Uploaded by User6379

ASPEK KEPRILAKUANPADA PENGANGGARAN MODAL

advertisement
ASPEK KEPRILAKUANPADA PENGANGGARAN MODAL
A.
Faktor-faktor Keperilakuan
Manajer keuangan dan akuntan manajemen juga terlibat dalam proses penyusunan
jenis anggaran operasional, baik dalam pengembangan anggaran maupun dalam pelaporan
kinerja setelahnya, manajer keuangan dan akuntan manajemen juga terlibat dalam proses
penyusunan
jenis lain anggaran yaitu anggaran modal (capital budgeting). Karena
keterlibatan ini, maka penting bagi mereka untuk menyadari berbagai faktor, khususnya
faktor-faktor keprilakuan, yang sangat mempengaruhi proses penganggaran modal dan
pengambilan keputusan.
Definisi Penyusunan Anggaran Modal
Penyusunan anggaran modal dapat didefinisikan sebagai proses mengalokasikan
dana untuk proyek atau pembelian jangka panjang. Keputusan penyusunan anggaran modal
dibuat ketika kebutuhan untuk itu muncul dan melibatkan jumlah uang yang relative besar,
komitmen jangka panjang, dan ketidakpastian yang disebabkan oleh panjangnya waktu yang
terlibat dan kesulitan dalam mengestimasikan variable-variabel pengambilan keputusan
(jumlah arus kas, penentuan waktu, dan seterusnya).
Karena melibatkan jumlah dana yang begitu besar, keputusan anggaran modal yang
salah dapat mengakibatkan kebangkrutan, masalah-masalah arus kas yang sulit, atau paling
tidak, kegagalan untuk mengoptimalkan operasi perusahaan.
Jenis dan Pentingnya Faktor-faktor Keperilakuan dari Penyusunan Anggaran Modal
Identifikasi dan spesifikasi atas proyek potensial memerlukan kreativitas dan
kemampuan untuk mengubah ide yang bagus menjadi suatu proyek yang praktis. Menurut
pemikiran, keputusan yang telah dipilih tersebut akan benar-benar objektif, tetapi hal
tersebut sangatlah tidak mungkin terjadi.
Masalah dalam Mengidentifikasi Proyek Potensial
Adalah penting untuk diperhatikan bahwa selalu terdapat minat yang besar dalam
mengevaluasi keberhasilan dari proyek yang dipilih. Akan tetapi, proyek yang dikorbankan,
baik karena tidak adanya identifikasi maupun seleksi, hamper tidak pernah dipertimbangkan
sesudahnya. Hal itu mungkin disebabkan karena biaya kesempatan dari proyek tersebut lebih
besar dibandingkan dengan manfaat dari proyek yang dipilih dan diterapkan.
Masalah Prediksi yang Disebabkan oleh Perilaku Manusia
Memproyeksikan kemulusan dan kesesuaian dari aktivitas individual maupun
kelompok aktifitas untuk suatu periode selama lima sampai dua puluh tahun adalah tindakan
yang berbahaya. Juga diketahui secara umum bahwa orang-orang belajar dengan berlalunya
waktu ketika mereka mengoperasika suatu prosedur tertentu.
Masalah Manajer dan Ukuran Jangka Pendek
Karena jarang terdapat hubungan satu banding satu antara manajer dan proyek, maka
manajer individual akan mengambil alih proyek-proyek dari pendahuluan mereka dan
memulai beberapa proyek mereka sendiri. Sedikit sekali proyek yang akan dimulai dan
diselesaikan oleh manajer yang sama karena tingkat perputaran yang cukup cepat (misalnya
promosi, transfer, dan seterusnya) yang terjadi di kebanyakan organisasi.
Masalah yang Disebabkan oleh Identifikasi Diri Sendiri dengan Proyek
Manajemen puncak sebaiknya menyadari bahwa proses mencoba untuk membuat
proyek yang buruk terlihat bagus dapat menyiksa bahkan manajer yang terbaik sekali pun.
Sebaiknya terdapat mekanisme yang elegan untuk “menyelamatkan” proyek sebelum
manajer yang sebenarnya sangat bagus meninggalkan perusahaan atau bertindak secara
disfungsional untuk menghindari keharusan untuk mengakui bahwa suatu proyek yang
mereka usulkan tidak berhasil.
Pengembangan Anggota dan Proyek Modal
Dalam proses seleksi proyek, manajemen puncak harus mempertimbangkan apakah
proyek yang diusulkan adalah baik untuk pengembangan dari sipengusul proyek tersebut
pada saat ini. Proyek tersebut mungki saja terlalu besar bagi orang atau divisi tersebut untuk
diserap tanpa membuat mereka manjadi putus asa.Dengan demikian, suatu perusahaan dapat
melaksanakan suatu proyek yang melibatkan sedikit laba atau bahkan tidak sama sekali
hanya untuk manfaat pelatihan karyawan.
Penyusunan Anggaran Modal sebagai Ritual
Beberapa ilmuan keperilakuan menyarankan bahwa seluruh proses penyusunan
anggaran modal adalah sebuah ritual. Mereka menyarankan bahwa hanya sedikit proyek
yang diajukan oleh manajer tingkat bawah kecuali jika usulan tersebut memiliki peluang
yang bagus untuk disetujui. Terlalu banyak rasa malu dan “hilang muka” yang
diidentifikasikan dengan proyek yang ditolak.
Perilaku Mencari Resiko dan Menghindari Resiko
Individu bereaksi secara berbeda terhadap resiko. Beberapa orang tampaknya
menikmati pengambilan keputusan yang beresiko dan berada dalam situasi yang beresiko
sementara yang lain mencoba untuk menghindari hal-hal tersebut. kondisi tertentu dari
tingkat penghindara resiko oleh pengambilan keputusan dalam penyusunan anggaran modal
akan mempengaruhi bagaimana orang tersebut bereaksi atas proyek. Berdasarkan kelompok
data yang sama, dua pengambil keputusan yang berbeda kemungkinan besar akan membuat
keputusan yang berlawanan bergantung pada perasaan mereka terhadap resiko.
Membagi Kemiskinan
Fenomena “membagi kemiskinan” seringkali memiliki dampak yang penting dalam
proses penyusunan anggaran modal. Hal ini terjadi ketika tersedia lebih banyak proyek
anggaran modal yang potensial lebih menguntungkan dibandingkan dengan dana yang
tersedia untuk mendanainya, suatu kondisi yang disebut dengan rasionalisasi modal.
B.
Tampilan Rasio
Dalam meninjau faktor-faktor ini, juga dicatat bahwa terdapat masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh kesulitan dalam mengidentifikasikan dan memilih proyek modal dan
kebutuhan akan kreativitas dan penilaian manusia.
Kesimpulannya, seseorang dapat mengatakan bahwa proses penyusunan anggaran
memiliki tampak muka rasionalitas, terutama ketika model matematis yang rumit digunakan.
Model matematis tersebut memberikan atmosfir kepastian, logika, dan ilmu pengetahuan.
Tetapi, yang mendasari proses pengambilan keputusan adalah faktir-faktor keperilakuan
yang disebutkan dalam bab ini. Sayangnya, para pengambil keputusan mungkin tidak ingin
mengakui bahwa faktor-faktor manusia yang irasional mungkin menjadi faktor yang
terpenting dalam penerimaan atau penolakan terhadap suatu proyek tertentu.
C.
Saran-saran Perbaikan
Apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh yang merugikan dari faktorfaktor keperilakuan manusia terhadap proses penyusunan anggara modal? Pertama, adalah
penting bahwa mereka yang terlibat dalam penyusunan anggaran modal menyadari faktorfaktor keperilakuan yang melekat pada proses tersebut. dimana mungkin, faktor-faktor ini
sebaiknya tidak diperbolehkan untuk mengaburkan data keputusan yang relevandan yang
bersifat lebih rasional. Sementara dalah tidak mungkin untuk tidak sama sekali
menghilangkan faktor-faktor manusia, suatu pendekatan yang berhasil akan menekankan
pada kesadaran akan faktor-faktor tersebut dan uasaha-usaha untuk mengendalikan
dampaknya yang disfungsional.
Kesimpulannya, disarankan bahwa mereka yang terlibat dalam proses penyusunan
anggaran modal dan dalam manajemen proyek modal sebaiknya paling tidak menyadari
akan faktor-faktor keperilakuan yang terlibat. Paling tidak, mereka sebaiknya mengambil
langkah-langkah aktif untuk memastikan bahwa faktor-faktor keperilakuan dari penyusunan
anggaran modal tidak menghasilkan keputusan yang suboptimal.
ASPEK KEPERILAKUAN PADA AUDIT INTERNAL
A. Memotivasi Pihak yang Diaudit
Dua dari kebutuhan pokok Maslow adalah kebutuhan untuk menjadi bagian dari
organisasi dan kebutuhan untuk diterima dan dikenal, sehingga dapat melayani auditor
internal secara baik.
Kebutuhan menjadi bagian dari organisasi. Bagian audit merupakan bagian dari
keseluruhan organisasi yang berdedikasi untuk memperbaiki operasi organisasi tersebut.
Pihak yang diaudit dapat dijanjikan bahwa pendapat mereka akan diterima dan
dipertimbangkan untuk dimasukan dalam pertimbangan keseluruhan manajemen guna
memperbaiki kondisi operasi organisasi.
Menghormati diri sendiri dan orang lain. Kebutuhan akan rasa dihormati ini dapat
dikaitkan dengan keyakinan pihak yang diaudit untuk bertindak langsung dalam kerja sama
dengan staf audit untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang bermasalah, membantu dalam
mengidentifikasi kinerja, serta mengembangkan tindakan-tindakan korektif.
B. Hubungan dengan Gaya Manajemen
Terdapat empat gaya manajemen (kepemimpinan) secara umum. Empat gaya
tersebut meliputi :
1. Gaya mengarahkan, pemimpin memberikan instruksi spesifik dan mengawasi
penyesaian pekerjaan dari dekat.
2. Gaya melatih, menjelaskan keputusan menawakan saran, dan mendukung kemajuan
bawahannya.
3. Gaya mendukung, memudahkan dan mendukung upaya bawahan untuk menyelesaika
tugas.
4. Gaya mendelegasikan, menyerahkan tanggung jawab pembuatan keputusan dan
pemecahan masalah kepada awahan secara relative utuh.
C. Pengelolaan Manajemen
Konflik adalah suatu karakteristik yang kerap kali terjadi pada prosesaudit (Chambers et
al, 1987). Konflik dapat terjadi dalam hal :
1. Lingkup
2. Tujuan
3. Tanggung Jawab
4. Nilai
Empat metode khusus yang seara umum digunakan untuk menyelesaikan konflik :
1. Arbitrasi
2. Mediasi
3. Kompromi
4. Langsung
D. Karakteristik Umum Individu
Sifat yang muncul pada berbagai tingkatan dalam setiap individu dari pihak yang
diaudit, meliputi:
1. Menjadi produktif, sibuk pada pekerjaan-pekerjaan yang bermakna.
2. Mempunyai dorongan ke arah dedikasi terhadap suatu usaha yang dianggap penting.
3. Mempunyai keinginan untuk melayani dan memberikan bantuan kepada individu lain.
4. Bebas untuk memilih guna mendapatkan independensi dan kebebasan pilihan.
5. Memiliki sifat yang adil dan jujur.
6. Memiliki bias pada diri sendiri, tercermin pada sikap yang lebih suka dipuji
dibandingkan dengan dikritik.
7. Mencari kepuasan diri sendiri.
8. Memiliki nilai untuk mendapatkan imbalan atas usaha-usahanya.
9. Bersikap seperti orang-orang yang patuh dan dapat beradaptasi secara baik.
10. Menjadi bagian dari tim yang sukses.
11. Memiliki rasa haru atas bencana yang menimpa orang lain.
12. Memiliki keterkaitan pada pemaksimalan kepuasan diri sendiri.
13. Lebih cenderung untuk sensitif dibandingkan dengan membantu orang
E. Kesadaran pada Diri Sendiri
Elemen-elemen utama tersebut adalah:
1. Adanya pengetahuan terhadap kekuatan dan kelemahan orang lain dalam hubungan
secara mental, fisik, emosional, dan karakteristik pribadi.
2. Rasa memiliki terhadap produktivitas dan kepuasan kelompok kerja.
3. Kesadaran terhadap perintah dasar dalam lingkungan relatif yang dimiliki seseorang,
dimana orang tersebut harus menyesuaikan diri dengan kelompok organisasi yang luas.
4. Suatu keinginan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan orang lain.
5. Suatu perasaan memiliki atas produktivitas yang didasarkan pada ego seseorang.
6. Suatu perasaan keterpaduan yang berasal dari kepercayaan bahwa seseorang
berpartisipasi dalam suatu lingkungan secara etis.
F. Pelaksanaa Audit Partisipasi
Selain masalah perilaku pihak yang diaudit, auditor internal juga perlu memahami budaya
organisasi. Porter et al. (1985) mengatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi sikap
dan perilaku auditor.
Elemen-elemen keperilakuan dalan audit partisipasi:
1. Pada awal audit, tanyakan pada pihak yang diaudit bidang mana yang akan diaudit.
2. Bangun suatu pendekatan kerja sama dengan staf pihak yang diaudit dalam menilai
pemrograman dan pelaksanaan audit.
3. Peroleh persetujuan dan rekomendasi untuk tindakan koreksi.
4. Dapatkan persetujuan atas isi laporan.
5. Memasukkan informasi nyata pada laporan audit.
ASPEK KEPERLAKUAN PADA ETIKA AKUNTAN
A. Dilema Etika
Akuntan didalam aktivitas auditnya memiliki banyak hal yang harus dipertimbangkan
karena auditor mewakili banyak konflik kepentingan yang melekat dalam proses audit
(built-in conflict of interest). Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika auditor
diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan integritasnya dalam
imbalan ekonomis yang mungkin dijanjikan disisi lain.
Dilema etika muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena auditor berada dalam
situasi pengambilan keputusan antara yang etis dan tidak etis.
Penalaran Moral
Penalaran moral (moral reasoning) dan pengembangan memainkan peran kunci dalam
seluruh area profesi akuntansi. Akuntan yang secara kontinu dihadapkan pada dilema berada
pada konflik nilai. Akuntan pajak misalnya, ketika memutuskan kebijakan mengenai metode
akuntansi yang akan dipilih, membutuhkan waktu untuk memutuskan antara metode yang
mencerminkan sifat ekonomi sesungguhnya dari transaksi atau metode yang paling sesuai
menggambarkan perusahaan
Model Pengambilan Keputusan Etis
Banyak sumber berbeda telah menyajikan landasan konseptual tentang besaran riset
perilaku etis akuntan. Misalnya saja, kerangka kerja teoritis tentang pengambilan keputusan
etis dipinjam dari psikologi sosial.
Pendekatan Kognitif Lingkungan Terhadap Pengembalian Keputusan Etis
Ketika banyak riset yang berhubungan dengan perilaku etis individual untuk
mengukur tingkat moral reasoning individual, telah berkembang pendekatan tambahan yang
membahas komponen lain dari model riset. Misalnya, mereka menyebutnya Skala Etis
Multidimensional (SEM) sebagai ukuran kesadaran modal, yang merupakan komponen
pertama dari model rest dan menghubungkan teori perencanaan perilaku dengan komponen
lain.
Reidenach mengembangkan SEM untuk fokus pada dinamika pengambilan keputusan
yang melibatkan perilaku etis yang belum diselidiki. Delapan skala likert yang bipolar
dibagi kedalam tiga dimensi, yaitu keadilan moral, relativisme dan kontraktualisme, yang
dimasukkan dalam ukuran. Skenario etis degunakan dengan memasukkan deskripsi atas
situasi tunggal sepanjang 100 kata. Flory et al, menggunakan SEM untuk mengkaji respon
etis terhadap 300 akuntan manajemen yang bersertifikat terhadap empat skenario
manajemen laba. Tujuan utama dari studi tersubut adalah memvalidasi penggunaan SEM
dalam konteks akuntansi. Ketika tujuan ini dicapai, gambaran yang ditampilkan tidak
mendukung variabilitas antar subjek, sehingga menghasilkan perhatian pada validasi
eksternal.
Cohen kemudian memperluas riset Reidabach dan Robin terhadap situasi
multinasional. Hasil untuk sampel subjek di negara-negara Amerika Serikat dan lainnya
menunjukkan munculnya konflik tambahan yaitu utilitarianisme yang penting dalam
pengambilan keputusan etis. Sementara SEM dikritik sebagai gagal untuk memasukkan
kerangka kerja psikolog dalam proses ethical reasoning Flory merespon dengan
menunjukkan bagaimana ukuran ini secara teoritis berbeda dari karya pengembangan moral
Kolhberg dan Rest, serta bahwa ukuran ini mungkin menjadi alat yang lebih baik untuk
memahami proses moral reasoning akuntan.
Model Alternatif Pengambilan Keputusan Etis
Diluar bidang psikologi sosial, Noreen (1988) memperluas teori agensi dengan
membahas ekonomi etis dalam konteks kontrak. Didasarkan pada minat individual, dia
menyatakan aksi yang paling menguntungkan. Terdapat model pengambilan keputusan etis
lain yang dikembangkan secara spesifik untuk profesi akuntansi. Misalnya, untuk lebih
memahami situasi dimana auditor dianggap melanggar kode etik dan perilaku profesional
AICPA, lampe dan finn membuat model dari proses keputusan etis auditor sebagai proses
dengan lima elimen (pemahaman keuntungan, pengendalian dampak, keputusan lain,
penilaian lain, dan pengambilan keputusan final) untuk dibandingkan dengan model yang
berbasis kode etik dan perilaku profesional AICPA. Dengan cara yang sama, finn dan lampe
membuat model dari keputusan berkaitan dengan penyampaian pengaduan auditor.
Dalam mengomentari keadaan riset saat ini dalam paradigma etika akuntansi,
Machintosh yang mengadopsi perspektif filosofi sosial, menyatakan bahwa riset saat ini
menekankan suatu perspektif yang hanya mengukur penerimaan sosial, dan bukannya
perspektif etis yang sesungguhnya. Ia menyatakan bahwa sementara riset sekarang
menggunakan ukuran etis alternatif, orang berperilaku agak etis atau kurang etis, ini adalah
masalah ini atau itu.
Terakhir, ia mempertanyakan penggunaan metodologi positivistik saat ini dengan
mencatat bahwa etika adalah masalah nilai (apa yang seharusnya) dan bukan fakta (apa ini).
Lebihlanjut lagi, masalah ini semakin rumit dengan adanya fakta bahwa individu yang
berbeda mungkin menyampaikan sasaran normatif yang berbeda yang didasarkan pada
konteks dan individu masing-masing.
B. Riset Perilaku Etis Akuntan
Bagian berikut mendefinisikan dan menjelaskan empat area riset akuntansi utama yang
menyelidiki tingkat moral reasoning akuntan dan perilaku yang berhubungan, yaitu studi
pendidikan etika, studi pengembangan etika, studi penilaian etika, dan studi etika lintas
budaya. Studi pendidikan etika menyelidiki apakah pendidikan memengaruhi keahlian moral
reasonig siswa dalam program akuntansi.
Studi pengembangan etika berusaha meningkatkan poin kerier mereka. Studi penilaian
etika mengkaji hubungan antara ukurn moral reasoning dengan perilaku spesifik dalam
akuntansi, auditing, atau perpajakan. Terakhir, studi etika lintas budaya menyelidiki
perbedaan dalam keahlian moral reasoning dan/atau keputusan etika akuntan dari belahan
dunia yang berbeda.
Studi Pendidikan Etika
Studi pendidikan etika berusaha menentukan efek pendidikan terhadap keahlian moral
reasoning dari para praktisi dan mahasiswa akuntansi. Sementara hasil dari banyak studi
umumnya telah menunjukkan bahwa pendidikan kampus secara positif berhubungan dengan
pengaruh tingkat moral reasoning individual, temuan dalam ranah akuntansi telah
menunjukkan bahwa akuntan pada umumnya tidak mengalami kemajuan pada tingkat
perkembangan moral sama seperti lulusan kampus lainnya.
M. Armstrong (1987)
Satu studi pertama yang menyelidiki hubungan antara perkembangan moral dan riset
perilaku dilakukan M. Armstrong (1987). Tingkat moral reasoning dari CPA dibandingkan
dengan yang sudah dan belum lulus. Hal yang mengejutkan, skor DIT rata-rata CPA secara
signifikan lebih rendah dari pada kedua kelompok tersebut. M.armstrong (1987)
menyimpulkan bahwa para CPA yang menjadi responden kelihatannya mencapai tingkat
kematangan moral orang dewasa pada umumnya.
Ponemon Dan Glazer (1990)
Poneman dan Glazer memperluas penyelidikan ke dalam tingkat moral reasoning
akuntan dengan membandingkan mahasiswa dengan alumni untuk dua lembaga pendidikan
yang terletak di daerah timur amerika serikat. Lembaga yang pertama adalah suatu kampus
seni liberal swasta yang menawarkan jurusan akuntansi. Sementara lembaga yang kedua,
american assembly of colligiate school bisiness (AACSB) merupakan lembaga yang
terpandang dalam mengadakan program akuntansi.
St. Pierre, Nelson dan Gabbin (1990)
St Pierre et al. Mengkaji hubungan tingkat moral reasoning. Sampel yang terdiri atas
479 mahasiswa senior dari semua disiplin ilmu yang berbeda yang terdiri atas jurusan bisnis
dan non bisnis pada universitas ukuran menengah di bagian timur Amerika serikat diminta
untuk melengkapi DIT. Ukuran lain yang dikumpulkan berkaitan dengan subjek adalah
jurusan, gender, dan paparan awal terhadap etika dalam kurikulum formal.
Studi Pengembangan Etika
Sementara studi pendidikan etika mengkaji dampak pendidikan terhadap praktisi dan
mahasiswa akuntansi, studi pengembangan etika berfokus pada pengembangan moral
reasoning dalam profesi akuntansi. Beberapa studi misalnya menemukan bahwa posisi
auditor dalam perusahaan berbanding terbalik dengan tingkat moral reasoning. Riset
memberikan bukti kuat mengenai eksistensi sosialisasi etis. Individu yang dipromosikan
mempunyai tingkat ethical reasoning yang serupa dengan manajemen. Bukti ini mendukung
keyakinan bahwa promosi individual dapat ditekan oleh budaya etika perusahaan.
Ponemon (1990)
Ponemon menyelidiki ethical reasoning dan penilaian praktisi akuntansi dalam
perusahaan publik. Lima puluh dua praktisi CPA dari bermacam-macam posisi diperusahaan
publik di daerah timur laut Amerika Serikat berpartisipasi dalam studi. Subjek mengisi
wawancara penilaian moral atau MJI dan paradigma auditing. Dilema auditing
dikembangkan dari studi kasus dari kehidupan nyata yang melibatkan kantor akuntan publik
dan dua klien audit besar.
Dilema tersebut digambarkan sebagai serangkaian kejadian yang terjadi dalam suatu
krisis dengan kedua klien. Baik MJI dan dilema auditing diskor secara serupa, sehingga
memungkinkan
untuk
membandingkan
secara
langsung
skor
tersebut.
Hasilnya
menunjukkan bahawa subjek tidak berbeda secara signifikan antara kedua dilema.
Studi Keputusan Etis
Studi keputusan etis berfokus kepada hubungan antara bermacam-macam ukuran dan
perilaku terhadap bidang akuntansi. Bagian berikut menelaah studi representatif yang
mengkaji:
1. Isu independensi
a. Penemon dan Gabhart (1990)
b. Windsor dan Ashkanasy (1995)
c. Schatzberg, Sevcik, dan Shapiro (1996)
d. Shaub dan Lawrence (1996)
2. Pelanggaran lain kode etik dan perilaku profesional AICPA
a. Lampe dan Finn (1992)
b. Shaub, Finn, dan Munter (1993)
c. Dreike dan Moeckel (1995)
3. Mendeteksi dan Mengkominikasi Kecurangan
a. Arnold dan Penemon (1991)
b. Finn dan Lampe (1992)
c. Ponemon (1993b)
d. Hooks, Kaplan, dan Schultz (1994)
e. Bernardi (1994)
4. Ketidakpatuhan pembayaran pajak
a. Ghosh and Crain (1996)
b. Hanno dan Violette (1996)
5. Perilaku disfungsional lain
a. Ponemon (1992b)
b. Ponemon (1995)
Studi Etis Lintas Budaya
Sebagian besar studi yang berhubungan dengan akntansi dan etika difokuskan kepada
profesi akuntansi di Amerika serikat. Perbedaan budaya mungkin muncul diantara kelompok
profesi akuntansi dari negara berbeda. Meskipun demikian, perbandingan antara profesi
akuntansi di Amerika Serikat dengan kelompok lain dapat memberikan pemahaman yang
berharga tentang penetapan standar organisasi internasional.
C. Implikasi bagi Riset Mendatang
Satu masalah menonjol yang masih dihadapi oleh peneliti akuntansi dalam
menyelidiki dimensi etika profesi akuntansi berhubungn dengan keputusan apakah akan
terus memperluas atau menyatukan teori konflik dan ukuran dalam kerangka kerja
pengambilan keputusan etika empat komponen dari Rest. Gaa misalnya, menekankan
pentingnya kemajuan diluar penjelasan ini dan menyampaikan penempatan kerangka kerja
teoretis kognisi moral yang spesifik bagi profesi akuntansi. Ia menyampaikan bahwa
kerangka kerja ini harus melibatkan pengakuan atas peranan akuntan dalam masyarakat dan
tanggung jawab mereka terhadap bermacam-macam pemangku kepentingan, serta keahlian
moral akuntan.
Dengan cara yang sama, Ponemon dan Gabhart dalam bidang etika untuk auditor dan
akuntan mengakui bahwa keputusan-keputusan akuntan telah menjadi subjek dari
bermacam-macam kelompok konstituen termasuk organisasi klien yang menbayar pelayanan
mereka, kantor akuntan profesional di mana karyawan menjadi anggota akuntan, profesi
akuntan itu sendiri, dan publik umum (yang mengandalkan angka-angka dalam laporan
keuangan).
Tanggung jawab beragam ini (dan sering kali bertentangan) menunjukkan bahwa
proses resolusi konflik etika akuntan mungkin tidak cukup sesuai dengan model
pengambilan keputusan yang lebih umum dari Rest. Meskipun demikian jika model Rest
sahih untuk menjelaskan perilaku etis akuntan, maka ukuran dan konflik yang bertentangan
dalam menghubungkan keempat komponen tersebut harus disatukan.
Download