Uploaded by Elwan Mustawan

Makalah Etika dan Hukum Kesehatan

advertisement
MAKALAH
MALPRAKTEK (INDIVIDU DAN INSTITUSI)
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN
Oleh :
Kelompok 7
Elwan Mustawan
(NIM 1810912310007)
Eka Kurniasari
(NIM 1810912320010)
Khuzaimah
(NIM 1810912220013)
Siti Hasanah
(NIM 1810912230021)
Syarifah Salma
(NIM 1810912120011)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayahnya kepada kami sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah ini dengan tema Malpraktek Individu dan Institusi.
Makalah ini dibuat untuk membantu mempermudah pemahaman dalam
mendalami mata kuliah Etika Hukum dan Kesehatan. Makalah ini juga telah kami
susun dengan maksimal berdasarkan sumber-sumber yang ada.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karenanya
kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki kekurangan tersebut.
Banjarbaru, 5 Maret 2019
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
3. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
4. Manfaat Penulisan ............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Malpraktek ........................................................................... 3
2. Penyebab Malpraktek ........................................................................ 4
3. Hukum Dan UU Yang Berlaku ......................................................... 5
4. Cara Pencegahan Malpraktek .......................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 11
B. Saran ................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Sedangkan
pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan
oleh pemerintah untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk
agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah
satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional.
Mengamati pemberitaan media massa akhir-akhir ini, terlihat peningkatan
dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medis di Indonesia, terutama yang
berkenaan dengan kesalahan diagnosis dokter yang berdampak buruk terhadap
pasiennya. Dalam berita, media masaa marak memberitahukan tentang kasus
gugatan atau tuntutan hukum (perdata atau pidana) kepada dokter, tenaga medis
lain, maupun manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa
medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktek atau kelalaian medis.
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu
indikator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi
negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus malpraktek di
kalangan kedokteran atau tenaga medis lainnya, diadukan bahkan dituntut pasien
yang akibatnya seringkali membekas pada tenaga kesehatan yang pada akhirnya
mempengaruhi proses pelayanan kesehatan dimasa yang akan dating. Mengingat
semakin maraknya kemunculan kasus-kasus malpraktek yang terjadi akhir-akhir ini
bersamaan dengan semakin meningkatnya kemajuan dalam pelayanan medis, maka
kasus malpraktek ini harus dikaji sebagai sebuah kasus kriminalitas yang terjadi
akibat suatu kelalaian dan profesionalitas tenaga kesehatan. Dalam setiap profesi
termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh
sebab itu apabila muncul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seahrusnyalah
diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut.
1
2
2.
3.
4.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa definisi dari malpraktek?
2.
Apa saja yang menyebabkan malpraktek?
3.
Apa saja instrumen hukum malpraktek yang berlaku di Indonesia?
4.
Bagaimana cara penecegahan malpraktek?
TUJUAN PENULISAN
1.
Memahami definisi dari malpraktek.
2.
Mengetahui faktor yang menyebabkan malpraktek.
3.
Mengetahui instrumen hukum malpraktek yang berlaku di Indonesia.
4.
Memahami cara pencegahan malrpaktek.
MANFAAT PENULISAN
1.
Memahami penulisan makalah yang baik dan benar.
2.
Menerapkan ilmu yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Menerapkan belajar berfikir sistematis dalam penulisan ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Definisi Malpraktik
Pengertian harfiah malpraktik berasal dari kata “mal” berarti salah atau tidak
benar, serta “praktik” berarti tindakan atau pelaksanaan. Dapat diartikan malpraktik
berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Adapun definisi malpraktik dalam
profesi kesehatan adalah tindakan kelalaian dari seorang dokter atau perawat atau
tenaga medis lainnya untuk mempergunakan keilmuwan khusus atau kepandaian
dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim digunakan
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama
(2).
Dalam artian umum, malpraktik adalah praktik jahat atau buruk, yang tidak
memenuhi standar yang ditentukan oleh profesi. Meliputi kesalahan pemberian
diagnosa, selama berlangsungnya tindakan, dan sesudah perawatan. Malpraktik
kedokteran diartikan sebagai bencana yang timbul akibat dari suatu praktik
kedokteran, bencana yang timbul karena ketidaksengajaan, melainkan ada unsur
lalai oleh seorang dokter, sehingga berakibat kepada cacat atau kematian.
Malpraktik kesehatan tidak hanya dilakukan tenaga medis seperti dokter dan dokter
gigi, tetapi juga tenaga kesehatan lain yang berhubungan langsung dengan pasien.
Seperti bidan, perawat, dan apoteker serta asisten apoteker (3).
Malparaktik medik adalah kesalahan atau kelalaian atau kegagalan seorang
dokter atau tenaga medis untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu
pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang cedera
menurut ukuran di lingkungan yang sama yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam melaksanakan profesinya yang tidak sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional, akibat kesalahan atau kelalaian tersebut pasien
menderita luka berat, cacat bahkan meninggal dunia. Malpraktik medik dapat
diartikan sebagai kelalaian (1, 2).
Malpraktek medik terdiri dari dua jenis, yaitu malpraktek etik dan malpraktek
yuridis. Malpraktek etik terjadi jika dokter melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika kedokteran yang tertuang dalam KODEKI. Malpraktek etik ini
3
4
merupakan dampak negatif dari kemajuan teknologi kedokteran. Malpraktek
yuridis dapat dibedakan menjadi tiga. Meliputi malpraktek perdata, malpraktek
pidana, dan malpraktek administrasi (2).
Dalam prinsip dasar hukum kedokteran terdapat 4 (empat) unsur tindakan
malpraktek medik meliputi (2).
1.
Adanya duty (kewajiban) yang tidak dilaksanakan.
2.
Adanya dereliction of that duty (penyimpangan kewajiban).
3.
Terjadinya damage (kerusakan).
4.
Terbuktinya direct causal relationship (berkaitan langsung) antara
pelanggaran kewajiban dengan kerugian.
2.
Penyebab Malpraktek
Meninjau terlebih dahulu penyebab terjadinya dugaan tindak pidana
malpraktik medik, apakah disebabkan karena adanya kesengajaan (dollus, vorsatz,
willens en wetens handelen, intentional) yang dilarang oleh Undang-Undang, atau
karena kelalaian (negligence/culpa) (5).
Kelalaian medik (negligence) dari aspek hukum merupakan suatu sikap
kurang hati-hati menurut ukuran yang wajar, acuh tak acuh, dan ceroboh.
Sedangkan unsur-unsur kelalaian terdiri dari adanya suatu kewajiban, melanggar
standar, tindakan di bawah standar umum dan ada kerugian, serta sebab akibat.
Kelalaian terdiri dari malfeasance (tindakan tidak layak, lalai membuat keputusan),
misfeasance (pilihan yang tidak tepat), serta nonfeasance (tidak melakukan
kewajiban) (3).
Melakukan kelalaian bagi petugas kesehatan dalam melakukan tugas
sebenarnya tidak melanggar hukum atau kejahatan, apabila kelalaian tersebut tidak
sampai merugikan orang lain. Namun apabila kelalaian tenaga kesehatan
menyebabkan orang lain mengalami kerugiaan, cedera, cacat atau meninggal dunia
itu berarti diklasifikasikan sebagai kelalaian berat, serius, atau disebut tindakan
kriminal (4).
Malpraktik bisa diakibatkan karena sikap tindak yang bersifat tak peduli,
kelalaian, kekurangan keterampilan atau kehati-hatian di dalam pelaksanaan
5
kewajiban profesinya, seperti tindakan salah yang sengaja atau praktik yang bersifat
tidak etis (5).
Undang-Undang No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan meskipun telah
dicabut dengan keluarnya UU. No. 23 Tahun 1992, dan diperbarui lagi dengan UU
No. 36 Tahun 2009, tetapi esensinya secara implisit masih dapat digunakan, yakni
bahwa malpraktek dapat terjadi apabila petugas kesehatan (4) :
a.
Melalaikan kewajibannya.
b.
Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh
seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatan maupun
profesinya.
Penyebabnya bisa berupa kesalahan dalam standar profesi dokter (melingkupi
kewenangan, kemampuan rata-rata dan ketelitian umum), SOP / instruksi baku
untuk rutinitas tertentu, dan informed consent atau informasi tentang metode dan
jenis rawatan yang dilakukan terhadap pasien, termasuk peluang kesembuhan dan
resiko yang akan dialami oleh pasien (5).
3.
Hukum Malpraktik di Indonesia
Pada peraturan perundang-undangan Indonesia yang sekarang berlaku tidak
ditemukan pengertian mengenai malpraktik. Akan tetapi makna atau pengertian
malpraktik justru didapati dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun 1963
tentang Tenaga Kesehatan (“UU Tenaga Kesehatan”) yang telah dinyatakan
dihapus oleh UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Oleh karena itu secara
perundang-undangan, menurut Dr. H. Syahrul Machmud, S.H., M.H., ketentuan
Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan dapat dijadikan acuan makna
malpraktik yang mengidentifikasikan malpraktik dengan melalaikan kewajiban,
berarti tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.
Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan (7):
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain,
maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan
administratip dalam hal sebagai berikut:
6
a.
melalaikan kewajiban;
b.
melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh
seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya
maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan;
c. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga
kesehatan;
d. melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undangundang ini.
Jadi, dilihat dari arti istilah malpraktik itu sendiri, malpraktik tidak merujuk
hanya kepada suatu profesi tertentu sehingga dalam hal ini kami akan menjelaskan
dengan merujuk pada ketentuan beberapa profesi yang ada, misalnya (7):
1.
Dokter dan dokter gigi sebagaimana diatur dalam UU No. 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”);
2. Advokat sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang
Advokat (“UU Advokat”);
3.
Notaris sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris (“UU Jabatan Notaris”);
4.
Akuntan publik sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 2011 tentang
Akuntan Publik (“UU Akuntan Publik”) (1).
Setiap profesi yang telah kami sebutkan juga memiliki kode etik masing-
masing sebagai pedoman dalam menjalankan tugas profesi. Selain peraturan
perundang-undangan, kode etik biasanya juga dijadikan dasar bagi organisasi
profesi tersebut untuk memeriksa apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaan
tugas.
Untuk profesi akuntan publik, selain kode etik, ditambah pula dengan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP), yaitu acuan yang ditetapkan menjadi ukuran
mutu yang wajib dipatuhi oleh Akuntan Publik dalam pemberian jasanya (Pasal 1
angka 11 UU Akuntan Publik). Seperti juga profesi akuntan publik, profesi dokter
dan dokter gigi juga memiliki peraturan disiplin profesional yang diatur
dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 4 Tahun 2011 tentang Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi (8,9).
7
Atas segala ketentuan terkait pedoman profesi-profesi di atas (baik yang ada
dalam peraturan perundang-undangan maupun kode etik), terdapat pihak yang akan
melakukan pengawasan dan menjatuhkan sanksi atas pelanggaran ketentuan
profesi-profesi tersebut. Biasanya terdapat organisasi profesi atau badan khusus
yang dibentuk untuk mengawasi profesi tersebut.
Untuk profesi advokat, pihak yang melakukan pengawasan dan dapat
menjatuhkan sanksi terhadap malpraktik advokat adalah Organisasi Advokat dan
Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (Pasal 26 UU Advokat). Sedangkan untuk
profesi Notaris dilakukan oleh Majelis Pengawas (Pasal 67 UU Jabatan Notaris),
untuk profesi akuntan publik dilakukan oleh Menteri Keuangan (Pasal 53 UU
Akuntan Publik), dan untuk profesi dokter serta dokter gigi dilakukan oleh Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (Pasal 1 angka 3 Pedoman Organisasi
dan Tatalaksana Kerja Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia).
Organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi tugas
profesi biasanya akan menjatuhkan sanksi administratif kepada anggotanya yang
terbukti melanggar kode etik. Selain itu tidak menutup kemungkinan bahwa ia
dapat pula dikenakan sanksi pidana apabila terbukti memenuhi unsur-unsur tindak
pidana yang diatur dalam undang-undang masing-masing profesi.
Selain itu, klien atau pasien sebagai pengguna jasa juga merupakan konsumen
sehingga dalam hal ini berlaku juga ketentuan UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (“UUPK”). Profesi-profesi sebagaimana disebutkan di
atas termasuk sebagai pelaku usaha (Pasal 1 angka 3 UUPK), yang berarti
ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPK berlaku pada mereka:
Pasal 19 ayat (1) UUPK:
“Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”
Jadi, tindakan seperti apa yang termasuk sebagai malpraktik ditentukan oleh
organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi tugas profesi
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kode etik masing-masing profesi.
Setiap tindakan yang terbukti sebagai tindakan malpraktik akan dikenakan sanksi.
8
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik;
8. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi;
9. Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja Majelis Kehormatan Etika
Kedokteran Indonesia(9,10).
4.
Upaya pencegahan malpraktek
Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan dengan adanya
kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya
malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hatihati, yakni:
a.
Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan
perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b.
Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c.
Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d.
Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e.
Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan
segala kebutuhannya.
f.
Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan
masyarakat sekitarnya.
Upaya menghadapi tuntutan hukum Apabila upaya kesehatan yang dilakukan
kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum,
9
maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah
yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka
tenaga kesehatan dapat melakukan :
a.
Informal/defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/
menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak
menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan
bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko
medik (risk of treatment),atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak
mempunyai sikap batin (men rea)sebagaimana disyaratkan dalam
perumusan delik yang dituduhkan.
b.
Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan
atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal
tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau
melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung
jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah
pengaruh daya paksa. Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya
perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya
teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada perkara perdata dalam
tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi
sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil
penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan
harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau
pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa
tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang
dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice
tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat
berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya
tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya
hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya
rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan
10
adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang
menguntungkan tenaga perawatan(10).
BAB III
PENDAHULUAN
A. Kesimpulan
Malpraktik berarti tindakan yang salah atau tidak memenuhi standar yang
ditentukan oleh profesi. Adapun definisi malpraktik dalam profesi kesehatan adalah
tindakan kelalaian dari seorang tenaga medis untuk mempergunakan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien.
Undang-Undang No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan telah dicabut
dengan keluarnya UU. No. 23 Tahun 1992, dan diperbarui lagi dengan UU No. 36
Tahun 2009, esensinya secara implisit yakni malpraktek dapat terjadi apabila
petugas kesehatan melalaikan kewajibannya, dan melakukan suatu hal yang
seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan.
Secara perundang-undangan, menurut Dr. H. Syahrul Machmud, S.H., M.H.,
ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan dapat dijadikan acuan
makna malpraktik yang mengidentifikasikan malpraktik dengan melalaikan
kewajiban. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan dengan
adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya
malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hatihati, yakni tidak menjanjikan keberhasilan, melakukan informed consent, mencatat
tindakan, konsultasi kepada senior atau dokter, memperlakukan pasien secara
manusiawi dan menjalin komunikasi yang baik.
B. Saran
Bagi pemerintah dan pembuat kebijakan agar tidak hanya membuat
kebijakan atau peraturan perundang-undangan saja, namun juga menjalankannya
dengan tegas. Untuk tenaga medis agar diberi pengetahuan yang mapan mengenai
praktik yang benar dan ketentuan hukum yang berlaku agar terhindar dari
malpraktik.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitriono RA, dkk Penegakan hukum malpraktik melalui pendekatan mediasi
penal. Yustisia 2016; 5(1): 87-93.
2. Puspitasari DE. Aspek hukum penanganan tindakan malpraktek medik di
Indonesia. Lambung Mangkurat Law Journal 2018; 3(2): 243-262.
3. Siswati S. Etika dan hukum kesehatan. Jakarta; Rajawali Pers: 2015.
4. Notoatmodjo S. Etika dan hukum kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta: 2010.
5. Riyadi M. Hukum kesehatan kontemporer. Malang; Akademia: 2015
6. Machmud, Syahrul. 2012. Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi
Dokter Yang Diduga Melakukan Medikal Malpraktek. Karya Putra Darwati.
7. Ake J. 2002. Malpraktik dalam keperawatan. Jakarta: EGC.
8. Soetrisno S. 2010. Malpraktek medik & mediasi sebagai alternatif penyelesaian
sengketa. Magetan: Telaga Ilmu.
9. Jayanti NKI. 2009. Penyelesaian hukum dalam malapraktik kedokteran.
Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
10. Is MS. 2017. Etika Dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Kencana.
Download