BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting terhadap kemajuan suatu bangsa. Bangsa yang memiliki kualitas atau mutu pendidikan yang baik akan mampu mengelola bangsanya dengan baik. Begitu juga sebaliknya, bangsa yang memiliki kualitas atau mutu pendidikan yang rendah akan kesulitan mengelola bangsanya sendiri. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, memerlukan peningkatan kualitas pendidikan untuk memajukan bangsa dan bersaing dengan negara maju. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke-4 salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan bangsa di sini memiliki makna secara luas, bahwa pendidikan tidak hanya untuk menaikkan derajat sosial ekonomi, namun menjadikan manusia yang memiliki kompetensi untuk kemajuan bangsa Indonesia. Salah satu upaya peningkatan kualitas pendidikan adalah perbaikan dan pembaharuan kurikulum yang sesuai pada kebutuhan dan masanya. Kurikulum yang sedang diberlakukan di Indonesia adalah kurikulum 2013. Dalam UndangUndang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kualitas pendidikan dapat dilihat dari keberhasilan dalam pembelajaran dengan tercapainya tujuan pembelajaran yang diterapkan. Guru merupakan salah satu komponen yang memegang peranan penting dalam keberhasilan proses pembelajaran. Guru dituntut memiliki kemampuan untuk merencanakan pembelajaran, proses pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 14, menyatakan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan 1 2 pendidikan tinggi. Pendidikan menengah khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA) bertujuan menyiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi. Pengetahuan pada pendidikan menengah lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan dasar yaitu sampai pada pemahaman dan analisis. Artinya pemahaman peserta didik terhadap suatu pengetahuan bukan hanya hafalan, tetapi sampai pada kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini menyangkut proses membuat keterkaitan antara teori yang dipelajari dengan permasalahan dikehidupan nyata, dan menggunakan pengetahuannya untuk mencari solusi terhadap permasalahan tersebut, sehingga peserta didik mampu meraih kompetensi utama yang harus dimiliki peserta didik, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi tersebut diharapkan dapat menggambarkan kualitas yang seimbang antara hard skills dan soft skills. Berdasarkan Kurikulum 2013 proses pembelajaran bukanlah suatu proses menghafal ilmu-ilmu yang dipelajari, melainkan peserta didik dituntut untuk aktif mencari tahu, menganalisis, dan menalar ilmu apa saja yang mereka pelajari dan ilmu apa saja yang sudah mereka ketahui. Karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua merupakan salah satu topik bahasan dalam Kurikulum 2013 yang harus dikuasai oleh peserta didik tingkat SMA. Melalui topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua diharapkan mampu mengoptimalkan kecakapan spasial peserta didik terhadap lingkungan, sehingga dapat menciptakan generasi yang paham dan peduli lingkungan serta mampu mengolah lingkungan dengan baik dan sesuai. Kecakapan spasial peserta didik dapat optimal apabila peserta didik memiliki pemahaman konsep dasar ilmu geografi dan memahami isi materi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mempunyai beberapa alasan untuk mencari ide agar pembelajaran geografi terutama pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua dapat berlangsung efektif dan mencapai hasil yang baik. Peneliti mencoba mengoptimalkan kecakapan spasial peserta didik, karena pada dasarnya kecakapan spasial dapat dikembangkan sejak dini dan tidak 3 tergantung kepada kecerdasan intelektual seseorang melalui pemahaman konsep dasar ilmu geografi. Kecakapan spasial menurut Association of American Geographers kecakapan spasial merupakan kompetensi penting dalam memahami lingkungan sekitarnya. Aspek kecakapan spasial menurut Association of American Geographers meliputi comparison, aura, region, transition, analogy, hierarchy, pattern dan association. Kecakapan spasial sangat dibutuhkan peserta didik untuk mengkaji, mengkaitkan, dan mempresentasikan fenomena yang ada di permukaan bumi. Pencapaian dalam mengoptimalkan kecakapan spasial ini membutuhkan sebuah model pembelajaran yang mampu menghubungkan materi dengan tujuan yang akan dicapai yaitu topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua dengan tujuan pencapaian makna pembelajaran serta kecakapan spasial, karena tidak semua model pembelajaran sesuai untuk materi dengan tujuan yang berbeda. Penerapan model 4MAT dipilih berdasarkan pertimbangan pendapat ahli, yaitu menurut McCharthy (2002: 1.18) menyampaikan: Dawing heavily upon these brain studies and grounded in the work of John Dewey, David Kolb and Carl Jung, has created a pedagogical model which assumes (1) that individuals learn in different yet identifiable ways, and that (2) engagement with a variety of diverse learning sets results in higher levels of motivation and performance. Menurut McCharthy pada kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa model 4MAT merupakan hasil penelitian otak yang didasarkan pada karya John Dewey, David Kolb dan Carl Jung. Mereka mengasumsikan bahwa individu belajar dengan cara yang berbeda dan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran menghasilkan tingkat motivasi yang lebih tinggi. Langkah awal pada model 4MAT adalah menciptakan suatu pengalaman. Pengalaman tersebut kemudian dikembangkan konsep dan diaplikasikan hal-hal yang relevan agar dapat mengerjakan dan menerapkan hal-hal yang kompleks. Mengintegrasikan pengalaman kedalam penerapan sehari-hari membantu peserta didik berfikir tingkat tinggi dan berfikir keruangan. Hal tersebut menjadi alasan pemilihan 4 model 4MAT untuk mencapai tujuan dalam mengoptimalkan kecakapan spasial peserta didik. Model Siklus Belajar 5E menurut Bybee (2006: 8) menyatakan bahwa the BSCS model has five phases: engagement, exploration, explanation, elaboration, and evaluation. Langkah awal model Siklus Belajar 5E adalah membangkitkan minat peserta didik melalui pengalaman yang dimiliki peserta didik. Peserta didik dituntut untuk menjelaskan bedasarkan dengan pengalaman peserta didik. Model Siklus Belajar 5E ini mendorong peserta didik mengaplikasikan konsep dan keterampilan yang dimiliki. Hal tersebut membantu peserta didik dalam mengoptimalkan kecakapan spasial peserta didik. Dalam penelitian ini menggunakan tiga model pembelajaran untuk membandingkan keefektivanya yaitu model 4MAT, model Siklus Belajar 5E dan model Ekspositori pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua. Model Ekspositori mencerminkan keutamaan guru sehingga menekankan penyampaian materi secara verbal kepada peserta didik dengan tujuan penguasaan materi secara optimal dan guru menganggap kemampuan setiap peserta didik sama. Model Ekspositori dalam penelitian ini diterapkan pada kelompok kontrol. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Surakarta, dengan alasan sekolat tersebut merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas yang sudah menerapkan Kurikulum 2013 dan di SMA Negeri 1 Surakarta belum pernah diterapkan model 4MAT dan model Siklus Belajar 5E pada pembelajaran geografi sehingga dapat digunakan untuk mengetahui efektivitas model 4MAT, Siklus Belajar 5E dan Ekspositori sebagai kontrol yang diujikan pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Efektivitas Penerapan Model 4MAT dan Model Siklus Belajar 5E terhadap Kecakapan Spasial Peserta Didik pada Topik Bahasan Karakteristik Lapisan Bumi dan Pergeseran Benua Kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. 5 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat diidentifikasi berbagai masalah sebagai berikut: 1. Pemahaman peserta didik pada tingkat SMA terhadap suatu pengetahuan bukan hanya hafalan, tetapi sampai pada kemampuan berpikir tingkat tinggi. 2. Pencapaian dalam mengoptimalkan kecakapan spasial membutuhkan sebuah model pembelajaran yang sesuai untuk materi dengan tujuan yang berbeda. 3. Topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua merupakan salah satu materi dalam Kurikulum 2013 sangat diperlukan untuk mengembangkan kecakapan spasial peserta didik. 4. Model 4MAT dan Siklus Belajar 5E merupakan model pembelajaran yang mengembangkan pengalaman peserta didik sebagai pemahaman materi untuk diterapkan pada kehidupan sehari-hari. C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran adalah model 4MAT dan model Siklus Belajar 5E terhadap kecakapan spasial peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. 2. Materi yang digunakan dalam penelitian adalah Topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua. D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah ada perbedaan antara kecakapan spasial peserta didik dengan menerapan model 4MAT, model Siklus Belajar 5E dan model Ekspositori pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016? 6 2. Apakah penerapan model 4MAT lebih efektif dibandingkan model Ekspositori terhadap kecakapan spasial peserta didik pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas X IPS SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016? 3. Apakah penerapan model Siklus Belajar 5E lebih efektif dibandingkan model Ekspositori terhadap kecakapan spasial peserta didik pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016? 4. Apakah penerapan model 4MAT lebih efektif dibandingkan model Siklus Belajar 5E terhadap kecakapan spasial peserta didik pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016? E. Tujuan Penelitian Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui perbedaan kecakapan spasial peserta didik dengan menerapkan model 4MAT, model Siklus Belajar 5E dan model Ekspositori pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. 2. Mengetahui efektivitas penerapan model 4MAT dengan model Ekspositori terhadap kecakapan spasial peserta didik pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. 3. Mengetahui efektivitas penerapan model Siklus Belajar 5E lebih dengan model Ekspositori terhadap kecakapan spasial peserta didik pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. X SMA 7 4. Mengetahui efektivitas penerapan model 4MAT dengan model Siklus Belajar 5E terhadap kecakapan spasial peserta didik pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian pembelajaran geografi ini dapat digunakan sebagai bahan referensi peneliti selanjutnya. b. Memberikan informasi untuk menentukan langkah dalam meningkatkan kecakapan spasial peserta didik pada pembelajaran geografi. c. Sebagai bahan untuk mengetahui keefektivan model 4MAT dan model Siklus Belajar 5E pada pembelajaran geografi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peserta Didik 1) Meningkatkan kemampuan memori peserta didik dalam mempelajari geografi, terutama pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua. 2) Membantu dalam penguasaan materi geografi sehingga tidak hanya hafalan. 3) Mengetahui model pembelajaran baru dalam proses pembelajaran. b. Bagi Guru Geografi Guru memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam meningkatkan kecakapan spasial dengan menggunakan model 4MAT dan model Siklus Belajar 5E pada pembelajaran geografi.