ASPEK KEPRILAKUANPADA PENGANGGARAN MODAL A. Faktor-faktor Keperilakuan Manajer keuangan dan akuntan manajemen juga terlibat dalam proses penyusunan jenis anggaran operasional, baik dalam pengembangan anggaran maupun dalam pelaporan kinerja setelahnya, manajer keuangan dan akuntan manajemen juga terlibat dalam proses penyusunan jenis lain anggaran yaitu anggaran modal (capital budgeting). Karena keterlibatan ini, maka penting bagi mereka untuk menyadari berbagai faktor, khususnya faktor-faktor keprilakuan, yang sangat mempengaruhi proses penganggaran modal dan pengambilan keputusan. Definisi Penyusunan Anggaran Modal Penyusunan anggaran modal dapat didefinisikan sebagai proses mengalokasikan dana untuk proyek atau pembelian jangka panjang. Keputusan penyusunan anggaran modal dibuat ketika kebutuhan untuk itu muncul dan melibatkan jumlah uang yang relative besar, komitmen jangka panjang, dan ketidakpastian yang disebabkan oleh panjangnya waktu yang terlibat dan kesulitan dalam mengestimasikan variable-variabel pengambilan keputusan (jumlah arus kas, penentuan waktu, dan seterusnya). Karena melibatkan jumlah dana yang begitu besar, keputusan anggaran modal yang salah dapat mengakibatkan kebangkrutan, masalah-masalah arus kas yang sulit, atau paling tidak, kegagalan untuk mengoptimalkan operasi perusahaan. Jenis dan Pentingnya Faktor-faktor Keperilakuan dari Penyusunan Anggaran Modal Identifikasi dan spesifikasi atas proyek potensial memerlukan kreativitas dan kemampuan untuk mengubah ide yang bagus menjadi suatu proyek yang praktis. Menurut pemikiran, keputusan yang telah dipilih tersebut akan benar-benar objektif, tetapi hal tersebut sangatlah tidak mungkin terjadi. Masalah dalam Mengidentifikasi Proyek Potensial Adalah penting untuk diperhatikan bahwa selalu terdapat minat yang besar dalam mengevaluasi keberhasilan dari proyek yang dipilih. Akan tetapi, proyek yang dikorbankan, baik karena tidak adanya identifikasi maupun seleksi, hamper tidak pernah dipertimbangkan sesudahnya. Hal itu mungkin disebabkan karena biaya kesempatan dari proyek tersebut lebih besar dibandingkan dengan manfaat dari proyek yang dipilih dan diterapkan. Masalah Prediksi yang Disebabkan oleh Perilaku Manusia Memproyeksikan kemulusan dan kesesuaian dari aktivitas individual maupun kelompok aktifitas untuk suatu periode selama lima sampai dua puluh tahun adalah tindakan yang berbahaya. Juga diketahui secara umum bahwa orang-orang belajar dengan berlalunya waktu ketika mereka mengoperasika suatu prosedur tertentu. Masalah Manajer dan Ukuran Jangka Pendek Karena jarang terdapat hubungan satu banding satu antara manajer dan proyek, maka manajer individual akan mengambil alih proyek-proyek dari pendahuluan mereka dan memulai beberapa proyek mereka sendiri. Sedikit sekali proyek yang akan dimulai dan diselesaikan oleh manajer yang sama karena tingkat perputaran yang cukup cepat (misalnya promosi, transfer, dan seterusnya) yang terjadi di kebanyakan organisasi. Masalah yang Disebabkan oleh Identifikasi Diri Sendiri dengan Proyek Manajemen puncak sebaiknya menyadari bahwa proses mencoba untuk membuat proyek yang buruk terlihat bagus dapat menyiksa bahkan manajer yang terbaik sekali pun. Sebaiknya terdapat mekanisme yang elegan untuk “menyelamatkan” proyek sebelum manajer yang sebenarnya sangat bagus meninggalkan perusahaan atau bertindak secara disfungsional untuk menghindari keharusan untuk mengakui bahwa suatu proyek yang mereka usulkan tidak berhasil. Pengembangan Anggota dan Proyek Modal Dalam proses seleksi proyek, manajemen puncak harus mempertimbangkan apakah proyek yang diusulkan adalah baik untuk pengembangan dari sipengusul proyek tersebut pada saat ini. Proyek tersebut mungki saja terlalu besar bagi orang atau divisi tersebut untuk diserap tanpa membuat mereka manjadi putus asa.Dengan demikian, suatu perusahaan dapat melaksanakan suatu proyek yang melibatkan sedikit laba atau bahkan tidak sama sekali hanya untuk manfaat pelatihan karyawan. Penyusunan Anggaran Modal sebagai Ritual Beberapa ilmuan keperilakuan menyarankan bahwa seluruh proses penyusunan anggaran modal adalah sebuah ritual. Mereka menyarankan bahwa hanya sedikit proyek yang diajukan oleh manajer tingkat bawah kecuali jika usulan tersebut memiliki peluang yang bagus untuk disetujui. Terlalu banyak rasa malu dan “hilang muka” yang diidentifikasikan dengan proyek yang ditolak. Perilaku Mencari Resiko dan Menghindari Resiko Individu bereaksi secara berbeda terhadap resiko. Beberapa orang tampaknya menikmati pengambilan keputusan yang beresiko dan berada dalam situasi yang beresiko sementara yang lain mencoba untuk menghindari hal-hal tersebut. kondisi tertentu dari tingkat penghindara resiko oleh pengambilan keputusan dalam penyusunan anggaran modal akan mempengaruhi bagaimana orang tersebut bereaksi atas proyek. Berdasarkan kelompok data yang sama, dua pengambil keputusan yang berbeda kemungkinan besar akan membuat keputusan yang berlawanan bergantung pada perasaan mereka terhadap resiko. Membagi Kemiskinan Fenomena “membagi kemiskinan” seringkali memiliki dampak yang penting dalam proses penyusunan anggaran modal. Hal ini terjadi ketika tersedia lebih banyak proyek anggaran modal yang potensial lebih menguntungkan dibandingkan dengan dana yang tersedia untuk mendanainya, suatu kondisi yang disebut dengan rasionalisasi modal. B. Tampilan Rasio Dalam meninjau faktor-faktor ini, juga dicatat bahwa terdapat masalah-masalah yang ditimbulkan oleh kesulitan dalam mengidentifikasikan dan memilih proyek modal dan kebutuhan akan kreativitas dan penilaian manusia. Kesimpulannya, seseorang dapat mengatakan bahwa proses penyusunan anggaran memiliki tampak muka rasionalitas, terutama ketika model matematis yang rumit digunakan. Model matematis tersebut memberikan atmosfir kepastian, logika, dan ilmu pengetahuan. Tetapi, yang mendasari proses pengambilan keputusan adalah faktir-faktor keperilakuan yang disebutkan dalam bab ini. Sayangnya, para pengambil keputusan mungkin tidak ingin mengakui bahwa faktor-faktor manusia yang irasional mungkin menjadi faktor yang terpenting dalam penerimaan atau penolakan terhadap suatu proyek tertentu. C. Saran-saran Perbaikan Apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh yang merugikan dari faktorfaktor keperilakuan manusia terhadap proses penyusunan anggara modal? Pertama, adalah penting bahwa mereka yang terlibat dalam penyusunan anggaran modal menyadari faktorfaktor keperilakuan yang melekat pada proses tersebut. dimana mungkin, faktor-faktor ini sebaiknya tidak diperbolehkan untuk mengaburkan data keputusan yang relevandan yang bersifat lebih rasional. Sementara dalah tidak mungkin untuk tidak sama sekali menghilangkan faktor-faktor manusia, suatu pendekatan yang berhasil akan menekankan pada kesadaran akan faktor-faktor tersebut dan uasaha-usaha untuk mengendalikan dampaknya yang disfungsional. Kesimpulannya, disarankan bahwa mereka yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran modal dan dalam manajemen proyek modal sebaiknya paling tidak menyadari akan faktor-faktor keperilakuan yang terlibat. Paling tidak, mereka sebaiknya mengambil langkah-langkah aktif untuk memastikan bahwa faktor-faktor keperilakuan dari penyusunan anggaran modal tidak menghasilkan keputusan yang suboptimal. ASPEK KEPERILAKUAN PADA AUDIT INTERNAL A. Memotivasi Pihak yang Diaudit Dua dari kebutuhan pokok Maslow adalah kebutuhan untuk menjadi bagian dari organisasi dan kebutuhan untuk diterima dan dikenal, sehingga dapat melayani auditor internal secara baik. Kebutuhan menjadi bagian dari organisasi. Bagian audit merupakan bagian dari keseluruhan organisasi yang berdedikasi untuk memperbaiki operasi organisasi tersebut. Pihak yang diaudit dapat dijanjikan bahwa pendapat mereka akan diterima dan dipertimbangkan untuk dimasukan dalam pertimbangan keseluruhan manajemen guna memperbaiki kondisi operasi organisasi. Menghormati diri sendiri dan orang lain. Kebutuhan akan rasa dihormati ini dapat dikaitkan dengan keyakinan pihak yang diaudit untuk bertindak langsung dalam kerja sama dengan staf audit untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang bermasalah, membantu dalam mengidentifikasi kinerja, serta mengembangkan tindakan-tindakan korektif. B. Hubungan dengan Gaya Manajemen Terdapat empat gaya manajemen (kepemimpinan) secara umum. Empat gaya tersebut meliputi : 1. Gaya mengarahkan, pemimpin memberikan instruksi spesifik dan mengawasi penyesaian pekerjaan dari dekat. 2. Gaya melatih, menjelaskan keputusan menawakan saran, dan mendukung kemajuan bawahannya. 3. Gaya mendukung, memudahkan dan mendukung upaya bawahan untuk menyelesaika tugas. 4. Gaya mendelegasikan, menyerahkan tanggung jawab pembuatan keputusan dan pemecahan masalah kepada awahan secara relative utuh. C. Pengelolaan Manajemen Konflik adalah suatu karakteristik yang kerap kali terjadi pada prosesaudit (Chambers et al, 1987). Konflik dapat terjadi dalam hal : 1. Lingkup 2. Tujuan 3. Tanggung Jawab 4. Nilai Empat metode khusus yang seara umum digunakan untuk menyelesaikan konflik : 1. Arbitrasi 2. Mediasi 3. Kompromi 4. Langsung D. Karakteristik Umum Individu Sifat yang muncul pada berbagai tingkatan dalam setiap individu dari pihak yang diaudit, meliputi: 1. Menjadi produktif, sibuk pada pekerjaan-pekerjaan yang bermakna. 2. Mempunyai dorongan ke arah dedikasi terhadap suatu usaha yang dianggap penting. 3. Mempunyai keinginan untuk melayani dan memberikan bantuan kepada individu lain. 4. Bebas untuk memilih guna mendapatkan independensi dan kebebasan pilihan. 5. Memiliki sifat yang adil dan jujur. 6. Memiliki bias pada diri sendiri, tercermin pada sikap yang lebih suka dipuji dibandingkan dengan dikritik. 7. Mencari kepuasan diri sendiri. 8. Memiliki nilai untuk mendapatkan imbalan atas usaha-usahanya. 9. Bersikap seperti orang-orang yang patuh dan dapat beradaptasi secara baik. 10. Menjadi bagian dari tim yang sukses. 11. Memiliki rasa haru atas bencana yang menimpa orang lain. 12. Memiliki keterkaitan pada pemaksimalan kepuasan diri sendiri. 13. Lebih cenderung untuk sensitif dibandingkan dengan membantu orang E. Kesadaran pada Diri Sendiri Elemen-elemen utama tersebut adalah: 1. Adanya pengetahuan terhadap kekuatan dan kelemahan orang lain dalam hubungan secara mental, fisik, emosional, dan karakteristik pribadi. 2. Rasa memiliki terhadap produktivitas dan kepuasan kelompok kerja. 3. Kesadaran terhadap perintah dasar dalam lingkungan relatif yang dimiliki seseorang, dimana orang tersebut harus menyesuaikan diri dengan kelompok organisasi yang luas. 4. Suatu keinginan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan orang lain. 5. Suatu perasaan memiliki atas produktivitas yang didasarkan pada ego seseorang. 6. Suatu perasaan keterpaduan yang berasal dari kepercayaan bahwa seseorang berpartisipasi dalam suatu lingkungan secara etis. F. Pelaksanaa Audit Partisipasi Selain masalah perilaku pihak yang diaudit, auditor internal juga perlu memahami budaya organisasi. Porter et al. (1985) mengatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi sikap dan perilaku auditor. Elemen-elemen keperilakuan dalan audit partisipasi: 1. Pada awal audit, tanyakan pada pihak yang diaudit bidang mana yang akan diaudit. 2. Bangun suatu pendekatan kerja sama dengan staf pihak yang diaudit dalam menilai pemrograman dan pelaksanaan audit. 3. Peroleh persetujuan dan rekomendasi untuk tindakan koreksi. 4. Dapatkan persetujuan atas isi laporan. 5. Memasukkan informasi nyata pada laporan audit. ASPEK KEPERLAKUAN PADA ETIKA AKUNTAN A. Dilema Etika Akuntan didalam aktivitas auditnya memiliki banyak hal yang harus dipertimbangkan karena auditor mewakili banyak konflik kepentingan yang melekat dalam proses audit (built-in conflict of interest). Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan integritasnya dalam imbalan ekonomis yang mungkin dijanjikan disisi lain. Dilema etika muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena auditor berada dalam situasi pengambilan keputusan antara yang etis dan tidak etis. Penalaran Moral Penalaran moral (moral reasoning) dan pengembangan memainkan peran kunci dalam seluruh area profesi akuntansi. Akuntan yang secara kontinu dihadapkan pada dilema berada pada konflik nilai. Akuntan pajak misalnya, ketika memutuskan kebijakan mengenai metode akuntansi yang akan dipilih, membutuhkan waktu untuk memutuskan antara metode yang mencerminkan sifat ekonomi sesungguhnya dari transaksi atau metode yang paling sesuai menggambarkan perusahaan Model Pengambilan Keputusan Etis Banyak sumber berbeda telah menyajikan landasan konseptual tentang besaran riset perilaku etis akuntan. Misalnya saja, kerangka kerja teoritis tentang pengambilan keputusan etis dipinjam dari psikologi sosial. Pendekatan Kognitif Lingkungan Terhadap Pengembalian Keputusan Etis Ketika banyak riset yang berhubungan dengan perilaku etis individual untuk mengukur tingkat moral reasoning individual, telah berkembang pendekatan tambahan yang membahas komponen lain dari model riset. Misalnya, mereka menyebutnya Skala Etis Multidimensional (SEM) sebagai ukuran kesadaran modal, yang merupakan komponen pertama dari model rest dan menghubungkan teori perencanaan perilaku dengan komponen lain. Reidenach mengembangkan SEM untuk fokus pada dinamika pengambilan keputusan yang melibatkan perilaku etis yang belum diselidiki. Delapan skala likert yang bipolar dibagi kedalam tiga dimensi, yaitu keadilan moral, relativisme dan kontraktualisme, yang dimasukkan dalam ukuran. Skenario etis degunakan dengan memasukkan deskripsi atas situasi tunggal sepanjang 100 kata. Flory et al, menggunakan SEM untuk mengkaji respon etis terhadap 300 akuntan manajemen yang bersertifikat terhadap empat skenario manajemen laba. Tujuan utama dari studi tersubut adalah memvalidasi penggunaan SEM dalam konteks akuntansi. Ketika tujuan ini dicapai, gambaran yang ditampilkan tidak mendukung variabilitas antar subjek, sehingga menghasilkan perhatian pada validasi eksternal. Cohen kemudian memperluas riset Reidabach dan Robin terhadap situasi multinasional. Hasil untuk sampel subjek di negara-negara Amerika Serikat dan lainnya menunjukkan munculnya konflik tambahan yaitu utilitarianisme yang penting dalam pengambilan keputusan etis. Sementara SEM dikritik sebagai gagal untuk memasukkan kerangka kerja psikolog dalam proses ethical reasoning Flory merespon dengan menunjukkan bagaimana ukuran ini secara teoritis berbeda dari karya pengembangan moral Kolhberg dan Rest, serta bahwa ukuran ini mungkin menjadi alat yang lebih baik untuk memahami proses moral reasoning akuntan. Model Alternatif Pengambilan Keputusan Etis Diluar bidang psikologi sosial, Noreen (1988) memperluas teori agensi dengan membahas ekonomi etis dalam konteks kontrak. Didasarkan pada minat individual, dia menyatakan aksi yang paling menguntungkan. Terdapat model pengambilan keputusan etis lain yang dikembangkan secara spesifik untuk profesi akuntansi. Misalnya, untuk lebih memahami situasi dimana auditor dianggap melanggar kode etik dan perilaku profesional AICPA, lampe dan finn membuat model dari proses keputusan etis auditor sebagai proses dengan lima elimen (pemahaman keuntungan, pengendalian dampak, keputusan lain, penilaian lain, dan pengambilan keputusan final) untuk dibandingkan dengan model yang berbasis kode etik dan perilaku profesional AICPA. Dengan cara yang sama, finn dan lampe membuat model dari keputusan berkaitan dengan penyampaian pengaduan auditor. Dalam mengomentari keadaan riset saat ini dalam paradigma etika akuntansi, Machintosh yang mengadopsi perspektif filosofi sosial, menyatakan bahwa riset saat ini menekankan suatu perspektif yang hanya mengukur penerimaan sosial, dan bukannya perspektif etis yang sesungguhnya. Ia menyatakan bahwa sementara riset sekarang menggunakan ukuran etis alternatif, orang berperilaku agak etis atau kurang etis, ini adalah masalah ini atau itu. Terakhir, ia mempertanyakan penggunaan metodologi positivistik saat ini dengan mencatat bahwa etika adalah masalah nilai (apa yang seharusnya) dan bukan fakta (apa ini). Lebihlanjut lagi, masalah ini semakin rumit dengan adanya fakta bahwa individu yang berbeda mungkin menyampaikan sasaran normatif yang berbeda yang didasarkan pada konteks dan individu masing-masing. B. Riset Perilaku Etis Akuntan Bagian berikut mendefinisikan dan menjelaskan empat area riset akuntansi utama yang menyelidiki tingkat moral reasoning akuntan dan perilaku yang berhubungan, yaitu studi pendidikan etika, studi pengembangan etika, studi penilaian etika, dan studi etika lintas budaya. Studi pendidikan etika menyelidiki apakah pendidikan memengaruhi keahlian moral reasonig siswa dalam program akuntansi. Studi pengembangan etika berusaha meningkatkan poin kerier mereka. Studi penilaian etika mengkaji hubungan antara ukurn moral reasoning dengan perilaku spesifik dalam akuntansi, auditing, atau perpajakan. Terakhir, studi etika lintas budaya menyelidiki perbedaan dalam keahlian moral reasoning dan/atau keputusan etika akuntan dari belahan dunia yang berbeda. Studi Pendidikan Etika Studi pendidikan etika berusaha menentukan efek pendidikan terhadap keahlian moral reasoning dari para praktisi dan mahasiswa akuntansi. Sementara hasil dari banyak studi umumnya telah menunjukkan bahwa pendidikan kampus secara positif berhubungan dengan pengaruh tingkat moral reasoning individual, temuan dalam ranah akuntansi telah menunjukkan bahwa akuntan pada umumnya tidak mengalami kemajuan pada tingkat perkembangan moral sama seperti lulusan kampus lainnya. M. Armstrong (1987) Satu studi pertama yang menyelidiki hubungan antara perkembangan moral dan riset perilaku dilakukan M. Armstrong (1987). Tingkat moral reasoning dari CPA dibandingkan dengan yang sudah dan belum lulus. Hal yang mengejutkan, skor DIT rata-rata CPA secara signifikan lebih rendah dari pada kedua kelompok tersebut. M.armstrong (1987) menyimpulkan bahwa para CPA yang menjadi responden kelihatannya mencapai tingkat kematangan moral orang dewasa pada umumnya. Ponemon Dan Glazer (1990) Poneman dan Glazer memperluas penyelidikan ke dalam tingkat moral reasoning akuntan dengan membandingkan mahasiswa dengan alumni untuk dua lembaga pendidikan yang terletak di daerah timur amerika serikat. Lembaga yang pertama adalah suatu kampus seni liberal swasta yang menawarkan jurusan akuntansi. Sementara lembaga yang kedua, american assembly of colligiate school bisiness (AACSB) merupakan lembaga yang terpandang dalam mengadakan program akuntansi. St. Pierre, Nelson dan Gabbin (1990) St Pierre et al. Mengkaji hubungan tingkat moral reasoning. Sampel yang terdiri atas 479 mahasiswa senior dari semua disiplin ilmu yang berbeda yang terdiri atas jurusan bisnis dan non bisnis pada universitas ukuran menengah di bagian timur Amerika serikat diminta untuk melengkapi DIT. Ukuran lain yang dikumpulkan berkaitan dengan subjek adalah jurusan, gender, dan paparan awal terhadap etika dalam kurikulum formal. Studi Pengembangan Etika Sementara studi pendidikan etika mengkaji dampak pendidikan terhadap praktisi dan mahasiswa akuntansi, studi pengembangan etika berfokus pada pengembangan moral reasoning dalam profesi akuntansi. Beberapa studi misalnya menemukan bahwa posisi auditor dalam perusahaan berbanding terbalik dengan tingkat moral reasoning. Riset memberikan bukti kuat mengenai eksistensi sosialisasi etis. Individu yang dipromosikan mempunyai tingkat ethical reasoning yang serupa dengan manajemen. Bukti ini mendukung keyakinan bahwa promosi individual dapat ditekan oleh budaya etika perusahaan. Ponemon (1990) Ponemon menyelidiki ethical reasoning dan penilaian praktisi akuntansi dalam perusahaan publik. Lima puluh dua praktisi CPA dari bermacam-macam posisi diperusahaan publik di daerah timur laut Amerika Serikat berpartisipasi dalam studi. Subjek mengisi wawancara penilaian moral atau MJI dan paradigma auditing. Dilema auditing dikembangkan dari studi kasus dari kehidupan nyata yang melibatkan kantor akuntan publik dan dua klien audit besar. Dilema tersebut digambarkan sebagai serangkaian kejadian yang terjadi dalam suatu krisis dengan kedua klien. Baik MJI dan dilema auditing diskor secara serupa, sehingga memungkinkan untuk membandingkan secara langsung skor tersebut. Hasilnya menunjukkan bahawa subjek tidak berbeda secara signifikan antara kedua dilema. Studi Keputusan Etis Studi keputusan etis berfokus kepada hubungan antara bermacam-macam ukuran dan perilaku terhadap bidang akuntansi. Bagian berikut menelaah studi representatif yang mengkaji: 1. Isu independensi a. Penemon dan Gabhart (1990) b. Windsor dan Ashkanasy (1995) c. Schatzberg, Sevcik, dan Shapiro (1996) d. Shaub dan Lawrence (1996) 2. Pelanggaran lain kode etik dan perilaku profesional AICPA a. Lampe dan Finn (1992) b. Shaub, Finn, dan Munter (1993) c. Dreike dan Moeckel (1995) 3. Mendeteksi dan Mengkominikasi Kecurangan a. Arnold dan Penemon (1991) b. Finn dan Lampe (1992) c. Ponemon (1993b) d. Hooks, Kaplan, dan Schultz (1994) e. Bernardi (1994) 4. Ketidakpatuhan pembayaran pajak a. Ghosh and Crain (1996) b. Hanno dan Violette (1996) 5. Perilaku disfungsional lain a. Ponemon (1992b) b. Ponemon (1995) Studi Etis Lintas Budaya Sebagian besar studi yang berhubungan dengan akntansi dan etika difokuskan kepada profesi akuntansi di Amerika serikat. Perbedaan budaya mungkin muncul diantara kelompok profesi akuntansi dari negara berbeda. Meskipun demikian, perbandingan antara profesi akuntansi di Amerika Serikat dengan kelompok lain dapat memberikan pemahaman yang berharga tentang penetapan standar organisasi internasional. C. Implikasi bagi Riset Mendatang Satu masalah menonjol yang masih dihadapi oleh peneliti akuntansi dalam menyelidiki dimensi etika profesi akuntansi berhubungn dengan keputusan apakah akan terus memperluas atau menyatukan teori konflik dan ukuran dalam kerangka kerja pengambilan keputusan etika empat komponen dari Rest. Gaa misalnya, menekankan pentingnya kemajuan diluar penjelasan ini dan menyampaikan penempatan kerangka kerja teoretis kognisi moral yang spesifik bagi profesi akuntansi. Ia menyampaikan bahwa kerangka kerja ini harus melibatkan pengakuan atas peranan akuntan dalam masyarakat dan tanggung jawab mereka terhadap bermacam-macam pemangku kepentingan, serta keahlian moral akuntan. Dengan cara yang sama, Ponemon dan Gabhart dalam bidang etika untuk auditor dan akuntan mengakui bahwa keputusan-keputusan akuntan telah menjadi subjek dari bermacam-macam kelompok konstituen termasuk organisasi klien yang menbayar pelayanan mereka, kantor akuntan profesional di mana karyawan menjadi anggota akuntan, profesi akuntan itu sendiri, dan publik umum (yang mengandalkan angka-angka dalam laporan keuangan). Tanggung jawab beragam ini (dan sering kali bertentangan) menunjukkan bahwa proses resolusi konflik etika akuntan mungkin tidak cukup sesuai dengan model pengambilan keputusan yang lebih umum dari Rest. Meskipun demikian jika model Rest sahih untuk menjelaskan perilaku etis akuntan, maka ukuran dan konflik yang bertentangan dalam menghubungkan keempat komponen tersebut harus disatukan.