Uploaded by retsa.ayu

293824889-Geologi-Struktur-Sesar-Semangko

advertisement
GEOLOGI STRUKTUR
Struktur Sesar Mendatar Semangko Pulau Sumatera
Nama: Tiya Rosdianti Utari
NPM: 140710140018
PROGRAM STUDI GEOFISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
Struktur Sesar Mendatar Semangko Pulau Sumatera
Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng IndoAustralia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan
lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan
Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Salah satu hasil pertemuan ketiga ini membentuk
pulau Sumatra.
A. Gambaran Umum
Pulau Sumatera dicirikan oleh tiga sistem tektonik. Berurutan dari barat ke timur adalah
sebagai berikut: zona subduksi oblique dengan sudut penunjaman yang landai, sesar
Mentawai dan zona sesar besar Sumatera. Zona subduksi di Pulau Sumatera, yang sering
sekali menimbulkan gempa tektonik, memanjang membentang sampai ke Selat Sunda dan
berlanjut hingga selatan Pulau Jawa. Subsuksi ini mendesak lempeng Eurasia dari bawah
Samudera Hindia ke arah barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa,
dengan kecepatan pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga ratusan tahun, dua lempeng itu
saling menekan. Namun lempeng Indo-Australia dari selatan bergerak lebih aktif.
Pergerakannya yang hanya beberapa millimeter hingga beberapa sentimeter per tahun ini
memang tidak terasa oleh manusia. Karena dorongan lempeng Indo-Australia terhadap
bagian utara Sumatera kecepatannya hanya 5,2 cm per tahun, sedangkan yang di bagian
selatannya kecepatannya 6 cm per tahun. Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera yang
miring posisinya ini lebih cepat dibandingkan dengan penyusupan lempeng di selatan Jawa.
B. Kerangka Tektonik Pulau Sumatra
Pulau Sumatra terletak di baratdaya dari Kontinen Sundaland dan merupakan jalur
konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah barat Lempeng
Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan subduksi sepanjang Palung Sunda
dan pergerakan lateral menganan dari Sistem Sesar Sumatra.
Subduksi dari Lempeng Hindia-Australia dengan batas Lempeng Asia pada masa Paleogen
diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk Sumatra searah jarum jam.
Perubahan posisi Sumatra yang sebelumnya berarah E-W menjadi SE-NW dimulai pada
Eosen-Oligosen. Perubahan tersebut juga mengindikasikan meningkatnya pergerakan sesar
mendatar Sumatra seiring dengan rotasi. Subduksi oblique dan pengaruh sistem mendatar
Sumatra menjadikan kompleksitas regim stress dan pola strain pada Sumatra (Darman dan
Sidi, 2000). Karakteristik Awal Tersier Sumatra ditandai dengan pembentukkan cekungancekungan belakang busur sepanjang Pulau Sumatra, yaitu Cekungan Sumatra Utara,
Cekungan Sumatra Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan (Gambar Diatas).
Pulau Sumatra diinterpretasikan dibentuk oleh kolisi dan suturing dari mikrokontinen
di Akhir Pra-Tersier (Pulunggono dan Cameron, 1984; dalam Barber dkk, 2005). Sekarang
Lempeng Samudera Hindia subduksi di bawah Lempeng Benua Eurasia pada arah N20°E
dengan rata-rata pergerakannya 6 – 7 cm/tahun. Konfigurasi cekungan pada daerah Sumatra
berhubungan langsung dengan kehadiran dari subduksi yang menyebabkan non-volcanic
fore-arc dan volcano-plutonik back-arc. Sumatra dapat dibagi menjadi 5 bagian (Darman dan
Sidi, 2000):
1. Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan fore-arc Sunda dan yang
memisahkan dari lereng trench.
2. Cekungan Fore-arc Sunda, terbentang antara akresi non-vulkanik punggungan outerarc dengan bagian di bawah permukaan dan volkanik back-arc Sumatra.
3. Cekungan Back-arc Sumatra, meliputi Cekungan Sumatra Utara, Tengah, dan
Selatan. Sistem ini berkembang sejalan dengan depresi yang berbeda pada bagian
bawah Bukit Barisan.
4. Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama pada
Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik.
5. Intra-arc Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah
pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-arc dan backarc basin.
C. Sistem Sesar Sumatra
Di pulau Sumatera, pergerakan lempeng India dan Australia yang mengakibatkan kedua
lempeng tersebut bertabrakan dan menghasilkan penunjaman menghasilkan rangkaian busur
pulau depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias,
P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan jalur
vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’ yang membelah Pulau
Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus sampai ke
Laut Andaman hingga Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar
sebelas sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.
Di samping patahan utama tersebut, terdapat beberapa patahan lainnya, yaitu: Sesar
Aneuk Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar Lhokseumawe, dan Sesar Blangkejeren.
Khusus untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dihimpit oleh dua patahan aktif,
yaitu Darul Imarah dan Darussalam. Patahan ini terbentuk sebagai akibat dari adanya
pengaruh tekanan tektonik secara global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat
Pulau Sumatera serta pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan. Daerah-daerah yang berada
di sepanjang patahan tersebut merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah
longsor, disebabkan oleh adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang tinggi. Banda
Aceh sendiri merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak Pliosen, hingga terbentuk sebuah
graben. Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan sedimen, yang berpengaruh besar jika
terjadi
gempa
bumi
di
sekitarnya.
Penunjaman Lempeng India – Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau Sumatera.
Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian
timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang sempit
dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang dibandingkan
berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima tanah hasil erosi dari bagian
barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di
bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang.
D. Periode Tektonik Pulau Sumtera
Penjelasan mengenai periode tektonik wilayah sumatera terbagi menjadi 3 daerah
berdasarkan letak cekungan yang ada di sumatera yaitu cekungan Bengkulu yang
menandakan forearc basin, cekungan Sumateratengah yaitu central basin dan cekungan
Sumatera Selatan yang merupakan backarc basin. Berikut adalah penjelasan masing –
masingperiode yang terjadi di masing – masing cekungan tersebut.
a.
Cekungan Bengkulu (forearc basin)
Cekungan Bengkulu adalah salah satu cekungan forearc di Indonesia. Cekungan forearc
artinya cekungan yang berposisi di depan jalur volkanik (fore – arc ; arc = jalur volkanik).
Berdasarkan berbagai kajian geologi, disepakati bahwa Pegunungan Barisan( dalam hal ini
adalah volcanic arc -nya) mulai naik di sebelah barat Sumatra pada Miosen Tengah.
Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu adalah bahwa sebelum Misoen Tengah berarti
tidakada forearc basin Bengkulu sebab pada saat itu arc -nya sendiri tidak ada.Sebelum
Miosen Tengah, atau Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling barat
Cekungan Sumatera Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau Neogen, setelah
Pegunungan Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari Cekungan Sumatera Selatan.
Mulai saat itulah,Cekungan Bengkulu menjadi cekungan forearc dan CekunganSumatera
Selatan menjadi cekungan backarc (belakang busur).
Sejarah penyatuan dan pemisahan Cekungan Bengkulu dari Cekungan Sumatera
Selatan dapat dipelajari dari stratigrafi Paleogen dan Neogen kedua cekungan itu. Dapat
diamati bahwa pada Paleogen, stratigrafi kedua cekungan hampir sama. Keduanya
mengembangkan sistem graben di beberapa tempat. Di Cekungan Bengkulu ada Graben
Pagarjati, Graben Kedurang-Manna, Graben Ipuh (pada saat yang sama di Cekungan
SumateraSelatan saat itu ada graben-graben Jambi, Palembang, Lematang,dan Kepahiang).
Tetapi setelah Neogen, Cekungan Bengkulu masuk kepada cekungan yang lebih dalam
daripada Cekungan Sumatera Selatan, dibuktikan oleh berkembangnya terumbu –terumbu
karbonat yang masif pada Miosen Atas yang hampir ekivalen secara umur dengan karbonat
Parigi di Jawa Barat (paraoperator yang pernah bekerja di Bengkulu menyebutnya sebagai
karbonat Parigi juga). Pada saat yang sama, di Cekungan Sumatera Selatan lebih banyak
sedimen-sedimen regresif (Formasi Air Benakat/Lower Palembang dan Muara Enim/Middle
Palembang) karena cekungan sedang mengalami pengangkatan dan inversi.Secara tektonik,
mengapa terjadi perbedaan stratigrafi pada Neogen di Cekungan Bengkulu yaitu disebabkan
Cekungan Bengkulu dalam fase penenggelaman sementara Cekungan Sumatera Selatan
sedang terangkat.
b.
Cekungan Sumatera Tengah (central basin)
Pola struktur yang ada saat ini di Cekungan Sumatra Tengah merupakan hasil
sekurang-kurangnya 3 (tiga) fase tektonikutama yang terpisah, yaitu Orogenesa Mesozoikum
Tengah,Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal, dan Orogenesa Plio-Plistosen(De Coster,
1974).Heidrick dan Aulia (1993), membahas secara terperinci tentang perkembangan
tektonik di Cekungan Sumatra Tengah dengan membaginya menjadi 3 (tiga) episode
tektonik, F1 (fase 1)berlangsung pada Eosen-Oligosen, F2 (fase 2) berlangsung padaMiosen
Awal-Miosen Tengah, dan F3 (fase 3) berlangsung pada Miosen Tengah-Resen. Fase
sebelum F1 disebut sebagai fase 0 (F0) yang berlangsung pada Pra Tersier.1. Episode F0
(Pre-Tertiary)Batuan dasar Pra Tersier di Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari lempenglempeng benua dan samudera yang berbentuk mozaik. Ada 2 (dua) struktur utama pada
batuan dasar. Pertama kelurusan utara -selatan yang merupakan sesar geser
(Transform/WrenchTectonic) berumur Karbon dan mengalami reaktifisasi selama PermoTrias, Jura, Kapur dan Tersier. Tinggian-tinggian yang terbentuk pada fase ini adalah
Tinggian Mutiara, Kampar, Napuh, Kubu, Pinang dan Ujung Pandang. Tinggian –tinggian
tersebut menjadi batas yang penting pada pengendapan sedimen selanjutnya.2. Episode F1
(26 – 50 Ma)
Episode F1 berlangsung pada kala Eosen-Oligosendisebut juga Rift Phase. Pada F1
terjadi deformasi akibat Rifting dengan arah Strike timur laut, diikuti oleh reaktifisasi
struktur-struktur tua. Akibat tumbukan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua
Asia pada 45 Ma terbentuklah suatu sistem rekahan Transtensional yang memanjang ke arah
selatan dari Cina bagian selatan ke Thailand dan ke Malaysia hingga Sumatra dan
Kalimantan Selatan (Heidrick & Aulia,1993). Perekahan ini membentuk serangkaian Horst
dan Graben di Cekungan Sumatra Tengah. Horst-Graben ini kemudian menjadi danau tempat
diendapkannya sedimen-sedimen Kelompok Pematang.
c.
Cekungan Sumatera Selatan ( backarc basin)
Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan
cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi
antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera
India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya
dibatasi olehsingkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh PaparanSunda
(Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tiga puluh dan ke arah tenggara
dibatasi oleh Tinggian Lampung.Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995),
diperkirakantelah terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah
Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir –
Tersier Awal dan Orogenesa Plio – Plistosen. Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik
danMesozoik termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan
diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan.
Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang
menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit
Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang
mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar -sesar yang
baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar
Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen
menghasilkan lipatan yang berarah barat laut-tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah
timur laut-barat daya dan barat laut- tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini
adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal. Kenampakan struktur yang dominan
adalah struktur yang berarah barat laut-tenggara sebagai hasil orogenesa Plio-Plistosen.
Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utaraselatan dan barat laut-tenggara serta pola muda yang berarah barat laut-tenggara yang sejajar
dengan Pulau Sumatera.
E. Kesimpulan
Pulau Sumatera secara garis besar terdiri dari 3 sistem Tektonik, yakni Sistem Subduksi
Sumatera; system sesar Mentawai (Mentawai Fault System); dan Sistem Sesar Sumatera
(Sumatera Fault System). Berdasarkan rekonstruksi geologi oleh Robert Hall (2000), awal
pembentukan wilayah Sumatera dimulai sekitar 50 juta tahun lalu (awal Eosen). Sedikitnya
terdapat 19 Segmen sesar dengan panjang tiap segmen ±60-200 km; yang merupakan bagian
dari Sistem Sesar Sumatera (Sumatera Fault System) dengan panjang ±1900 km. Danau Toba
yang berada di pulau Sumatera merupakan salah satu bukti nyata Super Volcano dan
merupakan sisa dari Letusan Kaldera mahadahsyat terbesar (skala 8 VEI).
F. Daftar Pustaka
www.lintas-sumatera.com › Geografi
psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?option=com.
etd.repository.ugm.ac.id/
https://www.academia.edu/9183250/TEKTONIK_SUMATRA_Model_Tektonik_Kuarter_Su
matra
Download