MAKALAH MALPRAKTEK (INDIVIDU DAN INSTITUSI) ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN Oleh : Kelompok 7 Elwan Mustawan (NIM 1810912310007) Eka Kurniasari (NIM 1810912320010) Khuzaimah (NIM 1810912220013) Siti Hasanah (NIM 1810912230021) Syarifah Salma (NIM 1810912120011) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2019 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayahnya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tema Malpraktek Individu dan Institusi. Makalah ini dibuat untuk membantu mempermudah pemahaman dalam mendalami mata kuliah Etika Hukum dan Kesehatan. Makalah ini juga telah kami susun dengan maksimal berdasarkan sumber-sumber yang ada. Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karenanya kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki kekurangan tersebut. Banjarbaru, 5 Maret 2019 Penyusun i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ................................................................................... 1 2. Rumusan Masalah.............................................................................. 2 3. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2 4. Manfaat Penulisan ............................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Malpraktek ........................................................................... 3 2. Penyebab Malpraktek ........................................................................ 4 3. Hukum Dan UU Yang Berlaku ......................................................... 5 4. Cara Pencegahan Malpraktek .......................................................... 8 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................................... 11 B. Saran ................................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA ii BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Sedangkan pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh pemerintah untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Mengamati pemberitaan media massa akhir-akhir ini, terlihat peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medis di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis dokter yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Dalam berita, media masaa marak memberitahukan tentang kasus gugatan atau tuntutan hukum (perdata atau pidana) kepada dokter, tenaga medis lain, maupun manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktek atau kelalaian medis. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indikator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus malpraktek di kalangan kedokteran atau tenaga medis lainnya, diadukan bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas pada tenaga kesehatan yang pada akhirnya mempengaruhi proses pelayanan kesehatan dimasa yang akan dating. Mengingat semakin maraknya kemunculan kasus-kasus malpraktek yang terjadi akhir-akhir ini bersamaan dengan semakin meningkatnya kemajuan dalam pelayanan medis, maka kasus malpraktek ini harus dikaji sebagai sebuah kasus kriminalitas yang terjadi akibat suatu kelalaian dan profesionalitas tenaga kesehatan. Dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila muncul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seahrusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. 1 2 2. 3. 4. RUMUSAN MASALAH 1. Apa definisi dari malpraktek? 2. Apa saja yang menyebabkan malpraktek? 3. Apa saja instrumen hukum malpraktek yang berlaku di Indonesia? 4. Bagaimana cara penecegahan malpraktek? TUJUAN PENULISAN 1. Memahami definisi dari malpraktek. 2. Mengetahui faktor yang menyebabkan malpraktek. 3. Mengetahui instrumen hukum malpraktek yang berlaku di Indonesia. 4. Memahami cara pencegahan malrpaktek. MANFAAT PENULISAN 1. Memahami penulisan makalah yang baik dan benar. 2. Menerapkan ilmu yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. 3. Menerapkan belajar berfikir sistematis dalam penulisan ilmiah. BAB II PEMBAHASAN 1. Definisi Malpraktik Pengertian harfiah malpraktik berasal dari kata “mal” berarti salah atau tidak benar, serta “praktik” berarti tindakan atau pelaksanaan. Dapat diartikan malpraktik berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Adapun definisi malpraktik dalam profesi kesehatan adalah tindakan kelalaian dari seorang dokter atau perawat atau tenaga medis lainnya untuk mempergunakan keilmuwan khusus atau kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim digunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama (2). Dalam artian umum, malpraktik adalah praktik jahat atau buruk, yang tidak memenuhi standar yang ditentukan oleh profesi. Meliputi kesalahan pemberian diagnosa, selama berlangsungnya tindakan, dan sesudah perawatan. Malpraktik kedokteran diartikan sebagai bencana yang timbul akibat dari suatu praktik kedokteran, bencana yang timbul karena ketidaksengajaan, melainkan ada unsur lalai oleh seorang dokter, sehingga berakibat kepada cacat atau kematian. Malpraktik kesehatan tidak hanya dilakukan tenaga medis seperti dokter dan dokter gigi, tetapi juga tenaga kesehatan lain yang berhubungan langsung dengan pasien. Seperti bidan, perawat, dan apoteker serta asisten apoteker (3). Malparaktik medik adalah kesalahan atau kelalaian atau kegagalan seorang dokter atau tenaga medis untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang cedera menurut ukuran di lingkungan yang sama yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam melaksanakan profesinya yang tidak sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, akibat kesalahan atau kelalaian tersebut pasien menderita luka berat, cacat bahkan meninggal dunia. Malpraktik medik dapat diartikan sebagai kelalaian (1, 2). Malpraktek medik terdiri dari dua jenis, yaitu malpraktek etik dan malpraktek yuridis. Malpraktek etik terjadi jika dokter melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran yang tertuang dalam KODEKI. Malpraktek etik ini 3 4 merupakan dampak negatif dari kemajuan teknologi kedokteran. Malpraktek yuridis dapat dibedakan menjadi tiga. Meliputi malpraktek perdata, malpraktek pidana, dan malpraktek administrasi (2). Dalam prinsip dasar hukum kedokteran terdapat 4 (empat) unsur tindakan malpraktek medik meliputi (2). 1. Adanya duty (kewajiban) yang tidak dilaksanakan. 2. Adanya dereliction of that duty (penyimpangan kewajiban). 3. Terjadinya damage (kerusakan). 4. Terbuktinya direct causal relationship (berkaitan langsung) antara pelanggaran kewajiban dengan kerugian. 2. Penyebab Malpraktek Meninjau terlebih dahulu penyebab terjadinya dugaan tindak pidana malpraktik medik, apakah disebabkan karena adanya kesengajaan (dollus, vorsatz, willens en wetens handelen, intentional) yang dilarang oleh Undang-Undang, atau karena kelalaian (negligence/culpa) (5). Kelalaian medik (negligence) dari aspek hukum merupakan suatu sikap kurang hati-hati menurut ukuran yang wajar, acuh tak acuh, dan ceroboh. Sedangkan unsur-unsur kelalaian terdiri dari adanya suatu kewajiban, melanggar standar, tindakan di bawah standar umum dan ada kerugian, serta sebab akibat. Kelalaian terdiri dari malfeasance (tindakan tidak layak, lalai membuat keputusan), misfeasance (pilihan yang tidak tepat), serta nonfeasance (tidak melakukan kewajiban) (3). Melakukan kelalaian bagi petugas kesehatan dalam melakukan tugas sebenarnya tidak melanggar hukum atau kejahatan, apabila kelalaian tersebut tidak sampai merugikan orang lain. Namun apabila kelalaian tenaga kesehatan menyebabkan orang lain mengalami kerugiaan, cedera, cacat atau meninggal dunia itu berarti diklasifikasikan sebagai kelalaian berat, serius, atau disebut tindakan kriminal (4). Malpraktik bisa diakibatkan karena sikap tindak yang bersifat tak peduli, kelalaian, kekurangan keterampilan atau kehati-hatian di dalam pelaksanaan 5 kewajiban profesinya, seperti tindakan salah yang sengaja atau praktik yang bersifat tidak etis (5). Undang-Undang No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan meskipun telah dicabut dengan keluarnya UU. No. 23 Tahun 1992, dan diperbarui lagi dengan UU No. 36 Tahun 2009, tetapi esensinya secara implisit masih dapat digunakan, yakni bahwa malpraktek dapat terjadi apabila petugas kesehatan (4) : a. Melalaikan kewajibannya. b. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatan maupun profesinya. Penyebabnya bisa berupa kesalahan dalam standar profesi dokter (melingkupi kewenangan, kemampuan rata-rata dan ketelitian umum), SOP / instruksi baku untuk rutinitas tertentu, dan informed consent atau informasi tentang metode dan jenis rawatan yang dilakukan terhadap pasien, termasuk peluang kesembuhan dan resiko yang akan dialami oleh pasien (5). 3. Hukum Malpraktik di Indonesia Pada peraturan perundang-undangan Indonesia yang sekarang berlaku tidak ditemukan pengertian mengenai malpraktik. Akan tetapi makna atau pengertian malpraktik justru didapati dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (“UU Tenaga Kesehatan”) yang telah dinyatakan dihapus oleh UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Oleh karena itu secara perundang-undangan, menurut Dr. H. Syahrul Machmud, S.H., M.H., ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan dapat dijadikan acuan makna malpraktik yang mengidentifikasikan malpraktik dengan melalaikan kewajiban, berarti tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan (7): (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratip dalam hal sebagai berikut: 6 a. melalaikan kewajiban; b. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan; c. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan; d. melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undangundang ini. Jadi, dilihat dari arti istilah malpraktik itu sendiri, malpraktik tidak merujuk hanya kepada suatu profesi tertentu sehingga dalam hal ini kami akan menjelaskan dengan merujuk pada ketentuan beberapa profesi yang ada, misalnya (7): 1. Dokter dan dokter gigi sebagaimana diatur dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”); 2. Advokat sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”); 3. Notaris sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UU Jabatan Notaris”); 4. Akuntan publik sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik (“UU Akuntan Publik”) (1). Setiap profesi yang telah kami sebutkan juga memiliki kode etik masing- masing sebagai pedoman dalam menjalankan tugas profesi. Selain peraturan perundang-undangan, kode etik biasanya juga dijadikan dasar bagi organisasi profesi tersebut untuk memeriksa apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaan tugas. Untuk profesi akuntan publik, selain kode etik, ditambah pula dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), yaitu acuan yang ditetapkan menjadi ukuran mutu yang wajib dipatuhi oleh Akuntan Publik dalam pemberian jasanya (Pasal 1 angka 11 UU Akuntan Publik). Seperti juga profesi akuntan publik, profesi dokter dan dokter gigi juga memiliki peraturan disiplin profesional yang diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi (8,9). 7 Atas segala ketentuan terkait pedoman profesi-profesi di atas (baik yang ada dalam peraturan perundang-undangan maupun kode etik), terdapat pihak yang akan melakukan pengawasan dan menjatuhkan sanksi atas pelanggaran ketentuan profesi-profesi tersebut. Biasanya terdapat organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi profesi tersebut. Untuk profesi advokat, pihak yang melakukan pengawasan dan dapat menjatuhkan sanksi terhadap malpraktik advokat adalah Organisasi Advokat dan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (Pasal 26 UU Advokat). Sedangkan untuk profesi Notaris dilakukan oleh Majelis Pengawas (Pasal 67 UU Jabatan Notaris), untuk profesi akuntan publik dilakukan oleh Menteri Keuangan (Pasal 53 UU Akuntan Publik), dan untuk profesi dokter serta dokter gigi dilakukan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (Pasal 1 angka 3 Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia). Organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi tugas profesi biasanya akan menjatuhkan sanksi administratif kepada anggotanya yang terbukti melanggar kode etik. Selain itu tidak menutup kemungkinan bahwa ia dapat pula dikenakan sanksi pidana apabila terbukti memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam undang-undang masing-masing profesi. Selain itu, klien atau pasien sebagai pengguna jasa juga merupakan konsumen sehingga dalam hal ini berlaku juga ketentuan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”). Profesi-profesi sebagaimana disebutkan di atas termasuk sebagai pelaku usaha (Pasal 1 angka 3 UUPK), yang berarti ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPK berlaku pada mereka: Pasal 19 ayat (1) UUPK: “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.” Jadi, tindakan seperti apa yang termasuk sebagai malpraktik ditentukan oleh organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi tugas profesi berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kode etik masing-masing profesi. Setiap tindakan yang terbukti sebagai tindakan malpraktik akan dikenakan sanksi. 8 Dasar hukum: 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat; 5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; 6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik; 8. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi; 9. Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia(9,10). 4. Upaya pencegahan malpraktek Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hatihati, yakni: a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis). b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent. c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis. d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter. e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya. f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Upaya menghadapi tuntutan hukum Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, 9 maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan. Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan : a. Informal/defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment),atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea)sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan. b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa. Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan 10 adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan(10). BAB III PENDAHULUAN A. Kesimpulan Malpraktik berarti tindakan yang salah atau tidak memenuhi standar yang ditentukan oleh profesi. Adapun definisi malpraktik dalam profesi kesehatan adalah tindakan kelalaian dari seorang tenaga medis untuk mempergunakan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien. Undang-Undang No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan telah dicabut dengan keluarnya UU. No. 23 Tahun 1992, dan diperbarui lagi dengan UU No. 36 Tahun 2009, esensinya secara implisit yakni malpraktek dapat terjadi apabila petugas kesehatan melalaikan kewajibannya, dan melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan. Secara perundang-undangan, menurut Dr. H. Syahrul Machmud, S.H., M.H., ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan dapat dijadikan acuan makna malpraktik yang mengidentifikasikan malpraktik dengan melalaikan kewajiban. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hatihati, yakni tidak menjanjikan keberhasilan, melakukan informed consent, mencatat tindakan, konsultasi kepada senior atau dokter, memperlakukan pasien secara manusiawi dan menjalin komunikasi yang baik. B. Saran Bagi pemerintah dan pembuat kebijakan agar tidak hanya membuat kebijakan atau peraturan perundang-undangan saja, namun juga menjalankannya dengan tegas. Untuk tenaga medis agar diberi pengetahuan yang mapan mengenai praktik yang benar dan ketentuan hukum yang berlaku agar terhindar dari malpraktik. 11 DAFTAR PUSTAKA 1. Fitriono RA, dkk Penegakan hukum malpraktik melalui pendekatan mediasi penal. Yustisia 2016; 5(1): 87-93. 2. Puspitasari DE. Aspek hukum penanganan tindakan malpraktek medik di Indonesia. Lambung Mangkurat Law Journal 2018; 3(2): 243-262. 3. Siswati S. Etika dan hukum kesehatan. Jakarta; Rajawali Pers: 2015. 4. Notoatmodjo S. Etika dan hukum kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta: 2010. 5. Riyadi M. Hukum kesehatan kontemporer. Malang; Akademia: 2015 6. Machmud, Syahrul. 2012. Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter Yang Diduga Melakukan Medikal Malpraktek. Karya Putra Darwati. 7. Ake J. 2002. Malpraktik dalam keperawatan. Jakarta: EGC. 8. Soetrisno S. 2010. Malpraktek medik & mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Magetan: Telaga Ilmu. 9. Jayanti NKI. 2009. Penyelesaian hukum dalam malapraktik kedokteran. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. 10. Is MS. 2017. Etika Dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Kencana.