Hari/Tanggal: Senin, 15 April 2019 Kelompok :5 Tugas : 11 MAKALAH KELOMPOK PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA Aspek-Aspek yang Diperlukan dalam Memilih Model Pembelajaran FISIKA Berdasarkan Kebutuhan Peserta Didik (SMP) DISUSUN OLEH KELOMPOK 5: BAHAGIA MAHARANI 18175003 MONA TRISNA CAHYATI 18175020 NOVELIA PRIMA 18175023 PRISMA DONA 18175025 DOSEN PEMBIMBING: Prof. Dr. Hj. FESTIYED, M.S Dr. Hj. FATNI MUFIT, M.Si PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG 1440 H / 2019 M i KATA PENGANTAR Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyusun tugas ini dengan judul “AspekAspek yang Diperlukan dalam Memilih Model Pembelajaran FISIKA Berdasarkan Kebutuhan Peserta Didik (SMP)”. Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat masalah, namun hal tersebut dapat diatasi dengan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Pengembangan Model Pembelajaran Fisika, pengarang buku serta penulis jurnal yang sangat membantu sebagai pencarian bahan dalam pembuatan tugas ini, dan teman-teman yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam pembuatan makalah ini. Tugas ini telah diusahakan untuk dapat diselesaikan dengan sebaik mungkin, namun saya sebagai penulis menyadari bahwa tidak ada karya yang sempurna. Untuk itu semua kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan, sebagai bahan penyempurnaan dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua serta mendapat Ridho disisi Allah dan dapat menjadi salah satu referensi dalam ilmu pengetahuan. Padang, April 2019 Penulis i DAFTAR ISI Kata Pengantar .............................................................................................................. i Daftar Isi....................................................................................................................... ii Daftar Gambar ............................................................................................................. iii Daftar Tabel ................................................................................................................ iv Bab I Pendahuluan ....................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2 C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 3 D. Manfaat Penulisan ....................................................................................... 3 Bab II Kajian Teori ...................................................................................................... 4 A. Landasan Pengembangan Media Pembelajaran Fisika ............................... 4 1. Landasan Agama ..................................................................................... 4 2. Landasan Yuridis ..................................................................................... 6 B. Kebutuhan Peserta Didik ............................................................................. 8 C. Hakikat Pembelajaran IPA ........................................................................ 11 1. Pengertian IPA....................................................................................... 11 2. Hakekat IPA .......................................................................................... 12 3. Tujuan Pembelajaran IPA...................................................................... 13 D. Karakteristik Pembelajaran IPA ................................................................ 15 E. Model Keterpaduan dalam Pembelajaran IPA ........................................... 19 1. Pembelajaran IPA Terpadu Model Terhubung ...................................... 21 2. Pembelajaran Terpadu Model Terjaring ................................................ 23 3. Pembelajaran Terpadu Model Terintegrasi ........................................... 24 F. Langkah Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu ................................ 26 G. Model Pembelajaran Berdasarkan Kurikulum 2013 ................................. 28 1. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) .......................... 29 2. Model Pembelajaran Discovery Learning ............................................. 31 3. Model pembelajaran Project Based Learning (PJBL).................................. 35 4. Model PembelajaranInquiry Based Learning (IBL) .............................. 37 ii H. Aspek-aspek yang diperlukan dalam memilih model pembelajaran ......... 41 Bab III Pembahasan ................................................................................................... 52 Bab IV Penutup .......................................................................................................... 64 A. Kesimpulan ............................................................................................... 64 B. Saran .......................................................................................................... 64 Daftar Pustaka ............................................................................................................ 65 iii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman Gambar 1. Contoh Model Connected......................................................................... 22 Gambar 2. Contoh Model Webbed. ............................................................................ 24 Gambar 3. Contoh Model Integrated ......................................................................... 25 Gambar 3. Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Terpadu ............................ 26 iv DAFTAR TABEL Tabel Halaman Tabel 1. Model dalam Merencanakan Pembelajaran Terpadu……………......20 Tabel 2. Matriks Hubungan Aspek-aspek pemilihan Model Pembelajaran berdasarkan Kebutuhan Peserta Didik Terpadu……………………..53 v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan mengembangkan berbagai aspek kemampuan, salah satunya adalah kecerdasan. Arends dan para pakar pendidikan yang lain (Wasis dkk, 2002), tidak ada model pembelajaran yang lebih baik dari model pembelajaran yang lain. Setiap model dapat digunakan sesuai dengan spesifikasi tujuan, rasional yang mendasari, sintaks pembelajaran, dan sistem pengelolaan dan pengaturan lingkungan yang diberikan pada manualnya. Oleh karena itu, guru hendaknya menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran. Dalam memilih model pembelajaran dimulai dari menganalisis karakteristik tujuan yang akan dicapai, materi, peserta didik, lingkungan belajar (alat-alat, sarana & prasarana, sumber belajar), serta kemampuan guru dalam sistem pengelolaan dan pengaturan lingkungan. Selanjutnya guru memilih model yang dapat mengakomodasi karakteristik-karakteristik tersebut. Dalam Pedoman Pengembangan Kurikulum 2013 disebutkan bahwa pembelajaran IPA di tingkat SMP dilaksanakan dengan berbasis keterpaduan. Guru IPA juga harus mempunyai kemampuan interdisipliner IPA yang ditunjukkan dalam keilmuan (pengetahuan) IPA dan juga hubungannya dengan lingkungan, teknologi dan bidang lainnya. Hal ini yang mendasari perlunya guru IPA memiliki kompetensi dalam membelajarkan IPA secara terpadu (terintegrasi), meliputi integrasi dalam bidang IPA, integrasi dengan bidang lain dan integrasi dengan pencapaian sikap, proses ilmiah dan keterampilan. 1 Suatu pembelajaran terjadi apabila terdapat interaksi antara guru dan peserta didik. Dalam berinteraksi guru perlu memahami karakter peserta didik untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dan efektif dalam pembelajaran. Peserta didik SMP merupakan individu yang tergolong pada periode remaja. Remaja merupakan masa transisi dari periode anak-anak menuju dewasa, dimana individu mengalami perkembangan biologis, psikologis, moral dan agama. Menurut Stanley Hall, masa remaja adalah masa “stress and strain” (masa kegoncangan dan kebimbangan). Oleh karena itu, seorang guru perlu memahami karakter peserta didik dengan baik untuk membantu perkembangan peserta didik kearah yang positif. IPA merupakan suatu ilmu yang obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum. Dalam pembelajaran IPA di SMP, Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang akan dicapai peserta didik dituangkan dalam empat aspek yaitu, makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan sifatnya, energi dan perubahannya, serta bumi dan alam semesta. Indikator pencapaian kompetensi dikembangkan oleh sekolah, disesuaikan dengan lingkungan setempat, dan media serta lingkungan belajar yang ada di sekolah. Peserta didik SMP mempelajari IPA melalui pendekatan ilmiah mengikuti cara ilmuan menemukan suatu ilmu, untuk menunjang pendekatan ilmiah tersebut, maka pembelajaran hendaknya dilaksanakan dalam model pembelajaran yang dianjurkan kurikulum 2013. Sehingga pemahaman terhadap perkembangan peserta didik sangat diperlukan untuk merancang pembelajaran yang kondusif yang akan dilaksanakan, termasuk didalamnya materi dan model pembelajaran. Rancangan yang kondusif akan mampu meningkatkan motivasi belajar peserta didik sehingga mampu meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang diinginkan. Semua ini ditujukan agar guru dapat lebih aktif, kreatif, dan melakukan inovasi dalam pembelajaran tanpa meninggalkan isi kurikulum. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, rumusan masalah dalam makalah ini yaitu: 2 1. Apa saja kebutuhan peserta didik SMP? 2. Apa saja model pembelajaran IPA Terpadu SMP? 3. Apa saja model pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013? 4. Apa saja aspek-aspek yang diperlukan dalam memilih model pembelajaran IPA SMP berdasarkan kebutuhan peserta didik? C. Tujuan Penulisan Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah: untuk mengetahui: 1. Mengetahui kebutuhan peserta didik SMP. 2. Mengetahui model-model pembelajaran IPA Terpadu SMP. 3. Mengetahui model pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013. 4. Mengetahui aspek-aspek yang diperlukan dalam memilih model pembelajaran IPA SMP berdasarkan kebutuhan peserta didik. D. Manfaat Penulisan Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak terutama : 1. Dapat dijadikan pengalaman dan bekal ilmu pengetahuan bagi pembaca khususnya untuk tenaga pendidik kedepannya. 2. Membantu pendidik memahami tentang Aspek-Aspek yang Diperlukan dalam Memilih Model Pembelajaran FISIKA Berdasarkan Kebutuhan Peserta Didik (SMP). 3. Memenuhi persyaratan untuk mengikuti mata kuliah pengembangan model pembelajaran fisika program studi pendidikan Fisika Fakultas Pascasarjana Universitas Negeri Padang. 3 BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Model Pembelajaran 1. Landasan Agama Pembelajaran menunjukkan kepada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang. Agar tujuan dari pada pembelajaran tersebut dapat tercapai dengan baik, seorang pendidik atau guru menciptakan interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebelum pembelajaran guru menyiapkan sebuah pola atau acuan kerangka yang utuh dalam pembelajaran yaitu model pembelajaran. Sebelum memilih model maka memilih metode yang tepat merupakan hal yang pertama-tama yang harus dilakukan oleh seorang pendidik sebelum memulai proses belajar-mengajar. Di dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa segala sesuatu yang diperbuat di hari esok, haruslah direncanakan terlebih dahulu. Hal ini terbukti dalam Al-Qur`an surat Al-Hasyr ayat 18 yaitu: ُ ٱَّللَ َو ۡلت َن َۚ َّ ْس َّما قَدَّ َم ۡت ِلغ َٖۖد َوٱتَّقُوا َّ ٱَّللَ ِإ َّن َّ َْٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ٱتَّقُوا ١٨ َير ِب َما ت َعۡ َملُون ُ ُۢ ٱَّللَ َخ ِب ٞ ظ ۡر ن َۡف Artinya: 18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan Dengan demikian perencanaan berkaitan dengan penentuan apa yang akan dilakukan. Perencanaan pendahuluan pelaksanaan, mengingat perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan ke mana harus pergi dan mengindetifikasikan persyaratan yang diperlukan dengan cara yang paling efektif dan efisien. Dalam Al-Qur`an surat Al-Ankabut ayat 20: ُ ض فَٱن َّ ئ ٱلنَّ ۡشأَة َ ۡٱۡل َٰٓ ِخ َر َۚة َ ِإ َّن َّ ف َبدَأ َ ۡٱلخ َۡل َۚقَ ث ُ َّم ٢٠ ِير ُ ٱَّللُ يُن ِش ٞ ٱَّللَ َعلَى ُك ِل ش َۡيء قَد ُ قُ ۡل ِس ِ يرواْ فِي ۡٱۡل َ ۡر َ ظ ُرواْ ك َۡي 4 Artinya: 20. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu Perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk mengamati dan memikirkan alam semesta dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya, mengisyaratkan dengan jelas perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk belajar, baik melalui pengamatan terhadap berbagai hal, pengalaman praktis dalam kehidupan sehari-hari, ataupun lewat interaksi dengan alam semesta, berbagai makhluk dan peristiwa yang terjadi di dalamnya. Dalam QS. Al-A’raf Ayat 176-177: ُب إِن ت َۡح ِم ۡل َعلَ ۡي ِه يَ ۡل َه ۡث أ َ ۡو ت َ ۡت ُر ۡكه ِ َولَ ۡو ِش ۡئنَالَ َرفَعۡ نَهُ ِب َها َولَ ِكنَّ َٰٓۥهُ أ َ ۡخلَدَ إِلَى ۡٱۡل َ ۡر ِ ض َوٱتَّبَ َع ه ََوى َۚهُ فَ َمثَلُ ۥهُ َك َمثَ ِل ۡٱلك َۡل َسا َٰٓ َء َمثَ اًل ۡٱلقَ ۡو ُم ٱلَّذِين ُ يَ ۡل َه َۚث ذَّلِكَ َمث َ ُل ۡٱلقَ ۡو ِم ٱلَّذِينَ َكذَّبُواْ بِايَ ِتن ََۚا فَ ۡٱق َ ١٧٦ َص َ لَعَلَّ ُه ۡم يَتَ َف َّك ُرون َ َص ِ ۡٱلق ١٧٧ َه ُه ۡم كَانُواْ يَ ۡظ ِل ُمون َ َُكذَّبُواْ ِبا َيتِنَا َوأَنف Artinya: 176. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir 177. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim Dalam surat Al-A’raf ayat 176-177, seorang pendidik mengajarkan kepada muridnya dengan cara menceritakan kisah tentang seseorang yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah di milikinya. Seperti Qorun yang tamak akan harta yang dimilikinya, sehingga dengan ketamakannya itu, Allah menenggElamkannya bersama hartanya tersebut. Jadi, surat Al-A’raf ayat 176177 memberikan perempumaan tentang siapapun yang sedemikian dalam 5 pengetahuannya sampai-sampai pengetahuan itu melekat pada dirinya, seperti melekatnya kulit pada daging. Namun ia menguliti dirinya sendiri dengan melepaskan tuntutan pengetahuannya. Ia diibaratkan seekor anjing yang terengahengah sambil menjulurkan lidahnya sepanjang hidupnya. Hal ini sama seperti seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan tetapi ia terjerumus karena mengikuti hawa nafsunya. Ia tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya dengan ilmu yang ia miliki. Dalam QS. Al-Mu’mi nun ayat 12-14: ث ُ َّم َخلَ ۡقنَا ٱلنُّ ۡطفَةَ َعلَقَ ٗة١٣ ث ُ َّم َجعَ ۡلنَهُ نُ ۡطفَ ٗة فِي قَ َرار َّم ِكين١٢ سلَلَة ِمن ِطين ُ هنَ ِمن َ ٱۡلن ِ ۡ َولَقَ ۡد َخلَ ۡقنَا َ ه ۡونَا ۡٱل ِع َ ضغَةَ ِع ۡ ضغ َٗة فَ َخلَ ۡقنَا ۡٱل ُم ۡ فَ َخلَ ۡقنَا ۡٱل َعلَقَةَ ُم َّ َارك ٱَّللُ أ َ ۡح َه ُن َ ظ َم لَ ۡح ٗما ث ُ َّم أَن َ ظ ٗما فَ َك َ َش ۡأنَهُ خ َۡلقاا َءاخ َۚ ََر فَتَب ١٤ َۡٱل َخ ِلقِين Artinya: 12. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah 13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) 14. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik Berdasarkan ayat diatas menjelaskan bahwa segala sesuatu itu tercipta melalui proses bukan semata-mata langsung tercipta, begitupun juga di dalam model pembelajaran terdapat tahap-tahap atau urutan-urutan kegiatan belajar yang diistilahkan dengan fase yang menggambarkan bagaimana model tersebut dalam praktiknya, misalnya bagaimana memulai pembelajaran supaya tujuan pembelajaran tercapai hendaknya. 2. Landasan Yuridis Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berperan mengembangkan 6 kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, disebutkan dalam undang-undang tersebut bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yang merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan dasar menengah untuk mencapai kompetensi lulusan. Dengan diberlakukanya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Pendidikan. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah meliputi aspek sikap,pengetahuan, dan keterampilan. Prinsip penilaian hasil belajar: 7 1) Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur; 2) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai; 3) Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. 4) Terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran; 5) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan; 6) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau dan menilai perkembangan kemampuan peserta didik; 7) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku; 8) Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan; dan 9) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi mekanisme, prosedur, teknik, maupun hasilnya. B. Kebutuhan Peserta Didik Menurut A. Frooz (1996) kebutuhan (need )adalah : A Natural requremen which should be satisfied in order to secure a better organic compatibility. Sedang menurut Chaplin (2000) kebutuhan adalah : Segala sesuatu kekurangan atau ketidak sempurnaan yang dirasakan seseorang sehingga merusak kesejahteraanya. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa kebutuhan merupakan suatu keperluan asasi yang harus di penuhi untuk mencapai keseimbangan organisme. 8 Beberapa kebutuhan peserta didik yang harus diperhatikan guru, diantaranya: 1. Kebutuhan jasmaniah Sesuai dengan teori hiearki kebutuhan dari Maslow, kebutuhan jasmaniah merupakan kebutuhan dasar manusia yang bersifat instinktif dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikan. Kebutuhan tersebut antara lain: makan minum, pakaian, oksigen, istirahat, kesehatan jasmani. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi akan menganggu proses pembelajaran di sekolah. 2. Kebutuhan akan rasa aman Sejumlah penelitian membuktikan bahwa rasa aman merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi peserta didik dan sangat mempengaruhi tingkah laku mereka. Rutter at al., 1979 misalnya, mencatat bahwa capaian tingkah laku dan akademis cenderung baik ketika kondisi sekolah bersih dan memiliki dekorasi bagus. Sejumlah praktisi dunia pendidikan kontemporer (seperti Hanushek, 1995: Bobbi De Porter, 2001: Hoy dan Miskel, 2001: Sackney, 2004) juga mengakui bahwa lingkungan sekolah yang sehat dan menyenangkan, dapat membangkitkan motifasi belajar peserta didik, dan dapat menghilangkan perasaan tidak nyaman dan stres dalam diri peserta didik, sehingga akan mempengarui prestasi peserta didik. 3. Kebutuhan akan kasih sayang Semua peserta didik membutuhkan kasih sayang dari orang tua, guru,teman- teman sekolah dan orang-orang yang ada disekitarnya,sehingga akan memicu motifasi peserta didik. 4. Kebutuhan akan penghargaan Semua peserta didik ingin diakui dan diperlakukan sebagai orang yang berharga,ingin dikenal dan diakui keberadaanya ditengah-tengah orang lain.Mereka yang dihargai akan bangga dan gembra ,sehingga menumbuhkan pandangan yan positif.Tetapi sebalknya,jika mereka diremehkan dan tidak dihargai ,maka sikapnya terhadap dirinya dan lingkungannya menjadi negatif. 9 5. Kebutuhan akan rasa bebas Guru harus memberi kebebasan kepada peserta didik dalam batas –batas kewajaran dan tidak berbahaya.Peserta didik harus diberi kesempatan dan bantuan yang memamadai untuk mendapatkan kebabasan. Karena peserta didik yang merasa tidak bebas apa yang diinginkannya,akan mengalami frustasi,tertekan dan lain-lainnya. 6. Kebutuhan akan rasa sukses Rasa sukses merupakan salah satu kebutuhan pokok peserta didik terutama dalam bidang akademis.Untuk itu,guru harus mendorong pada peserta didiknya untuk mencapai keberhasilan dan prestasi yang tinggi,serta membri penghargaan atas prestasi yang mereka capai. Selain tersebut diatas Rama Yulis (2008:77) mengklasifikasikan kebutuhan peserta didik menjadi lima, yaitu: a. Kebutuhan Sosial Kebutuhan sosial adalah: sebuah kebutuhan akan interaksi dengan masyarakat tempat peserta didik berada agar bisa diterima dimasyarakat. b. Kebutuhan untuk mendapatkan status Kebutuhan untuk mendapatkan status adalah : sebuah kebutuhan dimana peserta didik bisa berguna bagi masyarakat.kebutuhan untuk mengetahui tentang kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai ideal. c. Kebutuhan untuk mandiri Kebutuhan untuk mandiri adalah: kebutuhan mengarahkan diri dan lepas dari orang tua. d. Kebutuhan untuk curhat Kebutuhan untuk curhat adalah:sebuah kebutuhan dimana seseorang (peserta didik) dapat dipahami ide-ide permasalahan yang di hadapi. e. Kebutuhan memiliki filsafat Kebutuhan memiliki filsafat adalah: sebuah kebutuhan untuk mengetahui tentang kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai ideal. 10 C. Hakikat Pembelajaran IPA 1. Pengertian IPA Manusia mengenal dunia nyata dengan panca indera seperti melihat, mendengar, membau, mengecap dan meraba. Hal-hal yang menjadi perhatian terpancar pada macam-macam objek yang ada disekitarnya. Objek-objek yang ada tidak hanya dilihat sebagai fenomena-fenomena yang berdiri sendiri melainkan selalu dalam hubungan satu sama lain dalam konteks tertentu. Kodrat manusia yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan mendorong manusia tersebut untuk memperoleh pengetahuan dari apa yang ingin diketahui. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan pokok bahasannya adalah alam dan segala isinya. Trianto (2014:151) menyatakan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam didefenisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA, yaitu (a) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (b) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, dan (c) dikembangkannya sikap ilmiah”. Setiap kemampuan dalam IPA diperoleh dari kegiatan atau proses ilmiah. Di dalam kegiatan dan proses ilmiah didasarkan pada metode ilmiah. Ciri-ciri metode ilmiah adalah objektif, metodik, sistematis, universal, dan tentatif. Melalui pembelajaran IPA diharapkan peserta didik dapat membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama dalam kelompok, belajar berintegrasi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah. Selanjutnya dalam pembelajaran IPA sebaiknya tidak hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses 11 pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Secara umum IPA di SMP/MTs, meliputi bidang kajian energi dan perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, dan materi dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu peserta didik untuk memahami fenomena alam. 2. Hakekat IPA Merujuk pada pengertian IPA, maka hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu: a. Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended; b. Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan; c. Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; d. Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan seharihari. Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru. Pembelajaran IPA yang utuh disebut juga pembelajaran IPA terpadu. Menurut Trianto (2011:137), hakikat IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori. Pembelajaran IPA terpadu merupakan konsep pembelajaran sains dengan situasi lebih “alami” dan situasi dunia nyata peserta 12 didik, serta mendorong peserta didik membuat hubungan antar cabang sains dan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran IPA terpadu adalah pembelajaran yang memiliki hubungan erat dengan pengalaman sesungguhnya. Melihat pada hakikat IPA yang dijelaskan di atas, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut: a) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematik menurut langkah-langkah metode ilmiah. b) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah. c) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan (Prihantro Laksmi dalam Trianto, 2011: 141). Dengan demikian IPA pada hakikatnya adalah ilmu untuk mencari tahu, memahami alam semesta secara sistematik dan mengembangkan pemahaman dan penerapan konsep untuk dijadikan sebagai suatu produk yang menghasilkan, sehingga IPA bukan hanya merupakan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, melainkan suatu proses penemuan dan pengembangan. Dengan demikian diharapkan pendidikan IPA menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan lingkungan, serta dapat mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh untuk kesejahteraan umat manusia sendiri. 3. Tujuan Pembelajaran IPA Tujuan pembelajaran IPA terpadu berdasarkan Depdiknas (2006) adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran Dalam Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai pesertadidik masih dalam lingkup bidang kajian energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, dan makhluk hidup dan proses kehidupan. Pembelajaran IPA yang disajikan secara disiplin keilmuan dianggap terlalu dini bagi anak usia 7-14 tahun, karena anak pada usia ini masih dalam transisi dari tingkat berpikir operasional 13 konkret ke berpikir abstrak. Selain itu, peserta didik melihat dunia sekitarnya masih secara holistik. Atas dasar itu, pembelajaran IPA hendaknya disajikan dalam bentuk yang utuh dan tidak parsial. Pembelajaran yang disajikanterpisah-pisah dalam energi dan perubahannya, makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan sifatnya, dan bumi-alam semesta memungkinkan adanya tumpang tindih dan pengulangan, sehingga membutuhkan waktu dan energi yang lebih banyak, serta membosankan bagi peserta didik. Bila konsep yang tumpang tindih dan pengulangan dapat dipadukan, maka pembelajaranakan lebih efisien dan efektif. Keterpaduan bidang kajian dapat mendorong guru untuk mengembangkan kreativitas tinggi karena adanya tuntutan untuk memahami keterkaitan antara satu materi dengan materi yang lain. Guru dituntut memiliki kecermatan, kemampuan analitik, dan kemampuan kategorik agar dapatmemahami keterkaitan atau kesamaan materi maupun metodologi. b. Meningkatkan minat dan motivasi Pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi guru untuk mengembangkan situasi pembelajaan yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan bermakna sesuai dengan harapan dan kemampuan guru, serta kebutuhan dan kesiapan peserta didik. Dalam hal ini, pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tema yang disampaikan. Pembelajaran IPA Terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan atau hubungan antara konsep pengetahuan dan nilai atau tindakan yang termuat dalam tema tersebut. Dengan model pembelajaran yang terpadu dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari, peserta didik dibimbing untuk berpikir luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan konseptual yang disajikan guru. Selanjutnya peserta didik akan terbiasa berpikir terarah,teratur, utuh, menyeluruh, sistematik, dan analitik. Peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajar bila mereka merasa bahwa pembelajaran itu bermakna baginya, dan bila mereka berhasil menerapkan apa yang telah di pelajarinya. 14 c. Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus Model pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, dan sarana, serta biaya karena pembelajaran beberapa kompetensi dasar dapat diajarkan sekaligus. Di samping itu, pembelajaran terpadu juga menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran. Hal ini terjadi karenaadanya proses pemaduan dan penyatuan sejumlah kompetensi inti, kompetensi dasar, dan langkah pembelajaran yang dipandang memiliki kesamaan atau keterkaitan. 4. Karakteristik Pembelajaran IPA Menurut Depdikbud (1996:3), pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik, yaitu: 1. Holistik Suatu gejala atau fenomena yang menajdi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa bidang kajian sekaligus, bukan dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Pembelajaran terpadu memungkinkan peserta didik untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Dan pada akhirnya, hal ini akan membuat peserta didik lebih arif dan bijak dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada didepan mereka. 2. Bermakna Pengkajian suatu fenomena dari berbagai aspek seperti yang dijelaskan diatas, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skema. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari. Rujukan yang nyata dari semua konsep diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lainnya akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari. Selanjutnya, hal ini akan mengakibatkan pembelajaran yang fungsional. Peserta didik mampu menerapkan perolehan belajrnya untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. 3. Otentik Pembelajaran terpadu memungkinkan peserta didik memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung. Mereka memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekadar 15 penyampaian pendidik. Informasi dan pengertahuan yang diperoleh sifatnya lebih otentik. Misalnya, hukum pemantulan cahaya diperoleh peserta didik melalui eksperimen. Guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, sedangkan peserta didik bertindak sebagai pencari informasi dan pengetahuan. 4. Aktif Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat dan kemampuan peserta didik sehingga mereka termotivasi untuk terus belajar. Dengan demikian, pembelajaran terpadu bukan hanya sekedar merancang aktivitas-aktivitas dari masing-masing mata pelajaran yang saling terkait. Pembelajaran terpadu bisa saja dikembangkan dari sutu tema yang disepakati bersama dengan melihat aspek-aspek kurikulum yang bisa dipelajari secara bersama melalui pengembangan tema tersebut. Langkah dalam melaksanakan pembelajaran terpadu dapat diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang kemudian dikaitkan dengan pokok bahasan lain melalui perencanaan yang baik. Pembelajaran terpadu yang dikemas dengan tema dan topik tentang suatu wacana akan dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin ilmu yang mudah dipahami dan dikenal peserta didik sehingga menciptakan suatu pembelajaran yang bermakna (Rahayu, 2012). Pembelajaran terpadu diawali dengan penentuan tema, karena penentuan tema akan membantu peserta didik dalam beberapa aspek yaitu: 1) Peserta didik yang bekerja sama dengan kelompoknya akan lebih bertanggung jawab, berdisiplin, dan mandiri; 2) Peserta didik menjadi lebih percaya diri dan termotivasi dalam belajar bila mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajarinya; 3) Peserta didik lebih memahami dan lebih mudah mengingat karena mereka ‘mendengar’, ‘berbicara’, ‘membaca’, ‘menulis’ dan ‘melakukan’ kegiatan menyelidiki masalah yang sedang dipelajarinya; 4) Memperkuat kemampuan berbahasa peserta didik; 16 5) Belajar akan lebih baik bila peserta didik terlibat secara aktif melalui tugas proyek, kolaborasi, dan berinteraksi dengan teman, guru, dan dunianyata. 6) Oleh karena itu, jika guru hendak melakukan pembelajaran terpadu dalam ipa, sebaiknya memilih tema yang menghubungkaitkan antara ipa–lingkungan teknologi-masyarakat. Pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu memiliki kekuatan/manfaat antara lain sebagai berikut: 1. Dengan menggabungkan berbagai bidang kajian akan terjadipenghematan waktu, karena ketiga bidang kajian tersebut (energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, dan makhluk hidup dan proses kehidupan) dapat dibelajarkan sekaligus. Tumpang tindih materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan. 2. Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antar konsep energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, dan makhluk hidup dan proses kehidupan. 3. Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena peserta didik dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran. 4. Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep dan kepemilikan kompetensi IPA. 5. Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan. 6. Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur pengetahuan yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, dan memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya. 7. Akan terjadi peningkatan kerja sama antar guru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber; sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna. Di samping kekuatan/manfaat yang telah dikemukakan, pembelajaran IPA terpadu juga memiliki kelemahan sebagai berikut ini: 17 model 1. Aspek Guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran terpadu dalam IPA akan sulit terwujud. 2. Aspek peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubunghubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali). Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu ini sangat sulit dilaksanakan. 3. Aspek sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat. 4. Aspek kurikulum: Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik. 5. Aspek penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda. 18 6. Suasana pembelajaran: Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan menomorduakan bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada saat mengajarkan sebuah tema, maka guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru itu sendiri. Meskipun pembelajaran terpadu mengandung beberapa kelemahan selain keunggulannya, sebagai sebuah bentuk inovasi dalam implementasi Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar perlu dikembangkan lebih lanjut. Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan di atas, perlu dibahas bersama antara guru bidang kajian terkait dengan sikap terbuka. Kesemuanya ini ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pembelajaran IPA. Keberhasilan pembelajaran terpadu akan lebih optimal jika perencanaan mempertimbangkan kondisi dan potensi peserta didik (minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan). Kompetensi inti dan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik sudah tercantum dalam Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA. Dalam implementasinya terdapat berbagai model dalam mengembangkan pembelajaran IPA Terpadu. D. Model Keterpaduan dalam Pembelajaran IPA Pembelajaran IPA terpadu terdiri dari beberapa tipe. Adapun menurut Fogarty dalam Rusman (2015:134) menyatakan bahwa terdapat sepuluh model pembelajaran terpadu, yaitu : 1) the fragmented model (model tergambarkan), 2) the connected model (model terhubung), 3) the nested model (model tersarang), 4) the sequenced model (model terurut), 5) the shared model (model terbagi), 6) the webbed model (model terjaring), 7) the threaded model (model tertali), 8) the integrated model (model terpadu), 9) the immersed model (model terbenam), 10) the networked model (model jaringan). Dari kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut dapat dibedakan menjadi tiga model. Rusman (2015: 134) menyatakan “ada tiga tipe model pembelajaran terpadu yang digunakan dan dikembangkan pada program 19 pendidikan guru sekolah dasar, yaitu model keterhubungan, model jaring labalaba, dan model keterpaduan”. Ketiga model pembelajaran tersebut sangat sesuai untuk diterapkan pada pembelajaran IPA Terpadu. Tabel 1. Model dalam Merencanakan Pembelajaran Terpadu Model Rentangan Mata pelajaran Fragmented terpisah Deskripsi Tiap mata pelajaran disampaikan terpisah Connected Suatu konsep dipertautkan dengan konsep lain Nested Selain target di mata pelajaran ada target multi keterampilan Integrasi Sequenced Beberapa topik diatur ulang serta diurutkan agar dapat beberapa serupa satu sama lain mata pelajaran Shared Dua mata pelajaran yang sama-sama diajarkan dengan menggunakan Konsep-konsep atau keterampilan-keterampilan yang tumpang tindih (overlap) Webbed Berangkat dari tema yang dibangun bersama-sama antara (terjala/tematik) guru dengan peserta didik, atas dasar beberapa topik pada beberapa mata pelajaran yang berhubungan Threaded Pendekatan metakurikuler digunakan untuk mencapai beberapa keterampilan dan tingkatan logika para peserta didik dengan berbagai mata pelajaran Integrated Guru masing-masing mata pelajaran bekerja sama melihat dan memberikan topik-topik yang berkaitan dan tumpang tindih Lintas Immersed Peserta didik Berpusat untuk mengakomodasikan kebutuhan para peserta didik, di mana mereka akan melihat apa yang dipelajarinya dari minat dan pengalaman mereka sendiri Networked Jaringan kerja dengan orang-orang yang memiliki 20 Model Rentangan Deskripsi keahlian untuk membantu bagian dari pekerjaannya yang lebih bersifat implementatif. Mereka akan bekerja secara terpadu sesuai dengan topik pekerjaan yang mengikat mereka. Prabowo dalam Trianto (2014:39) menyatakan bahwa “Dari kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut ada tiga model yang dipandang layak untuk dikembangkan dan mudah dilaksanakan pada pendidikan formal yaitu model keterhubungan (connected), model jaring laba-laba (webbed), dan model keterpaduan (integrated)”. Dari penjelasan tersebut maka guru dapat dengan mudah menggunakan model pembelajaran IPA terpadu sehingga pembelajaran menjadi lebih bervariasi. 1. Pembelajaran IPA Terpadu Model Terhubung Model connected yang dikenal dengan model terhubung merupakan model integrasi antar bidang studi ataupun antar materi. Menurut Widi (2014: 98) “Model connected merupakan model integrasi kurikulum interbidang studi“. Model terhubung secara nyata mengorganisasikan atau mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang ditumbuhkembangkan dalam satu pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang dikaitkan dengan konsep, keterampilan atau kemampuan pada pokok bahasan atau sub pokok bahasan lain dalam satu bidang studi. Kaitan dapat diadakan secara spontan atau direncanakan terlebih dahulu. Dengan demikian, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan efektif. Rusman (2015: 134) menjelaskan bahwa “Model terhubung ialah model pembelajaran terpadu yang secara sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep yang lainnya, satu tema dengan tema yang lainnya, satu keterampilan dengan keterampilan yang lainnya, tugas-tugas atau proyek yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas atau proyek yang dilakukan pada hari berikutnya, bahkan ide-ide yang dipelajari dalam satu semester dengan ide-ide 21 yang akan dipelajari pada semester berikutnya di dalam satu mata pelajaran”. Dari pernyataan tersebut dijelaskan bahwa pembelajaran terhubung merupakan pembelajaran yang mencoba menghubungkan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya atau pemahaman materi yang dipelajari sekarang dengan materi yang akan dipelajari berikutnya, keterampilan satu dengan keterampilan lain yang diperoleh peserta didik di dalam pembelajaran. Namun dalam pembelajaran terhubung ini tidak keluar dari cakupan bidang studi tersebut. Gambar 1. Contoh Model Connected Model terhubung memiliki karakteristik tersendiri, yaitu menghubungkan satu konsep dengan konsep yang lain, satu topik dengan topik yang lain, satu keterampilan dengan keterampilan yang lain serta satu ide dengan ide yang lain namun semua hal tersebut masih berada dalam ruang lingkup bidang studi. Penggunaan model terhubung memiliki kelebihan diantaranya adalah: a) keterhubungan ide-ide dalam satu mata pelajaran, sehingga peserta didik memiliki gambaran yang jelas, b) peserta didik mengembangkan konsep-konsep peserta didik secara terus menerus, dan c) dengan mengaitkan ide-ide tersebut dalam suatu mata pelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk mendapatkan pembelajaran yang bermakna dalam memecahkan masalah (Daryanto, 2014: 108). Selain kelebihan yang dimiliki oleh model terhubung, model ini juga memiliki beberapa kelemahan-kelemahan. Fogarty dalam Trianto (2014: 41) menjelaskan bahwa “Kelemahan pembelajaran terpadu tipe connented antara lain: a) masih kelihatan terpisahnya interbidang studi, b) tidak mendorong guru bekerja secara tim sehingga isi pelajaran tetap terfokus tanpa merentangkan konsepkonsep serta ide-ide antar bidang studi, c) dalam memadukan ide-ide pada satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang 22 studi menjadi terabaikan”. Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa model terhubung masih terkesan terpisah-pisah dan sulit untuk proses pembelajaran yang dilakukan oleh tim pengajar. 2. Pembelajaran Terpadu Model Terjaring Pembelajaran terpadu model terjaring (webbed) adalah pembelajaran yang menggunakan suatu tema di dalam proses pembelajaran. Model terjaring dikenal dengan model jaring laba-laba. Trianto (2014: 41) menyatakan bahwa “Pembelajaran terpadu model terjaring adalah pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik”. Pembelajaran IPA terpadu model terjaring adalah pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini dimulai dengan menentukan tema tertentu. Tema tersebut kemudian dikembangkan menjadi sub-sub tema dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi (I Gede, 2014: 26). Dalam penentuan tema pada model terjaring dapat disepakati antara guru dan peserta didik, setelah adanya kesepakatan tema maka selanjutnya adalah pengembangan sub-sub tema. Langkah selanjutnya sub-sub tema akan dikembangkan melalui aktivitas belajar yang harus dilakukan oleh peserta didik. Aktivitas belajar ini didukung dengan adanya materi pendukung yang dapat memberikan penguatan terhadap sub-sub tema yang telah disusun. Pembelajaran model terjaring melibatkan keterampilan yang profesional dari guru. Setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Model terjaring memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan dari model terjaring, meliputi: 1) tema disesuaikan dengan minat peserta didik agar termotivasidalam belajar, 2) mudah digunakan oleh guru yang belum berpengalaman, 3) memudahkan perencanaan pembelajaran, 4) dengan adanya pendekatan tematik dapat memotivasi peserta didik, dan 5) memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam melihat ide-ide berbeda yang terkait (Trianto, 2014: 42). Berdasarkan kutipan tersebut, kelebihan model ini tidak hanya memudahkan guru dalam perencanaan pembelajaran tetapi juga memberikan dampak bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan dan merangkai ide-ide yang berkaitan dengan pembelajaran. Kelebihan model terjaring dapat memudahkan peserta didik 23 dalam mempelajari materi karena peserta didik sudah memiliki pengetahuan awal mengenai tema yang disajikan dalam pembelajaran IPA terpadu. Dengan demikian, pembelajaran IPA terpadu mengunakan model terjaring bisa membantu peserta didik dalam memadukan antara konsep Fisika, Biologi, dan Kimia secara utuh. Selain kelebihan, model terjaring ini memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan dari model terjaring dijelaskan oleh Daryanto (2014: 107) sebagai berikut: 1) langkah yang sulit dalam pembelajaran terpadu model jaring laba-laba adalah menyeleksi tema, 2) adanya kecenderungan merumuskan suatu tema yang dangkal, sehingga hal ini hanya berguna secara artifisial di dalam perencanaan kurikulum, 3) guru dapat menjaga misi kurikulum, 4) dalam pembelajaran guru lebih terfokus dalam kegiatan dari pada pengembangan konsep. Gambar 2. Contoh Model Webbed Dengan demikian dalam proses pembelajaran menggunakan model terjaring harus memperhatikan penyeleksian tema yang tepat sesuai dengan pembelajaran. 3. Pembelajaran Terpadu Model Terintegrasi Model pembelajaran terintegrasi (integrated) merupakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan antar bidang studi, dengan cara menggabungkan bidang studi yang memprioritaskan kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi. Fogarty dalam Trianto (2014:43) menyatakan bahwa “Pembelajaran tipe terintegrasi adalah tipe pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi, menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan 24 prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang saling tumpang tindih dalam beberapa bidang studi”. Jadi dapat diketahui pembelajaran terintegrasi ini melakukan penggabungan bidang studi. Gambar 3. Contoh Model Integrated Dalam pelaksanaan pembelajaran ini dengan membentuk tim antar bidang studi dalam penyeleksian konsep-konsep, keterampilan-keterampilan, dan sikapsikap yang akan digunakan dalam satu semester untuk beberapa bidang studi. Selanjutnya penyeleksian terhadap konsep, keterampilan, dan sikap yang memiliki keterhubungan yang erat di antara bidang studi. Dalam pembelajaran IPA terpadu, model integrasi juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Dalam model ini kelebihan yang dimiliki meliputi: 1) Adanya kemungkinan pemahaman antar bidang studi karena memfokuskan pada isi pembelajaran, strategi berpikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran mencakup banyak dimensi, sehingga pembelajaran bagi peserta didik lebih diperkaya dan berkembang, 2) peserta didik menjadi termotivasi untuk belajar, dan 3) tercapainya efisiensi dan efektivitas karena tidak memerlukan penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain, karena guru tidak perlu mengulang kembali materi yang tumpang tindih (Trianto, 2014: 45). Selain kelebihan dalam penggunaan model keterpaduan ini, ada beberapa kekurangan yang tergambar dalam model keterpaduan ini. Daryanto (2014: 109) menyatakan bahwa kelemahan model keterpaduan antara lain: 1) model ini yang sangat sulit diterapkan secara penuh, 2) model ini menghendaki guru yang terampil, percaya diri dan menguasai konsep, sikap dan keterampilan yang sangat diperioritaskan, 3) model ini menghendaki tim antar mata pelajaran yang 25 terkadang sulit dilakukan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan. Dari kutipan dapat dijelaskan bahwa pembelajaran dengan model terhubung memerlukan kesiapan guru yang optimal sebelum pelaksanaan pembelajaran. E. Langkah Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu Menurut Trianto (2011:163) alur model pengembangan pembelajaran IPA Terpadu dapat dijelaskan sebagai berikut: Gambar 4. Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Terpadu Langkah (1): Menetapkan bidang kajian yang akan dipadukan. Pada saat menetapkan beberapa bidang kajian yang akan dipadukan sebaiknya sudah disertai dengan alasan atau rasional yang berkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar oleh peserta didik dan kebermaknaan belajar. Langkah (2): Langkah berikutnya dalam pengembangan model pembelajaran terpadu adalah mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar dari bidang kajian yang akan dipadukan dan melakukan pemetaan pada semua Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar bidang kajian IPA per kelas yang dapat dipadukan. Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh. 26 Beberapa ketentuan dalam pemetaan Kompetensi Dasar dalam pengembangan model pembelajaran IPA terpadu adalah sebagai berikut. a. Mengidentifikasikan beberapa Kompetensi Dasar dalam berbagai Kompetensi Inti yang memiliki potensi untuk dipadukan. b. Beberapa Kompetensi Dasar yang tidak berpotensi dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan dalam pembelajaran. Kompetensi Dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan/disajikan secara tersendiri. c. Kompetensi Dasar dipetakan tidak harus berasal dari semua Kompetensi Inti yang ada pada mata pelajaran IPA pada kelas yang sama, melainkan memungkinkan hanya dua atau tiga Kompetensi Dasar saja. d. Kompetensi Dasar yang sudah dipetakan dalam satu topik/tema masih bisa dipetakan dengan topik/tema lainnya. Langkah (3): Setelah pemetaan Kompetensi Dasar selesai, langkah selanjutnya dilakukanpenentuan tema pemersatu antar-Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.Tema yang dipilih harus relevan dengan Kompetensi Dasar yang telah dipetakandan dapat dirumuskan dengan melihat isu-isu yang terkini. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan topik/tema padapembelajaran IPA Terpadu antara lain meliputi hal-hal berikut. a. Tema, dalam pembelajaran IPA Terpadu, merupakan perekat antarKompetensi Dasar yang terdapat dalam bidang kajian IPA. b. Tema yang ditentukan selain relevan dengan Kompetensi-kompetensi Dasaryang terdapat dalam satu tingkatan kelas, juga sebaiknya relevan denganpengalaman pribadi peserta didik, dalam arti sesuai dengan keadaanlingkungan setempat. c. Dalam menentukan topik, isu sentral yang sedang berkembang saat ini, dapatmenjadi prioritas yang dipilih dengan tidak mengabaikan keterkaitan antar-Kompetensi Dasar pada bidang kajian yang telah dipetakan. 27 Langkah (4): Membuat matriks keterhubungan kompetensi dasar dan tema/topik pemersatu. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kaitan antara tema/topik dengan kompetensi dasar yang dapat dipadukan. Langkah (5): Setelah membuat matriks keterhubungan kompetensi dasar dan tema pemersatu,maka Kompetensi-kompetensi Dasar tersebut dijabarkan ke dalam indikator pencapaian hasil belajar yang nantinya digunakan untuk penyusunan silabus. Langkah (6): Menyusun silabus pembelajaran IPA terpadu, dikembangkan dari berbagai indikator bidang kajian IPA menjadi beberapa kegiatan pembelajaran yang konsep keterpaduan atau keterkaitan menyatu antara beberapa bidang kajian IPA. Komponen penyusunan silabus terdiri dari Kompetensi Inti IPA, Kompetensi Dasar, Indikator, Kegiatan Pembelajaran, Alokasi Waktu, Penilaian, dan Sumber Belajar. Langkah (7): Setelah teridentifikasi peta Kompetensi Dasar dan tema yang terpadu, selanjutnya adalah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada pembelajaran IPA Terpadu, sesuai dengan Standar Isi, keterpaduan terletak pada strategi pembelajaran. Hal ini disebabkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar telah ditentukan dalam Standar Isi. Rencana pelaksanaan pembelajaran tersebut merupakan realisasi dari pengalaman belajar peserta didik yang telah ditentukan pada silabus pembelajaran terpadu. Komponennya terdiri atas: identitas mata pelajaran, Kompetensi Dasar yang hendak dicapai, materi pokok beserta uraiannya, langkah pembelajaran, alat media yang digunakan, penilaian dan tindak lanjut, serta sumber bahan yang digunakan. F. Model Pembelajaran Berdasarkan Kurikulum 2013 Berdasarkan kurikulum 2013 terdapat empat model pembelajaran yang disarankan antara lain: 28 1. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan (Duch, 1995). Konsep PBL ini dikembangkan berdasarkan pada teori-teori pendidikan Vygotsky, Dewey, dan teori lain yang terkait dengan teori pembelajaran kontruktivis sosial-budaya dan desain pembelajaran. PBL dimulai dengan suatu masalah yang memicu ketidaksetimbangan pengetahuan pada diri peserta didik. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga memunculkan bermacam-macam pertanyaan disekitar masalah. Penerapan PBL dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri. Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya. Lebih lanjut. PBL juga bertujuan untuk membantu peserta didik belajar secara mandiri. Pembelajaran PBL dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar yang konstruktivistik. Karakteristik model pembelajaran PBL menurut Rusman (2011:232) adalah sebagai berikut: a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar. b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstuktur. c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective). d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama. f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL. g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif. 29 h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalah. i. Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar. j. PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman peserta didik dan proses belajar. Sintaks model pembelajaran Problem Based Learning menurut Permendikbud no 59 (2014: 924) terdiri atas: 1) Fase pertama yaitu mengorientasikan peserta didik pada masalah. Pembelajaran diawali dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatanyang akan dilakukan. Pendidik sebagai fasilitator harus mampu menjelaskan dengan rinci apa yang yang harus dilakukan oleh peserta didik dan bagaimana pendidik mengevaluasi proses pembelajaran. Sehingga peserta didik dapat mengerti dalam pembelajaran yang akan dilakukan. 2) Fase kedua adalah mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Dalam memecahkan masalah, peserta didik harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya. Oleh sebab itu, pembelajaran dapat dimulai dengan pembentukan kelompok. Permendikbud no 59 (2014: 926) menyatakan “prinsip-prinsip pengelompokan peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan seperti kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya”. Setelah pembentukan kelompok, selanjutnya menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik dan tugas-tugas penyelidikan. Kemudian pendidik memonitor kerja kelompok agar dapat mengoptimalkan kegiatan penyelidikan. 3) Fase ketiga membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. Penyelidikan dilakukan melalui tahap pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Peserta didik mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen untuk memahami situasi permasalahan. Setelah peserta didik mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka 30 mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelasan, dan pemecahan. Kemudian tugas pendidik untuk menilai penjelasan peserta didik tersebut dalam bentuk pertanyaan. 4) Fase keempat yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Setelah melakukan penyelidikan maka peserta didik harus menyajikan hasil penyelidikannya tersebut dalam bentuk laporan tertulis, video dan sebagainya. Langkah selanjutnya adalah menampilkan hasil karya peserta didik di depan kelas, kemudian kelompok lain dan pendidik memberikan umpan balik. 5) Fase kelima yaitu analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Setelah menyajikan hasil penyelidikan, peserta didik bersama kelompok menganalisis dan mengevaluasi kegiatan penyelidikan yang mereka lakukan. Pendidik meminta saran dan pendapat yang diterima saat penyajian hasil karya kelompok dapat dijadikan bahan untuk untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. 2. Model Pembelajaran Discovery Learning Model Pembelajaran Discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh peserta didik sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau proses semata – mata ditemukan oleh peserta didik sendiri. Teori Tentang Model Pembelajaran Discovery Learning, yaitu Teori Belajar Jerome Bruner. Teori belajar Bruner ialah belajar penemuan atau discovery learning. Belajar penemuan dari Jerome Bruner adalah model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivis. Di dalam discovery learning peserta didik didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Peserta didik 31 terlibat aktif dalam penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalaui pemecahan masalah atau hasil abstraksi sebagai objek budaya. Guru mendorong dan memotivasi peserta didik untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatian yang memungkinkan mereka untuk menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika untuk mereka sendiri. Pembelajaran ini dapat membangkitkan rasa keingintahuan peserta didik. Karakteristik utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada peserta didik; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu : 1. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar 2. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada peserta didik. 3. Memandang peserta didik sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai. 4. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil. 5. Mendorong peserta didik untuk mampu melakukan penyelidikan. 6. Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar. 7. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada peserta didik. 8. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman peserta didik. 9. Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip pengetahuan. 10. Banyak menggunakan terminilogi pengetahuan untuk menjelaskan proses pembelajaran; seperti predeksi, inferensi, kreasi dan analisis. 11. Menekankan pentingnya “bagaimana” peserta didik belajar. 12. Mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan peserta didik lain dan guru. 13. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif. 14. Menekankan pentingnya konteks dalam belajar. 15. Memperhatikan keyakinan dan sikap peserta didik dalam belajar. 32 16. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasari pada pengalaman nyata. Sintaks model pembelajaran discovery learningyaitu, 1. Persiapan Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah sebagai berikut: a. Menentukan tujuan pembelajaran b. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya) c. Memilih materi pelajaran. d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi) e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik 2. Pelaksanaan a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) Pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan. b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin 33 agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah). c. Data collection (Pengumpulan Data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. d. Data Processing (Pengolahan Data) Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu e. Verification (Pembuktian) Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004 : 244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 34 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. 3. Model pembelajaran Project Based Learning (PJBL) Model pembelajaran berbasis proyek dalam Abidin (2007:167) merupakan model pembelajaran yang secara langsung melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran melalui kegiatan penelitian untuk mengerjakan dan menyelesaikan suatu proyek pembelajaran tertentu. Model pembelajaran berbasis proyek ini sebenarnya bukanlah model baru dalampembelajaran. Walaupun MPBP dapat dikatakan sebagai model lama, model ini masih banyak digunakan dan terus dikembangkan karena dinilai memiliki keunggulan tertentu dibanding dengan model pembelajaran lain. Salah satu keunggulan tersebut yaitu merupakan salah satu model pembelajaran yang sangat baik dalam mengembangkan berbagai keterampilan dasar yang harus dimiliki peserta didik termasuk keterampilan keputusan, kemampuan berkreativitas, sekaligus dipandang efektif untuk berfikir, keterampilan kemampuan mengembangkan membuat memecahkan, dan rasa diri percaya danmanajemen diri para peserta didik. Project Based Learning ialah proses pembelajaran yang secara langsung melibatkan peserta didik untuk menghasilkan suatu proyek. Pada dasarnya model pembelajaran ini lebih mengembangkan keterampilan memecahkan dalam mengerjakan sebuah proyek yang dapat menghasilkan sesuatu. Dalam implementasinya, model ini memberikan peluang yang luas kepada peserta didik untuk membuat keputusan dalam memiliki topik, melakukan penelitian, dan menyelesaikan sebuah proyek tertentu. Pembelajaran dengan menggunakan proyek sebagai metoda pembelajaran. Para peserta didik bekerja secara nyata, seolah-olah ada di dunia nyata yang dapat menghasilkan produk secara realistis. Karakteristik Model Project Based Learningdari Diffily and Sassman dalam Abidin (2007:168) menjelaskan bahwa model pembelajaran ini memiliki tujuh karakteristik sebagai berikut: 35 a. Melibatkan peserta didik secara langsung dalam pembelajaran b. Menghubungkan pembelajaran dengan dunia nyata c. Dilaksanakan dengan berbasis penelitian d. Melibatkan berbagai sumber belajar e. Bersatu dengan pengetahuan dan keterampilan f. Dilakukan dari waktu ke waktu g. Diakhiri dengan sebuah produk tertentu. Sintaks model pembelajaran Project Based Learning (PjBL): 1) Menyiapkan Pertanyaan Atau Penugasan Proyek Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapatmemberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigas mendalamdan topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik. 2) Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project) Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek. 3) Menyusun jadwal(Create a Schedule) Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3)membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek,dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara. 36 4) Memonitor Kegiatan Dan Perkembangan Proyek(Monitor the Students and the Progress of the Project) Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting. 5) Menguji Hasil (Assess the Outcome) Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik,memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. 6) Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience) Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Guru dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnyy ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran. 4. Model PembelajaranInquiry Based Learning (IBL) Kata “Inquiry” berasal dari bahasa inggris yang berarti mengadakan penyelidikan, menanyakan keterangan, melakukan pemeriksaan (Echols dan Hassan Shadily, 2003: 323). Sedangkan menurut Gulo (2005:84) inkuiri berarti pertanyaan atau pemeriksaan, penyelidikan. Sumantri (1999:164), menyatakan bahwa metode inquiry adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatankepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau 37 tanpa bantuan guru. Metode inquiry berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri peserta didik, dan menempatkan peserta didik dalam suatu peran yang menuntut inisiatif besar dalam menemukan hal-hal penting untuk dirinya sendiri. Pendekatan IBL adalah suatu pendekatan yang digunakan dan mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan (informasi), atau mempelajari suatu gejala. Pembelajaran dengan pendekatan IBL selalu mengusahakan agar peserta didik selalu aktif secara mental maupun fisik. Materi yang disajikan guru bukan begitu saja diberitahukan dan diterima oleh peserta didik, tetapi peserta didik diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh berbagai pengalaman dalam rangka “menemukan sendiri” konsep-konsep yang direncanakan oleh guru. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Inquiry Based Learning (IBL) adalah sebuah teknik mengajar di mana guru melibatkan peserta didik di dalam proses belajar melalui penggunaan caracara bertanya, aktivitas problem solving, dan berpikir kritis. Hal ini akan memerlukan banyak waktu dalam persiapannya. Sintaks model pembelajaran Inquiry Based Learning (IBL) menurut Pedaste dkk (2015: 54) terdiri atas: a. Orientasi (Orientation) Berfokus pada merangsang minat dan rasa ingin tahu terkait dengan masalah yang dihadapi. Selama fase ini topik belajar diperkenalkan berdasarkan lingkungan sekitar yang diberikan oleh guru atau ditemukan sendiri oleh peserta didik. Variabel utama yang diidentifikasi selama tahap orientasi adalah memunculkan permasalahan. b. Konseptualisasi (conceptualization) Fase konseptualisasi (conceptualization) merupakan proses memahami konsep-konsep dari permasalahn masalah yang dimunculkan. Fase ini dibagi menjadi sub-fase, questioning (pertanyaan) dan hypothesis generation (hipotesis umum). Kedua sub-fase tersebut sama-sama menghasilkan hasil yang belum dapat dibedakan. Pada sub-fase questioning (pertanyaan) proses menghasilkan 38 pertanyaan berdasarkan masalah yang muncul, sementara pada sub fase hypothesis generation (hipotesis umum) proses menghasilkan hipotesis terhadap masalah. Kedua sub fase ini didasarkan pada teori kebenaran dan berisi variabel bebas dan terikat, tetapi memiliki satu perbedaan utama, dimana hipotesis diarahkan kepada hubungan antara variabel yang diberikan dalam hipotesis yang tidak muncul dalam kasus pertanyaan penelitian. Secara umum, hipotesis adalah penyusunan pernyataan atau seperangkat pernyataan, sementara pertanyaan adalah penyusunan pertanyaan yang dapat diinvestigasi. Dengan demikian, hasil dari fase Konseptualisasi adalah pertanyaan penelitian atau hipotesis yang akan diteliti atau keduanya jika pertanyaan penelitian pertama dirumuskan dan kemudian hipotesis yang dihasilkan berdasarkan pertanyaan. c. Investigasi (investigation). Fase investigasi (investigation) merupakan fase di mana rasa ingin tahu yang berubah menjadi tindakan untuk menanggapi pertanyaan penelitian yang muncul atau hipotesis. Sub-fase investigasi meliputi eksplorasi, eksperimentasi, dan data interpretasi. Pada sub-fase eksplorasi, proses pembuatan data yang sistematis dan terencana atas dasar pertanyaan penyelidikan yang muncul, subfase eksperimentasi proses merancang dan melakukan percobaan untuk menguji hipotesis sedangkan sub-fase data interpretasi, difokuskan pada proses pembuatan makna dari data yang dikumpulkan dan mensintesis pengetahuan baru.Hasil akhir dari fase investigasi merupakan interpretasi data (formulasi dari hubungan antara variabel) yang akan memungkinkan kembali ke pertanyaan penelitian atau hipotesis dan mengambil kesimpulan mengenai apa yang dipertanyakan atau hipotesis. d. Kesimpulan (conclusion) Fase kesimpulan (conclusion) merupakan fase di mana kesimpulan dasar dari pelajaran yang dilakukan. Pada fase ini peserta didik menjawab pertanyaan penelitian atau hipotesis dan mempertimbangkan apakah ini menjawab atau mendukung oleh hasil penelitian. Ini dapat melahirkan wawasan teoritis yang baru. Hasil dari fase kesimpulan (conclusion) merupakan kesimpulan akhir 39 tentang temuan dari pembelajaran berbasis inquiry, menanggapi pertanyaan penelitian atau hipotesis e. Diskusi (Discussion) Fase diskusi (discussion) terdiri sub-fase komunikasi (communication) dan refleksi (reflection). Komunikasi dapat dilihat sebagai proses eksternal di mana peserta didik hadir dan berkomunikasi terhadap temuan dan kesimpulan mereka kepada peserta didik lain, dan menerima umpan balik dan komentar dari orang lain, dan kadang-kadang bisa mendengarkan orang lain dan mengartikulasikan dengan pemahaman sendiri. Refleksi didefinisikan sebagai proses mencurahkan apa pun yang ada dalam pikiran peserta didik, misalnya, pada keberhasilan proses penyelidikan (inquiry) atau menyarankan bagaimana proses pembelajaran berbasis inquiry dapat ditingkatkan kedepannya. Hal ini dipandang sebagai proses internal (Apa yang saya lakukan? Mengapa saya melakukannya? Apakah saya melakukannya dengan baik? Apa pilihan lain pada situasi yang sama?). dalam proses ini, beberapa kegiatan, seperti bermain peran, menulis buku harian atau narasi, dan membimbing pertanyaan. Dengan demikian, refleksi sering lebih terfokus pada proses pembelajaran berbasis inquiry dan komunikasi terfokus pada hasil yang didapatkan. Kedua subfase diskusi ini dapat dilihat sebagai terjadi pada dua tingkat kemungkinan: (1) berkomunikasi atau refleksi pada seluruh proses di akhir pembelajaran berbasis inquiry atau (2) komunikasi dan refleksi dalam seluruh proses disetiap masingmasing fase sebelumnya. Kelima fase dari model Inquiry Based Learning (IBL) berlangsung secara paralel satu sama lain yang saling berhubungan. Terutama pada fase komunikasi yang bisa terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Karakteristik Model Inquiry Based Learning yaitu model inquiry ini berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahunanya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam disekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak lahir ke dunia. Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala 40 sesuatu melalui indra pengecapan, pendengaran, penglihatan dan indraindra lainnya. Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama model pembelajaran inkuiri ini, yaitu : a) Strategi inkuiri maksimal menekankan kepada aktivitas peserta didik secara untuk menari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar. b) Seluruh aktivitas yang dilakukan peserta didik diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan. Dengan demikian strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar peserta didik. c) Tujuan dari mengembangkan penggunaan kemampuan strategi pembelajaran berpikir secara inkuiri sistematis, adalah logis, dan kritis.Tujuan utama pembelajaran melalui model Inquiry Based Learning ini adalah menolong peserta didik untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaanpertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. G. Aspek-aspek yang Diperlukan dalam Memilih Model Pembelajaran Setiap model pembelajaran memiliki ciri-ciri. Dengan ciri-ciri ini menggambarkan bahwa tidak semua model dapat atau cocok diterapkan untuk pembelajaran pada semua mata pelajaran, bahkan mungkin cocok untuk mata pelajaran tertentu, tetapi hanya pada materi-materi atau pokok bahasan, atau sub pokok bahasan tertentu. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling efektif untuk semua mata pelajaran atau untuk semua materi. Menurut Indrawati (2011) menyatakan bahwa ada beberapa pertimbangan atau aspek-aspek yang diperlukan untuk memilih model pembelajaran, yaitu: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, ketersediaan fasilitas dan sarana, 41 kemampuan pendidik, kondisi peserta didik, dan alokasi waktu. Semua aspekaspek tersebut yaitu: 1. Tujuan pembelajaran Setiap melaksanakan kegiatan apa saja, Anda tentu mulai dengan tujuan. Begitu pula ketika Anda akan mengajar tentu memiliki tujuan. Tujuan yang dimaksud dalam proses pembelajaran adalah bukan tujuan guru mengajar, tetapi tujuan pembelajaran, yaitu tujuan yang ditargetkan pada tujuan belajar peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran atau mengikuti proses pembelajaran. Ada beberapa pakar pembelajaran yang memilah tujuan pembelajaran, antara lain adalah Gagne dan Bloom. Gagne mengklasifikasikan hasil belajar peserta didik dalam bentuk performansi dalam enam kategori, yaitu: memberikan respon khusus (specific responding), menghubungan (chaining), diskriminasi ganda (multiple discrimination), mengklasifikasi (classifying), menggunakan aturan (rule using), memecahkan masalah (problem solving). Gagne menekankan bahwa kita tidak dapat mengontrol belajar pada peserta didik tetapi kita hanya dapat meningkatkan kemungkinan jenis-jenis perilaku tertentu yang akan terjadi pada peserta didik. Pendapat Gagne ini menunjukkan bahwa model pembelajaran dapat membuat peserta didik merubah kemungkinan dia akan belajar tentang hal-hal tertentu. Hal ini dapat ditunjukkan pada: sintakmatik yang menyajikan tugas-tugas pada peserta didik, reaksi guru untuk menarik atau mengajak peserta didik yang mengarah pada respon-respon tertentu, dan sistem sosial yang dapat membangkitkan suatu kebutuhan untuk jenis-jenis interaksi tertentu dengan orang lain, serta dampak total model adalah kemungkinan munculnya berbagai jenis belajar dapat terjadi. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa hasil belajar menurut Bloom dapat diklasifikasikan menjadi tiga kemampuan, yaitu kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Menurut Bloom, kemampuan pengetahuan terdiri atas enam kategori, yaitu: pengetahuan (knowledge) (c1), pemahaman (comprehension) (c2), penerapan (application) (c3), analisis (analyses) (c4), sintesis (Synthesis) (c5), dan evaluasi (evaluation) (c6). Keenam kategori tersebut tersusun secara hirarkis, 42 artinya kemampuan individu tidak mungkin berada pada kategori pemahaman sebelum melewati kategori pengetahuan. Begitupula sebelum mencapai kategori evaluasi, individu harus sudah melampaui kategori-kategori sebelumnya (c1 sampai dengan c5). Kemampuan sikap dikemukakan oleh Bloom, Masia, dan Krathwohl tahun 1964 (Indrawati, 2007) terdiri atas lima kategori yaitu: menerima (receiving) (a1), merespon (responding) (a2), menilai (valuing) (a3), mengorganisasi atau mengkonseptualisasi nilai (organizing or conceptualizing values) (a4), dan internalisasi atau karakterisasi nilai (internalizing or characterising values) (a5). Kemampun keterampilan dikemukakan oleh tiga ahli, masing-masing adalah Dave, Simson, dan Harrow. Menurut taksonomi Dave, kemampuan keterampilan diklasifikasikan dalam lima kategori, yaitu: meniru (imitating) (p1), memanipulasi (manipulating)(p2), presisi (precision) (p3), artikulasi (articulation) (p4), dan naturalisasi (naturalization) (p5). Simson mengklasifikasikan kemampuan keterampilan dalam tujuh kategori, yaitu: persepsi (perception) (p1), menata atau merakit (set) (p2), respon terbimbing (guided response) (p3), mekanisme (mechanism) (p4), respons terbuka kompleks (complex overt response) (p5), adaptasi (adaptation) (p6), awal (origination) (p7). Berikutnya, Harrow mengklasifikasi kemampuan keterampilan dalam enam kategori, yaitu: gerak reflek (reflex movement) (p1), gerakan-gerakan pokok dasar (basic fundamental movements) (p2), kemampuan persepsi(perceptual abilities) (p3), kemampuan fisik (physical abilities) (p4), gerakan terampil (skilled movements) (p5), gerakan ekspresif bermakna (non-discursive communication) (p6). Diantara tiga taksonomi kemampuan keterampilan tersebut mana yang harus Anda gunakan? Jawabannya adalah ketiga-tiganya boleh digunakan, tetapi Anda harus dapat menentukan kemampuan mana yang sesuai bisa diberikan pada peserta didik. Berdasarkan tiga ranah kemampuan beserta kategori-kategorinya di atas dan dipadukan dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh setiap model pembelajaran, maka Anda dapat menganalogikan cara menentukan/memilih model pembelajaran yang Anda pikirkan sesuai dengan tujuan pembelajaran. 43 2. Sifat Materi Berbicara mengenai sifat materi fisika, maka Anda harus ingat tentang hakikat fisika. Fisika adalah bagian dari sains, yaitu ilmu yang mempelajari tentang alam dan gejalanya, yang terdiri atas proses dan produk (Trowbridge & Bybee, 1990; Indrawati & Sutarto, 2007; 2008 ;). Proses yang dimaksud adalah proses ilmiah, yaitu proses yang langkah-langkahnya menggunakan prosedur atau metode ilmiah. Produk fisika yang dimaksud adalah pengetahuan yang dapat berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, teori, atau hukum. Fakta adalah pernyataan tentang benda yang benar-benar ada atau peristiwa yang benar-benar terjadi. Misalnya batu, kayu, bunga, daun, dan yang lain (Indrawati & Sutarto, 2007; 2008 ). Contoh peristiwa adalah banjir, hujan, longsor, dan lainnya. Konsep adalah abstraksi tentang benda atau peristiwa alam. Konsep juga dapat dimaknai sebagai suatu definisi atau penjelasan tentang suatu hal. Misalnya zat adalah sesuatu yang menempati ruang dan bermassa. Prinsip adalah generalisasi tentang hubungan antara beberapa konsep yang berkaitan. Misalnya benda kalau dipanaskan volumenya bertambah besar (ada hubungan antara konsep volume dan konsep suhu). Teori adalah generalisasi tentang berbagai prinsip yang dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena alam, seperti teori atom Bohr, teori relativitas Einstein, dan lain-lain. Hukum adalah prinsip yang bersifat spesifik. Kekhasan hukum dapat dilihat dari sifatnya yang lebih kekal karena telah berkalikali mengalami pengujian. Hukum bersifat khusus karena menunjukkan hubungan antar variabel tertentu. Contoh hukum II Newton menunjukkan hubungan antara gaya, massa benda, dan percepatan benda, yaitu gaya yang diberikan pada benda berbanding lurus dengan massa dan percepatan benda. Hukum direpresentasikan secara matematis dalam bentuk persamaan: F=ma Dimana: F = gaya m = massa a = percepatan 44 tersebut dapat Produk-produk fisika di atas diperoleh oleh para fisikawan dengan melalui proses ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa fisika sebagai produk tidak dapat lepas dari fisika sebagai suatu proses. Oleh karena itu, dalam menentukan model pembelajaran fisika hendaknya memperhatikan hakikat fisika sebagai proses dan produk. Beberapa model pembelajaran yang dipikirkan sesuai dengan hakikat fisika antara lain adalah model pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran berbasis proyek. Namun demikian, andaikan dalam pembelajaran ada target lain yang diperlukan, seperti pembentukan karakter dan peningkatan kemampuan sosial peserta didik, maka Anda bisa menggabungkan beberapa model pembelajaran dengan menata unsur-unsur (sintakmatik, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dan dampak instruksional dan pengiring) dari model-model yang dipilih. 3. Ketersediaan Fasilitas Untuk mengimplementasikan suatu model pembelajaran perlu fasilitas atau sarana dan prasarana untuk mendukung terselenggaranya aktivitas pembelajaran yang ada dalam sintaks model. Hal ini sesuai dengan unsur sistem pendukung yang diperlukan dalam setiap model. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1995) fasilitas diartikan sebagai sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi, sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan atau maksud, dan prasarana adalah segala yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Contoh sarana pendidikan adalah perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran. Contoh prasarana pendidikan dan pembelajaran adalah lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat olahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk 45 menunjang proses pembelajaran. Oleh karena itu, Anda dapat memaknai fasilitas pembelajaran sebagai sarana dan prasarana yang menunjang terselanggaranya proses pendidikan dan pembelajaran. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengimplementasikan suatu model pembelajaran diperlukan sistem pendukung. Sistem pendukung yang dimaksud di sini adalah fasilitas atau sarana dan prasarana yang secara langsung diperlukan untuk kegiatan pembelajaran yang tercermin dalam sintakmatik model dan dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran seperti yang ada dalam dampak instruksional model. Tanpa ada fasilitas pendukung, pelaksanaan model tidak akan berjalan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, dalam menentukan atau menggunakan suatu model pembelajaran Anda harus memperhatikan ketersediannya fasilitas untuk pelaksanaan model tersebut. 4. Kemampuan Pendidik Walaupun model pembelajaran sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan ditargetkan, sudah sesuai dengan karakter materi, dan fasilitas penunjang terpenuhi, namun apabila pendidik (guru, instruktur, atau dosen) kurang terampil dalam mengimplementasikan model pembelajaran tersebut maka pembelajaran juga dapat kurang berhasil baik. Di lain pihak, jika pendidik kurang paham terhadap model-model pembelajaran bisa dimungkinkan terjadi kekurangtepatan dalam memilih atau menentukan model. Akibat kekurangtepatan memilih model dapat membuat aktivitas pembelajaran tidak berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran tidak tercapai. Oleh karena itu, kemampuan dan keterampilan pendidik dalam menentukan model pembelajaran dengan tepat sangat penting agar pelaksanaan pembelajaran berjalan efektif dan efisien. Beberapa faktor penyebab kurangnya kemampuan dan keterampilan pembelajar dalam menentukan model pembelajaran yang tepat, adalah: (1) pembelajar kurang paham terhadap ciri-ciri setiap model pembelajaran; (2) pembelajar jarang praktek menggunakan model; (3) pembelajar jarang mengadakan refleksi setelah selesai mengimplementasikan model; (4) pembelajar kurang menyadari pentingnya memahami model-model pembelajaran berkaitan 46 dengan tugasnya sebagai pengajar; dan (5) pembelajar kurang memperoleh informasi tentang inovai-inovasi pembelajaran (Indrawati & Sutarto). Berdasarkan uraian di atas maka Anda sebagai guru atau calon guru fisika agar dapat mengajar atau mengimplementasikan rencana pembelajaran dengan baik dan profesional, maka kemampuan dan keterampilan Anda untuk menentukan model pembelajaran yang tepat (appropriate) sangat penting. Untuk itu Anda harus mempelajari macam-macam model pembelajaran beserta ciricirinya dan sering menggunakan atau mempraktekkan dalam pembelajaran. Apabila Anda merasa kurang paham terhadap suatu model, maka jangan Anda gunakan model tersebut. Sebaiknya pahami dahulu dengan sungguh-sungguh dan penuhi unsur-unsur yang ada dalam model itu baru Anda tetapkan untuk menggunakannya. 5. Kondisi Peserta didik Tujuan utama dalam setiap kegiatan pembelajaran adalah membantu peserta didik untuk belajar, bukan membantu pendidik dalam mengajar. Tidak ada satu model pembelajaran pun yang paling baik. Model pembelajaran yang baik adalah model pembelajaran yang cocok atau sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai atau tujuan peserta didik belajar dan sesuai dengan cara peserta didik belajar. Setiap peserta didik atau kelompok peserta didik mempunyai cara atau kebiasaan belajar yang belum tentu sama. Ada yang suka dengan menghafal, ada yang harus dipandu atau dibimbing, ada yang menyukai gambar, dan lain-lain. Perbedaan-perbedaan tersebut harus diakomodasi dengan cermat oleh pembelajar agar dalam menentukan model pembelajaran sesuai. Misalnya model yang dipilih dipikirkan sudah sesuai dengan tujuan, karakter materi, fasilitas, dan kemampuan guru, tetapi model itu mensyaratkan peserta didik untuk dapat memecahkan masalah, berpikir kreatif, dan berpikir kritis, sedangkan kondisi peserta didik secara rata-rata tidak mampu melakukan kegiatan tersebut, maka seyogyanya pembelajar tidak menggunakan model tersebut. Untuk itu, agar pembelajar dapat memilih model pembelajaran yang tepat maka harus mempertimbangkan tingkat perkembangan intelektual peserta didik dan cara belajar peserta didik khususnya 47 dalam belajar fisika. Berikut ini diberikan beberapa pertmbangan mengenai kondisi peserta didik (peserta didik) a. Tingkat Perkembangan Intelektual Dalam memilih model pembelajaran, tingkat perkembangan intelektual peserta didik juga harus diperhatikan. Piaget mengklasifikasikan tingkat perkembangan intelektual individu berdasarkan usianya dalam empat kategori, yaitu: sensori-motor (0 – 2 tahun), pra-operassional (2 – 7 tahun), operasional konkret (2 – 11 tahun), dan operasi formal (11 tahun ke atas). Apabila ditinjau usianya, peserta didik sekolah menengah (SMP, SMA, dan yang sederajat), taraf perkembangan intelektualnya adalah pada tingkat opersional formal. Flavell (Indrawati, 2007), mengemukakan bahwa individu yang berada pada tingkat perkembangan operasional formal memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik tersebut adalah: pertama, dapat berpikir adolesensi (hipotetis-deduktif). Dalam berpikir ini, individu dapat merumuskan banyak alternatif hipotesis untuk memecahkan masalah, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan atau membuat keputusan yang logis. Namun demikian, individu pada taraf ini belum memiliki kemampuaan untuk menerima atau menolak hipotesis yang telah dirumuskan. Karakter yang kedua adalah ditandai dengan berpikir proposisional. Individu yang berpikir formal tidak terbatas berpikir tentang benda-benda atau peristiwaperistiwa yang konkret, tetapi dia dapat memecahkan masalah gagasan-gagasan, pernyataan-pernyataan atau proposisi-proposisi yang memberikan data konkret. Bahkan dia juga dapat mengatasi proposisi yang berlawanan dengan fakta. Ketiga, individu pada taraf perkembangan formal juga dicirikan dengan dapat berpikir kombinatorial, yaitu berpikir tentang kombinasi antara benda-benda atau antara gagasan-gagasan yang mungkin terjadi. b. Cara individu belajar Seperti disebutkan di atas bahwa dalam menentukan model pembelajaran Anda juga harus memperhatikan cara individu belajar. Teori tentang cara individu belajar disebut teori belajar. Berkaitan dengan belajar sains secara umum dan belajar fisika khususnya disekolah, teori belajar yang dipikirkan sesuai adalah 48 teori belajar konstruktivis. Beberapa teori belajar sains yang melandasi teori konstruktivis adalah teori belajar penemuan (discovery learning) oleh Bruner, belajar verbal bermakna (meaningful verbal learning) oleh Ausubel, kondisikondisi belajar (conditions of learning) oleh Gagne, belajar genatif (generative learning) oleh Wittrock, dan belajar perubahan konseptual (conceptual change learning) oleh Posner dan kawan-kawan. Semua pandangan tersebut memaknai belajar dan mengajar sebagai proses aktif; guru tidak dipandang sebagai pemancar (transmitter) informasi seperti robot, dan atau peserta didik dipandang sebagai penerima pasif yang menunggu untuk mencatat pengetahuan. Beberapa kunci yang melandasi pandangan konstruktivis tersebut adalah: Pertama, menurut Bruner, belajar lebih relevan, dapat diterapkan, dan dapat diingat oleh peserta didik jika mereka memahami struktur (ide-ide dan hubunganhubungan) materi. Untuk itu peserta didik harus aktif. Dalam teori belajar Bruner, belajar penemuan membantu peserta didik menjadi aktif dengan mengajaknya untuk berpikir secara induktif, menggunakan contoh untuk membentuk prinsipprinsip umum. Kedua, seperti halnya Bruner, Ausubel menekankan struktur materi dan pentingnya organisai hirarkikal. Ausubel merekomendasikan penggunaan bertanya Socratic dan pemandu awal (advanced organizers), atau materi-materi pendahuluan yang mendukung belajar dengan cara mengaktifkan pengetahuan-pengatahuan relevan yang ada dan menghubungkan pengetahuan itu dengan pengetahuan baru. Ketiga, seperti halnya Ausubel, Gagne meyakini bahwa belajar bermakna (membuat hubungan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang ada) dapat terjadi hanya jika pengetahuan relevan yang ada telah diaktifkan, atau ada dalam pikirannya. Menurut Gagne, belajar harus didukung oleh kejadian-kejadian pembelajaran seperti memotivasi peserta didik, mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, mengarahkan perhatian peserta didik, mengaktifkan pengetahuan yang berkaitan, memberikan bimbingan, mengembangkan pemindahan (generalisasi), memunculkan performansi, dan memberikan umpan balik. Witrock mempertahankan bahwa belajar bermakna melibatkan pembangkitan hubungan antara informasi baru dan informasi yang diperoleh sebelumnya. Dia menekankan bahwa peserta didik menggunakan hal 49 tersebut untuk pembangkitan makna dan pemahaman dari pembelajaran. Menurut pandangan dia, proses-proses ini meliputi perhatian, motivasi, pengetahuan dan prakonsepsi dan pembangkitan. Dia mengatakan bahwa mengajar melibatkan “menuntun peserta didik untuk menggunakan proses pembangkitan (generative) dalam mengkonstruk makna-makna dan rencana-rencana tindakan”. Keempat, Posner dan kawan-kawannya menyakini bahwa peserta didik harus berkeinginan untuk merubah pikirannya melalui proses akomodasi, memindahkan konsepsi lama dengan yang baru. Kondisi-kondisi perubahan konseptual tersebut meliputi: (a) harus ada ketidakpuasan dengan konsepsi yang ada; (b) konsepsi baru harus jelas; (c) konsepsi baru yang pada awalnya muncul harus masuk akal; dan (d) konsepsi baru seharusnya disarankan pada kemungkinan berasal dari suatu program penelitian yang berhasil. Dari uraian diatas maka dalam menentukan model pembelajaran Anda harus memperhatikan kondisi peserta didik, baik tingkat perkembangan intelektualnya maupun cara belajarnya agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien. 6. Alokasi Waktu Hal yang tidak kalah penting dalam menentukan suatu model pembelajaran adalah waktu yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Anda sebagai guru atau calon guru fisika harus memperhatikan dengan sungguhsungguh waktu yang diperlukan untuk melaksanakan suatu model. Dalam setiap kegiatan pembelajaran, secara umum terdiri atas tiga kegiatan, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam melaksanakan suatu model pembelajaran, sintakmatik model biasanya dilakukan pada kegiatan inti, walaupun ada beberapa model yang memulai sintakmatik pada tahap pendahuluan. Bahkan ada beberapa yang bisa dimulai dari tahap pendahuluan hingga tahap penutup. Cara ini biasanya dilakukan oleh beberapa guru yang menggunakan model pembelajaran kooperatif ketika fasenya dimulai dengan pembagian kelompok dan diakhiri dengan tahap evaluasi. 50 Dalam pembelajaran fisika yang sesuai dengan hakikat fisika, adalah memuat proses dan produk. Pada proses, biasanya memerlukan kegiatan percobaan baik demonstrasi maupun eksperimen, walaupun dalam proses (pengetahuan proses) bisa juga cukup menggunakan diskusi dan tanya jawab. Apabila kegiatan ini dilakukan maka memerlukan waktu yang agak lama, paling tidak dua jam pertemuan. Bahkan ada model pembelajaran yang memungkinkan sintaksnya memerlukan beberapa pertemuan. Untuk itu, sebelum Anda menetapkan model perhatikan benar-benar sintaks yang ada dalam model tersebut, sehingga Anda dapat memperkirakan waktu yang diperlukan dengan baik. 51 BAB III PEMBAHASAN Tabel . Matriks Hubungan Kebutuhan Peserta Didik SMP, Model Keterpaduan dan Model Kurikulum 2013 Model Keterpaduan Kebutuhan Peserta Didik Kebutuhan Agama Connected Karakteristiknya : Suatu konsep Model Kurikulum 2013 Contoh dalam Pembelajaran Inquiry Based Learning (IBL) IPA 1. Mengamati fenomena getaran pada Sintak : dipertautkan Orientasi (Orientation) bandul ayunan, gelombang pada tali/slinki serta bunyi dari berbagai dengan konsep lain sumber bunyi. 2. Mengaitkan pembelajaran dengan ayat Al-quran surat Hud ayat 94 tentang bunyi. Dengan adanya kaitan antara ayat alquran tersebut akan mampu memenuhi kebutuhan agama peserta didik. Kebutuhan akan rasa bebas Konseptualisasi (conceptualization) Mengamati mekanisme mendengar pada manusia dan sistem sonar pada hewan 1 Kebutuhan akan kasih sayang Investigasi (investigation). Melakukan percobaan untuk mengukur periode dan frekuensi getaran bandul ayunan Melakukan percobaan untuk mengukur besaran-besaran pada gelombang Mengidentifikasi sistem bagian-bagian pendengaran mengetahui untuk mekanisme mendengar pada manusia Melakukan percobaan frekuensi bunyi dan resonansi untuk menjelaskan sistem sonar pada hewan Kebutuhan akan rasa bebas Kesimpulan (conclusion) Peserta didik membuat kesimpulan dari apa yang telah 2 ditemukannya selama proses pembelajaran tentang materi ayunan sederhana, dan gelombang bunyi Kebutuhan akan penghargaan Diskusi (Discussion) Menyajikan hasil percobaan dan identifikasi dalam bentuk laporan Kebutuhan akan rasa sukses tertulis dan dengan teman 3 mendiskusikannya Penerapan Pemilihan Model Pembelajaran IPA Berdasarkan Kebutuhan Peserta Didik SMP A. Peta Konsep Materi IPA Terpadu Kelas VIII Tema : Getaran dan Gelombang Dalam Kehidupan Sub Tema : 1. 2. 3. 4. Proses Bergetar Proses Merambat Proses Mendengar Proses Melihat Model Keterpaduan : Webbed Menerapkan konsep getaran, gelombang, bunyi, dan system pendengaran dalam kehidupan sehari-hari termasuk system sonar pada hewan. KD. 3.11 GETARAN DAN GELOMBANG DALAM KEHIDUPAN KD. 3.12 Memahami sifat-sifat cahaya, pembentukan bayangan pada bidang datar dan lengkung, serta penerapannya untuk menjelaskan proses penglihatan manusia, mata serangga, dan prinsip kerja alat optic. 1 B. Matriks Hubungan Aspek-aspek pemilihan Model Pembelajaran berdasarkan Kebutuhan Peserta Didik Tabel 2. Matriks Hubungan Aspek-aspek pemilihan Model Pembelajaran berdasarkan Kebutuhan Peserta Didik Syarat Pembelajaran IPA Terpadu PAKEM (pembelajar an aktif, kreatif, efektif, dan menyenang kan). Belajar aktif adalah learning by doing, yang merupakan integrasi aspek teori dan praktik. Komponen PAKEM: Mengalami , o Melaku Karakteristik Materi IPA Karakteristik Materi IPA adalah sebagai berikut : Pembelajaran secara terpadu, artinya tidak terpisah antara Fisika, Kimia, dan Biologi Indikator Tujuan Pembelajaran Indikator Jenis Kebutuhan Peserta didik Karakteristik Peserta didik Kegelisahan Pertentangan Mengkhayal Aktivitas kelompok Keinginan mencoba segala sesuatu Pembelajaran terpadu yang dikemas dengan tema dan topik tentang suatu wacana akan dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin ilmu yang mudah dipahami dan dikenal siswa sehingga Kebutuhan akan Agama Model yang Digunakan Tema: Getaran dan Discovery Gelombang dalam Learning Kebutuhan akan agama merupakan Kehidupan kebutuhan yang paling utama bagi peserta didik. Dengan terpenuhinya kebutuhan agama dengan baik, maka kebutuhankebutuhan lainpun akan dapat diaplikasikan dengan baik pula. Kebutuhan Jasmani Kebutuhan jasmani merupakan kebutuhan dasar 53 Contoh Dalam Pembelajaran IPA Model keterpaduan :Webbed Materi yang dipadukan KD 3.11 dan KD 3.12: 3.11 Menerapkan konsep getaran, gelombang, bunyi, dan system pendengaran dalam kehidupan seharihari termasuk system sonar pada hewan. 4.11 Menyajikan hasil percobaan tentang Syarat Pembelajaran IPA Terpadu kan pengam atan o Melaku kan percoba an o Melaku kan penyelid ikan o Melaku kan wawanc ara –Anak belajar banyak melalui berbuat –Pengalaman langsung mengaktifka Karakteristik Materi IPA Indikator Tujuan Pembelajaran Indikator Jenis Kebutuhan Peserta didik Karakteristik Peserta didik menciptakan suatu pembelajaran yang bermakna (Rahayu, 2012). manusia termasuk peserta didik yang bersifat instink, tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikan. Kebutuhankebutuhan jasmani itu antara lain kebutuhan akan makan, minum, pakaian, istirahat yang cukup dan bergerak bebas. Pembelajaran IPA sebaiknya tidak hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih Kebutuhan akan rasa aman Kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, 54 Contoh Dalam Pembelajaran IPA getaran, gelombang, dan bunyi.. 3.12 Memahami sifatsifat cahaya, pembentukan bayangan pada bidang datar dan lengkung, serta penerapannya untuk menjelaskan proses penglihatan manusia, mata serangga, dan prinsip kerja alat optic.Menyajikan hasil penyelidikan pengaruh gaya terhadap gerak benda 4.12 Menyajikan hasil percobaan tentang pembentukan bayangan pada Model yang Digunakan Syarat Pembelajaran IPA Terpadu n banyak indera Komunikas i Karakteristik Materi IPA Indikator Tujuan Pembelajaran mendalam tentang alam sekitar. kepastian dan keteraturan dari lingkungan, jaminan keamanan, terlindung dari bahaya dan ancaman dan sebagainya. Pembelajaran IPA menggunakan pendekatan ilmiah o Mengem ukakan pendapat Kebutuhan akan kasih sayang Semua peserta didik membutuhkan kasih sayang dari orang tua, guru,teman-teman sekolah dan orang-orang yang ada disekitarnya,sehin gga akan memicu motifasi siswa. o Presenta si laporan o Memaja ngkan hasil kerja Ungkap gagasan - Indikator Jenis Kebutuhan Peserta didik Karakteristik Peserta didik Konsolida 55 Kebutuhan akan Contoh Dalam Pembelajaran IPA cermin dan lensa Model yang Digunakan Syarat Pembelajaran IPA Terpadu Karakteristik Materi IPA Indikator Tujuan Pembelajaran Indikator Jenis Kebutuhan Peserta didik Karakteristik Peserta didik si pikiran - Gagasan yang lebih baik berpeluan g keluar - Dapat memancin g gagasan orang lain - Bangunan makna siswa diketahui guru penghargaan Semua peserta didik ingin diakui dan diperlakukan sebagai orang yang berharga,ingin dikenal dan diakui keberadaanya ditengah-tengah orang lain.Mereka yang dihargai akan bangga dan gembra ,sehingga menumbuhkan pandangan yan positif.Tetapi sebalknya,jika mereka diremehkan dan tidak dihargai ,maka sikapnya terhadap dirinya dan lingkungannya menjadi negatif. Interaksi o Diskusi o Tanya jawab 56 Kebutuhan Contoh Dalam Pembelajaran IPA Model yang Digunakan Syarat Pembelajaran IPA Terpadu Karakteristik Materi IPA Indikator Tujuan Pembelajaran Indikator Jenis Kebutuhan Peserta didik Karakteristik Peserta didik o Lempar lagi akan rasa bebas Guru harus memberi kebebas an kepada peserta didik dalam batas –batas kewajaran dan tidak berbahaya.Peserta didik harus diberi kesempatan dan bantuan yang memamadai untuk mendapatkan kebabasan .Karena peserta didik yang merasa tidak bebas apa yang diinginkannya,aka n mengalami frustasi,tertekan dan lain-lainnya. o pertanya an - Kesalahan makna berpeluan g terkoreksi - Makna yang terbangun semakin mantap - Kualitas hasil belajar meningkat Kebutuhan akan rasa sukses Rasa sukses 57 Contoh Dalam Pembelajaran IPA Model yang Digunakan Syarat Pembelajaran IPA Terpadu Karakteristik Materi IPA Indikator Tujuan Pembelajaran Karakteristik Peserta didik Indikator Jenis Kebutuhan Peserta didik merupakan salah satu kebutuhan pokok peserta didik terutama dalam bidang akademis.Untuk itu,guru harus mendorong pada peserta didiknya untuk mencapai keberhasilan dan prestasi yang tinggi,serta membri penghargaan atas prestasi yang mereka capai Refleksi o Memikir kan kembali apa yang diperbua t/dipikir kan - Peluan g lahir kan gagas an baru - Untuk perba ikan gagas an/ makn 58 Contoh Dalam Pembelajaran IPA Model yang Digunakan Syarat Pembelajaran IPA Terpadu Karakteristik Materi IPA Indikator Tujuan Pembelajaran Karakteristik Peserta didik a - Untuk tidak meng ulang i kesal ahan - Untuk tidak meng ulang i kesal ahan 59 Indikator Jenis Kebutuhan Peserta didik Contoh Dalam Pembelajaran IPA Model yang Digunakan Syarat Pembelajaran IPA Terpadu 5 Karakteristik Materi IPA Indikator 3.11.1 Mengidentifik asi getaran dalam kehidupan sehari-hari Tujuan Pembelajaran Karakteristik Peserta didik Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat: 3.11.1 Mengidentifikas i getaran dalam kehidupan sehari-hari Indikator Jenis Kebutuhan Peserta didik Contoh Dalam Pembelajaran IPA Menunjukkan fenomena: Guru meminta peserta didik untuk mengamati seorang siswa yang sedang berbicara dan video anak yang sedang main ayunan, Guru menghubungkan kaitan peragaan tersebut dengan ayat Al-Qur’an Surat AlKahfi ayat 54. Dengan memperagakan seorang siswa berbicara dan menampilkan video anak bermain ayunan, dan mendengar penjelasan guru : 1. Peserta didik dapat mengaitkan antara materi getaran dengan Al-qur’an 60 Menunjukkan fenomena : Guru menampillkan gambar/video tentang peristiwa yang berkaitana d engan konsep getaran yaitu video anak yang Model yang Digunakan Syarat Pembelajaran IPA Terpadu Karakteristik Materi IPA Indikator Tujuan Pembelajaran Karakteristik Peserta didik 1. Indikator Jenis Kebutuhan Peserta didik Contoh Dalam Pembelajaran IPA Proses Bergetar Materi Pendukung : 1. Konsep Getaran 2. Getaran pada Pegas dan Bandul 3. Penerapan getaran pada benda dan makhluk hidup Proses Merambat Materi Pendukung : 1. Konsep Gelombang 2. Jenis-jenis gelombang mekanik 3. Penerapan gelombang pada benda dan makhluk hidup Proses Mendengar Materi Pendukung : 61 Model yang Digunakan Syarat Pembelajaran IPA Terpadu Karakteristik Materi IPA Indikator Tujuan Pembelajaran Karakteristik Peserta didik Indikator Jenis Kebutuhan Peserta didik Contoh Dalam Pembelajaran IPA 1. Konsep Bunyi 2. Sistem Pendengaran Manusia 3. Penerapapan gelombang bunyi pada benda dan makhluk hidup Proses Melihat Materi Pendukung : 1. Pengertian cahaya 2. Sifat-sifat cahaya 3. Pembentukan bayangan pada cermin 4. Pembentukan bayangan pada lensa 5. Pembentukan bayangan pada mata manusia 6. Pembentukan bayangan pada 62 Model yang Digunakan Syarat Pembelajaran IPA Terpadu Karakteristik Materi IPA Indikator Tujuan Pembelajaran Karakteristik Peserta didik Indikator Jenis Kebutuhan Peserta didik Contoh Dalam Pembelajaran IPA mata serangga 7. Prinsip kerja alat optik Proses Bergetar Materi Pendukung : 1. Konsep Getaran 2. Getaran pada Pegas dan Bandul 3. Penerapan getaran pada benda dan makhluk hidup 63 Model yang Digunakan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari makalah ini yaitu: 1. Beberapa kebutuhan peserta didik yang harus diperhatikan guru, diantaranya yaitu kebutuhan jasmaniah, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih saying, kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan akan rasa bebas, dan kebutuhan akan rasa sukses. 2. Model keterpaduan pembelajaran yang digunakan sesuai karakteristik materi IPA SMP adalah model connected, webbebb, dan integrated. 3. Model pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013 yaitu Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Model pembelajaran berbasis proyek, Inquiry Based Learning (IBL), dan Discovery Learning. 4. Aspek-aspek yang diperlukan dalam memilih model pembelajaran IPA SMP yaitu tujuan pembelajaran, sifat materi, ketersediaan fasilitas, kemampuan pendidik, kondisi peserta didik, dan alokasi waktu. B. Saran Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan.Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya.Semoga makalah ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. 64 DAFTAR PUSTAKA Abidin. Zainal. 2007. Analisis Eksistensial. Jakarta: Raja Grafindo. Ahmadi. Khoiru dkk. 2011. Pembelajaran SekolahTerpadu. Jakarta: PT Prestasi. Pustakarya Anonim. 2009. Draft Panduan Pengembangan Model Pembelajaran IPA Terpadu. Depdiknas: Jakarta Daryanto. 2014. Pembelajaran Tematik, Terpadu, Terintegrasi (Kurikulum 2013). Jogjakarta: Gava Media. Depdiknas. 2006. Panduan Pengembangan IPA Terpadu. Jakarta: Puskar Balitbang. Depdiknas .2003. Undang-undang RI No.20 tahun 2003.tentang sistem pendidikan nasional Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun. 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan Duch. J.B. (1995). Problem Based Learning in Physics: The Power of Student. Teaching Student. [Online] Echols, John M. dan Hassan Shadily. 2005. Kamus Inggris Indonesia : An English – Indonesian Dictionary. Jakarta: PT Gramedia Fogarty, Robin. 1991. How to Integrated the Curricula. Palatine, Ilinois: IRI/ Skylight Publishing, Inc. Gulo, W. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Hall, G. S. (1904). Adolescence: Its Psychology and Its Relation to Physiology, Anthropology, Sociology, Sex, Crime, Religion, and Education. New York: D. Appleton Indrawati. 2011. Perencanaan Pembelajaran Fisika: Model-model Pembelajaran (Implementasinya dalam Pembelajaran Fisika. Jember: Universitas Jember. Kemdikbud. 2014. Permendikbud No. 59 tahun 2014 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/MA. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Jakarta Rahayu, P.,dkk. 2012. Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadudengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem BasedLearning Melalui Lesson Study. 65 Rusman. 2011. Model-ModelPembelajaran MengembangkanProfesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Rusman. 2015. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada Sumantri, Permana M.1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud. Syah. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosda Karya Swanpo dan Marry W. Sic,. 1986. Pendidikan pada Tingkat SMP/MTs. Jakarta : Depdiknas. Trianto. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, progresif, dan Kontekstual. Jakarta: Kencana. Wuest & Combardo. (1974). www.scribd.com/.../Identitas-Dan-KarakteristikPeserta didik-Smp. Diakses pada hari Kamis, 3 April 2019 www.who.int/ adolescence/articles diakses 3 April 2019 66