Proposal Penelitian Analisis Teknologi Pengolahan Sampah Dengan Proses Hirarki Analitik Dan Metode Valuasi Kontingensi. (Studi Kasus : Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan). RISMAULI SIMANJUNTAK P032181007 PRODI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018 Abstrak Persampahan merupakan isu penting dalam masalah lingkungan perkotaan yang dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas pembangunan. Peningkatan volume sampah berkembang secara eksponensial yang belum dibarengi dengan peningkatan pendapatan pemerintah daerah yang sepadan untuk pengelolaan sampah kota. Adanya permasalahan dalam persampahan di Kota Makassar, maka dipandang perlu untuk melakukan peneitian tentang penentuan alternative teknologi pengolahan sampah yang sebaiknya diterapkan di Kota Makassar untuk menggantikan peran TPA, serta melakukan analisis besarnya tarif retribusi yang bersedia dibayar masyarakat di Kota Makassar dalam mendukung kegiatan pengolahan sampah. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pendapat para stakeholder mengenai skala prioritas penerapan teknologi pengolahan sampah di Kota Makassar dan mengestimasi nilai willingness to pay (WTP) masyarakat untuk peningkatan pelayanan pengolahan sampah di Kota Makassar dengan masing-masing alternatif teknologi pengolahan sampah. Tujuan berikutnya adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar masyarakat untuk masing-masing alternatif teknologi sampah. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menjadi suatu bahan masukan atau evaluasi bagi pemerintah Kota Makassar dan masyarakat dalam upaya penerapan teknologi pengolahan sampah terhadap lingkungan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan pembangunan wilayah perkotaan di Indonesia, diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan anggapan akan memperoleh kehidupan yang lebih baik. Kota Makassar merupakan kota yang pembangunannya meningkat setiap tahun. Peningkatan pada daerah perkotaan di kota Makassar memicu meningkatnya aktifitas penduduk pada semua sector baik perumahan, industry, perdagangan maupun sektor lainnya. Hal ini tentunya sangat berdampak pada peningkatan jumlah penduduk kota yang juga sebanding dengan limbah yang dihasilkan. Namun, tidak disertai secara langsung dengan penyediaan sarana dan prasarana yang tidak sebanding oleh pemerintah, akibatnya pelayanan yang tidak ada tidak maksimal dan terjadi penurunan kualitas lingkungan, khususnya pada permasalahan pengangkutan sampah kota. Untuk menanggulangi permasalahan ini, sangat dibutuhkan peranan pemerintah yang didukung oleh kepedulian masyarakat kota setempat. Hingga saat ini sampah masih menjadi masalah serius di berbagai kota besar di Indonesia. Persampahan merupakan isu penting dalam masalah lingkungan perkotaan yang dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas pembangunan. Peningkatan volume sampah berkembang secara eksponensial yang belum dibarengi dengan peningkatan pendapatan pemerintah daerah yang sepadan untuk pengelolaan sampah kota. Data laporan Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Kota Makassar yang dikeluarkan oleh Biro Bina Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi Sulsel (2017) menunjukkan bahwa beban sampah di kota di wilayah Makassar sebesar 5.931,40 m3/hari, sedangkan volume sampah yang tertangani hanya 5.623,61 m3/hari. Dari sini terlihat bahwa di kota Makassar masih terdapat sampah yang tidak terangkut ke TPS sebesar 30.779 m3/hari. Sampah adalah barang atau benda yang telah habis nilai manfaatnya. Defenisi ini menimbulkan kesan negatif yang menjadikan sampah dipandang sebagai benda yang harus segera disingkirkan dari halaman rumah apapun caranya. Tentu paradigma tentang pengertian sampah ini harus diubah agar masyarakat memiliki kesadaran untuk mengelola sampahnya masing-masing sehingga permasalahan lingkungan karena sampah dapat terminimalisir. Kholil (2004) dalam Saribanon (2009) mengemukakan bahwa pengelolaan sampah di masa yang akan datang perlu lebih dititikberatkan pada perubahan cara pandang dan perilaku masyarakat dan lebih mengutamakan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaannya (bottom-up) sebab terbukti pendekatan yang bersifat top-down tidak berjalan secara efektif. Volume sampah yang besar dan beranekaragaman jenisnya jika tidak dikelola dengan baik dan benar sangat berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan yang kompleks dan serius, antara lain: 1) pencemaran air oleh “lindi” (leachate) yang keluar dari tumpukan sampah dan mengalir menuju badan perairan ataupun meresap ke dalam tanah; 2) pencemaran udara karena adanya gas metana, salah satu jenis gas rumah kaca, yang keluar dari tempat penimbunan akhir sampah akibat proses pemgiuraian bahan organic secara anaerobic; 3) sampah merupakan habitat berkembangnya bakteri pathogen seperti Salmonella typhosa, Entamoeba coli, Vibrio cholera, Shigella dysentriae, Entamoeba histolytica, dan lain-lain yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia; 4) menrunkan nilai estetika lingkungan; dan 5) mengurangi kenyamanan lingkungan. Meningkatnya jumlah sampah saat ini disebabkan oleh tingkat populasi dan standar gaya hidup, yaitu semakin maju dan sejahtera kehidupan seseorang maka semakin tinggi jumlah sampah yang dihasilkan (El Haggar, 2007). Peningkatan jumlah sampah terjadi seiring deret ukur sedangkan ketersediaan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah mengikuti deret hitung. Hal ini mengakibatkan lahan TPA memiliki umur yang pendek karena tidak mampu lagi menampung sampah yang ada. Rendahnya teknologi yang dimiliki dan lemahnya infrastruktur menimbulkan permasalahan sampah yang cukup rumit terutama di Negara berkembang seperti Indonesia. Pemerintah selaku stakeholder mempunyai kewajiban untuk menerapkan sisterm pengelolaan sampah yang efektif dalam mengatasi permasalahan sampah. Selain itu, peran serta masyarakat juga diharapkan dapat membantu mengatasi masalah tersebut karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap masalah akibat keberadaan sampah mempunyai andil besar dalam memperburuk tata kelola sampah. Azwar (1990) mengemukakan bahwa pengolahan sampah adalah suatu perlakuan terhadap sampah yang bertujuan untuk memperkecil atau menghilangkan beberapa yang berkaitan dengan lingkungan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu tindakan pengolahan sampah dianggap baik jika sampah yang diolah tidak menjadi tempat perkembangbiakan bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau, dan tidak menimbulkan kebakaran. Dalam pengelolaan sampah terdapat faktor-faktor sosial masyarakat yang mempengaruhi partisipasi masyarakat. Menurut Yuliani dkk (2012), faktor-faktor sosial masyarakat yang mempengaruhi pengelolaan sampah di Kota Makassar yang terletak provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia adalah faktor umur, pendidikan, tingkat pendapatan, pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga. Semakin tinggi pendidikan dan penghasilan masyarakat maka semakin tinggi pula tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kebersihan lingkungan. Riswan (2011), mengemukakan bahwa tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, keluarga, perilaku terhadap kebersihan lingkungan, pengetahuan tentang peraturan persampahan dan kesediaan membayar retribusi sampah berkorelasi positif dengan cara pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Makassar.. Masalah pengolahan sampah berkaitan erat dengan teknologi yang digunakan. Menurut Yogiesti dkk (2010), berdasarkan hasil analisis Multidimensional Scaling (MDS) menghasilkan jenis pengolahan sampah terpadu berbasis masyarakat Kota Kediri yaitu composting dan daur ulang kertas. Surjandari dkk (2009), berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa baik dengan sistem dinamis maupun dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan benefit-cost ratio (B/C), maka pengelolaan sampah di DKI Jakarta perlu dilakukan secara bertahap, pertama adalah dengan pengomposan dan kemudian dengan incinerator. Sehubungan dengan pengolahan sampah masyarakat Kota Makassar dipungut biaya retribusi kebersihan oleh pihak pemerintah kota, yang salah satunya dimaksudkan untuk mendukung kegiatan pengolahan sampah. Umumnya tarif retribusi ditentukan oleh Pemerintah Kota Makassar melalui Peraturan Walikota Makassar No. 56 Tahun 2015. Berkenaan dengan penentuan tarif retribusi kebersihan, masyarakat sebagai obyek yang terkena dampak kebijakan belum dimintai pendapatnya mengenai berapa sesungguhnya tarif retribusi yang bersedia dibayarkan guna mendukung kegiatan pengolahan sampah, yang salah satunya terkait dengan input teknologi. Salah satu hal yang paling penting diperhatikan dalam penentuan teknologi pengolahan sampah adalah keterkaitan antar stakeholder. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengintegrasikan proses hirarki analitik (AHP) dengan metode valuasi kontingensi (Contingent Valuation Method, CVM) untuk menentukan teknologi pengolahan sampah dalam kerangka keterkaitan antar stakeholder. Proses hirarki analitik digunakan sebagai kerangka pendekatan dalam mengakomodasikan berbagai pandangan stakeholder dalam menentukan teknologi pengolahan sampah yang sebaiknya diterapkan di Kota Makassar, sedangkan metode valuasi kontingensi sebagai kerangka pendekatan dalam menganalisis kesediaan masyarakat untuk membayar retribusi kebersihan yang salah satunya untuk mendukung kegiatan pengolahan sampah (Chamdra dkk., 2015). Berdasarkan uraian tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan peneitian tentang penentuan alternative teknologi pengolahan sampah yang sebaiknya diterapkan di Kota Makassar untuk menggantikan peran TPA, serta melakukan analisis besarnya tarif retribusi yang bersedia dibayar masyarakat di Kota Makassar dalam mendukung kegiatan pengolahan sampah. 1.2 Rumusan Masalah 1) Bagaimana pendapat para stakeholder mengenai skala prioritas penerapan teknologi pengolahan sampah di Kota Makassar ? 2) Bagaimana hasil estimasi nilai willingness to pay (WTP) masyarakat untuk peningkatan pelayanan pengolahan sampah di Kota Makassar dengan masing-masing alternatif teknologi sampah ? 3) Bagaimana hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar masyarakat untuk masing-masing alternatif teknologi sampah ? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pendapat para stakeholder mengenai skala prioritas penerapan teknologi pengolahan sampah di Kota Makassar. 2. Menganalisis kesediaan masyarakat Kota Makassar untuk membayar tariff retribusi kebersihan dalam rangka mendukung kegiatan pengolahan sampah di wilayahnya. 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak Suku Dinas Kebersihan Kota Makassar karena dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dalam pengolahan sampah, khususnya penentuan teknologi yang sebaiknya diterapkan untuk kegiatan pengolahan sampah di Kota Makassar serta penentuan besarnya taris retribusi yang berbasiskan kesediaan masyarakat untuk membayar. Disamping itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak lain yang menghadapi masalah relative sama. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Studi tentang sampah telah banyak dilakukan orang dengan berfokus pada kajian pengelolaan sampah, analisis keragaan ekonomi dan kelembagaan pengelola sampah, pencemar yang diakibatkan oleh sampah, dan lain-lain. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Mandailing, dkk (2001) tentang pasrtisipasi para pedaganf dalam menjalankan program kebersihan dan pengelolaan sampah pasar yang mengambil studi kasus di Kota Bogor. Peneliti mencapai tujuannya dengan melakukan survey terhadap 90 pedagang (responden) dengan variable yang diperhatikan adalah karakteristik pedagang dan factor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah pasar. Suhartini (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh keberadaan TPA sampah terhadap kualitas air sumur di sekitar daerah Piyungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara operasional pengelolaan sampah di TPA Piyingan dan mengetahui dampak operasional pengelolaan sampah di TPA Piyungan terhadap kualitas air sumur penduduk di sekitarnya. Metoda yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah observasi, wawancara mendalam dan analisis kualitas air di Laboratorium. Selanjutnya hasil uji kualitas akhir dianalisis secara deskriptif dengan membandiingkan Baku Mutu Kualitas air. Penelitian yang dilakukan oleh Manik dkk (2015) sistem pengelolaan sampah di pulau Bunaken. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis dan sumber sampah yang dapat di Pulau Bunaken dan menganalisa sistem pengelolaan sampah di Pulau Bunakeb. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif kualitatif dan analisa menggunakan pendekatan kuantitatif, karena dalam pelaksanannya meliputi data, analisis data dan interpretasi. Studi penelitian yang dilakukan oleh Nudiana dkk (2015) tentang studi kualitatif pengelolaan sampah di kecamatan Banyumanik kota Semarang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis kondisi pengelolaan sampah di Kecamatn Banyumanik dan mengidentifikasi factor pendorong dan factor penghambat dalam pengelolaan sampah di Kecamatan Banyumanik. Adapun metoda yang dilakukan yaitu menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti bermaksud untuk menggambarkan secara deskriptif bagaimana pengelolaan sampah di Kecamatan Banyumanik. Hafiyarto (2011) melakukan penelitian mengenai pengelolaan sampah rumah tangga di Kecamaan Daha Selatan. Penelitiannya tersebut bertujuan untuk mengkaji pengelolaan sampah rumh tangga dan factor-faktor yang berkorelasi, serta merencanakan pengelolaan sampah rumah tangga yang berbasis masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu analitik obervasional. Tahupiah (2016) melakukan penelitian tentang pengaruh implementasi sistem pengelolaan sampah terhadap peningkatan kebersihan lingkungan di kecamatan Amurang Barat Kabupaten Minahasa Selatan. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh adanya sistem pengelolaan sampah terhadap peningkatan kebersihan lingkungan. Metode yang digunakan yaitu metode survey. Metode survey adalah penelitian yang diadakan pada suatu populasi. Syamsuddin., dkk (2002) juga melakukan penelitian tentang pengelolaan sampah di Kota Ujung Pandang. Dalam penelitiannya digunakan empat factor untuk menilai keberhasila sistem pengelolaa sampah rumah tangga di Ujung Pandang, yaitu: partsisipasi masyarakat, persepsi masyarakat, pengelolaan sampah oleh pemerintah kota, dan peratuan perundang-undangan. Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, menyebutkan bahwa sampah merupakan permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006). Dalam Undang - Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, jenis dan sumber sampah yang diatur adalah : 1. Sampah rumah tangga Yaitu sampah yang berbentuk padat yang berasal dari sisa kegiatan sehari-hari di rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik dan dari proses alam yang berasal dari lingkungan rumah tangga. Sampah ini bersumber dari rumah atau dari komplek perumahan. 2. Sampah sejenis sampah rumah tangga Yaitu sampah rumah tangga yang bersala bukan dari rumah tangga dan lingkungan rumah tangga melainkan berasal dari sumber lain seperti pasar, pusat perdagangan, kantor, sekolah, rumah sakit, rumah makan, hotel, terminal, pelabuhan, industri, taman kota, dan lainnya. 3. Sampah spesifik Yaitu sampah rumah tangga atau sampah sejenis rumah tangga yang karena sifat,konsentrasi dan/atau jumlahnya memerlukan penanganan khusus, meliputi, sampah yang mengandung B3 (bahan berbahaya dan beracun seperti batere bekas, bekas toner, dan sebagainya), sampah yang mengandung limbah B3 (sampah medis), sampah akibat bencana, puing bongkaran, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, sampah yang timbul secara periode (sampah hasil kerja bakti). Mekanisme pengelolaan sampah dalam UU N0.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah meliputi, kegiatan – kegiatan berikut : 1. Pengurangan sampah, yaitu kegiatan untuk mengatasi timbulnya sampah sejak dari produsen sampah (rumah tangga, pasar, dan lainnya), mengguna ulang sampah dari sumbernya dan/atau di tempat pengolahan, dan daur ulang sampah di sumbernya dan atau di tempat pengolahan. Pengurangan sampah akan diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri, kegiatan yang termasuk dalam pengurangan sampah ini adalah: a) Menetapkan sasaran pengurangan sampah b) Mengembangkan Teknologi bersih dan label produk c) Menggunakan bahan produksi yang dapat di daur ulang atau diguna ulang d) Fasilitas kegiatan guna atau daur ulang e) Mengembangkan kesadaran program guna ulang atau daur ulang 2. Penanganan sampah, yaitu rangkaian kegiatan penaganan sampah yang mencakup pemilahan (pengelompokan dan pemisahan sampah menurut jenis dan sifatnya), pengumpulan (memindahkan sampah dari sumber sampah ke TPS atau tempat pengolahan sampah terpadu), pengangkutan (kegiatan memindahkan sampah dari sumber, TPS atau tempat pengolahan sampah terpadu, pengolahan hasil akhir (mengubah bentuk, komposisi, karateristik dan jumlah sampah agar diproses lebih lanjut, dimanfaatkan atau dikembalikan alam dan pemprosesan aktif kegiatan pengolahan sampah atau residu hasil pengolahan sebelumnya agar dapat dikembalikan ke media lingkungan. 2.2 Incenerator (Pembakar Sampah) Pembakar sampah dengan menggunakan incinerator adalah salah satu cara pengolahan sampah, baik padat maupun cair. Didalam incinerator, sampah dibakar secara terkendali dan berubah menjadi gas (asap) dan abu. Dalam proses pembuangan sampah, cara ini bukan merupakan proses akhir. Abu dan gas yang dihasilkan masih memerlukan penananan lebih lanjut untuk diberishkan dari zat-zat pencemar yang terbawa, sehingga cara ini mash merupakan intermediate treatment (Sidik dkk., 1985). Salah satu kelebihan incinerator menurut Salvato (1982) adalah dapat mencegah pencemarn udara dengan syarat incinerator harus beroperasi secara berkesinambungan selama enam atau tujuh hari dalam seminggu dengan kondisi temperature yang dikontrol dengan baik dan adanya alat pengendali polusi udara hingga maencapai tingkat efisiensi, serta mencegah terjadinya pencemaran udara dan bau. 2.3 Tempat Pembuangan Akhir Sampah (landfill) Menurut Sidik dkk., (1985), pengolahan sampah metoda pembuangan akhir dilakukan dengan teknik penimbunan sampah. Tujuan utama penimbunan akhir adalah menyimpan sampah padat dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah, dan merubahnya kedalam siklus metabolism alam. Ditinjau dari segi teknis, proses ini merupakan pengisian tanah dengan menggunakan sampah. Ada dua teknik yang dikemukakan oleh Slavato (1982) yang termasuk dalam kategori TPA, yaitu teknik open dumping dan sanitary landfill. Teknik open dumping adalah cara pembuangan sampah yang sederhana, yaitu sampah dihamparkan disuatu lokasi dan dibiarkan terbuka begitu saja. Setelah lokasi penuh dengan sampah, maka ditinggalkan. Teknik ini sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk, menimbulkan pemandangan tidak indah, menajdi tempat bersarangnya tikus, lalat, dan berbagai kutu lainnya, emnimbulkan bahaya kebakaran, bahkan seting jga menimbulkan masalah pencemaran air. Oleh karena itu, teknik open dumping sebaiknya tidak perlu dikembangkan, melainkan diganti dengan teknik sanitary landfill. Teknik sanitary landfill adalah cara pembuanagn sampah padat pada suatu hamparab lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada tenik ini sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan untuk kemudian dilapisi dengan tanah dan dipadatkan kembali. Pada bagian atas timbunan tanah tersebut dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudia ditimbun lagi dengan tanah. Demikian seterusnya hingga terbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah. Pada bagian dasar dari konstruksi sanitary landfill dibangun suatu lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa-pipa pengumpul dan penyalur air lindi serta pipa penyalur gas yang terbentuk dari hasil penguraian sampah-sampah organic yang ditimbun. 2.4 Proses Hirarki Analitik Proses Hirarki Analitik atau Analytic Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas L.Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg, Amerika Serikat pada tahun 1970-an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untu sampai pada skala preferensi diantara berbagai alternative. AHP juga banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik (Saaty, 1993). 2.5 Metode Valuasi Kontingensi Metode Valuasi Kontingensi (Contingent Valuation Method, CVM) adalah cara perhitungan secara langsungm, dalam hal ini langsung menanyakan kesediaan untuk membayar (willingness to pay, WTP) kepada masyarakat dengan titik berat preferensi individu menilai benda oublik yang penekanannya pada standar nilai uang (Hanley dan Spash, 1993). Metoda ini memungkinkan semua kpmoditas yang tidak diperdagangkan di pasar dapat di-estimasi nilai ekonominya. Dengan demikian nilai ekonomi suatu benda publik dapay diukur melalui konsep WTP. Kuisioner CVM meliputi tiga bagian, yaitu: 1) penulisan detail tentang benda yang dinilai, persepsi penilaian benda publik, jenis kesanggupan dan alat pembayaran; 2) pertanyaan tentang WTP yang diteliti; 3) pertanyaan tentang karakteristik sosial demografi responden seperti usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Sebelum menyusun kuisioner, terlebih dahulu dibuat scenario-skenario yang diperlukan dalam rangka membangun suatu pasar hipotesis benda publik yang menjadi obyej pengamatan, selanjutnya dilakukan pembuktian pasar hipotesis menyangkut pertanyaan perubahan kualitas lingkungan yang dijual atau dibeli. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pendekatan Penelitian Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut L • Identifikasi masalah bidang kebersihan melalui pengumpulan data primer dan sekunder yang relevan dengan penelitian; • Melakukan penggalian pendapat kalangan pemerintah, pakar persampahan, serta orang yang dianggap faham tentang teknologi pengolahan sampah melalui teknik wawancara dan mengisi kuisioner AHP; • Melakukan penggalian pendapat masyarakat kota Makassar mengenai : (a) Persepsinya terhadap kebersihan lingkungan; (b) besarnya uang yang bersedia dibayarkan untuk mendukung kegiatan pengolahan sampah yang dikosolidasikan Suku Dinas Kebersihan Kota Makassar; dan (c) karakteristik sosial demografi. Penggalian pendapat dilakukan dengan teknik wawancara dan penyebarab kuisioner. Target responden adalah masyarakat Kota Makassar yang dikelompokkan ke dalam masyarakat perumahan tertata, masyarakat perumahan tidak tertata, masyarakat pedagang kawasan pertokoan, dan masyarakat pedagang kawasan pasar tradisional. 3.2 Lokasi Penelitian Lokasi/tempat penelitian mencakup seluruh wilayah Kota Makassar. 3.3 Informan Kunci Ada beberapa kelompok responden atau informan kunci yang akan “dibidik”, yaitu kalangan aparat pemerintah yang terkait dengan bidang persampahan, pakar persampahan, serta masyarakat perumahan dan pedagang. Responden dari kalangan aparat pemerintah dan pakar ditujukan untuk menggali pendapatnya dalam rangka pemilihan teknologi pengolahan sampah. Penggalian pendapat ini dilakukan dnegan menerapkan teori AHP. Sedangkan responden dari kalangan masyarakat perumahan dan pedagang ditujukan agi penggalian pendapat mengenai persepsi masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, kesediaan membayar retribusi guna mendukung kegiatan pengolahan sampah, serta karakteristik sosial demografi masyarakat. Penggalian pendapat masyarakat perumahan dan pedagang dilakukan dengan menerapkan teori CVM. 3.4 Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data diambil dari berbagai sumber, meliputi: 1. Dinas Kebersihan Kota Makassar ▪ Laporan tahunan kegiatan persampahan ▪ Proyek-proyek yang berkaitan dengan kegiatan pegolahan sampah, baik yang didanai APBD maupun kerjasama internasional; ▪ Peraturan daerah ataupun surat keputusan gubernur yang terkait dengan masalah persampahan. 2. Suku Dinas Kebersihan Kota Makassar ▪ Struktur kelembagaan; ▪ Sumber daya manusia yang dimiliki; ▪ Sarana dan prasarana yang dimiliki; ▪ Proyek-proyek yang telah ada; ▪ Dokumen perencanaan yang telah ada; 3. Kantor Walikota Kota Makassar ▪ Data sosial demografi Kota Makassar ▪ Laporan Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah (NKLD) Kota Mkassar beserta peta-petanya; ▪ Peraturan daerah atau surat keputusan walikota yang terkait dengan sampah. ▪ 4. Studi literature, internet, dan sumber lainnya ▪ Definisi tentang landfill, incinerator, dan composting; ▪ Data-data teknis tentang landfill, incinerator, dan composting; ▪ Kebutuhan biaya operasi. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam studi AHP adalah purposive sampling agar responden terpilih melakukan key respon. Jumlah responden untuk studi AHP seluruhnya 26 orang. Penentuan responden dengan memperlihatkan srata dalam tata pemerintahan, yaitu: pemerintah pusat, pemerintah provinsi Sulsel, lingkup pemerintah Kota Makassar, Ilmuwan persampahan, dan LSM yang bergerak dibidang persampahan. Metode pengumpulan data untuk melaksanakan studi CVM dilakukan dengan teknik “stratified random sampling”. Masyarakat yang menjadi responden dikelompokkan kedalam empat kelompok, yaitu : a. Masyarakat yang tinggal di pemukiman tertata (kompleks perumahan); b. Masyarakat yang tinggal di pemukiman tidak tertata (bukan kompleks perumahan); c. Masyarakat pedagang dari kawasan pertokoan; d. Mayarakat pedagang dari kawasan pasar tradisional. 3.6 Analisis Data Analisis data hasil penelitian mencakup hal-hal sebagai berikut : a. Analisis data hasil studi AHP digunakan untuk menarik kesimpulan tentang teknologi pengolahan sampah yang menjadi prioritas untuk diterapkan di Kota Makassar. Hasil kuisioner setiap responden dianalisis untuk dilihat tingkat konsistensinta dalam menjawab setiap pertanyaan. Apabila rasio inkonsistensinya lebih besar dari 0, 1 maka dilakukan revisi pendapat. Namun jika nilai rasio inkonsistensinya sangat besar, maka responden tersebut dihilangkan. b. Analisis persepsi responden terhadap kebersihan lingkungan Analisis persepsi didasarkan atas kuisioner hasil studi CVM. Kegiatan analisis menggunakan alat bantu paket program Microsoft Excell. c. Analisis karakteristik responden Seperti halnya analisis persepsi, analisis karakteristik responden juga didasarkan atas hasil studi CVM. Analisis ini juga menggunakan alat bantu program Microsoft Excell. DAFTAR PUSTAKA Azwar, A., 1990, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Yayasan Mutiara. Jakarta. Chamdra, S., Pellokila, M.R., dan Ramang, R., 2015, Analisis Teknologi Pengolahan Sampah di Kupang dengan Proses Hirarki Analitik dan Metode Valuasi Kontingensi, J.Manusia dan Lingkungan, 22(3); 350-356. El Haggar, dan Salah., 2007, Sustainable Industrial Design and Waste Management, Elsevier Academic Press: United States of America. Hanley, N., and C.L. Spash., 1993, Cost Benefit Analysis Ans The Environment. Edward Elgar Publishing Limited. Hants-England. Mandailing, M.,., M. S. Saeini, Said, R., 2001, Partisipasi Pedagang Dalam Program Kebersihan dan Pengelolaan Sampah Pasar (Kasus di Kota Bogor). Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan. Manik., R, T. H., dkk., 2015, Sistem Pengelolaan Sampah di Pulanu Bunaken. Nudiana, D. F., dkk., 2015, Studi Kualitas Pengelolaan Sampah di Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Oktovianus, 2015, Pengelolaan Sampah di Kota Makassar dengan Bank Sampah, http://artikel-opiniku.blogspot.com/2015/08/pengelolaan-sampah-di-kotamakassar.html, diakses tanggal 10 Juni 2018. Riswan, Henna, R.S., dan Agus, H., 2011, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Kecamatan Daha Selatan, Jurnal Ilmu Lingkungan, 9(1); 31-39. Salvato, J. A., 1982, Environmental Engineering And Sanitation-Third Edition. Jihn Wiley and Sons. New York Saribanon, N, dkk., 2009, Perencanaan Sosial dalam Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis Masyarakat di Kotamadya Jakarta Timur, Forum Pascasarjana, Vol. 32 No. 32, hal http://www.jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/32209143153.pdf, 143-153 diakses tanggal 10 Juni 2018 Tahupiah, D. M., 2016, Pengaruh Implementasi Sistem Pengelolaan Sampah Terhadap Peningkatan Kebersihan Lingkungan di Kecamatan Amurang Barat Kabupaten Minahasa Selatan. Yuliani, Rohidin., dan Brata, B., 2012, Pengelolaan Sampah di Kecamatan Manna Kabupaten Bengkulu Selatan Melalui Pendekatan Sosial Kemasyarakatan, Naturalis-Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 1(2); 95-100. Yogiesti, V., Setiana, H., dan Fauzul, R.S., 2010, Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat Kota Kediri, Jurnal Tata Kota dan Daerah, 2(2); 95102.