Disfungsi berkemih : Apa Yang Dapat Ahli Radiologi sampaikan kepada Pasien dan Ahli Urologi Anak ? OBJEKTIF. Pencitraan pada anak-anak dengan disfungsi berkemih tetap menjadi tantangan karena 98% dari anak-anak ini memiliki anatomi normal. Mengidentifikasi sekitar 1-2% anak-anak yang memiliki dasar anatomi pada inkontinensia merupakan hal penting; Artikel ini berfokus pada bagaimana ahli urologi pediatrik menggunakan pencitraan untuk evaluasi pasien dengan kondisi ini. KESIMPULAN. Pencitraan pasien dengan disfungsi berkemih dapat memberikan temuan yang memungkinkan untuk diagnosis yang akurat dan pengobatan yang optimal. Meruapakan hal penting bagi ahli urologi pediatrik untuk menggunakan studi pencitraan dengan baik karena hasil diagnostik yang belum optimal. Jika setiap pasien dengan disfungsi berkemih yang datang ke suatu klinik untuk dilakukan pencitraan, akan mendapatkan suatu bantuan untuk membuat diagnosis. Memahami di mana pasien mencoba melakukan pencitraan lebih awal dibandingkan dengan mencoba pengobatan perilaku dan medis awal merupakan pengalaman . Informasi yang paling penting untuk ahli radiologi kepada pasien, orang tua, dan ahli urologi tentang disfungsi berkemih adalah bahwa ada dasar anatomi untuk inkontinensia anak. Meskipun pernyataan ini tampak jelas, kenyataannya adalah dokter anak dan ahli urologi pediatrik melihat banyak pasien dengan masalah kontrol pencernaan dan berkemih; Data survei epidemiologi menunjukkan bahwa 3% anak usia 5-7 tahun mengalami inkontinensia diurnal. Namun, kejadian temuan anatomi yang abnormal di antara semua anak-anak ini dengan disfungsi berkemih atau pencernaan itu rendah mulai dari 1% hingga 2% [1] termasuk di pusat dimana banyak pasien anak-anak dirujuk. Dalam diagnosis anomali struktural pada inkontinensia urin bahkan mungkin kurang saat ini daripada 30 tahun yang lalu karena deteksi dini pada sonografi prenatal. 1 Dalam artikel ini, kami bertujuan untuk menggambarkan peran yang dimainkan pencitraan dalam evaluasi anak-anak yang sehat yang datang dengan disfungsi berkemih. Pasien-pasien ini datang dengan berbagai gejala, dan dengan demikian indikasi untuk pencitraan akan bervariasi sesuai dengan mode presentasi (yaitu presentasi yang berpusat di sekitar inkontinensia vs infeksi). Anak-anak dengan diagnosis kelainan anatomi yang diketahui seperti spina bifida atau cedera tulang belakang memiliki disfungsi berkemih, tetapi kebutuhan pencitraan pada kelainan tersebut sudah dijelaskan dengan baik. The Embryologic and Neural Basis for Normal Micturition Sebuah diskusi tentang kelainan mikturisi harus dimulai dengan peninjauan siklus pengosongan, penjelasan tentang bagaimana reflex perubahan yang rumit ini selama perkembangan normal, dan kemudian penjelasan tentang bagaimana hal itu berubah pada keadaan patologis spesifik. Kami akan mulai dengan gambaran singkat perkembangan embriologis kandung kemih dan usus besar pada minggu ke4 sampai minggu ke-6 perkembangan janin [2]. Selama jangka waktu penting ini, embrio mengalami pemisahan penting pada kloaka menjadi kandung kemih dan rektum. Kandung kemih mulai berkembang di setengah anterior kloaka sebelumnya, di mana rektum berkembang di setengah posterior. Selain itu, selama rentang tesebut uretra memulai migrasi ke posisi perineum pada wanita dengan perkembangan normal. Pada laki-laki, uretra memanjang hingga mencapai lokasi anatomis terakhirnya di ujung glans dalam suatu proses yang bergantung pada hormon androgen. Pada saat yang sama ketika pemisahan ini berkembang, duktus wolffian berfungsi sebagai asal dari tunas ureter, yang membuat kontak dengan primitive metanephric blastema. Sebagai hasil dari pengiriman signal reciprocal sitokin yang kompleks antara tunas ureter dan blastema, ureter, sistem pengumpulan, dan ginjal berkembang [3, 4]. Kuncup ureter yang melenceng terlalu jauh dari tempat normalnya pada ductus wolffian akan lebih mungkin menjadi bentuk abnormal ke saluran kemih dan dapat menyebabkan refluks derajat tinggi atau ureter ektopik. 2 Ringkasan singkat embriologi ini penting untuk memahami disfungsi berkemih pada anak karena dua alasan penting. Pertama, asal embriologis secara umum dari kandung kemih dan rektum sehingga organ-organ ini juga saling membagi utuk beberapa jalur saraf yang tumpang tindih. Kedua, asal embriologis ureter ektopik penting untuk diingat terutama dalam evaluasi inkontinensia pada wanita. Pada ureter ektopik yang mengarah ke inkontinensia hanya terlihat pada wanita karena duktus wolffian melewati sfingter lurik eksternal di jalurnya sepanjang dinding lateral vagina. Antara kandung kemih dan rektum memiliki fungsi sensorik dan motorik yang berasal dari S2, S3, dan S4 segmen sakral. Hal tersebut saling tumpang tindih pada saraf sensorik bersama untuk hubungan antara sembelit dan disfungsi berkemih. Dasar ilmiah untuk hubungan ini dapat ditemukan dalam studi eksperimental dan klinis. Studi neon ganda telah dilakukan pada hewan pengerat untuk melakukan tracing neural retrograd. Dalam satu percobaan tersebut, pemeriksaan menunjukkan bahwa setengah dari neuron di dalam nukleus Barrington memiliki asal di kandung kemih dan satu perempat memiliki asal rektal tetapi satu perempat lainnya memiliki masukan sensoris dari kedua rektum dan kandung kemih [6] (Gbr. 1) . Temuan serupa telah dicatat di neuron aferen sensoris di dalam dorsal horn S2, S3, dan S4 segmen sakral. 3 Gambar.1, Pembagian kloaka oleh septum urorektal menghasilkan kandung kemih dan rektum, tetapi terdapat overlap dalam output sensorik dari organ-organ ini. Overlap ini ditunjukkan pada fotomikrograf fluorescent yang diperoleh pada penelitian penelusuran retrograde pada model tikus di mana virus pseudorabies termodifikasi-mengekspresikan protein fluorescent hijau disuntikkan dalam kandung kemih, dan memodifikasi pseudorabies virus-mengekspresikan β-galactosidase disuntikkan dalam rektum. Ekspresi Beta-galactosidase dideteksi dengan antibodi yang digabungkan dengan fluorophore merah. Proyeksi sensori untuk inti Barrington dapat dilihat: Sekitar setengah pewarna hijau (panah) (neuron aferen kandung kemih), seperempat pewarna merah (neuron aferen rektal), dan seperempat pewarna kuning (panah) (neuron aferen umum). Hasil ini menunjukkan bahwa neuron menerima input aferen dari rektum dan kandung kemih. (Dicetak ulang dengan izin dari [41]: Rouzade-Dominguez ML, Miselis R, Valentino RJ. Pusat representasi dari kandung kemih dan usus besar yang diungkapkan oleh transsynaptic tracing ganda pada tikus: substrat untuk koordinasi viseral pelvis. Eur J Neurosci 2003; 18: 3311– 3324 Meskipun studi semacam itu menggambarkan sirkuit anatomi, penelitian lain menunjukkan neurofisiologi hubungan kelainan antara fungsi distensi rektum dan kandung kemih. Dalam sebuah studi eksperimental dari model tikus, peneliti menempatkan kateter balon di rektum dan tabung suprapubik untuk memungkinkan cystometry [7]. Mereka menemukan bahwa inflasi balon menyebabkan distensi dinding rektal, selanjutnya mengubah sistometri dan mengakibatkan frekuensi kencing dan tekanan berkemih berkurang [7]. Temuan serupa tercatat dalam penelitian pada manusia di mana distensi rektal oleh balon mengubah penelusuran urodinamik [8]. Tinjauan dasar dari sirkuit saraf yang mengatur saluran kemih bawah selama fase pengisian siklus berkemih ditunjukkan pada Gambar 2. Pada tahun 1925, Barrington [9] menggambarkan sekelompok neuron di dalam batang otak yang berfungsi untuk mengkoordinasikan otot detrusor. Selama pengisian, sinyal neuron aferen dari kandung kemih yang diaktifkan dengan distensi kandung kemih mengirimkan proyeksi ke dorsal horn dari segmen korda spinalis kedua, ketiga, dan keempat [10-12]. Beberapa neuron ini juga memproyeksikan ke pusat yang lebih tinggi di batang otak (nukleus Barrington) dan korteks serebral. 4 Gambar.2. Bagan menunjukkan fase pengisian kandung kemih siklus berkemih. Selama fase pengisian kandung kemih, neuron aferen dari kandung kemih merasakan distensi kandung kemih dan menyampaikan sinyal-sinyal ini ke interneuron di S2, S3, dan S4 segmen sakral; Nukleus Barrington (BN), yang terletak di pons; dan korteks. Selama fase pengisian, interneuron dimatikan oleh input saraf dari nukleus Barrington. Penghambatan kortikal menekan nukleus Barrington selama fase ini. Sebagai hasil dari penghambatan ini, tidak ada stimulasi neuron parasimpatik pada saraf panggul. Penyimpanan kandung kemih juga difasilitasi oleh stimulasi saraf pudendal, yang merangsang sphincter eksternal secara bertahap dan saraf simpatik dari ganglia lumbodorsal yang merangsang leher kandung kemih. Titik hijau = fasilitasi neurotransmisi, titik ungu = saraf pelvis, titik merah = penghambatan neurotransmisi, titik biru = interneuron Serat-serat ini mengirim sinyal rasa kepenuhan yang memicu keinginan untuk membatalkan. Beberapa neuron sensorik ini juga bersinaps dengan interneuron di S2, S3, dan S4 segmen sakral yang berfungsi untuk menghubungkan neuron sensorik di dorsal horn dengan neuron motorik di anterior horn segmen yang sama dan menyelesaikan refleks sirkuit klasik. Namun, selama siklus pengisian, kemampuan interneuron untuk menekan, ditekan oleh aliran tonik penghambatan tonik yang berasal dari neuron di nukleus Barrington. Neurotransmitter inhibisi primer yang dilepaskan oleh nukleus Barrington adalah glutamat [13, 14], meskipun penelitian eksperimental menunjukkan bahwa neurotransmitter lain memainkan peran. Faktor corticotrophin-releasing stress neuropeptide juga dapat berfungsi untuk menghambat refleks berkemih [15, 16.). 5 Selain penekanan refleks selama pengisian, ada juga aktivasi simultan neuron yang merangsang kompleks sphincter otot lurik eksternal dan otot polos leher kandung kemih. Kompleks sfingter ini secara bertahap akan mengencang dengan pengisian kandung kemih dan dengan demikian mencegah kebocoran yang tidak disengaja. Sfingter striata eksternal berada di bawah kontrol kehendak dan dipersarafi oleh saraf pudenda, yang juga muncul dari S2, S3, dan S4 segmen sakral. Sebaliknya, serat otot polos dari leher kandung kemih, yang membentuk shutterlike sfingter , berada di bawah kendali neuron simpatik yang berasal dari rantai ganglia thoracolumbar. Semua saraf ini aktif selama mengisi kandung kemih dan sinyal ini lambung (sphincter eksternal) atau halus (internal sfingter) otot untuk menghasilkan ketegangan dan dengan demikian berkontribusi terhadap resistansi outlet. Gambar.3 Bagan menunjukkan fase pengosongan kandung kemih siklus berkemih. Selama fase pengosongan, neuron aferen dari kandung kemih merasakan distensi kandung kemih dan menyampaikan sinyal-sinyal ini ke korteks serebral. Cerebral cortex memancarkan sinyal ke nukleus Barrington (BN). Nukleus Barrington menghilangkan sinyal penghambatan untuk interneuron di S2, S3, dan S4 segmen sakral, yang menyelesaikan arc refleks sakral dan memungkinkan berkemih untuk melanjutkan setelah neuron motor saraf panggul diaktifkan. Dalam cara yang terkoordinasi, ada juga penghambatan serentak saraf pudendus (untuk mengendurkan sfingter lurik eksternal) dan serabut simpatis (untuk memungkinkan relaksasi dan funneling leher kandung kemih). Titik merah = penghambatan neurotransmisi, titik ungu = saraf panggul, titik hijau = fasilitasi neurotransmisi, titik biru = interneuron. 6 Hubungan ini berubah selama fase berkemih dari siklus seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Ketika anak mencapai titik di mana sinyal sensorik mengingatkan korteks bahwa sudah waktunya untuk membatalkan, korteks memulai sinyal untuk nukleus Barrington yang menghilangkan output penghambatan tonik yang telah menekan aktivitas interneuron sakral. Ketika interneuron ini diaktifkan dan mempunyai kemampuan untuk melepaskan, reflex arkus sakral selesai, dan neuron motorik yang ditemukan di horn anterior segmen sakral S2, S3, dan S4 diaktifkan. Neuron kolinergik parasimpatik ini menimbulkan serabut motorik dalam saraf panggul yang menjalar ke ganglia perifer dalam dinding kandung kemih. Serat ganglionik pasca kolinergik berjalan ke motor endplate yang menimpa otot polos dan memberikan asetilkolin ke dalam celah. Pada pengikatan reseptor muskarinik yang diekspresikan pada permukaan serat otot polos, kontraksi dimulai dan dipertahankan. Kategori Disfungsi Voiding Normal efisien berkemih terjadi ketika pelepasan otot detrusor dikoordinasikan dengan relaksasi simultan dari eksternal lambung dan otot-otot halus sphincter. Kegagalan salah satu dari dua sfingter ini untuk relaxasi menghasilkan pengosongan yang kurang efisien. Anak-anak dengan disfungsi berkemih hadir dengan spektrum gejala yang luas dan inkontinensia mungkin berhubungan dengan gejala mulai dari konstipasi hingga pengotoran fecal yang parah, sistitis, atau bahkan pyelonefritis [1]. Kadang-kadang, pasien ini datang dengan nyeri perut bawah intermiten yang disebabkan oleh konstipasi yang mendasarinya. Presentasi yang jarang dari kegagalan pada relaksasi sfingter internal dalam hubungannya dengan pelepasan otot detrusor akan dibahas terlebih dahulu. Fenotipe berkemih ini telah dijelaskan dengan baik oleh Combs et al. [17] dan menyumbang kurang dari 5% pasien yang dievaluasi di klinik voiding kami [17]. Pasien-pasien ini biasanya remaja yang sangat cemas dan datang dengan aliran kemih yang berkepanjangan. Sebuah penelitian uroflow akan menunjukkan pengosongan yang stabil tetapi sangat lama dengan aliran puncak yang berkurang. 7 Jika penelitian videourodynamic pasien ini dilakukan,terdapat beberapa temuan yang muncul : Pertama, akan ada tekanan berkemih tinggi; kedua, aktivitas motorik listrik dari dasar panggul akan berhenti selama berkemih seperti yang diukur oleh elektroda permukaan tambalan(karena dengan definisi sphincter eksternal yang rileks selama berkemih); dan ketiga, leher kandung kemih akan gagal membuka dan menyalurkan selama berkemih (Gambar 4A). Karena serat leher kandung kemih berada di bawah kendali neuron adrenergik, pasien ini merespon dengan baik terhadap manajemen medis dengan α-blocker dan banyak dokter dapat memilih untuk mencoba terapi ini terlebih dahulu. Terpai pada laki-laki dengan diagnosis masih dicurigai, penting untuk membedakan subset pasien ini dari mereka yang memiliki diagnosis anatomi yang mendasari seperti striktur uretra (Gambar 4B). Beberapa ahli urologi mungkin memilih untuk mengobati dengan α-blocker terlebih dahulu untuk melihat apakah ada perbaikan. Jika tidak ada perubahan dalam laju aliran, maka urethrography retrograde atau voiding cystourethrography (VCUG) diindikasikan untuk menyingkirkan striktur uretra Gambar.4 Dyssynergia otot polos leher kandung kemih selama berkemih jarang terjadi karena disfungsi berkemih. (Dicetak ulang dari [17]: The Journal of Urology, Vol. 173 [edisi 1], Combs AJ, Grafstein N, Horowitz M, Glassberg KI, "Disfungsi leher kandung kemih primer pada anakanak dan remaja. I. Pelvicfloor electromyography lag time: a metode non-invasif baru untuk 8 menyaring dan memantau respons terapeutik, ”halaman 207–210, Hak Cipta 2005, dengan izin dari Elsevier) A, Fluoroskopi diperoleh selama studi urodynamic anak perempuan 14 tahun dengan dyssynergia (panah) otot polos leher kandung kemih. B, Fluoroskopi gambar anak laki-laki 9 tahun dengan dyssynergia otot polos leher kandung kemih. Pada laki-laki, dyssynergia (panah) otot polos leher kandung kemih harus dibedakan dari striktur uretra, yang dapat hadir dengan cara yang sama. Kegagalan untuk melonggarkan sfingter lurik eksternal yang menghasilkan gambaran klasik dari kandung kemih neurogenik biasanya terlihat pada pasien dengan kelainan anatomi seperti spina bifida, cedera tulang belakang, atau kompresi kandung kemih oleh tumor. Pasien-pasien ini sering datang dengan inkontinensia atau infeksi saluran kemih, dan kandung kemih sering mengalami hipertrofi yang signifikan. Hipertrofi ini dihasilkan dari kerja yang dilakukan ketika kandung kemih berusaha untuk mengosongkan terhadap resistensi yang timbul dari sfingter eksternal yang di stimulus secara bersamaan. Hipertrofi ini pada akhirnya dapat menyebabkan fibrosis dinding kandung kemih yang parah dan hilangnya kompliens kandung kemih, yang menghasilkan tekanan penyimpanan tinggi yang membahayakan saluran kemih bagian atas dan dalam kasus ekstrem, dapat menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir. Namun, kegagalan untuk melonggarkan sfingter lurik eksternal juga dapat dilihat pada disfungsi berkemih dengan tidak adanya kelainan spinal cord yang jelas dan merupakan temuan umum pada anak-anak yang mengalami inkontinensia urin. Hinman dan Baumann [18] pertama kali mendeskripsikan populasi pasien dengan disfungsi berkemih ekstrem yang mengalami inkontinensia urin dan feses yang berhubungan dengan hipertrofi dinding kandung kemih. Mereka melaporkan bahwa sebagian dari pasien ini menunjukkan kompromi pada saluran kemih atas mereka. Kemudian, Allen dan Bright [19] menjelaskan pola urodinamik dari disfungsi berkemih pada anak-anak dengan neurologis utuh. Pasien-pasien ini telah diamati dengan nilai-nilai tinggi yang menunjukkan kecenderungan sifat perfeksionis. 9 Gambar.5 Temuan radiografi pada anak laki-laki 8 tahun dengan sindrom Hinman. A, Gambar Fluoroskopi selama berkemih cystourethrogram. Kandung kemih dengan trabeculated yang besar hasil dari episode berulang berkemih terhadap kontraksi sphincter eksternal (panah). B, Postvoid gambar fluoroscopic, trabeculations kandung kemih dan diverticula akibat berkemih dengan tekanan tinggi. Selain itu, ada refluks ke sistem kiri yang terlambat dalam fase berkemih (tidak ditampilkan) Contoh seperti pasien ditunjukkan pada Gambar 5A, yang menunjukkan sphincter eksternal menyala bersamaan dengan berkemih. Gambar post void pasien ini menunjukkan kandung kemih yang sangat trabeculated dan refluks sisi kiri (Gambar. 5B). Ochoa dan Gorlin [20] menggambarkan populasi pasien dengan fenotipe berkemih yang sama yang dijelaskan oleh Hinman dan Baumann [18], tetapi kelompok pasien ini dibagi menjadi dua gambaran yang berbeda: pertama, upaya mereka untuk tersenyum mengakibatkan meringis ( dan karenanya keadaan ini disebut sebagai "Ochoa urofacial syndrome"); dan, kedua, fenotipe berkemih ini diwariskan mengikuti genetika Mendel [20, 21]. Studi pemetaan genetik yang dilakukan secara kohort pada pasien yang dijelaskan oleh Ochoa [21] di Columbia 10 telah menunjukkan bahwa gen ini ditemukan di wilayah genom manusia di mana enzim proteolitik heparanase terlokalisasi [22, 23]. Studi Kohort pada keluarga telah dijelaskan di wilayah geografis lainnya [24]. Karena sphincter lurik eksternal berada di bawah kontrol keinginan pasien tanpa kelainan spinal cord, ahli urologi memahami bahwa pengobatan pasien ini harus bertujuan untuk mengajarkan pasien bagaimana mengendurkan sphincter eksternal mereka bersamaan dengan berkemih dan harus mengobati sembelit yang mendasari. Dari pekerjaan ini muncul kesadaran bahwa terapi biofeedback memiliki peran dalam mengobati anak-anak dengan disfungsi berkemih yang tidak memiliki dasar anatomi yang mendasari untuk manifestasi mereka. Wenske dkk. [25, 26] juga telah menunjukkan bahwa tidak semua anak dengan disfungsi berkemih yang dating dengan laju aliran kemih intermittent akan terbukti memiliki dyssynergia detrusor sfingter. Mereka melaporkan bukti yang menunjukkan bahwa beberapa pasien ini dapat datang dengan laju aliran kemih intermiten dan relaksasi normal dari sfingter eksternal, yang menyebabkan mereka untuk menyimpulkan bahwa pasien ini mungkin memiliki sfingter detrusor yang tidak kuat. Otot detrusor hypocontractile ini telah diberikan beberapa eponim seperti "malas kandung kemih" atau "pemegang kandung kemih." Biasanya, pasien akan dating dengan inkontinensia urin. Subyek pasien ini akan jarang sekali berkemih (1-3 kali per hari), sering disertai dengan infeksi saluran kemih atau inkontinensia, dan akan memiliki kapasitas kandung kemih yang besar [27]. Diagnosa dan Pengukuran Diagnosis disfungsi berkemih pada pediatrik didasarkan pada riwayat dan pemeriksaan fisik yang tepat dalam hubungannya dengan urinalisis. Bagi banyak anak, infeksi saluran kemih akan menjadi alasan klinis utama dan merupakan manifestasi dari disfungsi berkemih yang mendasarinya. Secara khusus, riwayat penyakit fokus pada apakah anak pernah menngalami kontinensia, bagaimana frekuensi buang air kecil, pola mengompol, dan apakah anak memiliki riwayat infeksi saluran kemih atau riwayat konstipasi. Sejumlah penelitian menunjukkan hubungan yang kuat antara konstipasi dan infeksi saluran kemih serta disfungsi berkemih [27]. Merupakan hal yang umum melihat anak-anak datang ke klinik 11 disfungsi berkemih dengan inkontinensia urin yang merespon dengan cepat ketika konstipasi yang mendasari berhasil diobati. Dalam beberapa tahun terakhir, kami telah memodifikasi pendekatan kami pada pasien-pasien, dengan memasukkan lembar skor gejala yang diisi oleh anak dan orang tua. Kuisioner ini dikembangkan oleh Akbal et al. [28] dan dengan beberapa modifikasi sedikit divalidasi pada populasi pasien kami [29]. Skor gejala berkemih ini telah digunakan di Dysfunctional Outpatient Voiding Education (DOVE) untuk menilai dan mengikuti gejala-gejala disfungsi berkemih. Skor dapat berkisar dari 0 (normal) hingga 35 (disfungsi berkemih parah); ketika divalidasi pada populasi pasien kami, skor rata-rata pada presentasi adalah 12,4 poin dan 30% pasien memiliki skor kurang dari atau sama dengan 8 poin. Alat ukur ini penting karena beberapa alasan. Pertama, dapat berfungsi sebagai sumber alokasi dalam hal waktu dan upaya pasien yang diperlukan untuk mencapai kontinensia. Studi Kohort pasien yang nilainya kurang dari atau sama dengan 8 poin pada presentasi, sering berhasil dikelola dengan satu kunjungan yang melibatkan pendidikan tentang cara kerja kandung kemih, terapi konstipasi tingkat rendah, dan rekomendasi waktu berkemih dengan asupan air yang baik. Jika kelompok pasien ini berhasil dikelola dengan satu kali kunjungan ke kantor dalam 80% kasus, maka dokter memiliki lebih banyak waktu untuk fokus pada grup pasien yang lebih menantang dengan nilai derajat lebih tinggi. Kami juga berpikir bahwa skor berfungsi sebagai alat yang berharga untuk memutuskan pasien mana yang perlu menjalani pencitraan dan kapan pencitraan harus dilakukan. Pasien yang melakukan pengobatan sederhana dan yang nilainya turun ke normal akan terhindar dari pencitraan. Di sisi lain, pasien yang pengobatannya sederhana gagal menghasilkan perbaikan adalah kelompok pasien yang hasil pencitraan diagnostiknya akan lebih tinggi. Ukuran objektif lain yang bermanfaat dalam evaluasi pasien ini adalah laju aliran urin. Mendapatkan laju aliran urin adalah tes noninvasif sederhana yang dilakukan dengan membuat anak berkemih dalam sebuah commode yang dilengkapi dengan skala digital yang hasilnya nanti ke komputer. Pola aliran yang dihasilkan sangat membantu dalam menentukan apakah ada kenaikan dan 12 penurunan laju aliran yang mungkin merupakan indikasi dari dyssynergia sphincter eksternal. Residu postvoid juga dapat dinilai non invasif menggunakan pemindai kandung kemih di samping tempat tidur. Pengobatan Disfungsi Voiding Pasien akan menanggapi spektrum perawatan yang meliputi pengosongan waktunya, antibiotik profilaksis, pengobatan konstipasi, obat antikolinergik, dan biofeedback. Biofeedback adalah prosedur berbasis kantor yang dilakukan dengan menempatkan patch elektroda di atas perineum dan mengajarkan anak bagaimana memeras dan kemudian mengendurkan otot-otot ini; anak tersebut kemudian dilatih untuk berkemih sementara berfokus pada relaksasi kelompok otot ini. Dalam beberapa tahun terakhir, sistem biofeedback berisi layar video dengan permainan interaktif untuk menangkap perhatian anak dan memberi hadiah pengosongan yang sukses yang disertai dengan otot perineum yang longgar [30]. Apakah terapi ini berhasil? Peninjauan kami baru-baru ini terhadap 55 pasien yang menjalani biofeedback di klinik disfungsi berkemih kami mengungkapkan bahwa rata-rata skor gejala pengosongan siang hari turun 4,3 poin dan bahwa 50% pasien mengembangkan kurva uroflow berbentuk lonceng normal setelah rata-rata 2,5 sesi [31] . Meskipun perbaikan ini, penting untuk diingat bahwa biofeedback membutuhkan waktu dan upaya dari pasien dan keluarga. Kita harus ingat bahwa jika seorang anak dimasukkan ke dalam rejimen pengobatan biofeedback tetapi sebenarnya memiliki kelainan anatomi, waktu dan sumber daya yang berharga akan hilang. Meskipun hasil diagnosis anatomi pada pencitraan mungkin rendah, ada saatnya ketika pasien ini harus menjalani pencitraan. Dalam kasus-kasus ekstrim yang gagal untuk menanggapi pengobatan sederhana, mungkin perlu untuk memulai clean intermittent catheterization (CIC) untuk mengajari anak bagaimana secara optimal melonggarkan sfingter lurik eksternal [32]. Sebuah studi kasus manajemen CIC ditunjukkan pada Gambar 6 di mana seorang anak perempuan 9 tahun dipersentasikan dengan inkontinensia urin dan feses. Temuan pada USG awal normal. Namun, meskipun beberapa putaran terapi biofeedback dan pengobatan konstipasinya, inkontinensia urin bertahan 13 dengan skor gejala berkemih 27. Pemeriksaan MRI tulang belakangnya menunjukkan temuan normal. Sebuah penelitian videourodynamic menunjukkan tekanan penyimpanan tinggi dan tekanan berkemih tinggi mendekati 100 cm H2O, dan aktivitas elektromiografi aktif terlihat selama berkemih. Fluoroskopi menunjukkan temuan klasik "spinning top", yang merupakan karakteristik detrusor sphincter dyssynergia. Pada titik ini, keputusan dibuat untuk mengajari pasien CIC; dengan pengobatan CIC, skor gejala berkemih membaik dari 27 menjadi 1. Gambar.6 Anak perempuan 9 tahun dengan inkontinensia/wetting kronis dan konstipasi. Studi videourodynamic mengungkapkan tekanan berkemih tinggi hampir 100 cm H2O. A, Electromyogram menunjukkan pelvicfloor yang sangat aktif (panah). B, Aktivitas terdeteksi pada elektromiografi berkorelasi dengan cincin simultan sfingter eksternal (tanda panah) yang dicatat pada citra fluoroskopi. Beberapa putaran biofeedback gagal; kontinuitas akhirnya dicapai dengan rejimen clean intermittent catheterization (CIC). Sebelum memulai pendekatan agresif ini, pasien menjalani MRI saluran kemih dan tulang belakang lumbal untuk menyingkirkan tetherd cord. Kasus ini adalah bentuk sindrom Hinman yang kurang parah. Untuk beberapa pasien kami, CIC digunakan sebagai ukuran sementara dan mengembalikan fungsi pengosongan normal saat anak belajar untuk secara spontan mengendurkan sfingter eksternal. Meskipun pendekatan invasif untuk mencapai kontinensia diperlukan pada beberapa pasien, namun pada kelompok pasien yang mengkonsumsi sumber daya ini untuk pencitraan yang paling diindikasikan untuk mengesampingkan semua kemungkinan penyebab inkontinensia anatomi lainnya. 14 Pasien dengan disfungsi pengosongan seperti apa yang dilakukan pencitraan dan kapan serta bagaimana pencitraannya ? Anak sehat tanpa komorbiditas lain dan disfungsi berkemih tidak perlu menjalani pencitraan saat awal datang. Kemungkinan menemukan anatomi abnormal sebagai penyebab inkontinensia urin adalah antara 1% dan 2% [1]. Oleh karena itu, pencitraan anak-anak ini segera setelah mereka datang di klinik disfungsi berkemih cenderung menghasilkan banyak hasil studi diagnostik rendah yang tidak menambah nilai. Di sisi lain, bahkan lebih mengkhawatirkan untuk melihat pasien yang telah diobati dengan manajemen perilaku atau medis selama bertahun-tahun yang kemudian terbukti memiliki dasar anatomi untuk inkontinensia. Jadi bagaimana seseorang mendekati pasien ini ketika pasien dengan anatomi menyimpang hadir sebagai jarum di tumpukan jerami? Kami memulai evaluasi dengan dasar riwayat dan pemeriksaan fisik serta pengukuran skor gejala yang berkemih. Untuk pasien dengan skor rendah (≤ 8 poin) tanpa riwayat infeksi saluran kemih, seseorang dapat mengobati secara klinis dengan pendidikan tentang bagaimana kerja kandung kemih, waktu berkemih , peningkatan asupan air, dan pengobatan konstipasi dan dengan aman menghilangkan studi pencitraan. Dalam kasus ini, penting untuk memastikan bahwa keluarga memahami bahwa anak harus kembali ke klinik jika perawatan sederhana ini gagal menghasilkan kemajuan dan mencapai kontinensia. Namun, kadang-kadang pencitraan saluran kemih penting dalam hal mencapai "buy in" dari orang tua yang setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun frustrasi, yakin bahwa pasti ada sesuatu yang salah secara fisik dengan anak. Temuan pencitraan yang normal membantu orang tua ini menerima kenyataan bahwa anak mereka tidak memiliki kelainan anatomi dan dapat menanggapi strategi manajemen perilaku dan manajemen yang lebih memakan waktu. Beberapa pasien membutuhkan pencitraan segera setelah presentasi ke klinik disfungsi berkemih. Pasien-pasien ini adalah anak-anak dengan riwayat infeksi saluran kemih. Imaging pasien ini diperlukan untuk menyingkirkan anomali struktural seperti refluks yang akan mengubah manajemen medis. Kelompok lain untuk siapa pencitraan diindikasikan adalah perempuan muda dengan riwayat tidak 15 pernah mencapai kontinensia dan keluarga yang melaporkan mengompol terus menerus. Keluhan ini harus memicu kecurigaan klinis dari ureter ektopik; di sebagian besar pasien ini, USG akan mencukupi sebagai studi skrining. Pasien kurang mungkin untuk hadir dengan temuan ini pada saat ini karena sonografi pranatal akan mendeteksi hidroureteronefrosis yang terkait dengan ureter ektopik, dan anak-anak ini dikelola mulai pada periode neonatal. Ketika pencitraan pasien yang lebih tua dengan riwayat yang mencurigakan untuk ureter ektopik, temuan hidroureteronefrosis yang memanjang di bawah leher kandung kemih atau temuan sistem dupleks menunjukkan perlunya pencitraan tambahan. Penting juga untuk diingat bahwa, dalam kasus yang jarang, USG mungkin gagal mendeteksi ureter ektopik terutama jika dihubungkan dengan ginjal yang tidak berfungsi dengan atrofi. Kegagalan USG jarang terjadi tetapi diilustrasikan oleh kasus yang dipersentasikan pada Gambar 7. Pasien ini dipersentasikan sebagai seorang anak perempuan berusia 7 tahun dengan riwayat lama mengompol siang dan malam dan skor gejala berkepanjangan 21. Meskipun dia konstipasi, dia dan keluarganya menggambarkan berkemih pada interval reguler tanpa urgensi. Temuan pada ultrasound kandung kemih ginjal normal, dan tingkat uroflow-nya adalah kurva berbentuk lonceng sempurna tanpa residu postvoid. Di klinik, dia diberi resep polyehtylena glycol 3350 (MiraLAX, Bayer HealthCare) untuk konstipasi dan diberi logs berkemih. Karena gejalanya menetap, MR urografi dilakukan: Ini mengungkapkan duplikasi pole kanan atas dengan segmen displastik yang berkontribusi terhadap filtrasi, yang memasuki ureter non-dilatasi yang berakhir di uretra dan berkontribusi terhadap gejala-gejalanya (Gambar 7A dan 7B). Setelah menjalani nephrectomy parsial kanan atas dan ureterektomi distal, ia menjadi kontinen. 16 Gambar.7 Ectopic ureter pada anak perempuan berusia 7 tahun dengan temuan ultrasound normal. Sebagian besar ureter ektopik akan hadir dengan temuan ultrasound yang abnormal. Ultrasound biasanya menunjukkan hidroureteronephrosis dan ureter yang melebar turun di bawah leher kandung kemih. (Dicetak ulang dengan izin dari [2]: Lambert SM, Zdreic SA. Bab 21: embriologi sistem urogenital wanita dan aplikasi klinis. Dalam: Cardozo L, Staskin D, eds. Buku teks urologi dan ginekologi perempuan, jilid 1. Abingdon , UK: Taylor dan Francis, 2009: 172–184) A, gambar USG dari ginjal kanan. Gambar ultrasound yang ditunjukkan dalam inset menggambarkan temuan normal. Karena anak ini terus menerus mengompol tetapi memiliki buku harian berkemih normal dan laju aliran kemih normal, keputusan dibuat untuk melakukan urografi MR., B dan C, gambar urografi MR menunjukkan segmen kutub kanan atas displastik kecil yang mengalir ke ureter hipoplastik; penyumbatan ureter hipoplastik ke uretra. Indikasi lain untuk pencitraan awal adalah pasien yang datang dengan tibatiba mengompol atau pasien yang menunjukkan komorbiditas lainnya. Gambar 8 menunjukkan gambar seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dengan autisme ringan yang telah mencapai kontinen siang hari pada usia 4 tahun tetapi tidak pernah mencapai kontrol malam hari. Dalam beberapa bulan terakhir, orang tuanya telah mencatat polydipsia dan poliuria, dan ia semakin kehilangan kendali urin di siang 17 hari. Skor gejala pengosongannya adalah 12 saat presentasi. Mengingat konstelasi temuan ini, ultrasound dilakukan pada kunjungan pertama. Ultrasonografi mengungkapkan hidroureteronephrosis bilateral (Gambar 8A dan 8B) dan dinding kandung kemih yang menebal. Dia menjalani VCUG, yang mengungkapkan dinding kandung kemih yang sangat trabeculated dan visualisasi yang buruk dari uretra (Gambar 8C). Gambar.8 Dalam mengevaluasi laki-laki muda dengan inkontinensia, ahli radiologi harus mempertimbangkan katup uretra posterior dalam diagnosis banding. Anak laki-laki berusia 7 tahun dengan autisme ringan ini disertai dengan inkontinensia siang hari yang memburuk, poliuria, dan polidipsia. (Dicetak ulang dengan izin dari [42]: Zderic SA, Canning DA. Katup uretra posterior .Dalam: Pengalengan DA, Docimo S, Khoury A, eds. The Kelalis-King-Belman buku teks urologi pediatrik klinis, ed 6. Boca Raton, FL: CRC Press, 2016 [dalam pers]) A dan B, gambar USG menunjukkan hidroureteronephrosis berat bilateral. C, Voiding cystourethrogram menunjukkan nasehat yang menunjukkan sindrom Hinman berat atau katup uretra posterior: kandung kemih trabeculated, diverticulum kecil, dan opasitas yang buruk dari uretra. Sistoskopi dilakukan dan terbukti katup diiris. Satu tahun setelah cystoscopy, pasien telah kontinen siang dan malam, dan USG menunjukkan resolusi lengkap dari hidronefrosis. Temuan ini menunjukkan kemungkinan diagnosa katup uretra posterior atau sindrom Hinman. Atas dasar temuan pencitraan ini, keputusan dibuat untuk 18 melakukan evaluasi cystoscopic dan diagnosis terbukti menjadi katup uretra posterior. Satu tahun kemudian, dia sudah kontinen siang dan malam dengan skor gejala pengosongan 0, dan pencitraan menunjukkan kembali lengkap ke normal. Kami mampu mengevaluasi pencitraan pranatalnya, dan tidak ada temuan pada penelitian itu untuk menunjukkan anomali apa pun pada saluran kemih. Kasus ini berfungsi untuk mengingatkan kita bahwa kita hanya dapat memberikan jaminan pada pernyataan bahwa temuan pencitraan pranatal normal; di sebagian besar jenis presentasi ini, pencitraan prenatal normal. Beberapa lesi seperti katup uretra posterior bersifat progresif, sehingga temuan ultrasound akan menjadi jelas hanya setelah hidronefrosis berkembang. Dalam seri kami pasien dengan katup posterior, hampir seperempat dipersentasikan dengan temuan klinis infeksi atau inkontinensia postnatal [33]. Beberapa pasien menjalani pencitraan untuk infeksi saluran kemih febris dan pemeriksaan pencitraan menunjukkan refluks, yang tiba-tiba menjadi fokus utama dokter. Faktanya, kebanyakan kasus refluks adalah derajat rendah (tingkat IIII) dan refluks sering dikaitkan dengan konstipasi dan disfungsi berkemih. Penting untuk diingat bahwa mengobati dasar dari disfungsi berkemih sebenarnya akan mengobati refluks dalam sebagian besar kasus ini [34, 35]. Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa operasi refluks membawa tingkat kegagalan yang lebih tinggi jika ada disfungsi berkemih yang mendasarinya [36, 37]. Konsep-konsep ini diilustrasikan dalam kasus yang dipersentasikan pada Gambar 9: seorang anak perempuan 6 tahun yang dipersentasik dengan riwayat klinis mengompol di siang hari, konstipasi, dan infeksi saluran kemih febris. Penelitian VCUG awalnya menunjukkan “spinning top” uretra (Gambar 9A) (indikasikan dyssynergia detrusor sfingter yang mendasari), tanda-tanda refluks tingkat tinggi bilateral (Gambar 9B dan 9C), dan trabekulasi dinding kandung kemih ringan dan konstipasi. Kelompok temuan radiografi ini harus mendorong seorang ahli urologi untuk memulai profilaksis antibiotik (yang telah terbukti bermanfaat terutama dalam kasus-kasus disfungsi usus dan kandung kemih [38]), mengobati konstipasi yang mendasari, mendapatkan studi aliran kemih, dan mempertimbangkan penggunaan terapi 19 biofeedback jika laju aliran kemih terganggu. Dengan langkah-langkah ini, refluks pasien ini berakhir 1 tahun kemudian (Gambar 9D). Gambar.9. Anak perempuan 6 tahun yang dipersentasikan dengan riwayat klinis mengompol di siang hari, konstipasi, dan infeksi saluran kemih febris. Dysfunctional void dan vesicoureteral reflux sering terlihat bersamaan, dan refluks vesicoureteral adalah diagnosis penting untuk dibuat. Pasien dengan refluks dan disfungsi berkemih adalah risiko tertinggi untuk infeksi saluran kemih berulang dan manfaat paling banyak dari profilaksis. A, Cystourethrogram Voiding menunjukkan bahwa berkemih dihubungkan dengan firing sphincter eksternal (panah). B dan C, gambar Fluoroskopi selama berkemih menunjukkan hasil refluks bilateral tingkat tinggi dari berkemih tekanan tinggi. D, Gambar Fluoroskopi selama videourodynamic imaging diperoleh 1 tahun setelah penekanan dengan antibiotik, pengobatan konstipasit, dan biofeedback menunjukkan bahwa refluks telah teratasi. Juga penting untuk mendeteksi adanya kelainan spinan cord seperti tetherd cord. Tethered cord sering tidak terdeteksi pada pasien muda karena temuan “normal” pada pemeriksaan fisik tulang belakang, dan pasien datang kemudian dengan inkontinensia urin atau konstipasi. Jelas lebih mudah bagi dokter untuk melakukan MRI dengan keyakinan ketika anak yang mengompol muncul dengan 20 temuan sakral yang menyimpang, tetapi bahkan dalam pengaturan tulang belakang yang normal, riwayat harus dipertimbangkan juga. Jika modifikasi perilaku dan pengobatan antikolinergik gagal, pasien dapat ditemukan memiliki tetherd cord pada MRI tulang belakang. Jika tetherd cord terdeteksi pada MRI, cystometry mungkin menunjukkan kontraksi tanpa hambatan, dan hasil neurosurgical dari tetherd cord akan sering memperbaiki disfungsi berkemih. Hasil diagnostik MRI tulang belakang dalam pengaturan pemeriksaan fisik normal sangat rendah [39]; Namun, dalam seri yang sangat dipilih, akan ada hasil temuan positif meskipun temuan normal pada pemeriksaan sacral [40]. Kami harus menekankan bahwa penelitian ini dibuat untuk pasien bertahun-tahun setelah presentasi awal dan tidak sesuai untuk individu yang datang ke klinik mengompol untuk pertama kalinya. Kesimpulan Singkatnya, pencitraan anak-anak dengan disfungsi berkemih dapat memberikan temuan yang akan memungkinkan diagnosis yang akurat dan mengarah pada manajemen yang optimal. Kunci untuk ahli urologi pediatrik menggunakan studi pencitraan dengan tepat karena hasil diagnostik yang rendah. Jika setiap pasien yang datang ke klinik dilakukan pencitraan, akan ada sedikit keuntungan. Memahami di mana pasien untuk melakukan pencitraan lebih awal dibandingkan dengan mencoba manajemen medis dan perilaku terlebih dahulu. Kami berharap bahwa suatu algoritma akan dikembangkan di tahun-tahun mendatang yang akan mengoptimalkan penggunaan pencitraan dalam pengelolaan pasien-pasien ini. Untuk saat ini, kita harus puas dengan ilustrasi kasus individu ketika pencitraan harus dipertimbangkan dan seberapa membantu hal itu dapat terjadi dalam situasi tertentu. 21