Tugas UTS Psikologi Politik “Fenomena Pilpres 2019” Dosen Pengampu: Achmad Mujab Masykur, S. Psi., M. A Disusun Oleh: Damar Hapsari Renaning Tyas 15010116120013 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro April, 2019 Yang Mau Curang, Pikir Panjang Dululah By Asyari Usman (Source: Beranda Facebook Achmad M. Akung) Suasana pemilihan presiden (pilpres) kali ini sangat jauh berbeda dengan pilpres-pilpres sebelumnya. Kali ini, sebagian besar rakyat aktif mengikuti proses yang sangat penting ini. Salah satu penyebabnya adalah keyakinan mereka bahwa pilpres yang lalu penuh kecurangan. Banyak yang percaya bahwa pada 2014 yang lalu, paslon PrabowoHatta memenangi pilpres. Namun, karena kemenangan mereka tipis, agak sulit untuk dipersoalkan. Dalam kalimat lain, kemenangan tipis itu sangat mudah dicurangi. Selain kemenangan tipis, faktor-faktor yang juga membuat PrabowoHatta, waktu itu, menerima kekalahan adalah (1)popularitas Jokowi yang sangat tinggi, dan (2)antusias publik yang tidak sedahsyat pilpres 2019 ini. Diyakini oleh para pengamat bahwa kemenangan tipis, popularitas Jokowi, dan rendahnya antusias dan partisipasi publik untuk Prabowo membuat rakyat diam saja terhadap kecurangan pilpres 2014. Kali ini situasinya lain. Rakyat bertekad akan memberikan kemenangan telak untuk Prabowo. Popularitas dan elektabilitas 02 sangat tinggi. Begitu juga semangat dan patisipasi publik yang mendukung mereka. Ke mana saja Prabowo atau Sandi berkunjung silaturahmi sebelum kampanye, selalu disambut membludak. Padahal, masyarakat pendukung Prabowo-Sandi datang dengan biaya sendiri, bawa makanan-minuman sendiri, tanpa ada insentif apa. Kemudian di masa kampanye barusan, semangat massa pendukung semakin tinggi. Di banyak tempat kampanye, massa rakyat yang hadir malahan mengumpulkan donasi untuk Prabowo-Sandi. Mereka sadar bahwa yang dikumpulkan itu tidaklah mencukupi untuk keperluan kampanye. Namun, secara simbolik sumbangan itu menunjukkan bahwa mereka sangat menginginkan perubahan. Rakyat merasa geram. Mereka tak sabar menunggu 17 April untuk mengeluarkan Jokowi dari Istana. Mereka sudah sangat muak dengan situasi Indonesia yang cukup parah karena kecerobohan Jokowi mengelola negara ini. Inilah yang membuat popularitas Jokowi anjlok. Dan antusias publik untuk dia pun sirna. Dia ditinggalkan rakyat. Ke mana saja Jokowi pergi, selalu ‘dihajar’ publik dengan kehadiran sepi. Jokowi dan timsesnya sadar bahwa rakyat ingin Prabowo. Itulah yang ditunjukkan oleh rakyat di manamana. Rakyat tak sudi datang ke kampanye Jokowi meskipun disediakan berbagai daya tarik, makan-minum dan puluhan bus mewah untuk antar-jeput mereka. Itulah pertanda jelas tentang kekelahan petahana. Tapi, Jokowi dan timses serta para pendukungnya tak akan rela menerima kekalahan. Mereka berkeras mau dua periode. Hanya saja, semua logika menunjukkan Jokowi tak mungkin bisa menang dengan cara biasa. Harus dengan cara tak biasa. Kalau yang dimaksud ‘cara tak biasa’ itu adalah ‘cara yang curang’, pertanyaannya adalah apakah mungkin dalam kondisi seperti hari ini bisa berbuat curang? Jawabannya, sama sekali tak mungkin. Rakyat pendukung Prabowo-Sandi sekarang banyak belajar dari pilpers 2014. Dulu, mereka bisa dicurangi. Sekarang, mereka tak mau lagi itu terjadi. Bagi rakyat, akal sehat menunjukkan Prabowo-Sandi akan menang telak. Tapi, kubu Jokowi juga yakin petahana akan menang. Jadi, yang satu diukur dengan akal sehat, yang satu lagi diukur dengan halusinasi. Nah, akankah ada kecurangan di pilpres 2019 ini? Jika dilihat dari rangkaian banyak peristiwa sejak setahun ini, terutama di masa kampanye barusan, diperkirakan kecurangan adalah satu-satunya cara untuk menang. Tapi, rakyat tidak akan menerima itu. Karena cara itu memang bertentang dengan norma apa pun juga. Tahapan krusial yang paling rawan untuk dicurangi adalah penghitungan suara di KPU. Baik itu hitungan cepat (quick count) maupun hitungan manual. Rakyat sudah sangat paham tentang ‘ancaman’ di KPU. Tapi rakyat masih percaya pada integritas lembaga ini. Cuma, rakyat memperingatkan kepada KPU agar menolak setiap upaya kecurangan –dari pihak mana pun juga. Kalau kecurangan dipaksakan, besar kemungkinan rakyat akan menolaknya dengan paksa pula. Tentu saja sangat berbahaya kalau dua paksaan bertemu di satu titik. Jadi, bagi Anda yang mau curang, lebih baik berpikir panjang dulu. Semoga penyelenggaraan pemilu 17 April besok berjalan lancar, bersih, jujur dan adil. Kita ingin dan perlu menghadirkan pemimpin yang kuat dan cerdas. Bukan pemimpin yang akan dijadikan boneka oleh para maling dan penghkhianat. (Penulis adalah wartawan senior) Kecerdasan Logika (Logical Intelligence) di tengah Badai Kecurangan Penyelenggaraan Pemilu 2019. By: Aad Satria Permadi. (Source: Beranda Facebook Achmad M. Akung) Salah satu kecerdasan yang ditanamkan Allah ke dalam otak manusia adalah kecerdasan logika (logical intelligence). Orang yang mempunyai logical intelligence yang baik akan mampu melihat pola/ keteraturan dalam fenomena yang semrawut. Kemampuan tersebut juga membuatnya mampu membuat dugaan/hipotesis sebuah kejadian. Sebaliknya, orang yang tidak mempunyai logical intelligence yang baik, tidak akan mampu menangkap keteraturan dari sebuah fenomena. Orang ini akan cenderung menganggap fenomena sebagai eksistensi yang timbul secara kebetulan tanpa ada pola/ atau keteraturan fenomena tersebut. Untuk lebih memahami bagaimana logical intelligence ada bekerja, sila perhatikan secuil fenomena kecurangan pemilu 2019. Saya batasi hanya yang terkait tabulasi data C1 saja. Pertama, banyak sekali bukti penggelembungan suara 01, sekaligus pengurangan suara 02. Kedua, scan C1 yang tidak sesuai dengan input di website KPU. Suara 01 bertambah dan suara 02 berkurang atas kecurangan ini. Ketiga, scan C1 dipalsukan untuk menggelembungkan suara 01 dan mengurangi suara 02 Keempat, gudang penyimpanan kotak suara dan C1 terbakar. Kejadian ini terjadi di sumatra barat, lambung suara 02. Kelima, kotak suara dibakar di Jambi oleh caleg PDI-P, partai yang mendukung capres-cawapres 01. Jambi pun lumbung suara 02 Dari lima fakta tersebut, apakah pola/ keteraturan yang terbentuk dalam akal anda? Jika logical intelligence seseorang bekerja dengan baik, tentu dia akan menemukan pola menguntungkan 01 bahwa dan semua merugikan fenomena 02. Kalau kecurangan diajukan tersebut pertanyaan kepadanya, apakah keuntungan 01 dan kerugian 02 itu kebetulan atau kesengajaan? Maka dengan pasti logical intelligence nya akan menjawab, tidak mungkin kebetulan. Argumennya sederhana, karena ia menemukan pola yang menetap yaitu keuntungan selalu untuk 01, dan kerugian selalu untuk 02. Argumen tiu dikuatkan dengan fakta keempat, bahwa ada pemalsuan C1 yang sengaja dilakukan oleh seseorang. C1 asli yang sudah di upload kemudian diedit, dan editan itu di scan kembali. Karena akalnya menyimpulkan ada kesengajaan kecurangan tabulasi data, ketika ditanya tentang dugaan/hipotesisnya siapakah yang sengaja melakukan kecurangan, maka kecerdasannya akan mengatakan bahwa kemungkinan besar yang sengaja melakukan kecurangan adalah pihak-pihak tertentu (tidak diketahui) yang menginginkan 01 menang. Argumennya juga didasarkan pada logika keteraturan/ pola dari fenomena kecurangan tersebut, yaitu 01 selalu diuntungkan dan 02 selalu dirugikan. Begitulah proses munculnya kesimpulan bahwa telah terjadi kecurangan pada proses tabulasi data C1. Jadi jangan dikira kesimpulan adanya kecurangan itu muncul asal-asalan. Kesimpulan itu muncul dari instrumen kecerdasan yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Para oposisi hanya menggunakannya dalam rangka mensyukuri instrumen tersebut. Memusuhi kritik dan kesimpulan ini bisa dikatakan sebagai gerakam kufur nikmat dan contra-intelligence (dalam arti perlawanan terhadap kecerdasan). Dan perlawanan ini hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak cerdas, alias ungud. Permasalahn dimulai ketika pihak KPU menjawab kesimpulan dan dugaan orang-orang cerdas ini dengan jawaban yang tidak dapat diterima akal. KPU mengatakan bahwa kesalahan tabulasi data bukanlah kecurangan, namun kesalahan yang tidak disengaja alias human error. Bagi orang-orang yang mempunyai logical intelligence, tentu ini dianggap sebagai penghinaan terhadap akal. Mana mungkin itu adalah ketidaksengajaan, dimana polanya dan keteraturannya sangat jelas! Mana mungkin tidak ada kecurangan, padahal jelas-jelas ada yang mengedit C1 asli yang sudah di upload. Pernyataan KPU ini adalah anti-tesis logical intelligence. Logigical intelligence mengatakan ada pola kecurangan, sedangkan KPU menganggapnya sebagai fenomena tak beraturan di atas hukum ketidaksengajaan. Inilah yang memicu tensi perlawanan. Masyarakat yang mempunyai logical inteligence ini awalnya tidak menuduh KPU ikut curang, namun jawaban KPU itu menjadi pola baru dalam akal masyarakat. Pernyataan KPU itu adalah pernyataan yang menguntungkan 01 dan merugikan 02. Akhirnya KPU ikut tersangkut dalam dugaan/ hipotesis siapakah yang ikut berperan dalam kecurangan. Andai KPU menjawabnya dengan kata-kata dan bukti-bukti yang memuaskan logika, insyaAllah kritik dan tuduhan masyarakat akan berkurang. Masalahnya public address KPU seperti melecehkan logical intelligence masyarakat. Sebenarnya, masalah tabulasi data C1 ini, hanya secuil dari badai masalah penyelenggaraan pemilu 2019. Namun, hakikat dari semua kekisruhan ini adalah tentang kemustahilan kecerdasan dan kebodohan itu berdamai. Selama pemerintah dan KPU menghadapi kritik logical intelligence masyarakat dengan cara-cara bodoh (ex. menganggap kesalahan tabulasi adalah ketidaksengajaan), maka masyarakat akan terus menyampaikan kritiknya. Bahkan dengan kekuatan yang lebih besar. Selamat bertugas KPU, semoga Allah memberikan petunjuk dan hidayah-Nya kepada kita semua. (END) Total Perolehan Suara Keseluruhan Lembaga 54.45 % 45.55 % *Data per: 25 April 2019 08:02 WIB Suara masuk: 100% Suara 54.35 % 45.65 % *Data per: 25 April 2019 08:02 WIB Suara masuk: 99.83% Suara 55.71 % 44.29 % *Data per: 25 April 2019 08:02 WIB Suara masuk: 100.00% Suara 54.55 % 45.45 % *Data per: 25 April 2019 08:02 WIB 54.75 % Suara masuk: 99.11% Suara 45.25 % *Data per: 25 April 2019 08:02 WIB Suara masuk: 100.00% Suara Mengapa Polisi Malaysia Hentikan Penyelidikan Coblos Illegal? By Asyari Usman (Source: Beranda Facebook Achmad M. Akung) Ada perkembangan yang sangat mengerikan dan mengherankan terkait coblos illegal surat suara di Malaysia. Polisi Diraja Malaysia (PDM), kemarin (14/4/2019), seperti disiarkan tvOne, mengatakan mereka berkoordinasi dengan Polri untuk tidak melanjutkan kasus itu karena tidak menemukan pelanggaran undang-undang Malaysia. Apa yang terjadi? Mengapa PDM tiba-tiba mennghentikan penyelidikan kasus coblos illegal itu? Padahal, kubu 01 percaya bahwa pencoblosan itu dilakukan, digerebek, dan diviralkan oleh kubu 02? Nah, kalau orang dari kubu 02 yang dikatakan merekayasa kecurangan itu, bukankah ini kesempatan untuk membuktikannya? Mengapa dihentikan? Mungkinkah Polri meminta PDM menghentikan itu? Apa kira-kira jawaban untuk penghentian penyelidikan itu? Ada kemungkinan bahwa penyelidikan lebih lanjut akan sangat membahayakan posisi caspres 01 dan beberapa caleg DPRRI dapil DKI Jakarta. Kenapa? Boleh jadi jumlah surat suara yang telah dicoblos di tanda gambar 01 itu jumlahnya sangat besar. Seperti terlihat di dalam rekaman video penggerebekan, tampak jelas begitu banyak tas plastik hitam dan karung putih yang isinya patut diduga adalah surat suara yang terlah tercoblos tanda gambar 01. Ada yang memperkirakan jumlah surat suara tercoblos 01 yang ditemukan di dua TKP yang berada di kawasan Bangi, Kajang, itu mencapai puluhan ribu lembar. Penemuan tanggal 11 April 2019 itu terjadi di dua lokasi. Pertama, di satu bangunan ruko yang terdapat di Taman Universiti Sungai Tungkas, Bangi, Selangor. Di sini, ditemukan 20 tas diplomatik, 10 kantung plastik hitam, dan 5 karung goni putih dengan tulisan ‘Pos Malaysia’. Jumlah surat suara yang telah dicoblos 01 dan caleg nomor urut 3 (NasDem) diperkirakan antara 10-20 ribu lembar. Kedua, ditemukan lokasi penyimpanan surat suara per pos (surat suara yang dikirim lewat pos). Di satu rumah di kawasan Bandar Baru, Bangi, juga di Selangor. Di sini ditemukan 158 karung yang patut diduga berisi surat suara. Diduga berat, surat suara ini tercoblos 01 dan caleg nomor urut 2 (NasDem). Nomor urut 2 adalah Davin Kirana, anak Rusdi Kirana (dubes RI di Malaysia). Jumlah surat suara diperkirakan antara 40-50 ribu lembar. Yang menemukan surat suara tercoblos itu adalah ketua Panwaslu Kuala Lumpur, Yaza Azzahara Ulyana, bersama anggotanya Rizki Israeni Nur. Yaza menjelaskan rincian ini lewat keterangan tertulis yang dimuat di dalam media online, IND Times. Patut pula diduga bahwa pencoblosan illegal tsb terjadi di banyak tempat di Malaysia. Besar kemungkinan tidak hanya di dua lokasi itu. Sehingga, kalau PDM melakukan pengusutan lebih lanjut, bisa saja akan ditemukan lagi ribuan atau puluhan ribu lembar surat suara yang telah tercoblos di tanda gambar 01. Boleh jadi, skala kecurangan itu telah atau akan mencapai batas pelanggaran yang bisa mendiskualifikasikan paslon 01. Diduga, dalam rangka menghindarkan hal inilah PDM menghentikan penyelidikan. Dan ini sinkron dengan pernyataan KPU bahwa surat suara yang dicoblos illegal di Malaysia itu, dianggap tidak ada. “Dianggap sampah saja,” kata komisioner KPU, Ilham Saputra, kemarin (14/4/2019) di kantornya di Menteng, Jakarta. Dengan gambaran situasi seperti ini, ada kemungkinan pihak Indonesia menyampaikan permintaan agar pengusutan (siasat) oleh PDM dihentikan. Dan dinyatakan ‘case close’ (perkara ditutup). Logisnya, kalau kubu 01 yakin kecurangan ini adalah rekayasa kubu 02, pastilah mereka akan sangat ngotot agar PDM mengusutnya tuntas. Faktanya, jumlah surat suara tercoblos illegal yang ditemukan itu sangat besar sehingga tidak masuk akal untuk dikerjakan oleh orang-orang kubu 02. Tak logis untuk ditimpakan kasus ini ke kubu 02. Bukti yang sangat krusial dalam temuan kecurangan ini adalah tas diplomatik. Tas ini tidak bisa didapat secara sembarangan. Bisa dikatakan 99% mustahil orang kubu 02 bisa menguasai tas diplomatik. BPN Prabowo-Sandi seharusnya mengejar kasus pencurangan besar ini. Dari sini bisa saja terungkap skenario jahat yang telah direncanakan secara sistematis oleh pihak tertentu. (Penulis adalah wartawan senior) SIAPA PARTAI PENGUSUNG JOKOWI? Jakarta - Dari Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar, Bali, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan resmi mengajukan Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon Presiden 2019-2024. Kabar itu awalnya diwartakan politikus PDIP yang juga Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, lewat akun Twitter @pramonoanung. PDIP menjadi partai kedelapan yang mengusung Jokowi sebagai capres 2019. Sebelumnya ada Partai NasDem, Hanura, Golkar, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Pembangunan, Perindo, serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Di antara delapan partai pendukung Jokowi, hanya PKPI yang dinyatakan tak lolos Pemilu 2019 oleh KPU. Didukung delapan partai, bagaimana tingkat keterpilihan Jokowi sebagai calon presiden 2019? Sejumlah lembaga sejak Januari lalu melakukan survei soal elektabilitas atau tingkat keterpilihan Jokowi sebagai capres. Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA melakukan survei pada 7-14 Januari 2018 dengan metode multistage random sampling. Ada 1.200 responden yang disurvei. Margin of error survei 2,9 persen. Metode wawancara adalah tatap muka dan menggunakan kuesioner. Hasil survei menunjukkan elektabilitas Jokowi sebagai capres 2019 masih yang terkuat dibanding calon lain. Jika Pilpres 2019 dilakukan hari ini, 48,50% responden akan memilih Jokowi. Sedangkan 41,2 % pemilih akan memilih pemimpin baru dan 10,30% tidak menjawab atau tidak tahu. Namun, menurut survei LSI Denny JA, posisi Jokowi belumlah aman. Peluang dia terpilih kembali menjadi presiden pada 2019 mendatang terancam oleh popularitas sejumlah tokoh. Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) merupakan 3 nama dengan tingkat popularitas tinggi. Hasil survei Poltracking Indonesia juga menempatkan Jokowi sebagai capres 2019 dengan elektabilitas terkuat. Survei Poltracking menggunakan 1.200 responden di 34 provinsi, dilakukan pada 27 Januari-3 Februari 2018, menggunakan metode stratified multistage random sampling. Margin of error survei ini sebesar kurang-lebih 2,83%. Pada survei top of mind, Jokowi mendapat 45%, Prabowo 19,8%, SBY 0,8%, Anies Baswedan 0,6%, Ridwan Kamil 0,6%, Jusuf Kalla 0,5%, dan nama-nama lain. Semuanya berjumlah 15 nama. Ketika head to head, yakni Jokowi versus Prabowo, hasilnya, Jokowi unggul dengan 57,6% dan Prabowo memperoleh 33,7%. Elektabilitas Jokowi juga unggul di survei Indo Barometer. Survei dilaksanakan pada 23-30 Januari 2018 di 34 provinsi. Jumlah sampel sebanyak 1.200 responden dengan margin of error sebesar 2,83 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Metode penarikan sampel adalah multistage random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tatap muka responden menggunakan kuesioner. Indo Barometer melakukan simulasi jika Jokowi kembali melawan Prabowo di Pilpres 2019. Dari hasil simulasi 2 nama, Jokowi unggul dengan angka 48,8 persen, sedangkan Prabowo berada di angka 22,3 persen. Sebanyak 17,2 persen responden belum memutuskan, 6,0 persen masih merahasiakan, 1,2 persen tidak akan memilih, dan 4,5 persen tidak menjawab. Lembaga Media Survei Nasional (Median) juga melakukan riset tentang elektabilitas tokoh politik menjelang Pilpres 2019. Hasilnya, elektabilitas Joko Widodo lebih tinggi jika dibandingkan dengan Prabowo Subianto. Dalam risetnya, Median menggunakan sampel 1.000 responden. Sampel dipilih secara random dengan teknik multistage random sampling sejak 1 sampai 9 Februari 2018. Dengan margin of error kurang-lebih 3,1 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil survei Median menunjukkan elektabilitas Jokowi masih paling tinggi, yakni 35 persen, Prabowo 21,2 persen, Gatot Nurmantyo 5,5 persen, Anies Baswedan 4,5 persen, dan Agus Harimurti 3,3 persen. (erd/van) PARTAI PENGUSUNG PRABOWO-SANDI TEMPO.CO, Jakarta - Partai koalisi pendukung pasangan capres dan cawapres, Prabowo-Sandiaga , menyokong nama untuk tim pemenangan pasangan tersebut. Rapat finalisasi yang digelar malam ini, Selasa 18 September 2018, memilih nama Koalisi Indonesia Adil Makmur Nama itu dipilih karena dianggap sesuai dengan masalah yang sedang dikumpulkan Indonesia. Nama tim diselaraskan dengan tagline koalisi yang juga memperkenalkan malam ini yaitu "Adil Makmur Bersama PrabowoSandi". “Karena masalah bangsa dan negara adalah keadilan ekonomi, keadilan hukum sehingga kemakmuran adalah sesuatu yang menjadi cita-cita rakyat Indonesia,” kata Sekretaris Jendral Partai Gerindara, Ahmad Muzani, dalam konferensi pers di Posko Pemenangan Prabowo-Sandi, Jalan Kertanegara. Lahirnya nama koalisi dan tagline ini, tambah Muzani, akan menjadi referensi dalam menyelesaikan masalah keadilan dan kemakmuran. "Kami akan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ucap dia. Selain nama koalisi dan tagline, tambahkan ada empat poin hasil dari rapat malam ini. Keempatnya adalah lokasi sekretariat tim pemenangan, struktur dan nama-nama tim pemenangan, visi misi Prabowo-Sandi, dan posisi kepala daerah dalam tim pemenangan. Rapat malam ini dipimpin Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan dihadiri oleh seluruh perwakilan partai anggota koalisi: PKS, PAN, Demokrat, serta Gerindra. APA ARTI INI SEMUA? Jayapura - Surat Suara di Nduga, Papua, diduga dibakar oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB). Polisi menduga, aksi ini dimotori oleh salah satu caleg yang gagal dalam pemilu. "Memang aksi perampasan ini benar, cuma saja jangan sampai kelompok ini ditunggangi elit politik yang kecewa dengan hasil pemilihan yang sudah dilakukan," kata Kapolres AKBP Tonny Ananda, yang dilansir Antara, Rabu (24/4/2019). Tonny mengatakan, pihaknya sedang koordinasi dengan KPU Nduga terkait langkah pembakaran surat suara ini. Pelakunya belum diketahui hingga saat ini. "Memang aksi perampasan ini benar, cuma saja jangan sampai kelompok ini ditunggangi elit politik yang kecewa dengan hasil pemilihan yang sudah dilakukan," katanya lagi. Tonny menambahkan, lokasi pembakaran surat suara itu jauh dari jangkauan kepolisian. Aksi para pelaku tak hanya membakar tapi juga mengancam petugas dengan senjata api. "Intinya mereka meminta tidak boleh ada pelaksanaan pemilu di Distrik Mebarok, mereka merampas dan membakar logistik pemilu serta berita acara tingkat PPS dan PPD," ungkapnya. Pembakaran surat suara ini terjadi di Distrik Mebarok, Nduga. Aksi pembakaran berlangsung pada 22 April 2019. Para pelaku membawa senjata api laras panjang. Mereka merampas surat suara, mengancam petugas dan membakarnya. Pada Pilpres 2014, kelompok muda adalah pendukung utama yang mengantarkan Joko Widodo ke kursi kepresidenan. Namun di Pilpres 2019, sebagian besar dari mereka telah berpindah haluan dan mendukung kandidat penantang Prabowo Subianto. Fenomena hijrah yang terjadi sejak 2016 menjadi faktor utama perpindahan ini. Gerakan Hijrah Milenial di Tengah Pusaran Pilpres 2019, Berpengaruh? Oleh: Erwida Maulia dan Shotaro Tani (Nikkei Asian Review) Kerumunan dengan 200.000 orang yang berkumpul di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta meraung, ketika pemimpin oposisi di Pilpres 2019, Prabowo Subianto, naik ke panggung. “Naik, naik Prabowo-Sandi, turun, turun Jokowi,” mereka bernyanyi. Gema “Allahu akbar!” terdengar selama kampanye pada 7 April, di mana para penceramah Islam menyampaikan khotbah berapi-api untuk memanggil Muslim Indonesia untuk memilih Prabowo dan pasangannya Sandiaga Uno, dan melawan Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Dalam pidatonya yang agresif, mantan jenderal Angkatan Darat itu menentang klaim Jokowi terkait pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, dan mengkritik dorongan infrastrukturnya, dengan mengatakan bahwa hal itu telah membuat perusahaan-perusahaan milik negara terlilit utang. “Rakyat Indonesia menginginkan perubahan. Mereka tidak ingin dibohongi lagi. Mereka sekarang menuntut pemerintah yang memiliki akal sehat, yang akan bekerja untuk seluruh rakyatnya,” kata Prabowo, di tengah seruan persetujuan dari para pendukungnya yang berpakaian putih. “Saya ingin berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena memberi saya kesempatan untuk membela umat saya, untuk memerangi kejahatan, ketidakadilan, dan para pemimpin yang membodohi rakyat mereka sendiri!” Beberapa jam kemudian, Jokowi—yang karisma pribadinya di jalur kampanye membantu memenangkannya pada Pilpres 2014—juga mengadakan rapat terbukanya sendiri. Dan pertunjukan kampanyenya tidak begitu berbeda dengan lawannya. Kandidat presiden Prabowo Subianto berpidato di hadapan sekitar 200.000 pendukung dalam sebuah rapat terbuka di Jakarta pada 7 April. (Foto: Ken Kobayashi/Nikkei Asian Review) Acara di Bumi Serpong Damai—sebuah wilayah di pinggiran Jakarta— bertujuan untuk menarik para pemilih muda. Mungkin karena hujan lebat tepat sebelum kampanye itu dimulai, atau mungkin karena perubahan di menitmenit terakhir, tetapi acara itu kurang mencapai 7.000 orang yang diharapkan. Nada bicara Jokowi yang lebih tenang gagal mendorong semangat para pendukung yang telah berkumpul. “Saya senang Anda semua datang ke sini,” kata Jokowi. “Hanya ada 10 hari (sebelum pemilu). Berhati-hatilah untuk tidak terpecah karena hoaks, fitnah, kebohongan… Tolong undang temanteman, keluarga Anda untuk pergi ke TPS.” Pada putaran terakhir menjelang Pemilu Presiden 2019 pada 17 April mendatang—pertandingan ulang dari Pilpres 2014—Prabowo tampaknya telah mendapatkan momentum dan menyusul keunggulan kuat Jokowi dalam jajak pendapat. Mungkin yang paling mengejutkan, Prabowo telah membuat terobosan dengan kelompok yang sangat mendukung Jokowi dalam pemilu sebelumnya: masyarakat muda. Prabowo tampaknya mendapat manfaat dari meningkatnya kesalehan di antara beberapa Muslim muda Indonesia—sebuah fenomena yang dikenal sebagai hijrah. Istilah ini, yang berarti “migrasi” dalam bahasa Arab, sering digunakan untuk merujuk pada Muslim yang ‘dilahirkan kembali’—mereka yang menjalani transformasi spiritual untuk meninggalkan gaya hidup sekuler, hedonistik, atau berdosa, untuk menjadikan Islam bagian yang lebih besar dari kehidupan mereka. Salah satu di antara mereka adalah Anna, seorang pekerja kantor berusia 27 tahun di Jakarta, yang memulai hijrahnya setelah demonstrasi Muslim besar-besaran pada akhir tahun 2016, yang menyebabkan kejatuhan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sebagai sekutu utama Jokowi, Ahok kalah dalam Pilgub Jakarta oleh kandidat yang didukung oposisi, dan kemudian dipenjara karena penistaan agama. “Saya bersimpati dengan Aksi Bela Islam karena ini menunjukkan bagaimana umat Islam di Indonesia bersatu untuk membela agama kami,” kata Anna. “Saya memutuskan untuk melakukan hijrah pada Januari 2017.” Sejak itu, ia telah mengganti rok mini-nya dengan hijab, dan karena tidak lagi datang ke klub malam, ia mulai menghadiri pengajian di sebuah masjid setempat. Dia sekarang sangat berhati-hati dengan makanan, harus yang bersertifikat halal. Dan dia saat ini mentransfer tabungannya dari bank konvensional ke bank syariah yang sesuai dengan ajaran Islam. Anna adalah anggota kelompok milenial besar di Indonesia—yang secara luas digambarkan sebagai mereka yang lahir antara awal tahun 1980an hingga awal tahun 2000-an—yang akan memainkan peran yang sangat besar dalam menentukan hasil pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperkirakan bahwa milenial mewakili 40 persen pemilih yang memenuhi syarat—mencakup 80 juta orang. “Milenial membentuk kelompok usia terbesar di antara para pemilih… mereka adalah orang-orang yang akan menentukan masa depan Indonesia,” kata Hasanuddin Ali, seorang analis politik dan kepala eksekutif perusahaan riset Alvara Research Center. Masyarakat muda Indonesia memadati konser K-pop di Jakarta: Millenial menyumbang sekitar 40 persen pemilih yang memenuhi syarat. (Foto: Ken Kobayashi) Ini adalah basis pemilih yang sama yang membantu memenangkan Jokowi lima tahun lalu. Terlihat sebagai seorang reformator berwajah segar, Jokowi menarik bagi masyarakat muda yang sudah bosan dengan politisi lama yang terikat dengan 32 tahun rezim otoriter Soeharto, yang berakhir pada tahun 1998. Prabowo kemudian dilihat sebagai perwujudan dari pemimpin lama itu. Dia adalah menantu Soeharto, dan sebagai perwira militer berpangkat tinggi, ia diyakini sebagai aktor utama dalam penumpasan aktivis demokrasi selama pergolakan politik tahun 1998. Namun, sekarang, dukungan untuk Jokowi di antara masyarakat muda berusia 20-an hingga 30-an tampaknya tergelincir—kemungkinan cerminan dari perubahan sikap yang lebih luas di kalangan milenial Indonesia. Sebuah survei bulan Maret oleh Litbang Kompas—sebuah cabang penelitian untuk harian Kompas—menunjukkan persaingan ketat antara kedua kandidat di antara para pemilih milenial. Bagi mereka yang berusia antara 22 hingga 30 tahun, kesenjangan peringkat persetujuan antara kedua kandidat adalah 8,1 persen, dan bagi mereka yang berusia antara 31 dan 40 tahun, kesenjangannya adalah 6,9 persen, dibandingkan dengan generasi yang lebih tua di mana Jokowi tetap memimpin dengan dua digit. Prabowo bahkan memimpin di kalangan masyarakat pemilih pemula, atau Generasi Z. Toto Suryaningtyas, seorang peneliti di Litbang Kompas, mengatakan bahwa gerakan hijrah di kalangan milenial telah memainkan peran dalam terkikisnya popularitas Jokowi. “Fenomena meningkatnya keterikatan pada budaya dan nilai-nilai agama… jelas memiliki dampak. Khotbah di masjid sekarang sering diarahkan untuk mendukung Prabowo.” Dia menambahkan bahwa khotbah yang sama sering menyerang kebijakan Jokowi, menyebut kebijakan itu bertanggung jawab untuk memicu ketidakadilan dan kemiskinan. Tapi akan menjadi kesalahan untuk mengatakan bahwa kesalehan yang melonjak di antara beberapa milenial, mewakili dukungan luas terhadap ideologi Islam di Indonesia. Sebuah studi tahun lalu oleh Alvara menunjukkan bahwa 81 persen Muslim milenial Indonesia masih jelas mendukung prinsipprinsip sekuler yang menopang Republik Indonesia, berbeda dengan 19 persen yang tampaknya mendukung kekhalifahan Islam. Bahkan, partai politik yang didirikan khusus untuk milenial, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), mewakili sisi berlawanan dari fenomena hijrah. Didirikan pada tahun 2014 dengan persyaratan yang tidak biasa bahwa orang-orang di atas 45 tahun tidak dapat bergabung, partai ini telah mengajukan calon milenial untuk pemilu legislatif mendatang dan menyerukan diakhirinya poligami, lebih banyak perlindungan untuk hak-hak perempuan, dan pelonggaran undang-undang penistaan agama yang keras di Indonesia. Namun, beberapa jajak pendapat menunjukkan bahwa PSI kemungkinan tidak akan memenuhi batas parlemen 4 persen yang dibutuhkan untuk mendapatkan kursi di DPR. Studi Alvara lainnya menemukan bahwa sekitar 40 persen responden diidentifikasi memiliki orientasi nasionalis-religius, 36 persen berorientasi nasionalis, dan 23 persen berorientasi religius dalam pandangan politik mereka. Angka-angka tersebut adalah rata-rata survei LSI Denny JA, Litbang Kompas, dan Alvara; Angka-angka milenial Litbang Kompas mengambil rata- rata milenial “muda” dan “dewasa”; Angka LSI Denny JA mengambil titik tengah untuk hasil “millennial” dan “keseluruhan”*. LSI Denny JA mendefinisikan milenial antara usia 17-39 tahun; Litbang Kompas berusia antara 22-40 tahun; Alvara tidak ditentukan** Survei Litbang Kompas terbaru diambil pada 22 Februari-5 Mar; LSI 18-26 Maret; Alvara pada bulan Februari. “Sebagian besar milenial Muslim Indonesia dengan orientasi nasionalis dan nasionalis-religius memilih (paslon) Joko Widodo,” kata Ali. “Sementara itu yang berorientasi pada agama, sebagian besar berpihak pada Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Bagi Jokowi kompetisi sekarang semakin ketat untuk memenangkan pemilih muda, (dengan) kesalehan yang tumbuh menjadi salah satu faktor.” “TREN BARU” Pergeseran sikap di antara generasi milenial Indonesia dapat memiliki dampak besar—tidak hanya untuk Pemilihan Presiden 2019, tetapi juga untuk arah ekonomi Indonesia. Kelas menengah Indonesia yang meningkat dan semakin muda diperkirakan akan melambungkan negara itu menjadi negara ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2050, berdasarkan persyaratan paritas daya beli, menurut PwC, menyalip negara-negara seperti Jepang, Rusia, dan Inggris. Para ekonom memperkirakan bahwa Indonesia akan menuai dividen demografis ini selama 30 tahun ke depan—sebuah faktor yang tidak diragukan lagi menjadi daya tarik bagi bisnis internasional, bersama dengan sifat sekuler dan peningkatan pendapatan rumah tangga di Indonesia. Jokowi telah bekerja keras untuk menghidupkan kembali keajaiban yang dimilikinya di kalangan masyarakat muda Indonesia dalam Pilpres 2014, sebagian dengan mengidentifikasi dirinya dengan “unicorn” Indonesia— perusahaan ekonomi baru seperti Go-Jek dan Tokopedia yang telah bernilai lebih dari $1 miliar—selama ia menjabat. Dalam satu debat presiden, ia mengklaim bahwa kebijakan ekonomi digital pemerintahannya telah melahirkan empat unicorn di Indonesia. “Kami tidak ingin hanya empat unicorn, kami ingin lebih banyak unicorn di Indonesia,” kata Jokowi. “Kami telah menyiapkan program untuk membuat 1.000 startup baru dan menghubungkannya dengan inkubator global.” Prabowo tidak mampu membahas topik itu dengan baik dalam debat, dan gagap dalam jawabannya. Para analis mengatakan bahwa meningkatnya ekonomi digital telah berkontribusi pada pertumbuhan lapangan kerja di Indonesia. Pada bulan Februari, tingkat pengangguran mencapai level terendah sejak tahun 2014. Jokowi telah mengawasi ekspansi ekonomi yang stabil, dengan produk domestik bruto tumbuh sekitar 5 persen—lebih cepat daripada rekan-rekan regional Thailand dan Malaysia, tetapi di bawah 7 persen yang ia janjikan dalam kampanye Pilpres 2014. Namun pendekatan Jokowi tidak selaras dengan para milenial yang hijrah, yang melihat Islam konservatif sebagai “tren baru di Indonesia,” kata Leonard Sebastian dan Andar Nubowo dalam sebuah studi baru-baru ini oleh Institut Francais des Relations Internationales Center for Asian Studies. Sandiaga Uno berpidato di hadapan massa dalam sebuah kampanye di Provinsi Jawa Timur: Miliarder baru yang saleh itu disebut-sebut sebagai perwujudan pemuda Indonesia baru yang “konservatif dan keren”. (Foto: EPA/Jiji) Pergeseran konservatif ini telah didorong oleh kampanye pemilu yang memanas yang telah memunculkan politik identitas. Di media sosial, para ustadz seleb yang melek teknologi dan para pengikut muda mereka, dengan penuh semangat menyebarkan unggahan-unggahan keagamaan di seluruh jaringan mereka. Kesalehan di kalangan anak muda Indonesia telah tumbuh secara bertahap. Jilbab sebagian besar dilarang selama beberapa dekade rezim Orde Baru yang otoriter, tetapi sekarang ada di mana-mana—sampai-sampai ada perusahaan startup yang menawarkan alternatif berpakaian jilbab yang lebih modis. Musisi-musisi rock juga terlibat dalam aksi tersebut, dengan gerakangerakan seperti metalhead Islam Salam Satu Jari—yang terinspirasi oleh “keesaan” Allah—dan Punk Muslim. Peningkatan kesalehan baru-baru ini juga dikaitkan dengan unjuk rasa anti-Ahok tahun 2016—yang banyak dilihat oleh milenial Muslim sebagai seruan untuk membangun spiritualitas mereka yang sebelumnya tidur. Langkah terbesar Jokowi untuk menopang basis religiusnya adalah pilihannya atas Ma’ruf Amin yang berusia 76 tahun, seorang ulama yang merupakan tokoh senior di Nahdlatul Ulama—kelompok Muslim terbesar di Indonesia—sebagai calon wakil presiden. Para pengamat melihat pemilihan Amin sebagai bukti kekhawatiran Jokowi yang semakin meningkat atas serangan terhadap kredibilitas Muslimnya. Jokowi terlahir sebagai Muslim, tetapi sejak Pilpres 2014 ia menjadi sasaran rumor media sosial yang mengaitkannya dengan berbagai konspirasi anti-Islam—yang diyakini telah memengaruhi pemilih muda dan tua. “Jokowi adalah pria yang baik, tetapi dia disebut anti-Islam,” kata Amin kepada jemaah Islam di Provinsi Banten pada Jauari. “Meskipun dia telah memilih seorang ulama sebagai calon wakilnya. Dia mencintai ulama, dia mencintai Islam.” Jokowi yang memilih Amin mungkin telah mengesampingkan beberapa pemilihnya yang lebih progresif, serta banyak di antara penganut agama minoritas Indonesia yang cenderung mendukung Jokowi. Penampilan Amin yang menjemukan dalam debat presiden pertama—di mana ia membiarkan Jokowi untuk menjawab sebagian besar pertanyaan—juga tidak membantu membuatnya disukai oleh para pemilih muda. Presiden Jokowi menghadiri rapat umum yang berorientasi pada pemuda di pinggiran Jakarta pada 7 April. Petahana itu masih memegang kepemimpinan luas dalam pemungutan suara. (Foto: Ken Kobayashi/Nikkei Asian Review) Sebaliknya, pasangan Prabowo telah membantu peluangnya di kalangan masyarakat muda—termasuk orang-orang yang baru hijrah. Sandiaga—seorang miliarder berusia 49 tahun—telah menarik minat kaum muda dengan kepribadiannya yang energik, tampan, dan latar belakang bisnis yang sukses. Sandi dikenal memiliki latar belakang sekuler—banyak desas-desus yang melingkupi kehidupan percintaannya—tetapi ia tampaknya juga telah menjalani hijrah, secara teratur menghadiri salat Jumat di masjid, dan bahkan mengunjungi makam pendiri NU Bisri Syansuri. Tindakannya, pada awalnya, dipandang sebagian besar sebagai seremonial. Tetapi koalisi Islam di belakang Prabowo mencapnya sebagai “santri milenial”—sebuah frase yang dibuat khusus untuk menarik minat para pemuda perkotaan yang saleh. Dan itu tampaknya berhasil. “Jika Anda melihat Sandi dan kemudian Anda melihat Ma’ruf Amin, tidak diragukan lagi bahwa (para pemuda) akan mendukung Sandi,” kata Pangeran Siahaan, kepala eksekutif Asumsi, sebuah perusahaan media lokal yang memproduksi konten dengan target milenial. Dia menambahkan bahwa para pemilih yang lebih muda tidak memiliki ingatan tentang kerusuhan tahun 1998 dan peran Prabowo dalam peristiwa itu. “Dua masalah yang tidak menarik bagi kaum muda di Indonesia adalah hak asasi manusia dan lingkungan,” kata Siahaan. “Mereka paling tertarik pada ekonomi, teknologi, harga, dan masalah nyata yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka.” TERPOLARISASI Dengan pasangan Jokowi-Amin terlihat mewakili jenis Islam asli Indonesia dan Prabowo-Sandi diidentifikasi sebagai dekat dengan kaum konservatif Islamis, Pemilu 2019 dapat dilihat sebagai sarana untuk mengukur bagaimana nasib dua aliran Islam yang bersaing. Pada bulan September, Prabowo menandatangani pakta dengan koalisi Islamis sebagai imbalan atas dukungan mereka terhadap upaya kepresidenannya. Pakta tersebut memuat klausul seperti “siap untuk melindungi dan menghormati nilai-nilai agama… dan moralitas… dari ideologi dan gaya hidup yang merusak.” Namun, ia membantah keras bahwa ia mendukung kekhalifahan Islam—topik hangat sejak larangan pemerintahan Jokowi terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), salah satu kelompok Islam yang mengorganisasi aksi unjuk rasa anti-Ahok. Pada kampanye tanggal 7 April, Prabowo menegaskan kembali kesetiaannya pada landasan sekuler Indonesia. Pada bulan Maret, Institut Analisis Kebijakan Konflik yang berbasis di Jakarta, mengatakan bahwa dukungan kelompok Islamis untuk prabowo sebenarnya “kondisional dan setengah hati. Warga setempat salat di Masjid Agung Al Azhar, Jakarta. (Foto: Ken Kobayashi/Nikkei Asian Review) “Tetapi langkah-langkah yang diambil oleh pemerintahan Jokowi untuk mencoba melemahkan, mengkooptasi, dan menstigmatisasi mereka karena para ekstremis, hanya memperkuat apa yang akan menjadi aliansi yang rapuh,” lanjut laporan itu. “Ketakutan mereka terhadap kemenangan Jokowi jauh lebih kuat daripada keraguan mereka tentang Prabowo.” Sebagian besar analis politik mengatakan bahwa Prabowo tidak mungkin dapat mengatasi kesenjangan antara kampanyenya dan Jokowi, terlepas dari mengatakan momentum bahwa yang perpecahan didapatnya. agama Tetapi beberapa yang semakin dalam analis yang diungkapkan oleh kampanye itu sangat bermasalah, siapa pun yang menang. Sebastian dan Nubowo mengatakan bahwa retorika kampanye dapat membuat pemenangnya “terjebak dalam strategi politik yang akan membawa Indonesia ke dalam peningkatan islamisasi politik,” yang mereka sebut sebagai “tren yang mengkhawatirkan.” “Singkatnya,” kata mereka, “konservatisme agama berada di jalur cepat untuk mewujudkan agenda politik mereka, siapa pun yang menang dalam Pemilihan Presiden 2019.” Staf penulis Nikkei, Ismi Damayanti di Jakarta, berkontribusi untuk tulisan ini. Keterangan foto utama: Presiden Joko Widodo bersama para pendukungnya pada rapat terbuka pada 7 April: Dalam minggu-minggu terakhir kampanye menjelang Pilpres 2019 pada 17 April, dia dan penantang Prabowo Subianto menghadapi perubahan dalam pemilih pemuda yang sangat penting. (Foto: Ken Kobayashi/Nikkei Asian Review) Pilpres Penuh Klaim Kemenangan Bikin Tim Hore Gangguan Kejiwaan Jakarta - Ketegangan politik di ruang maya belum sepenuhnya reda. Saling klaim kemenangan usai pencoblosan Pemilu 2019 rupanya memicu eskalasi politik yang semakin tajam di media sosial. Kondisi kejiwaan masyarakat terdampak negatif. Salah satu contoh yang mengemuka adalah pendukung salah satu paslon di Bali yang didiagnosis mengalami gangguan jiwa. Pendukung capres tersebut merasa cemas sebab menganggap calon yang didukungnya menang, namun klaim kemenangan juga datang dari kubu lawan. "Banyak kecemasan, merasa sudah menang kok musuhnya bilang menang juga. Kesel, istrinya dimarah-marahin. Istrinya konsultasi, saya bilang ajak suaminya. Korban pemilu deh saking fanatiknya sama calon yang menang," kata dr I Gusti Rai Putra Wiraguna Sp KJ saat ditemui di Rumah Berdaya, Sesetan, Denpasar, Bali, Rabu (24/4/2019). dr I Gusti Rai Putra Wiraguna Sp KJdr I Gusti Rai Putra Wiraguna Sp KJ Foto: Dita/detikcom Salah satu founder Rumah Berdaya itu mengaku menerima lima pasien usai Pemilu 2019. Saat berkonsultasi, para pasien itu rata-rata membahas soal perang status di media sosial terkait Pilpres. "(Pasien) saya kan di RSUD itu dua orang, di praktik saya pribadi 3 orang. Itu yang baru, belum lagi teman-teman yang gangguan, belum pulih gara-gara kampanye, berita di tv muncul lagi. Kalau yang begitu dari sebelum kampanye saya suruh puasa medsos, nanti milih-milih aja pak nggak usah ngikutin beritanya," tutur Rai. "Jadi konsultasi itu cuma nunjukkin statusnya 'ada orang balesnya gini dok, saya nggak terima, saya ajak ketemu'. Itu kan gangguan. Yang dilawan juga belum tentu ada orangnya," imbuhnya. Ada Tim Hore Capres yang Depresi, Sandi: Pilpres Jangan Jadi Tekanan Berdasarkan hasil asesmen, menurut Rai, para pasien itu sebenarnya sudah menunjukkan tanda-tanda gangguan kejiwaan ringan sebelum pencoblosan. Kondisi kejiwaannya semakin terganggu saat pengumuman hasil quick count. "Setelah saya tanya sebelum pencoblosan, tapi memuncaknya antara hasil nggak sesuai harapan atau sesuai ekspektasi cuma yang lainnya bereaksi sebaliknya, jadi sebaliknya. Kalau dibilang bukan relawan atau timses tapi tim hore-hore pilpres, di Bali banyak kebetulan tim 01. Di Bali bigest ya katanya 93 persen," paparnya. "Tapi sebenarnya ini kan bukan soal menang kalah, yang ngerasa menang juga terganggu kan. Ngerasa menang terganggu juga dengan respons-respons itu. Digital selesai kan, masih nunggu lagi (hasil) katanya di berita di sana curang hal-hal yang gitu. Lima itu kebetulan ya," jelas Rai. Rai menuturkan pasien di Pemilu 2019 ini lebih banyak dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Namun dia menganggap sebagai hal yang wajar karena orang makin peduli dengan kesehatan jiwanya. "2014 nggak sebanyak sekarang. Kalau pendukung seingat saya dua yang saya tangani dan memang rasanya nggak kayak sekarang. Entah karena orang lebih aware harus konsultasi atau situasi lebih panas aja dengan berbagai macam," paparnya. Pembahasan Materi A. Konflik a. Pengertian Konflik Secara etimologi, konflik (conflict) berasal dari bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Menurut Antonius (2002) konflik adalah suatu tindakan salah satu pihak yang berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu pihak lain yang mana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat atau dalam hubunagn antar individu.1 Selain itu, ahli lain mendefinisikan konflik sebagai interaksi sosial antar individu atau kelompok yang lebih dipengaruhi oleh perbedaan daripada persamaan. Sedangkan menurut Mary Scannell, konflik adalah suatu hal alami dan normal yang timbul karena adanya perbedaan persepsi atau biasa disebut pandangan, tujan atau nilai dalam sekolompok individu. Kemudian, menurut peneliti sendiri, konflik adalah suatu masalah yang terjadi, baik itu dari jiwa individu itu sendiri maupun yang timbul di masyarakat yang dapat menghasilkan dampak negatif. Koentjaraningrat (1981) mengatakan bahwa konflik merupakan suatu proses atau keadaan di mana dua pihak atau lebih berusaha untuk saling menggagalkan tujuan masing-masing, karena adanya perbedaan pendapat, nilainilai ataupun tuntunan dari masing-masing kelompok. Konflik juga bisa diartikan sebagai suatu ekspresi pertentangan antara dua pihak yang saling bergantung yang memiliki tujuan berbeda dan berusaha untuk menggagalkan tujuan dari pihak lain. b. Macam-macam Konflik Dalam sebuah konflik tentu saja banyak macamnya. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Dilihat dari segi pihak yang terlibat dalam konflik. a) Konflik individu dengan individu. b) Konflik individu dengan kelompok. c) Konflik kelompok dengan kelompok. 2. Dilihat dari segi dampak yang timbul. a) Konflik fungsional. Konflik fungsional adalah jenis konflik yang apabila dampaknya dapat memberi manfaat atau keuntungan bagi kehidupan, baik individu, kelompok, bangsa, dan negara, serta dapat dikelola dan dikendalikan dengan baik. b) Konflik infungsional. Konflik jenis ini adalah konflik yang apabila dampaknya justru merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. 3. Macam-macam konflik berdasarkan posisi. a) Konflik vertikal, adalah konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki jabatan yang tidak sama dalam sebuah instansi. b) Konflik horizontal, adalah konflik yang terjadi karena memiliki kedudukan/jabatan yang sama atau setingkat. c) Konflik garis staf, adalah konflik yang terjadi antara karyawan yang memegang sisi komando, dengan pejabat staf sebagai penasihat. d) Konflik peran, adalah konflik yang terjadi karena individu memiliki peran yang lebih dari yang lain. 4. Macam-macam konflik berdasarkan hubungan antara tujuan dan tingkah laku. a) Kondisi tanpa konflik (No Conflict). Menurut padangan orang pada umumnya, mungkin bahwa konfisi tanpa konflik merupakan kondisi yang diinginkan. Namun demikian, kelompok atau masyarakat yang damai, jika ingin bertahan lama, maka harus hidup dinamis, menyatukan konflik tingkah laku dan tujuan, serta menyelesaikannya secara kreatif. b) Konflik laten (Latent conflict). Konflik laten adalah konflik yang berada di bawah permukaan. Konflik jenis ini perlu dibawa ke permukaan sebelum dapat diselesaikan secara efektif. c) Konflik terbuka (Open Conflict). Konflik ini mengakar secara dalam serta sangat terlihat jelas, dan membutuhkan tindakan untuk mengatasi penyebab yang mengakar serta efek yang terlihat. d) Konflik permukaan (Surface conflict). Konflik jenis ini memiliki akar yang tidak dalam atau tidak mengakar. Mungkin pula bahwa konflik permukaan ini muncul karena kesalahan pemahaaman mengenai sasaran dan dapat diatasi dengan perbaikan komunikasi. c. Faktor Penyebab Konflik Konflik bisa terjadi karena adanya faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Berbagai faktor penyebab tersebut dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu: 1. Triggers (Pemicu), peristiwa yang memicu sebuah konflik, namun tidak diperlukan dan tidak cukup memadai untuk menjelaskan konflik itu sendiri. 2. Pivotal factors or root causes (faktor inti atau penyebab dasar), terletak pada akar konflik yang perlu ditangani supaya pada akhirnya dapat mengatasi konflik. 3. Mobilizing factors (faktor yang memobilisasi), masalahmasalah yang memobilisasi kelompok untuk melakukan tindakan kekerasan. 4. Aggravating factors (faktor yang memperburuk), faktor yang memberikan tambahan pada mobilizing factors dan pivotal factors, namun tidak cukup untuk dapat menimbulkan konflik itu sendiri. d. Resolusi Resolusi dalam Webster dictionary adalah tindakan mengurai suatu permasalahan, melakukan pemecahan, dan penghapusan atau penghilangan permasalahan. Resolusi konflik dapat diartikan sebagai usaha untuk menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang bisa tahan lama di antara kelompokkelompok yang berseteru. Resolusi konflik adalah suatu cara individu atau kelompok untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dengan individu lain atau kelompok lain secara sukarela. Resolusi konflik juga menyarankan penggunaan cara-cara yang lebih demokratis dan kontruktif untuk menyelesaikan konflik dengan memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk memecahkan masalah mereka oleh diri mereka sendiri atau dengan melibatkan pihak ketiga yang bijak, netral, dan adil untuk membantu pihak-pihak yang berkonflik guna menyelesaikan masalahnya. Resolusi konflik memiliki tujuan agar dapat mengetahui bahwa konflik itu ada dan diarahkan pada keterlibatan berbagai pihak dalam isu-isu mendasar, sehingga dapat diselesaikan secara efektif. Selain itu, agar kita memahami gaya dari resolusi konflik dan mendefinisikan kembali jalan pintas kearah pembaharuan penyelesaikan konflik. Resolusi konflik difokuskan pada sumber konflik antara dua pihak, agar mereka bersama-sama mengidentifikasikan isu-isu yang lebih nyata. Selain itu, resolusi konflik dipahami pula sebagai upaya dalam menyelesaikan dan mengakhiri konflik. e. Peace Peace menggambarkan sebuah masyarakat atau hubungan yang harmonis dan beroperasi tanpa konflik kekerasan. Perdamaian secara umum dipahami sebagai tidak adanya permusuhan, atau adanya hubungan interpersonal atau internasional sehat atau baru sembuh, keselamatan dalam hal kesejahteraan sosial atau ekonomi, pengakuan kesetaraan, dan keadilan dalam hubungan politik. Oleh karena itu, pemaknaan peace yang berbeda-beda menyatakan bahwa adanya konstruktivitas pemikiran menciptakan maksud dari pencapaian damai itu sendiri (Grewal, 2003). Di dalam teori resolusi konflik dalam studi perdamaian ada tiga hal yang dapat menunjang dalam terciptanya perdamaian, antara lain adalah peacekeeping, peacemaking, peacebuilding—tiga istilah yang berbeda akan tetapi saling terkait. Biasanya tiga istilah ini dimaknai dengan hal yang sama yaitu “perdamaian” akan tetapi tujuan dan aktornya pun berbeda. Istilah yang ada ini juga digunakan oleh United Nations sebagai alat pemersatu atau alat “perdamaian” pada sebuah wilayah berkonflik. Peacemaking sebuah upaya diplomatis yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan antara pihak yang berkonflik tanpa tindakan kekerasan yang berujung pada perjanjian damai, dan fase ini biasanya setelah konflik mereda dan setelah dilakukanya fase peacebuilding dan peacekeeping. Peace making merupakan aksi yang dilakukan untuk membawa pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai kesepakatan melalui cara-cara yang damai. Dalam konteks ini, peace making merupakan usaha diplomatis yang ditujukan untuk memindahkan konflik kekerasan menuju dialog tanpa menggunakan kekerasan dengan menyatukan perbedaan yang ada melalui representative institusi politik Peace keeping adalah di mana adanya sebuah intervensi dari pihak ke-3 untuk membantu wilayah berkonflik yang berada dalam keadaan transisi yang dimaknai sebagai memisahkan kedua pihak yang bermasalah dengan menyediakan keamanan serta inisiatif nonmiliter. Aktor dalam fase ini biasanya dilakukan oleh diplomat, atau utusan militer. Peace building merupakan aksi untuk mengidentifikasi dan mendukung penguatan struktur serta memperkuat perdamaian untuk menghindari terulangnya suatu konflik. Aksi-aksi ini dijalankan melalui restorasi order, pelatihan personil keamanan, promosi hak asasi manusia, serta reformasi dan pengutatan institusi pemerintah (Fetherson 2000, 201). Peace building sendiri adalah skema kerja untuk menghindar akan konflik datang kembali. Sangat berguna untuk mengatur konflik atau memancing konflik yang dapat diselesaikan secara damai. Sedangkan dalam fase ini biasanya dijalankan oleh lembaga nonpemerintahan yang bergerak pada nilai-nilai HAM dan sebagainya. Dalam kata lain, peace building bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya atau terulangnya konflik di antara pihakpihak yang sebelumnya bertikai, yakni melalui penanganan berbagai intuisi yang mempengaruhi fungsi masyarakat dan Negara serta dengan memperkuat kapasitas nasional dalam berbagai level secaraefektif. Peace building mendukung Negara untuk menjalankan manajemen konflik sehingga dapat bertransisi dari kondisi konfliktual menuju perdamaian . Oleh karenanya, peace building merupakan sebuah proses transformasi yang terbilang panjang dan kompleks untuk meletakkan pondasi dari perdamaian dan perkembangan yang berkelanjutan bagi suatu negara Salah satu contoh kasus yang bisa diambil adalah proses peacebuilding di Aceh, pada saat masyarakat aceh menginginkan kemerdekaannya dengan gerakan Separatis GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Yang pada akhirnya pemerintahan Indonesia bergerak untuk berunding dengan pertimbangan besar tentunya yang diwakili oleh wakil militer. Dalam pemikiran Johan Galtung, kasus tersebut masuk dalam proses peacebuilding, yaitu tantanganya adalah bagaimana meningkatkan negative peace menjadi positive peace yang intinya menciptakan keadilan sosial, kesejahteraan ekonomi, keterwakilan politik yang efektif. Prospek peacebuilding di Aceh ini sendiri tidak dapat dilepaskan dari perkembangan politik sebelum adanya pendatanganan MOU Helsinki 11 juli 2006, di mana DPR RI melalui sidang paripurna sepakat mengesahkan Rancangan undang-undang yang dikehendaki oleh Aceh ini yang terlihat banyaknya faktor yang menekan kedua belah pihak untuk menghentikan tindak kekerasan dan merujuk kepada pilihan damai. Daftar Pustaka Antonius Atosokhi Gea, dkk,. (2002). Relasi Dengan Sesama. Jakarta: Elex Media Komputindo, Hal. 175 M. Mukhsin Jamil, dkk,. (2007) Mengelola Konflik Membangun Damai: Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik. Semarang: WMC IAIN Walisongo Semarang. (Hal. 10). Sona, Irfan. (2016). ResolusiKonflikPadaMasaKhulafa’ Ar- Rasyidin.FakultasUshuluddindanHumaniora :Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. http://d-claudia-a-e-p-fisip14.web.unair.ac.id/artikel_detail-171104SOH307%20(Resolusi%20Konflik%20Global)Peacekeeping,%20Peacemaking,%20dan%20Peacebuilding%20dalam%20Resolusi% 20Konflik%20Global.html