Uploaded by User11129

Makalah Kel 5 Tampil Ke 2 fix (Repaired)

advertisement
Hari/Tanggal: Senin, 15 April 2019
Kelompok
:5
Tugas
: 11
MAKALAH KELOMPOK
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA
Aspek-Aspek yang Diperlukan dalam Memilih Model Pembelajaran FISIKA
Berdasarkan Kebutuhan Peserta Didik (SMP)
DISUSUN OLEH KELOMPOK 5:
BAHAGIA MAHARANI
18175003
MONA TRISNA CAHYATI
18175020
NOVELIA PRIMA
18175023
PRISMA DONA
18175025
DOSEN PEMBIMBING:
Prof. Dr. Hj. FESTIYED, M.S
Dr. Hj. FATNI MUFIT, M.Si
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
1440 H / 2019 M
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyusun tugas ini dengan judul “AspekAspek yang Diperlukan dalam Memilih Model Pembelajaran FISIKA Berdasarkan
Kebutuhan Peserta Didik (SMP)”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat masalah, namun
hal tersebut dapat diatasi dengan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.
Maka penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
Pengembangan Model Pembelajaran Fisika, pengarang buku serta penulis jurnal
yang sangat membantu sebagai pencarian bahan dalam pembuatan tugas ini, dan
teman-teman yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam pembuatan
makalah ini.
Tugas ini telah diusahakan untuk dapat diselesaikan dengan sebaik
mungkin, namun saya sebagai penulis menyadari bahwa tidak ada karya yang
sempurna. Untuk itu semua kritik dan saran dari pembaca sangat penulis
harapkan, sebagai bahan penyempurnaan dimasa yang akan datang. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua serta mendapat Ridho disisi Allah dan
dapat menjadi salah satu referensi dalam ilmu pengetahuan.
Padang, April 2019
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................................................. i
Daftar Isi....................................................................................................................... ii
Daftar Gambar ............................................................................................................. iii
Daftar Tabel ................................................................................................................ iv
Bab I Pendahuluan ....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan ....................................................................................... 3
Bab II Kajian Teori ...................................................................................................... 4
A. Landasan Pengembangan Media Pembelajaran Fisika ............................... 4
1. Landasan Agama ..................................................................................... 4
2. Landasan Yuridis ..................................................................................... 6
B. Kebutuhan Peserta Didik ............................................................................. 8
C. Hakikat Pembelajaran IPA ........................................................................ 11
1. Pengertian IPA....................................................................................... 11
2. Hakekat IPA .......................................................................................... 12
3. Tujuan Pembelajaran IPA...................................................................... 13
D. Karakteristik Pembelajaran IPA ................................................................ 15
E. Model Keterpaduan dalam Pembelajaran IPA ........................................... 19
1. Pembelajaran IPA Terpadu Model Terhubung ...................................... 21
2. Pembelajaran Terpadu Model Terjaring ................................................ 23
3. Pembelajaran Terpadu Model Terintegrasi ........................................... 24
F. Langkah Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu ................................ 26
G. Model Pembelajaran Berdasarkan Kurikulum 2013 ................................. 28
1. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) .......................... 29
2. Model Pembelajaran Discovery Learning ............................................. 31
3. Model pembelajaran Project Based Learning (PJBL).................................. 35
4. Model PembelajaranInquiry Based Learning (IBL) .............................. 37
ii
H. Aspek-aspek yang diperlukan dalam memilih model pembelajaran ......... 41
Bab III Pembahasan ................................................................................................... 52
Bab IV Penutup .......................................................................................................... 64
A. Kesimpulan ............................................................................................... 64
B. Saran .......................................................................................................... 64
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 65
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
Gambar 1. Contoh Model Connected......................................................................... 22
Gambar 2. Contoh Model Webbed. ............................................................................ 24
Gambar 3. Contoh Model Integrated ......................................................................... 25
Gambar 3. Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Terpadu ............................ 26
iv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 1. Model dalam Merencanakan Pembelajaran Terpadu……………......20
Tabel 2. Matriks Hubungan Aspek-aspek pemilihan Model Pembelajaran
berdasarkan Kebutuhan Peserta Didik Terpadu……………………..53
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan
potensi
dirinya
untuk memiliki
kekuatan
spiritual
keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan
yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan mengembangkan berbagai aspek kemampuan, salah satunya adalah
kecerdasan.
Arends dan para pakar pendidikan yang lain (Wasis dkk, 2002), tidak ada
model pembelajaran yang lebih baik dari model pembelajaran yang lain. Setiap
model dapat digunakan sesuai dengan spesifikasi tujuan, rasional yang mendasari,
sintaks pembelajaran, dan sistem pengelolaan dan pengaturan lingkungan yang
diberikan pada manualnya. Oleh karena itu, guru hendaknya menguasai dan dapat
menerapkan berbagai model pembelajaran agar dapat mencapai tujuan
pembelajaran. Dalam memilih model pembelajaran dimulai dari menganalisis
karakteristik tujuan yang akan dicapai, materi, peserta didik, lingkungan belajar
(alat-alat, sarana & prasarana, sumber belajar), serta kemampuan guru dalam
sistem pengelolaan dan pengaturan lingkungan. Selanjutnya guru memilih model
yang dapat mengakomodasi karakteristik-karakteristik tersebut.
Dalam Pedoman Pengembangan Kurikulum 2013 disebutkan bahwa
pembelajaran IPA di tingkat SMP dilaksanakan dengan berbasis keterpaduan.
Guru IPA juga harus mempunyai kemampuan interdisipliner IPA yang
ditunjukkan dalam keilmuan (pengetahuan) IPA dan juga hubungannya dengan
lingkungan, teknologi dan bidang lainnya. Hal ini yang mendasari perlunya guru
IPA memiliki kompetensi dalam membelajarkan IPA secara terpadu (terintegrasi),
meliputi integrasi dalam bidang IPA, integrasi dengan bidang lain dan integrasi
dengan pencapaian sikap, proses ilmiah dan keterampilan.
1
Suatu pembelajaran terjadi apabila terdapat interaksi antara guru dan peserta
didik. Dalam berinteraksi guru perlu memahami karakter peserta didik untuk
menciptakan suasana yang menyenangkan dan efektif dalam pembelajaran.
Peserta didik SMP merupakan individu yang tergolong pada periode remaja.
Remaja merupakan masa transisi dari periode anak-anak menuju dewasa, dimana
individu mengalami perkembangan biologis, psikologis, moral dan agama.
Menurut Stanley Hall, masa remaja adalah masa “stress and strain” (masa
kegoncangan dan kebimbangan). Oleh karena itu, seorang guru perlu memahami
karakter peserta didik dengan baik untuk membantu perkembangan peserta didik
kearah yang positif.
IPA merupakan suatu ilmu yang obyeknya adalah benda-benda alam dengan
hukum-hukum yang pasti dan umum. Dalam pembelajaran IPA di SMP,
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang akan dicapai peserta didik
dituangkan dalam empat aspek yaitu, makhluk hidup dan proses kehidupan,
materi dan sifatnya, energi dan perubahannya, serta bumi dan alam semesta.
Indikator pencapaian kompetensi dikembangkan oleh sekolah, disesuaikan dengan
lingkungan setempat, dan media serta lingkungan belajar yang ada di sekolah.
Peserta didik SMP mempelajari IPA melalui pendekatan ilmiah mengikuti
cara ilmuan menemukan suatu ilmu, untuk menunjang pendekatan ilmiah tersebut,
maka pembelajaran hendaknya dilaksanakan dalam model pembelajaran yang
dianjurkan kurikulum 2013. Sehingga pemahaman terhadap perkembangan
peserta didik sangat diperlukan untuk merancang pembelajaran yang kondusif
yang akan dilaksanakan, termasuk didalamnya materi dan model pembelajaran.
Rancangan yang kondusif akan mampu meningkatkan motivasi belajar peserta
didik sehingga mampu meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang
diinginkan. Semua ini ditujukan agar guru dapat lebih aktif, kreatif, dan
melakukan inovasi dalam pembelajaran tanpa meninggalkan isi kurikulum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, rumusan masalah dalam
makalah ini yaitu:
2
1.
Apa saja kebutuhan peserta didik SMP?
2.
Apa saja model pembelajaran IPA Terpadu SMP?
3.
Apa saja model pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013?
4.
Apa saja aspek-aspek yang diperlukan dalam memilih model pembelajaran
IPA SMP berdasarkan kebutuhan peserta didik?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah:
untuk mengetahui:
1.
Mengetahui kebutuhan peserta didik SMP.
2.
Mengetahui model-model pembelajaran IPA Terpadu SMP.
3.
Mengetahui model pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013.
4.
Mengetahui aspek-aspek yang diperlukan dalam memilih model pembelajaran
IPA SMP berdasarkan kebutuhan peserta didik.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak
terutama :
1. Dapat dijadikan pengalaman dan bekal ilmu pengetahuan bagi pembaca
khususnya untuk tenaga pendidik kedepannya.
2. Membantu pendidik memahami tentang Aspek-Aspek yang Diperlukan dalam
Memilih Model Pembelajaran FISIKA Berdasarkan Kebutuhan Peserta Didik (SMP).
3. Memenuhi persyaratan untuk mengikuti mata kuliah pengembangan model
pembelajaran fisika program studi pendidikan Fisika Fakultas Pascasarjana
Universitas Negeri Padang.
3
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Landasan Model Pembelajaran
1.
Landasan Agama
Pembelajaran menunjukkan kepada suatu proses perubahan perilaku atau
pribadi seseorang. Agar tujuan dari pada pembelajaran tersebut dapat tercapai
dengan baik, seorang pendidik atau guru menciptakan interaksi atau hubungan
timbal balik antara guru dengan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Sebelum pembelajaran guru menyiapkan sebuah pola atau acuan kerangka yang
utuh dalam pembelajaran yaitu model pembelajaran. Sebelum memilih model
maka memilih metode yang tepat merupakan hal yang pertama-tama yang harus
dilakukan oleh seorang pendidik sebelum memulai proses belajar-mengajar.
Di dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa segala sesuatu yang diperbuat di hari
esok, haruslah direncanakan terlebih dahulu. Hal ini terbukti dalam Al-Qur`an
surat Al-Hasyr ayat 18 yaitu:
ُ ‫ٱَّللَ َو ۡلت َن‬
َۚ َّ ْ‫س َّما قَدَّ َم ۡت ِلغ َٖۖد َوٱتَّقُوا‬
َّ ‫ٱَّللَ ِإ َّن‬
َّ ْ‫َٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ٱتَّقُوا‬
١٨ َ‫ير ِب َما ت َعۡ َملُون‬
ُ ُۢ ‫ٱَّللَ َخ ِب‬
ٞ ‫ظ ۡر ن َۡف‬
Artinya:
18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Dengan demikian perencanaan berkaitan dengan penentuan apa yang akan
dilakukan. Perencanaan pendahuluan pelaksanaan, mengingat perencanaan
merupakan suatu proses untuk menentukan ke mana harus pergi dan
mengindetifikasikan persyaratan yang diperlukan dengan cara yang paling efektif
dan efisien.
Dalam Al-Qur`an surat Al-Ankabut ayat 20:
ُ ‫ض فَٱن‬
َّ ‫ئ ٱلنَّ ۡشأَة َ ۡٱۡل َٰٓ ِخ َر َۚة َ ِإ َّن‬
َّ ‫ف َبدَأ َ ۡٱلخ َۡل َۚقَ ث ُ َّم‬
٢٠ ‫ِير‬
ُ ‫ٱَّللُ يُن ِش‬
ٞ ‫ٱَّللَ َعلَى ُك ِل ش َۡيء قَد‬
ُ ‫قُ ۡل ِس‬
ِ ‫يرواْ فِي ۡٱۡل َ ۡر‬
َ ‫ظ ُرواْ ك َۡي‬
4
Artinya:
20. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah
bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian
Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu
Perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk mengamati dan
memikirkan alam semesta dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya,
mengisyaratkan dengan jelas perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk
belajar, baik melalui pengamatan terhadap berbagai hal, pengalaman praktis
dalam kehidupan sehari-hari, ataupun lewat interaksi dengan alam semesta,
berbagai makhluk dan peristiwa yang terjadi di dalamnya.
Dalam QS. Al-A’raf Ayat 176-177:
ُ‫ب إِن ت َۡح ِم ۡل َعلَ ۡي ِه يَ ۡل َه ۡث أ َ ۡو ت َ ۡت ُر ۡكه‬
ِ ‫َولَ ۡو ِش ۡئنَالَ َرفَعۡ نَهُ ِب َها َولَ ِكنَّ َٰٓۥهُ أ َ ۡخلَدَ إِلَى ۡٱۡل َ ۡر‬
ِ ‫ض َوٱتَّبَ َع ه ََوى َۚهُ فَ َمثَلُ ۥهُ َك َمثَ ِل ۡٱلك َۡل‬
َ‫سا َٰٓ َء َمثَ اًل ۡٱلقَ ۡو ُم ٱلَّذِين‬
ُ ‫يَ ۡل َه َۚث ذَّلِكَ َمث َ ُل ۡٱلقَ ۡو ِم ٱلَّذِينَ َكذَّبُواْ بِايَ ِتن ََۚا فَ ۡٱق‬
َ ١٧٦ َ‫ص َ لَعَلَّ ُه ۡم يَتَ َف َّك ُرون‬
َ َ‫ص ِ ۡٱلق‬
١٧٧ َ‫ه ُه ۡم كَانُواْ يَ ۡظ ِل ُمون‬
َ ُ‫َكذَّبُواْ ِبا َيتِنَا َوأَنف‬
Artinya:
176. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti
anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu
membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir
177. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim
Dalam surat Al-A’raf ayat 176-177, seorang pendidik mengajarkan kepada
muridnya dengan cara menceritakan kisah tentang seseorang yang tidak pernah
merasa puas dengan apa yang telah di milikinya. Seperti Qorun yang tamak akan
harta
yang
dimilikinya,
sehingga
dengan
ketamakannya
itu,
Allah
menenggElamkannya bersama hartanya tersebut. Jadi, surat Al-A’raf ayat 176177 memberikan perempumaan tentang siapapun yang sedemikian dalam
5
pengetahuannya sampai-sampai pengetahuan itu melekat pada dirinya, seperti
melekatnya kulit pada daging. Namun ia menguliti dirinya sendiri dengan
melepaskan tuntutan pengetahuannya. Ia diibaratkan seekor anjing yang terengahengah sambil menjulurkan lidahnya sepanjang hidupnya. Hal ini sama seperti
seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan tetapi ia terjerumus karena mengikuti
hawa nafsunya. Ia tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya dengan ilmu yang ia
miliki.
Dalam QS. Al-Mu’mi nun ayat 12-14:
‫ ث ُ َّم َخلَ ۡقنَا ٱلنُّ ۡطفَةَ َعلَقَ ٗة‬١٣ ‫ ث ُ َّم َجعَ ۡلنَهُ نُ ۡطفَ ٗة فِي قَ َرار َّم ِكين‬١٢ ‫سلَلَة ِمن ِطين‬
ُ ‫هنَ ِمن‬
َ ‫ٱۡلن‬
ِ ۡ ‫َولَقَ ۡد َخلَ ۡقنَا‬
َ ‫ه ۡونَا ۡٱل ِع‬
َ ‫ضغَةَ ِع‬
ۡ ‫ضغ َٗة فَ َخلَ ۡقنَا ۡٱل ُم‬
ۡ ‫فَ َخلَ ۡقنَا ۡٱل َعلَقَةَ ُم‬
َّ َ‫ارك‬
‫ٱَّللُ أ َ ۡح َه ُن‬
َ ‫ظ َم لَ ۡح ٗما ث ُ َّم أَن‬
َ ‫ظ ٗما فَ َك‬
َ َ‫ش ۡأنَهُ خ َۡلقاا َءاخ َۚ ََر فَتَب‬
١٤ َ‫ۡٱل َخ ِلقِين‬
Artinya:
12. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah
13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim)
14. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik
Berdasarkan ayat diatas menjelaskan bahwa segala sesuatu itu tercipta
melalui proses bukan semata-mata langsung tercipta, begitupun juga di dalam
model pembelajaran terdapat tahap-tahap atau urutan-urutan kegiatan belajar yang
diistilahkan dengan fase yang menggambarkan bagaimana model tersebut dalam
praktiknya,
misalnya
bagaimana
memulai
pembelajaran
supaya
tujuan
pembelajaran tercapai hendaknya.
2.
Landasan Yuridis
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor
20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berperan mengembangkan
6
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, disebutkan dalam
undang-undang
tersebut
bahwa
pendidikan
nasional
bertujuan
untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar
dan Menengah yang merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada
satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan dasar menengah untuk mencapai
kompetensi lulusan. Dengan diberlakukanya Peraturan Menteri ini, maka
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar
Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian
Pendidikan. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai lingkup,
tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil
belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar
peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Penilaian adalah
proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil
belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar
dan pendidikan menengah meliputi aspek sikap,pengetahuan, dan keterampilan.
Prinsip penilaian hasil belajar:
7
1) Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur;
2) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas,
tidak dipengaruhi subjektivitas penilai;
3) Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4) Terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran;
5) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;
6) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai,
untuk memantau dan menilai perkembangan kemampuan peserta didik;
7) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah baku;
8) Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan; dan
9) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi
mekanisme, prosedur, teknik, maupun hasilnya.
B. Kebutuhan Peserta Didik
Menurut A. Frooz (1996) kebutuhan (need )adalah : A Natural requremen
which should be satisfied in order to secure a better organic compatibility.
Sedang menurut Chaplin (2000) kebutuhan adalah : Segala sesuatu kekurangan
atau
ketidak
sempurnaan
yang
dirasakan
seseorang sehingga
merusak
kesejahteraanya. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa kebutuhan
merupakan suatu keperluan asasi yang harus di penuhi untuk mencapai
keseimbangan organisme.
8
Beberapa kebutuhan peserta didik yang harus diperhatikan guru,
diantaranya:
1.
Kebutuhan jasmaniah
Sesuai dengan teori hiearki kebutuhan dari Maslow, kebutuhan jasmaniah
merupakan kebutuhan dasar manusia yang bersifat instinktif dan tidak
dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikan. Kebutuhan tersebut antara lain:
makan minum, pakaian, oksigen, istirahat, kesehatan jasmani. Jika kebutuhan ini
tidak dipenuhi akan menganggu proses pembelajaran di sekolah.
2.
Kebutuhan akan rasa aman
Sejumlah penelitian membuktikan bahwa rasa aman merupakan suatu
kebutuhan yang sangat penting bagi peserta didik dan sangat mempengaruhi
tingkah laku mereka. Rutter at al., 1979 misalnya, mencatat bahwa capaian
tingkah laku dan akademis cenderung baik ketika kondisi sekolah bersih dan
memiliki dekorasi bagus. Sejumlah praktisi dunia pendidikan kontemporer
(seperti Hanushek, 1995: Bobbi De Porter, 2001: Hoy dan Miskel, 2001: Sackney,
2004) juga mengakui bahwa lingkungan sekolah yang sehat dan menyenangkan,
dapat membangkitkan motifasi belajar peserta didik, dan dapat menghilangkan
perasaan tidak nyaman dan stres dalam diri peserta didik, sehingga akan
mempengarui prestasi peserta didik.
3.
Kebutuhan akan kasih sayang
Semua peserta didik membutuhkan kasih sayang dari orang tua, guru,teman-
teman sekolah dan orang-orang yang ada disekitarnya,sehingga akan memicu
motifasi peserta didik.
4.
Kebutuhan akan penghargaan
Semua peserta didik ingin diakui dan diperlakukan sebagai orang yang
berharga,ingin
dikenal
dan
diakui
keberadaanya
ditengah-tengah
orang
lain.Mereka yang dihargai akan bangga dan gembra ,sehingga menumbuhkan
pandangan yan positif.Tetapi sebalknya,jika mereka diremehkan dan tidak
dihargai ,maka sikapnya terhadap dirinya dan lingkungannya menjadi negatif.
9
5.
Kebutuhan akan rasa bebas
Guru harus memberi kebebasan kepada peserta didik dalam batas –batas
kewajaran dan tidak berbahaya.Peserta didik harus diberi kesempatan dan bantuan
yang memamadai untuk mendapatkan kebabasan. Karena peserta didik yang
merasa tidak bebas apa yang diinginkannya,akan mengalami frustasi,tertekan dan
lain-lainnya.
6.
Kebutuhan akan rasa sukses
Rasa sukses merupakan salah satu kebutuhan pokok peserta didik terutama
dalam bidang akademis.Untuk itu,guru harus mendorong pada peserta didiknya
untuk mencapai keberhasilan dan prestasi yang tinggi,serta membri penghargaan
atas prestasi yang mereka capai. Selain tersebut diatas Rama Yulis (2008:77)
mengklasifikasikan kebutuhan peserta didik menjadi lima, yaitu:
a.
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial adalah: sebuah kebutuhan akan interaksi dengan masyarakat
tempat peserta didik berada agar bisa diterima dimasyarakat.
b.
Kebutuhan untuk mendapatkan status
Kebutuhan untuk mendapatkan status adalah : sebuah kebutuhan dimana
peserta didik bisa berguna bagi masyarakat.kebutuhan untuk mengetahui
tentang kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai ideal.
c.
Kebutuhan untuk mandiri
Kebutuhan untuk mandiri adalah: kebutuhan mengarahkan diri dan lepas dari
orang tua.
d.
Kebutuhan untuk curhat
Kebutuhan untuk curhat adalah:sebuah kebutuhan dimana seseorang (peserta
didik) dapat dipahami ide-ide permasalahan yang di hadapi.
e.
Kebutuhan memiliki filsafat
Kebutuhan memiliki filsafat adalah: sebuah kebutuhan untuk mengetahui
tentang kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai ideal.
10
C. Hakikat Pembelajaran IPA
1.
Pengertian IPA
Manusia mengenal dunia nyata dengan panca indera seperti melihat,
mendengar, membau, mengecap dan meraba. Hal-hal yang menjadi perhatian
terpancar pada macam-macam objek yang ada disekitarnya. Objek-objek yang ada
tidak hanya dilihat sebagai fenomena-fenomena yang berdiri sendiri melainkan
selalu dalam hubungan satu sama lain dalam konteks tertentu. Kodrat manusia
yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan mendorong manusia tersebut
untuk memperoleh pengetahuan dari apa yang ingin diketahui.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan pengetahuan
yang tersusun secara sistematis dan pokok bahasannya adalah alam dan segala
isinya. Trianto (2014:151) menyatakan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam
didefenisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data
dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu
penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan
dalam IPA, yaitu (a) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (b)
kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, dan kemampuan untuk
menguji tindak lanjut hasil eksperimen, dan (c) dikembangkannya sikap ilmiah”.
Setiap kemampuan dalam IPA diperoleh dari kegiatan atau proses ilmiah. Di
dalam kegiatan dan proses ilmiah didasarkan pada metode ilmiah. Ciri-ciri metode
ilmiah adalah objektif, metodik, sistematis, universal, dan tentatif.
Melalui pembelajaran IPA diharapkan peserta didik dapat membangun
pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama dalam kelompok, belajar
berintegrasi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah. Selanjutnya dalam
pembelajaran IPA sebaiknya tidak hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
11
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. Secara umum IPA di SMP/MTs, meliputi bidang kajian energi dan
perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, dan materi
dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu peserta didik
untuk memahami fenomena alam.
2.
Hakekat IPA
Merujuk pada pengertian IPA, maka hakikat IPA meliputi empat unsur
utama yaitu:
a. Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta
hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat
dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended;
b. Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah
meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan,
evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan;
c. Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum;
d. Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan seharihari.
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur
itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses
pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan
pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam
menemukan fakta baru. Pembelajaran IPA yang utuh disebut juga pembelajaran
IPA terpadu.
Menurut Trianto (2011:137), hakikat IPA merupakan ilmu pengetahuan
yang mempelajari gejala-gejala atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud
sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa
konsep, prinsip dan teori. Pembelajaran IPA terpadu merupakan konsep
pembelajaran sains dengan situasi lebih “alami” dan situasi dunia nyata peserta
12
didik, serta mendorong peserta didik membuat hubungan antar cabang sains dan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Pembelajaran IPA terpadu adalah pembelajaran yang
memiliki hubungan erat dengan pengalaman sesungguhnya.
Melihat pada hakikat IPA yang dijelaskan di atas, maka nilai-nilai IPA yang
dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut:
a)
Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematik menurut
langkah-langkah metode ilmiah.
b) Keterampilan
dan
kecakapan
dalam
mengadakan
pengamatan,
mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
c)
Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah dalam
kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan (Prihantro
Laksmi dalam Trianto, 2011: 141).
Dengan demikian IPA pada hakikatnya adalah ilmu untuk mencari tahu,
memahami alam semesta secara sistematik dan mengembangkan pemahaman dan
penerapan konsep untuk dijadikan sebagai suatu produk yang menghasilkan,
sehingga IPA bukan hanya merupakan kumpulan pengetahuan berupa fakta,
konsep, prinsip, melainkan suatu proses penemuan dan pengembangan. Dengan
demikian diharapkan pendidikan IPA menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan lingkungan, serta dapat mengembangkan
pengetahuan yang telah diperoleh untuk kesejahteraan umat manusia sendiri.
3.
Tujuan Pembelajaran IPA
Tujuan pembelajaran IPA terpadu berdasarkan Depdiknas (2006) adalah
sebagai berikut:
a.
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
Dalam Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai
pesertadidik masih dalam lingkup bidang kajian energi dan perubahannya, materi
dan sifatnya, dan makhluk hidup dan proses kehidupan. Pembelajaran IPA yang
disajikan secara disiplin keilmuan dianggap terlalu dini bagi anak usia 7-14 tahun,
karena anak pada usia ini masih dalam transisi dari tingkat berpikir operasional
13
konkret ke berpikir abstrak. Selain itu, peserta didik melihat dunia sekitarnya
masih secara holistik. Atas dasar itu, pembelajaran IPA hendaknya disajikan
dalam bentuk yang utuh dan tidak parsial.
Pembelajaran yang disajikanterpisah-pisah dalam energi dan perubahannya,
makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan sifatnya, dan bumi-alam semesta
memungkinkan adanya tumpang tindih dan pengulangan, sehingga membutuhkan
waktu dan energi yang lebih banyak, serta membosankan bagi peserta didik. Bila
konsep yang tumpang tindih dan pengulangan dapat dipadukan, maka
pembelajaranakan lebih efisien dan efektif.
Keterpaduan bidang kajian dapat mendorong guru untuk mengembangkan
kreativitas tinggi karena adanya tuntutan untuk memahami keterkaitan antara satu
materi dengan materi yang lain. Guru dituntut memiliki kecermatan, kemampuan
analitik, dan kemampuan kategorik agar dapatmemahami keterkaitan atau
kesamaan materi maupun metodologi.
b.
Meningkatkan minat dan motivasi
Pembelajaran
terpadu
memberikan
peluang
bagi
guru
untuk
mengembangkan situasi pembelajaan yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan
bermakna sesuai dengan harapan dan kemampuan guru, serta kebutuhan dan
kesiapan peserta didik. Dalam hal ini, pembelajaran terpadu memberikan peluang
bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tema yang
disampaikan.
Pembelajaran IPA Terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta
didik untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan atau
hubungan antara konsep pengetahuan dan nilai atau tindakan yang termuat dalam
tema tersebut. Dengan model pembelajaran yang terpadu dan sesuai dengan
kehidupan sehari-hari, peserta didik dibimbing untuk berpikir luas dan mendalam
untuk menangkap dan memahami hubungan konseptual yang disajikan guru.
Selanjutnya peserta didik akan terbiasa berpikir terarah,teratur, utuh, menyeluruh,
sistematik, dan analitik. Peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajar bila
mereka merasa bahwa pembelajaran itu bermakna baginya, dan bila mereka
berhasil menerapkan apa yang telah di pelajarinya.
14
c. Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus
Model pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, dan
sarana, serta biaya karena pembelajaran beberapa kompetensi dasar dapat
diajarkan sekaligus. Di samping itu, pembelajaran terpadu juga menyederhanakan
langkah-langkah pembelajaran. Hal ini terjadi karenaadanya proses pemaduan dan
penyatuan sejumlah kompetensi inti, kompetensi dasar, dan langkah pembelajaran
yang dipandang memiliki kesamaan atau keterkaitan.
4.
Karakteristik Pembelajaran IPA
Menurut Depdikbud (1996:3), pembelajaran terpadu sebagai suatu proses
mempunyai beberapa karakteristik, yaitu:
1. Holistik
Suatu gejala atau fenomena yang menajdi pusat perhatian dalam
pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa bidang kajian sekaligus,
bukan
dari
sudut
pandang
yang terkotak-kotak.
Pembelajaran
terpadu
memungkinkan peserta didik untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi.
Dan pada akhirnya, hal ini akan membuat peserta didik lebih arif dan bijak dalam
menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada didepan mereka.
2. Bermakna
Pengkajian suatu fenomena dari berbagai aspek seperti yang dijelaskan
diatas, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang
berhubungan yang disebut skema. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan
dari materi yang dipelajari. Rujukan yang nyata dari semua konsep diperoleh dan
keterkaitannya dengan konsep-konsep lainnya akan menambah kebermaknaan
konsep yang dipelajari. Selanjutnya, hal ini akan mengakibatkan pembelajaran
yang fungsional. Peserta didik mampu menerapkan perolehan belajrnya untuk
memecahkan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya.
3. Otentik
Pembelajaran terpadu memungkinkan peserta didik memahami secara
langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar
secara langsung. Mereka memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekadar
15
penyampaian pendidik. Informasi dan pengertahuan yang diperoleh sifatnya lebih
otentik. Misalnya, hukum pemantulan cahaya diperoleh peserta didik melalui
eksperimen. Guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, sedangkan peserta
didik bertindak sebagai pencari informasi dan pengetahuan.
4. Aktif
Pembelajaran
terpadu
menekankan
keaktifan
peserta
didik
dalam
pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna
tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat
dan kemampuan peserta didik sehingga mereka termotivasi untuk terus belajar.
Dengan demikian, pembelajaran terpadu bukan hanya sekedar merancang
aktivitas-aktivitas dari masing-masing mata pelajaran yang saling terkait.
Pembelajaran terpadu bisa saja dikembangkan dari sutu tema yang disepakati
bersama dengan melihat aspek-aspek kurikulum yang bisa dipelajari secara
bersama melalui pengembangan tema tersebut.
Langkah dalam melaksanakan pembelajaran terpadu dapat diawali dengan
suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang kemudian dikaitkan dengan pokok
bahasan lain melalui perencanaan yang baik. Pembelajaran terpadu yang dikemas
dengan tema dan topik tentang suatu wacana akan dibahas dari berbagai sudut
pandang atau disiplin ilmu yang mudah dipahami dan dikenal peserta didik
sehingga menciptakan suatu pembelajaran yang bermakna (Rahayu, 2012).
Pembelajaran terpadu diawali dengan penentuan tema, karena penentuan tema
akan membantu peserta didik dalam beberapa aspek yaitu:
1) Peserta didik yang bekerja sama dengan kelompoknya akan lebih bertanggung
jawab, berdisiplin, dan mandiri;
2) Peserta didik menjadi lebih percaya diri dan termotivasi dalam belajar bila
mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajarinya;
3) Peserta didik lebih memahami dan lebih mudah mengingat karena mereka
‘mendengar’, ‘berbicara’, ‘membaca’, ‘menulis’ dan ‘melakukan’ kegiatan
menyelidiki masalah yang sedang dipelajarinya;
4) Memperkuat kemampuan berbahasa peserta didik;
16
5) Belajar akan lebih baik bila peserta didik terlibat secara aktif melalui tugas
proyek, kolaborasi, dan berinteraksi dengan teman, guru, dan dunianyata.
6) Oleh karena itu, jika guru hendak melakukan pembelajaran terpadu dalam ipa,
sebaiknya memilih tema yang menghubungkaitkan antara ipa–lingkungan
teknologi-masyarakat.
Pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu memiliki kekuatan/manfaat antara
lain sebagai berikut:
1. Dengan menggabungkan berbagai bidang kajian akan terjadipenghematan
waktu, karena ketiga bidang kajian tersebut (energi dan perubahannya, materi
dan sifatnya, dan makhluk hidup dan proses kehidupan) dapat dibelajarkan
sekaligus. Tumpang tindih materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
2. Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antar konsep energi dan
perubahannya, materi dan sifatnya, dan makhluk hidup dan proses kehidupan.
3. Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena peserta didik
dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam
ketika menghadapi situasi pembelajaran.
4. Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia nyata yang
dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman
konsep dan kepemilikan kompetensi IPA.
5. Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan.
6. Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur pengetahuan yang dapat
menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman
belajar yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan
mendalam, dan memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu
konteks ke konteks lainnya.
7. Akan terjadi peningkatan kerja sama antar guru bidang kajian terkait, guru
dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru
dengan narasumber; sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam
situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna.
Di
samping
kekuatan/manfaat
yang
telah
dikemukakan,
pembelajaran IPA terpadu juga memiliki kelemahan sebagai berikut ini:
17
model
1. Aspek Guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi,
keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan
berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut
untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan
ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka
pembelajaran terpadu dalam IPA akan sulit terwujud.
2. Aspek peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar
peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun
kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan
pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubunghubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan
menggali). Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran
terpadu ini sangat sulit dilaksanakan.
3. Aspek sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan
bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi,
mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan
mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka
penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat.
4. Aspek kurikulum: Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian
ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target
penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan
materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
5. Aspek penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang
menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta
didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini,
guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan
penilaian
dan
pengukuran
yang
komprehensif,
juga
dituntut
untuk
berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang
berbeda.
18
6. Suasana
pembelajaran:
Pembelajaran
terpadu
berkecenderungan
mengutamakan salah satu bidang kajian dan menomorduakan bidang kajian
lain. Dengan kata lain, pada saat mengajarkan sebuah tema, maka guru
berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan
tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru
itu sendiri.
Meskipun pembelajaran terpadu mengandung beberapa kelemahan selain
keunggulannya, sebagai sebuah bentuk inovasi dalam implementasi Kompetensi
Inti dan Kompetensi Dasar perlu dikembangkan lebih lanjut. Untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan di atas, perlu dibahas bersama antara guru bidang kajian
terkait dengan sikap terbuka. Kesemuanya ini ditujukan untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dalam pembelajaran IPA.
Keberhasilan pembelajaran terpadu akan lebih optimal jika perencanaan
mempertimbangkan kondisi dan potensi peserta didik (minat, bakat, kebutuhan,
dan kemampuan). Kompetensi inti dan kompetensi dasar yang harus dimiliki
peserta didik sudah tercantum dalam Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran IPA. Dalam implementasinya terdapat berbagai model dalam
mengembangkan pembelajaran IPA Terpadu.
D. Model Keterpaduan dalam Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA terpadu terdiri dari beberapa tipe. Adapun menurut
Fogarty dalam Rusman (2015:134) menyatakan bahwa terdapat sepuluh model
pembelajaran terpadu, yaitu : 1) the fragmented model (model tergambarkan), 2)
the connected model (model terhubung), 3) the nested model (model tersarang), 4)
the sequenced model (model terurut), 5) the shared model (model terbagi), 6) the
webbed model (model terjaring), 7) the threaded model (model tertali), 8) the
integrated model (model terpadu), 9) the immersed model (model terbenam), 10)
the networked model (model jaringan).
Dari kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut dapat dibedakan
menjadi tiga model. Rusman (2015: 134) menyatakan “ada tiga tipe model
pembelajaran terpadu yang digunakan dan dikembangkan pada program
19
pendidikan guru sekolah dasar, yaitu model keterhubungan, model jaring labalaba, dan model keterpaduan”. Ketiga model pembelajaran tersebut sangat sesuai
untuk diterapkan pada pembelajaran IPA Terpadu.
Tabel 1. Model dalam Merencanakan Pembelajaran Terpadu
Model
Rentangan
Mata pelajaran Fragmented
terpisah
Deskripsi
Tiap mata pelajaran disampaikan terpisah
Connected
Suatu konsep dipertautkan dengan konsep lain
Nested
Selain target di mata pelajaran ada target multi
keterampilan
Integrasi
Sequenced
Beberapa topik diatur ulang serta diurutkan agar dapat
beberapa
serupa satu sama lain
mata pelajaran Shared
Dua mata pelajaran yang sama-sama diajarkan dengan
menggunakan
Konsep-konsep atau keterampilan-keterampilan yang
tumpang tindih (overlap)
Webbed
Berangkat dari tema yang dibangun bersama-sama antara
(terjala/tematik) guru dengan peserta didik, atas dasar beberapa topik pada
beberapa mata pelajaran yang berhubungan
Threaded
Pendekatan metakurikuler digunakan untuk mencapai
beberapa keterampilan dan tingkatan logika para peserta
didik dengan berbagai mata pelajaran
Integrated
Guru masing-masing mata pelajaran bekerja sama melihat
dan memberikan topik-topik yang berkaitan dan tumpang
tindih
Lintas
Immersed
Peserta didik
Berpusat untuk mengakomodasikan kebutuhan para
peserta didik, di mana mereka akan melihat apa yang
dipelajarinya dari minat dan pengalaman mereka sendiri
Networked
Jaringan kerja dengan orang-orang yang memiliki
20
Model
Rentangan
Deskripsi
keahlian untuk membantu bagian dari pekerjaannya yang
lebih bersifat implementatif. Mereka akan bekerja secara
terpadu sesuai dengan topik pekerjaan yang mengikat
mereka.
Prabowo dalam Trianto (2014:39) menyatakan bahwa “Dari kesepuluh
model pembelajaran terpadu tersebut ada tiga model yang dipandang layak untuk
dikembangkan dan mudah dilaksanakan pada pendidikan formal yaitu model
keterhubungan (connected), model jaring laba-laba (webbed), dan
model
keterpaduan (integrated)”. Dari penjelasan tersebut maka guru dapat dengan
mudah menggunakan model pembelajaran IPA terpadu sehingga pembelajaran
menjadi lebih bervariasi.
1.
Pembelajaran IPA Terpadu Model Terhubung
Model connected yang dikenal dengan model terhubung merupakan model
integrasi antar bidang studi ataupun antar materi. Menurut Widi (2014: 98)
“Model connected merupakan model integrasi kurikulum interbidang studi“.
Model terhubung secara nyata mengorganisasikan atau mengintegrasikan satu
konsep, keterampilan, atau kemampuan yang ditumbuhkembangkan dalam satu
pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang dikaitkan dengan konsep,
keterampilan atau kemampuan pada pokok bahasan atau sub pokok bahasan lain
dalam satu bidang studi. Kaitan dapat diadakan secara spontan atau direncanakan
terlebih dahulu.
Dengan demikian, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan efektif.
Rusman (2015: 134) menjelaskan bahwa “Model terhubung ialah model
pembelajaran terpadu yang secara sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu
konsep dengan konsep yang lainnya, satu tema dengan tema yang lainnya, satu
keterampilan dengan keterampilan yang lainnya, tugas-tugas atau proyek yang
dilakukan dalam satu hari dengan tugas atau proyek yang dilakukan pada hari
berikutnya, bahkan ide-ide yang dipelajari dalam satu semester dengan ide-ide
21
yang akan dipelajari pada semester berikutnya di dalam satu mata pelajaran”. Dari
pernyataan tersebut dijelaskan bahwa pembelajaran terhubung merupakan
pembelajaran yang mencoba menghubungkan antara konsep yang satu dengan
konsep yang lainnya atau pemahaman materi yang dipelajari sekarang dengan
materi yang akan dipelajari berikutnya, keterampilan satu dengan keterampilan
lain yang diperoleh peserta didik di dalam pembelajaran. Namun dalam
pembelajaran terhubung ini tidak keluar dari cakupan bidang studi tersebut.
Gambar 1. Contoh Model Connected
Model terhubung memiliki karakteristik tersendiri, yaitu menghubungkan
satu konsep dengan konsep yang lain, satu topik dengan topik yang lain, satu
keterampilan dengan keterampilan yang lain serta satu ide dengan ide yang lain
namun semua hal tersebut masih berada dalam ruang lingkup bidang studi.
Penggunaan model terhubung memiliki kelebihan diantaranya adalah: a)
keterhubungan ide-ide dalam satu mata pelajaran, sehingga peserta didik memiliki
gambaran yang jelas, b) peserta didik mengembangkan konsep-konsep peserta
didik secara terus menerus, dan c) dengan mengaitkan ide-ide tersebut dalam
suatu mata pelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk mendapatkan
pembelajaran yang bermakna dalam memecahkan masalah (Daryanto, 2014: 108).
Selain kelebihan yang dimiliki oleh model terhubung, model ini juga
memiliki beberapa kelemahan-kelemahan. Fogarty dalam Trianto (2014: 41)
menjelaskan bahwa “Kelemahan pembelajaran terpadu tipe connented antara lain:
a) masih kelihatan terpisahnya interbidang studi, b) tidak mendorong guru bekerja
secara tim sehingga isi pelajaran tetap terfokus tanpa merentangkan konsepkonsep serta ide-ide antar bidang studi, c) dalam memadukan ide-ide pada satu
bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang
22
studi menjadi terabaikan”.
Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa model
terhubung masih terkesan terpisah-pisah dan sulit untuk proses pembelajaran yang
dilakukan oleh tim pengajar.
2.
Pembelajaran Terpadu Model Terjaring
Pembelajaran terpadu model terjaring (webbed) adalah pembelajaran yang
menggunakan suatu tema di dalam proses pembelajaran. Model terjaring dikenal
dengan model jaring laba-laba. Trianto (2014: 41) menyatakan bahwa
“Pembelajaran terpadu model terjaring adalah pembelajaran yang menggunakan
pendekatan tematik”.
Pembelajaran IPA terpadu model terjaring adalah pembelajaran yang
menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini dimulai dengan menentukan
tema tertentu. Tema tersebut kemudian dikembangkan menjadi sub-sub tema
dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi (I Gede, 2014: 26).
Dalam penentuan tema pada model terjaring dapat disepakati antara guru
dan peserta didik, setelah adanya kesepakatan tema maka selanjutnya adalah
pengembangan sub-sub tema. Langkah selanjutnya sub-sub tema akan
dikembangkan melalui aktivitas belajar yang harus dilakukan oleh peserta didik.
Aktivitas belajar ini didukung dengan adanya materi pendukung yang dapat
memberikan penguatan terhadap sub-sub tema yang telah disusun.
Pembelajaran model terjaring melibatkan keterampilan yang profesional
dari guru. Setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Model terjaring memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan dari model terjaring,
meliputi: 1) tema disesuaikan dengan minat peserta didik agar termotivasidalam
belajar, 2) mudah digunakan oleh guru yang belum berpengalaman, 3)
memudahkan perencanaan pembelajaran, 4) dengan adanya pendekatan tematik
dapat memotivasi peserta didik, dan 5) memberikan kemudahan bagi peserta didik
dalam melihat ide-ide berbeda yang terkait (Trianto, 2014: 42).
Berdasarkan kutipan tersebut, kelebihan model ini tidak hanya memudahkan
guru dalam perencanaan pembelajaran tetapi juga memberikan dampak bagi
peserta didik untuk melakukan kegiatan dan merangkai ide-ide yang berkaitan
dengan pembelajaran. Kelebihan model terjaring dapat memudahkan peserta didik
23
dalam mempelajari materi karena peserta didik sudah memiliki pengetahuan awal
mengenai tema yang disajikan dalam pembelajaran IPA terpadu. Dengan
demikian, pembelajaran IPA terpadu mengunakan model terjaring bisa membantu
peserta didik dalam memadukan antara konsep Fisika, Biologi, dan Kimia secara
utuh.
Selain kelebihan, model terjaring ini memiliki beberapa kekurangan.
Kekurangan dari model terjaring dijelaskan oleh Daryanto (2014: 107) sebagai
berikut: 1) langkah yang sulit dalam pembelajaran terpadu model jaring laba-laba
adalah menyeleksi tema, 2) adanya kecenderungan merumuskan suatu tema yang
dangkal, sehingga hal ini hanya berguna secara artifisial di dalam perencanaan
kurikulum, 3) guru dapat menjaga misi kurikulum, 4) dalam pembelajaran guru
lebih terfokus dalam kegiatan dari pada pengembangan konsep.
Gambar 2. Contoh Model Webbed
Dengan demikian dalam proses pembelajaran menggunakan model
terjaring harus memperhatikan penyeleksian tema yang tepat sesuai dengan
pembelajaran.
3.
Pembelajaran Terpadu Model Terintegrasi
Model pembelajaran terintegrasi (integrated) merupakan pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan
antar
bidang
studi,
dengan
cara
menggabungkan bidang studi yang memprioritaskan kurikuler dan menemukan
keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa
bidang studi. Fogarty dalam Trianto (2014:43) menyatakan bahwa “Pembelajaran
tipe terintegrasi adalah tipe pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan
antar bidang studi, menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan
24
prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang saling
tumpang tindih dalam beberapa bidang studi”. Jadi dapat diketahui pembelajaran
terintegrasi ini melakukan penggabungan bidang studi.
Gambar 3. Contoh Model Integrated
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini dengan membentuk tim antar bidang
studi dalam penyeleksian konsep-konsep, keterampilan-keterampilan, dan sikapsikap yang akan digunakan dalam satu semester untuk beberapa bidang studi.
Selanjutnya penyeleksian terhadap konsep, keterampilan, dan sikap yang memiliki
keterhubungan yang erat di antara bidang studi.
Dalam pembelajaran IPA terpadu, model integrasi juga memiliki kelebihan
dan kelemahan. Dalam model ini kelebihan yang dimiliki meliputi: 1) Adanya
kemungkinan pemahaman antar bidang studi karena memfokuskan pada isi
pembelajaran, strategi berpikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain,
satu pelajaran mencakup banyak dimensi, sehingga pembelajaran bagi peserta
didik lebih diperkaya dan berkembang, 2) peserta didik menjadi termotivasi untuk
belajar, dan 3) tercapainya efisiensi dan efektivitas karena tidak memerlukan
penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain, karena guru tidak perlu
mengulang kembali materi yang tumpang tindih (Trianto, 2014: 45).
Selain kelebihan dalam penggunaan model keterpaduan ini, ada beberapa
kekurangan yang tergambar dalam model keterpaduan ini. Daryanto (2014: 109)
menyatakan bahwa kelemahan model keterpaduan antara lain: 1) model ini yang
sangat sulit diterapkan secara penuh, 2) model ini menghendaki guru yang
terampil, percaya diri dan menguasai konsep, sikap dan keterampilan yang sangat
diperioritaskan, 3) model ini menghendaki tim antar mata pelajaran yang
25
terkadang sulit dilakukan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan. Dari
kutipan dapat dijelaskan bahwa pembelajaran dengan model terhubung
memerlukan kesiapan guru yang optimal sebelum pelaksanaan pembelajaran.
E. Langkah Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu
Menurut Trianto (2011:163) alur model pengembangan pembelajaran
IPA Terpadu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 4. Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Terpadu
Langkah (1):
Menetapkan bidang kajian yang akan dipadukan. Pada saat menetapkan
beberapa bidang kajian yang akan dipadukan sebaiknya sudah disertai dengan
alasan atau rasional yang berkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan
kompetensi dasar oleh peserta didik dan kebermaknaan belajar.
Langkah (2):
Langkah berikutnya dalam pengembangan model pembelajaran terpadu
adalah mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar dari bidang kajian
yang akan dipadukan dan melakukan pemetaan pada semua Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar bidang kajian IPA per kelas yang dapat dipadukan.
Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh
dan utuh.
26
Beberapa
ketentuan
dalam
pemetaan
Kompetensi
Dasar
dalam
pengembangan model pembelajaran IPA terpadu adalah sebagai berikut.
a.
Mengidentifikasikan beberapa Kompetensi Dasar dalam berbagai Kompetensi
Inti yang memiliki potensi untuk dipadukan.
b.
Beberapa Kompetensi Dasar yang tidak berpotensi dipadukan, jangan
dipaksakan untuk dipadukan dalam pembelajaran. Kompetensi Dasar yang
tidak diintegrasikan dibelajarkan/disajikan secara tersendiri.
c.
Kompetensi Dasar dipetakan tidak harus berasal dari semua Kompetensi Inti
yang ada pada mata pelajaran IPA pada kelas yang sama, melainkan
memungkinkan hanya dua atau tiga Kompetensi Dasar saja.
d.
Kompetensi Dasar yang sudah dipetakan dalam satu topik/tema masih bisa
dipetakan dengan topik/tema lainnya.
Langkah (3):
Setelah
pemetaan
Kompetensi
Dasar
selesai,
langkah
selanjutnya
dilakukanpenentuan tema pemersatu antar-Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar.Tema yang dipilih harus relevan dengan Kompetensi Dasar yang telah
dipetakandan dapat dirumuskan dengan melihat isu-isu yang terkini. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penentuan topik/tema padapembelajaran IPA
Terpadu antara lain meliputi hal-hal berikut.
a.
Tema, dalam pembelajaran IPA Terpadu, merupakan perekat antarKompetensi Dasar yang terdapat dalam bidang kajian IPA.
b.
Tema yang ditentukan selain relevan dengan Kompetensi-kompetensi
Dasaryang terdapat dalam satu tingkatan kelas, juga sebaiknya relevan
denganpengalaman pribadi peserta didik, dalam arti sesuai dengan
keadaanlingkungan setempat.
c.
Dalam menentukan topik, isu sentral yang sedang berkembang saat ini,
dapatmenjadi prioritas yang dipilih dengan tidak mengabaikan keterkaitan
antar-Kompetensi Dasar pada bidang kajian yang telah dipetakan.
27
Langkah (4):
Membuat matriks keterhubungan kompetensi dasar dan tema/topik
pemersatu. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kaitan antara tema/topik dengan
kompetensi dasar yang dapat dipadukan.
Langkah (5):
Setelah membuat matriks keterhubungan kompetensi dasar dan tema
pemersatu,maka Kompetensi-kompetensi Dasar tersebut dijabarkan ke dalam
indikator pencapaian hasil belajar yang nantinya digunakan untuk penyusunan
silabus.
Langkah (6):
Menyusun silabus pembelajaran IPA terpadu, dikembangkan dari berbagai
indikator bidang kajian IPA menjadi beberapa kegiatan pembelajaran yang konsep
keterpaduan atau keterkaitan menyatu antara beberapa bidang kajian IPA.
Komponen penyusunan silabus terdiri dari Kompetensi Inti IPA, Kompetensi
Dasar, Indikator, Kegiatan Pembelajaran, Alokasi Waktu, Penilaian, dan Sumber
Belajar.
Langkah (7):
Setelah teridentifikasi peta Kompetensi Dasar dan tema yang terpadu,
selanjutnya
adalah
menyusun
rencana
pelaksanaan
pembelajaran.
Pada
pembelajaran IPA Terpadu, sesuai dengan Standar Isi, keterpaduan terletak pada
strategi pembelajaran. Hal ini disebabkan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar telah ditentukan dalam Standar Isi. Rencana pelaksanaan pembelajaran
tersebut merupakan realisasi dari pengalaman belajar peserta didik yang telah
ditentukan pada silabus pembelajaran terpadu. Komponennya terdiri atas:
identitas mata pelajaran, Kompetensi Dasar yang hendak dicapai, materi pokok
beserta uraiannya, langkah pembelajaran, alat media yang digunakan, penilaian
dan tindak lanjut, serta sumber bahan yang digunakan.
F. Model Pembelajaran Berdasarkan Kurikulum 2013
Berdasarkan kurikulum 2013 terdapat empat model pembelajaran yang
disarankan antara lain:
28
1. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah model
pembelajaran bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para
peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta
memperoleh pengetahuan (Duch, 1995). Konsep PBL ini dikembangkan
berdasarkan pada teori-teori pendidikan Vygotsky, Dewey, dan teori lain yang
terkait dengan teori pembelajaran kontruktivis sosial-budaya dan desain
pembelajaran.
PBL dimulai dengan suatu masalah yang memicu ketidaksetimbangan
pengetahuan pada diri peserta didik. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu
sehingga
memunculkan
bermacam-macam
pertanyaan
disekitar
masalah.
Penerapan PBL dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik mempunyai
inisiatif untuk belajar secara mandiri. Pengalaman ini sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang
bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya. Lebih lanjut. PBL juga
bertujuan untuk membantu peserta didik belajar secara mandiri. Pembelajaran
PBL dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar yang konstruktivistik.
Karakteristik model pembelajaran PBL menurut Rusman (2011:232) adalah
sebagai berikut:
a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak terstuktur.
c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik, sikap,
dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar
dan bidang baru dalam belajar.
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya, dan evaluasi
sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL.
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif.
29
h.
Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalah.
i.
Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
proses belajar.
j.
PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman peserta didik dan proses
belajar.
Sintaks
model
pembelajaran
Problem
Based
Learning
menurut
Permendikbud no 59 (2014: 924) terdiri atas:
1) Fase pertama yaitu mengorientasikan peserta didik pada masalah.
Pembelajaran diawali dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan
kegiatanyang akan dilakukan. Pendidik sebagai fasilitator harus mampu
menjelaskan dengan rinci apa yang yang harus dilakukan oleh peserta didik
dan bagaimana pendidik mengevaluasi proses pembelajaran. Sehingga peserta
didik dapat mengerti dalam pembelajaran yang akan dilakukan.
2) Fase kedua adalah mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Dalam
memecahkan masalah, peserta didik harus berusaha untuk bekerja mandiri
atau dengan temannya. Oleh sebab itu, pembelajaran dapat dimulai dengan
pembentukan kelompok. Permendikbud no 59 (2014: 926) menyatakan
“prinsip-prinsip pengelompokan peserta didik dalam pembelajaran kooperatif
dapat digunakan seperti kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar
anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya”.
Setelah pembentukan kelompok, selanjutnya menetapkan subtopik-subtopik
yang spesifik dan tugas-tugas penyelidikan. Kemudian pendidik memonitor
kerja kelompok agar dapat mengoptimalkan kegiatan penyelidikan.
3) Fase ketiga membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. Penyelidikan
dilakukan melalui tahap pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan
penjelasan, dan memberikan pemecahan. Peserta didik mengumpulkan data
dan melaksanakan eksperimen untuk memahami situasi permasalahan.
Setelah peserta didik mengumpulkan cukup data dan memberikan
permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka
30
mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelasan, dan
pemecahan. Kemudian tugas pendidik untuk menilai penjelasan peserta didik
tersebut dalam bentuk pertanyaan.
4) Fase keempat yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Setelah
melakukan penyelidikan maka peserta didik harus menyajikan hasil
penyelidikannya tersebut dalam bentuk laporan tertulis, video dan
sebagainya. Langkah selanjutnya adalah menampilkan hasil karya peserta
didik di depan kelas, kemudian kelompok lain dan pendidik memberikan
umpan balik.
5) Fase kelima yaitu analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Fase ini
merupakan tahap akhir dalam PBL. Setelah menyajikan hasil penyelidikan,
peserta didik bersama kelompok menganalisis dan mengevaluasi kegiatan
penyelidikan yang mereka lakukan. Pendidik meminta saran dan pendapat
yang diterima saat penyajian hasil karya kelompok dapat dijadikan bahan
untuk untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan
selama proses kegiatan belajarnya.
2.
Model Pembelajaran Discovery Learning
Model Pembelajaran Discovery learning adalah model pembelajaran yang
mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum
diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya
ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi
sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh peserta didik sendiri.
Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan
bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau proses semata – mata ditemukan oleh
peserta didik sendiri.
Teori Tentang Model Pembelajaran Discovery Learning, yaitu Teori Belajar
Jerome Bruner. Teori belajar Bruner ialah belajar penemuan atau discovery
learning. Belajar penemuan dari Jerome Bruner adalah model pembelajaran yang
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivis. Di dalam discovery
learning peserta didik didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Peserta didik
31
terlibat aktif dalam penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalaui
pemecahan masalah atau hasil abstraksi sebagai objek budaya. Guru mendorong
dan memotivasi peserta didik untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan
kegiatian yang memungkinkan mereka untuk menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip matematika untuk mereka sendiri. Pembelajaran ini dapat
membangkitkan rasa keingintahuan peserta didik.
Karakteristik utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan
memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi
pengetahuan; (2) berpusat pada peserta didik; (3) kegiatan untuk menggabungkan
pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.Ada sejumlah ciri-ciri proses
pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu :
1.
Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
2.
Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada peserta didik.
3.
Memandang peserta didik sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin
dicapai.
4.
Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada
hasil.
5.
Mendorong peserta didik untuk mampu melakukan penyelidikan.
6.
Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
7.
Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada peserta didik.
8.
Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman peserta
didik.
9.
Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip pengetahuan.
10.
Banyak menggunakan terminilogi pengetahuan untuk menjelaskan proses
pembelajaran; seperti predeksi, inferensi, kreasi dan analisis.
11.
Menekankan pentingnya “bagaimana” peserta didik belajar.
12.
Mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau
diskusi dengan peserta didik lain dan guru.
13.
Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
14.
Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.
15.
Memperhatikan keyakinan dan sikap peserta didik dalam belajar.
32
16.
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman baru yang didasari pada pengalaman nyata.
Sintaks model pembelajaran discovery learningyaitu,
1.
Persiapan
Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery learning)
adalah sebagai berikut:
a.
Menentukan tujuan pembelajaran
b.
Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat,
gaya belajar, dan sebagainya)
c.
Memilih materi pelajaran.
d.
Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif
(dari contoh-contoh generalisasi)
e.
Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,
tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik
f.
Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang
konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g.
Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik
2.
Pelaksanaan
a.
Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar
timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai
kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar
yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi
bahan.
b.
Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
33
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah).
c.
Data collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap
ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati
objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya.
d.
Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah
data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui
wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil
bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
e.
Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004 : 244).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan
baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f.
Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah,
34
2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi.
3. Model pembelajaran Project Based Learning (PJBL)
Model
pembelajaran
berbasis
proyek
dalam
Abidin
(2007:167)
merupakan model pembelajaran yang secara langsung melibatkan peserta
didik dalam proses pembelajaran melalui kegiatan penelitian untuk mengerjakan
dan menyelesaikan suatu proyek
pembelajaran tertentu. Model pembelajaran
berbasis proyek ini sebenarnya bukanlah model baru dalampembelajaran.
Walaupun MPBP dapat dikatakan sebagai model lama, model ini masih
banyak
digunakan
dan
terus
dikembangkan
karena dinilai
memiliki
keunggulan tertentu dibanding dengan model pembelajaran lain. Salah satu
keunggulan tersebut yaitu merupakan salah satu model pembelajaran yang sangat
baik dalam mengembangkan berbagai keterampilan dasar yang harus dimiliki
peserta didik termasuk
keterampilan
keputusan, kemampuan
berkreativitas,
sekaligus dipandang
efektif
untuk
berfikir,
keterampilan
kemampuan
mengembangkan
membuat
memecahkan,
dan
rasa
diri
percaya
danmanajemen diri para peserta didik.
Project Based Learning ialah proses pembelajaran yang secara langsung
melibatkan peserta didik untuk menghasilkan suatu proyek. Pada dasarnya model
pembelajaran ini lebih mengembangkan keterampilan memecahkan dalam
mengerjakan sebuah proyek yang
dapat
menghasilkan
sesuatu.
Dalam
implementasinya, model ini memberikan peluang yang luas kepada peserta
didik untuk membuat keputusan dalam memiliki topik, melakukan penelitian,
dan
menyelesaikan
sebuah
proyek tertentu.
Pembelajaran
dengan
menggunakan proyek sebagai metoda pembelajaran. Para peserta didik bekerja
secara nyata, seolah-olah ada di dunia nyata yang dapat menghasilkan produk
secara realistis.
Karakteristik Model Project Based Learningdari Diffily and Sassman dalam
Abidin (2007:168) menjelaskan bahwa model pembelajaran ini memiliki tujuh
karakteristik sebagai berikut:
35
a. Melibatkan peserta didik secara langsung dalam pembelajaran
b. Menghubungkan pembelajaran dengan dunia nyata
c. Dilaksanakan dengan berbasis penelitian
d. Melibatkan berbagai sumber belajar
e. Bersatu dengan pengetahuan dan keterampilan
f. Dilakukan dari waktu ke waktu
g. Diakhiri dengan sebuah produk tertentu.
Sintaks model pembelajaran Project Based Learning (PjBL):
1) Menyiapkan Pertanyaan Atau Penugasan Proyek
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang
dapatmemberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas.
Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan
sebuah investigas mendalamdan topik yang diangkat relevan untuk para
peserta didik.
2) Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik.
Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas
proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas
yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara
mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan
bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
3) Menyusun jadwal(Create a Schedule)
Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat
timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian
proyek, (3)membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4)
membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak
berhubungan dengan proyek,dan (5) meminta peserta didik untuk membuat
penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
36
4) Memonitor Kegiatan Dan Perkembangan Proyek(Monitor the Students and
the Progress of the Project)
Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta
didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara
menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar
berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah
proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan
aktivitas yang penting.
5) Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian
standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta
didik,memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai
peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran
berikutnya.
6) Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan
refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses
refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini
peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya
selama menyelesaikan proyek. Guru dan peserta didik mengembangkan
diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran,
sehingga pada akhirnyy ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk
menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
4.
Model PembelajaranInquiry Based Learning (IBL)
Kata “Inquiry” berasal dari bahasa inggris yang berarti mengadakan
penyelidikan, menanyakan keterangan, melakukan pemeriksaan (Echols dan
Hassan Shadily, 2003: 323). Sedangkan menurut Gulo (2005:84) inkuiri berarti
pertanyaan atau pemeriksaan, penyelidikan. Sumantri (1999:164), menyatakan
bahwa metode inquiry adalah cara penyajian pelajaran yang memberi
kesempatankepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau
37
tanpa
bantuan guru. Metode inquiry berupaya
menanamkan
dasar-dasar
berpikir ilmiah pada diri peserta didik, dan menempatkan peserta didik dalam
suatu peran yang menuntut inisiatif besar dalam menemukan hal-hal penting
untuk dirinya sendiri.
Pendekatan IBL adalah suatu pendekatan yang digunakan dan mengacu
pada suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan (informasi),
atau mempelajari suatu gejala. Pembelajaran dengan pendekatan IBL selalu
mengusahakan agar peserta didik selalu aktif secara mental maupun fisik.
Materi yang disajikan guru bukan begitu saja diberitahukan dan diterima
oleh peserta didik, tetapi peserta didik diusahakan sedemikian rupa sehingga
mereka
memperoleh
berbagai pengalaman
dalam
rangka
“menemukan
sendiri” konsep-konsep yang direncanakan oleh guru.
Berdasarkan beberapa
definisi
tersebut,
dapat
disimpulkan bahwa
Inquiry Based Learning (IBL) adalah sebuah teknik mengajar di mana guru
melibatkan peserta didik di dalam proses belajar melalui penggunaan caracara bertanya, aktivitas problem solving, dan berpikir kritis. Hal ini akan
memerlukan banyak waktu dalam persiapannya.
Sintaks model pembelajaran Inquiry Based Learning (IBL) menurut Pedaste
dkk (2015: 54) terdiri atas:
a.
Orientasi (Orientation)
Berfokus pada merangsang minat dan rasa ingin tahu terkait dengan
masalah yang dihadapi. Selama fase ini topik belajar diperkenalkan berdasarkan
lingkungan sekitar yang diberikan oleh guru atau ditemukan sendiri oleh peserta
didik. Variabel utama yang diidentifikasi selama tahap orientasi adalah
memunculkan permasalahan.
b.
Konseptualisasi (conceptualization)
Fase konseptualisasi (conceptualization) merupakan proses memahami
konsep-konsep dari permasalahn masalah yang dimunculkan. Fase ini dibagi
menjadi sub-fase, questioning (pertanyaan) dan hypothesis generation (hipotesis
umum). Kedua sub-fase tersebut sama-sama menghasilkan hasil yang belum dapat
dibedakan. Pada sub-fase questioning (pertanyaan) proses menghasilkan
38
pertanyaan berdasarkan masalah yang muncul, sementara pada sub fase
hypothesis generation (hipotesis umum) proses menghasilkan hipotesis terhadap
masalah. Kedua sub fase ini didasarkan pada teori kebenaran dan berisi variabel
bebas dan terikat, tetapi memiliki satu perbedaan utama, dimana hipotesis
diarahkan kepada hubungan antara variabel yang diberikan dalam hipotesis yang
tidak muncul dalam kasus pertanyaan penelitian.
Secara umum, hipotesis adalah penyusunan pernyataan atau seperangkat
pernyataan, sementara pertanyaan adalah penyusunan pertanyaan yang dapat
diinvestigasi. Dengan demikian, hasil dari fase Konseptualisasi adalah pertanyaan
penelitian atau hipotesis yang akan diteliti atau keduanya jika pertanyaan
penelitian pertama dirumuskan dan kemudian hipotesis yang dihasilkan
berdasarkan pertanyaan.
c.
Investigasi (investigation).
Fase investigasi (investigation) merupakan fase di mana rasa ingin tahu
yang berubah menjadi tindakan untuk menanggapi pertanyaan penelitian yang
muncul atau hipotesis. Sub-fase investigasi meliputi eksplorasi, eksperimentasi,
dan data interpretasi. Pada sub-fase eksplorasi, proses pembuatan data yang
sistematis dan terencana atas dasar pertanyaan penyelidikan yang muncul, subfase eksperimentasi proses merancang dan melakukan percobaan untuk menguji
hipotesis sedangkan sub-fase data interpretasi, difokuskan pada proses pembuatan
makna dari data yang dikumpulkan dan mensintesis pengetahuan baru.Hasil akhir
dari fase investigasi merupakan interpretasi data (formulasi dari hubungan antara
variabel) yang akan memungkinkan kembali ke pertanyaan penelitian atau
hipotesis dan mengambil kesimpulan mengenai apa yang dipertanyakan atau
hipotesis.
d.
Kesimpulan (conclusion)
Fase kesimpulan (conclusion) merupakan fase di mana kesimpulan dasar
dari pelajaran yang dilakukan. Pada fase ini peserta didik menjawab pertanyaan
penelitian atau hipotesis dan mempertimbangkan apakah ini menjawab atau
mendukung oleh hasil penelitian. Ini dapat melahirkan wawasan teoritis yang
baru. Hasil dari fase kesimpulan (conclusion) merupakan kesimpulan akhir
39
tentang temuan dari pembelajaran berbasis inquiry, menanggapi pertanyaan
penelitian atau hipotesis
e.
Diskusi (Discussion)
Fase diskusi (discussion) terdiri sub-fase komunikasi (communication) dan
refleksi (reflection). Komunikasi dapat dilihat sebagai proses eksternal di mana
peserta didik hadir dan berkomunikasi terhadap temuan dan kesimpulan mereka
kepada peserta didik lain, dan menerima umpan balik dan komentar dari orang
lain, dan kadang-kadang bisa mendengarkan orang lain dan mengartikulasikan
dengan pemahaman sendiri. Refleksi didefinisikan sebagai proses mencurahkan
apa pun yang ada dalam pikiran peserta didik, misalnya, pada keberhasilan proses
penyelidikan (inquiry) atau menyarankan bagaimana proses pembelajaran berbasis
inquiry dapat ditingkatkan kedepannya.
Hal ini dipandang sebagai proses internal (Apa yang saya lakukan?
Mengapa saya melakukannya? Apakah saya melakukannya dengan baik? Apa
pilihan lain pada situasi yang sama?). dalam proses ini, beberapa kegiatan, seperti
bermain peran, menulis buku harian atau narasi, dan membimbing pertanyaan.
Dengan demikian, refleksi sering lebih terfokus pada proses pembelajaran
berbasis inquiry dan komunikasi terfokus pada hasil yang didapatkan. Kedua subfase diskusi ini dapat dilihat sebagai terjadi pada dua tingkat kemungkinan: (1)
berkomunikasi atau refleksi pada seluruh proses di akhir pembelajaran berbasis
inquiry atau (2) komunikasi dan refleksi dalam seluruh proses disetiap masingmasing fase sebelumnya.
Kelima fase dari model Inquiry Based Learning (IBL) berlangsung secara
paralel satu sama lain yang saling berhubungan. Terutama pada fase komunikasi
yang bisa terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.
Karakteristik Model Inquiry Based Learning yaitu model inquiry ini
berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia
memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahunanya. Rasa ingin tahu
tentang keadaan alam disekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak lahir ke
dunia. Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala
40
sesuatu melalui indra pengecapan, pendengaran, penglihatan dan indraindra
lainnya.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama model pembelajaran inkuiri
ini, yaitu :
a)
Strategi
inkuiri
maksimal
menekankan
kepada
aktivitas peserta didik
secara
untuk menari dan menemukan, artinya strategi inkuiri
menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar.
b) Seluruh aktivitas yang dilakukan peserta didik diarahkan untuk mencari
dan menemukan jawaban sendiri dari
sesuatu
yang dipertanyakan.
Dengan demikian strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan
sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar
peserta didik.
c)
Tujuan
dari
mengembangkan
penggunaan
kemampuan
strategi
pembelajaran
berpikir
secara
inkuiri
sistematis,
adalah
logis,
dan
kritis.Tujuan utama pembelajaran melalui model Inquiry Based Learning
ini adalah menolong peserta didik untuk dapat mengembangkan disiplin
intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaanpertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka.
G. Aspek-aspek yang Diperlukan dalam Memilih Model Pembelajaran
Setiap model pembelajaran memiliki ciri-ciri. Dengan ciri-ciri ini
menggambarkan bahwa tidak semua model dapat atau cocok diterapkan untuk
pembelajaran pada semua mata pelajaran, bahkan mungkin cocok untuk mata
pelajaran tertentu, tetapi hanya pada materi-materi atau pokok bahasan, atau sub
pokok bahasan tertentu. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa tidak ada
model pembelajaran yang paling efektif untuk semua mata pelajaran atau untuk
semua materi.
Menurut Indrawati (2011) menyatakan bahwa ada beberapa pertimbangan
atau aspek-aspek yang diperlukan untuk memilih model pembelajaran, yaitu:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, ketersediaan fasilitas dan sarana,
41
kemampuan pendidik, kondisi peserta didik, dan alokasi waktu. Semua aspekaspek tersebut yaitu:
1. Tujuan pembelajaran
Setiap melaksanakan kegiatan apa saja, Anda tentu mulai dengan tujuan.
Begitu pula ketika Anda akan mengajar tentu memiliki tujuan. Tujuan yang
dimaksud dalam proses pembelajaran adalah bukan tujuan guru mengajar, tetapi
tujuan pembelajaran, yaitu tujuan yang ditargetkan pada tujuan belajar peserta
didik
setelah
mengikuti
kegiatan
pembelajaran
atau
mengikuti
proses
pembelajaran.
Ada beberapa pakar pembelajaran yang memilah tujuan pembelajaran,
antara lain adalah Gagne dan Bloom. Gagne mengklasifikasikan hasil belajar
peserta didik dalam bentuk performansi dalam enam kategori, yaitu: memberikan
respon khusus (specific responding), menghubungan (chaining), diskriminasi
ganda (multiple discrimination), mengklasifikasi (classifying), menggunakan
aturan (rule using), memecahkan masalah (problem solving).
Gagne menekankan bahwa kita tidak dapat mengontrol belajar pada peserta
didik tetapi kita hanya dapat meningkatkan kemungkinan jenis-jenis perilaku
tertentu yang akan terjadi pada peserta didik. Pendapat Gagne ini menunjukkan
bahwa model pembelajaran dapat membuat peserta didik merubah kemungkinan
dia akan belajar tentang hal-hal tertentu. Hal ini dapat ditunjukkan pada:
sintakmatik yang menyajikan tugas-tugas pada peserta didik, reaksi guru untuk
menarik atau mengajak peserta didik yang mengarah pada respon-respon tertentu,
dan sistem sosial yang dapat membangkitkan suatu kebutuhan untuk jenis-jenis
interaksi tertentu dengan orang lain, serta dampak total model adalah
kemungkinan munculnya berbagai jenis belajar dapat terjadi.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa hasil belajar menurut Bloom dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kemampuan, yaitu kemampuan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan. Menurut Bloom, kemampuan pengetahuan terdiri atas enam
kategori, yaitu: pengetahuan (knowledge) (c1), pemahaman (comprehension) (c2),
penerapan (application) (c3), analisis (analyses) (c4), sintesis (Synthesis) (c5), dan
evaluasi (evaluation) (c6). Keenam kategori tersebut tersusun secara hirarkis,
42
artinya kemampuan individu tidak mungkin berada pada kategori pemahaman
sebelum melewati kategori pengetahuan. Begitupula sebelum mencapai kategori
evaluasi, individu harus sudah melampaui kategori-kategori sebelumnya (c1
sampai dengan c5).
Kemampuan sikap dikemukakan oleh Bloom, Masia, dan Krathwohl tahun
1964 (Indrawati, 2007) terdiri atas lima kategori yaitu: menerima (receiving) (a1),
merespon (responding) (a2), menilai (valuing) (a3), mengorganisasi atau
mengkonseptualisasi nilai (organizing or conceptualizing values) (a4), dan
internalisasi atau karakterisasi nilai (internalizing or characterising values) (a5).
Kemampun keterampilan dikemukakan oleh tiga ahli, masing-masing
adalah Dave, Simson, dan Harrow. Menurut taksonomi Dave, kemampuan
keterampilan diklasifikasikan dalam lima kategori, yaitu: meniru (imitating) (p1),
memanipulasi (manipulating)(p2), presisi (precision) (p3), artikulasi (articulation)
(p4),
dan
naturalisasi
(naturalization)
(p5).
Simson
mengklasifikasikan
kemampuan keterampilan dalam tujuh kategori, yaitu: persepsi (perception) (p1),
menata atau merakit (set) (p2), respon terbimbing (guided response) (p3),
mekanisme (mechanism) (p4), respons terbuka kompleks (complex overt response)
(p5), adaptasi (adaptation) (p6), awal (origination) (p7). Berikutnya, Harrow
mengklasifikasi kemampuan keterampilan dalam enam kategori, yaitu: gerak
reflek (reflex movement) (p1), gerakan-gerakan pokok dasar (basic fundamental
movements) (p2), kemampuan persepsi(perceptual abilities) (p3), kemampuan
fisik (physical abilities) (p4), gerakan terampil (skilled movements) (p5), gerakan
ekspresif bermakna (non-discursive communication) (p6). Diantara tiga taksonomi
kemampuan keterampilan tersebut mana yang harus Anda gunakan? Jawabannya
adalah ketiga-tiganya boleh digunakan, tetapi Anda harus dapat menentukan
kemampuan mana yang sesuai bisa diberikan pada peserta didik.
Berdasarkan tiga ranah kemampuan beserta kategori-kategorinya di atas dan
dipadukan dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh setiap model pembelajaran, maka
Anda dapat menganalogikan cara menentukan/memilih model pembelajaran yang
Anda pikirkan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
43
2.
Sifat Materi
Berbicara mengenai sifat materi fisika, maka Anda harus ingat tentang
hakikat fisika. Fisika adalah bagian dari sains, yaitu ilmu yang mempelajari
tentang alam dan gejalanya, yang terdiri atas proses dan produk (Trowbridge &
Bybee, 1990; Indrawati & Sutarto, 2007; 2008 ;). Proses yang dimaksud adalah
proses ilmiah, yaitu proses yang langkah-langkahnya menggunakan prosedur atau
metode ilmiah. Produk fisika yang dimaksud adalah pengetahuan yang dapat
berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, teori, atau hukum. Fakta adalah
pernyataan tentang benda yang benar-benar ada atau peristiwa yang benar-benar
terjadi. Misalnya batu, kayu, bunga, daun, dan yang lain (Indrawati & Sutarto,
2007; 2008 ). Contoh peristiwa adalah banjir, hujan, longsor, dan lainnya. Konsep
adalah abstraksi tentang benda atau peristiwa alam. Konsep juga dapat dimaknai
sebagai suatu definisi atau penjelasan tentang suatu hal. Misalnya zat adalah
sesuatu yang menempati ruang dan bermassa. Prinsip adalah generalisasi tentang
hubungan antara beberapa konsep yang berkaitan. Misalnya benda kalau
dipanaskan volumenya bertambah besar (ada hubungan antara konsep volume dan
konsep suhu). Teori adalah generalisasi tentang berbagai prinsip yang dapat
menjelaskan dan meramalkan fenomena alam, seperti teori atom Bohr, teori
relativitas Einstein, dan lain-lain. Hukum adalah prinsip yang bersifat spesifik.
Kekhasan hukum dapat dilihat dari sifatnya yang lebih kekal karena telah berkalikali mengalami pengujian. Hukum bersifat khusus karena menunjukkan hubungan
antar variabel tertentu.
Contoh hukum II Newton menunjukkan hubungan antara gaya, massa
benda, dan percepatan benda, yaitu gaya yang diberikan pada benda berbanding
lurus
dengan
massa
dan
percepatan
benda.
Hukum
direpresentasikan secara matematis dalam bentuk persamaan:
F=ma
Dimana: F = gaya
m = massa
a = percepatan
44
tersebut
dapat
Produk-produk fisika di atas diperoleh oleh para fisikawan dengan melalui
proses ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa fisika sebagai produk tidak dapat lepas
dari fisika sebagai suatu proses. Oleh karena itu, dalam menentukan model
pembelajaran fisika hendaknya memperhatikan hakikat fisika sebagai proses dan
produk.
Beberapa model pembelajaran yang dipikirkan sesuai dengan hakikat fisika
antara lain adalah model pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran
inkuiri dan model pembelajaran berbasis proyek. Namun demikian, andaikan
dalam pembelajaran ada target lain yang diperlukan, seperti pembentukan
karakter dan peningkatan kemampuan sosial peserta didik, maka Anda bisa
menggabungkan beberapa model pembelajaran dengan menata unsur-unsur
(sintakmatik, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dan dampak
instruksional dan pengiring) dari model-model yang dipilih.
3.
Ketersediaan Fasilitas
Untuk mengimplementasikan suatu model pembelajaran perlu fasilitas atau
sarana dan prasarana untuk mendukung terselenggaranya aktivitas pembelajaran
yang ada dalam sintaks model. Hal ini sesuai dengan unsur sistem pendukung
yang diperlukan dalam setiap model. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Depdikbud, 1995) fasilitas diartikan sebagai sarana untuk melancarkan
pelaksanaan fungsi, sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat
untuk mencapai suatu tujuan atau maksud, dan prasarana adalah segala yang
merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Contoh sarana
pendidikan adalah perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan
sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran.
Contoh prasarana pendidikan dan pembelajaran adalah lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang
kantin, instalasi daya dan jasa, tempat olahraga, tempat beribadah, tempat
bermain, tempat berkreasi dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
45
menunjang proses pembelajaran. Oleh karena itu, Anda dapat memaknai fasilitas
pembelajaran sebagai sarana dan prasarana yang menunjang terselanggaranya
proses pendidikan dan pembelajaran.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengimplementasikan suatu
model pembelajaran diperlukan sistem pendukung. Sistem pendukung yang
dimaksud di sini adalah fasilitas atau sarana dan prasarana yang secara langsung
diperlukan untuk kegiatan pembelajaran yang tercermin dalam sintakmatik model
dan dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran seperti yang ada dalam
dampak instruksional model. Tanpa ada fasilitas pendukung, pelaksanaan model
tidak akan berjalan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, dalam menentukan
atau menggunakan suatu model pembelajaran Anda harus memperhatikan
ketersediannya fasilitas untuk pelaksanaan model tersebut.
4.
Kemampuan Pendidik
Walaupun model pembelajaran sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang akan ditargetkan, sudah sesuai dengan karakter materi, dan fasilitas
penunjang terpenuhi, namun apabila pendidik (guru, instruktur, atau dosen)
kurang terampil dalam mengimplementasikan model pembelajaran tersebut maka
pembelajaran juga dapat kurang berhasil baik. Di lain pihak, jika pendidik kurang
paham
terhadap
model-model
pembelajaran
bisa
dimungkinkan
terjadi
kekurangtepatan dalam memilih atau menentukan model. Akibat kekurangtepatan
memilih model dapat membuat aktivitas pembelajaran tidak berjalan dengan baik
dan tujuan pembelajaran tidak tercapai. Oleh karena itu, kemampuan dan
keterampilan pendidik dalam menentukan model pembelajaran dengan tepat
sangat penting agar pelaksanaan pembelajaran berjalan efektif dan efisien.
Beberapa faktor penyebab kurangnya kemampuan dan keterampilan
pembelajar dalam menentukan model pembelajaran yang tepat, adalah: (1)
pembelajar kurang paham terhadap ciri-ciri setiap model pembelajaran; (2)
pembelajar jarang praktek menggunakan model; (3) pembelajar jarang
mengadakan refleksi setelah selesai mengimplementasikan model; (4) pembelajar
kurang menyadari pentingnya memahami model-model pembelajaran berkaitan
46
dengan tugasnya sebagai pengajar; dan (5) pembelajar kurang memperoleh
informasi tentang inovai-inovasi pembelajaran (Indrawati & Sutarto).
Berdasarkan uraian di atas maka Anda sebagai guru atau calon guru fisika
agar dapat mengajar atau mengimplementasikan rencana pembelajaran dengan
baik dan profesional, maka kemampuan dan keterampilan Anda untuk
menentukan model pembelajaran yang tepat (appropriate) sangat penting. Untuk
itu Anda harus mempelajari macam-macam model pembelajaran beserta ciricirinya dan sering menggunakan atau mempraktekkan dalam pembelajaran.
Apabila Anda merasa kurang paham terhadap suatu model, maka jangan Anda
gunakan model tersebut. Sebaiknya pahami dahulu dengan sungguh-sungguh dan
penuhi unsur-unsur yang ada dalam model itu baru Anda tetapkan untuk
menggunakannya.
5. Kondisi Peserta didik
Tujuan utama dalam setiap kegiatan pembelajaran adalah membantu peserta
didik untuk belajar, bukan membantu pendidik dalam mengajar. Tidak ada satu
model pembelajaran pun yang paling baik. Model pembelajaran yang baik adalah
model pembelajaran yang cocok atau sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai atau tujuan peserta didik belajar dan sesuai dengan cara peserta didik
belajar. Setiap peserta didik atau kelompok peserta didik mempunyai cara atau
kebiasaan belajar yang belum tentu sama. Ada yang suka dengan menghafal, ada
yang harus dipandu atau dibimbing, ada yang menyukai gambar, dan lain-lain.
Perbedaan-perbedaan tersebut harus diakomodasi dengan cermat oleh pembelajar
agar dalam menentukan model pembelajaran sesuai. Misalnya model yang dipilih
dipikirkan sudah sesuai dengan tujuan, karakter materi, fasilitas, dan kemampuan
guru, tetapi model itu mensyaratkan peserta didik untuk dapat memecahkan
masalah, berpikir kreatif, dan berpikir kritis, sedangkan kondisi peserta didik
secara rata-rata tidak mampu melakukan kegiatan tersebut, maka seyogyanya
pembelajar tidak menggunakan model tersebut. Untuk itu, agar pembelajar dapat
memilih model pembelajaran yang tepat maka harus mempertimbangkan tingkat
perkembangan intelektual peserta didik dan cara belajar peserta didik khususnya
47
dalam belajar fisika. Berikut ini diberikan beberapa pertmbangan mengenai
kondisi peserta didik (peserta didik)
a. Tingkat Perkembangan Intelektual
Dalam memilih model pembelajaran, tingkat perkembangan intelektual
peserta didik juga harus diperhatikan. Piaget mengklasifikasikan tingkat
perkembangan intelektual individu berdasarkan usianya dalam empat kategori,
yaitu: sensori-motor (0 – 2 tahun), pra-operassional (2 – 7 tahun), operasional
konkret (2 – 11 tahun), dan operasi formal (11 tahun ke atas). Apabila ditinjau
usianya, peserta didik sekolah menengah (SMP, SMA, dan yang sederajat), taraf
perkembangan intelektualnya adalah pada tingkat opersional formal. Flavell
(Indrawati, 2007), mengemukakan bahwa individu yang berada pada tingkat
perkembangan operasional formal memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik
tersebut adalah: pertama, dapat berpikir adolesensi (hipotetis-deduktif). Dalam
berpikir ini, individu dapat merumuskan banyak alternatif hipotesis untuk
memecahkan masalah, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan atau membuat
keputusan yang logis. Namun demikian, individu pada taraf ini belum memiliki
kemampuaan untuk menerima atau menolak hipotesis yang telah dirumuskan.
Karakter yang kedua adalah ditandai dengan berpikir proposisional. Individu yang
berpikir formal tidak terbatas berpikir tentang benda-benda atau peristiwaperistiwa yang konkret, tetapi dia dapat memecahkan masalah gagasan-gagasan,
pernyataan-pernyataan atau proposisi-proposisi yang memberikan data konkret.
Bahkan dia juga dapat mengatasi proposisi yang berlawanan dengan fakta.
Ketiga, individu pada taraf perkembangan formal juga dicirikan dengan dapat
berpikir kombinatorial, yaitu berpikir tentang kombinasi antara benda-benda atau
antara gagasan-gagasan yang mungkin terjadi.
b. Cara individu belajar
Seperti disebutkan di atas bahwa dalam menentukan model pembelajaran
Anda juga harus memperhatikan cara individu belajar. Teori tentang cara individu
belajar disebut teori belajar. Berkaitan dengan belajar sains secara umum dan
belajar fisika khususnya disekolah, teori belajar yang dipikirkan sesuai adalah
48
teori belajar konstruktivis. Beberapa teori belajar sains yang melandasi teori
konstruktivis adalah teori belajar penemuan (discovery learning) oleh Bruner,
belajar verbal bermakna (meaningful verbal learning) oleh Ausubel, kondisikondisi belajar (conditions of learning) oleh Gagne, belajar genatif (generative
learning) oleh Wittrock, dan belajar perubahan konseptual (conceptual change
learning) oleh Posner dan kawan-kawan. Semua pandangan tersebut memaknai
belajar dan mengajar sebagai proses aktif; guru tidak dipandang sebagai pemancar
(transmitter) informasi seperti robot, dan atau peserta didik dipandang sebagai
penerima pasif yang menunggu untuk mencatat pengetahuan.
Beberapa kunci yang melandasi pandangan konstruktivis tersebut adalah:
Pertama, menurut Bruner, belajar lebih relevan, dapat diterapkan, dan dapat
diingat oleh peserta didik jika mereka memahami struktur (ide-ide dan hubunganhubungan) materi. Untuk itu peserta didik harus aktif. Dalam teori belajar Bruner,
belajar penemuan membantu peserta didik menjadi aktif dengan mengajaknya
untuk berpikir secara induktif, menggunakan contoh untuk membentuk prinsipprinsip umum. Kedua, seperti halnya Bruner, Ausubel menekankan struktur
materi dan pentingnya organisai hirarkikal. Ausubel merekomendasikan
penggunaan bertanya Socratic dan pemandu awal (advanced organizers), atau
materi-materi pendahuluan yang mendukung belajar dengan cara mengaktifkan
pengetahuan-pengatahuan relevan yang ada dan menghubungkan pengetahuan itu
dengan pengetahuan baru. Ketiga, seperti halnya Ausubel, Gagne meyakini bahwa
belajar bermakna (membuat hubungan antara pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang ada) dapat terjadi hanya jika pengetahuan relevan yang ada
telah diaktifkan, atau ada dalam pikirannya. Menurut Gagne, belajar harus
didukung oleh kejadian-kejadian pembelajaran seperti memotivasi peserta didik,
mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, mengarahkan perhatian peserta didik,
mengaktifkan
pengetahuan
yang
berkaitan,
memberikan
bimbingan,
mengembangkan pemindahan (generalisasi), memunculkan performansi, dan
memberikan umpan balik. Witrock mempertahankan bahwa belajar bermakna
melibatkan pembangkitan hubungan antara informasi baru dan informasi yang
diperoleh sebelumnya. Dia menekankan bahwa peserta didik menggunakan hal
49
tersebut untuk pembangkitan makna dan pemahaman dari pembelajaran. Menurut
pandangan dia, proses-proses ini meliputi perhatian, motivasi, pengetahuan dan
prakonsepsi dan pembangkitan. Dia mengatakan bahwa mengajar melibatkan
“menuntun peserta didik untuk menggunakan proses pembangkitan (generative)
dalam mengkonstruk makna-makna dan rencana-rencana tindakan”. Keempat,
Posner dan kawan-kawannya menyakini bahwa peserta didik harus berkeinginan
untuk merubah pikirannya melalui proses akomodasi, memindahkan konsepsi
lama dengan yang baru. Kondisi-kondisi perubahan konseptual tersebut meliputi:
(a) harus ada ketidakpuasan dengan konsepsi yang ada; (b) konsepsi baru harus
jelas; (c) konsepsi baru yang pada awalnya muncul harus masuk akal; dan (d)
konsepsi baru seharusnya disarankan pada kemungkinan berasal dari suatu
program penelitian yang berhasil.
Dari uraian diatas maka dalam menentukan model pembelajaran Anda harus
memperhatikan kondisi peserta didik, baik tingkat perkembangan intelektualnya
maupun cara belajarnya agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan efektif
dan efisien.
6.
Alokasi Waktu
Hal yang tidak kalah penting dalam menentukan suatu model pembelajaran
adalah waktu yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Anda
sebagai guru atau calon guru fisika harus memperhatikan dengan sungguhsungguh waktu yang diperlukan untuk melaksanakan suatu model. Dalam setiap
kegiatan pembelajaran, secara umum terdiri atas tiga kegiatan, yaitu kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam melaksanakan suatu
model pembelajaran, sintakmatik model biasanya dilakukan pada kegiatan inti,
walaupun ada beberapa model yang memulai sintakmatik pada tahap
pendahuluan. Bahkan ada beberapa yang bisa dimulai dari tahap pendahuluan
hingga tahap penutup. Cara ini biasanya dilakukan oleh beberapa guru yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif ketika fasenya dimulai dengan
pembagian kelompok dan diakhiri dengan tahap evaluasi.
50
Dalam pembelajaran fisika yang sesuai dengan hakikat fisika, adalah
memuat proses dan produk. Pada proses, biasanya memerlukan kegiatan
percobaan baik demonstrasi maupun eksperimen, walaupun dalam proses
(pengetahuan proses) bisa juga cukup menggunakan diskusi dan tanya jawab.
Apabila kegiatan ini dilakukan maka memerlukan waktu yang agak lama, paling
tidak dua jam pertemuan. Bahkan ada model pembelajaran yang memungkinkan
sintaksnya memerlukan beberapa pertemuan. Untuk itu, sebelum Anda
menetapkan model perhatikan benar-benar sintaks yang ada dalam model tersebut,
sehingga Anda dapat memperkirakan waktu yang diperlukan dengan baik.
51
BAB III
PEMBAHASAN
Tabel . Matriks Hubungan Kebutuhan Peserta Didik SMP, Model Keterpaduan dan Model Kurikulum 2013
Model Keterpaduan
Kebutuhan Peserta Didik
Kebutuhan Agama
Connected
Karakteristiknya :
Suatu
konsep
Model Kurikulum 2013
Contoh dalam Pembelajaran
Inquiry Based Learning (IBL)
IPA
1. Mengamati fenomena getaran pada
Sintak :
dipertautkan Orientasi (Orientation)
bandul ayunan, gelombang pada
tali/slinki serta bunyi dari berbagai
dengan konsep lain
sumber bunyi.
2. Mengaitkan pembelajaran dengan
ayat Al-quran surat Hud ayat 94
tentang bunyi. Dengan adanya
kaitan antara ayat alquran tersebut
akan
mampu
memenuhi
kebutuhan agama peserta didik.
Kebutuhan akan rasa bebas
Konseptualisasi (conceptualization)
Mengamati
mekanisme
mendengar pada manusia dan
sistem sonar pada hewan
1
Kebutuhan akan kasih sayang
Investigasi (investigation).
 Melakukan
percobaan
untuk
mengukur periode dan frekuensi
getaran bandul ayunan
 Melakukan
percobaan
untuk
mengukur besaran-besaran pada
gelombang
 Mengidentifikasi
sistem
bagian-bagian
pendengaran
mengetahui
untuk
mekanisme
mendengar pada manusia
 Melakukan percobaan frekuensi
bunyi
dan
resonansi
untuk
menjelaskan sistem sonar pada
hewan
Kebutuhan akan rasa bebas
Kesimpulan (conclusion)
Peserta
didik
membuat
kesimpulan dari apa yang telah
2
ditemukannya
selama
proses
pembelajaran
tentang
materi
ayunan
sederhana,
dan
gelombang bunyi
Kebutuhan akan penghargaan
Diskusi (Discussion)
Menyajikan hasil percobaan dan
identifikasi dalam bentuk laporan
Kebutuhan akan rasa sukses
tertulis
dan
dengan teman
3
mendiskusikannya
Penerapan Pemilihan Model Pembelajaran IPA Berdasarkan Kebutuhan
Peserta Didik SMP
A. Peta Konsep Materi IPA Terpadu Kelas VIII
Tema
: Getaran dan Gelombang Dalam Kehidupan
Sub Tema
:
1.
2.
3.
4.
Proses Bergetar
Proses Merambat
Proses Mendengar
Proses Melihat
Model Keterpaduan : Webbed
Menerapkan konsep getaran, gelombang, bunyi, dan
system pendengaran dalam kehidupan sehari-hari
termasuk system sonar pada hewan.
KD. 3.11
GETARAN DAN
GELOMBANG DALAM
KEHIDUPAN
KD. 3.12
Memahami sifat-sifat cahaya, pembentukan bayangan
pada bidang datar dan lengkung, serta penerapannya
untuk menjelaskan proses penglihatan manusia, mata
serangga, dan prinsip kerja alat optic.
1
B. Matriks Hubungan Aspek-aspek pemilihan Model Pembelajaran berdasarkan Kebutuhan Peserta Didik
Tabel 2. Matriks Hubungan Aspek-aspek pemilihan Model Pembelajaran berdasarkan Kebutuhan Peserta Didik
Syarat
Pembelajaran
IPA Terpadu



PAKEM
(pembelajar
an aktif,
kreatif,
efektif, dan
menyenang
kan).
Belajar
aktif adalah
learning by
doing, yang
merupakan
integrasi
aspek teori
dan praktik.
Komponen
PAKEM:
Mengalami
,
o Melaku
Karakteristik
Materi IPA
Karakteristik
Materi IPA
adalah sebagai
berikut :
 Pembelajaran
secara terpadu,
artinya tidak
terpisah antara
Fisika, Kimia,
dan Biologi
Indikator
Tujuan
Pembelajaran
Indikator Jenis
Kebutuhan
Peserta didik
Karakteristik
Peserta didik




Kegelisahan
Pertentangan
Mengkhayal
Aktivitas
kelompok
 Keinginan
mencoba
segala
sesuatu
 Pembelajaran
terpadu yang
dikemas dengan
tema dan topik
tentang suatu
wacana akan
dibahas dari
berbagai sudut
pandang atau
disiplin ilmu
yang mudah
dipahami dan
dikenal siswa
sehingga
 Kebutuhan akan
Agama
Model yang
Digunakan
Tema: Getaran dan Discovery
Gelombang dalam Learning
Kebutuhan akan
agama merupakan Kehidupan
kebutuhan yang
paling utama bagi
peserta didik.
Dengan
terpenuhinya
kebutuhan agama
dengan baik,
maka kebutuhankebutuhan
lainpun akan
dapat
diaplikasikan
dengan baik pula.

Kebutuhan
Jasmani
Kebutuhan
jasmani
merupakan
kebutuhan dasar
53
Contoh Dalam
Pembelajaran IPA
Model keterpaduan
:Webbed
Materi yang
dipadukan KD 3.11
dan KD 3.12:
3.11 Menerapkan konsep
getaran, gelombang,
bunyi, dan system
pendengaran dalam
kehidupan seharihari termasuk
system sonar pada
hewan.
4.11 Menyajikan hasil
percobaan tentang
Syarat
Pembelajaran
IPA Terpadu
kan
pengam
atan
o Melaku
kan
percoba
an
o Melaku
kan
penyelid
ikan
o Melaku
kan
wawanc
ara
–Anak belajar
banyak
melalui
berbuat
–Pengalaman
langsung
mengaktifka
Karakteristik
Materi IPA
Indikator
Tujuan
Pembelajaran
Indikator Jenis
Kebutuhan
Peserta didik
Karakteristik
Peserta didik
menciptakan
suatu
pembelajaran
yang bermakna
(Rahayu, 2012).
manusia termasuk
peserta didik yang
bersifat instink,
tidak dapat
dipengaruhi oleh
lingkungan dan
pendidikan.
Kebutuhankebutuhan
jasmani itu antara
lain kebutuhan
akan makan,
minum, pakaian,
istirahat yang
cukup dan
bergerak bebas.
 Pembelajaran
IPA sebaiknya
tidak hanya
penguasaan
kumpulan
pengetahuan
yang berupa
fakta-fakta,
konsep-konsep,
atau prinsipprinsip saja
tetapi juga
merupakan
suatu proses
penemuan dan
berbuat
sehingga dapat
membantu
peserta didik
untuk
memperoleh
pemahaman
yang lebih

Kebutuhan
akan rasa
aman
Kebutuhan akan
rasa aman
merupakan
kebutuhan yang
mendorong
individu untuk
memperoleh
ketentraman,
54
Contoh Dalam
Pembelajaran IPA
getaran, gelombang,
dan bunyi..
3.12 Memahami sifatsifat cahaya,
pembentukan
bayangan pada
bidang datar dan
lengkung, serta
penerapannya untuk
menjelaskan proses
penglihatan
manusia, mata
serangga, dan
prinsip kerja alat
optic.Menyajikan
hasil penyelidikan
pengaruh gaya
terhadap gerak
benda
4.12 Menyajikan hasil
percobaan tentang
pembentukan
bayangan pada
Model yang
Digunakan
Syarat
Pembelajaran
IPA Terpadu
n banyak
indera
Komunikas
i
Karakteristik
Materi IPA
Indikator
Tujuan
Pembelajaran
mendalam
tentang alam
sekitar.
kepastian dan
keteraturan dari
lingkungan,
jaminan
keamanan,
terlindung dari
bahaya dan
ancaman dan
sebagainya.
 Pembelajaran
IPA
menggunakan
pendekatan
ilmiah

o Mengem
ukakan
pendapat
Kebutuhan
akan kasih
sayang
Semua peserta
didik
membutuhkan
kasih sayang dari
orang tua,
guru,teman-teman
sekolah dan
orang-orang yang
ada
disekitarnya,sehin
gga akan memicu
motifasi siswa.
o Presenta
si
laporan
o Memaja
ngkan
hasil
kerja
Ungkap
gagasan
-
Indikator Jenis
Kebutuhan
Peserta didik
Karakteristik
Peserta didik

Konsolida
55
Kebutuhan
akan
Contoh Dalam
Pembelajaran IPA
cermin dan lensa
Model yang
Digunakan
Syarat
Pembelajaran
IPA Terpadu
Karakteristik
Materi IPA
Indikator
Tujuan
Pembelajaran
Indikator Jenis
Kebutuhan
Peserta didik
Karakteristik
Peserta didik
si pikiran
-
Gagasan
yang lebih
baik
berpeluan
g keluar
-
Dapat
memancin
g gagasan
orang lain
-
Bangunan
makna
siswa
diketahui
guru
penghargaan
Semua peserta
didik ingin diakui
dan diperlakukan
sebagai orang
yang
berharga,ingin
dikenal dan diakui
keberadaanya
ditengah-tengah
orang lain.Mereka
yang dihargai
akan bangga dan
gembra ,sehingga
menumbuhkan
pandangan yan
positif.Tetapi
sebalknya,jika
mereka
diremehkan dan
tidak dihargai
,maka sikapnya
terhadap dirinya
dan
lingkungannya
menjadi negatif.
Interaksi
o Diskusi
o Tanya
jawab

56
Kebutuhan
Contoh Dalam
Pembelajaran IPA
Model yang
Digunakan
Syarat
Pembelajaran
IPA Terpadu
Karakteristik
Materi IPA
Indikator
Tujuan
Pembelajaran
Indikator Jenis
Kebutuhan
Peserta didik
Karakteristik
Peserta didik
o Lempar
lagi
akan rasa
bebas
Guru harus
memberi kebebas
an kepada peserta
didik dalam batas
–batas kewajaran
dan tidak
berbahaya.Peserta
didik harus diberi
kesempatan dan
bantuan yang
memamadai untuk
mendapatkan
kebabasan .Karena
peserta didik yang
merasa tidak
bebas apa yang
diinginkannya,aka
n mengalami
frustasi,tertekan
dan lain-lainnya.
o pertanya
an
-
Kesalahan
makna
berpeluan
g
terkoreksi
-
Makna
yang
terbangun
semakin
mantap
-
Kualitas
hasil
belajar
meningkat

Kebutuhan
akan rasa
sukses
Rasa sukses
57
Contoh Dalam
Pembelajaran IPA
Model yang
Digunakan
Syarat
Pembelajaran
IPA Terpadu
Karakteristik
Materi IPA
Indikator
Tujuan
Pembelajaran
Karakteristik
Peserta didik
Indikator Jenis
Kebutuhan
Peserta didik
merupakan salah
satu kebutuhan
pokok peserta
didik terutama
dalam bidang
akademis.Untuk
itu,guru harus
mendorong pada
peserta didiknya
untuk mencapai
keberhasilan dan
prestasi yang
tinggi,serta
membri
penghargaan atas
prestasi yang
mereka capai
Refleksi
o Memikir
kan
kembali
apa yang
diperbua
t/dipikir
kan
- Peluan
g
lahir
kan
gagas
an
baru
- Untuk
perba
ikan
gagas
an/
makn
58
Contoh Dalam
Pembelajaran IPA
Model yang
Digunakan
Syarat
Pembelajaran
IPA Terpadu
Karakteristik
Materi IPA
Indikator
Tujuan
Pembelajaran
Karakteristik
Peserta didik
a
- Untuk
tidak
meng
ulang
i
kesal
ahan
- Untuk
tidak
meng
ulang
i
kesal
ahan
59
Indikator Jenis
Kebutuhan
Peserta didik
Contoh Dalam
Pembelajaran IPA
Model yang
Digunakan
Syarat
Pembelajaran
IPA Terpadu
5
Karakteristik
Materi IPA
Indikator
3.11.1
Mengidentifik
asi getaran
dalam
kehidupan
sehari-hari
Tujuan
Pembelajaran
Karakteristik
Peserta didik
Setelah
mengikuti
proses
pembelajaran,
peserta
didik
diharapkan
dapat:
3.11.1
Mengidentifikas
i getaran dalam
kehidupan
sehari-hari
Indikator Jenis
Kebutuhan
Peserta didik
Contoh Dalam
Pembelajaran IPA
Menunjukkan
fenomena:
Guru meminta peserta
didik untuk mengamati
seorang siswa yang
sedang berbicara dan
video anak yang
sedang main ayunan,
Guru menghubungkan
kaitan peragaan
tersebut dengan ayat
Al-Qur’an Surat AlKahfi ayat 54.
Dengan
memperagakan
seorang siswa
berbicara dan
menampilkan video
anak bermain
ayunan, dan
mendengar
penjelasan guru :
1. Peserta didik dapat
mengaitkan antara
materi getaran
dengan Al-qur’an
60
Menunjukkan
fenomena : Guru
menampillkan
gambar/video tentang
peristiwa yang
berkaitana d engan
konsep getaran yaitu
video anak yang
Model yang
Digunakan
Syarat
Pembelajaran
IPA Terpadu
Karakteristik
Materi IPA
Indikator
Tujuan
Pembelajaran
Karakteristik
Peserta didik
1.
Indikator Jenis
Kebutuhan
Peserta didik
Contoh Dalam
Pembelajaran IPA
Proses Bergetar
Materi Pendukung
:
1. Konsep Getaran
2. Getaran pada
Pegas dan Bandul
3. Penerapan getaran
pada benda dan
makhluk hidup
Proses Merambat
Materi Pendukung
:
1. Konsep
Gelombang
2. Jenis-jenis
gelombang
mekanik
3. Penerapan
gelombang pada
benda dan
makhluk hidup
Proses Mendengar
Materi Pendukung
:
61
Model yang
Digunakan
Syarat
Pembelajaran
IPA Terpadu
Karakteristik
Materi IPA
Indikator
Tujuan
Pembelajaran
Karakteristik
Peserta didik
Indikator Jenis
Kebutuhan
Peserta didik
Contoh Dalam
Pembelajaran IPA
1. Konsep Bunyi
2. Sistem
Pendengaran
Manusia
3. Penerapapan
gelombang bunyi
pada benda dan
makhluk hidup
Proses Melihat
Materi Pendukung
:
1. Pengertian
cahaya
2. Sifat-sifat cahaya
3. Pembentukan
bayangan pada
cermin
4. Pembentukan
bayangan pada
lensa
5. Pembentukan
bayangan pada
mata manusia
6. Pembentukan
bayangan pada
62
Model yang
Digunakan
Syarat
Pembelajaran
IPA Terpadu
Karakteristik
Materi IPA
Indikator
Tujuan
Pembelajaran
Karakteristik
Peserta didik
Indikator Jenis
Kebutuhan
Peserta didik
Contoh Dalam
Pembelajaran IPA
mata serangga
7. Prinsip kerja alat
optik
Proses Bergetar
Materi Pendukung
:
1. Konsep Getaran
2. Getaran pada
Pegas dan Bandul
3. Penerapan getaran
pada benda dan
makhluk hidup
63
Model yang
Digunakan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini yaitu:
1.
Beberapa kebutuhan peserta didik yang harus diperhatikan guru, diantaranya
yaitu kebutuhan jasmaniah, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih
saying, kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan akan rasa bebas, dan
kebutuhan akan rasa sukses.
2.
Model keterpaduan pembelajaran yang digunakan sesuai karakteristik materi
IPA SMP adalah model connected, webbebb, dan integrated.
3.
Model pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013 yaitu Model
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Model pembelajaran berbasis
proyek, Inquiry Based Learning (IBL), dan Discovery Learning.
4.
Aspek-aspek yang diperlukan dalam memilih model pembelajaran IPA SMP
yaitu tujuan pembelajaran, sifat materi, ketersediaan fasilitas, kemampuan
pendidik, kondisi peserta didik, dan alokasi waktu.
B. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan.Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat saya
harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya.Semoga makalah ini
dapat memberikan sedikit manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah
pada khususnya.
64
DAFTAR PUSTAKA
Abidin. Zainal. 2007. Analisis Eksistensial. Jakarta: Raja Grafindo.
Ahmadi. Khoiru dkk. 2011. Pembelajaran SekolahTerpadu. Jakarta: PT Prestasi.
Pustakarya
Anonim. 2009. Draft Panduan Pengembangan Model Pembelajaran IPA
Terpadu. Depdiknas: Jakarta
Daryanto. 2014. Pembelajaran Tematik, Terpadu, Terintegrasi (Kurikulum 2013).
Jogjakarta: Gava Media.
Depdiknas. 2006. Panduan Pengembangan IPA Terpadu. Jakarta: Puskar
Balitbang.
Depdiknas .2003. Undang-undang RI No.20 tahun 2003.tentang sistem
pendidikan nasional
Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun. 2005, tentang Standar
Nasional Pendidikan
Duch. J.B. (1995). Problem Based Learning in Physics: The Power of Student.
Teaching Student. [Online]
Echols, John M. dan Hassan Shadily. 2005. Kamus Inggris Indonesia : An English
– Indonesian Dictionary. Jakarta: PT Gramedia
Fogarty, Robin. 1991. How to Integrated the Curricula. Palatine, Ilinois: IRI/
Skylight Publishing, Inc.
Gulo, W. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Hall, G. S. (1904). Adolescence: Its Psychology and Its Relation to Physiology,
Anthropology, Sociology, Sex, Crime, Religion, and Education. New York:
D. Appleton
Indrawati. 2011. Perencanaan Pembelajaran Fisika: Model-model Pembelajaran
(Implementasinya dalam Pembelajaran Fisika. Jember: Universitas
Jember.
Kemdikbud. 2014. Permendikbud No. 59 tahun 2014 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum SMA/MA. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
RI. Jakarta
Rahayu, P.,dkk. 2012. Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadudengan
Menggunakan Model Pembelajaran Problem BasedLearning Melalui
Lesson Study.
65
Rusman. 2011. Model-ModelPembelajaran MengembangkanProfesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Rusman. 2015. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sumantri, Permana M.1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.
Syah. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosda Karya
Swanpo dan Marry W. Sic,. 1986. Pendidikan pada Tingkat SMP/MTs. Jakarta :
Depdiknas.
Trianto. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, progresif, dan
Kontekstual. Jakarta: Kencana.
Wuest & Combardo. (1974). www.scribd.com/.../Identitas-Dan-KarakteristikPeserta didik-Smp. Diakses pada hari Kamis, 3 April 2019
www.who.int/ adolescence/articles diakses 3 April 2019
66
Download