POLITIK PEMERINTAHAN NEGARA EROPA REVIEW OF Party Politics in Germany A Comparative Politics Approach By : Charles Lees DOSEN PENGAMPU: Adhiningasih P.,S.Sos., M.Si. Drs. Djoko Susilo, M.Si. OLEH: Phillia Tafwida Herdanezza (170910101048) JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS JEMBER 2019 Struktur Pemerintahan, Sistem Pemilihan Umun dan Sistem Kepartaian Konstitusi di Jerman yaitu Undang-Undang Dasar RFJ yang bersifat sementara (Übergangszeit) dibuat pada tanggal 23 Mei 1949, inilah yang kemudian menjadi dasar dan landasan terwujudnya peraturan kebebasan demokrasi untuk rakyat di Jerman. Penduduk RFJ dituntut aktif mewujudkan, mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan RFJ. Setelah Jerman bersatu kembali tahun 1990, tuntutan ini akhirnya terpenuhi. Ada lima prinsip yang menjadi acuan dasar ketatanegaraan dalam Grundgesetz Jerman, prinsip tersebut adalah negara republik dan demokrasi, negara federal, negara hukum dan negara sosial. Republik sebagai bentuk negara Jerman sendiri dikukuhkan oleh UUD dalam penamaan Republik Federal Jerman. Presiden Federal atau Bundesprasident adalah kepala negara yang ditentukan melalui pemilihan umum. Dasar bentuk negara demokrasi yakni asas kedaulatan rakyat. Undang-Undang Dasar menyebutkan bahwa seluruh kekuasaan negara bersumber dari rakyat. Dalam hal ini, Grundgesetz menganut sistem demokrasi tidak langsung atau sering juga disebut demokrasi melalui perwakilan. Artinya adalah kekuasaan negara harus diakui dan disetujuai seluruh rakyat, tapi penyelenggaraannya tidak secara langsung oleh keputusan-keputusan yang diungkapkan rakyatnya, melainkan melalui pemilihan umum. Penyelenggaraan sistem ini diserahkan kepada lembaga dibidang legislatif, eksekutif dan yudikatif. Rakyat sendiri mempraktekkan politik kekuasaan negara melalui pemilihan parlemen yang diselenggarakan secara berkala. Berbeda dengan konstitusi yang ada di negara bagian, Grundgesetz menentukan bentuk demokrasi langsung seperti referendum dan plebisit hanya sebagai pengecualian. Sedangkan penyelenggaraan plebisit hanya diharuskan dalam hal perubahan pembagian wilayah federal Jerman sebagai negara yang berbentuk negara federal yang memiliki tiga struktur pemerintahan memberikan berbagai pengaruh pada pembuatan kebijakan politik di negara tersebut. Dilihat dari proses politik di Jerman dan dilihat dari sudut perspektif komparatif politik, terdapat tiga struktur institusi penting yang terbagi atas dua institusi pemerintahan formal dan sistem kepartaian. Institusi pemerintahan formal terdiri atas struktur pemerintahan negara Jerman, dan yang kedua adalah sistem pemilihan umum, dimana dalam kasus Jerman menggunakan sistem pengumpulan suara pemilih terbanyak. Kemudian, dalam sistem kepartaian, sama seperti dalam negara bersistem republic federal, sistem kepartaiannya erbingkai oleh institusi formal yang sebelumnya dijelaskan. Ketiga struktur tersebut secara runtut sejarahnya dalam perkembangan Jerman dijelaskan dalam buku ini. Struktur Pemerintahan Variabel pertama di pemerintahan yang memberikan pengaruh signifikan bagi proses politik tidak hanya di Jerman, namun juga di negara lainnya adalah struktur formal politik pemrintahan dan administrasi. Struktur formal politik pemerintahan Jerman terbagi atas pemerintahan federal dan pemerintahan negara bagian. Sebagai negara yang menggunakan sistem federal, kunci focus dari sistem perpolitikan adalah penggunaan veto yang merupakan pemeran penting yang dominan dalam sistem tersebut. Oleh karena itulah, dalam sistem politik di Jerman, telah lama diakui bahwa kendali kuat berada pada bundesrat, yakni lembaga legislatif parlemen pemerintah bagian yang ada di Jerman. Karena kuasa atas bundesrat tersebut, tentu tidak dapat dihindari bahwa munculnya partai-partai oposisi terus bermunculan yang berpotensial untuk memiliki peran veto pada pembuatan undang-undang pemerintahan. Tingkat kekuasaan veto yang dimiliki oleh Bundesrat tergantung pada sifat undangundang khusus yang diperimbangkan untuk mengatur tugas pemerintahan. Dalam beberapa kasus, bundesrat dapat melakukan veto secara absolut atas undang-undang, sementara dalam kasus lain bundesrat memiliki kekuatan veto yang ditangguhkan. Kemudian, kasus-kasus seperti ini selanjutnya akan merujuk pada keputusan mutlak mayoritas atau juga keputusan dua pertiga dari mayoritas, yang berbeda dengan di Bundestag yang diharuskan untuk membatalkan veto jika terjadi hal semacam itu. Jika kesepakatan antara Bundestag dan Bundesrat tidak dimungkinkan, undang-undang dibawa ke komite konsiliasi yang terdiri dari perwakilan dari kedua dewan tersebut yakni bundestag dan bundesrat. Jerman adalah bahwa negara ini memiliki sistem pemerintahan federal tetapi keseimbangan konstitusional antara Bundestag dan Bundesrat dirancang untuk mengatur jalannya kegiatan sistem perpoltikan dan memiliki kuasa lebih di pusat dengan kekuatan mengontrol yang jauh lebih besar daripada yang ada di Amerika Serikat. Hubungan antara Bundestag dan Bundesrat menguasai tingkatan kedua dari kompetisi sistem perpolitikan dari tingkat nasional di Negara Jerman. Tingkat ketiga diduduki oleh lembaga yang menangani pembagian administratif negara, yakni antara Federasi dan komponen pemerintahan negara bagian. Dampak dari lembaga pemerintahan ini terhadap sistem politik Jerman memang tidak secara langsung terjadi, namun tetap memiliki implikasi yang besar terhadap hubungan luar ataupun dalam di sistem perpolitikan Jerman. Berdasarkan Basic Law yang digunakan olejh Jerman sebagai dasar pemerintahannya, terdapat empat kewenangan kebijakan. Yang pertama adalah administrasi federal (Bundeseigene Verwaltung), merupakan lembaga pemerintahan yang menangani bidang kebijakan 'politik tinggi' seperti kebijakan luar negeri, keuangan federal, pertahanan, dan sebagainya. Disini, pemerintah negara bagian tidak memiliki keterlibatan dalam kebijakan di area ini apabila telah disetujui oleh Bundestag dan Bundesrat. Kewenangan kebijakan yang kedua yakni Bundesauftragsverwalwalung dikelola oleh Länder di bawah kontrol Federasi. Di dalamna mengatur tentang administrasi jalan raya wilayah federal, beberapa pajak besar dan beberapa bidang kebijakan penting yang strategis seperti pengelolaan tenaga nuklir. Kategori ketiga dan paling umum adalah kewenangan yang hanya dilakukan oleh Länder (Landeseigene Verwaltung). Kewenangan yang dimiliki oleh lembaga ini termasuk undang-undang lalu lintas wilayah federal, undang-undang kontrol emisi wilayah federal, pembuangan limbah dan undang-undang Uni Eropa. Kategori keempat adalah administrasi “own-law”, di mana Länder merumuskan dan mengelola undang-undang mereka sendiri, tidak dibahas dalam Basic Law. Dalam hal ini, konstitusi dan badan legislatif Länder bersifat 'menentukan' (Gunlicks, 2003: 65). 'Sektoralisasi' (Bulmer, 1983) dari negara Jerman tidak hanya memaksakan batasan jelas sampai dimana kemampuan sistem politik di Jerman untuk dapat memanipulasi parameter kekuasaan negara, tetapi juga menjelaskan bahwa ada kemuhkinan pemain veto dalam sistem untuk menggunakan kekuatan yang berlawanan dari yang telah ditetapkan. Dibandingkan dengan federasi lain seperti Brasil, India, dan Amerika Serikat, sistem partai Jerman lebih menampilkan kecenderungan sentralisasi yang kuat. Sistem pemerintahan di seluruh penjuru mengontrol hampir semua kursi di dua badan tertinggi yakni bundestat-bundesrat, Karena itu, kecenderungan sentralisasi ini diimbangi sampai batas tertentu oleh adanya sumber daya yang tersedia dan sumber daya alternatif di Länder. Singkatnya, tingkat pemerintahan negara bagian pemegang peran yang kuat dalam politik Jerman dan bahwa struktur administrasi bertindak sebagai kendala signifikan pada jenis pemerintahan topdown yang biasanya terkait dengan Inggris, Mereka memberikan konteks institusional bagi partai oposisi untuk bertindak sebagai pemain veto di tingkat nasional dan juga memberikan jeda pada sentralisasi internal sistem politik Jerman. Sistem Pemilihan Umum Jerman adalah satu-satunya negara di dunia yang dicakup yang menggabungkan sistem pluralitas pada pemungutan suara pertama dan sistem proporsional menggunakan rumus Hare / Niemeyer pada pemungutan suara kedua. Dalam kasus Jerman, sistem Hare / Niemeyer, atau sistem “largest reminder” beroperasi di tingkat nasional dan mengalokasikan kembali kursi sesuai dengan kuota atau ambang batas suara yang harus dimenangkan masing-masing pihak untuk mendapatkan kursi. Kuota ditetapkan dengan membagi jumlah suara yang diberikan dengan jumlah kursi yang akan dimasukkan dalam pemilihan selanjutnya. Pemungutan suara untuk masing-masing pihak kemudian dibagi dengan kuota yang ditetapkan ini. Di Parlemen Jerman atau dikenal dengan nama Bundestag, terdapat 598 kursi, 299 kursi diperebutkan melalui sistem pemilihan langsung dan kemudian yang lainnya melalui sistem pemilihan proporsional yang didasarkan pada daftar kandidat. Setiap pemilih di Jerman memilih dua kali dalam satu surat suara. Dalam surat pertama, para pemilih akan memilih satu nama kandidat. Kandidat dengan suara terbanyak yang terpilih di suatu daerah pemilihan, akan mendapat kesmpatana untuk masuk parlemen. Sistem inilah disebut sebagai sistem pemilihan mayoritas. Dengan suara kedua, pemilih akan memilih satu partai. Jumlah perolehan suara satu partai kemudian nantinya akan menentukan jumlah kursi yang direbut di dalam parlemen. Inilah yang disebut sebagai pemilihan tidak langsung. Siapa wakil rakyat nanti yang menjadi anggota parlemen, ditentukan oleh partai. sendiri Sistem pemilihan umum Jerman yang seperti ini akan membuat sulit bagi sebuah partai untuk secara mandiri untuk menimbulkan rasa ingin membentuk negara sendiri, umumnya terjadi hanya ada persekutuan antarpartai atau koalisi. Untuk tidak merumitkan perbandingan karena adanya kehadiran partai-partai kecil, maka diberlakukan ketentuan pembatas. Ketentuan Pembatas adalah pencapaian minimum lima persen suara untuk dapat memperoleh kursi di Bundestag. Artiya, hanya jika perolehan suara suatu partai menembus 5 persen, partai bisa masuk ke dalam parlemen dan mendapatkan kursi. Suara yang dihitung adalah suara kedua dimana saat itu pemilih memilih nama partai bukan calon legislatif. Namun, aturan ini tidak berlaku apabila satu partai bisa memenangkan mandat langsung di minimal 3 distrik pemilihan. Jerman adalah kompensasi, di mana desain surat suara kedua secara khusus dimaksudkan untuk mengimbangi efek yang tidak proporsional dari surat suara pertama, yang cenderung menguntungkan pihak-pihak yang lebih besar. Namun demikian, baik tingkat Federal maupun tingkat negara federal, secara luas sesuai dengan sistem pemilihan campuran yang sama yang dirancang untuk mencegah dominasi satu partai, menutup partai-partai ekstremis dan mencegah fragmentasi sistem partai, mendorong kompetisi politik sentripetal dan menjaga hubungan teritorial yang kuat antara pemilih dan yang terpilih. Ada elemen-elemen dari sistem anggota campuran Jerman, seperti alokasi 'kelebihan suara' (Überhangsmandaten). Sistem Kepartaian Sistem partai biasanya diklasifikasikan berdasarkan jumlah partai-partai 'efektif' yang di dalamnya. Perlu diketahui sebelumnya bahwa sistem kepartaian yang digunakan oleh Jerman selama dua puluh tahun terakhir mengacu pada teori Gordon Smith. Selama periode 1949–2002, periode 30 tahun yang berkonsentrasi system partai ongoing, di mana diartikan sebagain sistem partai yang didominasi oleh dua Volksparteien besar, dan yang kedua, dua system yang berlawanan dengan unsur pertama yang berfungsi untuk memecah atau menurunkan dominasi dan menggeser titik fokus dalam sistem kepartaian untuk lebih ke arah kiri politik. Sistem Kepartaian tingkat nasional di Jerman sejak 1961, tidak ada pihak yang beraliran sebelah kanan selain CDU/CSU yang berhasil atau mampu untuk mengumpulkan cukup suara dalam skala 5 persen atau lebih untuk dapat menunjukkan representasinya. Antara tahun 1961 dan 1983 tidak ada partai-partai lain yang mampu untuk mendampingi baik dari sisi kiri maupun kanann dari Volksparteien (CDU/CSU dan SPD). Namun, selama periode ini FDP liberal dapat mempertahankan dirinya di posisi penting dalam suatu system partai yang disebut system ‘triangular’ (Pappi, 1984). Dalam apa yang disebut sebagai model Pappi tentang sistem partai ‘triangular’, pembagian kiri-kanan dari partai politik partai masih dianggap sebagai suatu model penting, tetapi model kerja sama antara sesama partai-partai berkembang dimana ketiga partai dapat bekerja sama satu sama lain di dalam prosesnya. Dengan demikian, SPD dan CDU/CSU sebagai partai yang cukup dekat satu sama lain untuk dapat bekerja sama dalam system ‘triangular’ dapat memungkinkan kedua pihak untuk membentuk koalisi jika keadaan menuntutnya melakukan demikian. Pada saat yang sama juga, SPD dan FDP berpotensi bekerja sama dalam isu 'sosial liberal', menekankan keadilan sosial dan reformasi, seperti yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak pada saat pemerintah Federal antara tahun 1969 dan 1982. Begitu juga dengan, CDU/CSU dan FDP dapat bekerja sama di sepanjang isu yang mengangkat tema tentang masyarakat borjuis, seperti pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran, hukum dan ketertiban dan bangsa, seperti yang terjadi pada 1950-an dan 1960-an dan antara 1982 dan 1998. Kemudian jika kita membahas sitem partai di tingkat negara bagian, sistem partai lebih lunak jika dibandingkat tingkat sebelumnya dan hambatan untuk masuk ke pasar politik juga lebih mudah diatasi. Pola persaingan politik partai saat ini di parlemen-parlemen negara bagian digambarkan melalui pembagian wilayah yang jelas antara sistem kepartaian di negara-negara Federal yang lama dan yang baru, serta kegagalan partai-partai sayap kanan untuk melakukan politik yang konsisten. Meskipun ada dua jenis sistem utama, namun, dalam partai untuk dapat mencapai keseimbangan dukungan dari pemilih untuk dapat mencapai batas tertentu, tergantung pada masing-masing peraturan pemerintah negara bagian. Akibatnya, pola persaingan politik partai dan kerja sama akan menjadi lebih fleksibel daripada yang terjadi di tingkat Federal, menghasilkan lebih banyak adanya koalisi partai daripada yang terjadi dalam sistem partai nasional di Bundestag yang terkesan sulit dilakukan. Ringkasnya, selama setengah abad sejak berdirinya Republik Federal, terdapat tiga fase utama pengembangan sistem partai di Jerman. Fase pertama, proses yang terbilang stabil di mana jumlah partai di Bundestag berkurang dari sepuluh yang ada di parlemen pada tahun 1949-1953 menjadi hanya tiga partai di tahun 1961. Fase kedua yakni periode keseimbangan antara tahun 1961 dan 1983, ditandai dengan adanya pelaksanaan model partai Pappi ‘triangular’ yang didalamnya tidak hanya ada kompetisi, namun juga kerja sama. Yang ketiga adalah periode dekonsentrasi dan ketidakstabilan terkait dengan proses de-alignment partisan dan munculnya post-materialisme yang ditandai oleh adanya dua persimpangan pada tahun 1983 dan tahun 1990. Daftar Pustaka Hakim, Luqman nul Hakim. 2010. "Transformasi Ekonomi-Politik Jerman dan Regionalisasi Ekonomi di Asia." Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 1, No. 1 79-100. n.d. Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin, Republik Federal Jerman. https://www.kemlu.go.id/berlin/id/Pages/Jerman.aspx.