Sistem Kekerabatan Masyarakat Jawa Timuran http://syariah.uin-malang.ac.id/index.php/komunitas/blog-fakultas/entry/sistem-kekerabatanmasyarakat-jawa-timuran Sistem kekerabatan masyarakat Jawa timur pada umumnya yaitu bilateral, dimana lingkungan pergaulan individu dalam masyarakat meliputi kerabat dari pihak ayah maupun kerabat dari pihak ibu mereka. Jadi dalam sistim kekerabatan ini hubungan anak dengan sanak kandung pihak ayah sederajat dengan hubungan anak terhadap sanak kandumg pihak ibu. Jawa timur merupakan provinsi yang terdiri dari beberpa daerah yang mempunyai gaya bahasa tersendiri dalam menyebut kekerabatan seperti halnya mengunakan bahasa madura untuk orang madura, bahasa osing untuk orang banyuwangi bahasa suroboyooan untuk orang Surabaya dan juga daerah-daerah lainya. Pada umumnya masyarakat jawa timuran menyebut kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga batih yang dalam istilah antropologi disebut dengan istilah nuclear family yang agggotanya terdiri ayah (suami), ibu (istri) dan anak-anaknya yang belum kawin. Ayah berkedudukan sebagai kepala keluarga, tetapi ada kalanya seorang ibupun dapat menjadi kepala keluarga. Hal ini akan terjadi apabila suami meninggal dumia. Disamping keluarga batih, di Jawa Timur juga dapat kita jumpai bentuk kelompok kekerabatan yang disebut sanak sedulur. Bentuk kelompok kekerabatan ini dalam ilmu antropologi disebut kindred. Kindred ini merupakan suatu kesatuan kaum kerabat yang anggotanya terdiri dari saudara sekandung, saudara sepupu dari fihak ayah maupun ibu, pamanpaman dan bibi-bibi baik dari fihak ayah maupun ibu, kakak ayah maupun kakak ibu, serta saudarasaudara dari fihak suami maupun istri. Tetapi dalam kenyataannya biasanya mereka yang bertempat tinggal berdekatan saja yang mampak nyata sebagai anggota kindred. Anggota kindred akan berkumpul bila salah seorang anggotanya mengadakan upacara didalam lingkaran hidup individu, misalnya pada saat kelahiran, khitanan, perkawinan, kematian dan lain sebagainya. Dalam sebuah adat perkawinan masyarakat jawa timuran mempunyai adat yang berbeda di stiap daerahnya. Seperti halnya masyarakat madura lebih dikenalnya dalam pemilihan jodoh mengunakan sistem dijodohkan oleh orang tua, hal ini menunjukan bahwa masih eratnya sistem kekerabatan antar keluarga. Dalam hal ini juga berlaku di daerah lainya, pada jaman dahulu pemilihan jodoh sama seperti yang berlaku pada masyarakat di Jawa timur pada umumnya, yaitu tergantung kepada orang tua, Namun demikian pada saat sekarang telah berubah, pemilihan jodoh terserah kepada pemuda/pemudi dan orang tua tinggal menyetujui, Namun demikian pemuda/pemudi itu juga harus mentaati ketentuan-ketentuan adat yang berlaku di daerah tersebut, misalnya adanya larangan perkawinan dengan saudara pancer wali yaitu antara dua orang yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga pengantin laki-laki berhak menjadi wali penganten wanita, penganten laki-laki adalah generasi yang lebih muda dari pada penganten wanita, (misalnya kemenakan laki-laki dengan bibi).