BAB II PEMBAHASAN A. Prinsip Produksi dalam Islam Produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Secara teknis, produksi adalah proses mentransformasikan input menjadi output. M.N Siddiqi berpendapat, bahwa produksi merupakan penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai keadilan dan kemaslahatan bagi masyarakat.1 Pada dasarnya, prinsip untuk memproduksi sesuatu itu bebas, termasuk keadilan dalam pengelolaan lahan pertanian dan pengadaan barang perdagangan yang lebih bagus. 2 Keyakinan terhadap Allah SWT menjadi landasan awal kegiatan produksi. Keyakinan ini mengatakan manusia harus menemukan “jalan yang benar” dalam kehidupan dunia agar memperoleh kebahagian dunia akhirat. Kegiatan produksi adalah bentuk ketundukan, pengabdian manusia, serta pengembangan potensi kemanusiaannya dengan cara mengolah alam semesta dan faktor produksi lainnya; menjalankan bisnis yang menguntungkan; aktualisasi pengetahuan untuk mencari nafkah yang halal; serta meningkatkan kesejahteraan hidup individu dan kolektif.3 Al-Qur’an telah meletakkan landasan yang sangat kuat terhadap produksi. Dalam Al-Qur’an dan Sunah Rasul banyak yang dicontohkan bagaimana umat islam diperintahkan untuk bekerja keras dalam mencari penghidupan agar mereka dapat melangsungkan kehidupannya dengan lebih baik. seperti (QS. Al-Qashash [28]: 73) َض ِل ِه َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرون ْ َار ِلت َ ْس ُكنُوا فِي ِه َو ِلت َ ْبتَغُوا ِم ْن ف َ َو ِم ْن َر ْح َمتِ ِه َج َع َل لَ ُك ُم اللَّ ْي َل َوالنَّ َه Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. 1 Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya dalam Aktivitas Ekonomi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), h. 111 2 Juhaya. S. Pradja, Ekonomi Syariah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), h. 90 3 Fahrudin Sukarno, “Etika Produksi Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal Ekonomi Islam Al-Infaq Vol. 1 No. 1, 2010 p. 44 3 4 Kata-kata ibtaghu pada ayat ini bemakna keinginan, kehendak yang sungguhsungguh untuk mendapatkan sesuatu yang menunjukkan usaha yang tak terbatas. Sedangkan fadl (karunia) berarti perbaikan ekonomi yang menjadikan kehidupan manusia secara ekonomis mendapatkan kelebihan dan kebahagiaan. Ayat ini menunjukkan, bahwa mementingkan kegiatan produksi merupakan prinsip mendasar dalam ekonomi islam. Kegiatan produksi mengerucut pada manusia dan eksistensinya, pemerataan kesejahteraan yang dilandasi oleh keadilan dan kemaslahatan bagi seluruh manusia dimuka bumi ini. Dengan demikian, kepentingan manusia yang sejalan dengan moral islam harus menjadi dan target dari kegiatan produksi.4 Muhammad Abdul Mannan mengemukakan, prinsip fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Keunikan konsep islam mengenai kesejahteraan ekonomi terletak pada pertimbangan kesejahteraan umum yang lebih luas yang menekankan persoalan moral, pendidikan agama, dan persoalan lainnya. Demikian pula, harus diperhitungkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan yang akan terjadi dalam hubungannya dengan perkembangan produk-produk terlarang. Kegiatan produksi dan konsumsi merupakan mata ranai yang saling berkaitan satu sama lainnya. Oleh karena itu, kegiatan produksi harus sejalan dengan kegiatan konsumsi. Misalnya, adanya keharusan mengkonsumsi makanan dan minuman halal serta pelarangan mengkonsumsi makanan dan minuman haram. Kegiatan produksi juga harus sejalan dengan syariat, yakni hanya memproduksi makanan dan minuman yang halal.5 Nilai-nilai Islam dalam Produksi Nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dengan beberapa nilai utama dalam ekonomi Islam, yaitu khilafah dan adil. Secara terperinci nilai-nilai islam dalam produksi meliputi:6 1. 4 Berwawasan jangka panjang Rozalinda, Op.cit., h.111 Ibid. h.112 6 M.Nur Rianto Al Arif, Pengantar Ekonomi Syariah: Teori dan Praktik, (Bandung: CV Pustaka Setia), 5 h. 218 5 2. Menepati janji dan kontrak 3. Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran 4. Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis, yaitu mampu memenuhi batas waktu dalam setiap kontrak kerjanya 5. Memuliakan prestasi atau produktivitas. Semakin tinggi tingkat produktivitas, akan semakin besar pula reward yang diterima individu tersebut 6. Mendorong ukhuwah antar-sesama pelaku ekonomi. Persaingan yang terdapat dalam ekonomi Islam bukanlah persaingan yang saling mematikan, melainkan persaingan yang tetap menjunjung tinggi prinsip dan aturan syariat 7. Menghormati hak milik individu 8. Mengikuti syarat sah dan rukun akad transaksi 9. Adil dalam bertransaksi, tidak boleh ada eksploitasi dalam ekonomi Islam. Kedua belah pihak harus berada pada posisi yang seimbang 10. Memiiiki wawasan sosial sehingga harus ada dana yang dialokasikan yang ditujukan untuk keperluan sosial dan di jalan Allah SWT 11. Pembayaran upah tepat waktu dan layak 12. Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan meskipun keuntungannya lebih tinggi B. Faktor-faktor Produksi Faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa. Pada hakikatnya, kegiatan produksi dapat dilaksanakan bila tersedia faktor-faktor prodüksi.7 Di kalangan para ahli ekonorni Muslim, belum ada kcsepakatan tentang faktor-faktor produksi. Menurut al-Maududí, faktor produksi terdiri atas amal atau kerja (labour), tanah (land), dan modal (capital). Adapun mcnurut M. Abdul Mannan, faktor produksi bcrupa amal (kcrja) dan tanah, modal bukanlah mcrupakan faktor produksí yang independen, karena modal bukanlah faktor dasar. Modal mcrupakan manifestasi dan hasil atas suatu pekerjaan. Dalam ekonomi konvensional, modal (capital) yang telah diberikan menuntut adanya return, yang biasanya berupa bunga.8 7 8 Idri, Hadis Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi, (Jakarta: Prenada Media Group), h. 80 Ibid. h. 81 6 Abu Su'ud menyatakan bahwa faktor-faktor produksi dalam IsIam sama dengan faktor-faktor produksi dalam ekonomi konvensional, yaitu: sumber daya alam (tanah), usaha manusia (tenaga kerja), modal (kapital), dan organisasi (wirausaha).9 Meskipun terjadi perbedaan pendapat di atas, beberapa ahli ekonomi Islam, sebagaimana ahli ekonomi konvensional, membagi faktor-faktor produksi menjadi empat, yaitu tanah (sumber daya alam), tenaga kerja (sumber daya manusia), modal, dan organisasi. 10 Secara garis besar, dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu faktor manusia dan faktor non-manusia, yang termasuk faktor manusia adalah tenaga kerja atau buruh dan Wirausahawan, sementara faktor non-manusia adalah sumber daya alam, modal (kapital), mesin, alat-alat, gedung, dan input-input fisik lainnya.11 1. Sumber Daya Alam Menurut ekonomi Islam, jika alam dikenıbangkan dengan kemampuan dan teknologi yang baik, maka alam dan kekayaan yang terkandung di dalamnya tidak terbatas, berbeda dengan pandangan ilmu ekonomi konvensional menyatakan kekayaan alam terbatas dan kebutuhan manusia yang tidak terbatas. İslam memandang kebutuhan manusia bersifat terbatas dan hawa nafsu mereka yang tidak terbatas. Tanah merupakan sumber daya alam yang diperuntukkan bagi manusia agar diolah sehingga dapat menjadi lahan produktif. Ekonomi islam mengakui tanah sebagai fakor ekonomi untuk dimanfaatkan secara maksimal demi mencapai kesejahteraan ekonomi masyarakat dengan memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Sejak diciptakan dan ditempatkan di bumi, manusia pertama, Adam dan istrinya, Hawa, telah memulai kerja mengolah tanah yang dapat menumbuhkan dan memproduksi tanam-tanaman dan tumbuh-tumbuhan.12 2. Sumber Daya Manusia Allah menciptakan manusia dengan maksud agar memakmurkan bumi, dalam arti mereka memanfaatkan sumber daya alam di bumi dan menjadi tenaga- 9 Ibid Ibid 11 Ibid. h. 80 12 Ibid. 10 7 tenaga yang bertugas mengelola dan memproduksi hasil-hasil bumi sehingga tercapai kesejahteraan hidup. Allah berfirman dalam surah Hud/11 ayat 61: ض َوٱ ْست َ ْع َم َر ُك ْم فِي َها ِ ُه َو أَنشَأ َ ُكم ِمنَ ْٱْل َ ْر.. ..Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.. Dalam ayat di atas, kata kunci dari faktor produksi sumber daya manusia terdapat dalam kata wasta'marakum yang berarti ‘kamu memakmurkannya’. Di sini, manusia sebagai khalifah di muka bumi diharapkan oleh Allah untuk menjadi pemakmur bumi dalam pemanfaatan tanah dan alam. Kata pemakmur mengindikasikan manusia yang selalu menjadikan alam ini makmur dan tidak menjadi perusak atau pengeksploitasi alam secara tidak bertanggung jawab.13 Tenaga kerja merupakan faktor poduksi yang diakui oleh sistem ekonomi baik ekonomi Islam, kapital, dan sosialis. Walaupun demikian, sifat faktor produksi ini dalam islam berbeda. Perburuhan sangat tergantung pada kerangka moral etika. Hubungan buruh dan majikan dilakukan berdasarkan ketentuan syariat. Sehingga tenaga kerja sebagai faktor produksi dalam Islam tidak dilepaskan dari unsur moral dan sosial. Ekonomi sosialis memang mengakui bahwa faktor tenaga kerja merupakan faktor penting dalam produksi. Namun, sistem ekonomi ini tidak memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap hak milik individu sehingga faktor tenaga kerja hanya sekedar pekerja saja. Sistem ekonomi kapitalis memandang modal sebagai unsur yang penting. Sementara itu, para pemilik modal menduduki tempat yang strategis dalam kegiatan ekonomi. Mereka menempatkan pemilik modal pada posisi yang lebih penting dari pekerja. Keuntungan adalah hak mutlak pemilik modal sedangkan pekerja hanya alat untuk memperoleh keuntungan, sehingga pekerja hanya mendapatkan pendapatan berdasarkan kemauan dan kepentingan pemodal.14 Tenaga kerja manusia dapat klarifikasikan menjadi: a. Skilled labour adalah tenaga kerja yang memperoleh pendidikan baik formal maupun non formal, seperti guru, doker, pengacara, akuntan, psikologi, peneliti. 13 14 Ibid. h. 82 Rozalinda, Op.cit., h. 115 8 b. Trained labour adalah tenaga kerja yang memperoleh keahlian berdasarkan latihan dan pengalaman. Misalnya, montir, tukang kayu, tukang ukir, sopir, teknisi. c. Unskilled and untrained labour adalah tenaga kerja yang mengandalkan kekuatan jasmani seperti tenaga kuli pikul, tukang sapu, pemulung, buruh tani. 3. Modal Modal dalam literatur fiqh disebut ra's al-mål yang menunjuk pada pengertian uang dan barang. Istilah modal menunjuk pada semua harta kekayaan yang dirniliki yang dapat dinilai dengan uang.15 Modal menurut pngertian ekonomi adalah barang atau hasil produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk lebih lanjut. Misalkan, orang membuat jala untuk mencari ikan. Dalam hal ini jala merupakan barang modal, karena jala merupakan hasil produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk lain (ikan). 16 Barang modal, bersama-sama dengan tenaga kerja dan tanah, adalah barang yang digunakan untuk tujuan menghasilkan barang-barang dan jasa agar proses produksi menjadi lebih efisien. Barang-barang modal adalah buatan manusia, bukan suatu pemberian alam seperti faktor produksi lainnya (tanah dan tenaga kerja).17 Dalam masalah modal, ekonomi islam memandang modal harus bebas bunga. M.A. Mannan berpendapat, bahwa modal adalah sarana produksi yang menghasilkan, bukan sebagai faktor produksi pokok, melainkan sebagai sarana untuk mengadakan tanah dan tenaga kerja. Semua benda yang menghasilkan pendapatan selain tanah harus dianggap modal.. Islam mengatur pengelolaan modal sedemikian rupa dengan seadil-adilnya, melindungi kepentingan orang miskin, dan orang yang kekurangan dengan aturan, bahwa modal tidak dibenarkan menumpuk hanya segelintir orang kaya semata (QS Al-Hasyr [59] : 7). Bentuk keadilan yang diajarkan islam dalam persoalan modal ini dengan cara mensyariatkan zakat, dan akad mudharabah serta musyarakah.18 15 Idri, Op.cit. 92 Rozalinda, Op.cit., h. 114 17 Idri, Op.cit., h.92 18 Rozalinda, Op.cit. h. 114 16 9 Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya.19 a. Berdasarkan sumbernya, modal dapat terbagi menjadi dua: modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam perusahaan sendiri. Misalnya, setoran dari pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. b. Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi. Misalnya, mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nayata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya, hak paten, nama baik, dan hak merek. c. Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adalah rumah pribadi yang sewakan. Sedangkan modal masyarakat adalah modal yang dimiliki oleh pemerintah dan digunakan untuk kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan. d. Berdasarkan sifatnya terbagi dua, modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-ulang. Misalnya, mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, modal lancar adalah modal yang habis digunakan dalam satu kali proses produksi. Misalnya, bahan-bahan baku. Dalam ekonomi Islam, modal dapat dikembangkan melalui beberapa bentuk transaksi: Pertama, transaksi jual beli dengan mengembangkan modal usaha di mana seseorang berada pada posisi sebagai penjual dan yang lain sebagai pembeli, seperti dalam akad bai', salam, dan sebagainya. Kedua, transaksi bagi-hasil, yaitu pengembangan modal usaha di mana seseorang bertindak sebagai pemberi modal dan yang lain bertindak sebagai pengelola modal dengan ketentuan akan membagi 19 Ibid 10 hasil sesuai perjanjian yang telah disepakati, seperti yang terlihat pada akad syirkah dan mudhârabah. Ketiga, transaksi jasa, yaitu pengembangan modal di mana seseorang bertindak sebagai konsumen atau pemakai jasa dan wajib memberikan harga kepada pihak yang memberikan jasa menurut kesepakatan yang telah dibuat, seperti pada akad rahn dan wadî'ah.20 4. Organisasi atau Manajemen Dalam sebuah produksi hendaknya terdapat sebuah organisasi untuk mengatur kegiatan dalam perusahaan. Dengan adanya organisasi setiap kegiatan produksi memiliki penanggung jawab untuk mencapai suatu tujuan perusahaan. Diharapkan semua individu dalam sebuah organisasi melakukan tugasnya masingmasing dengan baik dan profesional. Sebagai salah satu faktor produksi, organisasi merupakan pernaungan segala faktor-faktor produksi dalam satu usaha produksi baik industri, pertanian, maupun perdagangan.21 Organisasi sebagai faktor produksi dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep organisasi dalam ekonomi konvensional. Dalam sistem ekonomi islam organisasi sebagai faktor produksi mempunyai ciri-ciri yaitu: a. Dalam ekonomi islam produksi lebih didasarkan pada equity based (kekayaan) daripada loan based (pinjaman). Para manajer cenderung mengelola perusahaan dengan prinsip membagi deviden dikalangan pemegang saham atau berbagi hasil dengan mitra usaha. b. Pengertian keuntungan biasanya mempunyai arti yang luas dalam kerangka ekonomi karena dalam sistem ekonomi Islam tidak mengenal bunga. Pemodal dan pengusaha menjadi bagian terpadu dalam organisasi dan keuntungan menjadi urusan bersama. c. Sifat terpadu organisasi menuntut akan integritas moral, ketepatan dan kejujuran dalam accounting jauh lebih diperlukan daripada organisasi konvensional dimana para pemodal tidak menjadi bagian dari manajemen. Islam menekankan kejujuran, ketepatan, dan kesungguhan dalam perdagangan. Karena hal itu bisa mengurangi biaya supervise atau pengawasan. 20 21 Idri, Op.cit., h. 93 Ibid 11 d. Faktor manusia dalam produksi dan strategi usaha mempunyai signifikasi lebih diakui dibandingkan manajemen lainnya yang didasarkan pada pemaksimalan keuntungan atau penjualan.22 C. Biaya Produksi Dalam arti luas biaya adalah semua pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan menciptakan produk yang diproduksi perusahaan tersebut. Terdapat empat unsur dalam biaya yaitu:23 1. Pengorbanan sumber ekonomi 2. Diukur dalam satuan uang 3. Telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi 4. Untuk mencapai tujuan tertentu Biaya Produksi dibedakan menjadi dua, yaitu:24 1. Biaya Jangka pendek Jangka pendek adalah periode waktu dimana produsen tidak dapat merubah kuantitas input yang digunakan, bisa ukuran hari, minggu, bulan dan sebagainya. Dalam jangka pendek, konsep biaya biaya terdiri atas : a. Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost / TFC) Yaitu biaya yang jumlahnya tidak tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dikeuarkan apabila produsen dalam waktu sementara produksi dihentikan, maka biaya tetap ini harus dibayar dalam jumlah yang sama. Contohnya adalah pembelian gedung, mesin, sewa gedung, pajak, dan lain-lain. b. Biaya Variabel Total (Total Variable Cost / TVC) Yaitu biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produk yang dihasilkan makin besar kuantitas produksi maka makin besar produk yang dihasilkan. Contohnya adalah pembelian bahan baku, biaya tenaga kerja, dan sebagainya. c. Biaya Total (Total Cost / TC) Yaitu jumlah dari biaya tetap total dan biaya variabel total atau TC = TFC + TVC 22 Ibid. h. 93 Ibid. h. 120 24 Rokhmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Alim’s Publishing, 2016), h. 76 23 12 d. Biaya Marjinal (Marginal Cost/MC) Yaitu besar perubahan biaya total yang dikeluarkan perusahaan apabila jumlah output yang diproduksi berubah. Secara matematis ditulis : MC = ∆T𝐶/∆𝑄 e. Biaya tetap rata-rata (average fixed cost/AFC) Yaitu biaya tetap yang dibebankan kepada kepada setiap unit output. AFC = 𝑇F/𝑄 f. Biaya variabel rata-rata (average variable cost/AVC) Yaitu biaya variabel yang dibebankan kepada kepada setiap unit output. AVC = 𝑇𝑉𝐶/𝑄 g. Biaya rata-rata (average cost/AC) Yaitu biaya diproduksi yang diperhitungkan untuk setiap unit output. AC = 𝑇𝐶/𝑄 2. Biaya Jangka Panjang Dalam jangka panjang, memungkinkan produsen untuk mengubah jumlah semua input yang digunakan sehingga tidak ada input tetap. Produsen dapat menambah semua faktor produksi yang digunakannya. Sehingga tidak ada perbedaan antara biaya tetap dan biaya variabel. Oleh karena itu, produsen bisa memilih kombinasi input yang paling efisien untuk mempeoleh biaya terendah. D. Pengaruh Pajak, Bunga Bank, Zakat dan Bagi Hasil terhadap Biaya Produksi Pajak yang dikenakan atas penjualan suatu barang menyebabkan harga jual barang tersebut naik. Setelah dikenakan pajak, maka produsen akan mengalihkan sebagian beban pajak tersebut kepada konsumen, yaitu dengan menawarkan harga jual yang lebih tinggi. Akibatnya harga keseimbangan yang tercipta di pasar menjadi lebih tinggi daripada harga keseimbangan sebelum pajak. Keseimbangan pasar dapat ditemukan ketika nilai Qd = Qs atau Pd = Ps. Pajak dapat menurunkan jumlah permintaan barang di pasar karena setelah dikenakan pajak para produsen akan menaikkan harga barang mereka. Jika sebelum terkena pajak fungsi penawaran 13 barangnya adalah Ps = a + bQ maka setelah terkena pajak fungsi penawarannya akan menjadi Ps = a + bQ + t. 25 Begitu pula bunga yang harus dibayarkan oleh produsen maka bunga akan menjadi bagian dari FC. Konsekuensinya keberadaan bunga akan meningkatkan total biaya dari TC menjadi TC1 sehingga akan mempengaruhi harga barang. Berbeda dengan penerapan bagi hasil, dimana bagi hasil dilakukan setelah keuntungan produksi di peroleh. Hal ini tentu tidak akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi. Jika pada sistem bunga total cost mengalami perubahan, dalam sistem bagi hasil akan mempengaruhi total revenue (TR). 26 25 26 Rozalinda, Op.cit., h. 122 Rokhmat Subagiyo, Op.cit., h. 83 14 Pada sistem bagi hasil, kurva fixed cost tidak mengalami perubahan. Dengan demikian, sistem bagi hasil tidak mcmengaruhi harga barang. Sama halnya dengan zakat perdagangan dihitung berdasarkan keuntungan yang diperoleh. Artinya, zakat dikenakan setelah produksi, Dengan demikian produsen tidak akan membebankannya kepada konsumen, sehingga harga barang tidak mengalami kenaikan.27 E. Pemaksimuman Keuntungan Bagimana perusahaan mencapai keuntungan yang maksimum? Keuntungan yang maksimum dapat dicapai apabila perbedaan antara hasil penjualan dengan biaya produksi mencapai tingkat yang paling besar. 28 Di dalam memaksimumkan laba (keuntungan), terdapat tiga pendekatan yaitu pendekatan totalitas (totality approach), marginal (marginal approach), dan rata-rata (average approach).29 1. Pendekatan Totalitas (totality approach) Pendekatan totalitas merupakan pendekatan dengan cara membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total (TC). Implikasi dari pendekatan totalitas dimana perusahaan menempuh strategi penjualan maksimum, karena makin besar penjualan maka semakin besar laba yang akan diperoleh. Dengan demikian, laba maksimum = TR-TC = P.Q – (FC+VC) 27 Rozalinda, Op.cit. h. 124 Ibid. h. 124 29 Pratama Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro & Makro, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 2008), h. 106 28 15 2. Pendekatan Marginal (marginal approach) Dalam pendekatan marginal, perhitungan laba dilakukan dengan membandingkan Pendapatan Marginal (MR) dan Biaya Marginal (MC). Laba maksimum akan tercapai pada saat MR=MC. Suatu perusahaan akan menambah keuntungannya apabila menambah produksinya saat MR>MC. Sebaliknya, jika MR<MC maka akan mengurangi produksi dan penjualan akan menambah keuntungan. Maka keuntungan maksimum akan diperoleh dengan keadaan dimana : MR=MC 3. Pendekatan Rata-rata (average approach) Dalam pendekatan rata-rata, perhitungan laba per unit dilakukan dengan membandingkan antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan harga jual output (P). Laba total adalah laba per unit di kalikan dengan jumlah output yang terjual. Secara matematis dapat di rumuskan laba maksimum = (P-AC) Q Berkaitan dengan keuntungan dalam produksi, Imam al-Ghazali tidak menolak kenyataan bahwa mencari keuntungan merupakan motif utama dalam perdagangan. Namun ia memberikan penekanan pada etika bisnis, bahwa keuntungan yang hakiki yang dicari adaiah keuntungan di akhirat. Ini mengindikasikan, bahwa keuntungan yang diperoleh dengan cara-cara yang digariskan syariat, yaitu nilai-nilai keadilan dan menghindari kezaliman. Yang lebih menarik dari pernyataan al-Ghazali adalah mengurangi margin keuntungan dengan menjual harga yang lebih murah akan meningkatkan volume penjualan yang selanjutnya hal ini akan meningkatkan keuntungan.30 F. Motif Produksi Dalam ekonomi konvcnsional, tujuan produksi secara makro adalah unluk mcmcnuhi kcbutuhan masyarakat dalam mcncapai kemakmuran nasional suatu negara. Sccara mikro, tujuan prodüksi meliputi: (a) menjaga kesinambungan usaha perusahaan dcngan jalan meningkatkan proses prodüksi secara terus-menerus, (b) menghasilkankan keuntungan perusahaan dengan cara meminimumkan biaya produksi, 30 Rozalinda, Op.cit., h. 124 16 (c) meningkatkan jumlah dan mutu produksi, (d) memperoleh kepuasan dari kegiatan produksi, dan (e) memenuhi kebutuhan dan kepentingan produsen serta konsumen.31 Dalam teori ekonomi, berbagai jenis perusahaan dipandang sebagai unit-unit badan usaha yang mempunyai tujuan untuk mencapai keuntungan yang maksimum. Tujuaan pemaksimumam keuntungan pada sebagain perusahaan merupakan tujuan yang paling penting. Motif keuntungan maksimal sebagai tujuan produksi dalam sistem ekonomi konvensional dinilai merupakan konsep yang absurd. Motivasi keuntungan maksimum ini sering memunculkan masalah etika dan tanggung jawab sosial produsen yang meskipun mereka tidak melakukan pelanggaran hukum formal. Para produsen mengabaikan masalah eksternalitas atau dampak yang merugikan dari proses produksi yang menimpa masyarakat, seperti limbah produksi.32 Motif untuk memaksimumkan keuntungan dipandang tidak salah dalam Islam. Upaya untuk mencari keuntungan merupakan logis dari aktivitas produksi seseorang karena keuntungan itu merupakan rezeki yang diberikan Allah kepada manusia. Islam memandang bahwa kegiatan produksi itu adalah dalam rangka memaksimalkan kepuasan dan keuntungan dunia dan akhirat (QS Al-Qashash: 77). 33 Menurut M.N. Shiddiqi, produksi dalam İslam mempunyai beberapa tujuan, yaitu:34 1. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar 2. Pemenuhan kcbutuhan-kcbutuhan keluarga 3. Bekal untuk generasi mendatang 4. Bantuan kcpada masyarakat dalam rangka beribadah kcpada Allah. Motivasi produsen dalam memaksimumkan keuntungan harus dengan cara-cara yang sejalan dengan tujuan syariah (maqashid syariah), yaitu mewujudkan kemaslahatan hidup bagi manusia dan lingkungannya secara keseluruhan. Maslahah dalam perilaku produsen terdiri atas dua komponen, yaitu manfaat (fisik dan nonfisik) dan berkah. Dalam konteks produsen yang berorientasi pada keuntungan, manfaat ini dapat berupa keuntungan material. Sementara itu, berkah 31 Idri, Op.cit., h.73 Rozalinda, Op.cit., h. 126 33 Ibid. h. 125 34 Idri, Op.cit. h. 73 𝐴 = 𝜋𝑟 2 32 17 adalah bersifat abstrak dan tidak secara langsung berwujud materi. Berkah akan diperoleh apabila produsen menerapkan prinsip dan nilai Islam dalam kegiatan produksinya. Keberkahan tidak bisa datang dengan sendirinya dalam setiap kegiatan manusia, ia harus dicari dan diupayakan walaupun kadang seorang produsen akan mengeluarkan biaya ekstra yang tinggi. Untuk itu, rumusan maslahah bagi produsen adalah:35 Mashlahah = keuntungan + berkah M= 𝜋 +B 35 M.Nur Rianto Al Arif, Op. Cit., h. 215