DOMINE IZAAK SAMUEL KIJNE Domine Izaak Samuel Kijne lahir di sebuah kota kecil di belanda, Vlaardingen pada 1 Mei 1899. Ayahnya bernama Hugorinus Kijne, seorang tukang kayu dan ibunya Maria Fige’e, perempuan Belanda berdarah Yahudi yang sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Mereka adalah anggota Jemaat setia di gereja Hervormd Belanda. Dominee Izaak Samuel Kijne merupakan lulusan terbaik sekolah guru di kotanya, untuk itu dia juga direkomendasikan sekolahnya untuk belajar ke Tubingen Jerman guna menguasai bidang musik, seni suara dan melukis serta kebudayaan. Sebelum berangkat ke Papua tahun 1923, I.S.Kijne ditempatkan lagi di Pusat Zending di Oegstgeest selama setahun dari tahun 1921-1922 bersama kedua rekannya F.Slumpt dan Johanes Eygendaal. Dominee Izaak Samuel Kijne diutus ke Tanah Papua seperti Carl Wilhelm Ottow, Johann Gottlob Geissler dan Jaesrich, (utusan tukang) Klassen, Otterspoor, J.L. van Hasselt, Franzs Mosche, Rudolf dan Carl Beyer, n. Rinnoy, W.L. Jens, Jan Van Balen, G.L. Bink, Van Splunder, J.LD. Van Der Roest, D.B. Starrenburg, J. Wetstein, D.C.A. Bout, Frans Jens, Jacob Bijkerk, Gustaf Schneider dan F.J.F. van Hasselt. Mereka ini mendahului Kijne datang ke Tanah Papua sejak tahun 1855-1922. Juni 1923 barulah Izaak Samuel Kijne menginjakkan kakinya dipulau Mansinam dan beliau ditugaskan sebagai kepala sekolah guru rakyat (CVO, Civil Volkschool Onderwijzer) di Mansinam pada Tahun 1923-1925 dan kemudian dipindahkan ke Teluk Wondama tahun 1925 menjadi Noormale School dan kembali Kijne menjabat sebagai Direktur ( 19251941). Selain itu Kijne pernah menjabat sebagai Ketua Zending keempat (19461954), beliau juga mengajar pada Joka Institut, ODO dan RAZ di serui hingga tahun 1958 meninggalkan Tanah Papua pulang ke negri Belanda untuk selamanya hingga meninggal pada tanggal 11 Maret 1970. Melalui Dominee Izaak Samuel Kijne kita belajar tentang bagaimana kasih dan kuasa Allah memilih hambaNya untuk datang dan bekerja membawa sebuah peradaban baru bagi bangsa Papua disuatu masa yang sulit namun ia tetap melayani dan bekerja dengan iman serta dengar-dengaran, sehingga bangsa Papua pun maju seperti bangsa-bangsa lain di dunia ini. Kijne mendapat berbagai julukan dari orang Papua sebagai Bapak GKI di Tanah Papua, tokoh pendidik orang Papua dan tokoh pemersatu bangsa Papua. Dengan susah payah, keringat dan air mata, ia membabat, menebang dan menanam di tanah kita, namun hal ini membawa sukacita tersendiri bagi Kijne. Ketika bekerja selama 35 Tahun di Papua dan semua ini dapat terjadi hanya karena dia mencintai tanah dan bangsa Papua dengan sangat luar biasa. Kehadiran Kijne di tanah ini, bagaikan suatu berkat besar Allah kepada orang Papua lewat injil, peradaban dan karya-karyaNya yang datang dan mencari, berjumpa mereka diatas Tanah ini. Ia mewakili para zendeling dari Jerman, Belanda, Swiss, guruguru dari Sangihe, Ambon, Manado dan Papua yang keringat, darah dan air matanya pernah jatuh membasahi medan pekabaran injil namun menjadi benih bagi gereja ini, sebab pasti suatu saat, anak cucunya akan menuai dengan bersorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya. Salah satu karyanya yang paling dikenal di Wondama adalah Batu Peradaban. Di atas batu itulah bertuliskan isi dari awal Peradaban Bangsa Papua. “Di atas batu ini, saya meletakkan Peradaban Orang Papua. Sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri” (Wasior, 25 Oktober 1925). Isi Pesan dari Bapak Peradaban Orang Papua ini memiliki makna bahwa suatu saat nanti Orang Papua akan tampil sebagai pemimpin di atas tanah leluhurnya sendiri, meskipun, ada orang banyak dengan berbagai latar belakang yang berdatangan dari berbagai daerah. Ketika Kijne berinspirasi sewaktu berada di Mansinam, Bukit Aitumeri Miei Teluk Wondama, Yoka, Danau Sentani, Genyem, Serui dan Kwawi maka melahirkan karyanya yang bersifat ilmiah misiologi, sejarah zending, pastoral, buku-buku bacaan sekolah, buku nyanyian, diktat dan Tata Gereja di Nieuw Guinea ( atau yang sekarang disebut Papua) Tahun 1956 yang dipakai hingga sekarang ini dalam GKI di Tanah Papua. Karyanya sangat penting sebab memuat segala pikirannya untuk membangun Tanah Papua. Adapun yang menjadi buah pelayanannya adalah : 1. Mazmur ma Ranu dan Mazmur ma Dow Nyanyian rohani dan mazmur dalam bahasa wondama, bintuni dan windesi 2. Mazmur dan Nyanyian Rohani Buku nyanyian diperuntukan untuk kebaktian gerejawi 3. Tata Gereja di Nederlands Nieuw Guinea 4. Hymne GKI 5. Seruling Mas Buku nyanyian yang diperuntukkan untuk pemuda pemudi diterbitkan tahun 1958 yang berisikan konsep teologi Kijne tentang Tanah Papua dan keindahan alamnya. Buku nyanyian ini dibagi dalam lima bagian besar (nyanyian tanah dan bangsa, nyanyian pandu, nyanyian perjalanan, serba-serbi dan canon) 6. Suara Gembira Buku yang memuat kidung rohani untuk anak sekolah minggu 7. Buku Kota Emas, Ke Mana Nieuw Guinea, Alasan Yang Hidup, Dasar Kepastian dari Hal-Hal yang diharapkan dan Efata Kegiatan Festival Paduan Suara Unisolo merupakan kegiatan paduan suara satu suara dalam rangka mendorong pemuda-pemudi GKI di Tanah Papua untuk menjaga serta melestarikan nyanyian-nyanyian ciri khas GKI seperti ciptaan I.S. Kijne, yaitu Seruling Mas. Upaya pelestarian nyanyian-nyanyian GKI tidak hanya merupakan tugas badan pekerja sinode tetapi juga tugas jemaat dalam hal ini pemuda-pemudi yang merupakan tulang punggung GKI. Hal ini penting dilakukan agar pemuda-pemudi GKI semakin termotivasi, terlibat serta memiliki pemahaman yang baik tentang kidung-kidung/ nyanyian-nyanyian GKI.