Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS STUDI PEMBANGUNAN PLTU KAMBANG 2x100 MW dan PENGARUHNYA TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL di SUMATERA BARAT Hamid Paminto Nugroho Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Gedung B dan C Sukolilo Surabaya 60111 Telp. (031)5947302, 5994251-54 Pes. 1206, 1239, Fax. (031)5931237 membaiknya perekonomian di Sumatera dan adanya program peningkatan rasio elektrifikasi di Sumatera. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi listrik setiap tahunnya di Sumatera Barat, maka dirasakan perlu untuk membangun pembangkit tenaga listrik yang baru. PLTU Batubara kambang 2x100 MW merupakan salah satu usaha pemanfaatan batubara yang berlimpah dan mengurangi pemakaian solar untuk beberapa PLTD di Sumatera Barat. Lokasi pembangunan PLTU Batubara Kambang 2x100 MW berada di kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Abstrak - Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Pulau Sumatera, PLN telah membuat jaringan interkoneksi dari seluruh pembangkit yang ada di kepulauan Sumatera. Namun interkoneksi yang telah terpadu di Sumatera belum sepenuhnya menyelesaikan masalah defisit listrik yang terjadi. Hal itu dikarenakan pasokan energi dari pembangkit yang tersedia masih lebih kecil dari beban yang harus dipenuhi. Pembangunan PLTU Batubara Kambang 2x100 MW di daerah Sumatera Barat, termasuk ke dalam proyek 10.000 MW. PLTU Kambang akan dibangun dengan kapasitas 2x100 MW. Pembangunan PLTU Kambang merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan beban yang terus berkembang di Sumatera, khususnya di daerah Sumatera Barat. Adapun tinjauan pembangunan PLTU ini meliputi aspek teknis, ekonomi, sosial, serta aspek lingkungan. 1.2 Permasalahan Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi eksisting ketenaga listrikan di Sumatera Barat. 2. Kebutuhan energi listrik di Sumatera dalam jangka pendek dan berapa besar kapasitas daya yang diperlukan pembangkit untuk mensuplai kebutuhan energi listrik saat ini dan proyeksinya untuk masa mendatang. 3. Bagaimana layout perencanaan serta komponen peralatan yang sesuai untuk pembangunan PLTU Kambang 2 x 100 MW. 4. Seberapa besar peranan pembangunan PLTU Kambang 2x100 MW dalam mensuplai kebutuhan listrik sistem kelistrikan Sumatera, khususnya Sumatera Barat. 5. Dampak dari pembangunan PLTU Kambang 2x100 MW terhadap tarif listrik di Sumatera Barat, ditinjau dari kemampuan daya beli masyarakat. Kata Kunci : Interkoneksi Sumatera, PLTU Batubara, Proyek 10.000 MW. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Sumatera merupakan wilayah Negara Indonesia yang sangat potensial untuk berkembang. Pertumbuhan ekonomi di Sumatera tercatat rata-rata 8 % per propinsi pertahunnya. Pemerintah daerah tampaknya juga semakin tanggap menyongsong peluang pengembangan daerah mereka, namun pertumbuhan ekonomi dan industri di Sumatera ini juga perlu dibarengi dengan penyediaan infrastruktur yang baik. Rasanya sulit untuk menyangkal bahwa ketersediaan listrik turut mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Kebutuhan listrik di Pulau Sumatera jauh lebih kecil dibanding dengan kebutuhan listrik di Pulau Jawa, dengan pangsa hanya sekitar 16% pada tahun 2003 dan menjadi 18% pada tahun 2025. Mengingat Pulau Sumatera akan menjadi lumbung energi dan dapat dikatakan pemakaian listrik di pulau ini masih tergolong rendah menyebabkan peningkatan kebutuhan listrik di pulau ini diasumsikan lebih tinggi dibanding Jamali, yaitu sebesar 8,6% per tahun, dari 21,14 TWh pada tahun 2003 menjadi 128,91 TWh pada tahun 2025. Peningkatan pertumbuhan kebutuhan listrik 8,6% per tahun tersebut juga dipicu oleh 1.3 Batasan Masalah Dalam penulisan Tugas Akhir ini permasalahan diatas dibatasi sebagai berikut: 1. Kebutuhan energi listrik di Sumatera Barat dibatasi hanya dalam kurun waktu antara 2009 sampai 2025. 2. Aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam pembangunan PLTU ini dibatasi hanya dalam aspek teknik, ekonomi, sosial dan lingkungan. 1.4 Tujuan Tujuan dari penulisan ini adalah mempelajari dan menganalisa pembangunan PLTU Kambang 2x100 MW di Sumatera Barat dalam usaha pemenuhan kebutuhan tenaga listrik di Sumatera Barat khususnya dan di i Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS cerobong. Uap itu kemudian dialirkan ke turbin yang akan menyebabkan turbin bergerak, tapi karena poros turbin dikopel / digandeng dengan poros generator akibatnya gerakan turbin itu akan menyebabkan pula gerakan generator sehingga menghasilkan energi listrik. Sedangkan uap yang sudah dipakai dialirkan ke kondensor untuk didinginkan sehingga berubah menjadi air dan dengan bantuan pompa, air itu dialirkan ke boiler sebagai air pengisi. PLTU ini dilengkapi dengan presipitator elektro static, yaitu suatu alat untuk mengendalikan partikel yang akan keluar cerobong dan alat pengolah abu batubara. Pada waktu PLTU batubara beroperasi suhu pada kondensor naiknya begitu cepat, sehingga menyebabkan kondensor menjadi panas. Sedangkan untuk mendingikan kondensor bisa di gunakan air, tapi harus dalam jumlah yang besar, hal inilah yang menyebabkan PLTU dibangun dekat dengan sumber air yaitu di tepi sungai atau di tepi pantai. Sumatera pada umumnya melalui program 10.000 MW dengan mempertimbangkan aspek teknik, ekonomi, sosial dan lingkungan. II. TEORI PENUNUJANG 2.1 Pembangkit Tenaga Listrik Secara umum pembangkitan tenaga listrik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Berdasarkan metode pembangkitannya, dapat dibedakan menjadi: a. Metode pembangitan dengan konversi langsung (direct energy conversion), yaitu terbangkitnya energi listrik (dari energi primer) terjadi secara langsung, tanpa keterlibatan bentuk energi lain sebagai perantara. b. Metode pembangkitan dengan konversi tak langsung (indirect energy conversion), yaitu terbangkitnya energi listrik (dari energi primer) berlangsung dengan cara melibatkan suatu bentuk energi lain. 2. Berdasarkan proses pembangkitannya, dapat dibedakan menjadi : a. Pembangkit non thermal, yaitu pembangkit yang dalam pengoperasiannya tanpa melalui proses thermal atau pemanasan. b. Pembangkit thermal, yaitu pembangkit yang dalam pengoperasiannya melalui proses thermal atau pembakaran. 2.2 Bahan Bakar Batubara Batubara adalah sisa tumbuhan dari zaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Penimbunan sisa tumbuhan dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batubara. Batubara diklasifikasikan dalam berbagai cara menurut sifat-sifat kimia dan fisiknya. Sistem yang paling umum diterima adalah yang digunakan oleh American Society for Testing and Materials (ASTM, perhimpunan pengujian dan bahan di Amerika Serikat), yang membagibagi atas berbagai kualitas batubara atau berdasarkan tingkat metamorphosis (perubahan bentuk dan struktur dibawah pengaruh suhu, tekanan, dan air). Klasifikasi ini mencakup batubara mulai dari keadaan metamorphosis yang paling rendah yaitu lignit, subbitumin, bitumin dan yang tertinggi yaitu antrasit. Gambar 2.1 Prinsip Kerja PLTU 2.4 Biaya Pembangkitan Tenaga Listrik Beberapa faktor yang harus diperhitungkan dalam usaha pemenuhan kebutuhan listrik akibat dari pola pemakaian konsumen adalah faktor beban, faktor kapasitas dan faktor kemampuan dari pembangkit tenaga listrik. Biaya pembangkitan total tanpa biaya eksternal merupakan penjumlahan dari biaya modal, biaya bahan bakar, serta biaya operasional dan perawatan. 2.5 Aspek Lingkungan Dalam pembangunan suatu pembangkit harus memperhatikan aspek lingkungan sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan oleh pemerintah dan untuk memperkirakan dampak yang akan terjadi, maka perlu dilakukan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Pembangunan pembangkit tenaga listrik dikategorikan dalam beberapa tahapan, yaitu : 2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pembakaran batubara akan menghasilkan uap dan gas buang yang panas. Gas buang itu berfungsi juga untuk memanaskan pipa boiler. Gas buang selanjutnya dialirkan ke pembersih yang di dalamnya terdapat alat pengendap abu, setelah gas itu bersih lalu dibuang ke udara melalui 2.5.1 Tahap Pra Konstruksi a. Persepsi Masyarakat Dampak kegiatan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap pada tahap pra konstruksi antara lain ketika diadakan survei awal, dapat menurunkan persepsi masyarakat karena ketidaktahuan masyarakat terhadap ii Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS rencana kegiatan. Ini dapat diatasi dengan diadakannya penyuluhan kepada masyarakat mengenai rencana kegiatan yang akan dilaksanakan secara rutin, dengan mengadakan pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat setempat dan para pemuka agama di daerah tersebut. c. Flora dan Fauna Pada saat pembuangan air pendingin ke laut, maka akan terjadi perubahan biota laut. Dampak tersebut berupa kematian biota yang sensitif terhadap temperatur. Sehingga dapat menurunkan keanekaragaman spesies sebagai akibatnya komunitas biota laut akan didominasi oleh spesies yang resisten terhadap temperatur yang tinggi. b. Interaksi Sosial Jika pembangunan pembangkit terletak di lingkungan permukiman penduduk, maka akan terjadi pemindahan penduduk. Bentuk pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan adalah mengadakan penyuluhan, menempatkan penduduk di daerah yang baru dengan susunan sesuai dengan daerah asal, memperhatikan keinginan penduduk dan memberi penyuluhan kepada pendatang atau pekerja untuk dapat membaur dengan penduduk setempat. 2.5.4 Tahap Pasca Operasi Pada tahap ini dampak yang ditimbulkannya antara lain adanya pemutusan hubungan kerja dan tanah atau lahan bekas pembangkit menjadi tanah yang gersang sehingga perlu untuk segera dilakukan pengolahan tanah atau lahan tersebut. 2.6 Energi Terjual Perkiraan energi terjual PLN diperoleh dengan menjumlahkan energi terjual pada sektor rumah tangga, sektor komersil, sektor publik dan sektor industri. 2.5.2 Tahap Konstruksi a. Iklim, Flora, dan Fauna Pada tahap konstruksi akan terjadi penurunan kualitas udara berupa meningkatnya kandungan debu akibat transportasi bahan bangunan, peralatan, dan pekerja di sepanjang jalan yang dilewati sarana transportasi menuju lokasi proyek. Jika lokasi pusat pembangkit tenaga listrik dekat laut (untuk mempermudah transportasi bahan bakar), maka dampak yang lain adalah terjadi perubahan mendasar pada biota laut. Ini akibat dari kegiatan reklamasi pantai. b. Sosial Ekonomi Budaya Dengan adanya pembangunan pembangkit tenaga listrik, maka akan tercipta lapangan kerja (sementara) selama pembangunan, serta terjadi peningkatan maupun penurunan pendapatan masyarakat. Penurunan tingkat pendapatan masyarakat terjadi akibat dari kegiatan penguasaan lahan oleh PLN, sedangkan peningkatan pendapatan merupakan dampak tidak langsung dari kegiatan pengadaan tenaga kerja. 2.7 Metode Peramalan Kebutuhan Listrik Peramalan kebutuhan listrik adalah untuk mengetahui akan kebutuhan listrik di tahun yang akan datang dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan metode regresi dan metode DKL 3.01 Metode regresi adalah suatu peramalan dengna menggunakan metoda kecenderungan. Sedangkan metode DKL 3.01 merupakan metode menghitung peramalan kebutuhan listrik tiap pelanggan dengan memperhitungkan rasio elektrifikasi tiap pelanggan. 2.6.1 Model DKL 3.01 Salah satu model peramalan beban adalah model DKL 3.01, digunakan untuk menyusun perkiraan dengan model sektoral yaitu metode gabungan antara kecenderungan ekonometris dan analitis. Perkiraan kebutuhan tenaga listrik model sektoral digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan tenaga listrik pada tingkat wilayah. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung kebutuhan listrik adalah dengan mengelompokkan pelanggan menjadi lima sektor yaitu: 1. Sektor rumah tangga. 2. Sektor bisnis. 3. Sektor publik. 4. Sektor industri. Dari parameter-parameter tersebut dapat diperoleh konsumsi energi per kelompok pelanggan, sehinggga didapatkan energi konsumsi total. Dengan peramalan ini diketahui energi konsumsi yang natinya dapat memprediksi kapasitas pembangkit yang akan di bangun. Metode DKL 3.01 ini menggunakan pendekatan analisa data statistik penjualan tenaga listrik. 2.5.3 Tahap Operasi a. Iklim Pada tahap pengoperasian akan terjadi penurunan kualitas udara yaitu berupa peningkatan konsentrasi gasgas SO2, NOx dan CO2. Kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap kualitas udara adalah pengoperasian unit-unit pembangkit yaitu pembakaran bahan bakar minyak, gas alam, dan batubara. Saat pengoperasian juga akan terjadi peningkatan kebisingan yang disebabkan oleh dioperasikannya unit-unit pembangkit dan boiler. Tingkat kebisingan yang tinggi dapat mengganggu kesehatan pendengaran penduduk setempat. b. Dampak Terhadap Air Pada saat pusat pembangkit tenaga listrik beroperasi akan terjadi penurunan kualitas air permukaan yang digunakan sebagai pendingin. Jika pembangkit dibangun dekat laut dan menggunakan air laut sebagai pendinginnya, maka kenaikan temperatur air laut disekitar outlet akan mengganggu biota laut. Air laut juga akan terjadi peningkatan logam Fe,Ni, akibat adanya rembesan penimbunan logam padat. 2.6.2 Model Regresi Linier Metode Regresi Linier Berganda dapat digunakan untuk menghitung proyeksi kebutuhan energi listrik jangka panjang. Dalam ini diperlukan faktor / parameter yang akan dijadikan acuan dalam perhitungan. Dalam iii Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS peramalan kebutuhan energi listrik parameter yang dipakai adalah sebagai berikut : 1. Pertumbuhan jumlah pelanggan rumah tangga (X1) 2. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang usaha (X2) 3. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang publik (X3) 4. Pertumbuhan jumlah pelanggan industri (X4) 5. Pertumbuhan jumlah penduduk (X5) 6. Peningkatan PDRB suatu wilayah (X6) 7. Energi listrik terjual (Y) III. KONDISI KETENAGALISTRIKAN DI SUMATERA BARAT 3.1 Kondisi Umum Ketenagalistrikan Sumatera Barat Sekitar 95% beban di Propinsi Sumatera Barat dipasok oleh PLN P3B Sumatera dan sisanya dipasok pembangkit-pembangkit dalam sistem terisolasi di pulau Mentawai dan Sungai Penuh yang dikelola oleh PLN Wilayah Sumatera Barat sendiri. Produksi energi listrik di Propinsi Summatera Barat tahun 2008 sebesar 2.299,56 GWh, sedangkan penjualan tenaga listrik untuk propinsi Sumatera Barat hingga akhir 2008 mencapai 2.127,09 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 918,05 GWh, bisnis 228,66 GWh, industri 171,25 GWh, dan publik 809,13 GWh. Gambar 3.1 Kurva Beban Harian Sistem SUMBAGTENG Tahun 2008 IV. ANALISA PEMBANGUNAN PLTU 4.1 Pembangunan PLTU Kambang Untuk mengatasi kekurangan pasokan listrik di Provinsi Sumatera Barat, maka PT Inti Energi Abadi akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas terpasang 2 x 100 MW di daerah Kambang, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Pembangunan pembangkit listrik tenaga uap dengan bahan bakar batu bara itu diperkirakan menelan biaya mencapai 200 juta dolar. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ini akan dimulai akhir tahun 2010. Rencana PLTU ini dibangun di daerah perbukitan berpasir / kerakal, di tepi Teluk Mentawai. 3.2 Rasio Elektrifikasi Sumatera Barat Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga yang sudah menikmati pasokan listrik dengan jumlah total rumah tangga. Rasio elektrifikasi propinsi Sumatera Barat sampai pada tahun 2008 yaitu sebesar 68,72%. Di Propinsi Sumatera Barat terdapat 254 Desa / Kampung, 89 Nagari / Kelurahan yang belum teraliri listrik. 3.3 Pelanggan Listrik dan Konsumsi Energi Listrik Pelanggan listrik di Sumatera Barat bervariasi diantaranya rumah tangga, komersil, industri, multiguna dan sosial. Pada tahun 2008 sektor rumah tangga merupakan jenis pelangan listrik terbanyak sebesar 815.431 pelanggan, komersil 51.507 pelanggan, umum 51.184 pelanggan, dan industri 332 pelanggan, dengan total pelanggan keseluruhan yaitu sebesar 918.454 pelanggan. Lokasi PLTU Kambang 2 x 100 MW Gambar 4.1 Lokasi Pembangunan PLTU Kambang 2x100 MW 3.4 Beban Puncak Wilayah Sumatera Barat termasuk kedalam sistem kelistrikan sumbagteng. Dari tahun-ketahun permintaan kebutuhan listrik di Propinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan. Dengan bertambahnya pelanggan maka secara otomatis beban puncak yang akan terjadi peningkatan. Beban puncak harian di Sistem Sumatera Bagian Tengah pada tahun 2008 terus bervariasi. Pola beban harian pada hari-hari tertentu seperti hari kerja, hari proklamasi 17 Agustus, hari minggu, Idul Fitri dan Idul Adha pada tahun 2008 secara umum berbentuk sama, tetapi terdapat perbedaan pada jumlah konsumsi daya. Beban puncak tertinggi terjadi pada hari kerja yaitu sebesar 1291,4 MW. Sedangkan untuk hari minggu beban puncak berkisar 1238,6 MW. PLTU Kambang akan dibangun dengan kapasitas 2x100 MW diperkirakan beroperasi pada tahun 2012, sehingga akan menambah kemampuan pembangkit pada Propinsi Sumatera Barat termasuk sistem SUMBAGTENG dan PLTU ini juga sebagai penyangga beban dasar di Sumatera Barat. 4.2 Perhitungan Kebutuhan Batubara Terdapat tiga parameter yang mempengaruhi jumlah kebutuhan batubara : 1. Nilai kalor (caloric value) batubara yang dibakar. 2. Kebutuhan batubara tiap kWh. 3. Faktor kapasitas (capacity factor) pembangkit. iv Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS maka : KB = P x CF x SFC x 8760 ............................ (4.1) dimana : KB = kebutuhan batubara perhari (kg/hari). P = daya pembangkit (kWh). CF = capacity factor (%). SFC = kebutuhan batubara tiap kWh (kg/kWh). Sebuah pembangkit batubara thermal, berbahan bakar batubara dengan kapasitas pembangkit 2x100 MW, batubara yang digunakan yaitu jenis lignit dengan nilai kalor 4200 kcal/kg, capasity factor (CF) pembangkit sebesar 85%, dan kebutuhan batubara tiap kWh sebesar 0,514 kg/kWh, maka nilai estimasi banyaknya batubara yang dibutuhkan oleh pembangkit adalah sebagai berikut : KB = 2 x 100 x 0,85 x 0,514 x 8760 = 765.448,8 ton per tahun PLTU Kambang 2 x 100 MW, direncanakan akan beroperasi selama kurun waktu 25 tahun, sehingga kebutuhan batubara selama beroperasi : KB = 765.448,8 x 25 = 19.136.220 ton Dengan banyaknya batubara yang dibutuhkan yaitu sebesar 19.136.220 ton selama beroperasi, dengan mengasumsikan bahwa cadangan batubara jenis lignit di Propinsi Sumatera Barat yaitu sebanyak ± 200 juta ton, maka dapat dilhat bahwa kebutuhan akan batubara sebagai bahan bakar pada PLTU Kambang yaitu sebesar 9,568% dari cadangan batubara propinsi Sumatera Barat. untuk i = 6% CRF = CRF . Ps m .To Ps = CC = (1 + i ) n − 1 FC dimana : 1kWh FC CC = CRF .Ps m.To = 0,0783 x 1000 0,85 x 8760 = 0,010515 US$/kWh = 860 . Ui η / kWh .......................... (4.5) = 860 kcal = harga bahan bakar (US$/satuan energi) 860 x (1,16 x 10-5) = 0,375 = 0,026 US$/kWh = 2,26 cent/kWh Effisiensi (η) dari pembangkit terdiri banyak faktor, tetapi pada PLTU Kambang mempunyai effisiensi yang berkisar antara 32% hingga 37,5%. Untuk perhitungan biaya bahan bakar (fuel cost) diasumsikan effisiensi (η) sebesar 37,5%, maka didapat sebesar 0,0266 US$/kWh. 4.3.3 Biaya Operasi dan Perawatan (Operation & Maintenance) Biaya operasi dan perawatan (O&M) dapat ditentukan dengan persamaan berikut : O & M Cost Gs = .................................... (4.6) m . To dimana : Gs = biaya O&M (US$/kWh) m = faktor manfaat (85%) To = jam pertahun (8760 jam) Biaya O&M tetap dan O&M variabel sudah termasuk ke dalam biaya operasi dan perawatan (O&M) pertahun tiap unit pembangkit listrik batubara yaitu sebesar untuk i = 12% (1 + 0 ,12 ) 25 − 1 CRF .Ps m.To 4.3.2 Biaya Bahan Bakar (Fuel Cost) Untuk perhitungan biaya bahan bakar (fuel cost), sangat dipengaruhi oleh harga bahan bakar yang digunakan yakni batubara. Untuk harga batubara dengan 4200 kcal yaitu sebesar 48.83 US$/ton atau 0,04883 US$/kg = Rp 537,13/kg dengan asumsi 1US$ = Rp 10.000. Biaya bahan bakar, dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut : ..................................... (4.3) 0 ,12 (1 + 0 ,12 ) 25 200 x10 3 kWh 0,1275 x 1000 0,85 x 8760 = 0,017123 US$/kWh dimana : i = bunga 12% dan 6% pertahun untuk pinjaman lunak. n = masa pengoperasian pembangkit (PLTU). maka : CRF = 200 x10 6 = ............................................ (4.2) i (1 + i ) n = 0,0783 = 1000 US$/kWh maka di dapat capital cost (CC) sebagai berikut : untuk i = 12% untuk i = 6% CRF merupakan faktor pengembalian modal, yang berarti nilai investasi yang ditanam untuk saat ini, yang dihitung sampai dengan masa tahun pemanfaatan barang yang dibeli. CRF = (1 + 0 , 06 ) 25 − 1 Sehingga untuk PLTU batubara konvensional, dengan : m = faktor manfaat yaitu sebesar 85% (65% hingga 85%) To = jumlah jam per tahun (24 jam x 365 hari = 8760 jam) Ps = biaya pembangkitan (US$/kWh) Biaya Total Investasi = .............................. (4.4) Kapasitas Pembangkit 4.3 Analisa Ekonomi Teknologi PLTU Sedangkan untuk analisa mengenai aspek ekonomi yaitu menyangkut teknologi yang akan diaplikasikan pada pembangkit tersebut, seperti pada sistem pembangkitan, investasi yang dibutuhkan, biaya bahan bakar, proyeksi laba-rugi serta kelayakan investasi. 4.3.1 Estimasi Biaya Investasi Modal (Capital Cost) Biaya modal ini sering disebut juga fixed charge rate, yaitu suatu faktor yang biasa digunakan untuk mengkonversikan pengeluaran-pengeluaran modal karena pajak pendapatan, pajak milik, nilai asuransi dan pengeluaran-pengeluaran tambahan dalam bentuk biaya tahunan. CC = 0 , 06 (1 + 0 , 06 ) 25 = 0,1275 v Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS berbanding Investment Cost. Pada tahun pertama untuk investasi dengan subsidi 85% dengan suku bunga 6% didapat persentase pertumbuhan keuntungan sebesar ±1,24%, kemudian untuk suku bunga 12% didapat persentase pertumbuhan keuntungan sebesar ± 0,74%. 4.736380,5 US$/tahun, maka besarnya biaya O&M adalah sebesar 0,318 cent/kWh 4.3.4 Analisa Biaya Pembangkitan Total PLTU Biaya pembangkitan total merupakan penjumlahan dari biaya modal (capital cost), biaya bahan bakar (fuel cost), biaya operasi dan perawatan (O&M), untuk suku bunga 6% didapat TC sebesar 0,0372 US$/kWh dan untuk bunga 12% didapat TC sebesar 0,0418 US$/kWh Tabel 4.1 Biaya Pembangkitan Energi Listrik PLTU Perhitungan Biaya Pembangkitan (US$/kWh) Umur Operasi (tahun) Kapasitas (kW) Biaya Bahan Bakar (US$/kWh) Biaya O&M (US$/kWh) Biaya Modal (US$/kWh) Biaya Total (US$/kWh) Investasi (million US$) 4.3.9 Payback Periode (PP) Payback Periode adalah lama waktu yang dibutuhkan agar nilai investasi yang diinvestasikan dapat kembali dengan utuh. Investasi awal PLTU yaitu sebesar 200.000.000 US$, karena nilai investasi terlalu mahal, maka di subsidi oleh pemerintah sebesar 85%. Sehingga investasi pembangunan PLTU menjadi 30.000.000 US$ . untuk suku bunga 6%, dengan pendapatan pertahun (CIF) sebesar 3,72 million US$ didapat nilai PP selama ± 1 tahun. Sedangkan untuk suku bunga 12% dengan pendapatan pertahun (CIF) sebesar 2,23 million US$ didapat nilai PP selama ± 2 tahun. Suku Bunga 12% 6% 1000 1000 25 25 200.000 200.000 0,02666 0,02666 0,00318 0,00318 0,011986 0,00736 0,0469 0,0403 200 200 4.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera Barat Selama periode tahun 2006 hingga 2007 angka IPM di Propinsi Sumatera Barat cenderung menunjukkan peningkatan sebesar 0,6 poin. Peningkatan angka IPM Propinsi Sumatera Barat seiring dengan peningkatan IPM Indonesia yaitu sebesar 0,5 point. Angka IPM Propinsi Sumatera Barat berada di atas IPM Indonesia. Tabel 4.2 IPM Sumatera Barat Tahun 2006-2007 4.3.5 Daya Beli Masyarakat (DBM) Daya beli masyarakat Sumatera Barat yaitu berkisar Rp. 499/kWh, sedangkan harga pembangkitan total pada suku bunga 6% sebesar Rp.403/kWh dan untuk suku bunga 12% sebesar Rp.469/kWh, sehingga menunjukkan bahwa harga jual listrik PLTU Kambang masih dibawah daya beli masyarakat. 4.3.6 Net Present Value (NPV) Metode ini menggunakan pertimbangan bahwa nilai uang sekarang lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai uang pada waktu mendatang, karena adanya faktor bunga. Dengan usia pembangkit 25 tahun, maka Net Present Value untuk suku bunga 12% baik itu non subsidi maupun subsidi bernilai negative. Sehingga usulan investasi tersebut tidak dapat diterima atau dengan kata lain ditolak. Sedangkan untuk suku bunga 6% investasi non subsidi dan subsidi 50% menghasilkan nilai NPV negative (tidak layak) dan untuk subsidi 85 %, pada tahun ke 12 bernilai positif (layak). Maka dipilih investasi dengan subsidi 85% dan suku bunga 6%. Jika pemerintah mensubsidi pembangunan PLTU 80% dari biaya modal maka keuntungan pertahun untuk suku bunga 6% yaitu sebesar Rp 37.230.000.000/tahun dan untuk suku bunga 12% yaitu sebesar Rp 22.330.800.000/tahun. Provinsi di Indonesia 1. DKI Jakarta 9. Sumatera Barat 10. Jambi 33. Papua INDONESIA IPM 2006 2007 76,3 76,9 71,6 72,2 71,3 71,4 62,8 63,6 69,7 70,2 Reduksi Shortfall 1,11 2,05 0,61 1,76 1,72 Peringkat 2005 2006 1 1 9 9 10 10 33 33 Pembangunan dan pengoperasian PLTU Kambang dapat menambah pasokan listrik Sumatera Barat. Hal ini menyebabkan pemadaman bergilir dapat terhindarkan sehingga pekerjaan penduduk Sumatera Barat dapat menggunakan energi listrik dengan lancar, siswa-siswi dapat belajar dengan tenang pada malam hari, proses penerimaan informasi, kesehatan makanan bergizi dan sebagainya melalui alat elektronik dapat terjadi, Industri bekerja tanpa gangguan pemadaman sehingga terjadi peningkatan kesejahteraan penduduk dan peningkatan PDRB. 4.3.7 Return On Investment (ROI) Return On Investment adalah kemampuan pembangkit untuk mengembalikan dana investasi dalam menghasilan tingkat keuntungan yang digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Untuk investasi dengan subsidi 85% dengan suku bunga 6% didapat nilai ROI positif pada tahun ke 1 dengan keuntungan sebesar 37,23 milliar rupiah, kemudian untuk suku bunga 12% didapat nilai ROI positif pada tahun ke 2 dengan keuntungan sebesar 22,33 milliar rupiah. 4.5 Pertumbuhan Kebutuhan Energi Listrik di Sumatera Barat Pada umumnya pertumbuhan kebutuhan penduduk akan energi listrik tentunya terkait dengan semakin bertambahnya penduduk di suatu daerah. Dengan semakin bertambahnya penduduk, secara langsung akan mengakibatkan bertambahnya jumlah pelanggan listrik di daerah tersebut dan juga menambah perkembangan berbagai sektor industri yang tentunya diperlukan energi listrik yang semakin besar. Pertumbuhan penduduk untuk beberapa tahun ke depan diprediksikan dengan melihat data pertumbuhan beberapa tahun sebelumnya (data jumlah penduduk dari tahun 1998 sampai dengan tahun 4.3.8 Bennefit Cost Ratio (BCR) Bennefit Cost Ratio adalah persentase pertumbuhan keuntungan selama setahun, yang dapat dicari berdasarkan keuntungan pada tahun tersebut (Bennefitt) vi Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 2008). Rata-rata pertumbuhan penduduk Propinsi Sumatera Barat dari tahun 1998 hingga tahun 2008 yaitu sebesar 1,03%. Tabel 4.3 Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Propinsi Sumatera Barat Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Jumlah Penduduk (jiwa) 4.795.535 4.845.184 4.895.346 4.946.027 4.997.233 5.048.970 5.101.242 5.154.055 5.207.415 5.261.327 5.315.798 5.370.832 5.426.436 5.482.616 5.539.378 5.596.727 5.654.670 Lanjutan Tabel 4.5................................................................................ Tahun Konsumsi Energi Pelanggan (GWh) Total (t) R.Tangga Komersil Publik Industri 2010 968,22 319,24 846,25 211,34 2345,05 2011 994,11 377,21 865,45 234,78 2471,55 2012 1020,56 445,71 885,08 260,82 2612,17 2013 1047,56 526,64 905,16 289,75 2769,11 2014 1075,14 622,27 925,69 321,88 2944,98 2015 1103,3 735,27 946,69 357,58 3142,84 2016 1132,06 868,78 968,17 397,24 3366,25 2017 1161,42 1026,54 990,14 441,30 3619,40 2018 1191,41 1212,94 1012,59 490,25 3907,19 2019 1222,02 1433,2 1035,57 544,62 4235,41 2020 1253,28 1693,44 1059,06 605,02 4610,80 2021 1285,19 2000,95 1083,08 672,13 5041,35 2022 1317,77 2364,29 1107,66 746,67 5536,39 2023 1351,03 2793,61 1132,78 829,49 6106,91 2024 1384,99 3300,89 1158,48 921,49 6765,85 2025 1419,65 3900,29 1184,76 1023,69 7528,39 Pertumbuhan Pertambahan (%) Penduduk (jiwa) 1,03 49.139 1,03 49.649 1,03 50.162 1,03 50.681 1,03 51.206 1,03 51.737 1,03 52.272 1,03 52.813 1,03 53.360 1,03 53.912 1,03 54.471 1,03 55.034 1,03 55.604 1,03 56.180 1,03 56.762 1,03 57.349 1,03 57.943 4.5.1 Peramalan Kebutuhan Energi Listrik di Sumatera Barat Proyeksi kebutuhan energi listrik pada suatu wilayah, bertujuan untuk mendapatkan gambaran besarnya kebutuhan energi listrik setiap tahunnya yang akan terjadi, sehingga sedini mungkin bisa dilakukan antisipasi dan upaya untuk pemenuhan kebutuhan energi tersebut. Perhitungan kebutuhan energi ini dilakukan dengan 2 model metoda, yaitu model DKL 3.01 dan model regresi. 4.5.1.2 Metode Regresi Adapun analisa ini akan membahas tentang penghitungan perkiraan kebutuhan energi listrik di Sumatera Barat sampai tahun 2025. Tabel 4.6 Peramalan Kebutuhan Energi Listrik Tahun 2009 Sampai Dengan 2025 Dengan Metode Regresi Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 4.5.1.1 Model DKL 3.01 Dari perhitungan DKL 3.01 dapat dibuat tabel tentang pertumbuhan jumlah pelanggan energi di Sumatera Barat dan pertumbuhan konsumsi energi listrik di Sumatera Barat dari tahun 2009 sampai 2025. Tabel 4.4 Proyeksi Jumlah Pelanggan Listrik Total per Kelompok Pelanggan Propinsi Sumatera Barat Tahun (t) 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 R.Tangga 823873 832402 841020 849727 858525 867413 876393 885467 894634 903896 913254 922709 932262 941913 951665 961518 971472 Jumlah Pelanggan Komersil Publik 52040 51714 52579 52250 53123 52790 53673 53337 54229 53889 54790 54447 55357 55011 55930 55580 56509 56156 57094 56737 57686 57324 58283 57918 58887 58518 59496 59123 60112 59736 60734 60354 61363 60979 Industri 369 410 455 506 562 624 693 770 856 951 105 1173 1304 1448 1609 1787 1985 Total 927996 937641 947388 957243 967205 977274 987454 997747 1008155 1018678 1028369 1040083 1050971 1061980 1073122 1084393 1095799 4.5.2 Peramalan Pertumbuhan Beban Puncak Sistem Sumatera Barat Beban puncak merupakan salah satu ukuran besarnya konsumsi energi listrik, sehingga dengan diketahui besar beban puncak, maka akan dapat diperhitungkan produksi atau kapasitas terpasang yang harus tersedia. Tabel 4.7 Pertumbuhan Beban Puncak di Sumatera Barat Tahun 2009 Sampai Dengan 2025 Tahun (t) 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Tabel 4.5 Proyeksi Konsumsi Energi Listrik per Kelompok Pelanggan (GWh) Propinsi Sumatera Barat Tahun (t) 2009 Konsumsi Energi Pelanggan (GWh) R.Tangga Komersil Publik Industri 942,87 270,18 827,48 190,24 Pelanggan Konsumsi Jumlah Energi Rumah Penduduk Komersil Publik Industri (GWh) Tangga 4.795.535 789380 53428 48967 316 1.918 4.845.184 817482 57275 50411 324 1.975 4.895.346 846584 61398 51899 333 2.031 4.946.027 876723 65819 53430 342 2.087 4.997.233 907934 70558 55006 352 2.143 5.048.970 940256 75638 56629 361 2.200 5.101.242 973729 81084 58299 371 2.256 5.154.055 1008394 86922 60019 382 2.312 5.207.415 1044293 93181 61789 392 2.368 5.261.327 1081469 99890 63612 403 2.424 5.315.798 1119970 107082 65489 414 2.481 5.370.832 1159841 114792 67421 425 2.537 5.426.436 1201131 123057 69410 437 2.593 5.482.616 1243892 131917 71457 449 2.649 5.539.378 1288174 141415 73565 461 2.706 5.596.727 1334033 151597 75735 474 2.762 5.654.670 1381525 162511 77970 487 2.818 Total (GWh) 2230,77 vii Load Faktor (LF) 0,52 0,52 0,52 0,52 0,53 0,53 0,53 0,53 0,54 0,54 Beban Puncak (MW) 528,89 554,17 582,06 612,98 647,39 685,89 729,12 777,86 833,04 895,72 Konsumsi Daya Cadangan Energi Total Mampu Sistem (GWh) (MW) (MW) 2.230,77 586,2 57,31 2.345,05 586,2 32,03 2.471,55 586,2 4,14 2.612,17 586,2 -26,78 2.769,11 586,2 -61,20 2.944,98 586,2 -99,69 3.142,84 586,2 -142,91 3.366,25 586,2 -191,66 3.619,40 586,2 -246,84 3.907,19 586,2 -309,52 Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS sebesar 1,6 cents US$/kWh. Keputusan ini diambil berdasarkan konferensi ”Kyoto Protocol”. Lanjutan Tabel 4.7............................................................................... Load Beban Konsumsi Daya Cadangan Faktor Puncak Energi Total Mampu Sistem (LF) (MW) (GWh) (MW) (MW) 2019 0,54 967,18 4.235,41 586,2 -380,98 2020 0,54 1048,89 4.610,80 586,2 -462,69 2021 0,54 1142,61 5.041,35 586,2 -556,41 2022 0,55 1250,39 5.536,39 586,2 -664,19 2023 0,55 1374,66 6.106,91 586,2 -788,46 2024 0,55 1518,26 6.765,85 586,2 -932,06 2025 0,55 1684,53 7.528,39 586,2 -1098,33 Tahun (t) Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa mulai tahun 2012 sudah diperlukan adanya penambahan daya untuk memenuhi kebutuhan beban listrik di Sumatera Barat, artinya di Sumatera Barat kemungkinan akan mengalami krisis dalam penyediaan tenaga listrik mulai tahun 2012 sebesar 26,78 MW. Gambar 4.3 Grafik Emisi Gas dari Berbagai Pembangkit Tabel 4.8 Neraca Daya Sumatera Barat Sampai Tahun 2025 Dengan Penambahan PLTU Kambang 2x100 MW Tahun (t) 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Beban Puncak (MW) 528,89 554,17 582,06 612,98 647,39 685,89 729,12 777,86 833,04 895,72 967,18 1048,89 1142,61 1250,39 1374,66 1518,26 1684,53 V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Seiring dengan berjalannya waktu dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, sejumlah unit pembangkit di Sumatera Barat tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan akan energi listrik dari konsumen. Kekurangan akan energi listrik ini disebabkan karena perbaikkan pada pembangkitpembangkit besar seperti PLTU Ombilin dan ketergantungan PLTA terhadap debit air danau, seperti pada saat musim kemarau debit air danau akan turun yang menyebabkan PLTA tidak dapat beroperasi setiap saat. Kekurangan akan energi listrik tersebut dapat kita perhatikan pada aliran daya pada Waktu Beban Puncak (WBP) sistem Sumbagteng dan Sumbagsel, yang mana Provinsi Sumatera Barat kekurangan daya sebesar 97,95 MW dan pada Luar Waktu Beban Puncak (LWBP) kekurangan daya sebesar 66 MW. 2. PLTU Kambang akan menggunakan bahan bakar batubara lignit dengan nilai kalor 4200 kcal/kg. Pemakaian total batubara untuk PLTU berkisar 9,568 % dari cadangan batubara Provinsi Sumatera Barat. Apabila efisiensi thermal PLTU dapat ditingkatkan, maka pemakaian batubara untuk PLTU akan lebih sedikit. Maka dapat dipastikan realisasi pembangunan PLTU Kambang 2x100 MW tidak akan mengalami kesulitan dalam hal penyediaan batubara selama 25 tahun operasinya. Biaya total pembangkitan PLTU Kambang 2x100 MW tanpa subsidi berkisar Rp 306,24 /kWh. 3. Sumatera Barat kemungkinan akan mengalami krisis dalam penyediaan tenaga listrik mulai tahun 2012 sebesar 26,78 MW. Dengan adanya pembangunan PLTU Kambang 2x100 MW ini, maka kekurangan daya tersebut dapat teratasi. PLTU ini dapat menopang kekurangan daya listrik Sumatera Barat sampai tahun 2016 dan pada tahun 2017 diperlukan pembangunan pembangkit baru agar permintaan akan daya listrik Sumatera Barat dapat terpenuhi. 4. Pembangunan PLTU Kambang diharapkan mampu mendongkrak perekonomian wilayah Sumatera Barat, Daya Mampu Cadangan Sistem (MW) (MW) 586,2 57,31 786,2 232,03 786,2 204,14 786,2 173,22 786,2 138,80 786,2 100,31 786,2 57,08 786,2 8,34 786,2 -46,83 786,2 -109,51 786,2 -180,97 786,2 -262,68 786,2 -356,41 786,2 -464,19 786,2 -588,46 786,2 -732,05 786,2 -898,33 Dengan adanya pembangunan PLTU Kambang 2x100MW ini, maka kekurangan daya yang terjadi pada tahun 2012 dapat teratasi. PLTU Kambang dapat menopang kekurangan daya listrik Sumatera Barat sampai tahun 2016, kemudian pada tahun 2017 diperlukan pembangunan pembangkit yang baru agar permintaan akan daya listrik Sumatera Barat dapat terpenuhi. 4.6 Analisa Pembangunan PLTU Ditinjau dari Aspek Lingkungan Perlindungan terhadap kondisi lingkungan sangat diperlukan, hal ini dikarenakan lingkungan merupakan tempat sumber energi. Apabila lingkungannya rusak, maka sumber energi akan tercemar dan kontinuitas sumber energi tidak akan berlangsung. Ratifikasi ”Kyoto Protocol” menunjukkan komitmen negara maju tekait global warming untuk insentif atau carbon tax terhadap pembangunan (Clean Development Mecahnism) berdasarkan seberapa besar pengurangan CO2 dibandingkan dengan base line yang telah ditetapkan. PLTU Kambang 2x100 MW yang berbahan bakar batubara dihadapkan pada suatu mekanisme CDM, dimana PLTU merupakan salah satu penyumbang emisi CO2 yang paling besar. Setelah melalui perhitungan PLTU Kambang diwajibkan membayar carbon tax viii Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS sehingga setelah pembangunan PLTU diharapkan IPM propinsi Sumatera Barat akan semakin meningkat dengan seiringnya reduksi shortfall. 15. 5.2 Saran 1. Pembangunan PLTU Kambang 2x100 MW perlu segera dilakukan, sehingga kebutuhan energi listrik di Sumatera Barat untuk tahun-tahun mendatang dapat terpenuhi dengan baik. 2. Pemerintah daerah propinsi Sumatera Barat harus meningkatkan infrastruktur yang ada, dengan begitu tingkat kesejahteraan masyarakat dapat meningkat dan nilai IPM di propinsi Sumatera Barat meningkat. 3. Analisa perkiraan kebutuhan energi listrik Sumatera Barat 2009 – 2025 ini dapat dijadikan pertimbangan dalam melaksanakan realitasnya di lapangan. 4. Seringnya terjadi pemadaman di wilayah Sumatera Barat terutama karena adanya perbaikan atau kerusakan sebaiknya melakukan penjadwalan pembangkit dengan baik sehingga pemadaman ataupun defisit dapat di kurangi bahkan dihilangkan. Adapun solusi yang dilakukan adalah dengan pembangunan pembangkit PLTU Kambang 2x100 MW dan merealisasikan ”Skenario Energi Mix Nasional” dalam jangka waktu tertentu (2005-2025), yang tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN). 17. 16. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. PT PLN (PERSERO) Wilayah Sumatera Barat, Statistik Sumatera Barat 2008, Padang 2008. PT. PLN (PERSERO), Statistik PLN 2008, Jakarta, 2008. DJLPE – DESDM, Indonesia Energy Outlook & Statistics 2004, Jakarta, 2005. DESDM, RUKN 2006-2026, Jakarta, 2007. Abdul Kadir, Energi : Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1995. DJLPE, Potensi Batubara Sumatera Barat, 2009. Arif Satria Putra Permana, Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Teluk Sirih 2 x 100 MW, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS, Surabaya, 2009. Tim Markal BPPT, Prakiraan Penduduk dan Laju Pertumbuhan PDB Tahun 2003 s.d. 2025, Jakarta, 2004. DESDM, Peraturan Menteri ESDM No. 26912/26/600.3/2008 tentang Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Listrik Propinsi di Indonesia, Jakarta, 2008. Presiden Republik Indonesia, Undang Undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Jakarta, 2009. BIOGRAFI PENULIS 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. DAFTAR PUSTAKA Anab Afifi, Interkoneksi Kelistrikan Sumatera 2008, PT. Pro Fajar, Jakarta, 2008. Moch Muchlis dan Adhi Darma Permana, Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020, 2004. PT PLN (PERSERO) P3B Sumatera, Status Harian Pembangkit SUMBAGTENG, 2009. DJLPE, Pembangunan PLTU di Sumatera Barat, 2009. Syariffuddin Mahmudsyah, Diktat Kuliah Manajemen Energi Listrik, Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS, Surabaya, 2008. P. Shlyakhin, Turbin Uap, Erlangga, Jakarta, 1990. M.M. El Wakil, Instalasi Pembangkit Daya, Erlangga, Jakarta, 1992. Zuhal, Ketenagalistrikan Indonesia, PT. Ganeca Prima, 1995. Syariffuddin Mahmudsyah, Diktat Kuliah Pembangkit Tenaga Listrik, Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS, Surabaya, 2008. Djiteng Marsudi, Operasi Sistem Tenaga Listrik, Graha Ilmu, 2006. Ari Sulistiyawati, Analisis Korelasi dan Regresi Linier, 2009. UNDP, Human Development Index 2007 s.d. 2008, Human Development Index, 2008. Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Demografi Sumatera Barat, 2009. Badan Pusat Statistik, Sumatera Barat Dalam Angka 2008, Padang, 2008. Penulis dilahirkan di Magetan pada tanggal 30 Juni 1985 dengan nama lengkap Hamid Paminto Nugroho. Pada tahun 1998, lulus dari SD Negeri 2 Magetan dan melanjutkan studi ke SLTP Negeri 1 Magetan. Pada tahun 2004, lulus dari SMU Negeri 2 Magetan. Penulis diterima sebagai mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya – ITS program Diploma mengambil bidang studi Teknik Elektro Industri dan lulus pada tahun 2007, kemudian melanjutkan pendidikan program Sarjana di Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dan mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail : [email protected]. ix