BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang sering terkait, baik secara substansial maupun hisfories karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat merupakan paduan dari Bahasa Arab yaitu “falsafah” dan Bahasa Inggris “philosophy”. Kata Filsafat sendiri berasal dari Bahasa Yunani “Philosophia”, yakni gabungan dari kata “philos” yang artinya cinta, dan “sophos” berarti kebijaksanaan, dengan kata pengetahuan lain filsafat (wisdom). adalah Secara cinta pada etimologi kebijaksanaan,kearifan filsafah berarti cinta atau kepada kebijaksanaan, kearifan atau pengetahuan (love of wisdom). Filsafat abad pertengahan lazim disebut abad filsafat skolastik. Kata tersebut diambil dari kata schuler yang berarti ajaran atau sekolahan. Yang meliputi mata pelajaran gramatika, geometria, arithmatika, astronomia, musikal dan dialektika (logika). Belakangan kata skolastik menjadi istilah bagi filsafat pada abad 9-15 yang mempunyai corak khusus yaitu filsafat yang dipengaruhi agama. Secara historis, khazanah pemikiran filsafat Yunani pernah mencapai kejayaan dan hasil yang gemilang dengan melahirkan peradaban Yunani yang merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Peradaban Yunani terus menyebar ke berbagai bangsa diantaranya adalah bangsa Romawi yang merupakan kerajaan terbesar di daratan Eropa pada saat itu. Setelah filsafat Yunani sampai kedaratan Eropa, disana mendapatkan lahan baru dalam pertumbuhannya. Karena bersamaan dengan nama Kristen, sehingga membentuk suatu formulasi baru. Maka muncullah filsafat Eropa yang sesungguhnya penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi dengan agama Kristen. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat Eropa (sekitar lima abad) belum memunculkan ahli pikir ( filosuf ), akan tetapi setelah abad ke-6 masehi, baru muncul ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa yang mengawali kelahiran filsafat barat abad pertengahan. Filsafat barat abad pertengahan (476-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai abad gelap. Berdasarkan pada pendekatan sejarah gereja, saat itu tindakan gereja 1 sangat membelenggu kehidupan manusia. Manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir saat itu juga tidak mempunyai kebebasan berpikir. Apalagi terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan agama ajaran gereja. Siapa pun orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama (teologi) yang tidak berdasarkan ketentuan gereja akan mendapatkan larangan ketat. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Kendati demikian, ada juga yang melanggar peraturan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran ( inkuisisi ). 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah sejarah filsafat pada abad pertengahan ? 2. Apakah ciri filsafat pada abad pertengahan ? 3. Bagaimana periode pada abad pertengahan ? 1.3. Tujuan 1. Untuk mengetahui sejarah filsafat pada abad pertengahan. 2. Untuk mengetahui ciri filsafat pada abad pertengahan. 3. Untuk mengetahui periode pada abad pertengahan. 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Sejarah Filsafat Abad Pertengahan Sejarah filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476, yakni masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan munculnya Kerajaan Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel (sekarang Istambul), sebagai data awal zaman Abad Pertengahan dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya. Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada Abad Pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama. Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama kristen pada permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Zaman pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan. Disinilah yang menjadi persoalannya, karena agama kristen itu mengajarkan bahwa wahyu tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan yunani kuno mengatakan bahwa kebenaran dapat di capai oleh kemampuan akal. 2.2. Ciri Filsafat Abad Pertengahan Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat. Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang merupakan filsafat Kristiani. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa filsafat abad pertengahan adalah suatu filsafat agama dengan agama kristiani sebagai basisnya. Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan 3 pandangan yunani kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya wahyu. Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua, yaitu: 1. Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafir karena tidak mengakui wahyu. 2. Menerima filsafat Yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan maka kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, akal dapat dibantu oleh wahyu. Untuk mengetahui corak pemikiran filsafat abad pertengahan, perlu dipahami karakteristrik dan ciri khas pemikiran filsafatnya. Beberapa karakteristrik yang perlu dimengerti adalah : 1. Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja 2. Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles 3. Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus Masa abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya mengiringi manusia ke dalam kehidupan sistem kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena iru perkembangan ilmu pengetahuan terhambat. Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Namun, di sisi lain, dominisi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri. 2.3. Periode-periode pada abad pertengahan Secara garis besar, filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu Periode Skolastik Islam dan Periode Skolastik Kristen. A. Periode Skolastik Islam Kendati Islam sudah dikenal dunia sejak awal abad VII Masehi namun filsafat di kalangan umum Muslim baru dimulai pada awal abad VII. Ini disebabkan karena pada abad pertama perkembangan Islam tidak terdapat paham atau ‘isme’ selain wahyu. Di kalangan kaum Muslim filsafat dianggap berkembang 4 dengan baik mulai abad IX Masehi hingga abad XII. Keberadaan filsafat pada masa ini juga menandai masa kegemilangan dunia Islam, yaitu selama masa Daulah Abbasiyah di Baghdad (750-1258) dan Daulah Amawiyah (755-7492). Menurut Hasbullah Bakry, istilah skolastik Islam jarang dipakai dalam khazanah pemikiran Islam. Istilah yang sering dipakai adalah ilmu kalam atau filsafat Islam. Kedua ilmu tersebut dalam pembahasannya dipisahkan. Periode skolastik Islam dapat dibagi ke dalam empat masa: 1. Periode Kalam Pertama Periode ini ditandai dengan munculnya kelompok mutakallimin/aliran dalam ilmu kalam yakni : a. Khawarij b. Murjiah c. Qadariyah d. Jabariyah e. Mu’tazilah f. Ahli Sunnah. Dalam kaitannya dengan filsafat, aliran yang paling menonjol adalah Mu’tazilah yang dimotori oleh Wasil bin Atha dan dianggap sebagai rasionalisme Islam. Timbulnya aliran ini antara lain sebagai jawaban atas tantangan yang timbul berupa paham mengenai masalah Tuhan dan hubungan manusia (antropomorphisme), dengan jabariyah Tuhan, yaitu (determinisme) dan paham tasybih khawarij (paham teokratik). Mu’tazilah memberi jawaban dengan konsep dan ajarannya yaitu : a. Keesaan Tuhan (al-tauhid) b. Kebebasan kehendak (al-iradah) c. Keadilan Tuhan (al-‘adalah) d. Posisi tengah (al-manzilah bain al-manzilatain) e. Amar ma’ruf nahi munkar (al-amr bi al-ma’ruf wa al nahy ‘an al-munkar) 2. Periode Filsafat Pertama Periode ini ditandai dengan munculnya ilmuwan dan ahli-ahli dalam berbagai bidang yang menaruh perhatian terhadap filsafat Yunani terutama filsafat 5 Aristoteles. Periode filsafat Islam pertama adalah periode munculnya filsuffilsuf Muslim di wilayah Timur, masing-masing adalah : a. Al-Kindi (806-873 M) b. Al-Razi (865-925 M) c. Al-Farabi (870-950 M) d. Ibn Sina (980-1037 M) 3. Periode Kalam Kedua Periode ini ditandai dengan tampilnya tokoh kalam penting dan besar pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu kalam berikutnya, mereka antara lain: a. Al-Asy’ari (873-957 M) Semula ia adalah penganut Mu’tazilah, tetapi karena tidak puas dengan keterangan-keterangan yang diberikan oleh gurunya Al-Juba’i, akhirnya ia keluar dari Mu’tazilah. Aliran dan pahamnya disebut Asy’ariyah. Di samping Asy’ariyah juga Al-Matudiri. b. Al-Ghazali (1065-1111 M) Ia adalah sosok Muslim yang berpengaruh besar terhadap dunia Islam. Ia bergelar “hujjatul Islam” (benteng Islam). Semula ia adalah seorang mutakaliimun, namun karena kemudian ia tidak menemukan kepuasan dengan metode-metode pemikiran kalam, ia beralih ke lapangan filsafat. Namun di filsafat ia juga tidak menemukan kepuasan dan akhirnya beralih ke lapangan tasawuf. Di bidang terakhir inilah ia menemukan sesuatu yang dicarinya. Sikapnya terhadap filsafat dan filsuf tercermin dalam bukunya Tahafut al-Falasifah (kerancuan Para Filsuf). 4. Periode Filsafat Kedua Periode ini ditandai dengan tampilnya sarjana dan ahli dalam berbagai bidang yang juga meminati filsafat. Mereka hidup dalam masa Daulah Amawiyah di Spanyol (Eropa) pada saat Eropa sedang dalam masa kegelapan. Dengan tampilnya para filsuf Muslim di Eropa ini, ilmu dan peradaban tumbuh berkembang dan terus meningkat. Mereka adalah : a. Ibnu Bajjah (1100-1138 M), di Barat dikenal dengan Avempace. 6 b. Ibnu Thufail (m 1185M), di Barat dikenal Abubacer c. Ibnu Rusyd (1126-1198M), di Barat dikenal Averroce Perlu dicatat di sini bahwa pada masa ini Ibnu Rusyd menunjukkan sikap pembelaannya terhadap filsafat dan para filsuf atas serangan-serangan Al Ghazali. Ia berusaha meng-counter pendapat Al-Ghazali dalam buku Tahafut Al-Falasifat dengan bukunya yang berjudul Tahafut al-tahafut (kerancuan kitab Tahafut). Sampai pertengahan abad ke-12 orang Barat belum mengenal filsafat Aristoteles secara keseluruhan. Skolastik Islamlah yang membawakan perkembangan filsafat di Barat. Berkat tulisan para ahli pikir Islam, terutama Ibnu Rusyd, orang Barat itu mengenal Aristoteles. Para ahli pikir Islam (periode Skolastik Islam) ini adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd dan lainnya. Peran mereka besar sekali, tidak hanya dalam pemikiran filsafat saja tetapi juga memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi Eropa dalam bidang ilmu pengetahuan. Para ahli pikir Islam sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan Al Quran adalah benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama dan filsafat. Banyak buku filsafat dan sejenisnya mengenai peranan para ahli pikir Islam atas kemajuan dan peradaban Barat yang sengaja disembunyikan disebabkan mereka (barat) tidak mengakui secara terus terang jasa para ahli pikir Islam dalam mengantarkan kemodernan Barat. 5. Periode Kebangkitan Periode ini dimulai dengan adanya kesadaran dan kebangkitan kembali dunia Islam setelah mengalami kemerosotan alam pikiran sejak abad XV hingga abad XIX. Oleh karenanya, periode ini disebut juga sebagai Renaissans Islam. Di antara tokoh yang berpengaruh pada periode ini adalah Jamaluddin-Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Muhammad Iqbal, dan masih banyak lagi. B. Periode Skolastik Kristen Periode Skolastik Kristen dalam sejarah perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu masa skolastik awal, masa skolastik keemasan, dan masa skolastik akhir. 7 1. Masa Skolastik Awal (Abad 9-12 M) Masa ini merupakan kebangkitan pemikiran abad pertengahan setelah terjadi kemerosotan. Kemerosotan pemikiran filsafat pada masa pra-Yunani disebabkan kuatnya dominasi golongan gereja. Mulanya skolastik timbul pertama kalinya di Biara Italia Selatan dan akhirnya berpengaruh ke daerah-daerah lain. Pada masa itu persoalan pemikiran yang paling menonjol adalah hubungan antara rasio dengan wahyu (agama). Menurut Anselmus (1033-1109 M), rasio dapat dihubungkan atau digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan. Hubungan antara rasio dengan agama ini dirumuskannya dengan “Credo Ut In Telligram” (saya percaya supaya mengerti). Maksudnya adalah bahwa orang yang mempunyai kepercayaan agama akan lebih mengerti segala sesuatunya: Tuhan, manusia dan dunia. Jadi baginya agamalah yang diutamakan dalam filsafatnya, tetapi tidak mengingkari kemampuan rasio. Soal kedua mengenai universalia. Universalia adalah pengertian umum seperti kemanusiaan, kebaikan, keindahan dan sebagainya. Yang dipersoalkan adalah universalia itu terdapat pada hal/barangnya sendiri ataukah hanya sekedar nama buatan pikiran belaka yang tidak riil pada barang atau bendanya? Terhadap persoalan ini, ada tiga pendapat: a) Ultra-realisme. Pendapat ini mengatakan bahwa universalia adalah perkara-perkara atau esensi-esensi yang benar-benar ada, lepas dari penggambaran dalam pikiran. Misalnya kemanusiaan memang merupakan sesuatu yang riil. Tokoh terkenal yang menganut realisme ialah Gulielmus dari Campeaux (1007-1120 M) b) Normalisme. Normalisme berpendapat bahwa universalia hanyalah nama atau bunyi saja (flatus voice) dan tidak ada dalam realitas.Tokoh terkenal dalam aliran ini ialah Rossoellinus dari Compeige (150-1120 M) c) Moderato Realisme. Menyikapi perbedaan dua aliran diatas, moderato realisme mengambil jalan tengah dengan menyatakan bahwa universalia yang nyata tidak ada pada dirinya sendiri. Yang ada hanyalah ide tentang universalia yang ada pada pikiran manusia. Tetapi gambaran atau ide ini ada dasarnya yang objektif, artinya di luar pikiran, yaitu pada kemiripan yang nyata dari satuan-satuan suatu golongan. 8 Tokoh-tokoh aliran ini ialah Thomas Aquinas dan Petrus Abaelardus (1079-1180 M). Petrus Abaelardus dilahirkan di La Pallet, Prancis. Ia mempunyai kepribadian yang keras dan pandangannya sangat tajam sehingga sering kali bertengkar dengan para ahli pikir dan pejabat gereja. Menurutnya iman harus didahului akal. Yang harus dipercaya adalah apa yang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal. Berbeda dengan Anselmus, yang mengatakan bahwa berpikir harus sejalan dengan iman, Abaelardus memberikan alasan bahwa berpikir itu di luar iman (di luar kepercayaan). Karena itu berpikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. 2. Masa Skolastik Keemasan Masa ini merupakan masa kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300 M. Pada masa ini karya non-Kristiani mulai muncul dan filsuf Islam mulai berpengaruh. Masa ini juga disebut masa berbunga disebabkan bersamaan dengan munculnya beberapa universitas dan ordo-ordo yang menyelenggarakan pendidikan ilmu pengetahuan. Secara umum ada beberapa faktor yang menjadikan masa skolastik mencapai keemasan, yaitu: a. Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke12 hingga pada abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas. b. Tahun 1200 M didirikan Universitas Almamater di Prancis. Almamater inilah sebagai embrio berdirinya universitas di Paris Oxford, Montpellier, Cambridge, dan lain-lainnya. c. Beridirnya ordo-ordo karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan berpengaruh terhadap keruhanian saat kebanyakan tokoh-tokohnya memegang peranan di bidang filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote, Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus, William Ocham. Pada mulanya hanya filsuf yang membawa dan meneruskan ajaran Aristoteles. Namun, upaya ini kemudian mendapatkan perlawanan dari Augustinus disebabkan adanya anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang 9 mulai dikenal pada abad ke-12 telah diolah dan tercema oleh filsuf Arab (Islam). Ini dianggap membahayakan ajaran Kristen. Untuk menghindari pencemaran tersebut, maka Albertus Magnus dan Thomas Aquinas sengaja menghilangkan unsur-unsur atau selipan dari Ibnu Rusyd, dengan menerjemahkan langsung dari bahasa Latinnya. Upaya Thomas Aquinas ini sangat berhasil dengan ditandai terbitnya buku Summa Theologiae, dan ini sekaligus telah membuktikan bahwa ajaran Aristoteles telah mendapatkan kemenangan dan sangat mempengaruhi seluruh perkembangan skolastik. 3. Masa Skolastik Akhir Masa skolastik akhir ditandai dengan kemalasan berfikir filsafat sehingga menyebabkan stagnansi pemikiran filsafat skolastik Kristen. Meskipun demikian, masih muncul tokoh yang terkenal pada masa ini, yaitu Nicolaus Cusanus (1401-1404 M). Menurutnya Allah adalah objek sentral bagi intuisi manusia. Dalam diri Allah semua hal yang berlawanan mencapai kesatuan. Allah melampaui semua perlawanan yang dijumpai pada taraf keberadaan yang berhingga. Semua mahluk berhingga berasal dari Allah Sang Pencipta, dan segalanya akan kembali pula kepada-Nya. Di sini filsafat Nicolaus bercorak teologis, yang menandai pemikiran filsafat abad pertengahan. Akan tetapi, keaktifannya dalam ilmu pengetahuan eksperimental sudah menunjukkan diri sebagai modern. Oleh karena itu Nicolaus Cusanus dapat dipandang sebagai mata rantai yang menghubungkan abad pertengahan dengan abad modern. Ia adalah pemikir pengujung masa skolastik. Menurutnya terdapat tiga cara untuk mengenal yaitu: lewat indra, akal dan intuisi. Dengan akal kita akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dalam instuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan. Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan di mana segala sesuatu menjadi larut, yakni Tuhan. Pemikiran Nicolaus ini dianggap sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan ke suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah ke masa depan dan pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis. 10 C. Skolastik Thomas Aquinas Puncak tradisi pemikiran skolastisisme adalah masa Thomas Aquinas. Ia adalah seorang pendeta dominikan gereja katolik. Karya filsafatnya yang terpenting adalah multivolume summa contra gentiles (sebuah rangkuman melawan orang kafir) sedangkan summa theological (rangkuman teologi) menjadi karya teologinya yang disajikan secara sistematis yang dipersembahkan bagi orang-orang yang ingin menjadi biarawan dan pendeta. Karya tersebut menjadi rangkuman definitif filsafat Katolik. Adapun target ajaran summa contra gentile adalah kecenderungan naturalistik yang dilihatnya dengan jelas terdapat filsuf-filsuf arab tertentu. Disini Thomas Aquinas memberikan beberapa premis kepada para naturalis sekaligus ia bermaksud menunjukkan bahwa iman kristen didasarkan pada akal budi dan hukum yang melekat pada alam bersifat rasional. Sebagai murid Albertus Agung, Thomas Aquinas berusaha mengikuti gurunya yang memadukan dinamika pemikiran di Yunani, Arab, dan Yahudi dengan melakukan sintesis dan mengambil manfaat dari banyak karya pada pemikiran sebelumnya, termasuk Ibnu Sina dan Maimonider. Dengan karyanya ia ingin menunjukkan bahwa akal budi dengan filsafatnya adalah cocok bagi ajaran kristen. Tidak ada pertentangan antara rasio, akal budi dengan wahyu Tuhan. Dalam banyak hal Thomas Aquinas lebih dipengaruhi oleh filsafat Aristoteles, ia menganggap sang filsuf sebenarnya adalah Aristoteles. Karenanya ia memberi tempat khusus atas pemikirannya Aristoteles dalam tradisi kristen dengan memberi penghargaan yang relatif tinggi terhadap dunia alamiah dan pengetahuan manusia. Bahkan, Thomas Aquinas tidak hanya menyajikan dunia alamiah sebagai hal yang nyata dan dapat diketahui, tetapi juga sebagai suatu refleksi hukum Tuhan. Metafisika bagi Thomas Aquinas mengarah pada pengetahuan atas Tuhan. Akal budi harus digunakan untuk memikirkan hakikat kehidupan dunia dan alam semesta. Dengan begitu, tidak salah kalau Thomas Aquinas lebih dikenal sebagai pemikir empiris ketimbang idealis. 11 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Filsafat abad pertengahan lazim disebut abad filsafat skolastik. Kata tersebut diambil dari kata schuler yang berarti ajaran atau sekolahan. Yang meliputi mata pelajaran gramatika, geometria, arithmatika, astronomia, musikal dan dialektika (logika). Belakangan kata skolastik menjadi istilah bagi filsafat pada abad 9-15 yang mempunyai corak khusus yaitu filsafat yang dipengaruhi agama. Zaman pertengahan ialah zaman dimana Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat. Abad pertengahan memiliki sebutan lain misalnya abad kegelapan, jaman ini yang semuanya menggambarkan corak pemikiran filsafat dan keilmuan yang dibentuk sesuai dengan perkembangan peradaban Kristen. Secara garis besar, filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu Periode Skolastik Islam dan Periode Skolastik Kristen. Para ahli fikir Islam (Scholastik Islam) yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, AlGazali, Ibnu Rusyd dan lain-lain. Mereka itulah yang memberi sumbangan sangat besar bagi para filosof eropa yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan Al-Quran adalah benar. Namun dalam kenyataannya bangsa eropa tidak mengakui atas peranan ahli fikir Islam yang mengantarkan kemodernan bangsa barat. Periode Skolastik Kristen dalam sejarah perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu masa skolastik awal, masa skolastik keemasan, dan masa skolastik akhir. Masa skolastik awal ditandai dengan kebangkitan pemikiran abad pertengahan setelah terjadi kemerosotan disebabkan kuatnya dominasi golongan gereja. Masa skolastik keemasan ditandai dengan munculnya karya non-Kristiani dan filsuf Islam mulai berpengaruh. Masa ini juga disebut masa berbunga disebabkan bersamaan dengan munculnya beberapa universitas dan ordo-ordo yang menyelenggarakan pendidikan ilmu pengetahuan. Pada masa skolastik keemasan ajaran Aristoteles mendapatkan kemenangan dan sangat mempengaruhi seluruh perkembangan skolastik, ditandai dengan upaya Thomas Aquinas memurnikan ajaran Arsitoteles melalui bukunya “Summa Theologiae”. Masa 12 skolastik akhir ditandai dengan kemalasan berfikir filsafat sehingga menyebabkan stagnansi pemikiran filsafat skolastik Kristen. 3.2. Saran Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya. 13 DAFTAR PUSTAKA Ali Maksum.2010. Pengantar Filsafat. Jogjakarta: Ar Ruzz Media Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius Rizal Mustansyir. 2009. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Belajar Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara A. Hanafi. 1983. Filsafat Skolastik. Jakarta: Alhusna 14