Analisis Real Johan Matheus Tuwankotta1 December 3, 2010 1 Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha no. 10, Bandung, Indonesia. mailto:[email protected] 2 Daftar Isi 1 Sistem Bilangan Real: Pendahuluan 1.1 Himpunan . . . . . . . . . . . . . . . 1.2 Struktur aljabar . . . . . . . . . . . 1.3 Himpunan Terurut . . . . . . . . . . 1.4 Perluasan lapangan . . . . . . . . . . 1.5 Konstruksi Bilangan Real . . . . . . . . . . . . . . . . 3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5 5 7 10 11 13 4 DAFTAR ISI Bab 1 Topologi Mathematics is not only real, but it is the only reality. That is that entire universe is made of matter, obviously. And matter is made of particles. It’s made of electrons and neutrons and protons. So the entire universe is made out of particles. Now what are the particles made out of? They’re not made out of anything. The only thing you can say about the reality of an electron is to cite its mathematical properties. So there’s a sense in which matter has completely dissolved and what is left is just a mathematical structure. (Martin Gardner) Konsep fungsi kontinu telah diperkenalkan melalui perkuliahan Kalkulus. Untuk mengingat lagi, suatu fungsi: f : R −→ R dikatakan kontinu di x = a jika berlaku: ∀ε > 0, ∃δ > 0 sehingga |x − a| < δ =⇒ |f (x) − f (a)| < ε. Definisi ini melibatkan | | yang terdefinisi dengan baik jika kita bekerja di R. Pertanyaannya adalah, dapatkah kita memperumum definisi ini untuk fungsi dari ruang yang lain selain R. Jika R diganti dengan ruang Banach B (ruang Banach adalah ruang linear yang memiliki norm, dan lengkap). Konsep ini masih dapat bekerja dengan baik, bahkan jika B tidak lengkap. Hal ini dapat terjadi karena konsep kelengkapan tidak digunakan dalam definisi tersebut. Bagaimana jika kita tidak memiliki norm? Jika ruang kita masih memiliki metrik maka konsep kekontinuan fungsi masih dapat diperumum. Bagaimana jika kita tidak memiliki metrik? Secara gampang, metrik mengukur jarak antara satu titik ke titik lain. Dengan demikian, kita dapat memiliki konsep ”lingkungan buka” (open neighborhood). Jika kita diberikan sebuah koleksi himpunan buka, sifat -sifat apa yang harus dipenuhi oleh koleksi tersebut? Ruang yang dilengkapi dengan koleksi ini disebut Ruang Topologi. 1.1 Himpunan dan fungsi Definisi 1.1. Misalkan A dan B adalah dua buah himpunan sebarang. Pandang pengaitan: f ⊂ A × B, sedemikian sehingga anggota-anggota A memiliki tepat satu pasangan di B. Secara matematis: f = {(a, b) | jika a1 , a2 ∈ A, f (a1 ) = f (a2 ) ∈ B}. Himpunan Df = {a ∈ A | ada b ∈ B sehingga b = f (a)}, disebut domain (daerah definisi) dari f . Himpunan Rf = {b ∈ B | f (a) = b, untuk suatu a ∈ A}, disebut range (daerah nilai) dari f . 5 6 BAB 1. TOPOLOGI Secara umum, domain dari f tidak harus meliputi keseluruhan A, cukup hanya subset dari A. Contohnya adalah, fungsi f (x) = x1 . Meskipun daerah definisi dari f tidak memuat x = 0, tetapi kita tetap mengatakan f adalah fungsi dari R ke R. Seringkali kita menuliskan sebuah fungsi sebagai pemetaan (sedangkan definisi kita fungsi lebih dipandang sebagai subset dari A × B), dan dituliskan sebagai: f : A −→ a 7−→ B b = f (a). Dalam keadaan lain, kita juga akan memandang f sebagai suatu unsur di ruang tertentu. Maka kita akan lebih melihat f sebagai vektor. Definisi 1.2. Misalkan f : A −→ B, dan E ⊂ A. Maka: f (E) = {y = f (x) | x ∈ A} ⊂ B. Misalkan pula F ⊂ B, maka f −1 (F ) = {a ∈ A | f (a) ∈ F } ⊂ A. Perhatikan bahwa f −1 di sini bukanlah pemetaan invers, yaitu merupakan invers terhadap komposisi fungsi: f ◦ f −1 (x) = f −1 ◦ f (x) = x. Pemetaan invers seperti ini tidak senantiasa terdefinisi dengan baik. f −1 (F ) adalah himpunan prapeta dari F , yaitu himpunan yang memuat semua elemen di A yang dipetakan ke dalam F . Misalkan A dan B adalah dua buah himpunan. Pandang f : A −→ B dengan domain dari f adalah seluruh A. Jika f (A) = B maka f dikatakan surjektif (pada). Jika a1 6= a2 di A, mengakibatkan: f (a1 ) 6= f (a2 ) maka f dikatakan injektif (satu ke satu). f dikatakan bijektif jika f injektif dan surjektif. Teorema 1.3. Misalkan f : A −→ B, A◦ ⊂ A, dan B◦ ⊂ B. Maka 1. f −1 (f (A◦ )) ⊃ A◦ dan kesamaan berlaku jika f injektif. 2. f f −1 (B◦ ) ⊂ B◦ dan kesamaan berlaku jika f surjektif. Bukti. (1) Menurut definisi: f −1 (f (A◦ )) = {a ∈ A | f (a) ∈ f (A◦ )}. Jadi f −1 (f (A◦ )) ⊃ A◦ . Di tahap ini kita tidak memerlukan f injektif. Untuk membuktikan kebalikannya, ambil a ∈ f −1 (f (A◦ )). Maka ada b di f (A◦ ) sehingga f (a) = b. Tetapi b ∈ f (A◦ ) berarti ada a◦ ∈ A◦ sehingga f (a◦ ) = b. Karena f injektif maka a = a◦ ∈ A◦ . Jadi f −1 (f (A◦ )) = A◦ . (2) Ambil b ∈ f f −1 (B◦ ) . Maka ada a ∈ f −1 (B◦ ) sehngga f (a) = b. Karena a ∈ f −1 (B◦ ) maka f (a) ∈ B◦ . Tetapi f (a) = b. Jadi b ∈ B◦ . Di tahap ini kita tidak memerlukan f surjektif. Sebaliknya, ambil b ∈ B◦ . Karena f surjektif, ada a ∈ f −1 (B◦ ) sehingga f (a) = b. Tetapi −1 −1 a ∈ f (B◦ ) berarti f (a) ∈ f f (B◦ ) . Misalkan A dan B adalah dua buah himpunan sedemikian sehingga terdapat f : A −→ B yang bijektif. Maka A dan B dikatakan ”memiliki banyak anggota sama”. Dengan perkataan lain. A dan B memiliki Cardinalitas sama. Definisi 1.4. Misalkan A adalah sebuah himpunan, dan Jn = {1, 2, . . . , n} ⊂ N. Jika kita dapat membuat bijeksi (pemetaan satu ke satu, dan pada) dari A ke Jn , maka kita katakan A memiliki Cardinalitas n. 1.1. HIMPUNAN DAN FUNGSI 7 Dalam hal A dan B memiliki Cardinalitas sama, kita katakan A ∼ B. Dapat diperlihatkan bahwa ∼ mendefinisikan suatu relasi ekivalen: 1. A ∼ A. 2. A ∼ B maka B ∼ A, dan 3. A ∼ B dan B ∼ C maka A ∼ C. Definisi 1.5. Misalkan A adalah sebuah himpunan. 1. A dikatakan berhingga jika Cardinalitas A adalah n ∈ N. 2. A dikatakan terhitung jika A ∼ N. Dalam hal ini himpunan A dikatakan memiliki Cardinalitas ℵ◦ . 3. A dikatakan tak tehitung jika A tidak hingga, dan A tidak terhitung. Dalam hal ini Cardinalitas dari A dikatakan ç. 1.1.1 Himpunan terhitung Beberapa sifat dari himpunan terhitung adalah sebagai berikut. Teorema 1.6. Setiap subset tak hingga A dari himpunan terhitung B, terhitung. Bukti. Karena B terhitung, maka ada g : N −→ B yang bijektif. Definisikan pengaitan : n1 n2 = min{n ∈ N | g(n) ∈ A}. = min{n ∈ N | n > n1 , g(n) ∈ A}. .. . nk = min{n ∈ N | n > nk−1 , g(n) ∈ A}. Pengaitan f (k) = g(nk ) mendefinisikan bijeksi f : N −→ A. Teorema 1.7. Misalkan En , n = 1, 2, . . . adalah himpunan-himpunan terhitung. Maka E= ∞ [ En , 1 terhitung. Bukti. Misalkan, untuk k ∈ N tetap, pandang bijeksi: fk : N −→ Ek . Melalui bijeksi ini Ek dapat dipandang sebagai himpunan: Ek = {fk (1), fk (2), . . . , fk (n), . . .}. Pandang E s = {fk (n) | n, k ∈ N}, dimana fk (n) kita pandang sebagai simbol. Misalkan ada x = fk (n) ∈ Ek dan x ∈ fl (m) ∈ El . Sebagai elemen dari E, tentu saja fk (n) = fl (m) tetapi sebagai simbol di E s , fk (n) 6= fl (m). Definisikan pengaitan: g: N −→ Es 1 7−→ f1 (1) (n − 1)n +k 2 7−→ fk (n − k + 1), k = 1, 2, . . . , n, 1 < n ∈ N. Sebagai ilustrasi: jika n = 2, maka g(1 + 1) = g(2) = f1 (2), dan g(1 + 2) = g(3) = f2 (1). 8 BAB 1. TOPOLOGI Jika n = 10, maka 9 · 10 g +1 2 9 · 10 +2 g 2 9 · 10 +2 g 2 = g(45 + 1) = f1 (10 − 1 + 1) = f1 (10), = g(45 + 2) = f2 (10 − 2 + 1) = f2 (9), = g(45 + 3) = f3 (10 − 3 + 1) = f3 (8), .. . 9 · 10 g +9 2 9 · 10 + 10 g 2 = g(45 + 9) = f9 (10 − 9 + 1) = f9 (2), = g(45 + 10) = f10 (10 − 10 + 1) = f10 (1), Pengaitan ini adalah sebuah bijeksi dari N −→ E s . Karena E ⊂ E s (dalam arti E memiliki Cardinalitas yang sama dengan suatu subset dari E s ) maka E terhitung. Teorema Akibat berikut dibuktikan dengan menggunakan induksi matematika pada n dan menerapkan Teorema ??. Teorema Akibat 1.8. Misalkan A terhitung. Produk Cartesius: A × A × . . . × A = An terhitung. Contoh Himpunan Terhitung Mari kita lihat beberapa contoh himpunan-himpunan yang terhitung. Teorema 1.9. Bilangan bulat Z terhitung. Bukti. Definisikan fungsi: f : N −→ Z sebagai berikut. n jika n genap 2 f (n) = − n − 1 jika n genap 2 f adalah sebuah bijeksi. Teorema 1.10. Himpunan bilangan rasional Q terhitung. Bukti. Perhatikan bahwa Q= p p ∈ Z, q ∈ N, dengan (p, q) = 1 . q Q ⊂ Z × N. Jadi Q terhitung. Bilangan Aljabar Di Bab I kita telah mendiskusikan lapangan Q∗ yang didapat dengan perluasan lapangan. Sekarang kita ingin memberikan definisi yang lebih komputasional dari lapangan tersebut. Kita menuliskan ( n ) X Q∗ = x ◦ ak x◦ k = 0, untuk suatu ak ∈ Q.k = 0, 1, . . . , n . 0 Eksistensi dari polinom Pn 0 ak xk ∈ Q(x) di jamin oleh Teorema berikut. 1.1. HIMPUNAN DAN FUNGSI 9 Teorema 1.11. Polinom Minimal. Pandang Q∗ /Q sebagai perluasan lapangan dan κ ∈ Q∗ adalah bilangan aljabar terhadap Q. Polinom minimal bagi κ adalah polinom monik m(x) ∈ Q(x) sehingga m(κ) = 0. Syarat bahwa m(x) polinom monik (polinom dengan koefisien pangkat tertinggi 1, menjamin ketunggalan dari polinom tersebut. Ketunggalannya berarti: jika f (x) ∈ Q(x) dengan f (κ) = 0, maka ada q(x) ∈ Q(x), sehingga: f (x) = m(x)q(x). Teorema 1.12. Himpunan semua bilangan aljabar atas Q terhitung. Ambil x◦ ∈ Q∗ sebarang. Maka ada m(x) ∈ Q(x) sehingga: m(x◦ ) = q0 + q1 x◦ + q2 x◦ 2 + . . . + qn−1 x◦ n−1 + x◦ n , dengan qk ∈ Q, k = 0, 1, 2, . . . , n − 1. Maka, ada an ∈ Z (secara tunggal) sehingga: an m(x) = a0 + a1 x + a2 x2 + . . . + an xn = p(x), tetapi p(x) ∈ Z(x). Jelas, p(x) tak tereduksi (karena m(x) minimal di Q(x)). Tanpa mengurangi keumuman bukti, kita dapat memilih: a0 > 0. Perhatikan bahwa setiap bilangan aljabar memenuhi tepat satu polinom seperti itu. Untuk setiap bilangan asli N = 2, 3, 4, . . ., hanya ada berhingga polinom P (x) yang memenuhi: n + a0 + |a1 | + |a2 | + . . . + |an | = N, n ≥ 1. Contohnya, jika N = 4, kombinasi yang mungkin adalah: n 1 1 1 1 2 2 a0 2 2 1 1 1 1 a1 1 −1 2 −2 0 0 a2 0 0 0 0 1 −1 a3 0 0 0 0 0 0 a4 0 0 0 0 0 0 −→ −→ −→ −→ −→ −→ −→ p(x) 2+x 2−x 1 + 2x 1 − 2x 1 + x2 1 − x2 Seperti teknik pada pembuktian Teorema ??, dapat dibuat bijeksi dari Z(x) ke N. Hanya sebagian dari polinom di Z(x) yang berkorespondensi satu ke satu dengan bilangan aljabar di Q∗ . Misalkan polinom 1 − x2 tidak terkait dengan bilangan aljabar manapun karena tidak minimal. Jadi, bijeksi yang kita definisikan telah membuat himpunan semua bilangan yang merupakan akar dari polinom monik P (x) = a0 + a1 x + . . . + an xn , dengan: n + a0 + |a1 | + |a2 | + . . . + |an | = N, n ≥ 1, untuk N = 2, 3, 4, . . .. Jadi himpunan semua bilangan aljabar terhitung. 1.1.2 Himpunan Tak Terhitung Definisikan: {0, 1}ω sebagai himpunan yang memuat semua elemen-elemen yang berbentuk: (x1 , x2 , . . . , xn , . . .), dengan xk ∈ {0, 1}. Jadi contoh elemen dari {0, 1}ω adalah: (0, 1, 0, 0, 0, 1, 1, 0, 1, 0, 1, 0, 0, . . .). Misalkan: S adalah subset terhitung dari {0, 1}ω , dan kita menyatakan elemen-elemen S = {s1 , s2 , s3 , . . .}. 10 BAB 1. TOPOLOGI Perhatikan bahwa elemen ke-n dari sk , kita tulis sebagai: sk (n). Kita akan membentuk suatu barisan baru yaitu s ∈ {0, 1}ω dengan cara sebagai berikut. ( 1, jika si (i) = 0 s(i) = , untuk i = 1, 2, 3, . . . . 0, jika si (i) = 1 Maka s ∈ / S, karena sekurang-kurangnya: untuk sebarang k ∈ N, sk (k) 6= s(k). Karena S adalah sebarang subset yang terhitung dari {0, 1}ω , maka {0, 1}ω tidak mungkin terhitung. Proses ini disebut diagonalisasi Cantor. Hasil ini memiliki konsekuensi yang luar biasa. Misalkan s ∈ {0, 1}ω sebagai berikut: s = (s(1), s(2), s(3), s(4), s(5), s(6), . . . , s(n), . . .). Kita memadankan s dengan bilangan: s 7−→ ∞ X s(n) 1 1 . 2n Misalkan 1 1 1 5 +0· +1· = . 2 4 8 8 Maka {0, 1}ω disebut himpunan bilangan pecahan diadik. {0, 1}ω tidak mungkin subset dari Q sebab Q terhitung, sedangkan {0, 1}ω tidak terhitung. Jelas {0, 1}ω ⊂ R. Jadi, himpunan bilangan real R tidak terhitung. Karena R = Q ∪ Qc , maka himpunan semua bilangan irasional Qc tidak terhitung. Sekarang, perhatikan fungsi tangen: tan : − π2 , π2 −→ R , x 7−→ tan x s = (1, 0, 1, 0, . . .) 7−→ 1 · yang adalah fungsi satu ke satu. Maka interval − π2 , π2 juga tidak terhitung. Misalkan a dan b adalah dua bilangan real sebarang, dengan a < b. Pandang fungsi: b−a a+b x+ . π 2 − π2 , π2 ke (a, b). Jadi, sebarang interval (a, b) ⊂ R, f (x) = Maka f adalah fungsi satu ke satu dari: tidak terhitung. 1.2 Topologi Metrik dan topologi urutan Definisi 1.13. Misalkan X adalah sebuah himpunan yang elemen-elemennya disebut titik. Suatu fungsi: d : X × X −→ R (x, y) 7−→ d(x, y) sedemikian sehingga: 1. d(x, y) > 0, jika x 6= y dan d(x, x) = 0. 2. d(x, y) = d(y, x), untuk setiap x, y ∈ X. 3. d(x, y) + d(y, z) ≥ d(x, z) untuk setiap x, y, dan z ∈ X. disebut fungsi jarak atau metrik di X. Himpunan X yang dilengkapi dengan metrik d, (x, d) disebut ruang metrik. 1.2. TOPOLOGI METRIK DAN TOPOLOGI URUTAN 11 Metrik pada bilangan real, R adalah: d(x, y) = |x − y|. Jika X = R2 dengan koordinat x = (x1 , x2 ), kita dapat memiliki metrik: 1. d1 (x, y) = |x1 − y1 | + |x2 − y2 |, atau p 2. d2 (x, y) = (x1 − y1 )2 + (x2 − y2 )2 , atau 3. d∞ (x, y) = max{|x1 − y1 |, |x2 − y2 |}, atau 1 4. dp (x, y) = (|x1 − y1 |p + |x2 − y2 |p ) p 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 −1.0 −0.5 0.0 0.5 1.0 −0.2 x −0.4 y −0.6 −0.8 −1.0 Gbr. 1.1: Contoh fungsi jarak di R2 . Grafik dengan garis tegas adalah: d1 (x, 0) = 1. Grafik dengan garis putus-putus adalah d2 (x, 0) = 1, sedangkan dengan titik-titik adalah: d∞ (x, 0) = 1. Garis tegas tipis menggambarkan: d 21 (x, 0) = 1 Definisi 1.14. Misalkan x◦ sebarang titik di ruang metrik (X, d). Lingkungan buka dari x◦ berjari-jari ε adalah: Nε (x◦ ) = {x ∈ X | d(x, x◦ ) < ε}. Perhatikan jika X = R, dan d(x, y) = |x − y|, maka Nε (x◦ ) = {x ∈ R | x◦ − ε < x < x◦ + ε} = (x◦ − ε, x◦ + ε). Jadi, lingkungan buka di sekitar titik x◦ dapat didefinisikan dengan baik, dengan metrik atau tanpa metrik asalkan kita memiliki X yang terurut total. Jika Nε (x◦ ) terdefinisi dengan baik, maka konsep-konsep berikut dapat didefinisikan dengan baik. Definisi 1.15. Misalkan X suatu himpunan dengan pengertian Nε (x◦ ), untuk sebarang ε dan sebarang x◦ . Maka: 12 BAB 1. TOPOLOGI 1. x◦ di sebut titik limit dari A ⊂ X, jika untuk setiap ε > 0, Nε (x◦ )\{x◦ } ∩ A 6= ∅. Jika x◦ ∈ A bukan titik limit, maka x◦ adalah titik terisolasi. 2. x◦ disebut titik interior dari A ⊂ X jika ada ε > 0 sedemikan sehingga Nε (x◦ ) ⊂ A. 3. x◦ disebut titik batas jika untuk setiap ε > 0, Nε (x◦ ) ∩ Ac 6= ∅ dan Nε (x◦ ) ∩ A 6= ∅ . Definisi 1.16. Misalkan A adalah suatu himpunan bagian dari X. 1. A dikatakan himpunan buka jika setiap elemennya adalah titik dalam. 2. A◦ dikatakan interior dari A, adalah himpunan titik-titik dalam dari A. 3. A dikatakan himpunan tutup jika Ac buka. 4. A adalah pembuat tutup dari himpunan A, yaitu himpunan tutup terkecil yang memuat A. Secara matematis: misalkan B = {B tutup | B ⊃ A}, A= \ B. B∈B 5. A0 adalah himpunan semua titik limit dari A. 6. A dikatakan himpunan sempurna jika A tutup dan semua elemen A adalah titik limit dari A. 7. A ⊂ X dikatakan padat di X jika, A = X. Teorema 1.17. Misalkan A ⊂ X. A tutup jika dan hanya jika A0 ⊂ A. Bukti. (=⇒) Misalkan A tutup. Jika A0 = ∅ maka A0 ⊂ A. Jika A0 6= ∅, misalkan x◦ ∈ A0 . Maka untuk setiap ε > 0, Nε (x◦ )\{x◦ } ∩ A 6= ∅. Maka x◦ ∈ / Ac sebab Ac buka. Jadi x◦ ∈ A. 0 c (⇐=) Misalkan A ⊂ A. Misalkan x◦ ∈ A . Jika setiap ε > 0, Nε (x◦ )\{x◦ }∩A 6= ∅ maka x◦ ∈ A0 ⊂ A: kontradiksi dengan x◦ ∈ Ac . Jadi haruslah berlaku ada ε◦ > 0 sehingga Nε◦ (x◦ )\{x◦ } ∩ A = ∅. Maka Nε◦ (x◦ ) ∩ A = ∅. Jadi Nε◦ (x◦ ) ⊂ Ac . Ini berarti Ac buka. Jadi A tutup. Teorema 1.18. Misalkan A dan B himpunan bagian dari X. Maka: (A ∪ B)0 = A0 ∪ B 0 . Bukti. Misalkan x◦ ∈ (A ∪ B)0 . Maka untuk setiap ε > 0, Nε (x◦ )\{x◦ } ∩ (A ∪ B) 6= ∅. Jadi (Nε (x◦ )\{x◦ } ∩ A) ∪ (Nε (x◦ )\{x◦ } ∩ B) 6= ∅. Jadi x◦ ∈ A0 ∪ B 0 . Misalkan x◦ ∈ A0 ∪B 0 , maka x◦ ∈ A0 atau x◦ ∈ B 0 . Maka untuk setiap ε > 0, Nε (x◦ )\{x◦ }∩A 6= ∅ atau ε > 0, Nε (x◦ )\{x◦ } ∩ B 6= ∅. Jadi ε > 0, Nε (x◦ )\{x◦ } ∩ (A ∪ B) 6= ∅. Teorema Akibat 1.19. Misalkan A ⊂ X. Maka A = A0 ∪ A. Bukti. A0 ∪ A tutup (sebab (A0 ∪ A)0 ⊂ A0 ∪ A). Maka A ⊂ A0 ∪ A. Kebalikannya, jelas A ⊂ A. Karena A0 adalah himpunan titik limit dari A, maka jika B tutup dan B ⊃ A, maka B ⊂ A0 . Jadi A0 ⊂ A. Jadi A ∪ A0 ⊂ A. Teorema 1.20. Himpunan A ⊂ X dikatakan padat di X jika untuk setiap elemen b ∈ X dan ε > 0 terdapat a ∈ A sehingga d(a, b) < ε. Bukti. Ambil b ∈ X sebarang dan ε > 0 sebarang. Karena A = X maka untuk setiap Nε (b)\{b} ∩ A 6= ∅. Pilih a ∈ Nε (b)\{b} ∩ A, maka d(a, b) < ε. 1.3. RUANG TOPOLOGI 1.3 13 Ruang Topologi Misalkan X adalah ruang metrik (atau ruang terurut total) sehingga pengertian Nε (x) terdefinisi dengan baik, untuk sebarang ε > 0 dan sebarang x ∈ X. Maka X = {A ⊂ X | A buka} disebut topologi bagi X. (X, X ) disebut ruang Topologi. Teorema 1.21. Sifat-sifat berikut dipenuhi oleh X . 1. ∅ ∈ X dan X ∈ X . 2. Misalkan A ⊂ X . Maka: [ A ∈ X. A∈A 3. Untuk setiap n ∈ N tetap, n \ Ak ∈ X , jika Ak ∈ X . 1 Bukti. (1) Jelas X memuat semua titik limitnya. Jadi X tutup. Maka ∅ = X c buka. Karena ∅ tidak memiliki titik limit, maka ∅ memuat semua titik limitnya. Jadi ∅ tutup. Maka X = ∅c buka. Jadi baik ∅ maupun X ada di X . (2) Misalkan A ⊂ X . Ambil [ x∈ A. A∈A Maka x ∈ A untuk suatu A◦ ∈ A. Karena A◦ buka, maka pilih ε > 0 sehingga: Nε (x) ⊂ A◦ . Jadi [ Nε (x) ∈ A. A∈A Jadi: [ A ∈ X. A∈A (3) Misalkan {A1 , A2 , . . . , An } ⊂ X . Ambil: x∈ n \ Ak , 1 maka x ∈ Ak , k = 1, 2, . . . , n. Pilih εk > 0 sedemikian sehingga: Nεk (x) ⊂ Ak , k = 1, 2, . . . , n. Definisikan: ε = min{εk | k = 1, 2, . . . , n}. Maka Nε (x) ⊂ Nεk ⊂ Ak , Jadi n \ k = 1, 2, . . . , n. Ak ∈ X . 1 Perhatikan bahwa dalam bukti Teorema ?? tidak digunakan metrik ataupun urutan. Jadi sifatsifat di atas dipenuhi secara umum oleh topologi yang dibangun oleh metrik maupun topologi yang dibangun oleh relasi urutan. 14 BAB 1. TOPOLOGI Definisi 1.22. Ruang Topologi Umum. Misalkan X adalah sebuah himpunan dan X adalah koleksi subset dari X yang memenuhi sifat berikut. 1. ∅ ∈ X dan X ∈ X . 2. Gabungan himpunan-himpunan dari sebarang subkoleksi dari X berada di dalam X . 3. Gabungan berhingga dari himpunan-himpunan di X berada di X . Maka pasangan (X, X ) disebut Ruang Topologi dan anggota-anggota X disebut: himpunan buka. 1.4 Himpunan Kompak Definisi 1.23. Misalkan X adalah ruang metrik (atau ruang topologi umum). {Gα | Gα buka} disebut selimut (cover) bagi A ⊂ X jika [ A⊂ Gα . Maka G = α Definisi 1.24. Suatu subset A dari ruang metrik X dikatakan kompak jika setiap selimut G senantiasa dapat direduksi menjadi berhingga. Ini berarti: misalkan G = {Gα | Gα buka} adalah selimut bagi A maka ada: αj , j = 1, 2, . . . , n sehingga: A ⊂ Gα1 ∪ Gα2 ∪ . . . ∪ Gαn . Setiap himpunan hingga kompak. Hal ini dapat diperlihatkan dengan mudah. Misalkan himpunan tersebut adalah: A = {x1 , x2 , x3 , . . . , xn } dan ambil G = {Gα | Gα buka} adalah sebarang selimut bagi A. Pilih: αj , j = 1, 2, . . . , n sedemikian sehingga: xj ∈ Gαj . Maka A ⊂ Gα1 ∪ Gα2 ∪ . . . ∪ Gαn . Jadi A himpunan kompak. Misalkan A ⊂ X ⊂ Y . Jika A adalah himpunan buka relatif terhadap X, maka secara umum A tidak harus buka secara relatif terhadap Y . Contohnya adalah: A = (0, 1], X = (−1, 1], dan Y = (0, 2). A buka secara relatif terhadap X tetapi terhadap Y , A tidak buka. Hal ini tidak dapat terjadi dalam himpunan kompak. Teorema 1.25. Misalkan A ⊂ X ⊂ Y . Maka A kompak relatif terhadap X jika dan hanya jika A kompak relatif terhadap Y . Bukti. Misalkan A kompak relatif terhadap X. Ambil H = {Hα | Hα buka relatif terhadap Y } sebarang selimut buka bagi A. Maka G = {Gα = Hα ∩ X} adalah selimut buka relatif terhadap X bagi A. Karena A kompak, relatif terhadap X maka ada: αj , j = 1, 2, . . . , n sehingga Gα1 ∩ . . . ∩ Gαn ⊃ A. Karena: Hαj ⊃ Gαj untuk j = 1, 2, . . . , n maka A ⊂ Gα1 ∩ . . . ∩ Gαn ⊂ Hα1 ∩ . . . ∩ Hαn . 1.4. HIMPUNAN KOMPAK 15 Jadi A kompak relatif terhadap Y . Sebaliknya, misalkan A kompak relatif terhadap Y . Ambil G = {Gα | Gα buka relatif terhadap X} sebarang selimut buka bagi A. Pilih: Hα himpunan buka di Y sehingga: Gα = Hα ∩ X untuk sebarang α. Maka H = {Hα }, adalah sebuah selimut buka bagi A di Y . Karena A kompak relatif terhadap Y maka ada αj , j = 1, 2, . . . , n sehingga A ⊂ Hα1 ∪ . . . ∪ Hαn = (Gα1 ∪ . . . ∪ Gαn ) ∩ X. Karena A ⊂ X maka A ⊂ Gα1 ∪ . . . ∪ Gαn . Jadi A kompak relatif terhadap X. Teorema 1.26. (Heine-Borel) Misalkan A ⊂ Rn . Maka A kompak jika dan hanya jika A tutup dan terbatas. 16 BAB 1. TOPOLOGI Daftar Pustaka [1] Rudin, W., Principles of Mathematical Analysis, McGraw-Hill Book co., Singapore, 1976. [2] Herstein, I.N., Topics in Algebra, 2nd ed., John Wiley & Sons, 1975, New York etc. [3] Hilbert, David Über die Transcendenz der Zahlen e und π, Mathematische Annalen 43:216219 (1893). [4] Kempner, Aubrey J. , On Transcendental Numbers. Transactions of the American Mathematical Society (American Mathematical Society) 17 (4): 476482, (October 1916). [5] J. Liouville, Sur des classes très étendues de quantités dont la valeur n’est ni algébrique, ni mėme rėductible â des irrationnelles algėbriques, J. Math. Pures et Appl. 18, 883-885, and 910-911, (1844). [6] Niven, I., A simple proof of the irrationality of π, Bulletin of the American Mathematical Society, vol. 53 (1947), pp. 509. 17