BAB II DESKRIPSI PROSES 2.1 Jenis-Jenis Proses Desain proses produksi dan kapasitas produksi harus didasarkan pada tujuan komersial yang dapat diidentifikasi dari analisis terperinci potensi pasar, permintaan konsumen, dan analisa ekonomi. Sabun rumah tangga, misalnya, tidak memerlukan tingkat finishing yang sama dengan sabun mandi, atau sabun mandi umum dengan sabun bermutu tinggi. Demikian pula, tahap-tahap manufaktur tertentu dapat disederhanakan atau bahkan ditinggalkan. Karena faktor-faktor semacam itu menempatkan beban yang tidak perlu pada biaya pembuatan sabun, sangat penting untuk mempelajarinya sehingga diperoleh alternatif pemilihan proses yang tepat dalam hal teknologi dan kapasitas produksi. Pembuatan sabun melibatkan 4 tahap: Gambar 1. Pembuatan Sabun Secara Umum Sabun dapat diperoleh dengan penyabunan lemak dan minyak (trigliserida) yang berasal dari nabati atau hewani. Gambar 2. Proses Saponifikasi Proses saponifikasi menggunakan bahan berlemak, minyak, atau lemak disaponifikasi (penyabunan) dengan soda kaustik (untuk mendapatkan sabun keras) atau kalium (untuk mendapatkan sabun lunak atau cair). Selain sabun, produk sampingan (gliserin) terbentuk selama reaksi kimia ini dapat dipisahkan atau dibiarkan, tergantung pada sifat proses pembuatannya. Penggunaan minyak dan lemak berkualitas tinggi sering kali berarti bahwa tahap pemrosesan dapat dihindari. Sebagian besar minyak dan lemak berkualitas baik tidak memerlukan pemutihan. Hanya minyak kelapa sawit dan pada tingkat yang lebih rendah lemak memerlukan pemutihan. Proses pembuatan sabun berdasarkan proses saponifikasi biasanya diklasifikasikan sebagai berikut. Deskripsi singkat setiap tahap dan proses pembuatan diberikan di bawah ini. Gambar 3. Klasifikasi Proses Pembuatan Sabun 2.1.1 Cold Process Proses dingin adalah proses batch paling sederhana, murah, tidak terlalu mekanis dan hanya membutuhkan investasi kecil dalam peralatan. Dalam reaktor penyabunan proses ini melibatkan penambahan bertahap untuk minyak dengan jumlah soda yang tepat (± 32% dari berat minyak) untuk memastikan penyabunan lengkap. Pada proses ini lemak atau minyak dicampur kedalam tangki dan dilakukan pengadukan, pada suhu 24°C untuk kelapa dan 38°C hingga 49°C untuk suhu pencampuran. Campuran disimpan dalam agitator selama kurang lebih 2 jam, dan pewarna, parfum dan aditif umumnya ditambahkan pada tahap ini. Proses ini tidak termasuk menghilangkan kotoran atau pemisahan gliserin yang diproduksi. Sabun kasar diambil segera setelah sebagian besar campuran mengental, dan dituangkan ke dalam bingkai pendingin, di mana proses saponifikasi berlanjut selama satu hari atau lebih. Sabun kasar (kadar asam lemak: 58%) kemudian dikeluarkan dari bingkai, dipotong-potong, dan dikirim ke garis akhir. Proses ini membutuhkan keahlian yang cukup besar dalam proses saponifikasi. Konversi yang dihasilkan adalah sabun 45-50% tanpa ditambahkan bahan aditif, hanya dengan menggunakan bahan kaustik yang sedikit. 2.1.2 Semi Boiled Process Proses semi-mendidih berbeda dari proses dingin pada kenyataan bahwa campuran saponifikasi dipanaskan hingga 70-90°C menggunakan koil yang dipanaskan dengan uap untuk mempercepat dan menyelesaikan reaksi saponifikasi. Pewarna, parfum, dan aditif ditambahkan pada akhir proses untuk mencegahnya menguap. Proses ini memungkinkan jumlah soda yang menjalani saponifikasi disesuaikan sebelum sabun mentah dicabut. Hal ini juga memungkinkan limbah pabrik untuk didaur ulang, penggabungan aditif yang lebih baik dan pilihan bahan baku yang lebih luas. Secara umum, saponifikasi lebih lengkap dan waktu pengerasan sabun mentah dalam bingkai pendingin sedikit berkurang. Berbagai keuntungan ini, dikombinasikan dengan alur proses produksi yang lebih cepat dan biaya produksi yang masuk akal, membuat proses semi-boiled menjadi proses yang fleksibel yang sangat cocok untuk negara-negara berkembang. Sedangkan untuk proses dingin, proses semi-boiled tidak mengeluarkan limbah ke lingkungan. Proses ini juga melibatkan pemanasan minyak kelapa hingga 50oC dan melarutkan larutan kaustik dan air masuk dan dilakukan pengadukan, saponifikasi terjadi dan konversi yang dihasilkan adalah sabun 50-55% yang kemudian diencerkan dengan air panas untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan. 2.1.3 Full Boiled Process Proses rebus penuh berbeda dari proses semi-rebus dalam berbagai operasi ekstraksi gliserin, pencucian, dan penyesuaian yang terjadi setelah saponifikasi. Suhu di mana campuran disimpan di bawah agitasi yang kuat umumnya lebih tinggi (100°C), memungkinkan rentang yang lebih luas dari bahan baku lemak untuk digunakan. Setelah saponifikasi, massa dilakukan beberapa pencucian menggunakan air garam. Semakin intens gliserin dicuci, semakin rendah kandungan gliserin sabun. Dengan mendaur ulang air pencuci yang ditarik beberapa kali, konsentrasi gliserin di wilayah 15 hingga 20% dapat diperoleh. Sabun, yang dipertahankan, dengan proses pengeringan dan finishing. Proses dasar dapat agak dimodifikasi untuk memastikan bahwa itu memenuhi tujuan produsen. Jadi penggunaan 3 sampai 6 seperangkat tangki untuk memperkaya air pencuci dengan gliserin, atau teknik pencucian arus berlawanan memungkinkan untuk meningkatkan tingkat produksi. Dalam mempertahankan tingkat aktivitas yang benar di seluruh lini produksi, proses rebus penuh membutuhkan sejumlah besar tangki yang beroperasi. Faktorfaktor ini menempatkan beban substansial pada investasi awal, sehingga jenis proses ini dibenarkan hanya ketika antisipasi pemasaran volume besar sabun tingkat tinggi. Selain itu, prosesnya lebih kompleks dari pada yang terlihat dan membutuhkan keahlian yang cukup besar dalam teknologi dari berbagai tahap pembuatan. Akhirnya, prosesnya relatif sulit. Saponifikasi dengan konversi yang dihasilkan adalah sabun 45-50%. 2.2 Pertimbangan Pemilihan Proses Proses pembuatan sabun mandi cair yang lebih alternatif dan efisien dapat ditentukan dari ketiga proses saponifikasi tersebut. Saponifikasi dengan proses semi-boiled mempunyai beberapa keuntungan diantaranya kemurnian hasil saponifikasinya tinggi sehingga dapat menghemat konsumsi energi investasi modal berkurang dibandingkan dengan proses lain dampak lingkungan yang lebih rendah (tidak ada produk sampingan), kesederhanaan proses. Sehingga dari ketiga proses diatas, proses yang digunakan dalam pabrik ini adalah saponifikasi dengan proses semi-boiled. Selain itu pula dari segi ekonomi proses ini lebih menguntungkan. 2.3 Uraian Proses 2.3.1 Tahap Persiapan Bahan Baku Tahap awal pada proses ini adalah pre treatment bahan baku. Minyak kelapa (trigliserida) dipanaskan pada suhu 60°C terlebih dahulu dengan menggunakan air panas didalam tangki reaktor sebelum dialirkan ke dalam tangki berpengaduk. Kemudian untuk KOH (Kalium Hidroksida) yang berupa padatan dicampur air (H2O) ke dalam mixer. + KOH + H2O K + OH- + H2O Gambar 1. Reaksi kimia campuran KOH + H2O Campuran yang keluar dari mixer dipanaskan terlebih dahulu hingga mencapai temperatur 900C. Selanjutnya, kedua bahan baku dipompakan kedalam reaktor saponifikasi yang telah dilengkapi dengan pengaduk dan pemanas. 2.3.2 Proses Utama Proses yang digunakan meliputi tahapan beberapa proses: 1. Proses Saponifikasi 2. Proses pemisahan 3. Proses pencampuran bahan tambahan 4. Proses recovery gliserin 1. Proses Saponifikasi Minyak kelapa dan larutan KOH 50% dari bahan baku dialirkan masuk ke dalam reaktor alir tangki berpengaduk (RATB) dan didalam reaktor inilah terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan). Reaktan dibiarkan bereaksi untuk membentuk sabun, dengan cara memberikan waktu yang cukup lama bagi reaktan untuk saling bereaksi membentuk sabun dan gliserol. Reaksi saponifikasi yang terjadi adalah sebagai berikut: CH2O2(CH2)14CH3 CHO2(CH2)14CH3 CH2OH + Kalor 3 KOH CHOH + 3 CH3(CH2)14CO2 - K+ CH2OH CH2O2(CH2)14CH3 Potasium palmitat Sabun Gliserol Tripalmitat Gambar 2. Mekanisme Reaksi Saponifikasi Konversi trigliserida untuk menjadi sabun pada tahap ini berkisar antara 5060% didalam tangki berpengaduk dalam rentang waktu selama 45 menit dalam kondisi operasi 90°C dan dalam tekanan 1atm (Spitz,1995). Sumber panas tersebut diperoleh dari steam yang dihasilkan oleh boiler. 2. Tahap Pemisahan Setelah bahan baku minyak kelapa dengan alkali basa (KOH) dapat direaksikan menjadi sabun cair dengan gliserol, maka selanjutnya dilakukan proses pemisahan antara sabun cair dengan gliserol menggunakan separator. Dengan menggunakan separator, maka sabun, glisrol dan air akan terpisah karena adanya perbedaan densitas. Gliserol sebagai hasil samping akan keluar dari separator, sedangkan produk sabun akan dipompakan ke mixer untuk dicampurkan dengan zat aditif. Konversi sabun cair murni yang dihasilkan adalah 90%. 3. Tahan Pencampuran Bahan Tambahan Pada tahap ini sabun cair yang sudah terpisah dan didinginkan didalam cooler, dipompa ke tangki pencampuran berpengaduk untuk di tambahan bahan pendukung (zat aditif). Zat aditif yang ditambahkan kedalam sabun cair adalah gliserin 98% berfungsi sebagai pelembab, pelembut kulit serta mencegah iritasi, etanol 96% yang berfungsi untuk menjernihkan larutan sabun, dan pewangi/parfum (essential oil) yang berfungsi memberikan keharuman dan kesegaran pada sabun mandi cair. Tahap terakhir output dari mixer akan masuk ke vacuum dryer untuk menguapkan kandungan airnya. Sabun yang telah terbentuk akan disimpan dan kemudian di packing untuk dipasarkan kepada konsumen. 4. Tahap Recovery Gliserin Proses pembuatan sabun akan menghasilkan aliran cairan sebagai cairan alkali manis. Aliran ini akan mengandung 8-10% gliserol, air, garam dengan konsentrasi tinggi dan beberapa bahan berlemak. Larutan gliserin yang telah dibersihkan dikirim ke evaporator (dipanaskan di bawah tekanan rendah pada 0,13 hingga 0,07 atm). Gliserin dikonsentrasikan sampai 80%, garam keluar dari larutan dan dikeluarkan dari evaporator, disaring dan dikembalikan ke proses pembuatan sabun. 2.4 Diagram Alir Proses Diagram alir proses pembuatan sabun mandi cair dari minyak kelapa (trigliserida) selengkapnya dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini: H2O Trigliserida C57H106O6 T-Trigliserida Reaktor R-Saponifikasi Gliserol C3H8O3 1.78% Separator Evaporator KOH 50% KOH 50% H2O 50% T-KOH Mixer R’COOK H2O C57H106O6 KOH Impurities 98.210% H2O Kalium Hidroksida KOH 60% Mixer R’COOK = 45% Etanol C2H5OH = 20% Gliserin C3H8O3 Citrus limon C10H16 = 17% H2O = 2,5% Impurities = 0,05% + = 15% = 100% Vacuum dryer T-Sabun R’COOK Gambar 2.4. Diagram Alir Kualitatif Pembuatan Sabun Mandi Cair 2.5 Mode Operasi Mode operasi yang digunakan dalam perancangan ini adalah sistem semibatch. Hal ini didasarkan pada kapasitas produksi yang relatif kecil per tahun dan pertimbangan proses serta kemurnian produk yang dihasilkan. Dengan proses semibatch, pabrik dapat menghasilkan produk tiap harinya dan kemurnian produk tinggi.