MAKALAH HAKIKAT IPA DAN TEORI YANG MELANDASI PEMBELAJARAN IPA Dosen Pengampu: Dr. Pratiwi Pujiastuti, M.Pd Disusun oleh: 1. Dhiyah Fitriana NIM 18712254001 2. Fatmawati NIM 18712254002 PRODI S2 PENDIDIKAN DASAR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2019 KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa tercurahkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulisan makalah berjudul “Hakikat IPA dan teori yang melandasi pembelajaran IPA SD” dapat terselesaikan. Makalah ini ditulis guna memenuhi tugas mata kuliah IPA SD dan Pembelajarannya pada Program Studi S2 Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta semester pertama. Penulis tidak akan menyelesaikan makalah ini tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Pratiwi Pujiastuti, M.Pd selaku Dosen Pengampu mata kuliah IPA SD dan Pembelajarannya; 2. Teman-teman yang telah berjuang menyelesaikan penulisan makalah ini; 3. Teman-teman satu kelas yang telah berjuang bersama-sama. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang budiman. Semoga makalah ini berguna bagi perkembangan dunia pendidikan pada umumnya, dan teman-teman peneliti pendidikan pada khususnya. Sleman, Februari 2019 Penulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan alam merupakan ilmu yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Menurut Fowler (Trianto, 2010), Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Sedangkan menurut Wahaya (Trianto, 2010), mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Ilmu pengetahuan alam diajarkan melalui kegiatan pembelajaran yang aktif dan menekankan pada keterampilan proses. Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan pembelajaran menurut Dimyani dan Mudjiono (Rahayu, 2014) siswa dapat dikatakan belajar, apabila proses perubahan perilaku terjadi pada dirinya sebagai hasil dari suatu pengalaman. Untuk itu, tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah secara operasional adalah membelajarkan siswa agar mampu memproses dan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi dirinya sendiri. Pembelajaran tidak dapat berlangsung dengan baik apabila siswa tidak memahami hakikat pembelajaran IPA itu sendiri. Oleh sebab itu, guru harus menguasai dan memahami hakikat pembelajaran IPA yang meliputi devinisi, fungsi dan tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar hingga ruang lingkup pembelajaran IPA itu sendiri. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis akan memaparkan hakikat pembelajaran IPA di Sekolah dasar. Hakikat pembelajaran IPA yang dimaksud yaitu terdiri dari beberapa indikator yang telah disebutkan di atas. Hal ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui hakikat pembelajaran IPA secara lebih mendalam sebelum menjadi seorang guru dan mengajarkan mata pelajaran IPA kepada siswa di dalam kelas. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. Hal ini tentu saja berimplikasi terhadap kegiatan pembelajaran IPA. IPA dan pembelajaran IPA tidak hanya sekedar pengetahuan yang bersifat ilmiah saja, melainkan terdapat muatan IPA, keterampilan proses dan dimensi yang terfokus pada karakteristik sikap dan watak ilmiah. (BSNP, 2006) Berbagai permasalahan dalam implementasi pendidikan IPA yang sesuai dengan hakikatnya sangat kompleks, karena itu pemikiran-pemikiran masih terus disumbangkan untuk memecahkan permasalahan itu. Pendidikan IPA dihadapkan dengan permasalahan diantaranya perangkat pembelajaran IPA yang mampu mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu melalui tema tertentu, antar konsep dalam satu mata pelajaran dengan konsep mata pelajaran lain, konsep dalam mata pelajaran sehingga guru dan peserta didik memiliki bekal kompetensi dari berbagai disiplin ilmu. Permasalahan mendasar adalah pembelajaran IPA belum berorientasi pada keterampilan proses sains seutuhnya sehingga kemampuan berpikir dan kemampuan berinkuiri belum optimal. Konsekuensi dari produk pembelajaran tersebut adalah menurunnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Hal ini akan membentuk generasi konsumeristis dan tidak berdaya saing global. Keterampilan berinkuiri peserta didik perlu dikembangkan karena karakteristik pembelajaran IPA harus dilakukan dengan inkuiri ilmiah. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran terpadu yang menekankan pada keterampilan proses dan produk. Kenyataannya pembelajaran IPA di lapangan juga ditemukan Depdiknas (2008) menyatakan bahwa kecenderungan pembelajaran IPA di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran hanya berorientasi pada hasil tes/ujian, pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi pada tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar, 2. Pembelajaran bersifat teacher centered, guru hanya meyampaikan IPA sebagai produk dan pseserta didik menghafal informasi faktual, 3. Peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah, peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya, cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor, alasan yang sering dikemukakan guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar dan jumlah peserta didik disetiap kelas terlalu banyak, 4. Evaluasi yang dilakukan hanya berorientasi pada produk yang berkaitan dengan domain kognitif. Oleh karena itu, seorang guru perlu dibekali kemampuan pedagogi, kompetensi mengenai hakikat dan nilai-nilai IPA, serta pengetahuan integrasi IPA dalam tataran disiplin itu sendiri maupun relasinya dengan berbagai disiplin ilmu. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, adapun rumusan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut. 1. Apa pengertian Ilmu Pengetahuan Alam ? 2. Apa-apa nilai-nilai IPA ? 3. Apa Hakikat pembelajaran IPA ? 4. Bagaimana hakikat pembelajaran IPA dari segi produk, proses, dan sikap ilmiah? 5. Apa saja teori yang melandasi pembelajaran IPA SD? 6. Apa fungsi dan tujuan IPA di Sekolah Dasar? 7. Apa saja ruang lingkup pembelajaran IPA di Sekolah Dasar? C. Tujuan Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ialah: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan hakikat pembelajaran IPA dari segi produk, proses, dan sikap ilmiah. 2. Mahasiswa dapat mengkaji teori yang melandasi pembelajaran IPA SD 3. Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dan tujuan IPA di Sekolah Dasar. 4. Mahasiswa dapat memahami rambu-rambu dan ruang lingkup pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. BAB II PEMBAHASAN A. HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN ALAM 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari dua yaitu social science (Ilmu Pengetahuan Sosial ) dan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam). Namun dalam perkembangannya, science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti ilmu pengetahuan alam saja. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempelajari alam semesta, bendabenda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. Menurut H.W Fowler dalam Trianto (2010), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan gelaja-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi. Sedangkan Kardi dan Nur dalam Trianto (2010) mengatakan bahwa IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Adapun menurut Wahana dalam Trianto (2010), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuaan yang tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan manusia yang luas yang didapatkan dengan cara observasi dan eksperimen yang sistematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori dan hipotesa (Srini M. Iskandar, 1997: 2) . Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) adalah pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh dengan cara yang terkontrol. Penjelasan ini mengandung maksud bahwa sains selain menjadi sebagai produk juga sebagai proses. Sains sebagai produk yaitu pengetahuan manusia dan sebagai proses yaitu bagaimana mendapatkan pengetahuan tersebut (Maslichah Asy’ari, 2006: 7) . Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikapilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya (Trianto, 2010:136). 2. Nilai-nilai IPA Nilai-nilai IPA adalah sesuatu yang dianggap berharga yang terdapat dalam IPA dan menjadi tujuan yang akan dicapai. Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai nonkebendaan berupa nilai praktis, intelektual, sosialbudaya-ekonomi-politik, pendidikan dan juga nilai keagamaan (Trianto, 2008). a. Nilai praktis Penerapan dari penemuan-penemuan IPA telah melahirkan teknologi yang secara langsung dapat dimanfaatkan masyarakat. Teknologi tersebut membantu pula mengembangkan penemuan-penemuan baru yang secara tidak langsung juga bermanfaat bagi kehidupan. Dengan demikian, sains mempunyai nilai praktis yaitu sesuatu yang bermanfaat dan berharga dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: penemuan listrik oleh Michael Faraday yang diterapkan dalam teknologi hingga melahirkan alat-alat listrik yang bermanfaat bagi kehidupan. b. Nilai intelektual Metode ilmiah yang digunakan dalam IPA banyak dimanfaatkan manusia untuk memecahkan masalah baik alamiah maupun sosial, ekonomi dan sebagainya. Metode ilmiah telah melatih keterampilan, ketekunan dan melatih mengambil keputusan dengan mempertimbangkan yang rasional dan menuntut sikap-sikap ilmiah bagi penggunanya. Keberhasilan memecahkan masalah tersebut akan memberikan kepuasan intelektual. Dengan demikian, metode ilmiah telah memberikan kepuasan intelektual dan inilah yang dimaksud dengan nilai intelektual. c. Nilai sosial-budaya-ekonomi-politik IPA mempunyai nilai-nilai sosial-budaya-ekonomi-politik berarti IPA dan teknologi suatu bangsa menyebabkan bangsa tersebut memperoleh kedudukan yang kuat dalam percaturan sosial-ekonomi-politik internasional. Contoh: negara-negara maju seperti USA dan Uni Eropa merasa sadar dan bangga terhadap kemampuan atau potensi bangsanya dalam bidang sosial-politik dan mengklaim diri mereka sebagai negara adidaya. Jepang, dengan kemampuan teknologi produksi merupakan negara yang memiliki stabilitas tinggi dalam bidang sosial masyarakat maupun ekonomi yang mampu menguasai pangsa pasar dunia. Selain itu, Jepang juga dikenal sebagai negara yang mampu memadukan antara teknologi dengan budaya lokal (tradisi) sehingga budaya tradisi tersebut tetap eksis bahkan dikenal di seluruh dunia. d. Nilai kependidikan Perkembangan IPA dan teknologi serta penerapan psikologi belajar pada pelajaran IPA menjadikan IPA bukan hanya sebagai suatu pelajaran melainkan juga sebagai alat pendidikan. Artinya, pelajaran IPA dan pelajaran lainnya merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Nilai-nilai tersebut antara lain: 1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut metode ilmiah. 2) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan dan mempergunakan peralatan untuk memecahkan masalah. 3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah. Dengan demikian, IPA memiliki nilai-nilai kependidikan karena dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan pendidikan. e. Nilai keagamaan Seorang ilmuan yang beragama akan lebih tebal keimanannya, karena selain didukung dogma-dogma agama juga ditunjang oleh alam pikiran dari pengamatan terhadap fenomena-fenomena alam sebagai manifestasi kebesaran Tuhan. Charles Townes peraih nobel 1964 mengatakan bahwa banyak orang yang merasakan bahwa pastilah ada sesuatu yang Mahapintar dibalik kehebatan hukum alam. Hal yang sama dikatakan oleh John Polkinghorne, ahli fisika yang sekarang menjadi pendakwah Gereja Anglikan yang mengatakan bahwa jika anda menyadari bahwa hukum alam telah melahirkan jagad raya yang begitu teratur maka hal itu pastilah tidak terjadi semata-mata karena kebetulan tetapi pasti ada tujuan dibalik itu semua. Dengan demikian, jelas bahwa IPA mempunyai nilai keagamaan yang sejalan dengan pandangan agama sehingga Albert Einstein mengatakan bahwa sains tanpa agama adalah buta dan agama tanpa sains adalah lumpuh. B. HAKIKAT PEMBELAJARAN IPA Menurut Marsetio Donosepoetro dalam Trianto (2010), IPA pada hakikatnya dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan juga sikap ilmiah. Sebagai proses ilmiah diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk ilmiah diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau diluar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur ilmiah dimaksudkan bahwa metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu pada umumnya berupa riset yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method). Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesoef dalam Trianto (2010) juga menganjurkan agar IPA dijadikan sebagai suatu kebudayaan atau suatu kelompok atau institusi sosial dengan tradisi nilai, aspirasi maupun inspirasi. Sedangkan menurut Laksmi Prihantoro dalam Trianto (2010), IPA pada hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pngetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produkproduk sains dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. Secara umum IPA terbagi dalam tiga ilmu dasar yaitu biologi, fisika dan kimia. Fisika sebagai cabang dari IPA merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Jadi dapat dikatakan bahwa hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal. Fungsi dan tujuan IPA secara khusus berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas dalam Trianto, 2010) adalah : a) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah. c) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi. d) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakan dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan fungsi dan tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA tidak hanya pada dimensi pengetahuan (keilmuan) tetapi juga menekankan pada dimensi nilai ukhrawi. Hal ini berarti memperhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkatkan keyakinan akan adanya sebuah kekuatan yang Mahadahsyat yang tidak dapat dibantah lagi yaitu Allah SWT. Dengan dimensi ini, pada hakikatnya IPA mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual. Berdasarkan hakikat IPA, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain: 1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah. 2) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan dan mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah. 3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan. (Laksmi Prihantoro dalam Trianto, 2010) Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu yaitu: 1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap. 2) Menanamkan sikap hidup ilmiah. 3) Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan. 4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya. 4) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. (Laksmi Prihantoro dalam Trianto, 2010) Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum termasuk dalam taksonomi Bloom bahwa diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif) yang merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat memahami dan memperdalam lebih lanjut dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya. Di samping hal itu, pebelajaran sains diharapkan pula memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi dalam mencari jawaban terhadap suatu permasalahan. Karena ciri-ciri tersebut yang membedakan dengan pembelajaran lainnya (Laksmi Prihantoro dalam Trianto, 2010). Dari uraian tersebut, maka hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain: 1) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan dan hubungan antara sains dan teknologi. 3) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi. 4) Sikap ilmiah antara lain skeptis, kritis, sensitive, objektif, jujur, terbuka, benar dan dapat bekerja sama. 5) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam. 6) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. (Depdiknas dalam Trianto, 2010). Dengan demikian, semakin jelas bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Selama ini proses belajar mengajar hanya menghafalkan fakta, prinsip atau teori saja. Untuk itu perlu dikembangkan suatu model pembelajaran IPA yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya. Guru hanya memberi tangga yang membantu siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi tetapi harus diupayakan agar siswa dapat menaiki tangga tersebut (Nur dan Wikandari dalam Trianto, 2010). 5. Hakikat Pembelajaran IPA dari Segi Produk, Proses, dan Sikap Ilmiah Ilmu Pengetahuan Alam diterjemahkan dari bahasa Inggris ‘natural science’,secara singkat disebut Science. IPA secara harafiah dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam atau yang mempelajari peristiwaperistiwa yang terjadi di alam (Srini M Iskandar, 1996/1997). Hal ini mengandung makna bahwa IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan, tetapi merupakan proses pencarian yang sistematis dan berisi berbagai strategi dimana menghasilkan kumpulan pengetahuan yang dinamis. Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa, 2006) IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. IPA juga dipandang sebagai cerminan dari hubungan antara produk pengetahuan, metode ilmiah serta nilai sikap yang terkandung dalam proses pencarianya. Seperti yang diungkapkan Patta Bundu (2006) menyatakan bahwa IPA adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut. Hal ini sejalan dengan hakikat Ilmu Pengetahuan Alam yang bukan hanya kumpulan pengetahuan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif menemukan menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya. Dalam hal ini, IPA sejatinya merupakan proses penemuan pengetahuan dan sikap ilmiah sehingga bukan hanya kumpulan pengetahuan yang merupakan produk dari kegiatan ilmiah. Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah kumpulan pengetahuan berupa teori-teori mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dan telah diuji kebenarannya, melalui proses metode ilmiah dari pengamatan, studi, dan pengalaman disertai sikap ilmiah di dalamnya. Secara garis besar Ilmu Pengetahuan Alam memiliki tiga komponen antara lain: 1. IPA sebagai produk, merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan para ilmuan dalam bentuk fakta-fakta, konsepkonsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang dapat menjelaskan dan memahami alam serta berbagai fenomena di dalamnya. 2. Proses dalam hal ini adalah proses dalam mendapatkan ilmu pengetahuan alam melalui metode ilmiah. Metode ilmiah yang dimaksud dalam pembelajaran IPA untuk siswa Sekolah Dasar yaitu metode ilmiah yang dikembangkan dan diajarkan secara bertahap dan berkesinambungan, sehingga siswa nantinya dapat melakukan penelitian sederhana (Darmodjo, 1992). Menurut Patta Bundu (2010) IPA sebagai proses merupakan sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam sebagai proses Sains dalam mendapatkan pengetahuan Sains tersebut, meliputi kemampuan observasi, klasifikasi, kuantifikasi, inferensi, komunikasi, interpretasi, prediksi, hipotesis, mengendalikan variabel, merencanakan dan melaksanakan penelitian. Jadi, pada hakikatnya dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan alam diperlukan beberapa keterampilan dasar tersebut. 3. IPA sebagai sikap ilmiah, merupakan sikap ilmiah yang biasa ditunjukan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan dari objektif terhadap fakta secara hati-hati, kritis dan sebagainya. Hal ini memberi penekanan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam bukan hanya kumpulan pengetahuan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif penemuan menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya. Menurut Wynne Harlen (Darmodjo, 1992) setidaknya ada sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia Sekolah Dasar yaitu: a. Sikap ingin tahu (curiousity), dalam hal ini suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamatinya. b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality), sikap ini bertitik tumpu dari kesadaran bahwa jawaban yang telah diperoleh dari rasa ingin tahu tidak bersifat mutlak, namun hanya bersifat sementara. c. Sikap kerja sama (cooperation), dalam hal ini kerja sama adalah sikap untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak secara bersama-sama atau berkelompok. d. Sikap tidak putus asa (perseverance), sikap ini perlu ditanamkan kepada siswa Sekolah Dasar agar tidak mudah putus asa jika mengalami kegagalan dalam menggali ilmu. e. Sikap teruka untuk menerima (open-mindedness) f. Sikap mawas diri (self critism), seorang ilmuwan sangat menjunjung tinggi kebenaran. Objektivitas tidak hanya ditunjukkan diluar dirinya tetapi juga terhadap dirinya sendiri. sikap tersebut haruslah dikembangkan sejak dini khususnya pada siswa Sekolah Dasar agar memiliki sikap jujur tehadap dirinya sendiri, menjunjung tinggi kebenaran, dan berani mengoreksi dirinya sendiri. g. Sikap bertanggung jawab (responsibility), dalam hal ini seseorang harus berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat. sikap tersebut harus dikembangkan sejak usia SD misalnya membuat dan melaporkan hasil pengamatan atau kerja yang telah dilakukan secara jujur. h. Sikap berpikir bebas (independence in thinking), dalam ilmu pengetahuan diperlukan objektifitas karena hal tersebut merupakan salah satu kriteria kebenaran suatu ilmu pengetahuan. i. Sikap kedisiplinan diri (self discipline), menurut Morse dan Wingo ( Darmodjo, 1992), mengatakan bahwa kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan sesorang untuk dapat mengontrol atau mengatur dirinya sendiri menuju tingkah laku yang dikehendaki dan diterima oleh masyarakat. Hal ini menekankan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam bukan hanya sekumpulan pengetahuan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif menemukan sesuatu menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran IPA untuk tingkat Sekolah Dasar, berorientasi pada pencapaian Sains dari segi produk, proses dan sikap keilmuannya (Patta Bundu, 2010). Segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep Sains berupa fakta, konsep, prinsip, hukum maupun teori dan keterkaitannya dengan kehidupan seharihari; dari proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan dalam proses untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk menjelaskan masalah dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; dari segi sikap dan nilai siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di lingkungannya, bersikap ingin tahu,tekun, kritis, mawas diri, bertanggungjawab dapat bekerja sama dan mandiri serta memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar. 6. Fungsi dan Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam tidak serta merta diajarkan di sekolah tanpa ada alasan yang jelas. Ada berbagai alasan ilmu itu dimasukan ke dalam mata pelajaran dalam kurikulum suatu sekolah. Alasan itu dapat digolongkan menjadi empat golongan yakni : 1. Bahwa sains bermanfaat bagi suatu bangsa. 2. Bila diajarkan sains menurut cara yang tepat, maka sains merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis bagi peserta didk. 3. Bila sains diajarkan melalui percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka sains tidaklah sebuah mata pelajaran yang bersifat hapalan belaka. 4. Mata pelajaran ini memiliki nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Sains melatih anak berpikir kritis dan objektif. Obyektif artinya sesuai dengan obyeknya, sesuai dengan kenyataan, atau sesuai dengan pengalaman pengalaman melaui panca indra. Oleh sebab itu pengajaran pembelajaran IPA di Sekolah Dasar memiliki fungsi dan tujuan tertentu sehingga diajarkan dan dimasukkan kedalam kurikulum di sekolah. 1) Fungsi Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar (Depdikbud 1993) Mata Pelajaran IPA berfungsi untuk: a. Memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan keadaan lingkungan alam dan lingkungan buatan yang berkaiatan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari. b. Mengembangkan keterampilan proses. c. Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari. d. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi dengan keadaan lingkungan di sekitarnya dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari. e. Mengembangkan kemajuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Adapun secara rinci fungsi mata pelajaran IPA dijelaskan dalam Sumaji (2006) antara lain ialah: a. Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. b. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep IPA. c. Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. d. Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahanya sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Pencipta-Nya. e. Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa. f. Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bidang IPTEK. g. Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA. 2) Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam dibangun atas dasar proses dan sikap ilmiah dalam memperoleh pengetahuan. Sesuai hakikat tersebut, belajar IPA bukanlah sekedar mengumpulkan dan menghafal fakta-fakta pengetahuan yang tersaji dalam suatu materi pembelajaran, tetapi pembelajaran mengandung dimensi yang menekankan perubahan tingkah laku dan pengalaman. Menurut Patta Bundu (2006) tujuan pembelajaran IPA siswa diarahkan dapat mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan dalam mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep. Lebih lanjut, diperoleh IPA yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Akhirnya, siswa dapat menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Tujuan pemberian mata pelajaran IPA atau sains munurut Sumaji dalam buku KTSP (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) pemahaman & pengembangan adalah agar siswa mampu memahami dan menguasai konsep-konsep IPA serta keterkaitan dengan kehidupan nyata. Siswa juga mampu menggunakan strategi pembelajaran ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, sehingga lebih menyadari dan mencintai kebesaran serta kekuasaan Penciptanya. Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaNya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturanya sebagai salah satu ciptaan tuhan. g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs. Adapun menurut Prihanto Laksmi (Trianto, 2010), pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan, antara lain: a. Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia dan bagaimana bersikap. b. Menanamkan sikap hidup ilmiah. c. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan. d. Mendidik siswa mengetahui cara kerja serta menghargai para penemu. e. Menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. Proses pembelajaran IPA hendaknya membawa peserta didik untuk belajar mengamati serta melakukan percobaan serta penanaman sikap hidup ilmiah. Pendapat yang sama dikemukakan Cullingford (Usman Samatowa, 2010) bahwa dalam pembelajaran IPA anak harus diberi kesempatan untuk mengembangkan sikap ingin tahu dan berbagai penjelasan logis. Siswa tidak hanya sekedar mengetahui tanpa memahami proses dari teori dapat terbentuk. Pada akhirnya, siswa bukan hanya menghafal pengetahuan tetapi dapat memahami. 3. Rambu-rambu dan Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar 1. Rambu-rambu Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Pembelajaran IPA sebagai media pengembangan potensi siswa SD seharusnya didasarkan pada karakteristik psikologis anak, memberikan kesenangan bermain dan kepuasan intelektual bagi mereka dalam membongkar misteri, seluk beluk dan teka-teki fenomena alam di sekitar dirinya, mengembangkan potensi saintis yang terdapat dalam dirinya, memperbaiki konsepsi mereka yang masih keliru tentang fenomena alam, sambil membekali keterampilan dan membangun konsep-konsep baru yang dikuasainya. Selain itu penilaian dalam pengajaran sains harus dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (asesmen) yang adil, proporsional, transparan, komprehensif bagi setiap aspek proses hasil belajar siswa. dan Berdasarkan jenjang dan karakteristik perkembangan intelektual siswa SD maka penyajian konsep dan keterampilan dalam pembelajaran sains harus dimulai dari nyata (konkrit) ke abstrak, dari mudah ke sukar, dari sederhana ke rumit, dan dari dekat ke jauh. Dengan kata lain, mulailah dari apa yang ada mengoptimalkan suasan bermain tersebut dalam kelas sehingga menjadi media yang efektif untuk membelajarkan siswa dalam IPA. Tidak boleh terjadi, pembelajaran IPA di SD justru mengabaikan apalagi menghilangkan dunia bermain anak. Pembelajaran IPA akan berlangsung efektif jika kegiatan belajar mengajarnya mampu mencitrakan kepada siswa bahwa kelas adalah tempat untuk bermain, aman dari segala bentuk ancaman dan hambatan psikologis, serta memfasilitasi siswa untuk secara lugas mengemukakan dan mencoba ide-idenya. Disamping pemahaman dan pengimplementasian karakteristik psikologis siswa pada pada pembelajaran IPA, kejelasan wawasan guru tentang ruang lingkup IPA juga sangat menentukan kualitas pengajaran IPA di Sekolah Dasar. 2. Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam di SD Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. 1) Kerja Ilmiah, menurut Effendi dan Maliha (2007) pendidikan IPA menekankan pada pemberian belajar langsung. Dalam pembelajaran IPA siswa dapat mengembangkan sejumlah keterampilan proses dan sikap ilmiah dalam memperoleh pengetahuan pengetahuan tentang dirinya dan alam sekitar. Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Kerja ilmiah dalam kurikulum sekolah dasar terdiri dari: a) Penyelidikan/Penelitian Siswa menggali pengetahuan yang berkaitan dengan alam dan produk teknologi melalui refleksi dan analisis untuk merencanakan, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, mengkomunikasikan kesimpulan, serta menilai rencana prosedur dan hasilnya. b) Berkomunikasi Ilmiah Siswa mengkomunikasikan pengetahuan ilmiah hasil temuan dan kajiannyakepada berbagai kelompok sasaran untuk berbagai tujuan. c) Pengembangan Kreatifitas dan Pemecahan Masalah Siswa mampu berkreatifitas dan memecahkan masalah serta membuatkeputusan dengan menggunakan metode ilmiah. d) Sikap dan Nilai Ilmiah Siswa mengembangkan sikap ingin tahu, tidak percaya tahayul, jujur dalammenyajikan data faktual, terbuka pada pikiran dan gagasan baru, kreatif dalammenghasilkan karya ilmiah, peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan,tekun dan teliti. 2) Lingkup pemahaman konsep dalam Kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup materi pemahaman konsep yang terdapat dalam Kurikulum KTSP adalah: a) Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. b) Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. c) Energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. d) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. e) Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat. Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek tersebut saling berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA. Menurut Hardy dan Fleer (1996) ada 7 ruang lingkup pemahaman IPA dalam perspektif yang lebih luas. a. IPA sebagai kumpulan pengetahuan, mengacu pada kumpulan berbagai konsep yang sangat luas. IPA dipertimbangkan sebagai akumulasi berbagai pengetahuan yang telah lama ditemukan sejak zaman dahulu sampai pengetahuan yang baru. Pengetahuan tersebut berupa fakta, teori, dan generalisasi yang menjelaskan alam. b. IPA sebagai suatu proses penelusuran, umumnya sebagai pendangan suatu pandangan yang menghubungkan gambaran IPA yang berhubungan erat dengan kegiatan laboratorium beserta perangkatnya. c. IPA sebagai kumpulan nilai, pandangan ini menekankan pada aspek nilai ilmiah termasuk didalamnya nilai kejujuran, rasa ingin tahu, dan keterbukaan. d. IPA sebagai cara untuk mengenal dunia, IPA dipertimbangkan sebagai suatu cara dimana manusia mengerti dan memberi makna pada dunia disekeliling mereka, selain juga sebagai salah satu untuk mengetahui dunia beserta isinya dengan segala keterbatasannya. e. IPA sebagai institusi sosial, IPA seharusnya dipandang dalam pengertian sebagai kumpulan para profesional, yang melalui IPA mereka didanai, dilatih, dan diberi penghargaan akan hasil karya yang dihasilkan. f. IPA sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, setiap orang menyadari bahwa apa yang dipakai dan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sangat dipengaruhi oleh IPA. IPA atau sains di SD diberikan sebagai mata pelajaran sejak kelas III sedangkan kelas I dan II tidak diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi diajarkan secara sistematis. Karena di dalam penelitian ini yang dikaji bahan mata pelajaran kelas IV maka di bawah ini konsep-konsep pengembangan pengetahuan IPA atau sains di kelas IV semester II antara lain: 1. Gaya dan gerak benda 2. Energi dan kegunaanya 3. Kenampakan permukaan bumi dan benda langit 4. Perubahan lingkungan 5. Sumber daya alam Konsep dan kegiatan pendidikan IPA atau sains di Sekolah Dasar merupakan pengenalan konsep dasar kegiatan IPA. Keseluruhan konsep tersebut merupakan konsep baru dan berfungsi sebagai prasyarat pendukung maupun sebagai dasar bahan kajian IPA di pendidikan menengah. C. TEORI-TEORI YANG MENDASARI PEMBELAJARAN IPA 1. Teori Belajar Kognitif a. Menurut Piaget Perkembangan kognitif individu meliputi 4 tahap : 1) Sensori Motor (0 – 2 Tahun) 2) Kecerdasan motorik (gerak)dunia "benda yang ada adalah yang tampak tidak ada bahasa pada tahap awal” Pre Operasional (2-7 tahun) Berpikir secara egosentris alasan-alasan di dominasi oleh persepsi lebih banyak intuisi daripada pemikiran logis dan belum cepat melakukan konsentrasi 3) Operasional konkret (7 – 12 tahun ) Dapat melakukan konsentrasi logika tentang kelas dan hubungan pengetahuan tentang angka berpikir terkait dengan yang nyata. 4) Formal Operational (12 – dewasa) Pemikiran yang sudah lengkap pemikiran yang proporsional kemampuan untuk mengatasi hipotesis perkembangan idealism yang kuat. Dikemukakannya pula bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebayanya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteaksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Ciri-ciri Teori Belajar Kognitif menurut Piaget: - Memfokuskan pada proses berpikir anak, tidak sekedar pada produknya - Pengenalan dan pengakuan atas peranan nak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran - Penerimaan perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan 3 Hal yang perlu diperhatikan Guru untuk merancang pembelajaran IPA di kelas : 1. Seluruh anak melewati tahapan yang sama secara berurutan 2. Anak mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap suatu benda atau kejadian 3. Apabila hanya kegiatan fisik yang diberikan kepada anak, tidaklah cukup untuk menjamin perkembangan intelektual anak. Cara Pembelajaran IPA di SD menurut Piaget : 1. Mulai dari hal-hal yang kongkret yaitu kegiatan aktif mempergunakan panca indera dengan benda nyata atau kongkret 2. Penata awal, yaitu suatu informasi umum mengenai apa yang akan diajarkan, agar murid mempunyai kerangka kerja untuk mengasimilasikan informasi baru ke dalam struktur kognitifnya 3. Pergunakan kegiatan yang bervariasi karena murid mempunyai tingkat perkembangan kognitif yang berbeda dan gaya belajar yang berlainan 4. Guru harus selalu memperhatikan setiap siswa apa yang mereka lakukan, yaitu tugas mereka sudah benar atau masih ada kesulitan 5. Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk menemukan sendiri jawabannya, sedangkan guru harus selalu siap dengan alternatif jawaban bila sewaktu-waktu dibutuhkan 6. Pada akhir pembelajaran, guru mengulas kembali bagaimana siswa dapat menemukan jawaban yang diinginkan Implikasi dari teori perkembangan kognitif dari Piaget dalam pembelajaran adalah : 1. Bahasa dan berpikir anak berbeda dengan orang dewasa 2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. 3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. 4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangan 5. Di dalam kelas anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling bicara dan diskusi dengan teman-temannya. b. Teori Ausubel Menurut Ausubel Belajar dan Mengajar memiliki pengertian : Belajar bermakna adalah suatu proses yang dikaitkan dengan informasi pada konsep-konsep relevan yang terdapat pada struktur kognitif seseorang. Mengajar adalah mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada tingkat yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi , diagram dan ilustrasi. Suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsepkonsep relevan yang terdapat pada struktur kognitif seseorang. “Belajar Bermakna”. Belajar bermakna adalah suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat pada struktur kognitif seseorang. Dua prinsip utama Ausubel : 1. Prinsip Diferensiasi Progresif (Progressive differentiation) Konsep-konsep yang diajarkan dimulai dengan konsep-konsep yang umum menuju konsep-konsep yang lebih khusus dikenal “Belajar Bermakna” 2. Prinsip Rekonsiliasi Integratif (Integrative reconciliation) Konsep-konsep atau gagasan-gagasan perlu diintegrasikan dan disesuaikan dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal” Belajar Hapalan” Menurut Ausabel Prinsip-prinsip teori belajar ini meliputi • Pengatur Awal Digunakan untuk membantu mengaitkan konsep yang lama dengan konsep yang baru yang lebih tinggi maknanya. • Prinsip Diferensiasi Progresif Konsep-konsep yang diajarkan dimulai dengan konsep-konsep yang umum menuju konsep yang khusus (Belajar Bermakna) • Prinsip Rekonsiliasi Integratif Konsep atau gagasan perlu diintegrasikan dan disesuaikan dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. (Belajar Hafalan) Cara pembelajaran IPA berdasarkan teori Ausubel melalui konsepkonsep yaitu : 1. Konsep Awal Pemetaan konsep merupakan suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan organisasi dalam suatu bidang 2. Konsep Kedua Suatu gambaran/diagram dua dimensi dari suatu disiplin atau suatu bagian dari disiplin 3. Konsep Ketiga Konsep yang paling umum (inklusif) terdapat pada puncak konsep, makin kebawah semakin khusus 4. Konsep keempat Makin tinggi suatu hierarki yang ditunjukan maka makin tinggi nilai peta konsep itu c. Menurut Brunner Menurut Bruner : Belajar merupakan kegiatan perolehan informasi yang disebut sebagai belajar penemuan yang merupakan berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Bruner mengungkapkan bahwa dalam proses belajar, anak sebaiknya diberikan kesempatan untuk memanipulasi objek atau benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga itu, anak akan langsung melihat bagaimana keteraturan dan pola srtuktur dari benda yang diperhatikannya tersebut. Keteraturan yang didapat anak melaui pengamatan/keterlibatan secara langsung tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan instuitif yang melekat padanya. Tahap Pembelajaran Bruner: 1. Tahap Enaktif Anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik objek) 2. Tahap Ikonik Kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang memanipulasinya. 3. Tahap Simbolik Anak memanipulasi simbol-symbol atau lambing objek tertentu. Anak tidak lagi terkait objek namun sudah mampu menggunakan notasi tanpa tergantung objek riilnya. Anakyang memulai untuk secara simbolik memproses informasi. Jerome Brnner adalah seorang pelopor pengembang kurikulum terutama dengan teori yang dikenal dengan pembelajaran penemuan (inkuiri). Penemuan (inkuiri) adalah suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya dan nilai dari berpikir secara induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi). Menururt Brunner penemuan akan lebih bermakna jika siswa memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi yang dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, siswa harus aktif dimana mereka harus mengidwntifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci dari pada hanya sekedar mendengar penjelasan dari guru. Oleh karena itu guru harus memunculkan masalah yang mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penemuan. Dalam pembelajaran melalui penemuan, guru memberikan contoh dan siswa bekerja berdasarkan contoh tersebut sampai menemukan hubungan antar bagian dari suatu struktur materi (Woolfolk, 1997:317). Aplikasi ide-ide Brunner dalam pembelajran menurut Woolfolk, (1997:320) digambarkan sebagai berikut : 1) Memeberikan contoh dan bukan contoh dari konsep yang dipelajari 2) Memebantu siswa mencari hubungan antara konsep 3) Mengajukan pertanyaan dan membiarkan siswa mencoba menemukan sendiri jawabannya 4) Mendorong siswa untuk membuat dugaan yang bersifat intuitif Ciri-ciri teori belajar kognitif menurut Brunner: - Menekankan proses pe,belajaran penemuan (inkuiri) - Perlunya belajar aktif - Perlunya belajar induktif Dalam teori ini peran guru hanya sebagai penuntun mendapatkan informasi, bukan sebagai pemberi informasi atau sebagai fasilitator. Penerapan dalam pembelajaran : a. Merencanakan ide pembelajaran Merencanakan ide sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa. b. Pengantar materi Pembelajaran Sebagai guru hendaknya memulai dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan. Sehingga merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu dengan menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah itu. c. Metode pembelajaran Disarankan guru mengikuti aturan penyajian dari enaktif, ikonik, lalu simbolik. Perkembangan intelektual diasumsikan mengikuti sesuai dengan urutan pengajaran. d. Praktek di lapangan Siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. e. Menilai hasil belajar Penilaian hasil belajar penemuan meliputi suatu bidang studi , dan kemampuan untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi berbentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes essay. d. Teori Belajar Gagne Menurut Gagne Belajar merupakan suatu proses yang dapat dilakukan manusia. Belajar menyangkut interaksi antara pembe;ajar (orang yang belajar) dan lingkungannya, Belajar telah berlangsung bila terjadi perubahan tingkah laku yang bertahap cukup lama selama kehidupan orang tersebut. Empat fase dalam teori Gagne : 1. Fase Penerimaan ( apprehending phase) Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ada beberapa langkah: timbulnya perhatian, penerimaan, pencatatan (dicatat dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya) 2. Fase Penguasaan (acquisition phase) Pada tahap ini akan dapat terlihat bahwa seseorang telah belajar atau belum belajar. Jika sesorang telah belajar maka terlihat dari perubahan pada sikap atau kemampuannya. 3. Fase Pengendapan (Storage phase) Informasi yang dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan apabila diperlukan kembali. Hal ini berkaitan dengan ingatan seseorang. 4. Fase Pengungkapan Kembali (Retrieval phase) Apa yang telah dipelajari, dimiliki dan disimpan dalam ingatan akan dipanggil kembali melalui ingatan jika diperlukan. Langkah Pembelajaran menurut teori Gagne : 1. Mengaktifkan motivasi (activating motivation) Dengan harapan setiap siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan mengaktifkan dorongan atau motivasi belajar serta keingingan untuk mencapainya. 2. Instruksi informasi (instructional information) Memberikan informasi kepada siswa tentang materi yang akan disampaikan agar siswa mengetahui tujuan mempelajari materi tersebut. 3. Mengarahkan motivasi (directing information) Mengarahkan motivasi berupa perhatian agar siswa siap menerima stimulant pembelajaran sehingga memicu rangsangan belajar. 4. Merangsang ingatan (stimulating recall) Seorang guru diharapkan melakukan pengulangan materi yang telah diajarkan agar membantu siswa mengingat materi yang telah diajarkan. 5. Menyediakan bimbingan belajar (providing learning guidance) Bimbingan belajar ini bertujuan untuk memperlancar masuknya informasi ke memori siswa dalam jangka panjang dari informasi baru dengan pengalaman yang telah didapatkannya 6. Meningkatkan retensi (enhancing retention) Guru melakukan pengulangan terhadap materi dengan memberikan ilustrasi atau contoh kasus sesuai materi yang diajarkan 7. Membantu Transfer Belajar (helping transfer of learning) Guru memberikan tugas berupa pemecahan masalah dan diskusi kelompok agar dapat membantu transfer belajar siswa. 8. Mengeluarkan perbuatan (eliciting performance) dan memberi umpan balik (providing feed back) Dengan pemberian tes dan mengamati tingkah laku siswa dan melakukan penilaian sesuai dengan kemampuan siswa. Dari keempat teori belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap teori belajar memiliki makna dan tujuan yang saling terintegrasi dalam pembelajaran IPA di SD. Teori Piaget mengungkapkan belajar terstruktur sesuai kognitifnya, Teori Ausubel mengungkapkan belajar bermakna, teori Burner mengungkapkan belajar penemuan dan teori gagne mengungkapkan belajar Proses. Keempat teori ini diterapkan sesuai dengan pembelajaran IPA di SD yang tidak dapat terlepas dari kemampuan siswa. Tahap perkembangan siswa didasarkan pada usia perkembangan kognitifnya, usia ini mempengaruhi cara belajar mereka. D. KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN IPA 1. Pengertian Keterampilan Proses Keterampilan proses menurut Indrawati dalam Trianto (2010) adalah keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan atau flasifikasi. Sedangkan menurut Wahana dalam Trianto (2010) keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan mendasar yang telah dikembangkan terlatih lama kelamaan akan menjadi suatu keterampilan. Funk dalam Trianto (2010) membagi keterampilan proses menjadi dua tingkatan yaitu keterampilan proses tingkat dasar (basic science process skill) dan keterampilan proses terpadu (integrated science process skill). Keterampilan proses dasar meliputi observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi dan inferensi. Sedangkan keterampilan proses terpadu meliputi menentukan variabel, menyusun tabel data, menyusun grafik, memberi hubungan variabel, memproses data, menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis, menentukan variabel secara operasional, merencanakan penyelidikan dan melakukan eksperimen. a) Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan menggunakan indera baik penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan dan pembauan. Contoh : Pengamatan kualitatif Pengamatan kuantitatif. Pengorganisasian objek-objek menurut satu sifat tertentu. b) Pengklasifikasian Pengklasifikasian adalah pengelompokkan objek-objek menurut sifatsifat tertentu. Contoh : Pengidentifikasian suatu sifat umum (mineral yang menyerupai logam dan mineral yang tidak menyerupai logam). Memilah-milahkan dengan menggunakan dua sifat atau lebih (mineral yang memiliki celah yang dapat menggores gelas dan mineral tanpa celah dan tidak dapat menggores gelas). c) Penginferensian Penginferensian adalah penggunaan apa yang diamati untuk menjelaskan sesuatu yang terjadi. Penginferensian berlangsung melampaui suatu pengamatan untuk menafsirkan apa yang telah diamati. Contoh : Mengaitkan pengamatan dengan pengalaman atau pengetahuan terdahulu. Mengajukan penjelasan-penjelasan untuk pengamatan-pengamatan. d) Peramalan Peramalan adalah pengajuan hasil-hasil yang mungkin dihasilkan dari suatu percobaan. Ramalan-ramalan didasarkan pada pengamatanpengamatan dan inferensi-inferensi sebelumnya. Contoh : Penggunaan data dan pengamalan yang sesuai. Penafsiran generalisasi tentang pola-pola. Pengujian kebenaran dari ramalan-ramalan yang sesuai. e) Pengkomunikasian Pengkomunikasian adalah mengatakan apa yang diketahui dengan ucapan kata-kata, tulisan, gambar, demonstrasi atau grafik. Contoh : Pemaparan pengamatan atau dengan menggunakan perbendaharaan kata yang sesuai. Pengembangan grafik atau gambar untuk menyajikan pengamatan dan peragaan data. Perancangan poster atau diagram untuk menyajikan data untuk meyakinkan orang lain. f) Pengukuran Pengukuran adalah penemuan ukuran dari suatu objek, massa suatu objek, banyaknya ruang yang ditempati suatu objek. Proses ini digunakan untuk melakukan pengamatan kuantitatif. Contoh : Pengukuran panjang, volume, massa, temperatur dan waktu dalam ukuran yang sesuai. Memilih alat dan satuan yang sesuai untuk tugas pengukuran tertentu. g) Penggunaan bilangan Penggunaan bilangan meliputi pengurutan, penghitungan, penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan. Contoh : Penghitungan. Pengurutan. Penyusunan bilangan dalam pola-pola yang benar. Penggunaan keterampilan matematika yang sesuai. h) Penafsiran data Penafsiran data adalah menjelaskan makna informasi yang telah dikumpulkan. Contoh : Penyusunan data. Pengenalan pola-pola atau hubungan-hubungan. Merumuskan inferensi yang sesuai denggan menggunakan data. Pengikhtisaran secara benar. i) Melakukan eksperimen Melakkukan eksperimen adalah pengujian hipotesis atau prediksi. Dalam suatu eksperimen, seluruh variabel harus dijaga tetap sama kecuali satu, yaitu variabel manipulasi. Contoh : Merumuskan dan menguji prediksi tentang kejadian-kejadian. Mengajukan dan menguji hipotesis. Mengidentifikasi dan mengontrol variabel. Mengevaluasi prediksi dan hipotesis berdasarkan pada hasil-hasil percobaan. j) Pengontrolan variabel Pengontrolan variabel adalah memastikan bahwa segala sesuatu dalam suatu percobaan tetap sama kecuali satu faktor. Contoh : Pengidentifikasian variabel yang mempengaruhi hasil. Pengidentifikasian variabel yang diubah dalam percobaan. Pengidentifikasian variabel yang dikontrol dalam suatu percobaan. k) Perumusan hipotesis Perumusan hipotesis adalah perumusan dugaan yang masuk akal yang akan dapat diuji tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi. Contoh : Perumusan hipotesis berdasarkan pengamatan dan inferensi. Merancang cara-cara untuk menguji hipotesis. Merevisi hipotesis apabila data tidak mendukung hipotesis tersebut. l) Pendefenisian secara operasional Pendefenisian secara operasional adalah perumusan suatu defenisi yang berdasarkan pada apa yang dilakukan atau apa yang diamati. Suatu defenisi operasional mengatakan bagaimana sesuatu tindakan atau kejadian berlangsung, bukan apakah tindakan atau kejadian itu. Contoh : Memaparkan pengalaman-pengalaman dengan mengunakan objekobjek konkret. Mengatakan apa yang diperbuat objek-objek tersebut. Memaparkan perubahan-perubahan atau pengukuran-pengukuran selama suatu kejadian. Membangun model adalah membangun presentasi ide, objek-objek atau kejadian-kejadian secara verbal, mental atau fisik dan menggunakan presentasi tersebut untuk menjelaskan atau menunjukkan hubungan-hubungan. 2. Melatih Keterampilan Proses dalam IPA Dahar dalam Trianto (2010) mengemukakan bahwa keterampilanketerampilan proses yang diajarkan dalam pendidikan IPA memberi penekanan pada keterampilan-keterampilan berpikir yang dapat berkembang pada anakanak. Dengan keterampilan tersebut, anak-anak dapat mempelajari IPA sebanyak mereka dapat mempelajarinya dan ingin mengetahuinya. Keterampilan proses perlu dilatihkan atau dikembangkan dalam pengajaran IPA karena keterampilan proses mempunyai peranan sebagai: a) Membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya. b) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan. c) Meningkatkan daya ingat. d) Memberikan kepuasan intrinsik bila anak telah berhasil melakukan sesuatu. e) Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains. Dengan menggunakan keterampilan proses akhirnya akan terjadi interaksi antara konsep/prinsip/teori yang telah ditemukan atau dikembangkan dengan pengembangan keterampilan proses itu sendiri. 3. Hakikat Melatihkan Keterampilan Proses IPA Melatihkan keterampilan proses dalam pelaksanaannya diawali oleh pemodelan guru, kemudian siswa diminta bekerja dan berlatih sesuai petunjuk dan bimbingan guru. Apabila keterampilan proses yang dilatihkan secara terpadu merupakan hal yang sulit dan kompleks bagi siswa, maka guru dapat menguraikan secara lebih sederhana kedalam komponen-komponennya sampai siswa benar-benar dapat memahami dan mengerjakannya. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami dan mengerjakan secara benar, maka guru diharuskan untuk mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. Apabila masih ada siswa yang belum memahami dan mengerjakan secara benar, maka siswa tersebut harus diberikan latihan lanjutan sampai benar-benar memahami dan menemukan sendiri melalui pengamatan atau percobaan. Dari hasil penemuannya sendiri diharapkan siswa dapat memahami sains secara lebih mendalamdan dapat diingat dalam waktu yang relatif lama sehingga dapat mencegah terjadinya miskonsepsi. 4. Tujuan Melatihkan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA Melatih keterampilan proses merupakan salah satu upaya yang penting untuk memperoleh keberhasilan belajar siswayang optimal. Materi pelajaran akan lebih mudah dipelajari, dipahami, dihayati dan diingat dalam waktu yang relatif lama bila siswa sendiri memperoleh pengalaman langsung dari peristiwa belajar tersebut melalui pengamatan atau eksperimen. Selain itu tujuan melatih keterampilan proses pada pembelajaran IPA diharapkan (Muhammad dalam Trianto 2010) adalah: a) Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, karena dalam melatihkan ini siswa dipacu untuk berpartisipasi secara aktif dan efisien dalam belajar. b) Menuntaskan hasi belajar siswa secara serentak, baik keterampilan produk, proses, maupun keterampilan kinerjanya. c) Menemukan dan membangun sendiri konsepsi serta dapat mendefenisikan secara benar untuk mencegah terjadinya miskonsepsi. d) Untuk lebih memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajarinya karena dengan latihan keterampilan proses, siswa sendiri yang berusaha mencari dan menemukan konsep tersebut. e) Mengembangkan pengetahuan teori atau konsep dengan kenyataan dalam kehidupan masyarakat. f) Sebagai persiapan dan latihan dalam menghadapi kenyataan hidup di dalam masyarakat, karena siswa telah dilatih keterampilan dan berpikir logis dalam memecahkan masalah dalam kehidupan. KESIMPULAN IPA secara harafiah dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Srini M Iskandar, 1996/1997). Sedangkan Patta Bundu (2006) menyatakan bahwa IPA adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut. Hal ini mengandung makna bahwa IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan, tetapi merupakan proses pencarian yang sistematis dan berisi berbagai strategi dimana menghasilkan kumpulan pengetahuan yang dinamis. Secara garis besar Ilmu Pengetahuan Alam memiliki tiga komponen yaitu IPA sebagai produk, IPA sebagai Proses, dan IPA sebagai sikap ilmiah. Hal tersebut sejalan dengan fungsi dan tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang bukan hanya kumpulan pengetahuan dan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif menemukan menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya sehingga dapat mengembangkan keterampilan proses siswa untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Pembelajaran IPA di SD juga memiliki ruang lingkup bahan kajian yang secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut.IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya. Proses pembelajaran IPA lebih ditekankan pada keterampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori, sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. DAFTAR PUSTAKA Darmodjo, Hendro dan Jenny R.E Kaligis. (1992/1993). Pendidikan IPA II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 .Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Mansur, Muslich. 2007. KTSP (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ) pemahaman & pengembangan. Jakarta : Bumi Aksara. Nurjanah Siti, Teori Belajar dalam Pembelajaran IPA, E-Learning. Patta Bundu. 2006. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains-SD. Jakarta: DEPDIKNAS. Patta Bundu. 2010. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains-SD. Jakarta: DEPDIKNAS. Rahayu, Nina. 2014. Implementasi Keterampilan Proses Pada Pembelajaran IPA di Kelas IV C SD Muhammadiyah Condongcatur Sleman. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Srini M. Iskandar. 1996/1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Surabaya: Bumi Aksara Usman Samatowa. 2006. Bagaimana Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Tinggi. https://www.scribd.com/doc/17087298/Karakteristik-Pembelajaran-IPASD Online. Diakses 01/02/2019