Uploaded by khalisyifa

kemkes-01

advertisement
3-04-2019
1/2
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Artikel ini diambil dari : www.depkes.go.id
KESETARAAN GENDER MENJADI DASAR PEMBANGUNAN KESEHATAN
DIPUBLIKASIKAN PADA : RABU, 04 MARET 2009 17:00:00, DIBACA : 53.899 KALI
Masalah gender yang harus diprioritaskan penanganannya, adalah tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), pemberantasan Tuberculosis Paru, Malaria, HIV/AIDS,
masalah gizi masyarakat dan lingkungan yang tidak sehat. Hal ini menunjukkan masih banyak terdapat ketimpangan antara status kesehatan pada perempuan
dan laki- laki.
Hal itu disampaikan, dr. Bambang Giatno Rahardjo, MPH, Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kesehatan dalam
lokakarya Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan (PUG-BK) di Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Cilandak Jakarta, (26/02, 2009). Seminar ini
mengangkat tema 'melalui PUG-BK, Pusat Pelatihan Gender Bidang Kesehatan (PPG-BK) BBPK Cilandak menjembatani pencapaian program yang responsive
Gender'
Ditambahkan dr. Bambang bahwa pengarusutamaan gender merupakan salah satu strategi pembangunan yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender dan
keadilan gender melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki. Untuk mempercepat pengarusutamaan
gender, perlu dilakukan pengembangan kapasitas SDM kesehatan, antara lain melalui seminar gender bidang kesehatan.
Kesetaraan gender adalah wujud kesamaan kondisi laki-laki dan perempuan dalam memperoleh hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia yang dipertegas dalam Deklarasi Global 'Konferensi Perempuan
Sedunia ke-IV ' tahun 1995 di Beijing, dimana salah satu Negara anggotanya adalah Indonesia. Konsep KKG ini menjadi tonggak keberhasilan bagi pembangunan
Sumber Daya Manusia (SDM).
Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan bahwa berdasarkan Human Development Report 2004, Gender Development Index (GDI) mencapai 59,2 dan Human
Development Index (HDI) mencapai 65,8. Selisih nilai HDI dan GDI ini menunjukkan bahwa masih adanya kesenjangan gender dalam pelaksanaan pembangunan
SDM.
Hadir dalam acara Kepala Pusat Kajian Pembangunan Kesehatan, Dr. H. Untung Suseno S, M. Kes, Kepala BBPK Ir. Ace Yatihayati, MS, Kepala Pusat
Pemeliharaan Penanggulangan Peningkatan Intelegensia Depkes, Dr. H. Jofizal Jannis, Sp.S (K).
Ir. Ace Yatihayati Kepala BBPK Cilandak sekaligus Ketua Panitia menyatakan maksud penyelenggaran lokakarya ini adalah sebagai bagian dari kegiatan BBPK
Cilandak yang didasarkan pada SK Menkes No. 423/menkes/SK/V/2008 tertanggal 1 Mei 2008 tentang pembentukkan (PPG-BK). Hal ini seiring dengan
dicanangkannya Rencana Aksi Nasional PUG-BK yang mempunyai kebijakan bahwa semua kebijakan kesehatan responsive gender, dengan salah satu
1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2/2
3-04-2019
strateginya peningkatan kemampuan pendidikan dan pelatihan.
Dalam lokakarya ini, metode yang dipakai adalah round table discussion yang dipimpin oleh Fasilitator Nasional Gender yaitu Bapak Nardho dan Ny. Yulfita
beserta tim PPG-BK Cilandak untuk mendapatkan gambaran sejauh mana isu gender dalam program kesehatan dan komitmen dari pemegang dalam program
kesehatan dan terhadap PUG-BK, ungkap Ir. Ace.
Dalam kesempatan tersebut Dr. H. Untung Suseno S, M.Kes yang bertindak sebagai nara sumber mengungkapkan, PUG merupakan langkah strategi yang
dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan nasional, ungkap Dr. H. Untung Suseno S, M. Kes (Kapus Kabangkes) bertindak sebagai narasumber utama.
Dr. Untung menyatakan bahwa isu kesehatan yang saat ini menjadi program prioritas Depkes, salah satunya adalah upaya penurunan AKI dan AKB dimana AKI
sampai dengan saat ini sudah mencapai 228 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH) sedangkan AKB (34 per 100.000 KH).
Ditambahkan, bahwa isu kebijakan gender yang berkembang, antara lain; urusan kehamilan dan kelahiran, sosialisasi pedoman Making Pregnancy Safer (MPS)
ditujukan pada ibu-ibu, Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI, Safe Motherhood ( keselamatan ibu pasca melahirkan ), serta dalam hal reproduksi yang
dituntut penggunaan alat kontrasepsi, jumlah anak dan rujukan pelayanan kesehatan. Kesemuanya itu dianggap hanya menjadi urusan perempuan saja (laki-laki
tidak).
Akan tetapi untuk implementasi PUG di daerah itu sendiri masih kurang didukung dengan instrument kebijakan yang bersifat prosedur (SOP), contohnya
persalinan dengan pendampingan suami harus dilakukan sesuai instruksi APN (Asuhan Persalinan Normal). Hal ini dikarenakan belum seluruh instrument
kebijakan tentang Gender sudah dapat diakses oleh pelaku kesehatan di daerah, kata dr. Untung.
Untuk meningkatkan adekuasi kebijakan gender tersebut, diperlukan beberapa hal, diantaranya; Kebijakan Program Kesehatan berbasis gender, Kebijakan
Penganggaran Program Kesehatan berbasis gender, dan Kebijakan Sektor untuk melakukan fasilitator sektor.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor
telepon/faks: 021-5223002 dan 52921669, atau alamat e-mail [email protected].
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- 2 -
Printed @ 3-04-2019 18:04
Download