termasuk dalam taksonomi Bloom bahwa diharapkan dapat
memberikan pengetahuan (kognitif) yang
merupakan tujuan utama dari
pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar
dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat
memahami dan memperdalam lebih lanjut dan melihat adanya keterangan
serta keteraturannya. Di samping hal itu, pebelajaran sains diharapkan pula
memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif),
pemahaman, kebiasaan dan apresiasi dalam mencari jawaban terhadap suatu
permasalahan.
Karena
ciri-ciri
tersebut
yang
membedakan
dengan
pembelajaran lainnya (Laksmi Prihantoro dalam Trianto, 2010).
Dari uraian tersebut, maka hakikat dan tujuan pembelajaran IPA
diharapkan dapat memberikan antara lain:
1) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep,
fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan dan hubungan
antara sains dan teknologi.
3) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan
masalah dan melakukan observasi.
4) Sikap ilmiah antara lain skeptis, kritis, sensitive, objektif, jujur, terbuka,
benar dan dapat bekerja sama.
5) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk
menjelaskan berbagai peristiwa alam.
6) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan
keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. (Depdiknas
dalam Trianto, 2010).
Dengan demikian, semakin jelas bahwa proses belajar mengajar IPA lebih
ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat
menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap
ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap
kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Selama ini proses
belajar mengajar hanya menghafalkan fakta, prinsip atau teori saja. Untuk itu
perlu dikembangkan suatu model pembelajaran IPA yang melibatkan siswa
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan
sendiri ide-idenya. Guru hanya memberi tangga yang membantu siswa untuk
mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi tetapi harus diupayakan agar
siswa dapat menaiki tangga tersebut (Nur dan Wikandari dalam Trianto,
2010).
5. Hakikat Pembelajaran IPA dari Segi Produk, Proses, dan Sikap
Ilmiah
Ilmu Pengetahuan Alam diterjemahkan dari bahasa Inggris
‘natural science’,secara singkat disebut Science. IPA secara harafiah dapat
diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam atau yang mempelajari peristiwaperistiwa yang terjadi di alam (Srini M Iskandar, 1996/1997). Hal ini
mengandung makna bahwa IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan,
tetapi merupakan proses pencarian yang sistematis dan berisi berbagai
strategi dimana menghasilkan kumpulan pengetahuan yang dinamis.
Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam
mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda
alam dan mengungkapkan gejala-gejala alam yang disusun secara
sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang
dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler
(Usman Samatowa, 2006) IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan
gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara
teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan
eksperimen.
IPA juga dipandang sebagai cerminan dari hubungan antara produk
pengetahuan, metode ilmiah serta nilai sikap yang terkandung dalam
proses pencarianya. Seperti yang diungkapkan Patta Bundu (2006)
menyatakan bahwa IPA adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis
dalam memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan
tersebut. Hal ini sejalan dengan hakikat Ilmu Pengetahuan Alam yang
bukan hanya kumpulan pengetahuan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses
aktif menemukan menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya.
Dalam hal ini, IPA sejatinya merupakan proses penemuan pengetahuan
dan sikap ilmiah sehingga bukan hanya kumpulan pengetahuan yang
merupakan produk dari kegiatan ilmiah. Berdasarkan pengertian diatas
dapat diketahui bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah kumpulan
pengetahuan berupa teori-teori mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi
di alam dan telah diuji kebenarannya, melalui proses metode ilmiah dari
pengamatan, studi, dan pengalaman disertai sikap ilmiah di dalamnya.
Secara garis besar Ilmu Pengetahuan Alam memiliki tiga komponen antara
lain:
1. IPA sebagai produk, merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan
analitik yang dilakukan para ilmuan dalam bentuk fakta-fakta, konsepkonsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang dapat menjelaskan dan
memahami alam serta berbagai fenomena di dalamnya.
2. Proses dalam hal ini adalah proses dalam mendapatkan ilmu
pengetahuan alam melalui metode ilmiah. Metode ilmiah yang
dimaksud dalam pembelajaran IPA untuk siswa Sekolah Dasar yaitu
metode ilmiah yang dikembangkan dan diajarkan secara bertahap dan
berkesinambungan, sehingga siswa nantinya
dapat
melakukan
penelitian sederhana (Darmodjo, 1992). Menurut Patta Bundu (2010)
IPA sebagai proses merupakan sejumlah keterampilan untuk mengkaji
fenomena alam sebagai proses Sains dalam mendapatkan pengetahuan
Sains
tersebut,
meliputi
kemampuan
observasi,
klasifikasi,
kuantifikasi, inferensi, komunikasi, interpretasi, prediksi, hipotesis,
mengendalikan variabel, merencanakan dan melaksanakan penelitian.
Jadi, pada hakikatnya dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan
alam diperlukan beberapa keterampilan dasar tersebut.
3. IPA sebagai sikap ilmiah, merupakan sikap ilmiah yang biasa
ditunjukan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan dari
objektif terhadap fakta secara hati-hati, kritis dan sebagainya. Hal ini
memberi penekanan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam bukan hanya
kumpulan pengetahuan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif
penemuan menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya.
Menurut Wynne Harlen (Darmodjo, 1992) setidaknya ada sembilan
aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia Sekolah
Dasar yaitu:
a. Sikap ingin tahu (curiousity), dalam hal ini suatu sikap yang selalu
ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamatinya.
b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality), sikap ini
bertitik tumpu dari kesadaran bahwa jawaban yang telah diperoleh
dari rasa ingin tahu tidak bersifat mutlak, namun hanya bersifat
sementara.
c. Sikap kerja sama (cooperation), dalam hal ini kerja sama adalah
sikap untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak secara
bersama-sama atau berkelompok.
d. Sikap tidak putus asa (perseverance), sikap ini perlu ditanamkan
kepada siswa Sekolah Dasar agar tidak mudah putus asa jika
mengalami kegagalan dalam menggali ilmu.
e. Sikap teruka untuk menerima (open-mindedness)
f. Sikap mawas diri (self critism), seorang ilmuwan sangat menjunjung
tinggi kebenaran. Objektivitas tidak hanya ditunjukkan diluar
dirinya tetapi juga terhadap dirinya sendiri. sikap tersebut haruslah
dikembangkan sejak dini khususnya pada siswa Sekolah Dasar agar
memiliki sikap jujur tehadap dirinya sendiri, menjunjung tinggi
kebenaran, dan berani mengoreksi dirinya sendiri.
g. Sikap bertanggung jawab (responsibility), dalam hal ini seseorang
harus berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat.
sikap tersebut harus dikembangkan sejak usia SD misalnya
membuat dan melaporkan hasil pengamatan atau kerja yang telah
dilakukan secara jujur.
h. Sikap berpikir bebas (independence in thinking), dalam ilmu
pengetahuan diperlukan objektifitas karena hal tersebut merupakan
salah satu kriteria kebenaran suatu ilmu pengetahuan.
i. Sikap kedisiplinan diri (self discipline), menurut Morse dan Wingo
( Darmodjo, 1992), mengatakan bahwa kedisiplinan diri dapat
diartikan sebagai kemampuan sesorang untuk dapat mengontrol atau
mengatur dirinya sendiri menuju tingkah laku yang dikehendaki dan
diterima oleh masyarakat.
Hal ini menekankan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam bukan hanya
sekumpulan pengetahuan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif
menemukan
sesuatu
menggunakan
pikiran
dan
sikap
dalam
mempelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran IPA untuk tingkat
Sekolah Dasar, berorientasi pada pencapaian Sains dari segi produk,
proses dan sikap keilmuannya (Patta Bundu, 2010). Segi produk, siswa
diharapkan dapat memahami konsep-konsep Sains berupa fakta, konsep,
prinsip, hukum maupun teori dan keterkaitannya dengan kehidupan seharihari; dari proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan dalam proses
untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, dan menerapkan konsep
yang diperolehnya untuk menjelaskan masalah dan memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari; dari segi sikap dan nilai siswa diharapkan
mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di lingkungannya,
bersikap ingin tahu,tekun, kritis, mawas diri, bertanggungjawab dapat
bekerja sama dan mandiri serta memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar.
6. Fungsi dan Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar
Ilmu Pengetahuan Alam tidak serta merta diajarkan di sekolah tanpa
ada alasan yang jelas. Ada berbagai alasan ilmu itu dimasukan ke dalam
mata pelajaran dalam kurikulum suatu sekolah. Alasan itu dapat
digolongkan menjadi empat golongan yakni :
1. Bahwa sains bermanfaat bagi suatu bangsa.
2. Bila diajarkan sains menurut cara yang tepat, maka sains merupakan
suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis bagi
peserta didk.
3. Bila sains diajarkan melalui percobaan yang dilakukan sendiri oleh
anak, maka sains tidaklah sebuah mata pelajaran yang bersifat hapalan
belaka.
4. Mata pelajaran ini memiliki nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai
potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.
Sains melatih anak berpikir kritis dan objektif. Obyektif artinya sesuai
dengan obyeknya, sesuai dengan kenyataan, atau sesuai dengan
pengalaman pengalaman melaui panca indra. Oleh sebab itu pengajaran
pembelajaran IPA di Sekolah Dasar memiliki fungsi dan tujuan tertentu
sehingga diajarkan dan dimasukkan kedalam kurikulum di sekolah.
1) Fungsi Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar
Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar (Depdikbud 1993) Mata
Pelajaran IPA berfungsi untuk:
a. Memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan keadaan
lingkungan alam dan lingkungan buatan yang berkaiatan dengan
pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
b. Mengembangkan keterampilan proses.
c. Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna bagi
siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
d. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan
yang saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi
dengan keadaan lingkungan di sekitarnya dan pemanfaatannya bagi
kehidupan sehari-hari.
e. Mengembangkan kemajuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK), serta keterampilan yang berguna dalam
kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikannya
ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Adapun secara rinci fungsi mata pelajaran IPA dijelaskan dalam
Sumaji (2006) antara lain ialah:
a. Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam memperoleh,
mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep IPA.
c. Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan
metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
d. Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahanya
sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan
Pencipta-Nya.
e. Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa.
f. Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam
bidang IPTEK.
g. Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.
2) Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar
Ilmu Pengetahuan Alam dibangun atas dasar proses dan sikap ilmiah
dalam memperoleh pengetahuan. Sesuai hakikat tersebut, belajar IPA
bukanlah
sekedar
mengumpulkan
dan
menghafal
fakta-fakta
pengetahuan yang tersaji dalam suatu materi pembelajaran, tetapi
pembelajaran mengandung dimensi yang menekankan perubahan
tingkah laku dan pengalaman. Menurut Patta Bundu (2006) tujuan
pembelajaran
IPA
siswa
diarahkan
dapat
mengembangkan
keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan
masalah dan membuat keputusan dalam mengembangkan pengetahuan
dan pemahaman konsep-konsep. Lebih lanjut, diperoleh IPA yang
akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan
lingkungan alam. Akhirnya, siswa dapat menghargai alam sekitar dan
segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
Tujuan pemberian mata pelajaran IPA atau sains munurut Sumaji
dalam
buku
KTSP
(kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan)
pemahaman & pengembangan adalah agar siswa mampu memahami
dan menguasai konsep-konsep IPA serta keterkaitan dengan kehidupan
nyata. Siswa juga mampu menggunakan strategi pembelajaran ilmiah
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, sehingga lebih
menyadari dan mencintai kebesaran serta kekuasaan Penciptanya.
Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut :
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaNya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi dan masyarakat.
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturanya sebagai salah satu ciptaan tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
Adapun menurut Prihanto Laksmi (Trianto, 2010), pendidikan IPA di
sekolah mempunyai tujuan, antara lain:
a. Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia dan
bagaimana bersikap.
b. Menanamkan sikap hidup ilmiah.
c. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.
d. Mendidik siswa mengetahui cara kerja serta menghargai para
penemu.
e. Menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan.
Proses pembelajaran IPA hendaknya membawa peserta didik untuk
belajar mengamati serta melakukan percobaan serta penanaman sikap
hidup ilmiah. Pendapat yang sama dikemukakan Cullingford (Usman
Samatowa, 2010) bahwa dalam pembelajaran IPA anak harus diberi
kesempatan untuk mengembangkan sikap ingin tahu dan berbagai
penjelasan logis. Siswa tidak hanya sekedar mengetahui tanpa
memahami proses dari teori dapat terbentuk. Pada akhirnya, siswa
bukan hanya menghafal pengetahuan tetapi dapat memahami.
3. Rambu-rambu dan Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di Sekolah
Dasar
1. Rambu-rambu Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Pembelajaran IPA sebagai media pengembangan potensi siswa SD
seharusnya didasarkan pada karakteristik psikologis anak, memberikan
kesenangan bermain dan kepuasan intelektual bagi mereka dalam
membongkar misteri, seluk beluk dan teka-teki fenomena alam di
sekitar dirinya, mengembangkan potensi saintis yang terdapat dalam
dirinya, memperbaiki konsepsi mereka yang masih keliru tentang
fenomena alam, sambil membekali keterampilan dan membangun
konsep-konsep baru yang dikuasainya. Selain itu penilaian dalam
pengajaran sains harus dilakukan dengan menggunakan sistem
penilaian
(asesmen)
yang
adil,
proporsional,
transparan,
komprehensif bagi setiap aspek proses hasil belajar siswa.
dan
Berdasarkan jenjang dan karakteristik perkembangan intelektual
siswa SD maka penyajian konsep dan keterampilan dalam pembelajaran
sains harus dimulai dari nyata (konkrit) ke abstrak, dari mudah ke
sukar, dari sederhana ke rumit, dan dari dekat ke jauh. Dengan kata lain,
mulailah dari apa yang ada mengoptimalkan suasan bermain tersebut
dalam kelas sehingga menjadi media yang efektif untuk membelajarkan
siswa dalam IPA. Tidak boleh terjadi, pembelajaran IPA di SD justru
mengabaikan apalagi menghilangkan dunia bermain anak.
Pembelajaran IPA akan berlangsung efektif jika kegiatan belajar
mengajarnya mampu mencitrakan kepada siswa bahwa kelas adalah
tempat untuk bermain, aman dari segala bentuk ancaman dan hambatan
psikologis, serta memfasilitasi siswa untuk secara lugas mengemukakan
dan mencoba ide-idenya.
Disamping pemahaman dan pengimplementasian karakteristik
psikologis siswa pada pada pembelajaran IPA, kejelasan wawasan guru
tentang ruang lingkup IPA juga sangat menentukan kualitas pengajaran
IPA di Sekolah Dasar.
2. Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam di SD
Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua
aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep.
1) Kerja Ilmiah, menurut Effendi dan Maliha (2007) pendidikan IPA
menekankan pada pemberian belajar langsung. Dalam pembelajaran
IPA siswa dapat mengembangkan sejumlah keterampilan proses dan
sikap ilmiah dalam memperoleh pengetahuan pengetahuan tentang
dirinya dan alam sekitar. Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan
penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas,
pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah.
Kerja ilmiah dalam kurikulum sekolah dasar terdiri dari:
a) Penyelidikan/Penelitian
Siswa menggali pengetahuan yang berkaitan dengan alam dan
produk
teknologi
melalui
refleksi
dan
analisis
untuk
merencanakan, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan
data, mengkomunikasikan kesimpulan, serta menilai rencana
prosedur dan hasilnya.
b) Berkomunikasi Ilmiah
Siswa mengkomunikasikan pengetahuan ilmiah hasil temuan
dan kajiannyakepada berbagai kelompok sasaran untuk berbagai
tujuan.
c) Pengembangan Kreatifitas dan Pemecahan Masalah
Siswa mampu berkreatifitas dan memecahkan masalah serta
membuatkeputusan dengan menggunakan metode ilmiah.
d) Sikap dan Nilai Ilmiah
Siswa mengembangkan sikap ingin tahu, tidak percaya tahayul,
jujur dalammenyajikan data faktual, terbuka pada pikiran dan
gagasan baru, kreatif dalammenghasilkan karya ilmiah, peduli
terhadap makhluk hidup dan lingkungan,tekun dan teliti.
2) Lingkup pemahaman konsep dalam Kurikulum KTSP relatif sama
jika dibandingkan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
yang sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup materi
pemahaman konsep yang terdapat dalam Kurikulum KTSP adalah:
a) Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
b) Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair,
padat dan gas.
c) Energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
d) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
e) Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat merupakan
penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan
lingkungan, teknologi, dan masyarakat melalui pembuatan suatu
karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat.
Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua
aspek tersebut saling berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan
untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA.
Menurut Hardy dan Fleer (1996) ada 7 ruang lingkup
pemahaman IPA dalam perspektif yang lebih luas.
a. IPA sebagai kumpulan pengetahuan, mengacu pada kumpulan
berbagai konsep yang sangat luas. IPA dipertimbangkan sebagai
akumulasi berbagai pengetahuan yang telah lama ditemukan
sejak
zaman
dahulu
sampai
pengetahuan
yang
baru.
Pengetahuan tersebut berupa fakta, teori, dan generalisasi yang
menjelaskan alam.
b. IPA sebagai suatu proses penelusuran, umumnya sebagai
pendangan suatu pandangan yang menghubungkan gambaran
IPA yang berhubungan erat dengan kegiatan laboratorium
beserta perangkatnya.
c. IPA sebagai kumpulan nilai, pandangan ini menekankan pada
aspek nilai ilmiah termasuk didalamnya nilai kejujuran, rasa
ingin tahu, dan keterbukaan.
d. IPA sebagai cara untuk mengenal dunia, IPA dipertimbangkan
sebagai suatu cara dimana manusia mengerti dan memberi
makna pada dunia disekeliling mereka, selain juga sebagai salah
satu untuk mengetahui dunia beserta isinya dengan segala
keterbatasannya.
e. IPA sebagai institusi sosial, IPA seharusnya dipandang dalam
pengertian sebagai kumpulan para profesional, yang melalui
IPA mereka didanai, dilatih, dan diberi penghargaan akan hasil
karya yang dihasilkan.
f. IPA sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, setiap orang
menyadari bahwa apa yang dipakai dan digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sangat dipengaruhi oleh IPA.
IPA atau sains di SD diberikan sebagai mata pelajaran sejak
kelas III sedangkan kelas I dan II tidak diajarkan sebagai mata
pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi diajarkan secara sistematis.
Karena di dalam penelitian ini yang dikaji bahan mata pelajaran
kelas IV maka di bawah ini konsep-konsep pengembangan
pengetahuan IPA atau sains di kelas IV semester II antara lain:
1. Gaya dan gerak benda
2. Energi dan kegunaanya
3. Kenampakan permukaan bumi dan benda langit
4. Perubahan lingkungan
5. Sumber daya alam
Konsep dan kegiatan pendidikan IPA atau sains di Sekolah Dasar
merupakan pengenalan konsep dasar kegiatan IPA. Keseluruhan
konsep tersebut merupakan konsep baru dan berfungsi sebagai
prasyarat pendukung maupun sebagai dasar bahan kajian IPA di
pendidikan menengah.
C. TEORI-TEORI YANG MENDASARI PEMBELAJARAN IPA
1. Teori Belajar Kognitif
a. Menurut Piaget
Perkembangan kognitif individu meliputi 4 tahap :
1)
Sensori Motor (0 – 2 Tahun)
2)
Kecerdasan motorik (gerak)dunia "benda yang ada adalah
yang tampak tidak ada bahasa pada tahap awal”
Pre Operasional (2-7 tahun)
Berpikir secara egosentris alasan-alasan di dominasi oleh persepsi
lebih banyak intuisi daripada pemikiran logis dan belum cepat
melakukan konsentrasi
3)
Operasional konkret (7 – 12 tahun )
Dapat melakukan konsentrasi logika tentang kelas dan hubungan
pengetahuan tentang angka berpikir terkait dengan yang nyata.
4)
Formal Operational (12 – dewasa)
Pemikiran yang sudah lengkap pemikiran yang proporsional
kemampuan untuk mengatasi hipotesis perkembangan idealism
yang kuat.
Dikemukakannya pula bahwa belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan
obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebayanya dan
dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteaksi dengan lingkungan
secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Ciri-ciri Teori Belajar Kognitif menurut Piaget:
-
Memfokuskan pada proses berpikir anak, tidak sekedar pada
produknya
-
Pengenalan dan pengakuan atas peranan nak-anak yang penting
sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan
pembelajaran
-
Penerimaan perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan
3 Hal yang perlu diperhatikan Guru untuk merancang pembelajaran IPA
di kelas :
1. Seluruh anak melewati tahapan yang sama secara berurutan
2. Anak mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap suatu benda
atau kejadian
3. Apabila hanya kegiatan fisik yang diberikan kepada anak, tidaklah
cukup untuk menjamin perkembangan intelektual anak.
Cara Pembelajaran IPA di SD menurut Piaget :
1. Mulai dari hal-hal yang kongkret yaitu kegiatan aktif mempergunakan
panca indera dengan benda nyata atau kongkret
2. Penata awal, yaitu suatu informasi umum mengenai apa yang akan
diajarkan,
agar
murid
mempunyai
kerangka
kerja
untuk
mengasimilasikan informasi baru ke dalam struktur kognitifnya
3. Pergunakan kegiatan yang bervariasi karena murid mempunyai tingkat
perkembangan kognitif yang berbeda dan gaya belajar yang berlainan
4. Guru harus selalu memperhatikan setiap siswa apa yang mereka
lakukan, yaitu tugas mereka sudah benar atau masih ada kesulitan
5. Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk menemukan sendiri
jawabannya, sedangkan guru harus selalu siap dengan alternatif
jawaban bila sewaktu-waktu dibutuhkan
6. Pada akhir pembelajaran, guru mengulas kembali bagaimana siswa
dapat menemukan jawaban yang diinginkan
Implikasi dari teori perkembangan kognitif dari Piaget dalam
pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan berpikir anak berbeda dengan orang dewasa
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi
lingkungan dengan baik.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi
tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangan
5. Di dalam kelas anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling
bicara dan diskusi dengan teman-temannya.
b. Teori Ausubel
Menurut Ausubel Belajar dan Mengajar memiliki pengertian :
Belajar bermakna adalah suatu proses yang dikaitkan dengan informasi
pada konsep-konsep relevan yang terdapat pada struktur kognitif
seseorang.
Mengajar adalah mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses
belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar,
akan lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung
dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada tingkat yang lebih tinggi,
akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep,
demonstrasi , diagram dan ilustrasi.
Suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsepkonsep relevan yang terdapat pada struktur kognitif seseorang. “Belajar
Bermakna”. Belajar bermakna adalah suatu proses yang dikaitkan
dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat pada
struktur kognitif seseorang.
Dua prinsip utama Ausubel :
1. Prinsip Diferensiasi Progresif (Progressive differentiation)
Konsep-konsep yang diajarkan dimulai dengan konsep-konsep yang
umum menuju konsep-konsep yang lebih khusus dikenal “Belajar
Bermakna”
2. Prinsip Rekonsiliasi Integratif (Integrative reconciliation)
Konsep-konsep atau gagasan-gagasan perlu diintegrasikan dan
disesuaikan
dengan
konsep-konsep
yang
telah
dipelajari
sebelumnya dikenal” Belajar Hapalan”
Menurut Ausabel Prinsip-prinsip teori belajar ini meliputi
•
Pengatur Awal
Digunakan untuk membantu mengaitkan konsep yang lama
dengan konsep yang baru yang lebih tinggi maknanya.
•
Prinsip Diferensiasi Progresif
Konsep-konsep yang diajarkan dimulai dengan konsep-konsep
yang umum menuju konsep yang khusus (Belajar Bermakna)
•
Prinsip Rekonsiliasi Integratif
Konsep atau gagasan perlu diintegrasikan dan disesuaikan
dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya.
(Belajar Hafalan)
Cara pembelajaran IPA berdasarkan teori Ausubel melalui konsepkonsep yaitu :
1. Konsep Awal
Pemetaan konsep merupakan suatu cara untuk memperlihatkan
konsep-konsep dan organisasi dalam suatu bidang
2. Konsep Kedua
Suatu gambaran/diagram dua dimensi dari suatu disiplin atau suatu
bagian dari disiplin
3. Konsep Ketiga
Konsep yang paling umum (inklusif) terdapat pada puncak konsep,
makin kebawah semakin khusus
4. Konsep keempat
Makin tinggi suatu hierarki yang ditunjukan maka makin tinggi nilai
peta konsep itu
c. Menurut Brunner
Menurut Bruner : Belajar merupakan kegiatan perolehan informasi
yang disebut sebagai belajar penemuan yang merupakan berusaha
sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang
menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.
Bruner mengungkapkan bahwa dalam proses belajar, anak sebaiknya
diberikan kesempatan untuk memanipulasi objek atau benda-benda (alat
peraga).
Melalui alat peraga itu, anak akan langsung melihat bagaimana
keteraturan dan pola srtuktur dari benda yang diperhatikannya tersebut.
Keteraturan yang didapat anak melaui pengamatan/keterlibatan secara
langsung tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan
instuitif yang melekat padanya.
Tahap Pembelajaran Bruner:
1. Tahap Enaktif
Anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik
objek)
2.
Tahap Ikonik
Kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental yang
merupakan gambaran dari objek-objek yang memanipulasinya.
3. Tahap Simbolik
Anak memanipulasi simbol-symbol atau lambing objek tertentu.
Anak tidak lagi terkait objek namun sudah mampu menggunakan
notasi tanpa tergantung objek riilnya. Anakyang memulai untuk
secara simbolik memproses informasi.
Jerome Brnner adalah seorang pelopor pengembang kurikulum
terutama dengan teori yang dikenal dengan pembelajaran penemuan
(inkuiri). Penemuan (inkuiri) adalah suatu model pengajaran yang
menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi dari suatu
ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar dari
pemahaman sebenarnya dan nilai dari berpikir secara induktif dalam
belajar (pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan
pribadi). Menururt Brunner penemuan akan lebih bermakna jika siswa
memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi yang
dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, siswa harus aktif
dimana mereka harus mengidwntifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci dari
pada hanya sekedar mendengar penjelasan dari guru. Oleh karena itu
guru harus memunculkan masalah yang mendorong siswa untuk
melakukan kegiatan penemuan. Dalam pembelajaran melalui penemuan,
guru memberikan contoh dan siswa bekerja berdasarkan contoh tersebut
sampai menemukan hubungan antar bagian dari suatu struktur materi
(Woolfolk, 1997:317).
Aplikasi ide-ide Brunner dalam pembelajran menurut Woolfolk,
(1997:320) digambarkan sebagai berikut :
1) Memeberikan contoh dan bukan contoh dari konsep yang dipelajari
2) Memebantu siswa mencari hubungan antara konsep
3) Mengajukan
pertanyaan
dan
membiarkan
siswa
mencoba
menemukan sendiri jawabannya
4) Mendorong siswa untuk membuat dugaan yang bersifat intuitif
Ciri-ciri teori belajar kognitif menurut Brunner:
-
Menekankan proses pe,belajaran penemuan (inkuiri)
-
Perlunya belajar aktif
-
Perlunya belajar induktif
Dalam teori ini peran guru hanya sebagai penuntun mendapatkan
informasi, bukan sebagai pemberi informasi atau sebagai fasilitator.
Penerapan dalam pembelajaran :
a. Merencanakan ide pembelajaran
Merencanakan ide sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat
pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa.
b. Pengantar materi Pembelajaran
Sebagai guru hendaknya memulai dengan sesuatu yang sudah dikenal
oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu yang
berlawanan. Sehingga merangsang para siswa untuk menyelidiki
masalah itu dengan menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba
menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari
masalah itu.
c. Metode pembelajaran
Disarankan guru mengikuti aturan penyajian dari enaktif, ikonik, lalu
simbolik. Perkembangan intelektual diasumsikan mengikuti sesuai
dengan urutan pengajaran.
d. Praktek di lapangan
Siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru
hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor.
e. Menilai hasil belajar
Penilaian hasil belajar penemuan meliputi suatu bidang studi , dan
kemampuan untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi
berbentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes essay.
d. Teori Belajar Gagne
Menurut Gagne Belajar merupakan suatu proses yang dapat dilakukan
manusia. Belajar menyangkut interaksi antara pembe;ajar (orang yang
belajar) dan lingkungannya, Belajar telah berlangsung bila terjadi
perubahan tingkah laku yang bertahap cukup lama selama kehidupan
orang tersebut.
Empat fase dalam teori Gagne :
1. Fase Penerimaan ( apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ada
beberapa langkah: timbulnya perhatian, penerimaan, pencatatan
(dicatat dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya)
2. Fase Penguasaan (acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat terlihat bahwa seseorang telah belajar atau
belum belajar. Jika sesorang telah belajar maka terlihat dari perubahan
pada sikap atau kemampuannya.
3. Fase Pengendapan (Storage phase)
Informasi yang dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang
sehingga dapat digunakan apabila diperlukan kembali. Hal ini
berkaitan dengan ingatan seseorang.
4. Fase Pengungkapan Kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki dan disimpan dalam ingatan akan
dipanggil kembali melalui ingatan jika diperlukan.
Langkah Pembelajaran menurut teori Gagne :
1. Mengaktifkan motivasi (activating motivation)
Dengan harapan setiap siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan
mengaktifkan dorongan atau motivasi belajar serta keingingan untuk
mencapainya.
2. Instruksi informasi (instructional information)
Memberikan informasi kepada siswa tentang materi yang akan
disampaikan agar siswa mengetahui tujuan mempelajari materi tersebut.
3. Mengarahkan motivasi (directing information)
Mengarahkan motivasi berupa perhatian agar siswa siap menerima
stimulant pembelajaran sehingga memicu rangsangan belajar.
4. Merangsang ingatan (stimulating recall)
Seorang guru diharapkan melakukan pengulangan materi yang telah
diajarkan agar membantu siswa mengingat materi yang telah diajarkan.
5. Menyediakan bimbingan belajar (providing learning guidance)
Bimbingan belajar ini bertujuan untuk memperlancar masuknya informasi
ke memori siswa dalam jangka panjang dari informasi baru dengan
pengalaman yang telah didapatkannya
6. Meningkatkan retensi (enhancing retention)
Guru melakukan pengulangan terhadap materi dengan memberikan
ilustrasi atau contoh kasus sesuai materi yang diajarkan
7. Membantu Transfer Belajar (helping transfer of learning)
Guru memberikan tugas berupa pemecahan masalah dan diskusi kelompok
agar dapat membantu transfer belajar siswa.
8. Mengeluarkan perbuatan (eliciting performance) dan memberi umpan
balik (providing feed back)
Dengan pemberian tes dan mengamati tingkah laku siswa dan melakukan
penilaian sesuai dengan kemampuan siswa.
Dari keempat teori belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap teori
belajar memiliki makna dan tujuan yang saling terintegrasi dalam pembelajaran
IPA di SD. Teori Piaget mengungkapkan belajar terstruktur sesuai kognitifnya,
Teori Ausubel mengungkapkan belajar bermakna, teori Burner mengungkapkan
belajar penemuan dan teori gagne mengungkapkan belajar Proses. Keempat teori
ini diterapkan sesuai dengan pembelajaran IPA di SD yang tidak dapat terlepas
dari kemampuan siswa. Tahap perkembangan siswa didasarkan pada usia
perkembangan kognitifnya, usia ini mempengaruhi cara belajar mereka.
D. KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN IPA
1. Pengertian Keterampilan Proses
Keterampilan proses menurut Indrawati dalam Trianto (2010)
adalah keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif
maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu
konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah
ada sebelumnya ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu
penemuan atau flasifikasi. Sedangkan menurut Wahana dalam Trianto
(2010) keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari
latihan kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai
penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan
mendasar yang telah dikembangkan terlatih lama kelamaan akan menjadi
suatu keterampilan.
Funk dalam Trianto (2010) membagi keterampilan proses menjadi
dua tingkatan yaitu keterampilan proses tingkat dasar (basic science
process skill) dan keterampilan proses terpadu (integrated science process
skill). Keterampilan proses
dasar meliputi
observasi,
klasifikasi,
komunikasi, pengukuran, prediksi dan inferensi. Sedangkan keterampilan
proses terpadu meliputi menentukan variabel, menyusun tabel data,
menyusun grafik, memberi hubungan variabel, memproses data,
menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis, menentukan variabel
secara
operasional,
merencanakan
penyelidikan
dan
melakukan
eksperimen.
a) Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan indera baik penglihatan,
pendengaran, pengecapan, perabaan dan pembauan. Contoh :

Pengamatan kualitatif

Pengamatan kuantitatif.

Pengorganisasian objek-objek menurut satu sifat tertentu.
b) Pengklasifikasian
Pengklasifikasian adalah pengelompokkan objek-objek menurut sifatsifat tertentu. Contoh :

Pengidentifikasian suatu sifat umum (mineral yang menyerupai
logam dan mineral yang tidak menyerupai logam).

Memilah-milahkan dengan menggunakan dua sifat atau lebih
(mineral yang memiliki celah yang dapat menggores gelas dan
mineral tanpa celah dan tidak dapat menggores gelas).
c) Penginferensian
Penginferensian
adalah
penggunaan
apa
yang diamati
untuk
menjelaskan sesuatu yang terjadi. Penginferensian berlangsung
melampaui suatu pengamatan untuk menafsirkan apa yang telah
diamati. Contoh :

Mengaitkan pengamatan dengan pengalaman atau pengetahuan
terdahulu.

Mengajukan penjelasan-penjelasan untuk pengamatan-pengamatan.
d) Peramalan
Peramalan adalah pengajuan hasil-hasil yang mungkin dihasilkan dari
suatu percobaan. Ramalan-ramalan didasarkan pada pengamatanpengamatan dan inferensi-inferensi sebelumnya. Contoh :

Penggunaan data dan pengamalan yang sesuai.

Penafsiran generalisasi tentang pola-pola.

Pengujian kebenaran dari ramalan-ramalan yang sesuai.
e) Pengkomunikasian
Pengkomunikasian adalah mengatakan apa yang diketahui dengan
ucapan kata-kata, tulisan, gambar, demonstrasi atau grafik. Contoh :

Pemaparan pengamatan atau dengan menggunakan perbendaharaan
kata yang sesuai.

Pengembangan grafik atau gambar untuk menyajikan pengamatan
dan peragaan data.

Perancangan poster atau diagram untuk menyajikan data untuk
meyakinkan orang lain.
f) Pengukuran
Pengukuran adalah penemuan ukuran dari suatu objek, massa suatu
objek, banyaknya ruang yang ditempati suatu objek. Proses ini
digunakan untuk melakukan pengamatan kuantitatif. Contoh :

Pengukuran panjang, volume, massa, temperatur dan waktu dalam
ukuran yang sesuai.

Memilih alat dan satuan yang sesuai untuk tugas pengukuran
tertentu.
g) Penggunaan bilangan
Penggunaan
bilangan
meliputi
pengurutan,
penghitungan,
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan.
Contoh :

Penghitungan.

Pengurutan.

Penyusunan bilangan dalam pola-pola yang benar.

Penggunaan keterampilan matematika yang sesuai.
h) Penafsiran data
Penafsiran data adalah menjelaskan makna informasi yang telah
dikumpulkan. Contoh :

Penyusunan data.

Pengenalan pola-pola atau hubungan-hubungan.

Merumuskan inferensi yang sesuai denggan menggunakan data.

Pengikhtisaran secara benar.
i) Melakukan eksperimen
Melakkukan eksperimen adalah pengujian hipotesis atau prediksi.
Dalam suatu eksperimen, seluruh variabel harus dijaga tetap sama
kecuali satu, yaitu variabel manipulasi. Contoh :

Merumuskan dan menguji prediksi tentang kejadian-kejadian.

Mengajukan dan menguji hipotesis.

Mengidentifikasi dan mengontrol variabel.

Mengevaluasi prediksi dan hipotesis berdasarkan pada hasil-hasil
percobaan.
j) Pengontrolan variabel
Pengontrolan variabel adalah memastikan bahwa segala sesuatu dalam
suatu percobaan tetap sama kecuali satu faktor. Contoh :

Pengidentifikasian variabel yang mempengaruhi hasil.

Pengidentifikasian variabel yang diubah dalam percobaan.

Pengidentifikasian variabel yang dikontrol dalam suatu percobaan.
k) Perumusan hipotesis
Perumusan hipotesis adalah perumusan dugaan yang masuk akal yang
akan dapat diuji tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi.
Contoh :

Perumusan hipotesis berdasarkan pengamatan dan inferensi.

Merancang cara-cara untuk menguji hipotesis.

Merevisi hipotesis apabila data tidak mendukung hipotesis
tersebut.
l) Pendefenisian secara operasional
Pendefenisian secara operasional adalah perumusan suatu defenisi
yang berdasarkan pada apa yang dilakukan atau apa yang diamati.
Suatu defenisi operasional mengatakan bagaimana sesuatu tindakan
atau kejadian berlangsung, bukan apakah tindakan atau kejadian itu.
Contoh :

Memaparkan pengalaman-pengalaman dengan mengunakan objekobjek konkret.

Mengatakan apa yang diperbuat objek-objek tersebut.

Memaparkan perubahan-perubahan atau pengukuran-pengukuran
selama suatu kejadian.
Membangun model adalah membangun presentasi ide, objek-objek
atau kejadian-kejadian secara verbal, mental atau fisik dan
menggunakan
presentasi
tersebut
untuk
menjelaskan
atau
menunjukkan hubungan-hubungan.
2. Melatih Keterampilan Proses dalam IPA
Dahar dalam Trianto (2010) mengemukakan bahwa keterampilanketerampilan proses yang diajarkan dalam pendidikan IPA memberi penekanan
pada keterampilan-keterampilan berpikir yang dapat berkembang pada anakanak.
Dengan keterampilan tersebut, anak-anak dapat mempelajari IPA
sebanyak mereka dapat mempelajarinya dan ingin mengetahuinya.
Keterampilan proses perlu dilatihkan atau dikembangkan dalam pengajaran
IPA karena keterampilan proses mempunyai peranan sebagai:
a) Membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya.
b) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.
c) Meningkatkan daya ingat.
d) Memberikan kepuasan intrinsik bila anak telah berhasil melakukan sesuatu.
e) Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains.
Dengan menggunakan keterampilan proses akhirnya akan terjadi interaksi
antara konsep/prinsip/teori yang telah ditemukan atau dikembangkan dengan
pengembangan keterampilan proses itu sendiri.
3. Hakikat Melatihkan Keterampilan Proses IPA
Melatihkan keterampilan proses dalam pelaksanaannya diawali oleh
pemodelan guru, kemudian siswa diminta bekerja dan berlatih sesuai petunjuk
dan bimbingan guru. Apabila keterampilan proses yang dilatihkan secara
terpadu merupakan hal yang sulit dan kompleks bagi siswa, maka guru dapat
menguraikan secara lebih sederhana kedalam komponen-komponennya
sampai siswa benar-benar dapat memahami dan mengerjakannya. Untuk
mengetahui kemampuan siswa dalam memahami dan mengerjakan secara
benar, maka guru diharuskan untuk mengecek pemahaman dan memberikan
umpan balik. Apabila masih ada siswa yang belum memahami dan
mengerjakan secara benar, maka siswa tersebut harus diberikan latihan
lanjutan sampai benar-benar memahami dan menemukan sendiri melalui
pengamatan atau percobaan.
Dari hasil penemuannya sendiri diharapkan
siswa dapat memahami sains secara lebih mendalamdan dapat diingat dalam
waktu yang relatif lama sehingga dapat mencegah terjadinya miskonsepsi.
4. Tujuan Melatihkan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA
Melatih keterampilan proses merupakan salah satu upaya yang penting
untuk memperoleh keberhasilan belajar siswayang optimal. Materi pelajaran
akan lebih mudah dipelajari, dipahami, dihayati dan diingat dalam waktu yang
relatif lama bila siswa sendiri memperoleh pengalaman langsung dari
peristiwa belajar tersebut melalui pengamatan atau eksperimen.
Selain itu tujuan melatih keterampilan proses pada pembelajaran IPA
diharapkan (Muhammad dalam Trianto 2010) adalah:
a) Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, karena dalam melatihkan
ini siswa dipacu untuk berpartisipasi secara aktif dan efisien dalam belajar.
b) Menuntaskan hasi belajar siswa secara serentak, baik keterampilan produk,
proses, maupun keterampilan kinerjanya.
c) Menemukan dan membangun sendiri konsepsi serta dapat mendefenisikan
secara benar untuk mencegah terjadinya miskonsepsi.
d) Untuk
lebih
memperdalam
konsep,
pengertian,
dan
fakta
yang
dipelajarinya karena dengan latihan keterampilan proses, siswa sendiri
yang berusaha mencari dan menemukan konsep tersebut.
e)
Mengembangkan pengetahuan teori atau konsep dengan kenyataan dalam
kehidupan masyarakat.
f) Sebagai persiapan dan latihan dalam menghadapi kenyataan hidup di
dalam masyarakat, karena siswa telah dilatih keterampilan dan berpikir
logis dalam memecahkan masalah dalam kehidupan.
KESIMPULAN
IPA secara harafiah dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam atau
yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Srini M Iskandar,
1996/1997). Sedangkan Patta Bundu (2006) menyatakan bahwa IPA adalah proses
kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh pengetahuan dan sikap
terhadap proses kegiatan tersebut. Hal ini mengandung makna bahwa IPA bukan
hanya kumpulan pengetahuan, tetapi merupakan proses pencarian yang sistematis
dan berisi berbagai strategi dimana menghasilkan kumpulan pengetahuan yang
dinamis.
Secara garis besar Ilmu Pengetahuan Alam memiliki tiga komponen yaitu
IPA sebagai produk, IPA sebagai Proses, dan IPA sebagai sikap ilmiah. Hal
tersebut sejalan dengan fungsi dan tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
yang bukan hanya kumpulan pengetahuan dan fakta untuk dihafal, tetapi ada
proses aktif menemukan menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya
sehingga dapat mengembangkan keterampilan proses siswa untuk menyelidiki
alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Pembelajaran IPA
di SD juga memiliki ruang lingkup bahan kajian yang secara umum meliputi dua
aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut.IPA
adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas
pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti
observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu,
terbuka, jujur dan sebagainya. Proses pembelajaran IPA lebih ditekankan pada
keterampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun
konsep-konsep, teori-teori, sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat
berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmodjo, Hendro dan Jenny R.E Kaligis. (1992/1993). Pendidikan IPA II.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Materi Pelatihan Guru
Implementasi Kurikulum 2013 .Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Mansur, Muslich. 2007. KTSP (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan )
pemahaman & pengembangan. Jakarta : Bumi Aksara.
Nurjanah Siti, Teori Belajar dalam Pembelajaran IPA, E-Learning.
Patta Bundu. 2006. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam
Pembelajaran Sains-SD. Jakarta: DEPDIKNAS.
Patta Bundu. 2010. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam
Pembelajaran Sains-SD. Jakarta: DEPDIKNAS.
Rahayu, Nina. 2014. Implementasi Keterampilan Proses Pada Pembelajaran IPA
di
Kelas
IV
C
SD
Muhammadiyah
Condongcatur
Sleman. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Srini M. Iskandar. 1996/1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Surabaya: Bumi Aksara
Usman Samatowa. 2006. Bagaimana Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Tinggi.
https://www.scribd.com/doc/17087298/Karakteristik-Pembelajaran-IPASD Online. Diakses 01/02/2019
Download