Uploaded by damarbaik

Tugas UTS Psikologi Politik

advertisement
Tugas UTS Psikologi Politik
“Fenomena Pilpres 2019”
Dosen Pengampu:
Achmad Mujab Masykur, S. Psi., M. A
Disusun Oleh:
Damar Hapsari Renaning Tyas
15010116120013
Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro
April, 2019
Yang Mau Curang, Pikir Panjang Dululah
By Asyari Usman
(Source: Beranda Facebook Achmad M. Akung)
Suasana pemilihan presiden (pilpres) kali ini sangat jauh berbeda
dengan pilpres-pilpres sebelumnya. Kali ini, sebagian besar rakyat aktif
mengikuti proses yang sangat penting ini. Salah satu penyebabnya adalah
keyakinan mereka bahwa pilpres yang lalu penuh kecurangan.
Banyak yang percaya bahwa pada 2014 yang lalu, paslon PrabowoHatta memenangi pilpres. Namun, karena kemenangan mereka tipis, agak
sulit untuk dipersoalkan. Dalam kalimat lain, kemenangan tipis itu sangat
mudah dicurangi.
Selain kemenangan tipis, faktor-faktor yang juga membuat PrabowoHatta, waktu itu, menerima kekalahan adalah (1)popularitas Jokowi yang
sangat tinggi, dan (2)antusias publik yang tidak sedahsyat pilpres 2019 ini.
Diyakini oleh para pengamat bahwa kemenangan tipis, popularitas Jokowi,
dan rendahnya antusias dan partisipasi publik untuk Prabowo membuat
rakyat diam saja terhadap kecurangan pilpres 2014.
Kali
ini
situasinya
lain.
Rakyat
bertekad
akan
memberikan
kemenangan telak untuk Prabowo. Popularitas dan elektabilitas 02 sangat
tinggi. Begitu juga semangat dan patisipasi publik yang mendukung mereka.
Ke mana saja Prabowo atau Sandi berkunjung silaturahmi sebelum
kampanye, selalu disambut membludak. Padahal, masyarakat pendukung
Prabowo-Sandi datang dengan biaya sendiri, bawa makanan-minuman
sendiri, tanpa ada insentif apa.
Kemudian di masa kampanye barusan, semangat massa pendukung
semakin tinggi. Di banyak tempat kampanye, massa rakyat yang hadir
malahan mengumpulkan donasi untuk Prabowo-Sandi. Mereka sadar bahwa
yang dikumpulkan itu tidaklah mencukupi untuk keperluan kampanye. Namun,
secara simbolik sumbangan itu menunjukkan bahwa mereka sangat
menginginkan perubahan.
Rakyat merasa geram. Mereka tak sabar menunggu 17 April untuk
mengeluarkan Jokowi dari Istana. Mereka sudah sangat muak dengan situasi
Indonesia yang cukup parah karena kecerobohan Jokowi mengelola negara
ini.
Inilah yang membuat popularitas Jokowi anjlok. Dan antusias publik
untuk dia pun sirna. Dia ditinggalkan rakyat. Ke mana saja Jokowi pergi,
selalu ‘dihajar’ publik dengan kehadiran sepi. Jokowi dan timsesnya sadar
bahwa rakyat ingin Prabowo. Itulah yang ditunjukkan oleh rakyat di manamana. Rakyat tak sudi datang ke kampanye Jokowi meskipun disediakan
berbagai daya tarik, makan-minum dan puluhan bus mewah untuk antar-jeput
mereka.
Itulah pertanda jelas tentang kekelahan petahana. Tapi, Jokowi dan
timses serta para pendukungnya tak akan rela menerima kekalahan. Mereka
berkeras mau dua periode. Hanya saja, semua logika menunjukkan Jokowi
tak mungkin bisa menang dengan cara biasa. Harus dengan cara tak biasa.
Kalau yang dimaksud ‘cara tak biasa’ itu adalah ‘cara yang curang’,
pertanyaannya adalah apakah mungkin dalam kondisi seperti hari ini bisa
berbuat curang?
Jawabannya, sama sekali tak mungkin. Rakyat pendukung
Prabowo-Sandi sekarang banyak belajar dari pilpers 2014. Dulu, mereka
bisa dicurangi. Sekarang, mereka tak mau lagi itu terjadi.
Bagi rakyat, akal sehat menunjukkan Prabowo-Sandi akan menang
telak. Tapi, kubu Jokowi juga yakin petahana akan menang. Jadi, yang satu
diukur dengan akal sehat, yang satu lagi diukur dengan halusinasi.
Nah, akankah ada kecurangan di pilpres 2019 ini?
Jika dilihat dari rangkaian banyak peristiwa sejak setahun ini,
terutama di masa kampanye barusan, diperkirakan kecurangan adalah
satu-satunya cara untuk menang. Tapi, rakyat tidak akan menerima itu.
Karena cara itu memang bertentang dengan norma apa pun juga.
Tahapan
krusial
yang
paling
rawan
untuk
dicurangi
adalah
penghitungan suara di KPU. Baik itu hitungan cepat (quick count) maupun
hitungan manual. Rakyat sudah sangat paham tentang ‘ancaman’ di KPU.
Tapi rakyat masih percaya pada integritas lembaga ini. Cuma, rakyat
memperingatkan kepada KPU agar menolak setiap upaya kecurangan –dari
pihak mana pun juga.
Kalau kecurangan dipaksakan, besar kemungkinan rakyat akan
menolaknya dengan paksa pula. Tentu saja sangat berbahaya kalau dua
paksaan bertemu di satu titik.
Jadi, bagi Anda yang mau curang, lebih baik berpikir panjang dulu.
Semoga penyelenggaraan pemilu 17 April besok berjalan lancar,
bersih, jujur dan adil. Kita ingin dan perlu menghadirkan pemimpin yang kuat
dan cerdas. Bukan pemimpin yang akan dijadikan boneka oleh para maling
dan penghkhianat.
(Penulis adalah wartawan senior)
Kecerdasan Logika (Logical Intelligence) di tengah Badai Kecurangan
Penyelenggaraan Pemilu 2019.
By: Aad Satria Permadi.
(Source: Beranda Facebook Achmad M. Akung)
Salah satu kecerdasan yang ditanamkan Allah ke dalam otak manusia adalah
kecerdasan logika (logical intelligence). Orang yang mempunyai logical
intelligence yang baik akan mampu melihat pola/ keteraturan dalam
fenomena yang semrawut. Kemampuan tersebut juga membuatnya mampu
membuat dugaan/hipotesis sebuah kejadian. Sebaliknya, orang yang tidak
mempunyai logical intelligence yang baik, tidak akan mampu menangkap
keteraturan dari sebuah fenomena. Orang ini akan cenderung menganggap
fenomena sebagai eksistensi yang timbul secara kebetulan tanpa ada pola/
atau
keteraturan
fenomena
tersebut.
Untuk lebih memahami bagaimana logical intelligence ada bekerja, sila
perhatikan secuil fenomena kecurangan pemilu 2019. Saya batasi hanya
yang terkait tabulasi data C1 saja.
Pertama, banyak sekali bukti penggelembungan suara 01, sekaligus
pengurangan suara 02.
Kedua, scan C1 yang tidak sesuai dengan input di website KPU. Suara 01
bertambah dan suara 02 berkurang atas kecurangan ini.
Ketiga, scan C1 dipalsukan untuk menggelembungkan suara 01 dan
mengurangi suara 02
Keempat, gudang penyimpanan kotak suara dan C1 terbakar. Kejadian ini
terjadi di sumatra barat, lambung suara 02.
Kelima, kotak suara dibakar di Jambi oleh caleg PDI-P, partai yang
mendukung
capres-cawapres
01.
Jambi
pun
lumbung
suara
02
Dari lima fakta tersebut, apakah pola/ keteraturan yang terbentuk dalam akal
anda? Jika logical intelligence seseorang bekerja dengan baik, tentu dia akan
menemukan
pola
menguntungkan
01
bahwa
dan
semua
merugikan
fenomena
02.
Kalau
kecurangan
diajukan
tersebut
pertanyaan
kepadanya, apakah keuntungan 01 dan kerugian 02 itu kebetulan atau
kesengajaan? Maka dengan pasti logical intelligence nya akan menjawab,
tidak mungkin kebetulan. Argumennya sederhana, karena ia menemukan
pola yang menetap yaitu keuntungan selalu untuk 01, dan kerugian selalu
untuk 02. Argumen tiu dikuatkan dengan fakta keempat, bahwa ada
pemalsuan C1 yang sengaja dilakukan oleh seseorang. C1 asli yang sudah di
upload
kemudian
diedit,
dan
editan
itu
di
scan
kembali.
Karena akalnya menyimpulkan ada kesengajaan kecurangan tabulasi data,
ketika
ditanya
tentang
dugaan/hipotesisnya
siapakah
yang
sengaja
melakukan kecurangan, maka kecerdasannya akan mengatakan bahwa
kemungkinan besar yang sengaja melakukan kecurangan adalah pihak-pihak
tertentu (tidak diketahui) yang menginginkan 01 menang. Argumennya juga
didasarkan pada logika keteraturan/ pola dari fenomena kecurangan tersebut,
yaitu
01
selalu
diuntungkan
dan
02
selalu
dirugikan.
Begitulah proses munculnya kesimpulan bahwa telah terjadi kecurangan pada
proses tabulasi data C1. Jadi jangan dikira kesimpulan adanya kecurangan itu
muncul asal-asalan. Kesimpulan itu muncul dari instrumen kecerdasan yang
diberikan
oleh
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala.
Para
oposisi
hanya
menggunakannya dalam rangka mensyukuri instrumen tersebut. Memusuhi
kritik dan kesimpulan ini bisa dikatakan sebagai gerakam kufur nikmat dan
contra-intelligence (dalam arti perlawanan terhadap kecerdasan). Dan
perlawanan ini hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak cerdas, alias
ungud.
Permasalahn dimulai ketika pihak KPU menjawab kesimpulan dan dugaan
orang-orang cerdas ini dengan jawaban yang tidak dapat diterima akal. KPU
mengatakan bahwa kesalahan tabulasi data bukanlah kecurangan, namun
kesalahan yang tidak disengaja alias human error. Bagi orang-orang yang
mempunyai logical intelligence, tentu ini dianggap sebagai penghinaan
terhadap akal. Mana mungkin itu adalah ketidaksengajaan, dimana polanya
dan keteraturannya sangat jelas! Mana mungkin tidak ada kecurangan,
padahal jelas-jelas ada yang mengedit C1 asli yang sudah di upload.
Pernyataan KPU ini adalah anti-tesis logical intelligence. Logigical intelligence
mengatakan ada pola kecurangan, sedangkan KPU menganggapnya sebagai
fenomena tak beraturan di atas hukum ketidaksengajaan. Inilah yang memicu
tensi
perlawanan.
Masyarakat yang mempunyai logical inteligence ini awalnya tidak menuduh
KPU ikut curang, namun jawaban KPU itu menjadi pola baru dalam akal
masyarakat. Pernyataan KPU itu adalah pernyataan yang menguntungkan 01
dan merugikan 02. Akhirnya KPU ikut tersangkut dalam dugaan/ hipotesis
siapakah yang ikut berperan dalam kecurangan. Andai KPU menjawabnya
dengan kata-kata dan bukti-bukti yang memuaskan logika, insyaAllah kritik
dan tuduhan masyarakat akan berkurang. Masalahnya public address KPU
seperti
melecehkan
logical
intelligence
masyarakat.
Sebenarnya, masalah tabulasi data C1 ini, hanya secuil dari badai masalah
penyelenggaraan pemilu 2019. Namun, hakikat dari semua kekisruhan ini
adalah tentang kemustahilan kecerdasan dan kebodohan itu berdamai.
Selama
pemerintah
dan
KPU
menghadapi
kritik
logical
intelligence
masyarakat dengan cara-cara bodoh (ex. menganggap kesalahan tabulasi
adalah ketidaksengajaan), maka masyarakat akan terus menyampaikan
kritiknya.
Bahkan
dengan
kekuatan
yang
lebih
besar.
Selamat bertugas KPU, semoga Allah memberikan petunjuk dan hidayah-Nya
kepada
kita
semua.
(END)
Total Perolehan Suara Keseluruhan Lembaga
54.45 %
45.55 %
*Data per: 25 April 2019 08:02 WIB
Suara masuk: 100% Suara
54.35 %
45.65 %
*Data per: 25 April 2019 08:02 WIB
Suara masuk: 99.83% Suara
55.71 %
44.29 %
*Data per: 25 April 2019 08:02 WIB
Suara masuk: 100.00% Suara
54.55 %
45.45 %
*Data per: 25 April 2019 08:02 WIB
54.75 %
Suara masuk: 99.11% Suara
45.25 %
*Data per: 25 April 2019 08:02 WIB
Suara masuk: 100.00% Suara
Mengapa Polisi Malaysia Hentikan Penyelidikan Coblos Illegal?
By Asyari Usman
(Source: Beranda Facebook Achmad M. Akung)
Ada perkembangan yang sangat mengerikan dan mengherankan
terkait coblos illegal surat suara di Malaysia. Polisi Diraja Malaysia (PDM),
kemarin
(14/4/2019),
seperti
disiarkan
tvOne,
mengatakan
mereka
berkoordinasi dengan Polri untuk tidak melanjutkan kasus itu karena tidak
menemukan pelanggaran undang-undang Malaysia.
Apa yang terjadi? Mengapa PDM tiba-tiba mennghentikan penyelidikan
kasus coblos illegal itu? Padahal, kubu 01 percaya bahwa pencoblosan itu
dilakukan, digerebek, dan diviralkan oleh kubu 02?
Nah, kalau orang dari kubu 02 yang dikatakan merekayasa
kecurangan itu, bukankah ini kesempatan untuk membuktikannya? Mengapa
dihentikan? Mungkinkah Polri meminta PDM menghentikan itu?
Apa kira-kira jawaban untuk penghentian penyelidikan itu?
Ada kemungkinan bahwa penyelidikan lebih lanjut akan sangat
membahayakan posisi caspres 01 dan beberapa caleg DPRRI dapil DKI
Jakarta. Kenapa? Boleh jadi jumlah surat suara yang telah dicoblos di tanda
gambar 01 itu jumlahnya sangat besar. Seperti terlihat di dalam rekaman
video penggerebekan, tampak jelas begitu banyak tas plastik hitam dan
karung putih yang isinya patut diduga adalah surat suara yang terlah
tercoblos tanda gambar 01.
Ada yang memperkirakan jumlah surat suara tercoblos 01 yang
ditemukan di dua TKP yang berada di kawasan Bangi, Kajang, itu mencapai
puluhan ribu lembar.
Penemuan tanggal 11 April 2019 itu terjadi di dua lokasi. Pertama, di
satu bangunan ruko yang terdapat di Taman Universiti Sungai Tungkas,
Bangi, Selangor. Di sini, ditemukan 20 tas diplomatik, 10 kantung plastik
hitam, dan 5 karung goni putih dengan tulisan ‘Pos Malaysia’. Jumlah surat
suara yang telah dicoblos 01 dan caleg nomor urut 3 (NasDem) diperkirakan
antara 10-20 ribu lembar.
Kedua, ditemukan lokasi penyimpanan surat suara per pos (surat
suara yang dikirim lewat pos). Di satu rumah di kawasan Bandar Baru, Bangi,
juga di Selangor. Di sini ditemukan 158 karung yang patut diduga berisi surat
suara. Diduga berat, surat suara ini tercoblos 01 dan caleg nomor urut 2
(NasDem). Nomor urut 2 adalah Davin Kirana, anak Rusdi Kirana (dubes RI
di Malaysia). Jumlah surat suara diperkirakan antara 40-50 ribu lembar.
Yang menemukan surat suara tercoblos itu adalah ketua Panwaslu
Kuala Lumpur, Yaza Azzahara Ulyana, bersama anggotanya Rizki Israeni
Nur. Yaza menjelaskan rincian ini lewat keterangan tertulis yang dimuat di
dalam media online, IND Times.
Patut pula diduga bahwa pencoblosan illegal tsb terjadi di banyak
tempat di Malaysia. Besar kemungkinan tidak hanya di dua lokasi itu.
Sehingga, kalau PDM melakukan pengusutan lebih lanjut, bisa saja akan
ditemukan lagi ribuan atau puluhan ribu lembar surat suara yang telah
tercoblos di tanda gambar 01.
Boleh jadi, skala kecurangan itu telah atau akan mencapai batas
pelanggaran yang bisa mendiskualifikasikan paslon 01. Diduga, dalam rangka
menghindarkan hal inilah PDM menghentikan penyelidikan. Dan ini sinkron
dengan pernyataan KPU bahwa surat suara yang dicoblos illegal di Malaysia
itu, dianggap tidak ada. “Dianggap sampah saja,” kata komisioner KPU, Ilham
Saputra, kemarin (14/4/2019) di kantornya di Menteng, Jakarta.
Dengan gambaran situasi seperti ini, ada kemungkinan pihak
Indonesia menyampaikan permintaan agar pengusutan (siasat) oleh
PDM dihentikan. Dan dinyatakan ‘case close’ (perkara ditutup).
Logisnya, kalau kubu 01 yakin kecurangan ini adalah rekayasa kubu 02,
pastilah mereka akan sangat ngotot agar PDM mengusutnya tuntas.
Faktanya, jumlah surat suara tercoblos illegal yang ditemukan itu
sangat besar sehingga tidak masuk akal untuk dikerjakan oleh orang-orang
kubu 02. Tak logis untuk ditimpakan kasus ini ke kubu 02.
Bukti yang sangat krusial dalam temuan kecurangan ini adalah
tas diplomatik. Tas ini tidak bisa didapat secara sembarangan. Bisa
dikatakan 99% mustahil orang kubu 02 bisa menguasai tas diplomatik.
BPN Prabowo-Sandi seharusnya mengejar kasus pencurangan besar
ini. Dari sini bisa saja terungkap skenario jahat yang telah direncanakan
secara sistematis oleh pihak tertentu.
(Penulis adalah wartawan senior)
SIAPA PARTAI PENGUSUNG JOKOWI?
Jakarta - Dari Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar, Bali, Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan resmi mengajukan Joko Widodo (Jokowi)
sebagai calon Presiden 2019-2024. Kabar itu awalnya diwartakan politikus
PDIP yang juga Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, lewat akun Twitter
@pramonoanung.
PDIP menjadi partai kedelapan yang mengusung Jokowi sebagai
capres 2019. Sebelumnya ada Partai NasDem, Hanura, Golkar, Partai
Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Pembangunan, Perindo, serta
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Di antara delapan partai
pendukung Jokowi, hanya PKPI yang dinyatakan tak lolos Pemilu 2019 oleh
KPU.
Didukung delapan partai, bagaimana tingkat keterpilihan Jokowi
sebagai calon presiden 2019?
Sejumlah
lembaga
sejak
Januari
lalu
melakukan
survei
soal
elektabilitas atau tingkat keterpilihan Jokowi sebagai capres. Lingkaran Survei
Indonesia (LSI) Denny JA melakukan survei pada 7-14 Januari 2018 dengan
metode multistage random sampling. Ada 1.200 responden yang disurvei.
Margin of error survei 2,9 persen. Metode wawancara adalah tatap muka dan
menggunakan kuesioner.
Hasil survei menunjukkan elektabilitas Jokowi sebagai capres 2019
masih yang terkuat dibanding calon lain. Jika Pilpres 2019 dilakukan hari ini,
48,50% responden akan memilih Jokowi. Sedangkan 41,2 % pemilih akan
memilih pemimpin baru dan 10,30% tidak menjawab atau tidak tahu.
Namun, menurut survei LSI Denny JA, posisi Jokowi belumlah aman.
Peluang dia terpilih kembali menjadi presiden pada 2019 mendatang
terancam oleh popularitas sejumlah tokoh. Prabowo Subianto, Anies
Baswedan, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) merupakan 3 nama
dengan tingkat popularitas tinggi.
Hasil survei Poltracking Indonesia juga menempatkan Jokowi sebagai
capres 2019 dengan elektabilitas terkuat. Survei Poltracking menggunakan
1.200 responden di 34 provinsi, dilakukan pada 27 Januari-3 Februari 2018,
menggunakan metode stratified multistage random sampling. Margin of error
survei ini sebesar kurang-lebih 2,83%.
Pada survei top of mind, Jokowi mendapat 45%, Prabowo 19,8%, SBY
0,8%, Anies Baswedan 0,6%, Ridwan Kamil 0,6%, Jusuf Kalla 0,5%, dan
nama-nama lain. Semuanya berjumlah 15 nama. Ketika head to head, yakni
Jokowi versus Prabowo, hasilnya, Jokowi unggul dengan 57,6% dan Prabowo
memperoleh 33,7%.
Elektabilitas Jokowi juga unggul di survei Indo Barometer. Survei
dilaksanakan pada 23-30 Januari 2018 di 34 provinsi. Jumlah sampel
sebanyak 1.200 responden dengan margin of error sebesar 2,83 persen
pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Metode penarikan sampel adalah multistage random sampling. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tatap muka responden
menggunakan kuesioner.
Indo Barometer melakukan simulasi jika Jokowi kembali melawan
Prabowo di Pilpres 2019. Dari hasil simulasi 2 nama, Jokowi unggul dengan
angka 48,8 persen, sedangkan Prabowo berada di angka 22,3 persen.
Sebanyak 17,2 persen responden belum memutuskan, 6,0 persen
masih merahasiakan, 1,2 persen tidak akan memilih, dan 4,5 persen tidak
menjawab.
Lembaga Media Survei Nasional (Median) juga melakukan riset
tentang elektabilitas tokoh politik menjelang Pilpres 2019. Hasilnya,
elektabilitas Joko Widodo lebih tinggi jika dibandingkan dengan Prabowo
Subianto.
Dalam risetnya, Median menggunakan sampel 1.000 responden.
Sampel dipilih secara random dengan teknik multistage random sampling
sejak 1 sampai 9 Februari 2018. Dengan margin of error kurang-lebih 3,1
persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Hasil survei Median menunjukkan elektabilitas Jokowi masih paling
tinggi, yakni 35 persen, Prabowo 21,2 persen, Gatot Nurmantyo 5,5 persen,
Anies Baswedan 4,5 persen, dan Agus Harimurti 3,3 persen.
(erd/van)
PARTAI PENGUSUNG PRABOWO-SANDI
TEMPO.CO, Jakarta - Partai koalisi pendukung pasangan capres dan
cawapres, Prabowo-Sandiaga , menyokong nama untuk tim pemenangan
pasangan tersebut. Rapat finalisasi yang digelar malam ini, Selasa 18
September 2018, memilih nama Koalisi Indonesia Adil Makmur
Nama itu dipilih karena dianggap sesuai dengan masalah yang sedang
dikumpulkan Indonesia. Nama tim diselaraskan dengan tagline koalisi yang
juga memperkenalkan malam ini yaitu "Adil Makmur Bersama PrabowoSandi".
“Karena masalah bangsa dan negara adalah keadilan ekonomi,
keadilan hukum sehingga kemakmuran adalah sesuatu yang menjadi cita-cita
rakyat Indonesia,” kata Sekretaris Jendral Partai Gerindara, Ahmad Muzani,
dalam konferensi pers di Posko Pemenangan Prabowo-Sandi, Jalan
Kertanegara.
Lahirnya nama koalisi dan tagline ini, tambah Muzani, akan menjadi
referensi dalam menyelesaikan masalah keadilan dan kemakmuran. "Kami
akan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan keadilan dan
kemakmuran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ucap dia.
Selain nama koalisi dan tagline, tambahkan ada empat poin hasil dari
rapat malam ini. Keempatnya adalah lokasi sekretariat tim pemenangan,
struktur dan nama-nama tim pemenangan, visi misi Prabowo-Sandi, dan
posisi kepala daerah dalam tim pemenangan.
Rapat malam ini dipimpin Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto
dan dihadiri oleh seluruh perwakilan partai anggota koalisi: PKS, PAN,
Demokrat, serta Gerindra.
APA ARTI INI SEMUA?
Jayapura - Surat Suara di Nduga, Papua, diduga dibakar oleh
kelompok kriminal bersenjata (KKB). Polisi menduga, aksi ini dimotori oleh
salah satu caleg yang gagal dalam pemilu.
"Memang aksi perampasan ini benar, cuma saja jangan sampai
kelompok ini ditunggangi elit politik yang kecewa dengan hasil pemilihan yang
sudah dilakukan," kata Kapolres AKBP Tonny Ananda, yang dilansir Antara,
Rabu (24/4/2019).
Tonny mengatakan, pihaknya sedang koordinasi dengan KPU Nduga
terkait langkah pembakaran surat suara ini. Pelakunya belum diketahui
hingga saat ini.
"Memang aksi perampasan ini benar, cuma saja jangan sampai
kelompok ini ditunggangi elit politik yang kecewa dengan hasil pemilihan yang
sudah dilakukan," katanya lagi.
Tonny menambahkan, lokasi pembakaran surat suara itu jauh dari
jangkauan kepolisian. Aksi para pelaku tak hanya membakar tapi juga
mengancam petugas dengan senjata api.
"Intinya mereka meminta tidak boleh ada pelaksanaan pemilu di Distrik
Mebarok, mereka merampas dan membakar logistik pemilu serta berita acara
tingkat PPS dan PPD," ungkapnya.
Pembakaran surat suara ini terjadi di Distrik Mebarok, Nduga. Aksi
pembakaran berlangsung pada 22 April 2019. Para pelaku membawa senjata
api laras panjang. Mereka merampas surat suara, mengancam petugas dan
membakarnya.
Pada Pilpres 2014, kelompok muda adalah pendukung utama yang
mengantarkan Joko Widodo ke kursi kepresidenan. Namun di Pilpres 2019,
sebagian besar dari mereka telah berpindah haluan dan mendukung kandidat
penantang Prabowo Subianto. Fenomena hijrah yang terjadi sejak 2016
menjadi faktor utama perpindahan ini.
Gerakan Hijrah Milenial di Tengah Pusaran Pilpres 2019, Berpengaruh?
Oleh: Erwida Maulia dan Shotaro Tani (Nikkei Asian Review)
Kerumunan dengan 200.000 orang yang berkumpul di Stadion Gelora
Bung Karno Jakarta meraung, ketika pemimpin oposisi di Pilpres 2019,
Prabowo Subianto, naik ke panggung. “Naik, naik Prabowo-Sandi, turun,
turun Jokowi,” mereka bernyanyi.
Gema “Allahu akbar!” terdengar selama kampanye pada 7 April, di
mana para penceramah Islam menyampaikan khotbah berapi-api untuk
memanggil Muslim Indonesia untuk memilih Prabowo dan pasangannya
Sandiaga Uno, dan melawan Presiden Joko “Jokowi” Widodo.
Dalam pidatonya yang agresif, mantan jenderal Angkatan Darat itu
menentang klaim Jokowi terkait pertumbuhan ekonomi dan pengurangan
kemiskinan, dan mengkritik dorongan infrastrukturnya, dengan mengatakan
bahwa hal itu telah membuat perusahaan-perusahaan milik negara terlilit
utang.
“Rakyat Indonesia menginginkan perubahan. Mereka tidak ingin
dibohongi lagi. Mereka sekarang menuntut pemerintah yang memiliki akal
sehat, yang akan bekerja untuk seluruh rakyatnya,” kata Prabowo, di tengah
seruan persetujuan dari para pendukungnya yang berpakaian putih. “Saya
ingin berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena memberi saya
kesempatan untuk membela umat saya, untuk memerangi kejahatan,
ketidakadilan, dan para pemimpin yang membodohi rakyat mereka sendiri!”
Beberapa jam kemudian, Jokowi—yang karisma pribadinya di jalur
kampanye
membantu
memenangkannya
pada
Pilpres
2014—juga
mengadakan rapat terbukanya sendiri. Dan pertunjukan kampanyenya tidak
begitu berbeda dengan lawannya.
Kandidat presiden Prabowo Subianto berpidato di hadapan sekitar
200.000 pendukung dalam sebuah rapat terbuka di Jakarta pada 7 April.
(Foto: Ken Kobayashi/Nikkei Asian Review)
Acara di Bumi Serpong Damai—sebuah wilayah di pinggiran Jakarta—
bertujuan untuk menarik para pemilih muda. Mungkin karena hujan lebat tepat
sebelum kampanye itu dimulai, atau mungkin karena perubahan di menitmenit terakhir, tetapi acara itu kurang mencapai 7.000 orang yang
diharapkan.
Nada bicara Jokowi yang lebih tenang gagal mendorong semangat
para pendukung yang telah berkumpul. “Saya senang Anda semua datang ke
sini,” kata Jokowi. “Hanya ada 10 hari (sebelum pemilu). Berhati-hatilah untuk
tidak terpecah karena hoaks, fitnah, kebohongan… Tolong undang temanteman, keluarga Anda untuk pergi ke TPS.”
Pada putaran terakhir menjelang Pemilu Presiden 2019 pada 17 April
mendatang—pertandingan ulang dari Pilpres 2014—Prabowo tampaknya
telah mendapatkan momentum dan menyusul keunggulan kuat Jokowi dalam
jajak pendapat. Mungkin yang paling mengejutkan, Prabowo telah membuat
terobosan dengan kelompok yang sangat mendukung Jokowi dalam pemilu
sebelumnya: masyarakat muda.
Prabowo tampaknya mendapat manfaat dari meningkatnya kesalehan
di antara beberapa Muslim muda Indonesia—sebuah fenomena yang dikenal
sebagai hijrah. Istilah ini, yang berarti “migrasi” dalam bahasa Arab, sering
digunakan untuk merujuk pada Muslim yang ‘dilahirkan kembali’—mereka
yang menjalani transformasi spiritual untuk meninggalkan gaya hidup sekuler,
hedonistik, atau berdosa, untuk menjadikan Islam bagian yang lebih besar
dari kehidupan mereka.
Salah satu di antara mereka adalah Anna, seorang pekerja kantor
berusia 27 tahun di Jakarta, yang memulai hijrahnya setelah demonstrasi
Muslim besar-besaran pada akhir tahun 2016, yang menyebabkan kejatuhan
Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sebagai sekutu utama
Jokowi, Ahok kalah dalam Pilgub Jakarta oleh kandidat yang didukung
oposisi, dan kemudian dipenjara karena penistaan agama.
“Saya bersimpati dengan Aksi Bela Islam karena ini menunjukkan
bagaimana umat Islam di Indonesia bersatu untuk membela agama kami,”
kata Anna. “Saya memutuskan untuk melakukan hijrah pada Januari 2017.”
Sejak itu, ia telah mengganti rok mini-nya dengan hijab, dan karena
tidak lagi datang ke klub malam, ia mulai menghadiri pengajian di sebuah
masjid setempat. Dia sekarang sangat berhati-hati dengan makanan, harus
yang bersertifikat halal. Dan dia saat ini mentransfer tabungannya dari bank
konvensional ke bank syariah yang sesuai dengan ajaran Islam.
Anna adalah anggota kelompok milenial besar di Indonesia—yang
secara luas digambarkan sebagai mereka yang lahir antara awal tahun 1980an hingga awal tahun 2000-an—yang akan memainkan peran yang sangat
besar dalam menentukan hasil pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
memperkirakan bahwa milenial mewakili 40 persen pemilih yang memenuhi
syarat—mencakup 80 juta orang.
“Milenial membentuk kelompok usia terbesar di antara para pemilih…
mereka adalah orang-orang yang akan menentukan masa depan Indonesia,”
kata Hasanuddin Ali, seorang analis politik dan kepala eksekutif perusahaan
riset Alvara Research Center.
Masyarakat muda Indonesia memadati konser K-pop di Jakarta:
Millenial menyumbang sekitar 40 persen pemilih yang memenuhi syarat.
(Foto: Ken Kobayashi)
Ini adalah basis pemilih yang sama yang membantu memenangkan
Jokowi lima tahun lalu. Terlihat sebagai seorang reformator berwajah segar,
Jokowi menarik bagi masyarakat muda yang sudah bosan dengan politisi
lama yang terikat dengan 32 tahun rezim otoriter Soeharto, yang berakhir
pada tahun 1998.
Prabowo kemudian dilihat sebagai perwujudan dari pemimpin lama itu.
Dia adalah menantu Soeharto, dan sebagai perwira militer berpangkat tinggi,
ia diyakini sebagai aktor utama dalam penumpasan aktivis demokrasi selama
pergolakan politik tahun 1998.
Namun, sekarang, dukungan untuk Jokowi di antara masyarakat muda
berusia 20-an hingga 30-an tampaknya tergelincir—kemungkinan cerminan
dari perubahan sikap yang lebih luas di kalangan milenial Indonesia.
Sebuah survei bulan Maret oleh Litbang Kompas—sebuah cabang
penelitian untuk harian Kompas—menunjukkan persaingan ketat antara
kedua kandidat di antara para pemilih milenial. Bagi mereka yang berusia
antara 22 hingga 30 tahun, kesenjangan peringkat persetujuan antara kedua
kandidat adalah 8,1 persen, dan bagi mereka yang berusia antara 31 dan 40
tahun, kesenjangannya adalah 6,9 persen, dibandingkan dengan generasi
yang lebih tua di mana Jokowi tetap memimpin dengan dua digit.
Prabowo bahkan memimpin di kalangan masyarakat pemilih pemula,
atau Generasi Z.
Toto Suryaningtyas, seorang peneliti di Litbang Kompas, mengatakan
bahwa gerakan hijrah di kalangan milenial telah memainkan peran dalam
terkikisnya popularitas Jokowi. “Fenomena meningkatnya keterikatan pada
budaya dan nilai-nilai agama… jelas memiliki dampak. Khotbah di masjid
sekarang sering diarahkan untuk mendukung Prabowo.”
Dia menambahkan bahwa khotbah yang sama sering menyerang
kebijakan Jokowi, menyebut kebijakan itu bertanggung jawab untuk memicu
ketidakadilan dan kemiskinan.
Tapi akan menjadi kesalahan untuk mengatakan bahwa kesalehan
yang melonjak di antara beberapa milenial, mewakili dukungan luas terhadap
ideologi Islam di Indonesia. Sebuah studi tahun lalu oleh Alvara menunjukkan
bahwa 81 persen Muslim milenial Indonesia masih jelas mendukung prinsipprinsip sekuler yang menopang Republik Indonesia, berbeda dengan 19
persen yang tampaknya mendukung kekhalifahan Islam.
Bahkan, partai politik yang didirikan khusus untuk milenial, Partai
Solidaritas Indonesia (PSI), mewakili sisi berlawanan dari fenomena hijrah.
Didirikan pada tahun 2014 dengan persyaratan yang tidak biasa bahwa
orang-orang di atas 45 tahun tidak dapat bergabung, partai ini telah
mengajukan
calon
milenial
untuk
pemilu
legislatif
mendatang
dan
menyerukan diakhirinya poligami, lebih banyak perlindungan untuk hak-hak
perempuan, dan pelonggaran undang-undang penistaan agama yang keras di
Indonesia.
Namun,
beberapa
jajak
pendapat
menunjukkan
bahwa
PSI
kemungkinan tidak akan memenuhi batas parlemen 4 persen yang
dibutuhkan untuk mendapatkan kursi di DPR.
Studi Alvara lainnya menemukan bahwa sekitar 40 persen responden
diidentifikasi memiliki orientasi nasionalis-religius, 36 persen berorientasi
nasionalis, dan 23 persen berorientasi religius dalam pandangan politik
mereka.
Angka-angka tersebut adalah rata-rata survei LSI Denny JA, Litbang
Kompas, dan Alvara; Angka-angka milenial Litbang Kompas mengambil rata-
rata milenial “muda” dan “dewasa”; Angka LSI Denny JA mengambil titik
tengah
untuk
hasil
“millennial”
dan
“keseluruhan”*.
LSI
Denny
JA
mendefinisikan milenial antara usia 17-39 tahun; Litbang Kompas berusia
antara 22-40 tahun; Alvara tidak ditentukan** Survei Litbang Kompas terbaru
diambil pada 22 Februari-5 Mar; LSI 18-26 Maret; Alvara pada bulan Februari.
“Sebagian besar milenial Muslim Indonesia dengan orientasi nasionalis
dan nasionalis-religius memilih (paslon) Joko Widodo,” kata Ali. “Sementara
itu yang berorientasi pada agama, sebagian besar berpihak pada Prabowo
Subianto-Sandiaga Uno. Bagi Jokowi kompetisi sekarang semakin ketat untuk
memenangkan pemilih muda, (dengan) kesalehan yang tumbuh menjadi
salah satu faktor.”
“TREN BARU”
Pergeseran sikap di antara generasi milenial Indonesia dapat memiliki
dampak besar—tidak hanya untuk
Pemilihan Presiden 2019, tetapi juga
untuk arah ekonomi Indonesia.
Kelas menengah Indonesia yang meningkat dan semakin muda
diperkirakan akan melambungkan negara itu menjadi negara ekonomi
terbesar keempat di dunia pada tahun 2050, berdasarkan persyaratan paritas
daya beli, menurut PwC, menyalip negara-negara seperti Jepang, Rusia, dan
Inggris. Para ekonom memperkirakan bahwa Indonesia akan menuai dividen
demografis ini selama 30 tahun ke depan—sebuah faktor yang tidak
diragukan lagi menjadi daya tarik bagi bisnis internasional, bersama dengan
sifat sekuler dan peningkatan pendapatan rumah tangga di Indonesia.
Jokowi telah bekerja keras untuk menghidupkan kembali keajaiban
yang dimilikinya di kalangan masyarakat muda Indonesia dalam Pilpres 2014,
sebagian dengan mengidentifikasi dirinya dengan “unicorn” Indonesia—
perusahaan ekonomi baru seperti Go-Jek dan Tokopedia yang telah bernilai
lebih dari $1 miliar—selama ia menjabat.
Dalam satu debat presiden, ia mengklaim bahwa kebijakan ekonomi
digital pemerintahannya telah melahirkan empat unicorn di Indonesia. “Kami
tidak ingin hanya empat unicorn, kami ingin lebih banyak unicorn di
Indonesia,” kata Jokowi. “Kami telah menyiapkan program untuk membuat
1.000 startup baru dan menghubungkannya dengan inkubator global.”
Prabowo tidak mampu membahas topik itu dengan baik dalam debat, dan
gagap dalam jawabannya.
Para analis mengatakan bahwa meningkatnya ekonomi digital telah
berkontribusi pada pertumbuhan lapangan kerja di Indonesia. Pada bulan
Februari, tingkat pengangguran mencapai level terendah sejak tahun 2014.
Jokowi telah mengawasi ekspansi ekonomi yang stabil, dengan produk
domestik bruto tumbuh sekitar 5 persen—lebih cepat daripada rekan-rekan
regional Thailand dan Malaysia, tetapi di bawah 7 persen yang ia janjikan
dalam kampanye Pilpres 2014.
Namun pendekatan Jokowi tidak selaras dengan para milenial yang
hijrah, yang melihat Islam konservatif sebagai “tren baru di Indonesia,” kata
Leonard Sebastian dan Andar Nubowo dalam sebuah studi baru-baru ini oleh
Institut Francais des Relations Internationales Center for Asian Studies.
Sandiaga Uno berpidato di hadapan massa dalam sebuah kampanye
di Provinsi Jawa Timur: Miliarder baru yang saleh itu disebut-sebut sebagai
perwujudan pemuda Indonesia baru yang “konservatif dan keren”. (Foto:
EPA/Jiji)
Pergeseran konservatif ini telah didorong oleh kampanye pemilu yang
memanas yang telah memunculkan politik identitas. Di media sosial, para
ustadz seleb yang melek teknologi dan para pengikut muda mereka, dengan
penuh semangat menyebarkan unggahan-unggahan keagamaan di seluruh
jaringan mereka.
Kesalehan di kalangan anak muda Indonesia telah tumbuh secara
bertahap. Jilbab sebagian besar dilarang selama beberapa dekade rezim
Orde Baru yang otoriter, tetapi sekarang ada di mana-mana—sampai-sampai
ada perusahaan startup yang menawarkan alternatif berpakaian jilbab yang
lebih modis.
Musisi-musisi rock juga terlibat dalam aksi tersebut, dengan gerakangerakan seperti metalhead Islam Salam Satu Jari—yang terinspirasi oleh
“keesaan” Allah—dan Punk Muslim. Peningkatan kesalehan baru-baru ini
juga dikaitkan dengan unjuk rasa anti-Ahok tahun 2016—yang banyak dilihat
oleh milenial Muslim sebagai seruan untuk membangun spiritualitas mereka
yang sebelumnya tidur.
Langkah terbesar Jokowi untuk menopang basis religiusnya adalah
pilihannya atas Ma’ruf Amin yang berusia 76 tahun, seorang ulama yang
merupakan tokoh senior di Nahdlatul Ulama—kelompok Muslim terbesar di
Indonesia—sebagai calon wakil presiden. Para pengamat melihat pemilihan
Amin sebagai bukti kekhawatiran Jokowi yang semakin meningkat atas
serangan terhadap kredibilitas Muslimnya.
Jokowi terlahir sebagai Muslim, tetapi sejak Pilpres 2014 ia menjadi
sasaran rumor media sosial yang mengaitkannya dengan berbagai konspirasi
anti-Islam—yang diyakini telah memengaruhi pemilih muda dan tua.
“Jokowi adalah pria yang baik, tetapi dia disebut anti-Islam,” kata Amin
kepada jemaah Islam di Provinsi Banten pada Jauari. “Meskipun dia telah
memilih seorang ulama sebagai calon wakilnya. Dia mencintai ulama, dia
mencintai Islam.”
Jokowi yang memilih Amin mungkin telah mengesampingkan beberapa
pemilihnya yang lebih progresif, serta banyak di antara penganut agama
minoritas Indonesia yang cenderung mendukung Jokowi. Penampilan Amin
yang menjemukan dalam debat presiden pertama—di mana ia membiarkan
Jokowi untuk menjawab sebagian besar pertanyaan—juga tidak membantu
membuatnya disukai oleh para pemilih muda.
Presiden Jokowi menghadiri rapat umum yang berorientasi pada
pemuda di pinggiran Jakarta pada 7 April. Petahana itu masih memegang
kepemimpinan luas dalam pemungutan suara. (Foto: Ken Kobayashi/Nikkei
Asian Review)
Sebaliknya, pasangan Prabowo telah membantu peluangnya di
kalangan masyarakat muda—termasuk orang-orang yang baru hijrah.
Sandiaga—seorang miliarder berusia 49 tahun—telah menarik minat kaum
muda dengan kepribadiannya yang energik, tampan, dan latar belakang
bisnis yang sukses.
Sandi dikenal memiliki latar belakang sekuler—banyak desas-desus
yang melingkupi kehidupan percintaannya—tetapi ia tampaknya juga telah
menjalani hijrah, secara teratur menghadiri salat Jumat di masjid, dan bahkan
mengunjungi makam pendiri NU Bisri Syansuri.
Tindakannya, pada awalnya, dipandang sebagian besar sebagai
seremonial. Tetapi koalisi Islam di belakang Prabowo mencapnya sebagai
“santri milenial”—sebuah frase yang dibuat khusus untuk menarik minat para
pemuda perkotaan yang saleh. Dan itu tampaknya berhasil.
“Jika Anda melihat Sandi dan kemudian Anda melihat Ma’ruf Amin,
tidak diragukan lagi bahwa (para pemuda) akan mendukung Sandi,” kata
Pangeran Siahaan, kepala eksekutif Asumsi, sebuah perusahaan media lokal
yang memproduksi konten dengan target milenial. Dia menambahkan bahwa
para pemilih yang lebih muda tidak memiliki ingatan tentang kerusuhan tahun
1998 dan peran Prabowo dalam peristiwa itu.
“Dua masalah yang tidak menarik bagi kaum muda di Indonesia adalah
hak asasi manusia dan lingkungan,” kata Siahaan. “Mereka paling tertarik
pada ekonomi, teknologi, harga, dan masalah nyata yang relevan dengan
kehidupan sehari-hari mereka.”
TERPOLARISASI
Dengan pasangan Jokowi-Amin terlihat mewakili jenis Islam asli
Indonesia dan Prabowo-Sandi diidentifikasi sebagai dekat dengan kaum
konservatif Islamis, Pemilu 2019 dapat dilihat sebagai sarana untuk mengukur
bagaimana nasib dua aliran Islam yang bersaing.
Pada bulan September, Prabowo menandatangani pakta dengan
koalisi Islamis sebagai imbalan atas dukungan mereka terhadap upaya
kepresidenannya. Pakta tersebut memuat klausul seperti “siap untuk
melindungi dan menghormati nilai-nilai agama… dan moralitas… dari ideologi
dan gaya hidup yang merusak.”
Namun, ia membantah keras bahwa ia mendukung kekhalifahan
Islam—topik hangat sejak larangan pemerintahan Jokowi terhadap Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI), salah satu kelompok Islam yang mengorganisasi aksi
unjuk rasa anti-Ahok. Pada kampanye tanggal 7 April, Prabowo menegaskan
kembali kesetiaannya pada landasan sekuler Indonesia.
Pada bulan Maret, Institut Analisis Kebijakan Konflik yang berbasis di
Jakarta, mengatakan bahwa dukungan kelompok Islamis untuk prabowo
sebenarnya “kondisional dan setengah hati.
Warga setempat salat di Masjid Agung Al Azhar, Jakarta. (Foto: Ken
Kobayashi/Nikkei Asian Review)
“Tetapi langkah-langkah yang diambil oleh pemerintahan Jokowi untuk
mencoba melemahkan, mengkooptasi, dan menstigmatisasi mereka karena
para ekstremis, hanya memperkuat apa yang akan menjadi aliansi yang
rapuh,” lanjut laporan itu. “Ketakutan mereka terhadap kemenangan Jokowi
jauh lebih kuat daripada keraguan mereka tentang Prabowo.”
Sebagian besar analis politik mengatakan bahwa Prabowo tidak
mungkin dapat mengatasi kesenjangan antara kampanyenya dan Jokowi,
terlepas
dari
mengatakan
momentum
bahwa
yang
perpecahan
didapatnya.
agama
Tetapi
beberapa
yang semakin
dalam
analis
yang
diungkapkan oleh kampanye itu sangat bermasalah, siapa pun yang menang.
Sebastian dan Nubowo mengatakan bahwa retorika kampanye dapat
membuat pemenangnya “terjebak dalam strategi politik yang akan membawa
Indonesia ke dalam peningkatan islamisasi politik,” yang mereka sebut
sebagai “tren yang mengkhawatirkan.”
“Singkatnya,” kata mereka, “konservatisme agama berada di jalur
cepat untuk mewujudkan agenda politik mereka, siapa pun yang menang
dalam Pemilihan Presiden 2019.”
Staf penulis Nikkei, Ismi Damayanti di Jakarta, berkontribusi untuk tulisan ini.
Keterangan foto utama: Presiden Joko Widodo bersama para
pendukungnya pada rapat terbuka pada 7 April: Dalam minggu-minggu
terakhir kampanye menjelang Pilpres 2019 pada 17 April, dia dan penantang
Prabowo Subianto menghadapi perubahan dalam pemilih pemuda yang
sangat penting. (Foto: Ken Kobayashi/Nikkei Asian Review)
Pilpres Penuh Klaim Kemenangan Bikin Tim Hore Gangguan Kejiwaan
Jakarta - Ketegangan politik di ruang maya belum sepenuhnya reda.
Saling klaim kemenangan usai pencoblosan Pemilu 2019 rupanya memicu
eskalasi politik yang semakin tajam di media sosial. Kondisi kejiwaan
masyarakat terdampak negatif.
Salah satu contoh yang mengemuka adalah pendukung salah satu
paslon di Bali yang didiagnosis mengalami gangguan jiwa. Pendukung capres
tersebut merasa cemas sebab menganggap calon yang didukungnya
menang, namun klaim kemenangan juga datang dari kubu lawan.
"Banyak kecemasan, merasa sudah menang kok musuhnya bilang
menang juga. Kesel, istrinya dimarah-marahin. Istrinya konsultasi, saya bilang
ajak suaminya. Korban pemilu deh saking fanatiknya sama calon yang
menang," kata dr I Gusti Rai Putra Wiraguna Sp KJ saat ditemui di Rumah
Berdaya, Sesetan, Denpasar, Bali, Rabu (24/4/2019).
dr I Gusti Rai Putra Wiraguna Sp KJdr I Gusti Rai Putra Wiraguna Sp
KJ Foto: Dita/detikcom
Salah satu founder Rumah Berdaya itu mengaku menerima lima
pasien usai Pemilu 2019. Saat berkonsultasi, para pasien itu rata-rata
membahas soal perang status di media sosial terkait Pilpres.
"(Pasien) saya kan di RSUD itu dua orang, di praktik saya pribadi 3
orang. Itu yang baru, belum lagi teman-teman yang gangguan, belum pulih
gara-gara kampanye, berita di tv muncul lagi. Kalau yang begitu dari sebelum
kampanye saya suruh puasa medsos, nanti milih-milih aja pak nggak usah
ngikutin beritanya," tutur Rai.
"Jadi konsultasi itu cuma nunjukkin statusnya 'ada orang balesnya gini
dok, saya nggak terima, saya ajak ketemu'. Itu kan gangguan. Yang dilawan
juga belum tentu ada orangnya," imbuhnya.
Ada Tim Hore Capres yang Depresi, Sandi: Pilpres Jangan Jadi Tekanan
Berdasarkan hasil asesmen, menurut Rai, para pasien itu sebenarnya
sudah menunjukkan tanda-tanda gangguan kejiwaan ringan sebelum
pencoblosan. Kondisi kejiwaannya semakin terganggu saat pengumuman
hasil quick count.
"Setelah saya tanya sebelum pencoblosan, tapi memuncaknya antara
hasil nggak sesuai harapan atau sesuai ekspektasi cuma yang lainnya
bereaksi sebaliknya, jadi sebaliknya. Kalau dibilang bukan relawan atau
timses tapi tim hore-hore pilpres, di Bali banyak kebetulan tim 01. Di Bali
bigest ya katanya 93 persen," paparnya.
"Tapi sebenarnya ini kan bukan soal menang kalah, yang ngerasa
menang juga terganggu kan. Ngerasa menang terganggu juga dengan
respons-respons itu. Digital selesai kan, masih nunggu lagi (hasil) katanya di
berita di sana curang hal-hal yang gitu. Lima itu kebetulan ya," jelas Rai.
Rai menuturkan pasien di Pemilu 2019 ini lebih banyak dibandingkan
dengan pemilu sebelumnya. Namun dia menganggap sebagai hal yang wajar
karena orang makin peduli dengan kesehatan jiwanya.
"2014 nggak sebanyak sekarang. Kalau pendukung seingat saya dua
yang saya tangani dan memang rasanya nggak kayak sekarang. Entah
karena orang lebih aware harus konsultasi atau situasi lebih panas aja
dengan berbagai macam," paparnya.
Pembahasan Materi
A. Konflik
a. Pengertian Konflik
Secara etimologi, konflik (conflict) berasal dari bahasa latin configere yang
berarti saling memukul. Menurut Antonius (2002) konflik adalah suatu tindakan
salah satu pihak yang berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu
pihak lain yang mana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat atau dalam
hubunagn antar individu.1 Selain itu, ahli lain mendefinisikan konflik sebagai
interaksi sosial antar individu atau kelompok yang lebih dipengaruhi oleh
perbedaan daripada persamaan.
Sedangkan menurut Mary Scannell, konflik adalah suatu hal alami dan
normal yang timbul karena adanya perbedaan persepsi atau biasa disebut
pandangan, tujan atau nilai dalam sekolompok individu. Kemudian, menurut
peneliti sendiri, konflik adalah suatu masalah yang terjadi, baik itu dari jiwa
individu itu sendiri maupun yang timbul di masyarakat yang dapat menghasilkan
dampak negatif.
Koentjaraningrat (1981) mengatakan bahwa konflik merupakan suatu
proses atau keadaan di mana dua pihak atau lebih berusaha untuk saling
menggagalkan tujuan masing-masing, karena adanya perbedaan pendapat, nilainilai ataupun tuntunan dari masing-masing kelompok. Konflik juga bisa diartikan
sebagai suatu ekspresi pertentangan antara dua pihak yang saling bergantung
yang memiliki tujuan berbeda dan berusaha untuk menggagalkan tujuan dari
pihak lain.
b. Macam-macam Konflik
Dalam sebuah konflik tentu saja banyak macamnya. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
1.
Dilihat dari segi pihak yang terlibat dalam konflik.
a) Konflik individu dengan individu.
b) Konflik individu dengan kelompok.
c) Konflik kelompok dengan kelompok.
2. Dilihat dari segi dampak yang timbul.
a) Konflik fungsional. Konflik fungsional adalah jenis konflik yang
apabila dampaknya dapat memberi manfaat atau keuntungan bagi
kehidupan, baik individu, kelompok, bangsa, dan negara, serta dapat
dikelola dan dikendalikan dengan baik.
b) Konflik infungsional. Konflik jenis ini adalah konflik yang apabila
dampaknya justru merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang
lain.
3. Macam-macam konflik berdasarkan posisi.
a) Konflik vertikal, adalah konflik yang terjadi antara karyawan yang
memiliki jabatan yang tidak sama dalam sebuah instansi.
b) Konflik horizontal, adalah konflik yang terjadi karena memiliki
kedudukan/jabatan yang sama atau setingkat.
c) Konflik garis staf, adalah konflik yang terjadi antara karyawan yang
memegang sisi komando, dengan pejabat staf sebagai penasihat.
d) Konflik peran, adalah konflik yang terjadi karena individu memiliki
peran yang lebih dari yang lain.
4. Macam-macam konflik berdasarkan hubungan antara tujuan dan tingkah
laku.
a) Kondisi tanpa konflik (No Conflict). Menurut padangan orang pada
umumnya, mungkin bahwa konfisi tanpa konflik merupakan kondisi
yang diinginkan. Namun demikian, kelompok atau masyarakat yang
damai, jika ingin bertahan lama, maka harus hidup dinamis,
menyatukan konflik tingkah laku dan tujuan, serta menyelesaikannya
secara kreatif.
b) Konflik laten (Latent conflict). Konflik laten adalah konflik yang
berada di bawah permukaan. Konflik jenis ini perlu dibawa ke
permukaan sebelum dapat diselesaikan secara efektif.
c) Konflik terbuka (Open Conflict). Konflik ini mengakar secara dalam
serta sangat terlihat jelas, dan membutuhkan tindakan untuk
mengatasi penyebab yang mengakar serta efek yang terlihat.
d) Konflik permukaan (Surface conflict). Konflik jenis ini memiliki akar
yang tidak dalam atau tidak mengakar. Mungkin pula bahwa konflik
permukaan ini muncul karena kesalahan pemahaaman mengenai
sasaran dan dapat diatasi dengan perbaikan komunikasi.
c. Faktor Penyebab Konflik
Konflik bisa terjadi karena adanya faktor-faktor yang menjadi
penyebabnya. Berbagai faktor penyebab tersebut dibedakan dalam
beberapa jenis, yaitu:
1. Triggers (Pemicu), peristiwa yang memicu sebuah konflik,
namun tidak diperlukan dan tidak cukup memadai untuk menjelaskan
konflik itu sendiri.
2. Pivotal factors or root causes (faktor inti atau penyebab dasar),
terletak pada akar konflik yang perlu ditangani supaya pada akhirnya
dapat mengatasi konflik.
3. Mobilizing factors (faktor yang memobilisasi), masalahmasalah yang memobilisasi kelompok untuk melakukan tindakan
kekerasan.
4. Aggravating factors (faktor yang memperburuk), faktor yang
memberikan tambahan pada mobilizing factors dan pivotal factors,
namun tidak cukup untuk dapat menimbulkan konflik itu sendiri.
d. Resolusi
Resolusi dalam Webster dictionary adalah tindakan mengurai
suatu permasalahan, melakukan pemecahan, dan penghapusan atau
penghilangan permasalahan. Resolusi konflik dapat diartikan sebagai
usaha
untuk
menangani
sebab-sebab
konflik
dan
berusaha
membangun hubungan baru yang bisa tahan lama di antara kelompokkelompok yang berseteru. Resolusi konflik adalah suatu cara individu
atau kelompok untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
dengan individu lain atau kelompok lain secara sukarela. Resolusi
konflik
juga
menyarankan
penggunaan
cara-cara
yang
lebih
demokratis dan kontruktif untuk menyelesaikan konflik dengan
memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk
memecahkan masalah mereka oleh diri mereka sendiri atau dengan
melibatkan pihak ketiga yang bijak, netral, dan adil untuk membantu
pihak-pihak yang berkonflik guna menyelesaikan masalahnya.
Resolusi konflik memiliki tujuan agar dapat mengetahui bahwa
konflik itu ada dan diarahkan pada keterlibatan berbagai pihak dalam
isu-isu mendasar, sehingga dapat diselesaikan secara efektif. Selain
itu, agar kita memahami gaya dari resolusi konflik dan mendefinisikan
kembali jalan pintas kearah pembaharuan penyelesaikan konflik.
Resolusi konflik difokuskan pada sumber konflik antara dua pihak, agar
mereka bersama-sama mengidentifikasikan isu-isu yang lebih nyata.
Selain itu, resolusi konflik dipahami
pula sebagai upaya dalam
menyelesaikan dan mengakhiri konflik.
e. Peace
Peace menggambarkan sebuah masyarakat atau hubungan
yang harmonis dan beroperasi tanpa konflik kekerasan. Perdamaian
secara umum dipahami sebagai tidak adanya permusuhan, atau
adanya hubungan interpersonal atau internasional sehat atau baru
sembuh, keselamatan dalam hal kesejahteraan sosial atau ekonomi,
pengakuan kesetaraan, dan keadilan dalam hubungan politik. Oleh
karena itu, pemaknaan peace yang berbeda-beda menyatakan bahwa
adanya
konstruktivitas
pemikiran
menciptakan
maksud
dari
pencapaian damai itu sendiri (Grewal, 2003).
Di dalam teori resolusi konflik dalam studi perdamaian ada tiga
hal yang dapat menunjang dalam terciptanya perdamaian, antara lain
adalah peacekeeping, peacemaking, peacebuilding—tiga istilah yang
berbeda akan tetapi saling terkait. Biasanya tiga istilah ini dimaknai
dengan hal yang sama yaitu “perdamaian” akan tetapi tujuan dan
aktornya pun berbeda. Istilah yang ada ini juga digunakan oleh United
Nations sebagai alat pemersatu atau alat “perdamaian” pada sebuah
wilayah berkonflik.
Peacemaking sebuah upaya diplomatis yang digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan antara pihak yang berkonflik tanpa
tindakan kekerasan yang berujung pada perjanjian damai, dan fase ini
biasanya setelah konflik mereda dan setelah dilakukanya fase
peacebuilding dan peacekeeping. Peace making merupakan aksi yang
dilakukan untuk membawa pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai
kesepakatan melalui cara-cara yang damai. Dalam konteks ini, peace
making merupakan usaha diplomatis
yang
ditujukan untuk
memindahkan konflik kekerasan menuju dialog tanpa menggunakan
kekerasan dengan menyatukan perbedaan yang
ada melalui
representative institusi politik
Peace keeping adalah di mana adanya sebuah intervensi dari
pihak ke-3 untuk membantu wilayah berkonflik yang berada dalam
keadaan transisi yang dimaknai sebagai memisahkan kedua pihak
yang bermasalah dengan menyediakan keamanan serta inisiatif
nonmiliter. Aktor dalam fase ini biasanya dilakukan oleh diplomat, atau
utusan militer.
Peace building merupakan aksi untuk mengidentifikasi dan
mendukung penguatan struktur serta memperkuat perdamaian untuk
menghindari terulangnya suatu konflik. Aksi-aksi ini dijalankan melalui
restorasi order, pelatihan personil keamanan, promosi hak asasi
manusia,
serta
reformasi
dan
pengutatan
institusi
pemerintah
(Fetherson 2000, 201). Peace building sendiri adalah skema kerja
untuk menghindar akan konflik datang kembali. Sangat berguna untuk
mengatur konflik atau memancing konflik yang dapat diselesaikan
secara damai. Sedangkan dalam fase ini biasanya dijalankan oleh
lembaga nonpemerintahan yang bergerak pada nilai-nilai HAM dan
sebagainya. Dalam kata lain, peace building bertujuan untuk
mengurangi risiko terjadinya atau terulangnya konflik di antara pihakpihak yang sebelumnya bertikai, yakni melalui penanganan berbagai
intuisi yang mempengaruhi fungsi masyarakat dan Negara serta
dengan
memperkuat
kapasitas
nasional
dalam
berbagai
level
secaraefektif. Peace building mendukung Negara untuk menjalankan
manajemen konflik sehingga dapat bertransisi dari kondisi konfliktual
menuju perdamaian . Oleh karenanya,
peace building merupakan
sebuah proses transformasi yang terbilang panjang dan kompleks
untuk meletakkan pondasi dari perdamaian dan perkembangan yang
berkelanjutan bagi suatu negara
Salah satu contoh kasus yang bisa diambil adalah proses
peacebuilding di Aceh, pada saat masyarakat aceh menginginkan
kemerdekaannya dengan gerakan Separatis GAM (Gerakan Aceh
Merdeka). Yang pada akhirnya pemerintahan Indonesia bergerak
untuk berunding dengan pertimbangan besar tentunya yang diwakili
oleh wakil militer.
Dalam pemikiran Johan Galtung, kasus tersebut masuk dalam
proses
peacebuilding,
yaitu
tantanganya
adalah
bagaimana
meningkatkan negative peace menjadi positive peace yang intinya
menciptakan keadilan sosial, kesejahteraan ekonomi, keterwakilan
politik yang efektif.
Prospek peacebuilding di Aceh ini sendiri tidak dapat dilepaskan
dari perkembangan politik sebelum adanya pendatanganan MOU
Helsinki 11 juli 2006, di mana DPR RI melalui sidang paripurna
sepakat mengesahkan Rancangan undang-undang yang dikehendaki
oleh Aceh ini yang terlihat banyaknya faktor yang menekan kedua
belah pihak untuk menghentikan tindak kekerasan dan merujuk kepada
pilihan damai.
Daftar Pustaka
Antonius Atosokhi Gea, dkk,. (2002). Relasi Dengan Sesama. Jakarta: Elex Media
Komputindo, Hal. 175
M. Mukhsin Jamil, dkk,. (2007) Mengelola Konflik Membangun Damai: Teori,
Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik. Semarang: WMC IAIN
Walisongo Semarang. (Hal. 10).
Sona,
Irfan.
(2016).
ResolusiKonflikPadaMasaKhulafa’
Ar-
Rasyidin.FakultasUshuluddindanHumaniora :Universitas Islam Negeri (UIN)
Walisongo Semarang.
http://d-claudia-a-e-p-fisip14.web.unair.ac.id/artikel_detail-171104SOH307%20(Resolusi%20Konflik%20Global)Peacekeeping,%20Peacemaking,%20dan%20Peacebuilding%20dalam%20Resolusi%
20Konflik%20Global.html
Download